HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi S1 Keperawatan Oleh : R. SITI NURJANAH NIM : 1413277007 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS 1 R. Siti Nurjanah 2 Elis Noviati 3 Yanti Srinayanti 4 INTISARI Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mana karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. kondisi tersebut dapat menjadi faktor stressor baik terhadap anak maupun keluarga. Seorang anak bila menghadapi lingkungan yang baru dikenal akan mengalami perasaan takut dan cemas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang dirawat di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis bulan Mei 2016 sebanyak 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa peran keluarga anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis sebagian besar berkategori baik sebanyak 17 orang (56,7%).Tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, sebagian besar berkategori cemas ringan sebanyak 16 orang (53,3%). Terdapat hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis karena nilai α > ρ value (0,05 > 0,000) dan nilai chi square (χ2) hitung > chi square (χ2) tabel (47,736 > 12,592). Saran diharapkan agar lebih peka dan memiliki pemahaman pentingnya peran keluarga pada setiap intervensi yang akan diberikan khususnya pada pasien anak Kata Kunci : Kepustakaan : Keterangan : Peran Keluarga, Kecemasan, Hospitalisasi 29 Referensi (2006-2015) 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II v ROLE OF FAMILY RELATIONSHIPS WITH ANXIETY LEVEL OF SCHOOL AGE CHILDREN (6-12 YEARS) EXPERIENCE IN THE JASMINE HOSPITALIZATION GENERAL HOSPITAL REGIONAL CIAMIS1 R. Siti Nurjanah 2 Elis Noviati 3 Yanti Srinayanti 4 ABSTRACT The role of the family is the specific behaviors that are expected by someone in the family context that describes a set of interpersonal behavior, nature, activities relating to individuals in certain positions and situations. Hospitalization is a process that for some reason the plan or emergency, requiring children to stay in the hospital, therapy and care until their return back home. The condition can be a stressor factor both to the child and family. A child when faced with a new environment are known to experience fear and anxiety. The purpose of this study was to determine the relationship of the role of families with school-age children's anxiety level (6-12 years) who experienced hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital. This research uses quantitative analytical research using cross sectional approach. The population in this study is the family of school-age children who were treated at the Space Bed General Hospital Ciamis regency in May 2016 as many as 30 people. The sampling technique used in this study is total sampling the entire population of the research sample. The results showed that the role of families of school-age children (6-12 years) who experienced a hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital largely categorized either as many as 17 people (56.7%). The level of anxiety of school age children (6-12 Years ) who experienced a hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital, mostly categorized as mild anxiety many as 16 people (53.3%). There is a significant relationship between the role of families with school-age children's anxiety level (6-12 years) who experienced hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital because of the value of α> ρ value (0.05> 0.000) and the value of chi-square (χ2) count> chi square (χ2) table (47.736> 12.592). Recommendations are expected to be more sensitive and have an understanding of the important role of the family in any intervention that will be given, especially in pediatric patients. Keywords : Bibliography : Description : Family Relationship, Anxiety, Hospitalization 29 reference (2006-2015) 1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of Supervisor II vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan suatu system terbuka yang sangat rentan terhadap stimulus internal (dari dalam tubuh) dan stimulus eksternal (dari luar tubuh). Stimulus tersebut dapat berupa stresor yang menimbulkan respon spesifik baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis (Adiningsih, 2010). Kecemasan merupakan reaksi emosional terhadap individu secara subjektif yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Adapun yang mengartikan bahwa kecemasan merupakan kekhawatiran berlebihan yang sering terjadi berhari-hari sedikitnya 6 bulan yang cirinya meliputi: gelisah, tegang, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, intibilitas dan ketegangan otot serta gangguan tidur (Hawari, 2010). Setiap individu akan mengalami tingkat kecemasan yang berbedabeda terhadap stimulasi yang sama. Tingkat kecemasan tergantung pada jenis perlakuan yang diterima dan kemampuan dalam meghadapi diri. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang terencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulanganya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat menggalami kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan. (Supartini, 2012). 1 2 Menurut (Wong,1999), berbagai perasaan yang sering muncul pada orang tua yaitu: cemas, marah, takut, sedih, dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul terutama pada mereka yang baru pertama kali mengalami perawatan anak di rumah sakit, orang tua yang kurang mendapatkan dukungan emosi dan sosial serta ekonomi dari keluarga, kerabat, bahkan petugas kesehatan dan rasa tidak aman dan nyaman. Anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dirawat di Rumah Sakit juga akan muncul perasaan tersebut karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman, dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasanya dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan (Supartini, 2012). Populasi anak yang dirawat di rumah sakit menurut Wong (2001), mengalami peningkatan yang sangat dramatis. Mc Cherty dan Kozak mengatakan hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami hospitalisasi. Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Hikmawati 2013). Seorang anak bila menghadapi lingkungan yang baru dikenal akan mengalami perasaan takut dan cemas apalagi bila harus menjalani rawat inap atau hospitalisasi. Tidaklah mengejutkan bila masuk rumah sakit dikaitkan dengan kecemasan dan ketakutan. Bukan hanya orang dewasa anak-anak pun punya rasa takut terhadap penyakit yang dideritanya. Bahkan 3 untuk anak yang masih kecil, kecemasan dan kegelisahan orang tua dapat dengan mudah mengalaminya sehingga di sini orang tua harus bisa menyimpan ketakutan dan kecemasan dirinya sebisa mungkin, dan tak kalah pentingnya peran orang tua sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini. Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat. Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat cemas. Dengan demikian pada perawatan anak, karena orang tua adalah orang yang terdekat bagi anak, maka observasi orang tua dalam setiap perubahan perilaku dan memberikan tanggapan sebagaimana mestinya sangat diperlukan sekali dalam membantu setiap tindakan perawatan yang dilakukan terhadap anak. Oleh karena itu anak bukan merupakan orang satu-satunya yang harus bersiap sebelum masuk rumah sakit, orangtua juga harus siap, karena sikap orang tua memainkan peranan penting dalam perawatan anaknya (Nursalam, 2008) Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, seperti memberikan mainan kepada anak, menciptakan kondisi di rumah sakit seperti di rumah dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien (Friedman, 2010). Keluarga mempunyai satu peran penting terkait dengan perawatan anak di Rumah Sakit yaitu peran pengasuhan (parenting role), di mana keluarga mempunyai tugas yang harus dijalankan yaitu menerima kondisi anak, mengelola kondisi anak, 4 memenuhi kebutuhan perkembangan anak, memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga, menghadapi stressor dengan positif, membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada, mendidik anggota keluarga yang lain tentang kondisi anak yang sedang sakit, menggembangkan sistem dukungan sosial (Supartini, 2012). Pada dasarnya tujuan dasar pengasuhan adalah mempertahankan kehidupan fisik anak, meningkatkan kehidupan anak, memfasilitasi anak untuk menggembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan pengembangan. Kemampuan orang tua menjalankan peran pengasuhan ini tidak dipelajari melalui pendidikan secara formal melainkan berdasarkan pengalaman (Supartini, 2012). Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seseorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena : (1) Anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan (2) Anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Reaksi anak akan mengatasi krisis tersebut dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman sebelumnya terhadap proses akibat sakit dan dirawat, sistem dukungan (support system) yang tersedia, serta ketrampilan koping dalam menangani stres (Nursalam, 2012). Penelitian dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya lebih dari 23 juta orang terkena gangguan kecemasan. Hasil penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh bahwa dari 50 ribu orang tua yang anaknya 5 dirawat dibeberapa rumah sakit dikota New York, 30% mengalami kecemasan berat. Kecemasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu takut anak akan menderita cacat (63%), takut kehilangan (21,3%), masalah sosial ekonomi (10,7%), takut akan hal yang tidak diketahui atau kurangnya informasi (5%) (Arofiati, 2010). Penelitian Tyc Dkk (2010) Indonesia ditemukan bahwa 39,6% orangtua mengalami distress tingkah laku dan peningkatan tekanan darah dalam menghadapi perawatan anak di rumah sakit. Penelitian di Padang Desrika Irma (2013) didapatkan 65% orang tua mengalami kecemasan sedang pada saat anak dirawat. Dimana ibu akan lebih cemas dibanding ayah dengan persentase kecemasan ibu 60% dan ayah 40%. Menurut Rahmi dengan penelitiannya yang berjudul hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya mendapatkan prosedur invasif. 60% orang tua mengalami kecemasan ringan, tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan orang tua dengan pemberian informasi. Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang mendampinginya selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan anaknya, pengobatan, peraturan dan keadaan di rumah sakit, serta biaya perawatan. Krisis penyakit dan hospitalisasi pada masa anak-anak mempengaruhi setiap anggota keluarga inti. Reaksi orang tua terhadap penyakit anak mereka bergantung pada keberagaman faktor-faktor 6 yang mempengaruhinya. Hampir semua orang tua berespons terhadap penyakit dan hospitalisasi anak mereka dengan reaksi yang luar biasa konsisten. Pada awalnya orang tua dapat bereaksi tidak percaya, marah atau merasa bersalah, takut, cemas, dan frustasi (Wong, 2009). Terjadinya stres karena stressor yang dirasakan dan dipersepsikan individu, merupakan suatu ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan. Oleh karana itu orangtua yang anaknya menjalani hospitalisasi di Ruang Melati harus selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal. Sikap optimis merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana firman Alloh SWT dalam surat Al Imraan 3 Ayat 139 : ۟ وا َو ََل َتحْ َز ُن ۟ َو ََل َت ِه ُن ين َ وا َوأَن ُت ُم ْٱْلَعْ لَ ْو َن إِن ُكن ُتم م ُّْؤ ِم ِن ”Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran 3 : 139). Sikap optimis haruslah mengalahkan pesimis yang bisa jadi menyelinap dalam hati kita. Untuk itulah jika ingin hidup sukses, kita harus bisa membangun rasa optimis dalam diri. Orangtua yang anaknya anaknya menjalani hospitalisasi di Ruang Melati harus mampu untuk percaya bahwa hidup memang tidak mudah, tetapi dengan upaya baru, hidup akan menjadi lebih baik. Berdasarkan data Rekam Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis mengenai indikator pelayanan Rawat Inap Ruang Melati bulan Desember Tahun 2015 sampai bulan Februari Tahun 2016 adalah sebagai berikut : 7 Tabel 1.1 Indikator pelayanan Ruang Melati bulan Desember Tahun 2015 sampai bulan Februari Tahun 2016 di Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis NO 1 2 3 4 5 6 INDIKATOR PELAYANAN RUANG MELATI BOR LOS TOI BTO GDR NDR Des 2015 48,15 3,03 3,19 5,04 0,00 0,00 Bulan Jan 2016 66,36 3,25 1,79 5,82 0,00 0,00 Feb 2016 65,52 2,80 1,52 6,57 0,00 0,00 (Rekam Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis periode Desember 2015Februari 2016) Berdasarkan tabel 1.1 diatas bahwa Angka BOR bulan Desember Tahun 2015 sebesar 48,15%, Januari Tahun 2016 sebesar 66,36%, Februari Tahun 2016 sebesar 65,52% dan sudah memenuhi standar Depkes rata-rata persentasi BOR pertahunnya dengan nilai parameter BOR ideal adalah antara 60-85%, LOS bulan Desember Tahun 2015 sebesar 3,03, Januari Tahun 2016 sebesar 3,25, Februari Tahun 2016 sebesar 2,80, dan belum memenuhi standar dari LOS yang ideal antara 6-9 hari, TOI bulan Desember Tahun 2015 sebesar 3,19, Januari Tahun 2016 sebesar 1,79, Februari Tahun 2016 sebesar 1,52, dan telah memenuhi standar dari idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari, BTO bulan Desember Tahun 2015 sebesar 5,04, Januari Tahun 2016 sebesar 5,82, Februari Tahun 2016 sebesar 6,57 telah memenuhi standar ideal dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali, GDR bulan Desember Tahun 2015 sampai Februari Tahun 2016 sebesar 0,00% setiap 1000 penderita keluar dan NDR bulan Desember sampai Februari Tahun 2016 sebesar 0,00% kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. 8 Dilihat dari data Rekam Medik Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis mengenai 10 besar penyakit 3 bulan terakhir pada anak adalah sebagai berikut : Tabel 1.2 Data 10 besar penyakit bulan Desember 2015 sampai Februari 2016 di Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diagnosa GEA TF Asthma TBC FC Dengue Paper SD BP Sepsis Anemia Desember 2015 51 26 18 12 6 5 6 3 5 3 Bulan Januari 2016 40 33 17 12 16 13 10 6 1 3 Februari 2016 21 21 9 7 15 7 6 9 6 9 (Rekam Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis periode Desember 2015Februari 2016) Berdasarkan hasil survey di Ruang Melati RSUD Ciamis terhadap 10 orang tua yang anaknya mengalami hospitalisasi diperoleh data sebagai berikut, 8 orang tua (80%) menolak tindakan pemasangan infus dan pemasangan NGT dengan alasan merasa kasihan terhadap anaknya, dan orang tua membawa anaknya pulang paksa, mereka beranggapan bahwa tindakan tersebut justru akan lebih menyakitkan anaknya, dan menurut pandangan mereka tindakan tersebut tidak perlu dilakukan karena melihat kondisi anaknya yang baik. Kecemasan orang tua yang berujung pada penolakan tindakan medis justru mengakibatkan proses pengobatan menjadi terhambat, bisa menimbulkan infeksi, anak menjadi cemas, distress keluarga, pasien jadi lebih lama dirawat dan mengakibatkan pula biaya perawatan bertambah. 9 Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”adakah Hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran peran keluarga anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis b. Diketahuinya gambaran tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. c. Diketahuinya hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di 10 Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu keperawatan mengenai peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi. 2. Manfaat Praktis a. Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna bagi para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan anak sehingga masalah psikologis dapat teratasi yang dapat membantu proses penyembuhan. b. Bagi Perawat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan perawat dalam memberikan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi tingkat kecemasan pada anak dengan memfasilitasi keluarga dalam memberikan peran keluarga bagi anak selama menjalani hospitalisasi di rumah sakit c. Penelitian Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan bahan dasar sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi 11 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai tingkat kecemasan anak sebelumnya telah dilakukan oleh Cristine (2013) dengan judul “Hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Advent Medan. ”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional, jumlah sampel 55 responden dengan teknik total sampling. Hasil analisis penelitian menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Advent Medan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi. Pada penelitian yang di lakukan saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu judul, lokasi, waktu dan jenis penelitian pada penelitian ini analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional, populasi dan tekhnik pengambilan sampel dengan total sampling. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Peran Keluarga a. Pengertian keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 2008). Keluarga merupakan hal utama dalam menentukan suatu keberhasilan dari tindakan pencegahan dan pengobatan.Pada kasus diabetes, peran keluarga dinilai sangat penting.Keluarga merupakan orang-orang yang berada di dekat pasien.Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan, ikatan emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Pengaturan diit dan kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dipengaruhi oleh dukungan keluarga (Dion & Beta, 2013). Pengertian asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan / dipusatkan pada keluarga sebagai unit / kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai saran atau penyalur (Setiadi, 2008). Menurut Setiadi (2008), tipe keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 12 13 1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keluarga. 2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi). b. Pengertian Peran Keluarga Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam sosial tertentu agar dapat memenuhi harapanharapan.Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat (Setiadi, 2008). Keluarga juga berperan sebagai mengambil keputusan untuk mencegah masalah kesehatan dan memelihara/ meningkatkan status kesehatan anggota keluarga, karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya karena dapat mempengaruhi produktivitas keluarga. Bila produktivitas keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga meningkat pula.Tugas keluarga dalam bidang kesehatan meliputi pemeliharaan fisik keluarga dan anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi 14 keluarga, memberikan perawatan anggotanya yang sakit, mempertahankan suasana yang aman dan tentram di rumah, mempertahankan hubungan timbal balik dalam kelurga (Setiadi, 2008). c. Peran Keluarga dalam Hospitalisasi Berkaitan dengan perawatan anak di rumah sakit menurut Canam, 1993 (dalam Supartini, 2012) membuktikan bahwa tugas yang dijalankan keluarga secara adaptif. Dalam perawatan anak di Rumah Sakit sangat mempengaruhi dalam pencapaian tujuan perawatan anak. Tugas keluarga menurut Supartini (2012) adalah : 1) Menerima kondisi anak Tugas ini dapat dijalankan dengan cara mencari arti dari kondisi sakit anaknya dan menggembangkan koping yang konstruktif, untuk itu praktek dalam menjalankan agama atau ibadah sangat bermanfaat untuk menggembangkan koping yang konstruktif. 2) Mengelola kondisi anak Hal yang positif yang dilakukan adalah dengan cara membina hubungan yang positif dengan kesehatan sehingga dapat menggunakan sumber yang ada pada mereka dan dapat memahami kondisi anak dengan baik. Orang tua perlu disosialisasikan dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada. 15 3) Memenuhi kebutuhan perkembangan anak Keluarga dapat menjalankan tugas ini dengan cara membantu menurunkan dampak negatif dari kondisi anak, mengasuh anak sebagaimana biasanya dan memperlakukan anak seperti anak lain yang ada di rumah. 4) Memenuhi kebutuhan perkembangan kelurga. Hal ini dapat dicapai dengan mempertahankan hubungan antara untuk menggembangkan kondisi anak di rumah sakit dan di rumah walaupun waktu tertentu anak di rumah sakit menjadi prioritas utama. 5) Menghadapi stressor dengan positif Keluarga harus mencegah adanya penumpukan stress pada keluarga dengan menggembangkan koping yang positif, yaitu ke arah pemecahan masalah. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan klarifikasi masalah dan tugas yang dapat dikelola, dan dapat menurunkan reaksi emosi. Untuk itu penting sekali adanya keyakinan spiritual keluarga yang menguatkan harapan dana keyakinan untuk memecahkan setiap masalah secara positif. 6) Membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada Orang tua harus belajar untuk mengelola perasaan anggotanya. Cara yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi dan mengekresikan perasaan, mencari dukungan positif apabila ada kelompok orang tua yang mempunyai masalah kesehatan anak yang sama hal ini sangat membantu sebagai tempat berbagai perasaan dan pengalaman. 16 7) Mendidik anggota keluarga yang lain tentang anak yang sedang sakit Orang tua harus memiliki pemahaman yang tepat tentang kondisi anak sehingga dapat memberi pengertian pada anggota keluarga yang lain tentang kondisi anaknya yang sedang sakit dan harus memiliki koping yang positif. jawab pertanyaan anak sesuai kepastiannya untuk mengerti, tetapi harus jujur dan buat diskusi dengan keluarga tentang masalah yang berhubungan. 8) Menggembang sistem dukungan sosial. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara membuat jaringan kerja sama dengan anggota keluarga yang lain, kerabat atau kawan. Dan menggunakan jaringan kerja sama sebagai sumber pemecahan masalah. 2. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, dan keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2007). Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan.(Asmadi, 2009). Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang di pengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya. (Dalami, 2009) 17 Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar di alam dan terkait dengan perasaan ketidak pastian dan ketidak berdayaan. Perasaan isolasi, keterasingan, dan ketidakamanan juga hadir (Stuart, 2007) Dari pendapat beberapa para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik dan bersifat subjektif berupa rasa takut, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. b. Tingkat Kecemasan Menurut Stuart (2007) kecemasan dapat digolongkan dalam beberapa tingkat kecemasan, yaitu sebagai berikut : 1) Kecemasan ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. 2) Kecemasan sedang Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami perhatian yang tidak selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. 18 3) Kecemasan berat : Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk pada area lain. 4) Tingkat panic dari kecemasan Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, danteror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya, karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan; jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Respon Adaptif Antisipasi Respon Maladaptif Ringan Sedang Berat Gambar 2.1 Rentan Respon Kecemasan Sumber : Stuart (2007) Panik 19 c. Teori Kecemasan Stuart (2007) menyatakan ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, diantaranya : 1) Faktor Predisposisi Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah : a) Teori psikoanalitis Menurut Sigmund Freud Kecemasan dimulai pada saat bayi sebagai akibat dari rangsangan tiba-tiba dan trauma lahir. Kegelisahan berlanjut dengan kemungkinan bahwa lapar dan haus mungkin tidak puas. Kecemasan primer karena itu keadaan tegang atau dorongan yang dihasilkan oleh penyebab eksternal. Lingkungan mampu mengancam serta memuaskan. Ini ancaman implisit predisposes orang untuk kecemasan di kemudian hari. Freud menyatakan struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu id, ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan superego. Menurut teori psikoanalitik, ansietas merupakan konflik emosional yang terjadi antara id dan super ego, yang berfungsi memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi. 20 b) Teori interpersonal Sullivan tidak setuju dengan Freud. Ia menyatakan ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang berat. c) Teori prilaku Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli prilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa individu yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas berat pada kehidupan masa dewasanya. d) Kajian keluarga Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi. e) Kajian biologis Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin 21 membantu mengatur ansietas. Selain itu kesehatan umum seseorang mempunyai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor. 2) Faktor Prespitasi Faktor prespitasi dibedakan menjadi : a) Faktor eksternal : (1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. (2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. b) Faktor internal : (1) Usia, seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua usianya. (2) Jenis kelamin, gangguan panik merupakan suatu gagasan cemas yang ditandai dengan kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita dari pada pria. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. Perbedaan ini bukan hanya 22 dipengaruhi oleh faktor emosi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan cenderung melihat hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi detail, sedangkan lakilaki cara berpikirnya cenderung global atau tidak detail. Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih mudah dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan perasaannya. (3) Tipe kepribadian, menurut Stuart (2007) ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius dan ingin serba sempurna dan ciri-ciri orang dengan kepribadian B adalah sabar, tidak terlalu konfetitif, tidak ambisius dan tidak selalu ingin serba sempurna, maka orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. (4) Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati. d. Respon terhadap Kecemasan Menurut Stuart (2007) bahwa respon individual terhadap kecemasan meliputi respon fisiologik, prilaku, kognitif dan afektif. Penjelasan dari hal tersebut di atas adalah sebagai berikut : 1) Respon fisikologik Respon fisikologik individu terhadap kecemasan, yaitu : 23 a) Sistem kardiovaskuler Responnya berupa palvitasi jantung berdebar, meningkatnya tekanan darah, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun dan nadi menurun. b) Sistem Respirasi Responnya berupa nafas cepat dan dangkal, nafas pendek, tekanan pada dada, pembengkakkan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan tersenggal-senggal. c) Sistem Neuromuskular Responnya berupa refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, regiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah dan gerakan yang janggal. d) Sistem Gastrointestinal Responnya berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual dan diare. e) Sistem traktus urinarius Responnya berupa sering berkemih atau pun tidak dapat menahan kencing. f) Kulit Responnya berupa wajah kemerahan, rasa panas dan dingin pada kulit, berkeringat setempat (telapak tangan), wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh. 2) Respon perilaku Respon perilaku gelisah, ketegangan otot, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cidera, 24 menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, serta menghindari diri dari masalah. 3) Respon kognitif Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian. 4) Respon afektif Respon afektif meliputi kondisi gelisah, tidak sabar, tegang, nervous, mudah terganggu, ketakutan, tremor dan gugup. e. Kecemasan pada Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) Akibat Hospitalisasi Hospitalisasi adalah kondisi yang dapat menyebabkan krisis pada anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru bagi anak yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut dapat menjadi faktor stressor baik terhadap anak maupun keluarga (Wong, 2009). Anak usia sekolah anak yang berusia 6-12 tahun. Pertumbuhan secara fisik pada anak usia sekolah (6-12 tahun) diawali dari tinggi badan yang meningkat 5cm per tahun dan berat badan yang lebih bervariasi, meningkat 2-3 kg per tahun. Karakteristik anak usia sekolah suka berkelompok dengan teman sebaya sesuai dengan jenis kelaminnya. Perkembangan kognitif anak memasuki tahap konkret yaitu anak sudah mulai memandang realistis dari duniannya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain. Perkembangan 25 psikososial anak sekolah berada pada stadium industry vs inferiority, anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan tetapi apabila harapan anak ini tidak tercapai kemungkinan anak akan merasa rendah diri (Wong, 2009). Pada anak usia sekolah stressor yang dihadapi anak yang dirawat di rumah sakit adalah lingkungan baru dan asing, pengalaman yang menyakitkan dengan petugas, prosedur tindakan keperawatan, diagnotik dan terapi, berpisah dengan orang tua dalam arti semetara. Kondisi ini akan menyebabkan anak mengalami kecemasan (Rasmun, 2006). Anak usia sekolah membayangkan dirawat di rumah sakit merupakan hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya terlambat. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung, anak bertanya kenapa orang itu, mengapa berada di rumah sakit, bermacam pertanyaan dilontarkan karena anak tidak mengetahui yang sedang terjadi (Wong, 2009). Kecemasan pada anak usia sekolah adalah kecemasan karena perpisahan dengan kelompok, mengalami luka pada tubuh dan nyeri dan kehilangan control juga dapat menimbulkan kecemasan (Wong, 2009). Kecemasan yang terjadi pada usia sekolah selama hospitalisasi dapat disebabkan karena : 1) Cemas karena perpisahan Anak usia sekolah memiliki koping yang lebih baik terhadap perpisahan, namun keadaan sakit akan meningkatkan keinginan mereka untuk selalu ditemani oleh orang tua. Anak usia 26 sekolah lebih merasa cemas karena berpisah dengan sekolah dan aktivitas sehari-hari mereka dibandingkan cemas karena berpisah dengan orang tua. Reaksi yang umum terjadi pada anak usia sekolah karena perpisahan adalah merasa sendiri, bosan, merasa terisolasi, dan depresi. 2) Kehilangan control (Loss Of Control) Bagi anak usia sekolah, aktivitas yang dibatasi seperti bed rest, penggunaan kursi roda, kehilangan privasi serta rutin di rumah sakit akan menghilangkan kekuatan diri dan identitas dari anak. Reaksi yang mungkin muncul pada anak adalah perasaan depresi, menunjukkan rasa permusuhan dan frustasi. 3) Luka pada tubuh dan rasa sakit atau nyeri Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, akan kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlakuan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal karena anak sudah mampu mengkontaminasikan-nya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika 27 merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat. Anak usia sekolah telah mampu mengkomunikasikan rasa sakit yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri tersebut. Respon terhadap nyeri yang ditunjukkan diantaranya: melihat perilaku dari anak lain yang lebih kecil terutama saat dilakukan prosedur tindakan yang menyebabkan nyeri, perilaku mengulur waktu dengan berkata “tunggu sebentar” atau “saya belum siap”, menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat. f. Reaksi Anak Terhadap Sakit dan Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Reaksi hospitalisasi pada anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak. Pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak (Supartini, 2012). Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1) Perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan anak (Supartini, 2012). Berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman di rumah sakit. 28 2) Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya Apabila anak pernah mengalami tidak menyenangkan saat dirawat di rumah sakit sebelumnya, akan menyebabkan anak takut dan trauma, sebaliknya apabila saat dirawat di rumah sakit anak mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2012). 3) Dukungan keluarga Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang terdekat dengannya misal orang tua atau saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan sangat merasa ketakutan. 4) Perkembangan koping dalam menangani stressor Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima keadaan bahwa dia harus di rawat di rumah sakit maka akanlebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit. Proses perawatan yang seringkali butuh waktu lama akhirnya menjadikan anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi terhadap penyakitnya. Menurut Wahyunin (2006), beberapa perilaku itu antara lain : 29 a) Penolakan (avoidance) Perilaku dimana anak berusaha menghindar dari situasi yang membuatnya tertekan. Anak berusaha menolak treatment yang diberikan, seperti tidak mau disuntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada petugas medis. b) Mengalihkan perhatian Anak berusaha mengalihkan perhatiaan dari pikiran atau sumber yang membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya membaca buku cerita saat di rumah sakit, menonton TV saat dipasang infus, atau bermain mainan yang disukai. c) Berupaya aktif (active) Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya menanyakan tentang kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif terhadap petugas medis, minum obat teratur, beristirahat sesuai dengan peraturan yang diberikan. d) Mencari dukungan (support seeking) Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepasakn tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang yang dekat dengannya, misalnya dengan permintaan anak untuk ditunggui selama 30 dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk atau dielus saat merasa kesakitan. g. Reaksi Orang Tua terhadap Hospitalisasi Anak Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak, tetapi juga bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di Rumah Sakit menimbulkan stress pada orang tua, berbagai macam perasaan timbul pada orang tua, yaitu takut, rasa bersalah, stress dan cemas. Rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi sakit anak yang terminal, karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan adanya perasaan berduka. Stressor lain yang menyebabkan orang tua sangat stress adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit sebelummya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini, 2012). 1) Perasaan cemas dan takut Seperti yang diuraikan diatas, orang tua akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus, dilakukan fungsi lumbal, dan prosedur invasive lainnya. Orang tua bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya, dan pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas 31 ini adalah sering bertanya tentang hal sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini, 2012). 2) Perasaan sedih Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.Bahkan, saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami orang tua. Di satu sisi orang tua dituntut untuk berada di samping anaknya dan memberi bimbingan spiritual pada anaknya, dan di sisi lain meraka menghadapi ketidakberdayaan karena perasaan terpukul dan sedih yang amat sangat. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. 3) Perasaan frustasi Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dirasakan tidak dirasakan perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustasi. Oleh karena itu seringkali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa. h. Pengukuran Kecemasan pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) Kecemasan merupakan masalah yang menyebabkan anak sering menolak untuk melakukan perawatan. Kecemasan dalam 32 menjalani hospitalisasi merupakan halangan yang sering mempengaruhi perilaku pasien dalam perawatan, dapat menimbulkan sikap yang tidak kooperatif, memberikan efek negatif terhadap prosedur perawatan yang akan menghambat proses hospitalisasi. dilakukan sehingga akan Untuk mencegah terjadinya masalah ini, sebaiknya digunakan teknik manajemen bagi anak-anak untuk mengidentifikasi kecemasan dalam menjalani hospitalisasi pada usia sedini mungkin (Aidar, 2014). Untuk mengukur tingkat kecemasan, dapat digunakan macam kuesioner, skala atau derajat dengan tingkat validitas dan reabilitas yang berbeda-beda. Secara garis besar metode untuk mengukur derajat kecemasan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua. Metode pengukuran langsung, yaitu dimana si anak diminta untuk mengisi secara langsung kuesioner yang diberikan dan metode pengukuran tidak langsung, yaitu melalui pengamatan penelitian terhadap anak tersebut atau melalui interview terhadap pihak ketiga (orang tua, dokter anak yang bersangkutan, atau orang-orang dalam lingkungan anak). Pada metode ini anak sama sekali tidak melakukan pengisian survey karena pengisian survey langsung dilakukan oleh peneliti (Aidar, 2014). Untuk menilai kecemasan dalam hospitalisasi banyak teknik pengukuran yang dapat digunakan. Dalam menilai kecemasan atau ketakutan pada anak, dibedakan menjadi dua tipe teknik penilaian : teknik yang berdasarkan observasi reaksi anak (misal penilaian perilaku dan psikologis) dan teknik yang berdasar pada beberapa 33 bentuk dari verbal-cognitive sel-report (misal kuesioner). Kuesioner respon cemas bertujuan untuk mengidentifikasi respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang disusun berdasarkan skala kecemasan Spence. Penilaian menggunakan skala Likert yang terdiri dari 20 pernyataan dengan skor pilihan yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1 sampai 4 untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden adalah 20 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 80. Semakin tinggi total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas yang dialami anak. Menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2012), dengan rentang sebesar 60 dan banyak kelas dibagi atas 4 kategori kelas untuk respon cemas (tidak ada kecemasan, ringan, sedang, berat, dan panik) didapatlah panjang kelas sebesar 20. Dengan p = 12 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas interval pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 20-34: respon cemas ringan 34 35-49: respon cemas sedang 50-64: respon cemas berat 65-80: respon cemas panik 3. Hospitalisasi a. Pengertian Hospitalisasi merupakan proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2012). Perawat sangat berperan dalam proses hospitalisasi, dimana perawat sangat berfungsi sebagai suatu fokus dalam keadaan baik untuk individu, keluarga dan juga kelompok masyarakat. Bila dilihat dari peran dan fungsi perawat sebagai pendidik, pelaksana, konseling, advokasi dan lain-lain maka yang banyak berperan untuk meningkatkan kesehatan adalah perawat (Hawari, 2010). Hospitalisasi pada anak banyak menyebabkan pengalaman yang menimbulkan trauma baik pada anak maupun orang tua, sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada perawatan anak selama di rumah sakit. Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya mengalami stress, dan dalam proses hospitalisasi perawat dapat melibatkan orang tua sehingga dapat memahami penyakitnya, dan orang tua dapat memberikan respon terhadap proses hospitalisasi (Supartini, 2012). Hospitalisasi anak dapat menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma baik pada anak maupun orang tua sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja 35 sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit. Oleh Karena itu, betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan.Supartini juga mengatakan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya di rumah sakit, walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalaminya karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya. Terutama pada mereka yang baru pertama kali mengalami perawatan anak di rumah sakit, dan orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi dan sosial keluarga, kerabat bahkan petugas kesehatan akan menunjukkan perasaan cemasnya (Supartini, 2012). b. Reaksi Orang tua Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di rumah sakit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit, prosedur pengobatan, sistem pendukung yang tersedia, kekuatan ego individu, kemampuan dalam penggunaan koping, dukungan dari keluarga, kebudayaan dan kepercayaan Perilaku orang tua selama anaknya sakit : 1) Penolakan / ketidakpercayaan (denial/disbelief) Penolakan atau ketidakpercayaan yaitu menolak atau tidak percaya.Hal ini terjadi terutama bila anak tiba-tiba sakit serius. 36 2) Marah atau merasa bersalah atau keduanya Setelah mengetahui bahwa anaknya sakit, maka reaksi orang tua adalah marah dan menyalahkan dirinya sendiri.Mereka merasa tidak merawat anaknya dengan benar, mereka mengingat kembali mengenai hal-hal yang telah mereka lakukan yang kemungkinan dapat mencegah anaknya agar tidak jatuh sakit.Jika anknya dirawat di rumah sakit orang tua menyalahkan dirinya sendiri karena tidak dapat menolong mengurangi rasa sakit yang dialami oleh anaknya. 3) Kekuatan, cemas, dan frustasi Kekuatan dan rasa cemas dihubungkan dengan seriusnya penyakit dan tipe prosedur medis.Frustasi dihubungkan dengan kurangnya informasi mengenai prosedur dan pengobatan atau tidak familiar dengan peraturan rumah sakit. 4) Depresi Biasanya depresi ini terjadi setelah masa krisis anak berlalu.Ibu sering mengeluh merasa lelah baik secara fisik maupun mental. Orang tua mulai merasa khawatir terhadap anakanak mereka yang lain, yang dirawat oleh anggota keluarga lainnya, oleh teman atau tetangganya. Hal-hal yang membuat orang tua cemas dan depresi adalah kesehatan anaknya di masa yang akan datang, misalnya efek dari prosedur pengobatan dan juga biaya pengobatan. 37 B. Landasan Teori Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 2008).Friedman (2010) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya.Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga.Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Keluarga berperan sebagai mengambil keputusan untuk mencegah masalah kesehatan dan memelihara/ meningkatkan status kesehatan anggota keluarga, karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya karena dapat mempengaruhi produktivitas keluarga. Bila produktivitas keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga meningkat pula (Setiadi, 2008). Kebutuhan terbesar anak selama perkembangannya adalah rasa aman yang timbul dari kesadaran bahwa ia diinginkan dan disayang oleh orang dewasa tempatnya bergantung. Lingkungan anak yang mula-mula terbatas sifatnya dan pandangan dunia serta tempatnya sendiri di dalamnya akan terbentuk terutama oleh hubungannya dengan keluarga (Nursalam, 2008). Pada anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, 38 penyesuaian dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerapkali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan.Dalam hal ini keluarga harus memberikan dukungan dan peran keluarga pada anak. Memberikan semangat, empati, rasa percaya dan perhatian adalah hal yang dibutuhkan pada saat anak menjalani proses hospitalisasi sehingga anak merasa senang, tenang dan nyaman (Supartini, 2012). C. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Notoatmodjo, 2012) Adapun kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “Hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis” dapat digambarkan sebagai berikut : Ringan Kurang Peran Keluarga Cukup Baik Tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi Sedang Berat Panik Gambar 2.2 Kerangka Konsep 39 D. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan duga, atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Deskriptif analitik suatu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi (Notoatmodjo, 2010). Dengan pendekatan cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat dilakukan secara bersamaan berdasarkan status keadaan pada saat itu (pengumpulan data), yaitu hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu varibel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Varibel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah peran keluarga sedangkan variabel terikat (dependen) adalah tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi. Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variabel dengan lainya dan pengukurannya. 40 41 Definisi Operasional, menurut Saifuddin (2010) adalah suatu definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikatornya tidak tampak. Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang diamati. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan tentang definisi operasional dari judul tersebut pada tabel berikut : Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Konseptual Definisi Oprasional Alat ukur Hasil Ukur Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat (Setiadi, 2008). Peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak usia sekolah (612 tahun) adalah semua hal yang dilakukan oleh keluarga selama anak di rawat di Ruang Melati RSUD Ciamis meliputi : 1. Menerima kondisi anak 2. Mengelola kondisi anak 3. Memenuhi perkembangan kebutuhan keluarga 4. Menghadapi stressor dengan positif 5. Membantu anggota keluarga untuk 6. Mengelola perasaan yang ada 7. Mendidik anggota keluarga yang lain tentang kondisi anak yang sedang sakit 8. Menggembangkan sistem dukungan sosial Kuesioner 1. Peran keluarga Kurang, jika skor 24-48: 2. Peran Keluarga Cukup, jika skor 49-72 3. Peran KeluargaB aik jika skor 73-96 Skala Independen Peran Keluarga Nominal 42 Variabel Dependen Respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi Definisi Konseptual Definisi Oprasional Alat ukur Hasil Ukur Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, dan keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2007). Reaksi yang timbul pada anak usia sekolah saat hospitalisasi yaitu tanda fisik seperti ketegangan otot, peningkatan tekanan darah, resah, menutup muka dan suara kuat, intelektual seperti perhatian rendah terhadap sesuatu, disorientasi waktu, sosial dan emosional seperti menarik diri, depresi, menangis dan kemarahan. Kuesioner Spence 1. Ringan (skor 2034 ) 2. Sedang (Skor 3549 3. Berat (Skor 5064) 4. Panik (Skor 6580) Skala Ordinal C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tentang yang ditetapkan (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga anak usia sekolah yang dirawat di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis bulan Mei 2016 sebanyak 30 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam 43 penelitian ini 30 keluarga pasien anak di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. Untuk mengidentifikasi subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang di tetapkan. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria tersebut adalah sbb : Inklusi : a. Keluarga pasien (Ayah, Ibu, Kakak) dan anak usia 6-12 tahun di Ruang Melati b. Mampu berkomunikasi c. Mampu membaca dan menulis d. Bersedia menjadi responden Eksklusi : e. Keluarga pasien (Ayah, Ibu, Kakak) dan anak ≤ 6 tahun dan ≥ 12 tahun di Ruang Melati a. Keluarga pasien anak mengundurkan diri jadi responden b. Keluarga pasien anak yang tidak mau jadi responden D. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari objek penelitian yang dilakukan dengan cara membagikan angket kepada responden, 44 responden diminta menjawab sendiri angket tersebut tetapi sebelumnya responden diminta kesediaanya untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani informed consent (pernyataan kesediaan menjadi responden). 2. Instrumen Penelitian Proses penelitian memerlukan suatu alat untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data pada penelitian ini adalah angket. Angket ini selalu berbentuk formulir-formulir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan (question), maka angket sering disebut questionnaire (Notoatmodjo, 2010). Pengisian angket ini dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir-formulir yang diajukan secara tertulis kepada sejumlah objek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban dan sebagainya. Teknik ini lebih cocok untuk memperoleh data yang cukup luas dari kelompok/masyarakat yang berpopulasi besar, dan bertebaran tempatnya. Pada variabel kuesioner peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari delapan subvariabel, dimana terdiri dari 24 pernyataan, kuesioner dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti sendiri. Peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak yang terdiri dari menerima kondisi anak pernyataan kuesioner 1 s/d 3, mengelola kondisi anak pernyataan kuesioner 4 s/d 6, memenuhi kebutuhan perkembangan anak pernyataan kuesioner 7 s/d 9, memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga pernyataan kuesioner 10 s/d 12, menghadapi stressor dengan positif permyataan kuesioner 13 s/d 15, 45 membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada pernyataan kuesioner 16 s/d 18, mendidik anggota keluarga yang lain tentang kondisi anak yang sedang sakit pernyataan kuesioner 19 s/d 21, menggembangkan sistem dukungan sosial penyataan kuesioner 22 s/d 24. Cara pengisian lembar kuesioner adalah dengan menggunakan cek list pada tempat yang tersedia. Penilaian menggunakan skala Likert, Kuesioner ini mempunyai 4 pilihan jawaban yaitu Selalu (SL) dengan nilai 4, Sering (SR) nilai 3, Kadang-kadang (KK) dengan nilai 2 dan Tidak Pernah (TP) dengan nilai 1. Maka untuk peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak di Ruang Melati RSUD Ciamis diperoleh nilai tertinggi 96 dan nilai terendah 24.Total skor adalah 24 - 96. Semakin tinggi jumlah skor maka peran keluarga semakin tinggi. Berdasarkan rumus statistik p = Menurut Sudjana (2012) bahwa dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar 72 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas untuk peran keluarga (kurang, cukup, dan baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 24. Dengan p = 24 dan nilai terendah 24 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 24-48 : peran keluarga kurang 49-72 : peran keluarga cukup 73-96 : peran keluarga baik. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang disusun berdasarkan skala kecemasan Spence. Penilaian menggunakan skala 46 Likert yang terdiri dari 20 pernyataan dengan skor pilihan yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1 sampai 4 untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden adalah 20 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 80. Semakin tinggi total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas yang dialami anak. Menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2012), dengan rentang sebesar 60 dan banyak kelas dibagi atas 4 kategori kelas untuk respon cemas (tidak ada kecemasan, ringan, sedang, berat, dan panik) didapatlah panjang kelas sebesar 20. Dengan p = 12 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas interval pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 20-34: respon cemas ringan 35-49: respon cemas sedang 50-64: respon cemas berat 65-80: respon cemas panic 47 3. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Teknik korelasi yang dipakai adalah “Product Moment” dengan rumus: R N XY X Y N X 2 X N Y 2 Y 2 2 Keterangan : R : Koefisien relasi N : Jumlah responden uji coba X : Skor salah satu pertanyaan Y : Skor total XY : Skor pertanyaan nomor 1 dikalikan skor total Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu signifikan, maka perlu dilihat pada tabel nilai r product moment (Arikunto, 2006). Setelah dilakukan perhitungan korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total, maka untuk melihat signifikancy dari setiap pertanyaan maka dapat dilihat tabel nilai product moment. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel maka perhitungannya memenuhi taraf signifikan dan pertanyaan itu dianggap valid untuk dijadikan alat ukur penelitian. Batas validitas rtabel product moment untuk 10 orang responden dengan tingkat 48 kepercayaan 5% (α=0,05) adalah 0,632. Jika nilai r-hitung lebih besar dari 0,632 maka pertanyaan tersebut dianggap valid dan dapat dijadikan alat ukur penelitian (Arikunto, 2006). Kuesioner dalam penelitian telah diujikan kepada 10 pasien anak di RSUD Kota Banjar yang merupakan salah satu rumah sakit yang mempunyai cukup banyak pasien anak dengan RSUD Kabupaten Ciamis tempat penelitian dilaksanakan. Berdasarkan hasil perhitungan semua pertanyaan peran keluarga sebanyak 24 soal dinyatakan valid karena r hitung > r tabel dengan nilai r hitung 0,687-0,944 dan r tabel (0,05) = 0,632. Untuk pertanyaan kecemasan sebanyak 20 soal dinyatakan valid karena r hitung > r tabel dengan nilai r hitung 0,678-0,906 dan r tabel (0,05) = 0,632. b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau asas tetap bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Dan untuk memperoleh indeks reliabilitas soal dengan menggunakan Spearman Brown (Arikunto, 2006), yaitu: r1.1 = 2 x r½ . ½ 1 + r½ . ½ 49 Keterangan: r1.1 : Reliabilitas instrumen r½ . ½ : rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen. Setelah dilakukan perhitungan reliabilitas dari kuesiaoner, maka untuk melihat reliabilitinya dari setiap pertanyaan maka dapat dilihat tabel nilai korelasi product moment. Jika nilai r1.1 lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel atau layak untuk dijadikan alat ukur penelitian. Batas reliabilitas r-tabel product moment untuk 10 orang responden dengan derajat kebebasan (α=0,05) adalah 0, 0,632. Jika nilai r-hitung lebih besar dari 0, 0,632 maka pertanyaan tersebut dianggap reliabel atau layak dijadikan alat ukur penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan peran keluarga diperoleh nilai r11= 0,927 dikonsultasikan dengan r tabel (0,05) = 0,632 maka dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan tersebut reliabel karena r hitung > r tabel. Untuk kecemasan diperoleh nilai r11= 0,914 dikonsultasikan dengan r tabel (0,05) = 0,632 maka dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan tersebut reliabel karena r.1.1 > r tabel E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitan ini diawali dengan melakukan survey pendahuluan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Data dasar diambil dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis, dalam berbagai tinjauan pustaka dapat dijadikan sebagai referensi yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian. Konsultasi dengan pembimbing dalam 50 penyempurnaan judul penelitian dan pembuatan proposal, melaksanakan seminar proposal untuk mendapatkan masukan lebih lanjut demi terlaksananya penelitian ini dan mendapatkan izin dari Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Pada tahap pelaksanaan penelitian ini antara lain: mendapatkan izin untuk melakukan penelitian, menentukan dan membuat kerjasama dengan petugas kesehatan ditempat penelitian yang akan membantu pelaksanaan penelitian, menjelaskan maksud penelitian kepada responden, melakukan pengumpulan data, setelah data terkumpul kemudian melakukan pengolahan dan analisa data menggunakan teknik komputerisasi. 3. Tahap Penyelesaian Penelitian Setelah data dientry dan dianalisis, dilakukan penyajian hasil pengolahan data dan diinterpretasikan bentuk laporan, selanjutnya dilakukan pembahasan dari temuan-temuan penelitian, menarik kesimpulan serta membuat saran atau rekomendasi mengacu hasil penelitian yang telah dilakukan. F. Metode Pengolahan dan Analisa Data 1. Metode Pengolahan Data a. Pemeriksaan Data (Editing data) Setelah data terkumpul maka dilakukan kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data dalam usaha melengkapi data yang masih kurang. 51 b. Pemberian kode (Coding) Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu melakukan pengkodean pada lembar observasi yang telah diisi yaitu setiap keluhan atau jawaban dari responden. c. Pemasukan Data (Entry data) Setelah editing dan koding data selesai dan jawaban dilembar jawaban sudah rapih dan memadai untuk mendapatkan data yang baik selanjutnya dilakukan entry data dengan menggunakan komputer. d. Pembersihan Data (Cleaning data) Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti dan melihat kelogisannya, bila ternyata terdapat kesalahan dalam memasukan data, maka harus dilakukan pembetulan dengan menggunakan komputer. 2. Analisis Data a. Analisa Univariat Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat, yaitu analisis yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis dilakukan dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan frekuensi dari tiap-tiap variabel. Frekuensi dari variabel menggunakan perhitungan analisis menurut Albiner Siagian, (2010) yaitu sebagai berikut : 52 P f x100% n Keterangan : P : Persentase f : Frekuensi tiap kategori n : Jumlah sampel Pada variabel peran keluarga diukur dengan skala likert. kuesioner ini mempunyai 4 pilihan jawaban yaitu Selalu (SL) dengan nilai 4, Sering (SR) nilai 3, Kadang-kadang (KK) dengan nilai 2 dan Tidak Pernah (TP) dengan nilai 1. Maka untuk peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak di Ruang Melati RSUD Ciamis diperoleh nilai tertinggi 96 dan nilai terendah 24.Total skor adalah 24 - 96. Semakin tinggi jumlah skor maka peran keluarga semakin tinggi. Berdasarkan rumus statistik p = Menurut Sudjana (2012) bahwa dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar 72 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas untuk peran keluarga (kurang, cukup, dan baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 24. Dengan p = 24 dan nilai terendah 24 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 24-48 : peran keluarga kurang 49-72 : peran keluarga cukup 73-96 : peran keluarga baik. 53 Kuesioner kecemasan yang digunakan adalah kuesioner yang disusun berdasarkan skala kecemasan Spence. Penilaian menggunakan skala Likert yang terdiri dari 20 pernyataan dengan skor pilihan yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1 sampai 4 untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden adalah 20 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 80. Semakin tinggi total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas yang dialami anak. Menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2012), dengan rentang sebesar 60 dan banyak kelas dibagi atas 4 kategori kelas untuk respon cemas (tidak ada kecemasan, ringan, sedang, berat, dan panik) didapatlah panjang kelas sebesar 20. Dengan p = 12 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas interval pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut: 20-34: respon cemas ringan 35-49: respon cemas sedang 50-64: respon cemas berat 65-80: respon cemas panik 54 b. Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk menentukan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini menggunakan uji statistik Chie Square dengan tingkat kesalahan yang digunakan adalah α < 0,05. Besarnya pengaruh pada setiap variabel independen terhadap variabel dependen digunakan prevalen ratio dengan 95 % CI. Dengan rumus : 2 fo fh 2 fh Keterangan : χ2 : Chie Square fo : Frekuensi yang diobservasi atau diperoleh, baik melalui pengamatan maupun hasil kuesioner fh : Frekuensi yang diharapkan 1) Jika α > ρ value dan χ2 hitung > χ2 tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. 2) Jika α < ρ value dan χ2 hitung < χ2 tabel, maka Ha gagal total dan Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. 55 G. Etika Penelitian Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi isu sentral saat ini. Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip – prinsip etika penelitian (Nursalam, 2013). Secara umum prinsip etika dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian Nursalam (2013), yaitu: 1. Prinsip manfaat a. Bebas dari penderitaan Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus. b. Bebas dari eksploitasi Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. c. Resiko Peneliti harus hati- hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. 2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination) Subjek harus diperlakukan secara manusiawi.Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden atau tidak. 56 b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek. c. Informed consent Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. 3. Prinsip keadilan a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment) Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian. b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan kerahasiaan (confidentiality). H. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis pada bulan Mei Tahun 2016. 57 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Surat Ali-Imran Ayat 3 Adiningsih (2010). Peran Keluarga Terhadap Kesehatan. Jakarta: EGC. Aidar (2014) Pengukuran Tingkat Kecemasan. Jakarta : Erlangga. Albiner Siagian. (2010). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik. Bandung : Alfabeta. Arikunto, S, (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. __________, (2010). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI, Cetakan 13. Rineka Cipta. Jakarta. Arofiati, (2010). Kecemasan Orang Tua Pasien Anak. Jurnal Kesehatan Suara Forikes. http://usu.ac.id/jurnal/ jurnal.pdf. Diakses 15 Maret 2016. Asmadi. (2009). Tehnik prosedural keperawatan: Konsep dan applikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika. Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Cristine, (2013) Hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Advent Medan. Skripsi. Universitas Indonesia Jakarta:Tidak Diterbitkan. Dahlan.(2010). Alfabeta. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung : Dalami. (2009). Hubungan Antara Dukungan Informasional dengan Kecemasan Perpisahan Akibat Hospitalisasi. Purwokerto, Jurnal Keperawatan Soedirman. Depkes (2008). Pengertian Keluarga. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/ jurnal_trismiati.pdf. Diakses 15 Maret 2016. Dion & Beta, (2013). Peran Keluarga Terhadap Kesehatan. Jakarta: EGC. Friedman, M. (2010). Keperawatan keluarga : Teori dan Praktek Edisi Ketiga. Jakarta: EGC. Rasmun (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hawari, D. (2010). Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FKUI Hikmawati (2013). Keperawatan keluarga : Teori dan Praktek. Edisi Ketiga. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta. _________. (2012) Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan Rineka cipta : Jakarta. Nursalam. (2008). Asuhan keperawatan bayi dan Anak Edisi 1. Jakarta: EGC ________. (2012). Asuhan keperawatan bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta: EGC ________. (2013). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu kesehatan pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis, (2016) Data Indikator pelayanan dan 10 besar penyakit Ruang Melati bulan Desember Tahun 2015 sampai bulan Februari Tahun 2016 di Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis. Setiadi, (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu. Stuart, G. W. dan Sundden. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sudjana, (2012). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta: Bandung. Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Cetakan 1, Jakarta : EGC Wong, Donna L. (2009). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC. Wahyunin (2006). Proses Perawatan Anak. CV.Alfabeta: Bandung.