hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan

advertisement
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
KECEMASAN ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) YANG
MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MELATI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi S1 Keperawatan
Oleh :
R. SITI NURJANAH
NIM : 1413277007
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK
USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI
RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS 1
R. Siti Nurjanah 2 Elis Noviati 3 Yanti Srinayanti 4
INTISARI
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang
dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi
dan situasi tertentu. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mana karena
suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
Rumah Sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
ke rumah. kondisi tersebut dapat menjadi faktor stressor baik terhadap anak
maupun keluarga. Seorang anak bila menghadapi lingkungan yang baru dikenal
akan mengalami perasaan takut dan cemas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan peran keluarga
dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami
hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
keluarga anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang dirawat di Ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis bulan Mei 2016 sebanyak 30 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran keluarga anak usia sekolah (6-12
Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum
Daerah Ciamis sebagian besar berkategori baik sebanyak 17 orang
(56,7%).Tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami
hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, sebagian
besar berkategori cemas ringan sebanyak 16 orang (53,3%). Terdapat hubungan
yang signifikan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia
sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit
Umum Daerah Ciamis karena nilai α > ρ value (0,05 > 0,000) dan nilai chi square
(χ2) hitung > chi square (χ2) tabel (47,736 > 12,592).
Saran diharapkan agar lebih peka dan memiliki pemahaman pentingnya peran
keluarga pada setiap intervensi yang akan diberikan khususnya pada pasien
anak
Kata Kunci
:
Kepustakaan :
Keterangan :
Peran Keluarga, Kecemasan, Hospitalisasi
29 Referensi (2006-2015)
1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama
Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II
v
ROLE OF FAMILY RELATIONSHIPS WITH ANXIETY LEVEL OF
SCHOOL AGE CHILDREN (6-12 YEARS) EXPERIENCE IN
THE JASMINE HOSPITALIZATION GENERAL HOSPITAL
REGIONAL CIAMIS1
R. Siti Nurjanah 2 Elis Noviati 3 Yanti Srinayanti 4
ABSTRACT
The role of the family is the specific behaviors that are expected by someone in the
family context that describes a set of interpersonal behavior, nature, activities
relating to individuals in certain positions and situations. Hospitalization is a
process that for some reason the plan or emergency, requiring children to stay in
the hospital, therapy and care until their return back home. The condition can be
a stressor factor both to the child and family. A child when faced with a new
environment are known to experience fear and anxiety.
The purpose of this study was to determine the relationship of the role of families
with school-age children's anxiety level (6-12 years) who experienced
hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital.
This research uses quantitative analytical research using cross sectional
approach. The population in this study is the family of school-age children who
were treated at the Space Bed General Hospital Ciamis regency in May 2016 as
many as 30 people. The sampling technique used in this study is total sampling
the entire population of the research sample.
The results showed that the role of families of school-age children (6-12 years)
who experienced a hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General
Hospital largely categorized either as many as 17 people (56.7%). The level of
anxiety of school age children (6-12 Years ) who experienced a hospitalization in
Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital, mostly categorized as mild
anxiety many as 16 people (53.3%). There is a significant relationship between
the role of families with school-age children's anxiety level (6-12 years) who
experienced hospitalization in Jasmine Lounge Ciamis District General Hospital
because of the value of α> ρ value (0.05> 0.000) and the value of chi-square (χ2)
count> chi square (χ2) table (47.736> 12.592).
Recommendations are expected to be more sensitive and have an understanding
of the important role of the family in any intervention that will be given, especially
in pediatric patients.
Keywords :
Bibliography :
Description :
Family Relationship, Anxiety, Hospitalization
29 reference (2006-2015)
1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of
Supervisor II
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan suatu system terbuka yang sangat rentan
terhadap stimulus internal (dari dalam tubuh) dan stimulus eksternal (dari
luar tubuh). Stimulus tersebut dapat berupa stresor yang menimbulkan
respon spesifik baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis (Adiningsih,
2010).
Kecemasan merupakan reaksi emosional terhadap individu secara
subjektif yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara
khusus penyebabnya. Adapun yang mengartikan bahwa kecemasan
merupakan kekhawatiran berlebihan yang sering terjadi berhari-hari
sedikitnya 6 bulan yang cirinya meliputi: gelisah, tegang, mudah lelah, sulit
berkonsentrasi, intibilitas dan ketegangan otot serta gangguan tidur (Hawari,
2010).
Setiap individu akan mengalami tingkat kecemasan yang berbedabeda terhadap stimulasi yang sama. Tingkat kecemasan tergantung pada
jenis perlakuan yang diterima dan kemampuan dalam meghadapi diri.
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang terencana
atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulanganya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut, anak dan orang tua dapat menggalami kejadian yang menurut
beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik
dan penuh dengan kecemasan. (Supartini, 2012).
1
2
Menurut (Wong,1999), berbagai perasaan yang sering muncul pada
orang tua yaitu: cemas, marah, takut, sedih, dan rasa bersalah. Perasaan
tersebut dapat timbul terutama pada mereka yang baru pertama kali
mengalami perawatan anak di rumah sakit, orang tua yang kurang
mendapatkan dukungan emosi dan sosial serta ekonomi dari keluarga,
kerabat, bahkan petugas kesehatan dan rasa tidak aman dan nyaman.
Anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dirawat di Rumah Sakit juga
akan muncul perasaan tersebut karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman, dan tidak nyaman,
perasaan kehilangan sesuatu yang biasanya dialaminya, dan sesuatu yang
dirasakan menyakitkan (Supartini, 2012).
Populasi anak yang dirawat di rumah sakit menurut Wong (2001),
mengalami peningkatan yang sangat dramatis. Mc Cherty dan Kozak
mengatakan hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami
hospitalisasi. Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain
membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga
mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak
bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang
dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak
daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Hikmawati 2013).
Seorang anak bila menghadapi lingkungan yang baru dikenal akan
mengalami perasaan takut dan cemas apalagi bila harus menjalani rawat
inap atau hospitalisasi. Tidaklah mengejutkan bila masuk rumah sakit
dikaitkan dengan kecemasan dan ketakutan. Bukan hanya orang dewasa
anak-anak pun punya rasa takut terhadap penyakit yang dideritanya. Bahkan
3
untuk anak yang masih kecil, kecemasan dan kegelisahan orang tua dapat
dengan mudah mengalaminya sehingga di sini orang tua harus bisa
menyimpan ketakutan dan kecemasan dirinya sebisa mungkin, dan tak kalah
pentingnya peran orang tua sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini.
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi
stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin
meningkat. Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga
apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua
pun merasa sangat cemas. Dengan demikian pada perawatan anak, karena
orang tua adalah orang yang terdekat bagi anak, maka observasi orang tua
dalam setiap perubahan perilaku dan memberikan tanggapan sebagaimana
mestinya sangat diperlukan sekali dalam membantu setiap tindakan
perawatan yang dilakukan terhadap anak. Oleh karena itu anak bukan
merupakan orang satu-satunya yang harus bersiap sebelum masuk rumah
sakit, orangtua juga harus siap, karena sikap orang tua memainkan peranan
penting dalam perawatan anaknya (Nursalam, 2008)
Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu
mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga
yang sakit, memodifikasi lingkungan, seperti memberikan mainan kepada
anak, menciptakan kondisi di rumah sakit seperti di rumah dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam
mengatasi kecemasan klien (Friedman, 2010). Keluarga mempunyai satu
peran penting terkait dengan perawatan anak di Rumah Sakit yaitu peran
pengasuhan (parenting role), di mana keluarga mempunyai tugas yang
harus dijalankan yaitu menerima kondisi anak, mengelola kondisi anak,
4
memenuhi
kebutuhan
perkembangan
anak,
memenuhi
kebutuhan
perkembangan keluarga, menghadapi stressor dengan positif, membantu
anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada, mendidik anggota
keluarga
yang
lain
tentang
kondisi
anak
yang
sedang
sakit,
menggembangkan sistem dukungan sosial (Supartini, 2012).
Pada dasarnya tujuan dasar pengasuhan adalah mempertahankan
kehidupan fisik anak, meningkatkan kehidupan anak, memfasilitasi anak
untuk
menggembangkan
kemampuan
sejalan
dengan
tahapan
pengembangan. Kemampuan orang tua menjalankan peran pengasuhan ini
tidak dipelajari melalui pendidikan secara formal melainkan berdasarkan
pengalaman (Supartini, 2012).
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang
tampak pada anak. Jika seseorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak
tersebut akan mudah mengalami krisis karena : (1) Anak mengalami stres
akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya
dalam
kebiasaan
sehari-hari,
dan
(2)
Anak
mempunyai
sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun
kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Reaksi anak akan mengatasi krisis
tersebut
dipengaruhi
oleh
tingkat
perkembangan
usia,
pengalaman
sebelumnya terhadap proses akibat sakit dan dirawat, sistem dukungan
(support system) yang tersedia, serta ketrampilan koping dalam menangani
stres (Nursalam, 2012).
Penelitian dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya lebih dari 23
juta orang terkena gangguan kecemasan. Hasil penelitian di New York
Amerika Serikat diperoleh bahwa dari 50 ribu orang tua yang anaknya
5
dirawat dibeberapa rumah sakit dikota New York, 30% mengalami
kecemasan berat. Kecemasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu takut anak akan menderita cacat (63%), takut kehilangan (21,3%),
masalah sosial ekonomi (10,7%), takut akan hal yang tidak diketahui atau
kurangnya informasi (5%) (Arofiati, 2010).
Penelitian Tyc Dkk (2010) Indonesia ditemukan bahwa 39,6%
orangtua mengalami distress tingkah laku dan peningkatan tekanan darah
dalam menghadapi perawatan anak di rumah sakit. Penelitian di Padang
Desrika Irma (2013) didapatkan 65% orang tua mengalami kecemasan
sedang pada saat anak dirawat. Dimana ibu akan lebih cemas dibanding
ayah dengan persentase kecemasan ibu 60% dan ayah 40%. Menurut
Rahmi dengan penelitiannya yang berjudul hubungan pemberian informasi
dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya mendapatkan prosedur
invasif. 60% orang tua mengalami kecemasan ringan, tidak ada hubungan
yang signifikan antara tingkat kecemasan orang tua dengan pemberian
informasi.
Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan
kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan
ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter
dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang
mendampinginya selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan anaknya, pengobatan, peraturan dan keadaan di rumah
sakit, serta biaya perawatan. Krisis penyakit dan hospitalisasi pada masa
anak-anak mempengaruhi setiap anggota keluarga inti. Reaksi orang tua
terhadap penyakit anak mereka bergantung pada keberagaman faktor-faktor
6
yang mempengaruhinya. Hampir semua orang tua berespons terhadap
penyakit dan hospitalisasi anak mereka dengan reaksi yang luar biasa
konsisten. Pada awalnya orang tua dapat bereaksi tidak percaya, marah
atau merasa bersalah, takut, cemas, dan frustasi (Wong, 2009).
Terjadinya stres karena stressor yang dirasakan dan dipersepsikan
individu, merupakan suatu ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan.
Oleh karana itu orangtua yang anaknya menjalani hospitalisasi di Ruang
Melati harus selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal. Sikap
optimis merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana
firman Alloh SWT dalam surat Al Imraan 3 Ayat 139 :
۟ ‫وا َو ََل َتحْ َز ُن‬
۟ ‫َو ََل َت ِه ُن‬
‫ين‬
َ ‫وا َوأَن ُت ُم ْٱْلَعْ لَ ْو َن إِن ُكن ُتم م ُّْؤ ِم ِن‬
”Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran 3 : 139).
Sikap
optimis
haruslah
mengalahkan
pesimis
yang
bisa
jadi
menyelinap dalam hati kita. Untuk itulah jika ingin hidup sukses, kita harus
bisa membangun rasa optimis dalam diri. Orangtua yang anaknya anaknya
menjalani hospitalisasi di Ruang Melati harus mampu untuk percaya bahwa
hidup memang tidak mudah, tetapi dengan upaya baru, hidup akan menjadi
lebih baik.
Berdasarkan data Rekam Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten
Ciamis mengenai indikator pelayanan Rawat Inap Ruang Melati bulan
Desember Tahun 2015 sampai bulan Februari Tahun 2016 adalah sebagai
berikut :
7
Tabel 1.1
Indikator pelayanan Ruang Melati bulan Desember Tahun 2015 sampai
bulan Februari Tahun 2016 di Ruang Melati RSUD
Kabupaten Ciamis
NO
1
2
3
4
5
6
INDIKATOR PELAYANAN RUANG
MELATI
BOR
LOS
TOI
BTO
GDR
NDR
Des
2015
48,15
3,03
3,19
5,04
0,00
0,00
Bulan
Jan
2016
66,36
3,25
1,79
5,82
0,00
0,00
Feb
2016
65,52
2,80
1,52
6,57
0,00
0,00
(Rekam Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis periode Desember 2015Februari 2016)
Berdasarkan tabel 1.1 diatas bahwa Angka BOR bulan Desember
Tahun 2015 sebesar 48,15%, Januari Tahun 2016 sebesar 66,36%, Februari
Tahun 2016 sebesar 65,52% dan sudah memenuhi standar Depkes rata-rata
persentasi BOR pertahunnya dengan nilai parameter BOR ideal adalah
antara 60-85%, LOS bulan Desember Tahun 2015 sebesar 3,03, Januari
Tahun 2016 sebesar 3,25, Februari Tahun 2016 sebesar 2,80, dan belum
memenuhi standar dari LOS yang ideal antara 6-9 hari, TOI bulan Desember
Tahun 2015 sebesar 3,19, Januari Tahun 2016 sebesar 1,79, Februari
Tahun 2016 sebesar 1,52, dan
telah memenuhi standar dari idealnya
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari, BTO bulan Desember
Tahun 2015 sebesar 5,04, Januari Tahun 2016 sebesar 5,82, Februari
Tahun 2016 sebesar 6,57 telah memenuhi standar ideal dalam satu tahun,
satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali, GDR bulan Desember Tahun
2015 sampai Februari Tahun 2016 sebesar 0,00% setiap 1000 penderita
keluar dan NDR bulan Desember sampai Februari Tahun 2016 sebesar
0,00% kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita
keluar.
8
Dilihat dari data Rekam Medik Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten
Ciamis mengenai 10 besar penyakit 3 bulan terakhir pada anak adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.2
Data 10 besar penyakit bulan Desember 2015 sampai Februari 2016 di
Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Diagnosa
GEA
TF
Asthma
TBC
FC
Dengue Paper
SD
BP
Sepsis
Anemia
Desember
2015
51
26
18
12
6
5
6
3
5
3
Bulan
Januari
2016
40
33
17
12
16
13
10
6
1
3
Februari
2016
21
21
9
7
15
7
6
9
6
9
(Rekam Medik Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis periode Desember 2015Februari 2016)
Berdasarkan hasil survey di Ruang Melati RSUD Ciamis terhadap 10
orang tua yang anaknya mengalami hospitalisasi diperoleh data sebagai
berikut, 8 orang tua (80%) menolak tindakan pemasangan infus dan
pemasangan NGT dengan alasan merasa kasihan terhadap anaknya, dan
orang tua membawa anaknya pulang paksa, mereka beranggapan bahwa
tindakan tersebut justru akan lebih menyakitkan anaknya, dan menurut
pandangan mereka tindakan tersebut tidak perlu dilakukan karena melihat
kondisi anaknya yang baik. Kecemasan orang tua yang berujung pada
penolakan tindakan medis justru mengakibatkan proses pengobatan menjadi
terhambat, bisa menimbulkan infeksi, anak menjadi cemas, distress
keluarga, pasien jadi lebih lama dirawat dan mengakibatkan pula biaya
perawatan bertambah.
9
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : “Hubungan peran keluarga dengan tingkat
kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di
Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah ”adakah Hubungan peran keluarga dengan
tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami
hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak
usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati
Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran peran keluarga anak usia sekolah (6-12
Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit
Umum Daerah Ciamis
b. Diketahuinya gambaran tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12
Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit
Umum Daerah Ciamis.
c. Diketahuinya hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan
anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di
10
Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya dalam
pengembangan ilmu keperawatan mengenai peran keluarga dengan
tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami
hospitalisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna
bagi
para
pembaca
untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan
keperawatan anak sehingga masalah psikologis dapat teratasi yang
dapat membantu proses penyembuhan.
b. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan perawat dalam
memberikan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi
tingkat kecemasan pada anak dengan memfasilitasi keluarga dalam
memberikan peran keluarga bagi anak selama menjalani hospitalisasi
di rumah sakit
c. Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan bahan dasar
sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun)
yang mengalami hospitalisasi
11
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai tingkat kecemasan anak sebelumnya telah
dilakukan oleh Cristine (2013) dengan judul “Hubungan dukungan keluarga
dengan respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi di
Rumah Sakit Advent Medan. ”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
cross sectional, jumlah sampel 55 responden dengan teknik total sampling.
Hasil analisis penelitian menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga
dengan respon cemas anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi di
Rumah Sakit Advent Medan.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang
kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi. Pada penelitian yang di
lakukan saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu
judul, lokasi, waktu dan jenis penelitian pada penelitian ini analitik kuantitatif
dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional, populasi dan tekhnik
pengambilan sampel dengan total sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Peran Keluarga
a. Pengertian keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal
disuatu
tempat
di
bawah
satu
atap
dalam
keadaan
saling
ketergantungan (Depkes, 2008).
Keluarga merupakan hal utama dalam menentukan suatu
keberhasilan dari tindakan pencegahan dan pengobatan.Pada kasus
diabetes, peran keluarga dinilai sangat penting.Keluarga merupakan
orang-orang yang berada di dekat pasien.Keluarga adalah dua orang
atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan, ikatan
emosional dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari
keluarga. Pengaturan diit dan kepatuhan pasien terhadap proses
pengobatan dipengaruhi oleh dukungan keluarga (Dion & Beta, 2013).
Pengertian asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah
tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan / dipusatkan
pada keluarga sebagai unit / kesatuan yang dirawat dengan sehat
sebagai tujuan melalui perawatan sebagai saran atau penyalur
(Setiadi, 2008).
Menurut Setiadi (2008), tipe keluarga dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :
12
13
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri
dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau
adopsi atau keluarga.
2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman-bibi).
b. Pengertian Peran Keluarga
Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari
seseorang dalam sosial tertentu agar dapat memenuhi harapanharapan.Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan
oleh
seseorang
dalam
konteks
keluarga.
Peran
keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu.Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan
pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat (Setiadi,
2008).
Keluarga juga berperan sebagai mengambil keputusan untuk
mencegah masalah kesehatan dan memelihara/ meningkatkan status
kesehatan anggota keluarga, karena apabila salah satu anggota
keluarga memiliki masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya karena dapat mempengaruhi produktivitas
keluarga.
Bila
produktivitas
keluarga
meningkat
diharapkan
kesejahteraan keluarga meningkat pula.Tugas keluarga dalam bidang
kesehatan meliputi pemeliharaan fisik keluarga dan anggotanya,
mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
14
keluarga,
memberikan
perawatan
anggotanya
yang
sakit,
mempertahankan suasana yang aman dan tentram di rumah,
mempertahankan hubungan timbal balik dalam kelurga (Setiadi,
2008).
c. Peran Keluarga dalam Hospitalisasi
Berkaitan dengan perawatan anak di rumah sakit menurut
Canam, 1993 (dalam Supartini, 2012) membuktikan bahwa tugas
yang dijalankan keluarga secara adaptif. Dalam perawatan anak di
Rumah Sakit sangat mempengaruhi dalam pencapaian tujuan
perawatan anak.
Tugas keluarga menurut Supartini (2012) adalah :
1) Menerima kondisi anak
Tugas ini dapat dijalankan dengan cara mencari arti dari
kondisi sakit anaknya dan menggembangkan koping yang
konstruktif, untuk itu praktek dalam menjalankan agama atau
ibadah sangat bermanfaat untuk menggembangkan koping yang
konstruktif.
2) Mengelola kondisi anak
Hal yang positif yang dilakukan adalah dengan cara membina
hubungan yang positif dengan kesehatan sehingga dapat
menggunakan sumber yang ada pada mereka dan dapat
memahami
kondisi
anak
dengan
baik.
Orang
tua
perlu
disosialisasikan dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada.
15
3) Memenuhi kebutuhan perkembangan anak
Keluarga dapat menjalankan tugas ini dengan cara membantu
menurunkan dampak negatif dari kondisi anak, mengasuh anak
sebagaimana biasanya dan memperlakukan anak seperti anak
lain yang ada di rumah.
4) Memenuhi kebutuhan perkembangan kelurga.
Hal ini dapat dicapai dengan mempertahankan hubungan
antara untuk menggembangkan kondisi anak di rumah sakit dan di
rumah walaupun waktu tertentu anak di rumah sakit menjadi
prioritas utama.
5) Menghadapi stressor dengan positif
Keluarga harus mencegah adanya penumpukan stress pada
keluarga dengan menggembangkan koping yang positif, yaitu ke
arah pemecahan masalah. Hal yang dapat dilakukan adalah
dengan klarifikasi masalah dan tugas yang dapat dikelola, dan
dapat menurunkan reaksi emosi. Untuk itu penting sekali adanya
keyakinan spiritual keluarga yang menguatkan harapan dana
keyakinan untuk memecahkan setiap masalah secara positif.
6) Membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada
Orang
tua
harus
belajar
untuk
mengelola
perasaan
anggotanya. Cara yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi
dan mengekresikan perasaan, mencari dukungan positif apabila
ada kelompok orang tua yang mempunyai masalah kesehatan
anak yang sama hal ini sangat membantu sebagai tempat
berbagai perasaan dan pengalaman.
16
7) Mendidik anggota keluarga yang lain tentang anak yang sedang
sakit
Orang tua harus memiliki pemahaman yang tepat tentang
kondisi anak sehingga dapat memberi pengertian pada anggota
keluarga yang lain tentang kondisi anaknya yang sedang sakit dan
harus memiliki koping yang positif. jawab pertanyaan anak sesuai
kepastiannya untuk mengerti, tetapi harus jujur dan buat diskusi
dengan keluarga tentang masalah yang berhubungan.
8) Menggembang sistem dukungan sosial.
Upaya ini dapat dilakukan dengan cara membuat jaringan
kerja sama dengan anggota keluarga yang lain, kerabat atau
kawan. Dan menggunakan jaringan kerja sama sebagai sumber
pemecahan masalah.
2. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan
adalah
kekhawatiran
yang
tidak
jelas
dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya, dan keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik
(Stuart, 2007).
Ansietas
merupakan
gejolak
emosi
seseorang
yang
berhubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang
digunakan dalam mengatasi permasalahan.(Asmadi, 2009).
Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian individu
yang subjektif, yang di pengaruhi alam bawah sadar dan tidak
diketahui secara khusus penyebabnya. (Dalami, 2009)
17
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas menyebar di
alam dan terkait dengan perasaan ketidak pastian dan ketidak
berdayaan. Perasaan isolasi, keterasingan, dan ketidakamanan juga
hadir (Stuart, 2007)
Dari pendapat beberapa para ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang
spesifik dan bersifat subjektif berupa rasa takut, kekhawatiran pada
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
b. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007) kecemasan dapat digolongkan dalam
beberapa tingkat kecemasan, yaitu sebagai berikut :
1) Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2) Kecemasan sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit
lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami
perhatian yang tidak selektif namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
18
3) Kecemasan berat :
Sangat
mengurangi
lapang
persepsi
individu.
Individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta
tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak
arahan untuk pada area lain.
4) Tingkat panic dari kecemasan
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, danteror. Hal
yang rinci terpecah dari proporsinya, karena mengalami kehilangan
kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi
kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang
rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan; jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan
dan kematian.
Respon Adaptif
Antisipasi
Respon Maladaptif
Ringan
Sedang
Berat
Gambar 2.1 Rentan Respon Kecemasan
Sumber : Stuart (2007)
Panik
19
c. Teori Kecemasan
Stuart (2007) menyatakan ada beberapa teori yang telah
dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan, diantaranya :
1) Faktor Predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab
ansietas adalah :
a) Teori psikoanalitis
Menurut Sigmund Freud Kecemasan dimulai pada saat
bayi sebagai akibat dari rangsangan tiba-tiba dan trauma lahir.
Kegelisahan berlanjut dengan kemungkinan bahwa lapar dan
haus mungkin tidak puas. Kecemasan primer karena itu
keadaan tegang atau dorongan yang dihasilkan oleh penyebab
eksternal. Lingkungan mampu mengancam serta memuaskan.
Ini ancaman implisit predisposes orang untuk kecemasan di
kemudian hari.
Freud menyatakan struktur kepribadian terdiri dari tiga
elemen, yaitu id, ego, dan super ego. Id melambangkan
dorongan insting dan impuls primitif. Super ego mencerminkan
hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan
sebagai mediator antara tuntutan dari id dan superego.
Menurut
teori
psikoanalitik,
ansietas
merupakan konflik
emosional yang terjadi antara id dan super ego, yang berfungsi
memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu
diatasi.
20
b) Teori interpersonal
Sullivan tidak setuju dengan Freud. Ia menyatakan
ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal.
Hal ini juga dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan
seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang
menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri
rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas
yang berat.
c) Teori prilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Para ahli prilaku menganggap ansietas
merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini
bahwa individu yang pada awal kehidupannya dihadapkan
pada rasa takut berlebihan akan menunjukkan kemungkinan
ansietas berat pada kehidupan masa dewasanya.
d) Kajian keluarga
Kajian
keluarga
menunjukkan
bahwa
gangguan
ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu
keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara
gangguan ansietas dengan depresi.
e) Kajian biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung
reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin
21
membantu mengatur ansietas. Selain itu kesehatan umum
seseorang
mempunyai
predisposisi
terhadap
ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi
stressor.
2) Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dibedakan menjadi :
a) Faktor eksternal :
(1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas
fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
(2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi
pada individu.
b) Faktor internal :
(1) Usia, seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata
lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari
pada seseorang yang lebih tua usianya.
(2) Jenis kelamin, gangguan panik merupakan suatu gagasan
cemas yang ditandai dengan kecemasan yang spontan
dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita dari
pada pria. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang
lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki.
Dikarenakan
bahwa
perempuan
lebih
peka
dengan
emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap
perasaan
cemasnya.
Perbedaan
ini
bukan
hanya
22
dipengaruhi oleh faktor emosi, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor kognitif. Perempuan cenderung melihat hidup atau
peristiwa yang dialaminya dari segi detail, sedangkan lakilaki cara berpikirnya cenderung global atau tidak detail.
Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih mudah
dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki
lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan
perasaannya.
(3) Tipe kepribadian, menurut Stuart (2007) ciri-ciri orang
dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif,
ambisius dan ingin serba sempurna dan ciri-ciri orang
dengan kepribadian B adalah sabar, tidak terlalu konfetitif,
tidak ambisius dan tidak selalu ingin serba sempurna,
maka
orang
yang
berkepribadian
A
lebih
mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang
dengan kepribadian B.
(4) Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di
lingkungan
asing
ternyata
lebih
mudah
mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang
biasa dia tempati.
d. Respon terhadap Kecemasan
Menurut Stuart (2007) bahwa respon individual terhadap
kecemasan meliputi respon fisiologik, prilaku, kognitif dan afektif.
Penjelasan dari hal tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1)
Respon fisikologik
Respon fisikologik individu terhadap kecemasan, yaitu :
23
a)
Sistem kardiovaskuler
Responnya
berupa
palvitasi
jantung
berdebar,
meningkatnya tekanan darah, rasa mau pingsan, pingsan,
tekanan darah menurun dan nadi menurun.
b)
Sistem Respirasi
Responnya berupa nafas cepat dan dangkal, nafas
pendek,
tekanan
pada
dada,
pembengkakkan
pada
tenggorokan, sensasi tercekik dan tersenggal-senggal.
c)
Sistem Neuromuskular
Responnya berupa refleks meningkat, reaksi kejutan,
mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, regiditas, gelisah,
wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah dan gerakan
yang janggal.
d)
Sistem Gastrointestinal
Responnya berupa kehilangan nafsu makan, menolak
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual dan diare.
e)
Sistem traktus urinarius
Responnya berupa sering berkemih atau pun tidak
dapat menahan kencing.
f)
Kulit
Responnya berupa wajah kemerahan, rasa panas dan
dingin pada kulit, berkeringat setempat (telapak tangan),
wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh.
2)
Respon perilaku
Respon perilaku gelisah, ketegangan otot, tremor, gugup,
bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cidera,
24
menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, serta
menghindari diri dari masalah.
3)
Respon kognitif
Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi
buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi,
hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreativitas menurun,
takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian.
4)
Respon afektif
Respon afektif meliputi kondisi gelisah, tidak sabar,
tegang, nervous, mudah terganggu, ketakutan, tremor dan gugup.
e. Kecemasan
pada
Anak
Usia
Sekolah
(6-12
tahun)
Akibat
Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah kondisi yang dapat menyebabkan krisis
pada anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena
anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru bagi
anak yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut dapat menjadi
faktor stressor baik terhadap anak maupun keluarga (Wong, 2009).
Anak usia sekolah anak yang berusia 6-12 tahun. Pertumbuhan
secara fisik pada anak usia sekolah (6-12 tahun) diawali dari tinggi
badan yang meningkat 5cm per tahun dan berat badan yang lebih
bervariasi, meningkat 2-3 kg per tahun. Karakteristik anak usia
sekolah suka berkelompok dengan teman sebaya sesuai dengan jenis
kelaminnya. Perkembangan kognitif anak memasuki tahap konkret
yaitu anak sudah mulai memandang realistis dari duniannya dan
mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain. Perkembangan
25
psikososial anak sekolah berada pada stadium industry vs inferiority,
anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan tetapi
apabila harapan anak ini tidak tercapai kemungkinan anak akan
merasa rendah diri (Wong, 2009).
Pada anak usia sekolah stressor yang dihadapi anak yang
dirawat di rumah sakit adalah lingkungan baru dan asing, pengalaman
yang menyakitkan dengan petugas, prosedur tindakan keperawatan,
diagnotik dan terapi, berpisah dengan orang tua dalam arti semetara.
Kondisi
ini
akan
menyebabkan
anak
mengalami
kecemasan
(Rasmun, 2006).
Anak usia sekolah membayangkan dirawat di rumah sakit
merupakan
hukuman,
dipisahkan,
merasa
tidak
aman
dan
kemandiriannya terlambat. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung,
anak bertanya kenapa orang itu, mengapa berada di rumah sakit,
bermacam pertanyaan dilontarkan karena anak tidak mengetahui
yang sedang terjadi (Wong, 2009).
Kecemasan pada anak usia sekolah adalah kecemasan karena
perpisahan dengan kelompok, mengalami luka pada tubuh dan nyeri
dan kehilangan control juga dapat menimbulkan kecemasan (Wong,
2009).
Kecemasan
yang
terjadi
pada
usia
sekolah
selama
hospitalisasi dapat disebabkan karena :
1) Cemas karena perpisahan
Anak usia sekolah memiliki koping yang lebih baik
terhadap perpisahan, namun keadaan sakit akan meningkatkan
keinginan mereka untuk selalu ditemani oleh orang tua. Anak usia
26
sekolah lebih merasa cemas karena berpisah dengan sekolah dan
aktivitas sehari-hari mereka dibandingkan cemas karena berpisah
dengan orang tua. Reaksi yang umum terjadi pada anak usia
sekolah karena perpisahan adalah merasa sendiri, bosan, merasa
terisolasi, dan depresi.
2) Kehilangan control (Loss Of Control)
Bagi anak usia sekolah, aktivitas yang dibatasi seperti bed
rest, penggunaan kursi roda, kehilangan privasi serta rutin di
rumah sakit akan menghilangkan kekuatan diri dan identitas dari
anak. Reaksi yang mungkin muncul pada anak adalah perasaan
depresi, menunjukkan rasa permusuhan dan frustasi.
3) Luka pada tubuh dan rasa sakit atau nyeri
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah
dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga terutama
kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan
control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak
pada
perubahan
peran
dalam
keluarga,
akan kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain
atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlakuan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun non
verbal karena anak sudah mampu mengkontaminasikan-nya.
Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika
27
merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan atau menggigit
dan memegang sesuatu dengan erat.
Anak usia sekolah telah mampu mengkomunikasikan rasa
sakit yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri tersebut.
Respon terhadap nyeri yang ditunjukkan diantaranya: melihat
perilaku dari anak lain yang lebih kecil terutama saat dilakukan
prosedur tindakan yang menyebabkan nyeri, perilaku mengulur
waktu dengan berkata “tunggu sebentar” atau “saya belum siap”,
menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat.
f.
Reaksi Anak Terhadap Sakit dan Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit. Reaksi hospitalisasi pada anak
bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak. Pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem
pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak
(Supartini, 2012).
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi di pengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain :
1) Perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat
perkembangan anak (Supartini, 2012). Berkaitan dengan umur
anak, semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya
untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman di rumah sakit.
28
2) Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya
Apabila anak pernah mengalami tidak menyenangkan saat
dirawat di rumah sakit sebelumnya, akan menyebabkan anak
takut dan trauma, sebaliknya apabila saat dirawat di rumah sakit
anak mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan
maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter
(Supartini, 2012).
3) Dukungan keluarga
Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain
untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak
biasanya akan minta dukungan kepada orang terdekat dengannya
misal orang tua atau saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai
dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah
sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk
saat merasa takut dan cemas bahkan sangat merasa ketakutan.
4) Perkembangan koping dalam menangani stressor
Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima
keadaan bahwa dia harus di rawat di rumah sakit maka akanlebih
kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah
sakit. Proses perawatan yang seringkali butuh waktu lama
akhirnya menjadikan anak berusaha mengembangkan perilaku
atau strategi dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.
Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak
untuk beradaptasi terhadap penyakitnya. Menurut Wahyunin
(2006), beberapa perilaku itu antara lain :
29
a) Penolakan (avoidance)
Perilaku dimana anak berusaha menghindar dari situasi yang
membuatnya tertekan. Anak berusaha menolak treatment
yang diberikan, seperti tidak mau disuntik, tidak mau dipasang
infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada
petugas medis.
b) Mengalihkan perhatian
Anak berusaha mengalihkan perhatiaan dari pikiran atau
sumber yang membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan
anak misalnya membaca buku cerita saat di rumah sakit,
menonton TV saat dipasang infus, atau bermain mainan yang
disukai.
c) Berupaya aktif (active)
Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan
sesuatu secara aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya
menanyakan tentang kondisi sakitnya kepada tenaga medis
atau orang tuanya, bersikap kooperatif terhadap petugas
medis, minum obat teratur, beristirahat sesuai dengan
peraturan yang diberikan.
d) Mencari dukungan (support seeking)
Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepasakn
tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan
minta dukungan kepada orang yang dekat dengannya,
misalnya dengan permintaan anak untuk ditunggui selama
30
dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment
padanya, minta dipeluk atau dielus saat merasa kesakitan.
g. Reaksi Orang Tua terhadap Hospitalisasi Anak
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan
masalah bagi anak, tetapi juga bagi orang tua. Banyak penelitian
membuktikan bahwa perawatan anak di Rumah Sakit menimbulkan
stress pada orang tua, berbagai macam perasaan timbul pada orang
tua, yaitu takut, rasa bersalah, stress dan cemas. Rasa takut pada
orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada
kondisi sakit anak yang terminal, karena takut akan kehilangan anak
yang dicintainya dan adanya perasaan berduka. Stressor lain yang
menyebabkan orang tua sangat stress adalah mendapatkan informasi
buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan yang tidak
direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit sebelummya
yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini, 2012).
1) Perasaan cemas dan takut
Seperti yang diuraikan diatas, orang tua akan merasa
begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan
tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat
prosedur menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus,
dilakukan fungsi lumbal, dan prosedur invasive lainnya. Orang tua
bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya, dan pada
kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus bijaksana
bersikap pada anak dan orang tuanya perilaku yang sering
ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas
31
ini adalah sering bertanya tentang hal sama secara berulang pada
orang yang berbeda, gelisah ekspresi wajah tegang dan bahkan
marah (Supartini, 2012).
2) Perasaan sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam
kondisi terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi
harapan anaknya untuk sembuh.Bahkan, saat menghadapi
anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan
dialami orang tua. Di satu sisi orang tua dituntut untuk berada di
samping anaknya dan memberi bimbingan spiritual pada anaknya,
dan di sisi lain meraka menghadapi ketidakberdayaan karena
perasaan terpukul dan sedih yang amat sangat. Pada kondisi ini,
orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati
orang lain, bahkan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3) Perasaan frustasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama
dirasakan tidak dirasakan perubahan serta tidak adekuatnya
dukungan psikologis yang diterima orang tua baik dari keluarga
maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa,
bahkan frustasi. Oleh karena itu seringkali orang tua menunjukkan
perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan
menginginkan pulang paksa.
h. Pengukuran Kecemasan pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)
Kecemasan merupakan masalah yang menyebabkan anak
sering menolak untuk melakukan perawatan. Kecemasan dalam
32
menjalani
hospitalisasi
merupakan
halangan
yang
sering
mempengaruhi perilaku pasien dalam perawatan, dapat menimbulkan
sikap yang tidak kooperatif, memberikan efek negatif terhadap
prosedur
perawatan
yang
akan
menghambat proses hospitalisasi.
dilakukan
sehingga
akan
Untuk mencegah terjadinya
masalah ini, sebaiknya digunakan teknik manajemen bagi anak-anak
untuk mengidentifikasi kecemasan dalam menjalani hospitalisasi pada
usia sedini mungkin (Aidar, 2014).
Untuk mengukur tingkat kecemasan, dapat digunakan macam
kuesioner, skala atau derajat dengan tingkat validitas dan reabilitas
yang berbeda-beda. Secara garis besar metode untuk mengukur
derajat kecemasan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua.
Metode pengukuran langsung, yaitu dimana si anak diminta untuk
mengisi secara langsung kuesioner yang diberikan dan metode
pengukuran tidak langsung, yaitu melalui pengamatan penelitian
terhadap anak tersebut atau melalui interview terhadap pihak ketiga
(orang tua, dokter anak yang bersangkutan, atau orang-orang dalam
lingkungan anak). Pada
metode ini anak sama sekali tidak
melakukan pengisian survey karena pengisian survey langsung
dilakukan oleh peneliti (Aidar, 2014).
Untuk menilai kecemasan dalam hospitalisasi banyak teknik
pengukuran yang dapat digunakan. Dalam menilai kecemasan atau
ketakutan pada anak, dibedakan menjadi dua tipe teknik penilaian :
teknik yang berdasarkan observasi reaksi anak (misal penilaian
perilaku dan psikologis) dan teknik yang berdasar pada beberapa
33
bentuk dari verbal-cognitive sel-report (misal kuesioner). Kuesioner
respon cemas bertujuan untuk mengidentifikasi respon cemas anak
usia
sekolah
yang
mengalami
hospitalisasi.
Kuesioner
yang
digunakan adalah kuesioner yang disusun berdasarkan skala
kecemasan Spence. Penilaian menggunakan skala Likert yang terdiri
dari 20 pernyataan dengan skor pilihan yang diberikan untuk setiap
peryataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL) mendapat
nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat
nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan bobot
nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban
Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat
nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai
1. Total skor berkisar antara 1 sampai 4 untuk setiap pernyataan,
sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh responden adalah
20 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 80. Semakin tinggi
total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas yang dialami
anak.
Menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2012),
dengan rentang sebesar 60 dan banyak kelas dibagi atas 4 kategori
kelas untuk respon cemas (tidak ada kecemasan, ringan, sedang,
berat, dan panik) didapatlah panjang kelas sebesar 20.
Dengan p = 12 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas
interval pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas
interval sebagai berikut:
20-34: respon cemas ringan
34
35-49: respon cemas sedang
50-64: respon cemas berat
65-80: respon cemas panik
3. Hospitalisasi
a. Pengertian
Hospitalisasi merupakan proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke
rumah (Supartini, 2012).
Perawat sangat berperan dalam proses hospitalisasi, dimana
perawat sangat berfungsi sebagai suatu fokus dalam keadaan baik
untuk individu, keluarga dan juga kelompok masyarakat. Bila dilihat
dari peran dan fungsi perawat sebagai pendidik, pelaksana,
konseling, advokasi dan lain-lain maka yang banyak berperan untuk
meningkatkan kesehatan adalah perawat (Hawari, 2010).
Hospitalisasi pada anak banyak menyebabkan pengalaman
yang menimbulkan trauma baik pada anak maupun orang tua,
sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak
pada perawatan anak selama di rumah sakit. Anak yang mengalami
hospitalisasi
biasanya
mengalami
stress,
dan
dalam
proses
hospitalisasi perawat dapat melibatkan orang tua sehingga dapat
memahami penyakitnya, dan orang tua dapat memberikan respon
terhadap proses hospitalisasi (Supartini, 2012).
Hospitalisasi anak dapat menjadi suatu pengalaman yang
menimbulkan trauma baik pada anak maupun orang tua sehingga
menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja
35
sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah
sakit. Oleh Karena itu, betapa pentingnya perawat memahami konsep
hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang tua sebagai dasar
dalam pemberian asuhan keperawatan.Supartini juga mengatakan
bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan
anaknya di rumah sakit, walaupun beberapa orang tua juga
dilaporkan tidak mengalaminya karena perawatan anak dirasakan
dapat mengatasi permasalahannya. Terutama pada mereka yang
baru pertama kali mengalami perawatan anak di rumah sakit, dan
orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi dan sosial
keluarga, kerabat bahkan petugas kesehatan akan menunjukkan
perasaan cemasnya (Supartini, 2012).
b.
Reaksi Orang tua
Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di
rumah sakit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain
tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap
sakit dan dirawat di rumah sakit, prosedur pengobatan, sistem
pendukung yang tersedia, kekuatan ego individu, kemampuan dalam
penggunaan koping, dukungan dari keluarga, kebudayaan dan
kepercayaan
Perilaku orang tua selama anaknya sakit :
1)
Penolakan / ketidakpercayaan (denial/disbelief)
Penolakan atau ketidakpercayaan yaitu menolak atau
tidak percaya.Hal ini terjadi terutama bila anak tiba-tiba sakit
serius.
36
2)
Marah atau merasa bersalah atau keduanya
Setelah mengetahui bahwa anaknya sakit, maka reaksi
orang tua adalah marah dan menyalahkan dirinya sendiri.Mereka
merasa tidak merawat anaknya dengan benar, mereka mengingat
kembali mengenai hal-hal yang telah mereka lakukan yang
kemungkinan dapat mencegah anaknya agar
tidak jatuh
sakit.Jika anknya dirawat di rumah sakit orang tua menyalahkan
dirinya sendiri karena tidak dapat menolong mengurangi rasa
sakit yang dialami oleh anaknya.
3)
Kekuatan, cemas, dan frustasi
Kekuatan dan rasa cemas dihubungkan dengan seriusnya
penyakit dan tipe prosedur medis.Frustasi dihubungkan dengan
kurangnya informasi mengenai prosedur dan pengobatan atau
tidak familiar dengan peraturan rumah sakit.
4)
Depresi
Biasanya depresi ini terjadi setelah masa krisis anak
berlalu.Ibu sering mengeluh merasa lelah baik secara fisik
maupun mental. Orang tua mulai merasa khawatir terhadap anakanak mereka yang lain, yang dirawat oleh anggota keluarga
lainnya, oleh teman atau tetangganya. Hal-hal yang membuat
orang tua cemas dan depresi adalah kesehatan anaknya di masa
yang akan datang, misalnya efek dari prosedur pengobatan dan
juga biaya pengobatan.
37
B. Landasan Teori
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di
bawah
satu
atap
dalam
keadaan
saling
ketergantungan
(Depkes,
2008).Friedman (2010) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya.Anggota keluarga
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan
keluarga.Anggota
keluarga
memandang
bahwa
orang
yang
bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Keluarga berperan sebagai mengambil keputusan untuk mencegah
masalah kesehatan dan memelihara/ meningkatkan status kesehatan
anggota keluarga, karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki
masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya
karena dapat mempengaruhi produktivitas keluarga. Bila produktivitas
keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga meningkat pula
(Setiadi, 2008).
Kebutuhan terbesar anak selama perkembangannya adalah rasa
aman yang timbul dari kesadaran bahwa ia diinginkan dan disayang oleh
orang dewasa tempatnya bergantung. Lingkungan anak yang mula-mula
terbatas sifatnya dan pandangan dunia serta tempatnya sendiri di dalamnya
akan terbentuk terutama oleh hubungannya dengan keluarga (Nursalam,
2008).
Pada anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan muncul
tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu
perpisahan,
penyesuaian
dengan
lingkungan
yang
asing
baginya,
38
penyesuaian dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerapkali harus
berhubungan dan bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman
mengikuti terapi yang menyakitkan.Dalam hal ini keluarga harus memberikan
dukungan dan peran keluarga pada anak. Memberikan semangat, empati,
rasa percaya dan perhatian adalah hal yang dibutuhkan pada saat anak
menjalani proses hospitalisasi sehingga anak merasa senang, tenang dan
nyaman (Supartini, 2012).
C. Kerangka Konsep
Kerangka
konsep
merupakan model konseptual yang berkaitan
dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan
secara logis beberapa
faktor
yang dianggap penting untuk masalah
(Notoatmodjo, 2012)
Adapun kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “Hubungan
peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun)
yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Ciamis” dapat digambarkan sebagai berikut :
Ringan
Kurang
Peran
Keluarga
Cukup
Baik
Tingkat
kecemasan
anak usia
sekolah (6-12
Tahun) yang
mengalami
hospitalisasi
Sedang
Berat
Panik
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
39
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan
duga, atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang
signifikan antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia
sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Ciamis.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan Cross Sectional. Deskriptif analitik suatu penelitian yang
mencoba
menggali
bagaimana
dan
mengapa
fenomena
itu
terjadi
(Notoatmodjo, 2010). Dengan pendekatan cross sectional ialah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Sugiyono, 2010).
Dalam penelitian ini pengambilan data variabel bebas dan variabel
terikat dilakukan secara bersamaan berdasarkan status keadaan pada saat
itu (pengumpulan data), yaitu hubungan peran keluarga dengan tingkat
kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di
Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Hasil pengukuran
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu varibel
bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Varibel bebas
(independen) dalam penelitian ini adalah peran keluarga sedangkan variabel
terikat (dependen) adalah tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 Tahun)
yang
mengalami
hospitalisasi.
Variabel
harus
didefinisikan
secara
operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu variabel
dengan lainya dan pengukurannya.
40
41
Definisi Operasional, menurut Saifuddin (2010) adalah suatu definisi
yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikatornya
tidak tampak. Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan
karakteristik-karakteristik
variabel
yang
diamati.
Agar
tidak
terjadi
kesalahpahaman dalam memaknai judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan
tentang definisi operasional dari judul tersebut pada tabel berikut :
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Konseptual
Definisi Oprasional
Alat ukur
Hasil Ukur
Peran keluarga
adalah tingkah
laku spesifik
yang diharapkan
oleh seseorang
dalam konteks
keluarga. Peran
keluarga
menggambarkan
seperangkat
perilaku
interpersonal,
sifat, kegiatan
yang
berhubungan
dengan individu
dalam posisi dan
situasi tertentu.
Peranan individu
dalam keluarga
didasari oleh
harapan dan
pola perilaku dari
keluarga,
kelompok, dan
masyarakat
(Setiadi, 2008).
Peran keluarga dalam
proses hospitalisasi
anak usia sekolah (612 tahun) adalah
semua
hal yang dilakukan oleh
keluarga selama
anak di rawat di Ruang
Melati RSUD Ciamis
meliputi :
1. Menerima kondisi
anak
2. Mengelola kondisi
anak
3. Memenuhi
perkembangan
kebutuhan keluarga
4. Menghadapi
stressor dengan
positif
5. Membantu anggota
keluarga untuk
6. Mengelola
perasaan yang ada
7. Mendidik anggota
keluarga yang lain
tentang kondisi
anak yang sedang
sakit
8. Menggembangkan
sistem dukungan
sosial
Kuesioner
1. Peran
keluarga
Kurang,
jika skor
24-48:
2. Peran
Keluarga
Cukup,
jika skor
49-72
3. Peran
KeluargaB
aik
jika
skor 73-96
Skala
Independen
Peran Keluarga
Nominal
42
Variabel
Dependen
Respon cemas
anak usia
sekolah yang
mengalami
hospitalisasi
Definisi
Konseptual
Definisi Oprasional
Alat ukur
Hasil Ukur
Kecemasan
adalah
kekhawatiran
yang tidak jelas
dan menyebar,
yang berkaitan
dengan
perasaan tidak
pasti dan tidak
berdaya, dan
keadaan emosi
ini tidak memiliki
objek yang
spesifik (Stuart,
2007).
Reaksi yang timbul
pada anak usia
sekolah saat
hospitalisasi yaitu
tanda
fisik seperti
ketegangan otot,
peningkatan tekanan
darah, resah, menutup
muka dan
suara kuat, intelektual
seperti perhatian
rendah terhadap
sesuatu, disorientasi
waktu, sosial dan
emosional seperti
menarik diri, depresi,
menangis dan
kemarahan.
Kuesioner
Spence
1. Ringan
(skor 2034 )
2. Sedang
(Skor 3549
3. Berat
(Skor 5064)
4. Panik
(Skor 6580)
Skala
Ordinal
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tentang yang ditetapkan (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga anak usia sekolah yang
dirawat di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis
bulan Mei 2016 sebanyak 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam
43
penelitian ini 30 keluarga pasien anak di Ruang Melati Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Ciamis.
Untuk mengidentifikasi subjek penelitian sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi yang di tetapkan. Kriteria inklusi adalah kriteria atau
ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat
diambil sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri
anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,
2010). Kriteria tersebut adalah sbb :
Inklusi :
a.
Keluarga pasien (Ayah, Ibu, Kakak) dan anak usia 6-12 tahun di
Ruang Melati
b.
Mampu berkomunikasi
c.
Mampu membaca dan menulis
d.
Bersedia menjadi responden
Eksklusi :
e.
Keluarga pasien (Ayah, Ibu, Kakak) dan anak ≤ 6 tahun dan ≥ 12
tahun di Ruang Melati
a. Keluarga pasien anak mengundurkan diri jadi responden
b. Keluarga pasien anak yang tidak mau jadi responden
D. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
primer yaitu data yang langsung diperoleh dari objek penelitian yang
dilakukan
dengan
cara
membagikan
angket
kepada
responden,
44
responden diminta menjawab sendiri angket tersebut tetapi sebelumnya
responden diminta kesediaanya untuk berpartisipasi dalam penelitian
dengan menandatangani informed consent (pernyataan kesediaan
menjadi responden).
2. Instrumen Penelitian
Proses penelitian memerlukan suatu alat untuk mengumpulkan
data. Pengumpulan data pada penelitian ini adalah angket. Angket ini
selalu berbentuk formulir-formulir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan
(question), maka angket sering disebut questionnaire (Notoatmodjo,
2010).
Pengisian angket ini dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar
pertanyaan yang berupa formulir-formulir yang diajukan secara tertulis
kepada sejumlah objek untuk mendapatkan tanggapan, informasi,
jawaban dan sebagainya. Teknik ini lebih cocok untuk memperoleh data
yang cukup luas dari kelompok/masyarakat yang berpopulasi besar, dan
bertebaran tempatnya.
Pada
variabel
kuesioner
peran
keluarga
dalam
proses
hospitalisasi anak. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari delapan
subvariabel, dimana terdiri dari 24 pernyataan, kuesioner dalam penelitian
ini dibuat oleh peneliti sendiri. Peran keluarga dalam proses hospitalisasi
anak yang terdiri dari menerima kondisi anak pernyataan kuesioner 1 s/d
3, mengelola kondisi anak pernyataan kuesioner 4 s/d 6, memenuhi
kebutuhan perkembangan anak pernyataan kuesioner 7 s/d 9, memenuhi
kebutuhan perkembangan keluarga pernyataan kuesioner 10 s/d 12,
menghadapi stressor dengan positif permyataan kuesioner 13 s/d 15,
45
membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada
pernyataan kuesioner 16 s/d 18, mendidik anggota keluarga yang lain
tentang kondisi anak yang sedang sakit pernyataan kuesioner 19 s/d 21,
menggembangkan sistem dukungan sosial penyataan kuesioner 22 s/d
24. Cara pengisian lembar kuesioner adalah dengan menggunakan cek
list
pada tempat yang tersedia. Penilaian menggunakan skala Likert,
Kuesioner ini mempunyai 4 pilihan jawaban yaitu Selalu (SL) dengan nilai
4, Sering (SR) nilai 3, Kadang-kadang (KK) dengan nilai 2 dan Tidak
Pernah (TP) dengan nilai 1. Maka untuk peran keluarga dalam proses
hospitalisasi anak di Ruang Melati RSUD Ciamis diperoleh nilai tertinggi
96 dan nilai terendah 24.Total skor adalah 24 - 96. Semakin tinggi jumlah
skor maka peran keluarga semakin tinggi.
Berdasarkan rumus statistik p =
Menurut Sudjana (2012) bahwa dimana p merupakan panjang
kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar 72
dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas untuk peran keluarga
(kurang, cukup, dan baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar
24. Dengan p = 24 dan nilai terendah 24 sebagai batas bawah kelas
interval pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan atas kelas
interval sebagai berikut:
24-48 : peran keluarga kurang
49-72 : peran keluarga cukup
73-96 : peran keluarga baik.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang disusun
berdasarkan skala kecemasan Spence. Penilaian menggunakan skala
46
Likert yang terdiri dari 20 pernyataan dengan skor pilihan yang diberikan
untuk setiap peryataan positif 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu (SL)
mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-kadang (KD)
mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Sedangkan
bobot nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1 sampai 4, dimana
jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 4, Kadang-kadang (KD)
mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat nilai 2, dan Selalu
(SL)
mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1 sampai 4 untuk setiap
pernyataan, sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai oleh
responden adalah 20 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 80.
Semakin tinggi total skor kuesioner maka semakin tinggi repon cemas
yang dialami anak.
Menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2012), dengan
rentang sebesar 60 dan banyak kelas dibagi atas 4 kategori kelas untuk
respon cemas (tidak ada kecemasan, ringan, sedang, berat, dan panik)
didapatlah panjang kelas sebesar 20.
Dengan p = 12 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas interval
pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas interval sebagai
berikut:
20-34: respon cemas ringan
35-49: respon cemas sedang
50-64: respon cemas berat
65-80: respon cemas panic
47
3. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
(Arikunto, 2006).
Teknik korelasi yang dipakai adalah “Product Moment” dengan
rumus:
R
N  XY    X  Y 
N  X
2

  X  N  Y 2   Y 
2
2

Keterangan :
R
: Koefisien relasi
N
: Jumlah responden uji coba
X
: Skor salah satu pertanyaan
Y
: Skor total
XY : Skor pertanyaan nomor 1 dikalikan skor total
Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu
signifikan, maka perlu dilihat pada tabel nilai r product moment
(Arikunto, 2006). Setelah dilakukan perhitungan korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan skor total, maka untuk melihat
signifikancy dari setiap pertanyaan maka dapat dilihat tabel nilai
product moment. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel maka
perhitungannya memenuhi taraf signifikan dan pertanyaan itu
dianggap valid untuk dijadikan alat ukur penelitian. Batas validitas rtabel product moment untuk 10 orang responden dengan tingkat
48
kepercayaan 5% (α=0,05) adalah 0,632. Jika nilai r-hitung lebih besar
dari 0,632 maka pertanyaan tersebut dianggap valid dan dapat
dijadikan alat ukur penelitian (Arikunto, 2006).
Kuesioner dalam penelitian telah diujikan kepada 10 pasien
anak di RSUD Kota Banjar yang merupakan salah satu rumah sakit
yang mempunyai cukup banyak pasien anak dengan RSUD
Kabupaten Ciamis tempat penelitian dilaksanakan.
Berdasarkan hasil perhitungan semua pertanyaan peran
keluarga sebanyak 24 soal dinyatakan valid karena r hitung > r tabel
dengan nilai r hitung 0,687-0,944 dan r tabel (0,05) = 0,632. Untuk
pertanyaan kecemasan sebanyak 20 soal dinyatakan valid karena r
hitung > r tabel dengan nilai r hitung 0,678-0,906 dan r tabel (0,05) =
0,632.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini
berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten atau asas tetap bila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur
yang sama.
Dan untuk memperoleh indeks reliabilitas soal dengan
menggunakan Spearman Brown (Arikunto, 2006), yaitu:
r1.1
=
2 x r½ . ½
1 + r½ . ½
49
Keterangan:
r1.1
: Reliabilitas instrumen
r½ . ½
: rxy yang disebutkan sebagai indeks
korelasi antara dua belahan instrumen.
Setelah dilakukan perhitungan reliabilitas dari kuesiaoner,
maka untuk melihat reliabilitinya dari setiap pertanyaan maka dapat
dilihat tabel nilai korelasi product moment. Jika nilai r1.1 lebih besar
dari nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel atau layak untuk
dijadikan alat ukur penelitian. Batas reliabilitas r-tabel product moment
untuk 10 orang responden dengan derajat kebebasan (α=0,05) adalah
0, 0,632. Jika nilai r-hitung lebih besar dari 0, 0,632 maka pertanyaan
tersebut dianggap reliabel atau layak dijadikan alat ukur penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan peran keluarga diperoleh nilai
r11= 0,927 dikonsultasikan dengan r tabel (0,05) = 0,632 maka dapat
disimpulkan bahwa semua pertanyaan tersebut reliabel karena r
hitung > r tabel. Untuk kecemasan diperoleh nilai r11= 0,914
dikonsultasikan dengan r tabel (0,05) = 0,632 maka dapat disimpulkan
bahwa semua pertanyaan tersebut reliabel karena r.1.1 > r tabel
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Penelitan ini diawali dengan melakukan survey pendahuluan untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Data dasar diambil
dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis, dalam berbagai
tinjauan pustaka dapat dijadikan sebagai referensi yang digunakan dalam
penyusunan proposal penelitian. Konsultasi dengan pembimbing dalam
50
penyempurnaan judul penelitian dan pembuatan proposal, melaksanakan
seminar proposal untuk mendapatkan masukan lebih lanjut demi
terlaksananya penelitian ini dan mendapatkan izin dari Program Studi S1
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap pelaksanaan penelitian ini antara lain: mendapatkan
izin untuk melakukan penelitian, menentukan dan membuat kerjasama
dengan petugas kesehatan ditempat penelitian yang akan membantu
pelaksanaan
penelitian,
menjelaskan
maksud
penelitian
kepada
responden, melakukan pengumpulan data, setelah data terkumpul
kemudian melakukan pengolahan dan analisa data menggunakan teknik
komputerisasi.
3. Tahap Penyelesaian Penelitian
Setelah data dientry dan dianalisis, dilakukan penyajian hasil
pengolahan data dan diinterpretasikan bentuk laporan, selanjutnya
dilakukan
pembahasan
dari
temuan-temuan
penelitian,
menarik
kesimpulan serta membuat saran atau rekomendasi mengacu hasil
penelitian yang telah dilakukan.
F. Metode Pengolahan dan Analisa Data
1. Metode Pengolahan Data
a. Pemeriksaan Data (Editing data)
Setelah data terkumpul maka dilakukan kelengkapan data,
kesinambungan dan keseragaman data dalam usaha melengkapi
data yang masih kurang.
51
b. Pemberian kode (Coding)
Dilakukan
untuk
memudahkan
pengolahan
data
yaitu
melakukan pengkodean pada lembar observasi yang telah diisi yaitu
setiap keluhan atau jawaban dari responden.
c. Pemasukan Data (Entry data)
Setelah editing dan koding data selesai dan jawaban dilembar
jawaban sudah rapih dan memadai untuk mendapatkan data yang
baik
selanjutnya
dilakukan
entry
data
dengan
menggunakan
komputer.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di
entry apakah ada kesalahan atau tidak. Cara yang bisa dilakukan
adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang
diteliti dan melihat kelogisannya, bila ternyata terdapat kesalahan
dalam memasukan data, maka harus dilakukan pembetulan dengan
menggunakan komputer.
2. Analisis Data
a. Analisa Univariat
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa
univariat, yaitu analisis yang dilakukan terhadap variabel dari hasil
penelitian
(Notoatmodjo,
2010).
Analisis
dilakukan
dengan
menggunakan komputer untuk mendapatkan frekuensi dari tiap-tiap
variabel. Frekuensi dari variabel menggunakan perhitungan analisis
menurut Albiner Siagian, (2010) yaitu sebagai berikut :
52
P
f
x100%
n
Keterangan :
P : Persentase
f
: Frekuensi tiap kategori
n : Jumlah sampel
Pada variabel peran keluarga diukur dengan skala likert.
kuesioner ini mempunyai 4 pilihan jawaban yaitu Selalu (SL) dengan
nilai 4, Sering (SR) nilai 3, Kadang-kadang (KK) dengan nilai 2 dan
Tidak Pernah (TP) dengan nilai 1. Maka untuk peran keluarga dalam
proses hospitalisasi anak di Ruang Melati RSUD Ciamis diperoleh
nilai tertinggi 96 dan nilai terendah 24.Total skor adalah 24 -
96.
Semakin tinggi jumlah skor maka peran keluarga semakin tinggi.
Berdasarkan rumus statistik p =
Menurut Sudjana (2012) bahwa dimana p merupakan panjang
kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang nilai terendah) sebesar
72 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas untuk peran keluarga
(kurang, cukup, dan baik), maka akan diperoleh panjang kelas
sebesar 24. Dengan p = 24 dan nilai terendah 24 sebagai batas
bawah kelas interval pertama, maka dukungan keluarga dikategorikan
atas kelas interval sebagai berikut:
24-48 : peran keluarga kurang
49-72 : peran keluarga cukup
73-96 : peran keluarga baik.
53
Kuesioner kecemasan yang digunakan adalah kuesioner yang
disusun
berdasarkan
skala
kecemasan
Spence.
Penilaian
menggunakan skala Likert yang terdiri dari 20 pernyataan dengan
skor pilihan yang diberikan untuk setiap peryataan positif 1 sampai 4,
dimana jawaban Selalu (SL) mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat
nilai 3, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 2, dan Tidak Pernah (TP)
mendapat nilai 1. Sedangkan bobot nilai untuk setiap pernyataan
negatif dari 1 sampai 4, dimana jawaban Tidak Pernah (TP) mendapat
nilai 4, Kadang-kadang (KD) mendapat nilai 3, Sering (SR) mendapat
nilai 2, dan Selalu (SL) mendapat nilai 1. Total skor berkisar antara 1
sampai 4 untuk setiap pernyataan, sehingga nilai terendah yang
mungkin dicapai oleh responden adalah 20 dan nilai tertinggi yang
mungkin dicapai adalah 80. Semakin tinggi total skor kuesioner maka
semakin tinggi repon cemas yang dialami anak.
Menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2012),
dengan rentang sebesar 60 dan banyak kelas dibagi atas 4 kategori
kelas untuk respon cemas (tidak ada kecemasan, ringan, sedang,
berat, dan panik) didapatlah panjang kelas sebesar 20.
Dengan p = 12 dan nilai terendah 20 sebagai bawah kelas
interval pertama, maka respon cemas dikategorikan atas kelas
interval sebagai berikut:
20-34: respon cemas ringan
35-49: respon cemas sedang
50-64: respon cemas berat
65-80: respon cemas panik
54
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk menentukan hubungan antara variabel
independen
dengan
variabel
dependen.
Pada
penelitian
ini
menggunakan uji statistik Chie Square dengan tingkat kesalahan
yang digunakan adalah α < 0,05. Besarnya pengaruh pada setiap
variabel independen terhadap variabel dependen digunakan prevalen
ratio dengan 95 % CI. Dengan rumus :
2  
 fo  fh 2
fh
Keterangan :
χ2
:
Chie Square
fo
:
Frekuensi yang diobservasi atau diperoleh, baik melalui
pengamatan maupun hasil kuesioner
fh
:
Frekuensi yang diharapkan
1) Jika α > ρ value dan χ2 hitung > χ2 tabel, maka Ha diterima dan Ho
ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peran
keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12
Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Ciamis.
2) Jika α < ρ value dan χ2 hitung < χ2 tabel, maka Ha gagal total dan
Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan
antara peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia
sekolah (6-12 Tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang
Melati Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis.
55
G. Etika Penelitian
Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia
menjadi isu sentral saat ini. Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir
90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus
memahami prinsip – prinsip etika penelitian (Nursalam, 2013).
Secara umum prinsip etika dalam penelitian ini dapat dibedakan
menjadi tiga bagian Nursalam (2013), yaitu:
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian
harus
dilaksanakan
tanpa
mengakibatkan
penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan
khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari
keadaan yang tidak menguntungkan.
c. Resiko
Peneliti harus hati- hati mempertimbangkan resiko dan
keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination)
Subjek
harus
diperlakukan
secara
manusiawi.Subjek
mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi
responden atau tidak.
56
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right
to full disclosure)
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci
serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
3. Prinsip keadilan
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama
dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama
(anonymity) dan kerahasiaan (confidentiality).
H. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Melati Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Ciamis pada bulan Mei Tahun 2016.
57
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat Ali-Imran Ayat 3
Adiningsih (2010). Peran Keluarga Terhadap Kesehatan. Jakarta: EGC.
Aidar (2014) Pengukuran Tingkat Kecemasan. Jakarta : Erlangga.
Albiner Siagian. (2010). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik. Bandung :
Alfabeta.
Arikunto, S, (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka
Cipta. Jakarta.
__________, (2010). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi
Revisi VI, Cetakan 13. Rineka Cipta. Jakarta.
Arofiati, (2010). Kecemasan Orang Tua Pasien Anak. Jurnal Kesehatan Suara
Forikes. http://usu.ac.id/jurnal/ jurnal.pdf. Diakses 15 Maret 2016.
Asmadi. (2009). Tehnik prosedural keperawatan: Konsep dan applikasi
kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika.
Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Cristine, (2013) Hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia
sekolah yang mengalami hospitalisasi di Rumah Sakit Advent Medan.
Skripsi. Universitas Indonesia Jakarta:Tidak Diterbitkan.
Dahlan.(2010).
Alfabeta.
Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung :
Dalami. (2009). Hubungan Antara Dukungan Informasional dengan Kecemasan
Perpisahan Akibat Hospitalisasi. Purwokerto, Jurnal Keperawatan
Soedirman.
Depkes (2008). Pengertian Keluarga. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/
jurnal_trismiati.pdf. Diakses 15 Maret 2016.
Dion & Beta, (2013). Peran Keluarga Terhadap Kesehatan. Jakarta: EGC.
Friedman, M. (2010). Keperawatan keluarga : Teori dan Praktek Edisi Ketiga.
Jakarta: EGC.
Rasmun (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia.
Hawari, D. (2010). Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FKUI
Hikmawati (2013). Keperawatan keluarga : Teori dan Praktek. Edisi Ketiga.
Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.
_________. (2012) Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan Rineka cipta :
Jakarta.
Nursalam. (2008). Asuhan keperawatan bayi dan Anak Edisi 1. Jakarta: EGC
________. (2012). Asuhan keperawatan bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
________. (2013). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu kesehatan
pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis, (2016) Data
Indikator pelayanan dan 10 besar penyakit Ruang Melati bulan Desember
Tahun 2015 sampai bulan Februari Tahun 2016 di Ruang Melati RSUD
Kabupaten Ciamis.
Setiadi, (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Stuart, G. W. dan Sundden. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudjana, (2012). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta:
Bandung.
Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Cetakan 1,
Jakarta : EGC
Wong, Donna L. (2009). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Wahyunin (2006). Proses Perawatan Anak. CV.Alfabeta: Bandung.
Download