BAB I KONSEP DASAR TEORI A. Pengertian Fraktur atau patah

advertisement
BAB I
KONSEP DASAR TEORI
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2000). Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2011), Fraktur
adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
B. Etiologi
Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan penyebab fraktur adalah dapat
dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Cidera Traumatik
Cidera traumatic pada tulang dapat di sebakan oleh :
a. Cedera langsung bearti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintangdan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progesif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai sebagai salah satu proses yang progesif,
lambat dan nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan
oleh kegagalan absorbs Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium
atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
C. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya
rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang.
Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan
jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal
dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan
ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi
profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini
disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium
pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini
yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut
fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang
tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini
kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini
akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang
merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula
tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan
kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
D. Manifestasi klinik
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara
lain:
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak
3. Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
4. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
5. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
6. Tenderness
7. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
8. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan).
9. Pergerakan abnormal
10. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
11. Krepitasi
E. Penatalaksanaan
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan
stabilitas ujung patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur
femur adalah menjaga paha tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi
tertutup dan imobilisasi. Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer
& Bare (2001) meliputi :
1. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan
rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa
intervensi bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan
pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini
dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau
langsung kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi
dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
2. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
3. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil
dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai
ekstremitas betul betul telah kembali normal.
4. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri
yang timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang
biasanya di kenal dengan shock analgetik.
F. Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
1. Komplikasi segera (immediate), komplikasi yang terjadi segera setelah
fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf,
injuri atau perlukaan kulit.
2. Early Complication, dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis,
dan syndrome compartemen
3. Late Complication, sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara
lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang
terganggu (malunion)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang
2. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri
atau ansietas) atau hipotensi di karenakan kehilangan darah,
takikardia (respon stress, hipovolemia), penurunan atau tak ada nadi
pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler yang lambat, pucat
pada bagian yang terkena.
c. Neurosensori
Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan
(parastesis)
Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi, agitasi
mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak
ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah
imobilisasi)
e. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres multiple,
misalnya masalah financial
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang,
stimulasi simpatis
f. Keamanan
Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan larutan,
defisiensi imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan
penyembuhan), munnculnya kanker, riwayat keluarga tentang
hipertermi malignant/reaksi anastesi dan riwayat transfuse darah atau
reaksi transfuse
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam
g. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau
ketoasidosis, malnutrisi termasuk obesitas), membrane mukosa yang
kering (pembatasan pemasukan atau periode puasa pra operasi)
i. Penyuluhan
Gejala : lingkungan cidera, aktivitas perawatan diri, dan perawatan
dirumah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan
sirkulasi, penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi,
turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
c. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan
kekuatan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit,
insisi pembedahan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat,
salah interpretasi informasi.
f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas
tulang (fraktur)
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan thrombus.
h. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah/emboli lemak.
3. Perencanaan/Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
Tujuan: Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
 Pasien tampak tenang
 Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Intervensi
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
2) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri
menunjukkan skala nyeri.
3) Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan posisi
tulang jaringan yang cedera.
4) Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan
Rasional : memungkinkan pasien
untuk siap secara mental untuk
setiap aktifitas, juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cedera.
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.
6) Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.
Rasional
:
mempertahankan
mempermudahkan dalam
kekuatan
otot
yang
sakit
resolusi inflamasi pada jaringan
dan
yang
cedera.
7) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan
local dan kelelahan otot.
8) Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti
relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control
dan dapat meningkatkan kempuan koping dalam mananjemen nyeri.
9) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawatan, dimana analgesic
berfungsi untuk memblok stimulus nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan
sirkulasi, penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapatnyaluka/ulserasi,
turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria hasil :
 Menyatakan ketidaknyaman hilang
 Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan
memudahkan penyembuhansesuai indikasi.
Intervensi
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan
perubahan warna.
Rasioanal : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah
yang mungkin disebabkan oleh alat.
2) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan
4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa
yang kering dan gunakan plester kertas
Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindak lanjut misalnya
debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar pada area kulit yang normal lainnya.
c. Gangguann
mobilitas
fisik
nyeri/ketidaknyamanan
kerusakan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil:
 Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
 Meningkatkan fungsi yang sakit
 Melakukan pergerakan dan perpindahan
Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi
2) Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan
dan mempertahankan mobilitas pasien.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan: Resiko infeksi tidak menjadi actual
Kriteria hasil:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak,
demam dan nyeri.
 Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : mencegah kontaminasi silang
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter
dan drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
4) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
5) Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia
menunjukkan terjadinya tetanus.
6) Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna
kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau
mengingat dan salah interpretasi informasi.
Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan proses pengobatan.
Kriteria hasil :
 Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan.
 Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta
dalam perawatan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan
klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang
klien dan keluarganya merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
4) Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan luka
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang
perawatan luka.
5) Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien
tentang perawatan luka.
f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang (fraktur)
Tujuan : Resiko tinggi trauma tidak menjadi actual
Kriteria hasil :
 Mempertahankan stabilisasi dari posisi fraktur
 Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada
farktur
 Menunjukkan pembentukan kalus mulai penyatuan fraktur dengan
tepat
Intervensi
1) Pertahankan tirah baring /ekstermitas sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan
gangguan posisi.
2) Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada
tempat tidur ortopedik.
Rasional : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi
gips yang masih basah.
3) Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan tahanan
posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat,
gulungan trokanter dan papan kaki
Rasional : mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi.
Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas
pada gips yang kering.
4) Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari
penggunaan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips.
Rasional : gips panggul atau multiple dapat membuat berat dan tidak
praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ektremitas yang
di gips dapat menyebabkan gips patah.
5) Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : pembebat koaptasi (contoh jepitan jones sugar) mungkin
diberikan
untuk
memberikan
imobilisasi
fraktur
dimana
pembengkakan jaringan berlebihan. Seiring dengan berkurangnya
edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plaster
mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur
6) Pertahankan posisi atau integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur
tulang dan mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan
posisi/penyatuan. Traksi tulang memungkinkan penggunaan berat
lebih besar untuk pemeriksaan traksi daripada digunakan untuk
jaringan kulit.
7) Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki control dan periksa
tali terhadap tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester
perekat.
Rasional : yakinkan bahwa susunan traksi berfungsi dengan tepat
untuk menghindari interupsi penyambungan traksi
8) Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Rasional : mempertahankan integritas tarikan traksi.
9) Kolaborasi untuk kaji ulang foto/evaluasi
Rasional
:
memberikan
bukti
visual
mulainya
pembentukan
kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan
kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
g. Resiko tinggi terhadap neurovaskuler perifer berhubungan dengan
peniruan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan dan
pembentukan thrombus.
Tujuan : Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh
terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi normal,
tanda-tanda vital stabildan haluaran urin adekuat untuk situasi
individu.
Intervensi
1) Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema
2) Evaluasi adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui
palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera
vaskulerdan perlunya evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
3) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
4) Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan
fungsi
motor/sensori.
Minta
pasien
untuk
melokalisasi
kebas,
kesemutan,
nyeri/ketidaknyaman.
Rasional
:
gangguan
perasaan
peningkatan/penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak
adekuat/syaraf rusak.
5) Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara
ibu jari pertama dan kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu
jari bila diindikasikan.
Rasional : panjang dan posisi syaraf perineal meningkatkan resiko
cedera pada fraktur kaki, edema atau sindrom kompartemen atau
malposisi alat traksi
6) Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan.
Sedikit keluhan “rasa terbakar” dibawah gips.
Rasional : factor ini di sebabkan atau mengindikasikan tekanan
jaringan atau iskemia, menimbulkan kerusakan atau nekrotik
7) Pertahankan peningkatkan ekstremitas yang cedera kecuali di
kontraidikasikan dengan menyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese vena/menurunkan edema
8) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat merusak arteri
yang berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah kedistal.
9) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum,
kulit dingin, perubahan mental.
Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi
system perfusi jaringan
10) Kolaborasi berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat
mengganggu sirkulasi
h. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah emboli lemak
Tujuan : Tidak terjadi/menjadi actual terhadap kerusakan pertukaran gas.
Kriteria hasil :Mempertahankan pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak
adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas
normal
Intervensi
1) Awasi frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan
penggunaan otot bantu serta terjadinya sianosis sentral.
Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dan mungkin hanya
indicator terjadinya emboli paru pada tahap awal. Masih adanya
tanda/gejala
menunjukkan
distress
pernafasan
luas/cenderung
kegagalan.
2) Auskultrasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.
Rasional : perubahan dalam bunyi advestisius menunjukkan terjadinya
komplikasi pernafasan.
3) Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam
beberapa hari pertama.
Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat
berhubungan dengan fraktur
4) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi
dengan sering.
Rasional : meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti
pada paru.
5) Perhatikan peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan kacau.
Rasional : gangguan pertukaran gas/ adanya emboli pada paru dapat
menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti
terjadinya hipoksemia/asidosis.
6) Observasi sputum untuk tanda adanya darah
Rasional : hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
7) Inspeksi kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila,
meluas pada abdomen/tubuh dan mukosa mulut.
Rasional : ini adalah karakteristik paling sering dari tanda emboli
lemak yang tampak dalm 2-3 hari setelah cedera.
8) Kolaborasi bantu dalam spirometri insertif
Rasional : memaksimalkan ventilasi/oksigen dan meminimalkan
atelektasis.
Pathways
-
Pukulan langsung
Gaya meremuk
Gerakan puntir mendadak
Konstraksi otot eksterna
Fraktur
Fraktur terbuka
Fraktur tertutup
Robeknya jaringan
kulit sekitar
Terputusnya kontinuitas tulang
Inflamasi oleh
lingkungan luar
Luka pada kulit hingga
kepatahan tulang
Resiko tinggi
terhadap infeksi
Nyeri
Pembedahan
Luka post operasi
Cemas
Gerakan fragmen tulang
Port de entry
Resti Infeksi
Pergeseran
fragmen tulang
Deformitas
Menekan
saraf
Kerusakan jaringan
lunak
Gangguan
mobilitas fisik
Nyeri
Sindroma
kompartemen
Perdarahan
Aliran darah
terganggu
O2 dalam darah
menurun
Hipoksia
Gangguan perfusi
jaringan
Output berlebih
Gangguan
keseimbangan
cairan & elektrolit
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta :
Media Aesculapius.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
Download