BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Nanas Di Indonesia, nanas ditanam di kebun-kebun, pekarangan, dan tempattempat lain yang cukup mendapat sinar matahari pada ketinggian 1- 1.300 meter di atas permukaan laut. Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Herbal tahunan atau dua tahunan, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul pada roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Helaian daun berbentuk pedang, tebal, liat, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Bunga majemuk tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya terminal dan bertangkai panjang. Buahnya bulat panjang, berdaging, berwarna hijau, jika masak warna menjadi kuning. Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Buahnya selain dimakan secara langsung, bisa juga diawetkan dengan cara direbus dan diberi gula, dibuat selai, atau sirup. Kandungan kimia buah nanas adalah vitamin A dan vitamin C, kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium, dekstrosa, sukrosa, dan enzim bromelain (Dalimartha, 2000; Yuniarti, 2008). 2.2 Efek Farmakologi Tumbuhan Menurut Dalimartha (2000), Buah nanas berkhasiat mengurangi keluarnya asam lambung yang berlebihan, membantu mencernakan makanan di lambung, Universitas Sumatera Utara antiradang, peluruh kencing (diuretik), peluruh haid, membersihkan jaringan kulit yang mati, mengganggu pertumbuhan penggumpalan trombosit (agregasi platelet), sel kanker, menghambat dan mempunyai aktivitas fibrinolitik. Masyarakat memanfaatkan buah nanas untuk berbagai macam obat tradisional. Pada penelitian terdahulu menurut Casearita (2011) ekstrak air buah nanas dapat digunakan sebagai penghambat bakteri Staphylococcus aureus, antifungi (Daniswara, 2008). Bromelin merupakan suatu enzim golongan protease yang dihasilkan dari ekstraksi air buah nanas yang dapat mendegradasi kolagen daging, sehingga dapat mengempukkan daging (Utami, dkk., 2011), menghambat penggumpalan trombosit (agregasi platelet), dan mempunyai aktivitas fibrinolitik (Maurer, 2001; Dalimartha, 2000; Bhattacharyya, 2008; Yuniarti, 2008; Uma, dkk., 2012). 2.3 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI., 2000). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI., 1995). Jenis ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Alkohol merupakan pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi Universitas Sumatera Utara pendahuluan. Bahan dapat dimaserasi dalam pelarut, kemudian disaring (Harborne, 1987). Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu (Depkes RI., 2000). Selanjutnya ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti maserasi, perkolasi, sokletasi, refluks, infus, digesti, dekok dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Anief, 2000; Depkes RI., 2000; Syamsuni, 2006). a. maserasi Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. b. perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penyarian simplisia menggunakan perkolator dimana simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru dan umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Universitas Sumatera Utara c. refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya dalam jangka waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali kelabu. d. sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu. e. digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada suhu 40-60oC. f. infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit. g. dekok Dekok adalah ekstraksi pada suhu 90oC menggunakan pelarut air selama 30 menit. Universitas Sumatera Utara 2.4 Platelet Platelet disebut juga trombosit berbentuk cakram kecil dengan diameter 1 sampai 4 mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hematopoietik dalam sumsum, megakariosit pecah menjadi trombosit kecil, baik disumsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika memasuki kapiler. Kosentrasi normal trombosit dalam darah adalah antara 150.000 dan 300.000 per mikroliter. Membran sel trombosit juga penting di permukaannya terdapat lapisan glikoprotein yang mencegah pelekatan dengan endotel normal dan justru menyebabkan pelekatan dengan daerah dinding pembuluh yang cedera, terutama pada sel-sel endotel yang cedera, dan bahkan melekat pada jaringan yang terbuka di bagian dalam pembuluh. Selain itu membran platelet mengandung banyak fosfolipid yang mengaktifkan berbagai mediator pada proses pembekuan darah. Trombosit merupakan struktur yang aktif. Waktu paruh hidupnya dalam darah 8 sampai 12 hari, jadi setelah beberapa minggu setelah tugas fungsionalnya berahir, trombosit itu kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh sistem makrofak jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, yaitu pada waktu darah melewati kisi-kisi trabekula yang rapat (Guyton dan Hall, 2007). Menurut Mutschler (1991), di dalam platelet ini terdapat sejumlah granul, yang di dalamnya terdapat antara lain faktor pembeku darah. Fungsinya adalah: a. dengan penggumpalan, dibentuk sumbatan mekanik (sumbat platelet). Universitas Sumatera Utara b. zat mediator yang dibebaskan dari platelet, terutama tromboksan A2, menyebabkan vasokonstriksi yang cepat dalam daerah pembuluh yang terluka. c. dengan hancurnya platelet akan dibebaskan faktor platelet, yang bersama dengan faktor plasma akan menyebabkan pembekuan. Merangsang penarikan (retraksi) gumpalan darah. Platelet memberikan respon pada trauma vaskular karena proses aktivasi yang menyangkut 3 tahap yaitu: adesi pada sisi luka, pelepasan granul intraselular, dan agregasi trombosit, peran platelet membetuk trombus dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peran platelet membentuk trombus (Groos dan Weitz, 2009). Secara normal, trombosit beredar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif karena berbagai rangsangan (Mycek, dkk., 2001), disamping itu platelet juga merapatkan celah-celah pembuluh pada daerah yang tak terluka di dalam kapiler. Karena platelet juga mempunyai kemampuan fagositosis, sehingga berperan pada proses pertahanan tubuh organisme (Mutschler, 1991). Fungsi platelet darah diatur oleh tiga kategori substansi. Kelompok pertama terdiri atas agen-agen yang dibentuk diluar platelet yang berinteraksi dengan reseptor-reseptor membran platelet, misalnya catecholamine, collagen, Universitas Sumatera Utara thrombin dan prostacyclin. Kategori kedua terdiri atas agen-agen yang dibentuk di dalam platelet yang berinteraksi dengan reseptor-reseptor membran, misalnya, ADP, Prostaglandin D2, Prostglandin E2, dan serotonin. Kategori ketiga terdiri atas agen-agen yang dibentuk di dalam platelet yang bekerja di dalam platelet, misalnya, prostglandin endoperoxide dan thromboxane A2, nukleotidanukleotida siklis cAMP dan cGMP, dan ion kalsium. Dari daftar agen-agen ini beberapa target obat-obat penghambat platelet telah diidentifiksikan: penghambat metabolisme prostaglandin seperti asetosal, penghambat agregasi platelet yang diinduksi ADP seperti clopidogrel, ticlopidine, dan penyakatan reseptor-reseptor GP IIb/IIIa pada platelet-platelet seperti abciximab, tirofiban, dan eptifibatide (Katzung, 2002). 2.4.1 Aktivasi Platelet Menurut Mycek, dkk., (2001), membran luar platelet mengandung berbagai reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-sinyal fisiologik yang ada dalam plasma. Reseptor yang terdapat di membran dapat dirangsang oleh sinyal-sinyal kimia tertentu. Rangsangan sinyal kimia ini dibagi menjadi dua golongan, pertama digolongkan sebagai aktivasi platelet, yang memacu agregasi platelet dan seterusnya melepaskan granul yang berada dalam platelet. Sementara golongan yang ke dua digolongkan sebagai penghambat platelet, yang menghambat agregasi pletelet dan pelepasan granul yang berada dalam platelet. Sinyal kimia inilah yang menentukan apakah platelet tetap dalam keadaan tenang atau menjadi aktif. a. Sinyal kimia yang melawan aktivitas platelet antara lain adalah: Universitas Sumatera Utara i. peningkatan kadar protasiklin: Dalam pembuluh yang normal dan tidak rusak, platelet bergerak bebas, karena keseimbangan sinyal kimia menunjukkan sistem vaskular tidak mengalami kerusakan. Sebagai contoh prostasiklin, dibentuk oleh sel endotel yang intak dan dilepaskan ke dalam plasma, terikat pada reseptor membran spesifik platelet yang bergabung dengan sintesis siklik adenosin monofosfat (cAMP) sebagai masenjer intraseluler. Peningkatan kadar cAMP intraseluler menghammbat aktivitas platelet dan pelepasan zat agregasi platelet. ii. penurunan kadar trombin dan tromboksan plasma: Membran pletelet mengandung reseptor yang dapat mengikat trombin, tromboksan dan kolagen lepas. Jika terisi, tiap jenis reseptor ini akan memacu sejumlah reaksi yang menyebabkan lepasnya granula intraselular ke dalam sirkulasi sehingga terjadi agregasi platelet. Namun, pada pembuluh normal yang intak, kadar trombin dan tromboksan yang beredar rendah dan endotel yang intak menutup kolagen yang ada dalam lapisan subendotel, akibatnya reseptor platelet yang bersangkutan akan kosong dan tetap tidak aktif. Dengan demikian aktivitas platelet dan agregasi tidak terjadi. b. Sinyal kimia yang memacu agregasi platelet antara lain adalah: i. penurunan kadar prostasiklin: Sel-sel endotel yang rusak akan menghasilkan prostasiklin lebih sedikit, yang menyebabkan pengurangan kadar prostasiklin setempat. Pengikatan prostasiklin pada reseptor Universitas Sumatera Utara platelet berkurang. Sehingga kadar cAMP intraseluler yang rendah menyebabkan agregasi platelet. ii. kolagen terekspos: Dalam beberapa detik setelah kerusakan vaskular, platelet melengket dan menutupi kolagen subendotel. Reseptor pada permukaan platelet diaktifkan oleh kolagen jaringan ikatan yang mendasari, yang memacu pelepasan granula platelet berisi ADP dan serotonin. Proses ini kadang-kadang disebut sebagai reaksi pelepasan platelet, dan platelet tersebut selanjutnya diaktifkan. Reseptor fibrinogen terdapat pada permukaan platelet dan kemudian firinogen akan bekerja sebagai jembatan antara kedua platelet dapat dilihat pada Gambar 2.2. iii. peningkatan sintesis tromboksan: Stimulasi platelet oleh trombin, kolagen dan ADP menyebabkan aktivitas enzim fosfolipase membran platelet, yang membebaskan asam arakidonat dan fosfolipid membran. Asam arakidonat pertama diubah menjadi prostaglandin H2 oleh siklooksigenase, suatu enzim yang dinonaktifkan oleh aspirin secara ireversibel. Prostaglandin H2 dimetabolisme menjadi tromboksan A2, yang dilepaskan ke dalam plasma. Tromboksan A2 yang dihasilkan akan menempel pada reseptor platelet lain sehingga terjadi agregasi platelet, yang selanjutnya memacu proses penyumbatan dan penting untuk pembentukan sumbatan hemostatik secara cepat dapat dilihat pada Gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Proses agregat platelet pada pembuluh darah (Fitzakerley, 2012). 2.5 Bentuk Pembekuaan Darah di Dalam Tubuh Menurut Harahap dan Sumadio (1995) ada dua bentuk pembekuan darah di dalam tubuh, yaitu trombus dan embolus. Trombus adalah pembekuan darah yang melekat pada dinding pembuluh darah, hal ini terjadi terutama disebabkan adanya inflamasi (kerusakan) saluran darah. Sudiono dan Yuwono (2003) mengatakan, trombus merupakan benda padat yang terdiri dari unsur-unsur (elemen) darah di dalam pembuluh darah atau jantung sewaktu masih hidup, unsur-unsur darah ini adalah platelet, fibrin, eritrosit dan leukosit. Proses pembentukan trombus disebut trombosis. Sedangkan embolus adalah pecahnya trombus yang dapat menyumbat saluran darah kecil yang mengakibatkan penghambatan aliran darah atau sering disebut embolisme. Embolisme pulmonari adalah emboli yang terjadi pada pembuluh darah pulmonari (Harahap dan Sumadio, 1995). Trombus dan embolus ini berbahaya karena dapat menyumbat pembuluh dan jaringan akan mengalami kekurangan oksigen dan makanan (Mycek, dkk., 2001). Universitas Sumatera Utara 2.5.1 Proses Pembentukan Bekuan Darah Normalnya, darah yang mengalir tetap cair karena terdapat keseimbangan tertentu yang sangat komplek. Pada keadaan tertentu, keseimbangan ini dapat terganggu sehingga terjadi trombosis. Pembentukan trombus dimulai dengan melekatnya platelet-platelet pada perrmukaan endotel pembuluh darah atau jantung. Jika terjadi suatu kerusakan pada platelet, akan dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah yang akan merangsang proses pembentukan beku darah. Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat didalam darah menjadi trombin, yang kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin seperti jala yang menahan eritrosit dan leukosit, selain itu trombin juga menyebabkan pecahnya platelet sehingga terbentuk lebih banyak tromboplastin. Dengan adanya darah yang mengalir melalui tempat itu, faktor-faktor pembekuan yang dikeluarkan platelet akan terbawa oleh aliran darah sehingga tidak terjadi proses pembekuan pada tempat itu, tetapi hanya terjadi suatu trombus (Sudiono dan Yuwono, 2003). Menurut Dewoto (2008), terjadinya proses pembentukan bekuan darah ini dikarenakan beberapa faktor, diantanya adalah faktor pembuluh darah, faktor platelet dan faktor pembekuan darah. 2.6 Antiplatelet (Antitrombotik) dan Trombolitik (Fibrinolitik) Platelet menjadi sumbat hemostasis awal di tempat perlukaan pembuluh darah, selain itu platelet berperan pada pembentukan trombus. Obat yang digunakan untuk mencegah dan pengobatan tromboemboli adalah golongan antikoagulan, antitrombosit dan trombolitik. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah. Antitrombotik adalah obat yang dapat menghambat Universitas Sumatera Utara agregasi trombosit sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Trombolitik berbeda dengan antikoagulan yang mencegah terbentuk dan meluasnya tromboemboli, trombolitik melarutkan trombus yang sudah terbentuk (Dewoto, 2008). 2.6.1 Antiplatelet (antitrombotik) Penghambat agregasi platelet untuk mengurangi pembentukan agregat dilakukan dengan cara menghambat aktivasi platelet dengan berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan TXA2 dan pemberian antagonis resepor-reseptor yang ada di membran platelet, yang dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Cara penghambatan agregasi platelet (Groos dan Weitz, 2009). Zat-zat ini terbukti dalam mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskular oklusif, mempertahankan cangkok vaskular dan keutuhan arteri, antikoagulan kurang berguna dalam pencegahan trombosis arteri. Karena dalam pembuluh darah yang memiliki aliran lebih cepat. Trombus terutama terdiri dari platelet dengan sedikit fibrin. Obat platelet mengurangi agregasi platelet dan trombosis arteri. Pada arteri dengan ateroma, plak yang sangat mungkin mengalami ruptur mempunyai inti sangat kaya lemak dan tertutup oleh selubung Universitas Sumatera Utara fibrosa tipis. Rupturnya selubung tersebut membuat kolagen subendotel terpapar sehingga mengaktivasi platelet dan menyebabkan agregasi. Keadaan tersebut melepaskan tromboksan A2 (TXA2), Adenosin difosfat (ADP), dan 5hidroksitriptamin (5HT) menyebabkan agregasi platelet selanjutnya, vasokontriksi, dan aktivasi kaskade pembekuan. Obat antiplatelet, khususnya asetosal, telah terbukti dapat mengurangi risiko infark miokard pada pasien dengan angina tidak stabil, meningkatkan ketahanan hidup pasien yang pernah mengalami infark miokard, dan menurunkan risiko stroke pada pasien dengan serangan iskemik sementara ( Mycek, dkk., 2001; Neal, 2006). Peristiwa yang menjadi kunci pada aktivasi dan agregasi platelet adalah peningkatan kalsium sitoplasma. Hal ini menyebabkan perubahan konformasi reseptor GPIIb/IIIa inaktif pada membran plasma menjadi reseptor yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap fibrinogen, yang membentuk ikatan silang di antara platelet, dan menyebabkan agregasi. TXA2, trombin, dan 5HT mengaktivasi fosfolipase C, dan inositol-1,4,5-trisfosfat (InsP3) yang dihasilkan menstimulasi pelepasan kalsium dari retikulum endoplasma. ADP menghambat adenilat siklase dan penurunan adenosin monofosfat siklik (cAMP) meningkatkan kalsium sitoplasma kembali. Semua obat antiplatelet bekerja satu arah untuk menghambat jalur aktivasi platelet yang tergantung kalsium (Neal, 2006). Tromboemboli merupakan salah satu penyebab sakit dan kematian yang banyak terjadi, banyak faktor yang menyebabkan timbulnya tromboemboli, Universitas Sumatera Utara misalnya trauma, kebiasaan merokok, pembedahan, kehamilan atau akibat obatobat yang mengandung estrogen (Dewoto, 2008). Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam platelet dan protasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut, aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg perhari (Dewoto, 2008). TXA2 merupakan penginduksi kuat agregasi platelet, sel endotel dinding pembuluh darah menghasilkan prostglandin, PGI2 (Prostasiklin), yang kemungkinan merupakan antagonis fisiologis dari TXA2. PGI2 menstimulasi reseptor yang berbeda pada platelet dan mengaktivasi adenilat siklase. Peningkatan cAMP yang terjadi kemudian berhubungan dengan penurunan kalsium intraseluler dan inhibisi agregasi platelet (Neal, 2006). 2.6.2 Trombolitik (Fibrinolitik) Menurut Majerus dan Tollefsen (2008), terapi obat trombolitik (fibrinolitik) cenderung melarutkan trombus, sistem fibrinolitik melarutkan bekuan darah intravaskular sebagai hasil kerja plasmin, yakni suatu enzim yang mencerna fibrin. Plasminogen, suatu prekursor yang tidak aktif, diubah menjadi plasmin dengan pemutusan ikatan peptida tunggal. Plasmin merupakan suatu protease yang relatif nonspesifik, senyawa ini mencerna bekuan fibrin dan protein plasma lainnya, termasuk beberapa faktor koagulan. Dipasaran terdapat plasmin aktivator seperti jaringan plasmin aktivtor(t-PA), Streptokinase, Urokinase (Harahap dan Sumadio, 1995). Universitas Sumatera Utara Menurut Mycek, dkk., (2001), sifat-sifat umum obat trombolitik dapat dilihat seperti dibawah ini: a. kerja: Obat-obat trombolitik mempunyai sifat-sifat yang sama. Semua bekerja langsung atau tidak mengubah plasminogen menjadi plasmin yang selanjutnya mencairkan fibrin sehingga melarutkan trombus. Dalam setiap kasus, pelarutan dan reperfusi bekuan sering terjadi jika terapi dimulai lebih awal setelah pembentukan bekuan, karena bekuan akan menjadi lebih resisten untuk lisis jika semakin lama. Trombin lokal yang meningkat dapat terjadi jika melarutnya bekuan, sehingga menyebabkan agregasi platelet meningkat dan terjadi trombosis. Cara yang dilakukan untuk mencegah hal ini adalah dengan pemberian obat antiplatelet seperti aspirin. b. pemberian obat: Untuk infark miokard, pemberian obat intrakoroner paling dipercaya untuk mencapai rekanalisasi. Namun, kateterisasi jantung mungkin tidak dapat dilakukan dalam 2-6 jam, dan jika melewati waktu tersebut pertolongan miokard yang penting tidak mungkin lagi. Sebab itu, obat trombolitik biasanya diberikan inravena, karena cara ini cepat, tidak mahal dan tidak mempunyai risiko kateterisasi. c. penggunaan dalam terapi: semua digunakan untuk pengobatan trombosis vena profunda dan embolisme paru berat, obat trombolitik sekarang digunakan lebih sering untuk mengobati infark miokard akut dan trombosis arteri perifer dan emboli untuk menghindari pembekuan dalam kateter dan pintas. Universitas Sumatera Utara efek samping: obat-obat trombolitik tidak membedakan fibrin trombus yang tidak diinginkan dan fibrin sumbatan hemostatik yang menguntungkan. Karena itu, perdarahan merupakan efek samping utama. Misalnya, suatu lesi yang semula tidak berbahaya, seperti ulkus peptikum, dapat mengalami perdarahan setelah suntikan obat trombolitik. Obat-obat ini merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan luka yang sembuh, kehamilan, riwayat cedera serebrovaskular. Universitas Sumatera Utara