RADAR SURABAYA l MINGGU, 23 APRIL 2017 HALAMAN 9 Pemakaian Kacamata pada Anak-Anak (1-Bersambung) Kerap Memicingkan Mata Harus Dicurigai Masih anak-anak, tapi kok sudah pakai kacamata. Meski agak ironis, namun pemberian kacamata tetaplah menjadi solusi penting. Orang tua juga perlu mengenali saat buah hatinya membutuhkan bantuan kacamata. Phaksy Sukowati Wartawan Radar Surabaya ANGGOTA TIM Prof Afdol SH MS, M. Saleh SH MH, Rusdianto Sesung SH MH, Evi Retno Wulan SH MHum, Dr. Tanudjaja SH CN MH, Tahegga Primananda Alfath SH MH, Miftakhul Huda SH MH Pengakuan Anak di Luar Perkawinan PENGASUH Rubrik Bincang Hukum Radar Surabaya yang budi­ man. Saya pernah membaca dan me­lihat tayangan televisi, yang me­ngi­ sah­kan adanya anak yang lahir di luar pernikahan. Dengan tayangan dan berita tersebut, saya jadi teringat akan nasib sepupu saya, yang kisahnya hampir sama seperti di tayangan TV dan berita di beberapa media tersebut. Kisahnya sebagai berikut; bahwa sebelum melangsungkan perkawinan saudara sepupu saya telah mem­pu­nyai anak. Itu terjadi karena adanya sesua­tu hal, sehingga perkawinannya ba­ru dapat dilangsungkan tiga bulan lalu. Yang membuat ganjalan hati saya, adalah nasib anaknya tersebut, ketika nantinya memerlukan akta kelahiran, untuk keperluan sekolahnya. Apakah mungkin akta tersebut dibuat dan bagaimana caranya? PEMAKAIAN kacamata sangat di­perlukan selagi si anak memang membutuhkannya secara medis. Pem­biaran tanpa bantuan ka­ca­ mata seringkali tak memberikan dam­pak yang baik. Dokter klinik mata anak RS Adi Hu­sada Undaan Wetan Surabaya, dr. Widodo Purnomo, Sp.M men­je­ las­kan, pemakaian kacamata pada anak memang diperlukan bagi me­ reka yang terdeteksi adanya ke­ti­ dak­normalan. Bila tidak, kondisi penglihatan justru akan memburuk se­iring pertumbuhan buah hati. “Kalau sudah diindikasi harus me­ngenakan kacamata, ya sudah se­mestinya seperti itu. Bila di­bi­ar­ kan, bisa makin parah atau bi­ sa terkena lazy eye atau mata ma­las,” ujarnya. Widodo menjelas­ kan, kondisi mata anak-anak yang mu­­ lai terganggu dan me­ mer­lukan bantuan ka­c­ amata bisa diketahui de­ngan baik. Namun, se­makin dini terdeteksi akan jauh lebih baik. Wi­dodo sendiri me­nga­ ku pihaknya pernah me­nangani pasien anak usia tiga tahun. Meski demikian, seringkali pa­sien yang datang baru me­ nya­darinya di saat orang tua mengamati kondisi be­ lajar anak-anak yang cenderung Dr Widodo Purnomo, Sp.M Dokter Klinik Mata Anak RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya me­nurun. “Biasanya memang de­mi­ kian. Karena hal ini ten­tu meng­gang­ gu kegiatan belajar anak-anak. Mata cepat lelah dan anak seperti pu­sing,” ujar alumnus spesialis ma­ta anak di PMN (Pusat Mata Na­sio­nal) Cicendo itu. Oleh karenanya, lanjut Widodo, orang tua perlu jeli melihat gejala yang sedang dialami anak-anak. Salah satu indikasi paling sering ia­ lah, anak sering memicingkan mata atau berkedip-kedip, terutama ke­ti­ ka melihat objek yang jauh dan ke­ cil (tulisan di papan tulis atau lainlain). Selain itu, anak juga kerap me­ngeluh sakit kepala atau pening usai menerima pelajaran di sekolah. “Rata-rata kebanyakan pasien me­mang berusia 7 tahun atau anak se­usia SD. Tapi, usia di bawahnya juga bukan tidak mungkin. Pernah juga anak 3 tahun terindikasi mata mi­nus,”urai dokter asal Kediri itu. Selain itu, Widodo menambahkan, faktor genetik juga banyak ber­pe­ nga­ruh bagi sang anak untuk ber­ ka­ca­mata. Maka perlu diantisipasi d­en ­ gan kebiasaan yang baik di­tam­ bah deteksi dini. “Kalau salah satu orang tua ber­ka­ camata, maka kemungkinan anak memakai kacamata bisa 26-50 persen. Kalau keduanya (orang tua, Red) berkacamata, bisa dua kali lipat peluangnya. 70 sampai 80 per­sen anak pakai kacamata,” urainya. Sedangkan di luar itu, anak bisa saja menderita gangguan mata bila memiliki kebiasaan hidup yang keliru atau faktor lingkungan. Hal itu bisa banyak dicontohkan, se­per­ti menonton televisi atau gad­get ter­lalu dekat, membaca di tempat redup, membaca sambil tiduran, atau pada saat anak-anak hanya banyak mengurung diri di rumah sehingga jangkauan pandangan mi­nim. “Bagi anak yang menunjukkan ge­jala yang disebutkan di atas, ma­ ka harus memperbaiki kebiasannya agar kesehatan mata yang normal ter­jaga,” pungkasnya. (*/opi) PILIH YANG TEPAT: Memilih kacamata untuk buah hati harus dilakukan dengan teliti pada ahlinya, karena untuk mendapatkan yang paling pas dengan yang dibutuhkan kedua matanya. Kalau tak cocok, bisa menganggu penglihatannya. Yuniasih Di: Denpasar Bali JAWABAN: Aturan tersebut bisa Anda lihat ber­­da­sarkan Pasal 43 (1) UU Per­ka­ wi­n an, yang kemudian diperjelas/ diperluas dengan putusan MK No.45/ PUU/VII/2010 tanggal 17 Februari 2012. Di pasal tersebut secara garis be­sar di­urai­kan, bahwa anak yang lahir di lu­a r perkawinan, sebagai con­toh anak da­­ri saudara sepupu An­ da, dapat di­a kui secara hukum mempunyai hu­bu­ng­an darah. Itu ter­ ma­s uk hubungan per­d ata dengan kedua orang tuanya, apabila dapat di­buktikan berdasarkan ilmu pe­nge­ ta­huan dan teknologi dan/atau alat bukti lain; antara lain de­ngan hasil tes DNA. Adapun tatacara yang dapat di­tem­ puh untuk melakukan pengesahan anak tersebut adalah sebagai be­ri­ kut; Apa­bila saudara sepupu Anda mus­l im, ma­k a permohonan penge­ sya­han anak tersebut di ajukan ke Pe­ngadilan Aga­ma. Apabila bukan muslim diajukan ke Pengadilan Ne­ geri di wilayah tem­pat tinggal sepupu An­d a. Sebagai da­s ar pengajuan perm­ohonan tersebut, se­­pupu Anda be­serta isterinya me­nye­­rahkan ha­ sil test DNA, serta membuat/me­ nyampaikan penyataan, bahwa me­ reka mengakui dan menerima anak lu­­ar kawin mereka tersebut sebagai anak sahnya. Proses selanjutnya, setelah hakim me­­yakini kebenaran materi dasar pe­ ngajuan tersebut, maka pengadilan me­merintahkan panitera. Untuk me­ ngi­r imkan salinan sah penetapan ter­sebut kepada Kantor Pendaftaran Pen­duduk dan Catatan Sipil Kabu­pa­ ten di wilayah tempat tinggal sepupu An­da. Tujuannya untuk kepentingan pe­nerbitan Akta Kelahiran. Dengan di­terbitkannya Akta K­e­la­ hiran ter­se­but, maka anak tersebut telah diakui ber­dasarkan UU sebagai anak sah, de­ngan hak dan kewajiban se­pe­nuh­nya Demikian semoga uraian di atas da­pat membantu permasalahan se­ pu­pu An­da. (*) Pembaca yang berminat bertanya seputar hukum dan aplikasinya dapat berkirim surat ke alamat Redaksi Radar Surabaya, Jalan Kembang Jepun 167-169. Surat bisa juga dikirim melalui e-mail [email protected]. Penanya tidak akan dikenai biaya. Evi Retno Wulan S.H, M.Hum Renang dan Hindari Makan Daging SURABAYA–Hidup sehat dan bugar menjadi salah satu tujuan hidup yang diinginkan oleh Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Universitas Narotama (Unnar) Surabaya, Evi Retno Wulan S.H, M.Hum. Demi mencapainya, Evi-begitu dia disapa-- selalu menjaga pola makan dan mengisi waktu dengan berolahraga. Pilihannya berenang. Renang menjadi hobi yang paling digemari perempuan berhijab ini sejak kecil. Baginya, renang membantu pernafasan tetap lancar sehingga asupan oksigen dalam tubuh tercukupi. Olahraga yang dijalani dua kali dalam seminggu ini, juga menjaga tubuhnya tetap ideal. Evi mengaku kesehatan sebagai hal paling penting dalam kehidupannya. Sehat itu very, very, very important. Percuma kita punya uang banyak dan punya kepintaran tapi sakit-sakitan.” EVI RETNO WULAN S.H, M.HUM Kepala Humas Universitas Narotama Baginya, hidup berkecukupan, tapi badan tidak sehat itu sama saja percuma. “Sehat itu very, very, very important. Percuma kita punya uang banyak dan punya kepintaran tapi sakit-sakitan,” ujar perempuan penyuka tempe penyet itu. Evi yang juga mengajar mata kuliah hukum dan kriminologi ini, juga sering menyiasati diri dengan banyak bergerak dan mengurangi duduk bila sedang tidak punya waktu berolahraga. Maklum, jadwal mengajar serta kegiatan kehumasan yang seringkali padat, membuatnya harus bisa menjaga stamina dengan baik. “Kalau ngajar, saya tak banyak duduk. Saya juga pilih banyak berjalan kaki menemui kolega kampus langsung di ruangan daripada via WhatsApp (WA). Hitung hitung sambil olahraga,” kelakarnya. Evi juga selalu memperhatikan pola makannya. Alumnus Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya itu tidak pernah mengonsumsi daging ataupun ayam. “Sudah nggak pernah makan itu selama beberapa tahun ini. Cukup ikan asin atau pindang ditambah sambal, penyetan itu udah maknyuss,” kelakarnya. Karena perilaku hidup sehat tersebut, tak jarang orang salah menerka usia perempuan asli Surabaya kelahiran 13 Maret 1972 itu. “Alhamdulillah yah jadi terlihat awet muda terus. Ha… ha…ha..,” canda wanita blasteran Jawa-Belanda itu. (psy/opi) layouter: triongko