bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Berhasil
tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian mereka di
bidang pemasaran, produksi, keuangan, maupun dibidang lain. Selain itu juga
tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi
tersebut agar organisasi dapat berjalan lancar.
Pemasaran mempunyai arti yang sangat luas, tetapi untuk mengetahui
pengertian yang jelas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pendapat para
ahli. Menurut Kotler dan Keller (2006:6) dalam bukunya yang berjudul
Marketing Management adalah sebagai berikut :
Marketing is a societal process by which individual and group obtain
what they need and want through creating, offering, and freely
exchanging products and service of value with others .
Sedangkan dari sudut pandang manajerial yang dikutip oleh Buchari
Alma (2004:5) Menurut The American Marketing Association (AMA) :
Marketing is the process of planning and executing the conception,
pricing, promotion and distribution of ideas, goods, service to create
exchange that satisfy individual an organizational goals .
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan suatu aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
melelui proses pertukaran dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang
untuk mendistribusikan barang-barang kepada konsumen untuk mencapai sasaran
serta tujuan organisasi.
2.1.1
Pengertian Manajemen Pemasaran
Pada dasarnya, manajemen itu terdiri atas perancangan dan pelaksanaan
rencana-rencana. Fungsi yang pertama harus dilakukan oleh manajer adalah
fungsi perencanaan. Bagi perusahaan yang penjualannya sangat berfluktuasi harus
lebih matang dalam membuat rencananya. Jadi secara umum manajemen itu
mempunyai tiga tugas pokok yaitu :
a. Mempersiapkan rencana atau strategi umum bagi perusahaan
b. Melaksanakan rencana tersebut
c. Mengadakan evaluasi, menganalisa dan mengawasi rencana tersebut dalam
operasinya.
Adapun definisi Manajemen Pemasaran menurut Kotler dan Keller
(2006: 6) adalah sebagai berikut :
Marketing Management as the art and science of choosing target
markets and getting, keeping, and growing customers throught creating,
delivering, and communicating superior customer value .
Menurut Djaslim Saladin (2002:3) dalam bukunya Intisari Pemasaran dan
Unsur-unsur Pemasaran mendefinisikan sebagai berikut :
Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan
pemikiran, penetepan harga, promosi, serta penyaluran gagasan,
barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi
sasaran-sasaran individu dan organisasi .
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran
merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengarahan,
pengendalian produk atau jasa, penetapan harga, distribusi dan promosinya sesuai
dengan tujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya.
2.1.2
Pengertian Bauran Pemasaran
Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan
yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran
pemasaran. Definisi bauran pemasaran menurut Philip Kotler dan Gary
Armstrong (2006:48) adalah sebagai berikut :
Marketing Mix is the set of controllable, tactical marketing tools that
the firm blends to produce the response it wants in the target market .
Sedangkan definisi bauran pemasaran menurut Fandy Tjiptono (2005:30)
dalam bukunya Pemasaran Jasa mendefinisikan sebagai berikut :
Bauran Pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat
digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang
ditawarkan kepada pelanggan
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran
merupakan suatu perangkat yang terdiri dati produk, harga, promosi, dan
distribusi yang didalamnya menentukan tingkat keberhasilan pemasaran dan
semua itu ditujukan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari pasar
sasaran.
Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Bauran pemasaran
tersebut dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang dikenal dengan
4P
kelompok variabel bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong
(2003:79) adalah :
1. Product (produk)
Segala sesuatu yang dapat ditawarkan oleh individu, rumah tangga maupun
organisasi ke dalam pasar untuk diperhatiakan, digunakan, dibeli maupun
dimiliki. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan produk, misalnya
jenis produk yang akan dijual seperti kualitas, desain, kemasan dan lain
sebagainya serta pelayanan yang akan dijual bersama produk.
2. Price (harga)
Sejumlah nilai yang dipertukarkan untuk memperoleh suatu produk. Biasanya
harga dihitung dengan nilai uang. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan
dengan harga, antara lain tingkat harga yang direncanakan, kebijakan,
pemberian harga dan sebagainya.
3. Place (tempat atau saluran distribusi)
Esensi dari istilah tempat dalam bauran pemasaran adalah menyediakan
produk kepada konsumen pada tempat yang tepat, waktu yang tepat, jumlah
yang tepat.
4. Promotion (promosi)
Promosi adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan dan kelebihankelebihan produk serta membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.
Kebijakan dan prosedur yang menyangkut upaya memperkenalkan produk
kepada konsumen tersebut, misalnya cara-cara promosi yang akan ditempuh,
penetapan anggaran untuk promosi.
Keempat unsur dalam bauran pemasaran tersebut berkaitan satu sama lain,
keputusan dalam satu elemen akan mempengaruhi tindakan pada elemen lain.
Dari berbagai elemen bauran pemasaran yang ada, manajemen harus memilih
kombinasi yang sesuai dengan lingkungannya.
Menurut Fandy Tjiptono (2005:32) menjelaskan bahwa dalam konsep
bauran pemasaran 4P tradisional diperluas dan ditambahkan dengan empat unsur
lainnya, yaitu :
1. People (orang)
Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran
pemasaran. Dalam industri jasa, setiap orang merupakan part-time marketer
yang tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung pada output yang
diterima pelanggan.
2. Process (proses)
Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen highcontact service, yang seringkali juga berperan sebagai co-producer jasa
bersangkutan.misalnya, Pelanggan restoran sangat terpengaruh oleh cara staf
melayani mereka dan lamanya menunggu selama proses produksi.
3. Physical Evidence (bukti fisik)
Merupakan bukti fisik dari karakteristik jasa. Bukti fisik ini bisa dalam
berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif dan memuat foto
lokasi liburan dan tempat menginap; penampilan staf yang rapi dan sopan;
seragam pilot dan pramugari yang mencerminkan kompetensi mereka;
dekorasi internal dan eksternal bangunan yang atraktif; ruang tunggu yang
nyaman dan lain-lain.
4. Customer Service (layanan pelanggan)
Dalam sektor jasa layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total jasa
yang dipersepsikan oleh pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung jawab atas unsur
bauran pemasaran ini tidak bisa diisolasi hanya pada departemen layanan
pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua personel
produksi, baik yang dipekerjakan oleh organisasi jasa maupun oleh pemasok.
2.2
Ruang Lingkup Pemasaran Jasa
2.2.1
Pengertian Jasa
Banyak para ahli pemasaran yang mengemukakan definisi jasa, dimana
masing-masing memiliki pendapat berdasarkan sudut pandang masing-masing.
Beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh ahli pemasaran tersebut adalah
sebagai berikut :
Pengertian jasa menurut Mursid (2003:116) dalam bukunya Manajemen
Pemasaran yaitu :
Jasa adalah kegiatan yangdapat diidentifikasikan secara tersendiri,
pada hakekatnya bersifat tidak teraba, untuk memenuhi jebutuhan
dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain .
Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2003:26) dalam bukunya
Measuring Customer Satisfaction mendefinisikan jasa sebagai berikut :
Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat
mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi
antara pemberi jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut .
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa melibatkan
unsur tindakan, proses dan unsur kerja dari suatu pihak yang ditawarkan pada
pihak lain yang bersifat intangible tidak dapat menimbulkan perubahan
kepemilikan dimana jasa tersebut bisa terlepas dari produk fisik atau terikat
dengan produk fisik.
2.2.2
Karakteristik Jasa
Jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari
barang dan berdampak pada cara memasarkannya. Secara garis besar,
karakteristik tersebut terdiri atas : intangibility, inseparability, variability atau
heterogeneity, perishability, dan lack of ownership. Fandy Tjiptono (2005:18)
mengemukakan mengenai 4 karakteristik jasa tersebut yaitu :
1. Intangibility (Tidak Berwujud)
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau
benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses,
kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.
2. Inseparability (Tidak Dapat Dipisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa
umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi
pada waktu dan tempat yang sama. Implikasi karakteristik inseparability bagi
penyedia jasa meliputi tiga aspek utama yaitu :
a. Melatih staf agar dapat berinteraksi secara efektif dengan para klien.
b. Mengupayakan berbagai cara untuk mencegah agar jangan sampai ada
pelanggan yang mengganggu atau menghambat kepuasan pelanggan
lainnya.
c. Pertumbuhan dapat difasilitasi dengan berbagai cara seperti pelatihan
(semakin
banyak
staf
berkualitas,
semakin
besar
kemungkinan
merealisasikan pertumbuhan yang lebih cepat); melayani kelompok
pelanggan yang lebih besar; bekerja lebih cepat; mendirikan multi-site
locations (misalnya membentuk waralaba atau franchising.
3. Variability (Bervariasi)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output,
artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa,
kapan, dan
dimana jasa tersebut diproduksi. Penyedia jasa dapat
mengupayakan pengurangan dampak variabilitas melalui tiga strategi utama.
Pertama, berinvestasi dalam seleksi, motivasi, dan pelatihan karyawan,
dengan harapan bahwa staf yang terlatih baik dan bermotivasi tinggi lebih
mampu mematuhi prosedur standard an menangani permintaan yang sifatnya
unpredictable. Kedua, melakukan industrialisasi jasa, misalnya dengan cara
memberikan penawaran alternatif lewat mesin ATM, vending machine,
internet dan sejenisnya. Ketiga, melakukan service customization, artinya
meningkatkan interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan sedemikian rupa
sehingga jasa yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
keinginan individual.
4. Perishability (Daya Tahan)
Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu
jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalau atau hilang begitu saja.
Kondisi di atas tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan tetapi
kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh faktor musiman. Oleh karena itu perusahaan jasa harus
mengevaluasi
kapasitasnya
(subtitusi
dan
persediaan
jasa)
guna
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan
analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas ditetapkan terlalu tinggi
atau terlampau rendah.
5. Lack of Ownership (Berkurangnya Hak Kepemilikkan)
Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang,
konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang
dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain
pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses
personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misalnya kamar
hotel, bioskop, jasa penerbangan, dan pendidikan). Pembayaran biasanya
ditujukan untuk pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu
berkaitan dengan jasa yang ditawarkan. Untuk mengatasi masalah ini,
penyedia jasa bisa melakukan tiga pendekatan pokok. Pertama, menekankan
keunggulan atau keuntungan non-ownership (seperti syarat pembayaran yang
lebih gampang, resiko kehilangan modal yang lebih kecil). Kedua,
menciptakan asosiasi keanggotaan untuk memperlihatkan kepemilikan.
Ketiga, memberikan insentif bagi para pengguna rutin, misalnya diskon, tiket
gratis, dan prioritas dalam reservasi.
2.2.3
Klasifikasi Jasa
Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara
barang dan jasa maka sulit untuk mengklasifikasikan jasa bila tidak melakukan
pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana
masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan
sudut pandangnya masing-masing. Menurut Lovelock yang dikutip oleh Fandy
Tjiptono (2005:26) jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuh kriteria yaitu :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan
kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan
jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi
dan perpajakan, dan jasa konsultasi manajemen).
2. Tingkat Keberwujudan
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam
antara lain :
a. Rented-goods Services
Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu
berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu tertentu. Konsumen
hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap
berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya. Contohnya
penyewaan mobil, videogames, VCD atau DVD, villa dan apartemen.
b. Owned-goods Services
Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi,
dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara atau
dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan
bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya jasa reparasi,
pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman,
pencucian pakaian.
c. Non-goods Services
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible
(tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan.
Contohnya supir, dosen, babby-sitter, pemandu wisata, penerjemah lisan,
ahli kecantikan, pelatih renang, dan lain-lain.
3. Ketrampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat ketrampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa.
Pertama, jasa professional services (seperti konsultasi manajemen, konsultasi
hokum, konsultasi perpajakan, konsultasi sitem informasi, pelayanan dan
perawatan kesehatan, dan jasa arsitektur). Kedua, non-professional services
(seperti jasa sopir taksi, tukang parkir, pengantar surat, dan lain-lain).
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi commersial
services atau profit services (misalnya penerbangan, bank, penyewaan mobil,
bioskop, dan hotel) dan non-profit services (seperti sekolah, yayasan dana
bantuan, panti asuhan, perpustakaan umum, dan museum). Jasa komersial
masih dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi beberapa jenis yaitu :
a. Perumahan atau penginapan, meliputi penyewaan apartemen, hotel, motel,
villa, losmen, cottage, dan rumah.
b. Operasi rumah tangga, meliputi utilitas, perbaikan rumah, reparasi
peralatan rumah tangga, pertamanan, dan household cleaning.
c. Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang
dipergunakan untuk aktivitas-aktivitas rekreasi dan hiburan, serta admisi
atau (tiket masuk) untuk segala macam hiburan, pertunjukkan, dan
rekreasi.
d. Perlindungan pribadi, seperti laundry, dry cleaning, dan perawatan
kecantikan.
e. Perawatan kesehatan, meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan.
f. Pendidikan swasta.
g. Bisnis dan jasa profesional lainnya, meliputi biro hukum konsultasi pajak,
konsultasi akuntansi, konsultasi manajemen, dan jasa komputerisasi.
h. Asuransi, perbankan, dan jasa finansial lainnya, seperti asuransi
perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi, dan
pelayanan pajak.
i. Transportasi, meliputi jasa angkutan barang dan penumpang, baik melalui
darat, laut maupun udara, serta reparasi dan penyewaan kendaraan.
j. Komunikasi, terdiri atas telepon, telegraf, komputer, internet server
providers, dan jasa komunikasi bisnis yang terspesialisasi.
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated services (misalnya
jasa pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan non regulated services
(seperti jasa makelar, katering, kost dan asrama, serta pengecatan rumah).
6. Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat
dikelompokkan menjadi dua macam :
a. Equipment-based services (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan
telepon jarak jauh, mesin ATM, internet banking, vending machines).
b. People-based services (seperti akuntan, konsultan hukum, konsultan
manajemen).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi highcontact services (seperti universitas, bank, dokter, dan penggadaian) dan lowcontact services (misalnya bioskop dan jasa layanan pos).
2.3
Pengertian Physical Evidence
Physical evidence (bukti fisik) merupakan salah satu unsur penting dalam
elemen bauran pemasaran jasa. Karakteristik utama yang membedakan jasa dari
barang adalah intangibilitas relatif dari kebanyakan jasa. Sementara barang dapat
dilihat, dirasakan, disentuh; kebanyakan jasa tidak demikian. Oleh karena itu, jasa
harus dialami konsumen terlebih dahulu sebelum jasa dievaluasi. Tetapi karena
besarnya kadar intangibilitas pada jasa, konsumen mendapat kesulitan dalam
mengevaluasi jasa sebelum membelinya, juga dalam membandingkan alternatifalternatif jasa yang berbeda, serta dalam menilai kualitas jasa meskipun setelah
mereka mengalaminya.
Pada saat konsumen tidak bisa menilai kualitas actual suatu jasa, maka
mereka bergantung kepada tanda-tanda yang tangible pada jasa, atau mungkin
mencari-cari indikator lain dari suatu jasa. Bukti fisik juga bukan hanya penting
untuk keperluan mengkomunikasikan jasa yang akan diterima konsumen (seperti
reparasi mobil) bukti fisik akan semakin penting untuk jasa-jasa yang derajat
keahliannya tinggi seperti hotel, rumah sakit, dan taman hiburan.
Adapun definisi Physical Evidence menurut Zeithaml and Bitner
(2006:317) dalam bukunya Service Marketing yaitu :
Physical evidence as the environment in which the service is delivered
and in which the firm and the customer interact, and any tangible
commodities that facilitate performance or communication of the
service .
Sedangkan definisi physical evidence menurut Yazid (2003:18) adalah
sebagai berikut :
Physical evidence merupakan bukti fisik jasa yang mencakup semua
hal yang berwujud berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, kartu
bisnis, format laporan dan peralatan .
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa physical
evidence (bukti fisik) merupakan elemen-elemen yang dapat mempengaruhi
dalam pertukaran dari produk jasa. Bukti fisik menunjukkan kesempatan istimewa
bagi perusahaan untuk mengirimkan pesan yang konsisten dan kuat berkenaan
dengan upaya organisasi, segmen pasar yang dituju, dan karakteristik jasa.
Jadi physical evidence merupakan elemen subtantif dalam konsep jasa,
oleh karena itu para pemasar jasa semestinya terlibat dalam proses desain,
perencanaan, dan pengawasan bukti fisik. Physical evidence yang unik juga
merupakan sumber yang dapat membedakannya dengan para pesaing dan dapat
memancing respon pelanggan sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan
pelanggan.
2.3.1
Pengelompokkan Unsur Physical Evidence
Menurut Zeithaml dan Bitner (2006:317) dalam bukunya Service
Marketing, mengelompokkan physical evidence ke dalam dua bagian pokok
yaitu: (1) Servicescape dan (2) other forms of tangible communication.
Tabel 2.1
Bagian dari bukti nyata (Elements of Physical Evidence)
SERVICESCAPE :
Eksterior fasilitas jasa
Desain eksterior
Signage
Tempat parkir
Landscape
Lingkungan sekitar
Interior fasilitas jasa
Desain interior
Peralatan
Signage
Layout
Kualitas udara /temperature
KOMUNIKASI FISIK LAINNYA :
Kartu bisnis (kartu nama)
Alat tulis
Rekening tagihan
Laporan
Busana karyawan
Seragam
Brosur
Situs internet
Virtual servicescape
(sumber : Zeithaml and Bitner 2006)
1. Servicescape
Merupakan semua aspek fasilitas suatu organisasi jasa meliputi atribut-atribut
eksterior (signage, parking, landscape) atribut-atribut interior (design, layout,
equipment, decor). Dimensi lingkungan fisik yang melatarbelakangi suatu jasa
dapat dikategorikan kedalam tiga dimensi komposif sebagai berikut:
a. Ambien condition
Meliputi latarbelakang karakteristik dari lingkungan seperti : temperatur,
penerangan, kebisingan, musik, bau, warna. Semua faktor ini sangat
mempengaruhi bagaimana orang merasakan, berpikir dan merespon
terhadap keberadaan suatu jasa.
b. Spatial Layout and functionality
Spatial Layout menunjukkan bagaimana cara mesin, peralatan, dan
furniture diatur atau disusun, ukuran dan bentuk dari item tersebut, dan
hubungan special diantara semuanya. Functionality menunjuk pada
kemampuan dari item yang sama untuk memfasilitasi pencapaian tujuan
pelanggan dan pegawai.
c. Sign, symbol, and Artifacts
Item-item ini bertindak sebagai sinyal eksplisit atau implisit yang
mengkomunikasikan tempat pada penggunanya. Tanda petunjuk atau
keterangan sebagai sinyal eksplisit, dapat digunakan sebagai label (contoh:
nama perusahaan, nama departemen). Sebagai keterangan arah atau tujuan
(contoh : masuk, keluar), dan untuk mengkomunikasikan atau berperilaku
(contoh : dilarang merokok). Tanda petunjuk dan keterangan yang cukup
akan mengurangi persepsi kesimpangsiuran dan stress. Symbol dan
artifacts memberikan sinyal komunikasi implicit dan menciptakan daya
tarik estetis secara keseluruhan. Sign, symbol, dan artifacts sangat penting
sebagai
bentuk
first
impression
dari
pelanggan
mengkomunikasikan konsep baru dalam suatu jasa.
dan
untuk
Tabel 2.2
Dimensi Lingkungan Fisik (Servicescape)
Ambient :
Space / function :
Sign, symbol, artifacts :
Temperature (suhu)
Layout
Signage (petunjuk)
Air quality (kualitas udara) Equipment (peralatan) Personal artifacts (benda
Noise (suara)
Furnishing
pribadi)
Music (musik)
(perlengkapan)
Style of decor (gaya
Odor (bau)
dekorasi)
(Sumber : Zeithaml and Bitner 2006)
2. Otherforms of tangible communication
Adalah aspek selain servicescape yang termasuk dalam penyampaian suatu
jasa (seperti material komunikasi yang dicetak, pakaian atau seragam dan
sebagainya).
2.3.2
Peran Physical Evidence
Physical evidence dapat memainkan berbagai peran pada saat bersamaan.
Perhatian terhadap berbagai macam peran dan bagaimana mereka berinteraksi
akan menjadi semakin jelas bahwa penting dan strategis sifatnya untuk mampu
menyediakan physical evidence bagi suatu jasa yang memadai. Beberapa peran
physical evidence menurut Zeithaml dan Bitner (2006:322) memiliki peran
sebagai berikut :
1. Package
Bukti fisik jasa berperan sebagai package (kemasan) dari jasa yang ditawarkan
dalam suatu cara yang berbeda dengan cara menawarkan barang. Paket produk
di desain untuk menggambarkan image tertentu sehingga mampu menyentuh
sensor tertentu atau reaksi emosional konsumen. Sementara paket jasa
menanamkan image melalui interaksi berbagai stimuli yang kompleks. Bukti
jasa membungkus jasa dan menyampaikan image eksternal tentang apa yang
ada
di dalam bungkus
kapada konsumen. Dengan demikian physical
evidence itu merupakan penampilan tangible organisasi dan karenanya
menjadi sangat penting dalam membentuk kesan awal atau dalam membentuk
harapan konsumen. Peran pengepakan ini khususnya penting dalam
menciptakan harapan dari konsumen baru dan untuk perusahaan jasa yang
baru berdiri yang sedang mencoba membangun suatu image.
2. Facilitator
Unjuk kerja atau tindakan-tindakan individual maupun interdependen dari
orang-orang yang berada dalam suatu lingkungan, yaitu konsumen dan
karyawan. Fasilitas fungsional yang di desai dengan baik akan mampu
menyajikan pengalaman yang menyenangkan kepada konsumen disamping itu
akan membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja. Sebaliknya, desain
yang jelek dan tidak efisien bisa saja membuat karyawan atau konsumen
frustasi.
3. Socializer
Desain physical evidence membantu sosialisasi baik konsumen maupun
karyawan sehingga dapat membangkitkan dan menuntun konsumen dan
karyawan untuk melakukan peran-peran tertentu yang diharapkan, untuk
berperilaku sosial tetentu, dan dalam membangun hubungan antara dan
diantara mereka. Contoh, karyawan baru dari perusahaan jasa professional
akan memahami posisinya dalam hierarki sebagian melalui pengamatannya
terhadap tugas-tugas kantor yang diberikan kepadanya.
4. Differentiator
Dengan fasilitas fisik dapat membedakan perusahaan dari jasa pesaing serta
menjadi tanda dari segmen pasar mana yang dituju. Karena kekuatannya
sebagai differentiator (pembeda), perubahan-perubahan dalam lingkungan
fisik dapat digunakan untuk memposisikan kembali suatu perusahaan dan atau
untuk menarik segmen pasar baru. Contoh, ketika berada di suatu mal besar,
seseorang akan dengan cepat melihat perbedaan lingkungan antara toko
pakaian yang mengkhususkan diri menyediakan pakaian untuk orang tua.
2.3.3
Strategi-strategi untuk Physical Evidence (Bukti Fisik)
Karena sifat dari kebanyakan jasa relatif intangible, strategi untuk
pengelolaan bukti jasa adalah sangat penting. Konsumen bereaksi terhadap bukti
perusahaan apakah strategi bukti tersebut ada atau tidak ada. Bahwa bukti tangible
jasa akan mengkomunikasikan kepada konsumen, apakah perusahaan mampu
mengetahui dan merencanakan untuk menjalankan strategi tersebut atau tidak.
Berikut adalah beberapa strategi yang bisa ditempuh perusahaan sehingga
mengantarkan perusahaan kepada inti perencanaan strategi bukti yaitu :
1. Memahami dampak strategik physical evidence
Physical evidence dapat memainkan peranan yang sangat jelas dalam
menentukan kualitas harapan dan persepsi yang diciptakannya di benak
konsumen. Oleh karena itu pemahaman akan Physical evidence saja belumlah
cukup. Sebelum strategi bukti dapat berjalan efektif, strategi ini harus secara
jelas dikaitkan dengan tujuan dan visi perusahaan secara menyeluruh. Hal
pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui apa tujuan perusahaan dan
menentukan bagaimana strategi bukti dapat mendukung tujuan-tujuan
perusahaan.
2. Memetakan bukti jasa
Langkah selanjutnya adalah membuat peta jasa. Setiap orang harus
mengetahui proses jasa dan elemen-elemen bukti yang ada. Salah satu cara
yang efektif dalam menggambarkan bukti jasa adalah melalui peta, atau cetak
biru jasa. Sementara peta jasa secara jelas mempunyai sejumlah maksud, petapeta tersebut akan berguna khususnya di dalam menangkap secara visual
kesempatan-kesempatan bukti. Orang, proses, dan bukti fisik dapat dilihat
dalam peta jasa. Dari peta itulah, seseorang dapat mengetahui tindakantindakan yang tercakup dalam penyajian jasa, kompleksitas proses, titik-titik
interaksi manusia yang memberi kesempatan-kesempatan bukti, dan
representasi tangible yang ada pada setiap langkah. Para karyawan, konsumen,
dan para manajer semuanya dapat terlibat dalam pembuatan peta jasa, yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam mengidentifikasi. Agar peta tersebut
lebih jelas lagi, foto atau video tentang proses penyajian jasa dapat
ditambahkan untuk mengembangkan cetak-biru fotografis.
3. Memperjelas peran servicescape
Dari segi pandang konsumen, servicescape tidak mempunyai peran dalam
penyajian jasa. Ini merupakan masalah pokok pada jasa komunikasi dan
titipan kilat, dimana konsumen jarang melihat fasilitas aktual yang digunakan
untuk melayani mereka. Meskipun demikian, dalam banyak kasus, seperti
hotel dan perawatan kesehatan, servicescape memainkan peran ganda baik
yang menyangkut tindakan-tindakan maupun sikap-sikap dari karyawan dan
konsumen.
4. Menilai dan mengidentifikasi kesempatan-kesempatan bukti
Begitu bentuk-bentuk bukti dan peran servicescape yang ada dipahami, pada
langkah berikutnya kemungkinan perubahan dan perbaikannya dapat
diidentifikasi. Contoh, peta jasa asuransi atau jasa utilitas mungkin hanya
memperlihatkan sedikit bukti jasa sehingga konsumen mengetahui secara pasti
apa yang mereka bayar.
5. Bersedia untuk Meng-update dan Memodernisir Bukti
Sejumlah aspek bukti, khususnya servicescape, memerlukan dilakukannya
updating atau modernisasi yang sering atau tidak secara periodik. Meskipun
visi, tujuan, dan obyektif perusahaan tidak berubah, waktu itu sendiri yang
akan merusak bukti fisik, sehingga perubahan modernisasi perlu dilakukan.
6. Fungsionalitas-silang Pekerjaan
Dalam memperkenalkan dirinya kepada konsumen, sebuah perusahaan jasa
berkepentingan dengan pengkomunikasian image yang diinginkan, dengan
cara mengirimkan pesan-pesan yang konsisten dan kompatibel melalui semua
bentuk bukti. Juga dengan cara memberikan bukti jasa yang diinginkan dan
dapat dipahami oleh beberapa target. Namun demikian, sering terjadi bahwa
keputusan tentang bukti dibuat dalam waktu yang lama dan dilakukan oleh
berbagai bagian dalam organisasi. Contoh, keputusan-keputusan tentang
seragam karyawan dibuat oleh bagian personalia, design servicescape dibuat
oleh kelompok yang memfasilitasi manajemen, design proses sering dibuat
oleh manajer operasi, dan keputusan tentang harga dan periklanan dibuat oleh
bagian pemasaran. Karena itu tidak mengherankan bukti fisik pada suatu jasa
bisa saja sangat tidak konsisten. Pemetaan jasa, atau proses pembuatan cetakbiru akan sangat berguna dalam proses komunikasi dalam organisasi,
mengidentifikasi bukti jasa yang sekarang ada, dan penggambaran fleksibilitas
perubahan atau pemberian bentuk-bentuk baru bukti fisik.
2.4
Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik
pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan essential bagi aktivitas bisnis.
Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti
terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya
elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan dan meningkatnya
efesiensi dan produktivitas karyawan.
Sebenarnnya konsep
kepuasan
pelanggan
masih bersifat
abstrak
pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana, maupun kompleks
dan rumit. Masalah kepuasan adalah merupakan perseorangan yang sifatnya
subjektif, kepuasan seseorang belum tentu sama dengan kepuasan yang digunakan
orang lain, walaupun jasa yang diberikannya mempunyai ciri-ciri atau kualitas
yang sama. Oleh karena itu kepuasan sangat sulit diukur secara kuantitatif.
Berikut ini definisi kepuasan pelanggan menurut pendapat beberapa ahli :
Menurut
Kotler
and
Keller
(2006:136)
Kepuasan
Pelanggan
didefinisikan sebagai berikut :
Satisfaction is a person s feeling of pleasure or dissapoinment resulting
from comparing a product s perceived performance (or outcome) in
relation to his or her expectations .
Menurut Yazid (2003:55) mengemukakan definisi kepuasan sebagai
berikut :
Kepuasan adalah merupakan ketiadaan perbedaan antara harapan
yang dimiliki dan unjuk kerja yang senyatanya diterima .
Sedangkan menurut Engel yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:349)
yaitu :
Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana
alternative yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui
harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil
(outcome) tidak memenuhi harapan .
Berdasarkan definisi di atas terdapat kesamaan yaitu, menyangkut
komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan).
Umumnya harapan pelnggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan
tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu
produk (barang atau jasa). Sedangkan kenerja yang dirasakan adalah persepsi
pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang
ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.
Gambar 2.1
Konsep Kepuasan Pelanggan
Tujuan
Perusahaan
Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan
PRODUK
Harapan Pelanggan
terhadap Produk
Nilai Produk
bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
(Sumber : Fandy Tjiptono 2004)
2.4.1
Mengukur Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan
pesaing). Menurut Philip Kotler yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:367)
ada (4) empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan
antara lain :
1. Sugestion and Complain System (Sistem Keluhan dan Saran)
Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan
saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa
berupa kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis, kartu komentar,
saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. Informasiinformasi yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dapat memberikan
ide-ide baru dan masukan bagi perusahaan.
2. Ghost Shopping (Belanja untuk Orang Lain)
Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers.
Kemudian ghost shoppers tersebut melaporkan berbagai temuan penting
berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan jasa
perusahaan dibandingkan para pesaing.
3. Lost Customer Analysis (Analisa Pelanggan yang Keluar)
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa hal
itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau
penyempurnaan selanjutnya.
4. Customer Satisfaction Survey (Survei Kepuasan Pelanggan)
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik
langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bagi perusahaan
terhadap pelanggannya.
2.4.2
Harapan dan Kepuasan Pelanggan
Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor,
diantaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat serta
informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler 2005:70). Faktorfaktor tersebut yang menyebabkan harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat
kompleks.
Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan
(lihat gambar 2.2). Diantara beberapa faktor penyebab tersebut ada yang bisa
dikendalikan oleh penyedia jasa. Dengan demikian penyedia jasa bertanggung
jawab untuk meminimumkan miskomunikasi dan misinterpretasi yang mungkin
terjadi dan menghindarinya dengan cara merancang jasa yang mudah dipahami
dengan jelas. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengambil inisiatif agar ia dapat
memahami dengan jelas instruksi dari klien dank lien mengerti benar apa yang
akan diberikan.
Gambar 2.2
Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan
Pelanggan Keliru
Mengkomunikasikan
Jasa Yang Diinginkan
Pelanggan Keliru
Menafsirkan
Signal (Harga,
Positioning, dll).
Mikomunikasi
Rekomendasi
Mulut Ke Mulut
(Sumber : Fandy Tjiptono 2004)
Harapan
Tidak
Terpenuhi
Kinerja
Karyawan
Perusahaan Jasa
Yang Buruk
Miskomunikasi
Penyediaan Jasa
Oleh Pesaing
Sebelum menggunakan suatu jasa, pelanggan sering memilikki empat
skenario jasa yang berbeda (dalam benaknya) mengenai apa yang bakal
dialaminya, yaitu :
1. Jasa ideal
2. Jasa yang diantisipasi atau diharapkan
3. Jasa yang selayaknya diterima
4. Jasa minimum yang dapat ditoleransi
Pelanggan bisa berharap dari keempat skenario tersebut (gambar 2.3)
sebagaimana dijelaskan di bagian awal, harapan membentuk kepuasan. Karena itu
apabila jasa minimum yang dapat ditoleransi yang diharapkan, lalu yang terjadi
sama dengan atau bahkan melampaui harapan tersebut, maka akan timbul
kepuasan. Sebaliknya bila yang diharapkan jasa ideal , maka bila yang terjadi
kurang dari harapan tersebut, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Gambar 2.3
Pengaruh Harapan Terhadap Kepuasan
Yang Diharapkan
Minimal Yang
Dapat Diterima
Ideal
Yang Selayaknya
(sumber : Fandy Tjiptono 2004)
1) Semakin dekat harapan jasa yang diharapkan dengan jasa minimum
yang dapat diterima , semakin besar pula kemungkinan tercapainya
kepuasan.
2) Pelanggan yang puas bisa berada dimana saja dalam spectrum ini yang
menentukan posisinya adalah posisi hasil (outcome) yang diharapkan.
2.4.3
Strategi Kepuasan Pelanggan
Untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah,
upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai
sttrategi. Menurut Fandy Tjiptono (2004:161) dalam bukunya Manajemen Jasa,
mengemukakan beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan
meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya yaitu :
1. Relationship Marketing (Hubungan Pemasaran)
Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Salah satu faktor yang
dibutuhkan untuk mengembangkan relationship marketing adalah dibentuknya
customer database, yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina untuk
menjalin hubungan kemitraan jangka panjang. Frequensi marketing
merupakan salah satu variasi dari relationship marketing, yang merupakan
usaha untuk mengidentifikasi, memelihara, dan meningkatkan hasil dari
pelanggan terbaik, melalui hubungan jangka panjang yang interaktif dan
bernilai tambah. Contoh : memberikan potongan harga khusus dan jaminan
reservasi di hotel tertentu bagi pelanggan yang sering menginap.
2. Superior Customer Service (Keunggulan Pelayanan Pelanggan)
Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan
yang lebih unggul daripada para pesaingnya. Melalui pelayanan yang lebih
unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih
tinggi pada jasanya. Selain itu perusahaan dengan pelayanan superior akan
meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar daripada para
pesaingnya yang memberikan pelayanan inferior.
3. Unconditional Guarantees atau Extraordinary Guarantees (Jaminan tak
Bersyarat)
Untuk
meningkatkan
kepuasan
pelanggan,
perusahaan
jasa
dapat
mengembangkan augmented service terhadap core service, misalnya dengan
merancang garansi tertentu atu dengan memberikan pelayanan purna jual yang
baik. Strategi Unconditional Guarantees berdasarkan pada komitmen untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi
sumber dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Pada
strategi ini, garansi atau jaminan diberikan untuk meringankan kerugian
pelanggan atas ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang
telah dibayarnya. Garansi ini diberikan dalam dua bentuk yang disesuaikan
dengan jenis pelanggan, yaitu :
a. Garansi Internal
Merupakan jaminan atau janji yang diberikan suatu departemen atau divisi
kepada pelanggan internalnya, yakni pemroses lebih lanjut dan setiap
orang yang memanfaatkan hasil atau jasa departemen tersebut. Contohnya,
jaminan dari Bagian Media dan Perkuliahan untuk menyediakan segala
fasilitas perkuliahan (seperti OHP, spidol, pengeras suara, dan lain-lain)
secara tepat waktu disetiap acara perkuliahan.
b. Garansi Eksternal
Merupakan jaminan yang dibuat oleh perusahaankepada para pelanggan
eksternalnya, yakni orang yang membeli dan menggunakan jasa
perusahaan. Garansi ini menyangkut servis yang unggul dan berkualitas
tinggi.
4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif
Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas. Manfaat lainnya
adalah :
a. Penyedia
jasa
memperoleh
kesempatan
hubungannya dengan pelanggan yang kecewa.
lagi
untuk
memperbaiki
b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif.
c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam
pelayanan saat ini.
d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.
e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik.
5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menungkatkan kinerja perusahaan
antara lain :
a. Menyempurnakan proses dan produk (jasa) melalui upaya perbaikan
berkesinambungan.
b. Melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara
berkesinambungan.
c. Memberikan
pendidikan
dan
pelatihan
menyangkut
komunikasi,
salesmanship, dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan
karyawan.
d. Sistem penilaian kinerja, penghargaan, dan promosi karyawan didasarkan
atas kontribusi mereka.
e. Membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan
dan pengalaman karyawan semakin besar, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan.
f. Memberdayakan karyawannya sehingga mereka dapat mengambil
keputusan tertentu yang berkaitan dengan tugasnya.
2.5
Hotel
2.5.1
Pengertian Hotel
Hotel merupakan salah satu sarana dalam bidang kepariwisataan yang
menyediakan berbagai fasilitas yang ada seperti jasa pelayanan penginapan,
restoran, ruang olahraga, hiburan dan jasa lainnya.
Menurut Keputusan Dirjen Pariwisata No. 14 Tahun 1998, definisi
hotel adalah :
Suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian
bangunan yang disediakan secara khusus dimana setiap orang dapat
menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan menggunakan
fasilitas lainnya dengan pembayaran .
Dari definisi tersebut nampak jelas bahwa suatu hotel memiliki unsurunsur yaitu adanya bangunan, kamar tidur, kamar mandi, penyediaan makanan
dan minuman yang dikelola secara komersial.
Sedangkan menurut SK Menparpostel No. KM 37/Pw.340/MPPT-86
tentang Peraturan Usaha Penggolongan Hotel. Bab1, Pasal 1, ayat (b) yang
dikutip oleh Agus Sulastiyono (2002:6) adalah :
Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian
atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan
dan minum serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola
secara komersial .
Menurut Dirjen Pariwisata Usaha Perhotelan itu sendiri didasarkan pada
kriteria :
1. Persyaratan fisik, yang meliputi lokasi, kondisi bangunan dan sebagainya.
2. Bentuk pelayanan yang diberikan serta jumlah kamar yang dimiliki.
3. Kualitas manajer serta karyawan yang bekerja meliputi pendidikan,
pengalaman dan ketrampilan jasa.
2.5.2
Klasifikasi Hotel
Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu sistem pengelompokkan
hotel-hotel berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu.
Hotel dapat dikelompokkan kedalam berbagai kriteria menurut kebutuhannya,
namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan.
Penggolongan hotel di dunia berlainan antara negara yang satu dengan negara
yang lainnya. Maka dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.
PM.10.PW.301/Pdb-77 tentang usaha dan klasifikasi hotel ditetapkan bahwa
penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada :
a. Jumlah kamar
b. Fasilitas
c. Peralatan yang tersedia
d. Mutu pelayanan
Berdasarkan pada penilaian tersebut, penggolongan hotel di Indonesia
kemudian digolongkan kedalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu :
a. Hotel Bintang 1 (* )
b. Hotel Bintang 2 (** )
c. Hotel Bintang 3 (* **)
d. Hotel Bintang 4 (* ***)
e. Hotel Bintang 5 (* ****)
Hotel-hotel dengan golongan tertinggi dinyatakan dengan tanda bintang 5
dan hotel-hotel dengan golongan terendah dinyatakan dengan tanda bintang 1.
Hotel-hotel yang tidak dapat memenuhi standar kelima tersebut, ataupun yang
dibawah standar minimum yang ditentukan disebut hotel non bintang.
Tujuan umum dari penggolongan kelas hotel adalah :
a. Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanaman modal) di
bidang usaha perhotelan.
b. Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang
akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya.
c. Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusaha hotel.
d. Agar terciptanya keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran
(supply) dan usaha akomodasi hotel.
Jenis-jenis hotel sebagai berikut :
1. Residential Hotel
Yaitu hotel yang menerima tamu untuk tinggal dalam jangka waktu yang agak
lama, tetapi tidak untuk menetap.
2. Transit Hotel
Biasa juga disebut Commercial Hotel yaitu hotel yang menyediakan kamar
dan makan pagi yang diperuntukkan bagi pengunjung yang sedang
mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis dalam waktu relatif pendek.
Hotel semacam ini biasanya terdapat dipusat kota atau pada kompleks
perdagangan yang ramai, maupun dekat pelabuhan.
3. Resort Hotel
Biasanya juga disebut Seasonal Hotel yaitu yang menyediakan akomodasi
pada musim tertentu. Hotel ini terletak pada daerah-daerah peristirahatan, juga
ada ruang sidang.
2.6
Pengaruh Physical Evidence terhadap Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan merupakan tujuan akhir dari pemasaran. Tujuan
pemasaran bukan lagi hanya mencari laba saja, akan tetapi memberikan kepuasan.
Dengan adanya kepuasan akan terjadi pembelian atau pemakaian ulang.
Banyaknya frekuensi ulang pembelian atau pemakaian dan banyaknya jumlah
pembeli atau pemakaian pada akhirnya akan meningkatkan laba.
Kepuasan pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis di masa depan yang
mengukur kecenderungan reaksi pelanggan terhadap perusahaan di masa yang
akan datang.
Physical evidence (bukti fisik) pada sebuah hotel memiliki hubungan yang
erat dengan kepuasan pelanggan. Physical evidence bertujuan untuk memperkuat
persepsi konsumen selama dan sesudah pelayanan jasa diberikan. Oleh karena jasa
merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka
konsumen cenderung memperhatikan fakta-fakta tangible yang berkaitan dengan
jasa sebagai bukti kualitas jasa tersebut.
Menurut Zeithaml and Bitner (2006:317) mengatakan bahwa bukti fisik
mengkomunikasikan kepada konsumen dimana dan bagaimana organisasi jasa
memainkan peran dalam menciptakan pengalaman jasa, dalam memuaskan
konsumen, dan dalam meningkatkan persepsi konsumen tentang kualitas jasa.
Dari sudut pandang perusahaan, bukti fisik jasa meliputi segala sesuatu
yang di pandang konsumen pada sebuah hotel sebagai indikator, seperti apa jasa
diberikan dan seperti apa jasa yang diterima. Bukti fisik jasa bisa berupa fasilitas
fisik jasa seperti : gedung, tempat parkir, peralatan dan perlengkapan yang
digunakan, penampilan pemberi jasa atau berbagai faktor seperti musik, warna,
aroma, temperatur, layout gedung, dan lain-lain.
Physical evidence mempunyai pengaruh yang erat dengan kepuasan
pelanggan, yaitu kepuasan pelanggan akan terpenuhi apabila fasilitas yang
terdapat dalam sebuah hotel kondisinya baik, sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh pelanggan. Oleh karena itu dengan kondisi Physical evidence yang baik akan
memberikan suatu pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan, sehingga akan
tercipta suatu loyalitas.
Download