A Three-Gap Macroeconomic Model Application

advertisement
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP
KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU
APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP
DISERTASI
Oleh:
RATNAWATI PRAYOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul:
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP
KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU
APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 2 April 2010
Ratnawati Prayogi
NRP. EPN/965004
ABSTRACT
RATNAWATI PRAYOGI. 2012. The Impact of Fiscal and Monetary Policy on
Indonesia’s Economic Performance: A Three-Gap Macroeconomic Model
Application (MANGARA TAMBUNAN as Chairman, BONAR M. SINAGA and
KUNTJORO, as Members of Advisory Committee).
The objective of this study is to analyze the impact of fiscal and monetary
policy on Indonesia’s economic performance. Considering that internal gaps (savings
gap and fiscal gap) and external gap (foreign exchange gap) exist at any economy,
therefore it was necessary to build a macroeconomic model which integrates the three
gaps. The Indonesia’s Three-Gap Macroeconomic Model built as an econometric
model in the form of a simultaneous equations system and estimated using Two-Stage
Least Squares method by using time series data in the year of 1969-2000.
Empirical result shows that negative gap in private sector (savings deficit) is
not a constraint to economic growth if there is an augmentation in investment
financed by foreign capital inflows (foreign direct investment and foreign loans).
Therefore it is very important to stimulate an excellent atmosphere to boost up
investment. On the other hand, negative gap in public sector (fiscal deficit) is a
constraint to Indonesia’s economic growth because the fall of public income will
deteriorate fiscal potency. If the deficit is covered by increasing loans, it would
increase interest payment. Therefore, besides exercising taxational intensification and
extensibility policy, government spending should be spent efficiently and effectively.
At the foreign exchange gap, the higher the net export, the higher the
economic growth. At the capital account, while increasing the cash inflows (foreign
investment and foreign loans) to the private sector would increase the investment, on
the contrary, decreasing public foreign loans would make public spending more
efficient and could increase economic growth.
Since Indonesia’s economy experienced an economic downfall initiated by the
currency crisis in 1997, in the future, the role of the fiscal and monetary policy would
be very crucial in accelerating economic growth.
Key words:
savings gap, fiscal gap, foreign exchange gap, three-gap,
econometric model, economic growth.
ABSTRAK
RATNAWATI PRAYOGI. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter
terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia: Suatu Aplikasi Model
Makroekonomi Three-Gap (MANGARA TAMBUNAN sebagai Ketua, BONAR
M. SINAGA dan KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal dan
moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Memperhatikan bahwa dalam
perekonomian terdapat kesenjangan internal (kesenjangan tabungan dan kesenjangan
fiskal) dan kesenjangan eksternal (kesenjangan valuta asing), maka perlu dibuat suatu
model makroekonomi yang mengintegrasikan ketiga kesenjangan tersebut. Ketiga
kesenjangan ini dikenal dengan nama three-gap dalam perekonomian. Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai model ekonometrika dalam
bentuk sistem persamaan simultan dan diestimasi menggunakan metode Two-Stage
Least Squares (2SLS). Data yang digunakan adalah data time series tahun 1969-2000.
Hasil empiris menunjukkan bahwa kesenjangan yang negatif di sektor swasta
(defisit tabungan) tidak menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi sepanjang
terjadinya peningkatan investasi swasta yang antara lain dibiayai oleh aliran dana
asing (foreign direct investment dan foreign loans). Oleh karena itu sangat penting
untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan iklim
investasi yang kondusif. Sebaliknya, kesenjangan yang negatif pada sektor publik
(defisit fiskal) menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena
penurunan penerimaan pemerintah memperlemah kekuatan fiskal. Defisit fiskal dapat
mengakibatkan makin besarnya beban bunga jika defisit ditutup dengan pinjaman.
Oleh karena itu, di samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi
perpajakan, pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam
pengeluarannya.
Pada kesenjangan valuta asing, makin tinggi ekspor bersih, maka makin tinggi
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada akun modal (capital account), aliran dana
asing ke sektor swasta dalam bentuk investasi asing dan pinjaman asing dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi sebaliknya, justru penurunan
pinjaman luar negeri pemerintah dapat mengefisienkan sektor publik dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Mengingat perekonomian Indonesia mengalami krisis yang diawali dari krisis
nilai tukar pada tahun 1997, maka kebijakan fiskal dan moneter ke depan akan
berperan penting dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal, kesenjangan valuta asing,
three gap, model ekonometrika, pertumbuhan ekonomi.
RINGKASAN
Program-program Bank Dunia dan IMF di negara-negara sedang berkembang
terutama fokus pada pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi serta memperoleh
balance of payment yang surplus dan penciptaan lapangan kerja yang luas. Dalam
mencapai empat tujuan tersebut secara simultan, seringkali mengalami keterbatasan
karena adanya berbagai perubahan dan ketidakseimbangan internal dan eksternal dalam
perekonomian. Program-program bantuan IMF kepada Indonesia dalam mengatasi krisis
ekonomi 1997, juga disertai prasyarat berupa rekomendasi strategi dan kebijakan program
stabilisasi yang pada dasarnya tetap memperhatikan masalah keseimbangan internal dan
eksternal. Keseimbangan internal dapat diukur dengan menggunakan analisis kesenjangan
tabungan dan kesenjangan fiskal, sedangkan pengukuran keseimbangan eksternal diambil
dari indikator kesenjangan neraca perdagangan. Analisis tiga kesenjangan tersebut
dikenal sebagai three-gap analysis.
Dilihat dari kacamata three-gap, krisis ekonomi Indonesia 1997 menyebabkan
makin kecilnya (jika surplus) atau makin dalamnya (jika defisit) kesenjangan tabungan,
kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Data yang dikumpulkan dari Badan
Pusat Statistik menunjukkan bahwa kesenjangan tabungan di Indonesia dari rata-rata
positif 9.5% pada tahun 1969-1996 menjadi rata-rata -3.4% pada tahun 1997-2000.
Kesenjangan valuta asing dari rata-rata 17.6% pada tahun 1969-1996 menjadi rata-rata
3.1% pada tahun 1997-2000. Pada kesenjangan fiskal, pada tahun 1994-1997 Indonesia
mengalami surplus, akan tetapi pada tahun 1998-2000, fiskal Indonesia kembali
mengalami defisit. Secara keseluruhan pada periode pengamatan tahun 1969-2000,
terlihat bahwa Indonesia mengalami fenomena defisit fiskal rata-rata -1.7%.
Memperhatikan bahwa dalam perekonomian terdapat kesenjangan tabungan,
kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing, maka untuk menganalisis dampak
kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dibangun suatu
model makroekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan ketiga kesenjangan.
Kesenjangan tabungan adalah kesenjangan sumberdaya sektor swasta, yakni selisih antara
tabungan dan investasi. Kesenjangan fiskal adalah selisih antara penerimaan dan
pengeluaran pemerintah, sedangkan kesenjangan valuta asing adalah selisih antara ekspor
dan impor.
Metode penelitian meliputi pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan, pembentukan model ekonometrika, spesifikasi
model, identifikasi model, estimasi model, validasi dan simulasi model, dengan unit
analisis secara nasional. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai
suatu model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan dan diestimasi
menggunakan metode Two-Stage Least Squares (2SLS). Data yang digunakan adalah data
time series tahun 1969-2000. Seluruh variabel dalam model diuji melalui uji statistik yang
meliputi uji signifikansi dengan tingkat signifikansi 20 persen, uji statistik F, uji statistik t
dan uji autokorelasi Durbin-h. Program piranti lunak (software) utama yang digunakan
adalah Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 6.12. Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia diperoleh setelah dilakukan beberapa alternatif
spesifikasi model. Model ini terdiri dari 24 persamaan struktural dan 18 persamaan
identitas.
Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia yang dibangun untuk menganalisis
kinerja perekonomian Indonesia berhasil dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil estimasi
vi
yang logis dan mempunyai arti secara ekonomi. Hasil estimasi model juga memuaskan
secara statistik, terlihat dari nilai koefisien determinasi R2, besaran nilai statistik uji F,
nilai statistik t dan uji autokorelasi Durbin-h yang umumnya dipenuhi. Dengan demikian
model yang dibangun dapat dinyatakan cukup representatif dalam menggambarkan
fenomena makroekonomi dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan pengujian validasi
terhadap model dengan menggunakan metode Newton dan prosedur SIMNLIN, dapat
disimpulkan bahwa model ini dapat digunakan untuk aplikasi dalam bentuk simulasi
kebijakan dan perubahan faktor-faktor eksternal. Uji validasi meliputi RMSPE dan UTheil. Simulasi kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak berbagai alternatif
kebijakan terhadap kinerja perekonomian.
Hasil empiris menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri swasta dapat mendorong
peningkatan investasi. Kalau pinjaman luar negeri meningkat, maka ada kecenderungan
investasi swasta meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Sedangkan pinjaman
luar negeri pemerintah dipengaruhi oleh perbedaan tingkat suku bunga asing dan
domestik. Itu berarti aliran pinjaman asing akan meningkat ke perekonomian apabila
perbedaan tingkat suku bunga menurun. Peningkatan cadangan devisa dan PDB riil secara
teoritis seharusnya mengurangi pinjaman luar negeri. Akan tetapi ternyata kondisi
ekonomi semacam itu tidak terjadi di Indonesia.
Depresiasi nilai tukar riil yang disertai oleh penurunan cadangan devisa dapat
meningkatkan penanaman modal asing langsung karena adanya harapan akan menjadikan
nilai aset menjadi lebih tinggi, sehingga pihak asing tertarik untuk melakukan investasi.
Sedangkan kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap suku bunga domestik
ternyata meningkatkan permintaan akan pinjaman luar negeri swasta. Di lain pihak,
penurunan cadangan devisa meningkatkan pinjaman luar negeri swasta. Hal ini
menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya restriksi valuta asing dari defisit neraca
pembayaran yang dapat membahayakan transfer modal dan bunganya, ternyata tidak
relevan.
Pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis, peningkatan penerimaan
pemerintah ternyata dapat mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah dan dapat
meningkatkan PDB riil. Untuk itu kebijakan peningkatan penerimaan pemerintah dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan masih dapat dilakukan mengingat tax ratio di
Indonesia masih rendah (15%), yang secara normatif di negara lain dapat mencapai 30%.
Kebijakan perpajakan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengurangi utang luar
negeri pemerintah, yang dalam kurun waktu panjang, dapat meningkatkan pendapatan per
kapita penduduk.
Pada periode sebelum krisis, penurunan pinjaman luar negeri pemerintah ternyata
dapat meningkatkan efisiensi di sektor publik sehingga meningkatkan belanja pemerintah
dan kesenjangan fiskal yang dalam hal ini mendorong meningkatkan PDB riil. Akan
tetapi, hal ini tidak terjadi pada periode krisis.
Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga pada periode sebelum krisis
dapat meningkatkan investasi swasta, konsumsi swasta, kesenjangan fiskal dan
kesenjangan valuta asing yang membawa peningkatan PDB riil. Namun hal ini tidak
terjadi pada periode krisis.
Pada periode sebelum krisis, kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk
kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan pinjaman luar
negeri pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta,
penurunan tingkat suku bunga, peningkatan cadangan devisa dan peningkatan jumlah
vii
uang beredar, memberi dampak meningkatkan kesenjangan fiskal, akan tetapi
menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta,
konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah meningkat, yang kesemuanya berdampak
meningkatkan PDB riil.
Pada periode krisis, kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan
fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan perubahan obligasi
pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta dan
peningkatan jumlah uang beredar, ternyata berdampak menurunkan kesenjangan
tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Akan tetapi kombinasi
kebijakan fiskal dan moneter tersebut dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi
swasta, yang berdampak meningkatkan PDB riil.
Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa defisit pada kesenjangan
tabungan tetap dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sepanjang terjadinya
peningkatan investasi swasta yang antara lain dibiayai oleh aliran dana asing dalam
bentuk penanaman modal asing langsung dan pinjaman luar negeri. Tetapi mengingat
bahwa akumulasi pinjaman luar negeri swasta telah menjadi salah satu sebab terjadinya
krisis ekonomi Asia tahun 1997, maka kebijakan yang lebih penting adalah mendorong
investasi asing langsung (foreign direct investment) berjangka panjang. Ada bukti
menunjukkan bahwa walaupun kebijakan suku bunga uang dari bank sentral diturunkan,
tidak serta merta dapat memperbaiki suku bunga uang di sektor riil. Untuk itu, peran
intermediasi perbankan harus ditingkatkan, mengingat perbankan masih sumber
pembiayaan utama dalam masyarakat tetapi sampai saat ini mengalami spread yang
tinggi terutama setelah terjadi krisis ekonomi Asia tahun 1997.
Pada sektor publik, karena terdapat defisit dalam kesenjangan fiskal, maka di
samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, pemerintah
perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengeluarannya. Efisiensi ini diharapkan
akan mengurangi pelemahan kekuatan fiskal yang diakibatkan oleh karena terjadinya
defisit.
Pada sektor luar negeri, makin tinggi kesenjangan valuta asing, maka makin
tinggi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada akun modal (capital account), aliran dana
asing ke sektor swasta dalam bentuk investasi asing dan pinjaman asing dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi sebaliknya, justru penurunan pinjaman
luar negeri pemerintah dapat mengefisienkan sektor publik dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mengurangi pinjaman
luar negerinya untuk mengurangi beban bunga. Kebijakan tersebut perlu dilakukan
sekaligus dengan pengelolaan utang dalam negeri pemerintah yang juga meningkat.
Dengan demikian, pemerintah akan menjadi lebih mampu mengelola pengeluarannya
secara lebih efisien dan lebih tepat sasaran.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB.
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP
KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU
APLIKASI MODEL MAKROEKONOMI THREE-GAP
RATNAWATI PRAYOGI
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec.
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS
Dr. Ir. Hedi Muhamad Idris
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN
INDONESIA: SUATU APLIKASI MODEL
MAKROEKONOMI THREE-GAP
JudulDisertasi
Nama Mahasiswa RatnawatiPraYogi
Nomor Pokok
965004
ProgramStudi
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
/,2{^2,4
-'r--r--/
.r,1 6
-2,.o-
Prof. Dr. Ir. Maneara Tambunan.M.Sc.
Ketua
Prof. Dr. Ir. BonarM. Sinaga.MA
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua ProgramStudi
Ilmu Ekonomi Pertanian
f,"
/t/,u -
6ffi0
/--
Prof.Dr. Ir. BonarM. Sinaea.MA
TanggalUjian : 29 Desember2003
t"jfr"ijs
TanggalLulus :
g I JAN?012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Dalam kesempatan ini
penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya yang luar biasa, untuk membimbing dan
mengarahkan penulis serta mempercanggih disertasi ini dengan pengetahuannya yang
sangat luas.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai anggota komisi pembimbing, yang tanpa
kenal lelah serta dengan tulus dan ikhlas telah membimbing dan memberikan arahanarahan akademik secara komprehensif baik teoritis maupun dalam aplikasi, sehingga
sangat membantu penulis dalam membangun model ekonomi dalam penelitian ini.
Arahan-arahan beliau sangat membantu penulis dalam menyusun disertasi ini dengan
baik. Penulis sangat menyadari atas pengorbanan waktunya yang sangat berharga di
sela-sela kesibukannya yang terus menerus untuk secara konsisten membimbing
penulis secara intensif, sejak awal penelitian sampai terselesaikannya disertasi ini.
3. Prof. Dr. Ir. H. Kuntjoro sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan
waktunya yang sangat berharga untuk secara konsisten membantu kami dalam
menyempurnakan penulisan disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada:
1. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor, atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program
Doktor di IPB.
xiii
2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. (penguji ujian tertutup), Dr. Ir. Anny Ratnawati,
MS (penguji ujian terbuka) dan Dr. Ir. Hedi Muhamad Idris (penguji ujian terbuka)
yang di sela-sela kesibukannya yang padat telah bersedia sebagai penguji ujian doktor
dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga.
3. Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. yang pada tahun 1996 yang lalu berkenan
merekomendasikan kami untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan doktor
di IPB dan memberikan perhatian penuh selama masa pendidikan kami sampai kami
meraih gelar Doktor.
4. Gereja St. Yoseph di Matraman Raya Jakarta Timur atas dukungannya kepada kami.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang sangat khusus penulis sampaikan kepada
almarhum ayahanda penulis Drs. Tantra Wijana dan kepada ibunda penulis Mardiani
Rahardja, terutama kepada Ibunda yang selalu mendoakan keberhasilan kami, selalu
mendukung dan membantu kami secara moril dan materil dengan kasih sayang
seutuhnya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada almarhum ayahanda mertua dan
kepada ibunda mertua yang baik, yang selalu mendukung dan mendoakan kami.
Akhirnya, kepada suami yang terkasih Ir. Nurdi Prayogi, MM, yang secara
konsisten memberikan dorongan, semangat dan dukungan yang luar biasa dengan
sepenuh hati tanpa kenal lelah, penulis sampaikan secara khusus ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya. Semoga segala upaya dan doa yang tulus membuahkan hal-hal
yang baik dan bermanfaat bagi bangsa, negara dan sesama.
Bogor, 2 April 2010
Ratnawati Prayogi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1962, merupakan
anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan suami istri Drs. Tantra Wijana
dan Mardiani Rahardja, menikah dengan Ir. Nurdi Prayogi, MM.
Penulis lulus SMA Fons Vitae Marsudirini Jakarta pada tahun 1981 dan
lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Katholik Atma Jaya Jakarta pada tahun
1986. Pada tahun 1991, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi
Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) konsentrasi Akuntansi
Manajemen, lulus pada tahun 1993. Lalu pada tahun 1996, penulis memperoleh
kesempatan untuk melanjutkan lagi pendidikan pada Program Doktor, Program
Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis pernah berkarir selama 10 tahun di bidang akuntansi dan keuangan
pada berbagai industri, yaitu industri properti (perumahan di Jakarta Selatan),
industri jasa (Rumah Sakit Mitra Keluarga milik PT. Kalbe Farma Tbk.) dan
industri manufaktur (Cadbury Indonesia). Setelah lulus dari MM-UI tahun 1993,
penulis berkarir di bidang pendidikan. Penulis pernah bekerja sebagai pengelola
Program Pascasarjana Universitas Tarumanagara Jakarta selama dua kali masa
jabatan. Sampai saat ini penulis masih berprofesi sebagai Peneliti dan Pengajar di
Bidang Ekonomi, sekaligus sebagai Pemerhati bidang Keorganisasian, Pemerhati
Fenomena Natural, Parapsikologi dan Hubungan antar Manusia.
To Commemorate
WILLIAM SOERYADJAYA
December 20th, 1922 – April 02nd, 2010
Tarumanagara Foundation
Jakarta
This Is a Work of Art
Pietà
Pietà (1497-1500, Saint Peter’s Basilica, Vatican City), created by
Michelangelo in his early 20s,
depicts Mary as a young
woman holding the dead Christ in her arms. It is a remarkable
technical piece; the flesh under Christ’s shoulder just above
Mary’s right hand seems to be soft and pliable. It is also a work of
great beauty, capable of eliciting a deeply emotional response in
the viewer.
Araldo de Luca/Corbis
Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation.
All rights reserved.
Done with Dignity
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xx
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxiv
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................
8
II. TINJAUAN PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KAITAN
DENGAN TIGA KESENJANGAN DALAM MAKROEKONOMI
11
2.1. Perkembangan Ekonomi Indonesia ..............................................
11
2.2. Tiga Kesenjangan dalam Perekonomian Indonesia ......................
16
2.2.1. Kesenjangan Tabungan ......................................................
20
2.2.2. Kesenjangan Fiskal ............................................................
22
2.2.3. Kesenjangan Valuta Asing ................................................
29
2.3. Perkembangan Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia .........
35
2.3.1. Jumlah Uang Beredar dan Obligasi Pemerintah ................
37
2.3.2. Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments .........
39
2.3.3. Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman
Luar Negeri Swasta ............................................................
40
2.4. Tiga Kesenjangan dalam Kaitan dengan Binding Constraints
Dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia .....................................
42
2.5. Kekuatan Analisis Tiga Kesenjangan untuk Memahami
Perekonomian Indonesia ...............................................................
52
2.6. Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia pada Periode Analisis ...
56
III. TINJAUAN TEORI DAN BEBERAPA MODEL THREE-GAP ...
61
3.1. Tinjauan Teori Three-Gap ............................................................
61
3.2. Tinjauan Beberapa Model Three-Gap ..........................................
67
3.2.1. Model Three-Gap Bacha ...................................................
72
xviii
3.2.2. Model Three-Gap Taylor ...................................................
79
3.2.3. Model Three-Gap Solimano ..............................................
89
3.2.4. Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor
dan Solimano .....................................................................
99
3.2.5. Tinjauan Kritis atas Model-Model Three-Gap Bacha,
Taylor dan Solimano .......................................................... 102
3.2.6. Model Three-Gap Iqbal ..................................................... 105
IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 111
4.1. Kerangka Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ............... 111
4.2. Spesifikasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ............. 116
4.2.1. Blok Sektor Swasta ............................................................ 117
4.2.2. Blok Sektor Publik ............................................................. 119
4.2.3. Blok Luar Negeri ............................................................... 123
4.2.4. Blok Moneter ..................................................................... 131
4.2.5. Blok Indikator Ekonomi .................................................... 133
4.2.6. Blok Kinerja Ekonomi ....................................................... 136
4.3. Identifikasi Model ......................................................................... 136
4.4. Metode Estimasi Model ................................................................ 138
4.5. Validasi Model .............................................................................. 140
4.6. Simulasi Model ............................................................................. 141
4.6.1. Penentuan Variabel-Variabel yang Disimulasikan ............ 143
4.6.2. Simulasi Kebijakan dan Perubahan Faktor-Faktor
Eksternal ............................................................................ 151
4.7. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 154
V. ANALISIS PERILAKU MODEL MAKROEKONOMI
THREE-GAP INDONESIA ............................................................... 155
5.1. Gambaran Umum Hasil Estimasi Model Makroekonomi
Three-Gap Indonesia .................................................................... 155
5.2. Analisis Perilaku Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia .... 156
5.2.1. Respon Blok Sektor Swasta ............................................... 156
5.2.2. Respon Blok Sektor Publik ................................................ 160
5.2.3. Respon Blok Luar Negeri .................................................. 164
xix
5.2.4. Respon Blok Moneter ........................................................ 172
5.2.5. Respon Blok Indikator Ekonomi ....................................... 173
VI. DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER
DAN PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA .......... 177
6.1. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ................. 177
6.2. Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Perubahan
Faktor-Faktor Eksternal terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia . 180
6.2.1. Dampak Peningkatan Penerimaan Pemerintah sebesar
15 Persen ............................................................................ 181
6.2.2. Dampak Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah
Sebesar 15 Persen .............................................................. 183
6.2.3. Dampak Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah
Sebesar 15 Persen .............................................................. 185
6.2.4. Dampak Peningkatan Tabungan Swasta sebesar 15 Persen.. 188
6.2.5. Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga sebesar 15 Persen 190
6.2.6. Dampak Peningkatan Cadangan Devisa sebesar 15 Persen
192
6.2.7. Dampak Peningkatan Jumlah Uang Beredar sebesar
15 Persen ............................................................................ 194
6.2.8. Dampak Penurunan Capital Flight sebesar 15 Persen ...... 196
6.2.9. Dampak Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia
Sebesar 15 Persen .............................................................. 198
6.2.10.Dampak Depresiasi Nilai Tukar Riil sebesar 15 Persen .... 200
6.2.11.Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter
Secara Simultan ................................................................. 203
6.2.12.Evaluasi Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan
Moneter terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia ......... 209
VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 217
7.1. Simpulan ....................................................................................... 217
7.2. Saran Kebijakan ............................................................................ 222
7.3. Saran Penelitian Lanjutan ............................................................. 224
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 225
LAMPIRAN ........................................................................................ 230
xx
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
Perkembangan Three-Gap pada Perekonomian Indonesia
dalam Persentase Produk Domestik Bruto, Tahun 1969-2000 ............
17
Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total
Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000 ........................................
24
Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total
Pengeluaran, Tahun 1969-2000 ...........................................................
26
Perbandingan Ekspor Non-Migas dan Ekspor Migas Indonesia
dalam Persentase Total Ekspor, Tahun 1969-2000 .............................
32
Komposisi Impor Indonesia dalam Persentase Total Impor,
Tahun 1969-2000 .................................................................................
34
Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia dalam Persentase
Produk Domestik Bruto Nominal, Tahun 1969-2000 .........................
36
Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala
Gap Tabungan, Gap Kapasitas Penuh dan Gap Valuta Asing .............
44
Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala
Gap Tabungan, Gap Valuta Asing dan Gap Fiskal .............................
46
Parameter Estimasi Fungsi Investasi dengan Kendala Three-Gap
pada Perekonomian Indonesia .............................................................
50
Ringkasan Hasil Penelitian tentang Kendala Pertumbuhan Ekonomi
di Negara-Negara Sedang Berkembang, Tahun 1962-1998 ................
53
11.
Awal Krisis Ekonomi Indonesia Tahun 1997 .....................................
57
12.
Neraca Identitas dalam Model Bacha ..................................................
73
13.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Bacha ..........
76
14.
Lambang dan Definisi dalam Model Bacha ........................................
78
15.
Neraca Identitas dalam Model Taylor .................................................
80
16.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Taylor ..........
84
17.
Lambang dan Definisi dalam Model Taylor .......................................
88
18.
Neraca Identitas dalam Model Solimano ............................................
90
19.
Lambang dan Definisi dalam Model Solimano ...................................
94
20.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Solimano .....
95
21.
Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano 100
22.
Persamaan-Persamaan Model Naive Three-Gap ................................. 144
23.
Notasi dan Definisi Model Naive Three-Gap ...................................... 145
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
xxi
24.
Ekspektasi Dampak Simulasi terhadap Variabel-Variabel Tujuan ..... 147
25.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tabungan Swasta Tahun
1969-2000 ............................................................................................ 157
26.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Swasta Tahun
1969-2000 ............................................................................................ 158
27.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Swasta Tahun
1969-2000 ............................................................................................ 159
28.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Pemerintah dan
Konsumsi Pemerintah Tahun 1969-2000 ............................................ 161
29.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Pajak Langsung
dan Pajak Tak Langsung Tahun 1969-2000 ........................................ 162
30.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Non-Pajak dan
Pajak Perdagangan Internasional Tahun 1969-2000 ........................... 163
31.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor Barang dan Ekspor
Jasa Tahun 1969-2000 ......................................................................... 165
32.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor Barang dan Impor
Jasa Tahun 1969-2000 ......................................................................... 167
33.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah, Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman
Luar Negeri Swasta Tahun 1969-2000 ................................................ 169
34.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Uang Beredar dan
Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Tahun 1969-2000 ....... 173
35.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar
Riil dan Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1969-2000 ..... 174
36.
Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun
1990-1996 ............................................................................................ 178
37.
Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun
1997-2000 ............................................................................................ 179
38.
Hasil Simulasi Peningkatan Penerimaan Pemerintah (TD,TI,TT)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 182
39.
Hasil Simulasi Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah (DGB)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 184
40.
Hasil Simulasi Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (FG)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 186
41.
Hasil Simulasi Peningkatan Tabungan Swasta (SP) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ....................................................... 189
42.
Hasil Simulasi Penurunan Tingkat Suku Bunga SBI (IR) sebesar
15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 .............................................. 191
xxii
43.
Hasil Simulasi Peningkatan Cadangan Devisa (R) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ....................................................... 193
44.
Hasil Simulasi Peningkatan Jumlah Uang Beredar (MS) sebesar
15%, 1990-1996 dan 1997-2000 ......................................................... 195
45.
Hasil Simulasi Penurunan Capital Flight (KF) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ...................................................... 197
46.
Hasil Simulasi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia (GASIA)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ................................. 199
47.
Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar Riil (RER) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000 ....................................................... 201
48.
Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1990-1996 ........... 204
49.
Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1997-2000 ........... 205
50.
Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter, Tahun
1990-1996 dan 1997-2000 ................................................................... 208
51.
Rekapitulasi Evaluasi Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter
terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia, Tahun 1990-1996 ........... 210
52.
Rekapitulasi Evaluasi Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter
terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia, Tahun 1996-2000 ........... 211
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1969-2000 .........................
15
2.
Three-Gap pada Perekonomian Indonesia ..........................................
19
3.
Keseimbangan Sumberdaya Sektor Swasta Indonesia, Tahun
1969-2000 ............................................................................................
21
4.
Sumberdaya Sektor Publik di Indonesia, Tahun 1969-2000 ...............
23
5.
Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total
Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000 ........................................
27
Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total
Pengeluaran, Tahun 1969-2000 ...........................................................
27
Perbandingan antara Konsumsi Pemerintah dengan Investasi
Pemerintah, Tahun 1969-2000 ............................................................
28
8.
Keseimbangan Neraca Perdagangan Indonesia, Tahun 1969-2000 .....
30
9.
Perbandingan Ekspor Non-Migas dan Migas Indonesia,
Tahun 1969-2000..................................................................................
31
10.
Komponen Agregat Impor Indonesia, Tahun 1969-2000 ....................
33
11.
Obligasi Pemerintah dan Jumlah Uang Beredar, Tahun 1969-2000 ....
38
12.
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments, Tahun 19692000 .....................................................................................................
39
Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri
Swasta, Tahun 1969-2000 ...................................................................
41
Pendapatan dan Pengeluaran Institusi-Institusi dalam suatu
Perekonomian Terbuka ........................................................................
69
15.
Pembiayaan Sektor Publik yang Defisit ..............................................
70
16.
Enam Kemungkinan Kombinasi Three-Gap dalam suatu
Perekonomian Terbuka ........................................................................
71
6.
7.
13.
14.
17.
Diagram Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia ....................... 113
18.
Kurva I p −I g dan Variabel Kebijakan X, NF p , NF g , NSS p , C g ........... 148
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Konsep Model Makroekonomi Two-Gap ............................................ 231
2.
Data yang Digunakan dalam Analisis Model Makroekonomi
Three-Gap Indonesia Tahun 1969-2000 atas dasar Indeks
Deflator PDB (P) Tahun Dasar 1990 ................................................... 240
3.
Definisi Operasional Variabel Endogen dan Eksogen ........................ 246
4.
Program Komputer Estimasi Parameter Model Makroekonomi
Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12
Prosedur SYSLIN Metode 2SLS ......................................................... 250
5.
Hasil Estimasi Parameter Model Makroekonomi Three-Gap
Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur
SYSLIN Metode 2SLS ........................................................................ 253
6.
Program Komputer Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS
Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data ...................................................... 265
7.
Hasil Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12
Prosedur Autoreg Data ........................................................................ 266
8.
Program Komputer Validasi Model Makroekonomi Three-Gap
Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur
SIMNLIN Metode Newton ................................................................. 290
9.
Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia,
Tahun 1990-1996 dan Tahun 1997-2000 Menggunakan
SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton ................ 297
10.
Program Komputer Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan
Moneter Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12
Prosedur SIMNLIN Metode Newton .................................................. 305
11.
Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Tahun
1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur
SIMNLIN Metode Newton .................................................................. 312
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami
perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan
melakukan kebijakan deregulasi. Telah disadari pula pentingnya perubahanperubahan yang terjadi dalam perekonomian dunia, sehingga pemerintah
mempersiapkan negara untuk sebuah orde baru dalam perekonomian. Pemerintah
Indonesia merangkul globalisasi sebagai sebuah paradigma dasar yang menuntun
kebijakan ekonomi masa depan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, lemahnya fundamental ekonomi, baik
secara makro maupun mikro, telah membuat perekonomian Indonesia rentan
terhadap contagion effect, sehingga gejolak nilai tukar bath Thailand pada
pertengahan tahun 1997 dengan mudah menulari nilai tukar rupiah atas mata uang
asing terutama terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Jatuhnya nilai
mata uang rupiah yang diikuti dengan peningkatan inflasi, lalu dengan cepat
menyeret Indonesia ke dalam krisis ekonomi. Selanjutnya, perekonomian
Indonesia berbalik sangat cepat dari pertumbuhan yang tinggi menjadi kontraksi
ekonomi hanya dalam waktu beberapa bulan. Kemudian terjadi pula pelarian
modal yang sangat besar, serta peningkatan pengangguran yang sangat tinggi.
Dampak langsung dari krisis ekonomi adalah peningkatan harga-harga
yang sangat dramatis. Biaya hidup meningkat sangat cepat, sehingga
menimbulkan peningkatan jumlah masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinan. Menurut hasil studi Levinshon (1999), dampak kenaikan harga
terhadap biaya hidup penduduk miskin rata-rata mencapai 130%. Namun
2
demikian, dalam studi tersebut Levinshon menemukan bahwa pada periode
September 1997 sampai dengan Oktober 1998, terdapat kelompok-kelompok
masyarakat yang mendapat peningkatan pendapatan sebagai akibat dari
peningkatan harga mata uang asing, yaitu kelompok masyarakat yang
menghasilkan barang dan jasa yang secara langsung dapat diekspor, serta
kelompok masyarakat yang dapat secara cepat mengalihkan aset-asetnya ke dalam
denominasi mata uang asing (dollar AS).
Dalam bidang ekonomi, krisis telah mengakibatkan neraca pembayaran
memburuk secara drastis. Seluruh investor asing maupun domestik, secara tibatiba menarik investasinya dari perekonomian Indonesia, sehingga terjadi capital
flight yang sangat besar dalam waktu singkat. Radelet & Sachs (1998)
mengatakan bahwa ketidakseimbangan dalam neraca transaksi modal mempunyai
dampak yang lebih kuat dalam mendorong defisit neraca pembayaran
dibandingkan dengan ketidakseimbangan dalam neraca transaksi berjalan, yang
pada akhirnya mendorong depresiasi mata uang rupiah menjadi lebih dalam.
Menurut McLeod (1998), besarnya dampak kejatuhan nilai rupiah
terhadap sektor riil, banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang tidak
tepat (counterproductive) terhadap shock yang terjadi. Hal tersebut terjadi dengan
mekanisme berikut: Jatuhnya nilai rupiah, ternyata tidak mendorong ekspor
seperti yang diperkirakan. Hal ini karena banyak industri pengekspor yang bahan
bakunya sangat tergantung dari bahan baku impor. Turunnya nilai rupiah, secara
langsung justru memotong nilai asset perusahaan swasta akibat meningkatnya
nilai pinjaman luar negeri yang didominasi mata uang asing (dollar AS). Hal ini
3
mengakibatkan perusahaan swasta melakukan penundaan terhadap rencana
investasi, dan masyarakat mengurangi konsumsi.
Menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 1997 tersebut dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi
permintaan,
melambatnya
pertumbuhan
ekonomi
terutama
berasal
dari
melemahnya permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan
investasi swasta. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi yang melambat
bersumber dari melemahnya kegiatan perekonomian, baik di sektor non-migas
maupun sektor migas.
Krisis nilai tukar rupiah selanjutnya memporakporandakan sendi-sendi
perekonomian nasional, sehingga banyak perusahaan yang dilikuidasi. Sedangkan
perusahaan yang masih beroperasi cenderung berproduksi jauh di bawah kapasitas
terpasang. Hal ini telah menyebabkan kesempatan kerja semakin sempit dan
tingkat pengangguran pun semakin tinggi. Depresiasi nilai tukar rupiah yang
demikian besar ditambah dengan rawannya keamanan, lalu menyebabkan
terjadinya krisis kepercayaan di kalangan investor asing. Hal ini mengakibatkan
investasi portofolio mengalir ke luar dari Indonesia, dan investasi langsung juga
mengalami penurunan tajam.
Krisis kepercayaan juga menulari para kreditur asing, menyebabkan
mereka tidak bersedia melakukan roll-over terhadap hutang luar negeri swasta
yang telah jatuh tempo dan enggan memberikan pinjaman baru, sehingga arus
keluar modal (capital outflow) meningkat tajam menjadi US$10.9 miliar pada
tahun 1997/1998. Dalam tahun yang sama, capital inflow berupa investasi asing
4
langsung adalah US$1.8 miliar, sehingga lalu lintas modal bersih swasta
mengalami defisit sebesar US$9.1 miliar.
Langkah yang ditempuh pemerintah dalam mengatasi krisis adalah
mengundang International Monetary Fund (IMF). Bantuan IMF terdiri dari tiga
bentuk mekanisme (Radelet and Sachs, 1998).
Pertama, bantuan dana untuk
cadangan Bank Indonesia agar dapat menjamin pembayaran hutang luar negeri
Indonesia. Kedua, bantuan dana untuk tambahan modal Bank Indonesia dalam
rangka mendukung kebijakan melaksanakan intervensi di pasar uang sebagai
usaha stabilisasi mata uang rupiah. Ketiga, bantuan keahlian yang diharapkan
dapat meningkatkan kepercayaan donor dan investor. Hal ini penting karena IMF
sering dijadikan acuan oleh investor asing dan negara serta institusi donor,
sehingga kesepakatan yang telah dicapai (oleh IMF dan pemerintah Indonesia)
merupakan sinyal bagi investor asing untuk kembali menanamkan modalnya di
Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Program-program Bank Dunia dan IMF di negara-negara sedang
berkembang terutama fokus pada pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi
serta memperoleh balance of payment yang surplus dan penciptaan lapangan kerja
yang luas. Dalam mencapai empat tujuan di atas secara simultan, seringkali
mengalami
keterbatasan
karena
adanya
berbagai
perubahan
dan
ketidakseimbangan internal dan eksternal dalam perekonomian.
Pada tahun 1970an dan 1980an, para ekonom percaya bahwa peningkatan
ketidakseimbangan internal dan eksternal terutama disebabkan oleh faktor-faktor
domestik
dan
asing
seperti
akumulasi
hutang,
beban
debt-service,
5
ketidakseimbangan fiskal, crowding out investasi swasta, capital flight,
goncangan terms of trade, perubahan tingkat suku bunga asing, dan penurunan
aktivitas di negara-negara maju (White, 1992 dalam Iqbal, 1996). Oleh karena itu
perlu dibangun suatu metodologi yang memasukkan faktor-faktor tersebut untuk
menganalisis keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal dalam suatu
perekonomian.
Program-program bantuan IMF kepada Indonesia dalam mengatasi krisis
ekonomi 1997, juga disertai prasyarat berupa rekomendasi strategi dan kebijakan
program stabilisasi
yang pada dasarnya tetap memperhatikan
masalah
keseimbangan internal dan eksternal. Karena itu masalah keseimbangan internal
dan eksternal pada perekonomian Indonesia serta kebijakan fiskal dan moneter
dalam penelitian ini akan dianalisis pada periode sebelum krisis ekonomi Asia
tahun 1997 dan pada periode krisis ekonomi. Tahun 1997-2000 merupakan
periode krisis ekonomi sebelum menuju periode transisi ekonomi tahun 20012005 (Haryanto, 2007).
Secara ringkas, permasalahan dalam penelitian ini adalah menyelidiki
mengenai ketidakseimbangan internal: yakni faktor besaran tabungan dan
investasi dalam negeri yang berpengaruh terhadap penerimaan dan pengeluaran.
Sedangkan keseimbangan eksternal menyangkut perdagangan mencakup impor
dan ekspor. Secara khusus, fokus masalah pada tiga ketidakseimbangan tersebut.
Dewasa ini pola pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat ditopang oleh kekuatan
konsumsi dan fiskal pemerintah, sedangkan kekuatan investasi seharusnya dapat
diperkuat dari mobilisasi tabungan sehingga pertumbuhan ekonomi secara
6
seimbang tidak bertumpu pada konsumsi tetapi dapat bersumber dari investasi,
fiskal pemerintah dan perdagangan.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang berawal dari krisis nilai
tukar rupiah pada semester kedua tahun 1997 tersebut ternyata telah
mengakibatkan makin melebarnya ketidakseimbangan internal dan eksternal
dalam perekonomian. Tabungan dalam negeri tidak efektif dapat menjadi sumber
investasi yang dominan. Maka diperlukan suatu analisis mengenai dampak dari
ketidakseimbangan internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, pengukuran
keseimbangan internal menggunakan analisis kesenjangan tabungan dan
kesenjangan fiskal, sedangkan pengukuran keseimbangan eksternal diambil dari
indikator kesenjangan neraca perdagangan. Salah satu model pilihan adalah
menggunakan three-gap analysis.
Dilihat dari kacamata three-gap, krisis ekonomi Indonesia 1997
menyebabkan makin kecilnya (jika surplus) atau makin dalamnya (jika defisit)
kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing
(perdagangan). Data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik menunjukkan
bahwa kesenjangan tabungan di Indonesia dari rata-rata positif 9.5% pada tahun
1969-1996 menjadi −3.4% pada tahun 1997-2000. Kesenjangan valuta asing dari
rata-rata 17.6% pada tahun 1969-1996 menjadi rata-rata 3.1% pada tahun 19972000. Sedangkan untuk kesenjangan fiskal, rata-rata −1.7%. Three-gap dalam
perekonomian Indonesia selama tahun 1969-2000, secara lebih terperinci dapat
dilihat pada Tabel 1 dalam Bab II.
Memperhatikan ketidakseimbangan dalam perekonomian Indonesia, maka
diperlukan analisis lebih lanjut untuk mempelajari kesenjangan-kesenjangan
7
tersebut. Dengan memperhatikan bahwa semenjak masa krisis Asia 1997, ternyata
kesenjangan fiskal makin defisit, namun kesenjangan valuta asing masih positif
tapi menurun. Defisit fiskal semakin besar karena ketidakmampuan sektor
perpajakan ketika pendapatan per kapita menurun. Maka analisis three-gap dapat
digunakan sebagai dasar untuk mempelajari alternatif kebijakan makroekonomi
yang sebaiknya diterapkan dalam perekonomian Indonesia, baik pada masa
sebelum krisis, pada masa krisis ekonomi serta untuk perekonomian ke depan
setelah masa krisis dan transisi ekonomi. Dalam penelitian ini, periode tahun
1990-1996 merupakan periode normal, sedangkan tahun 1997-2000 merupakan
periode krisis ekonomi di Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak
kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Memperhatikan bahwa dalam perekonomian terdapat kesenjangan internal
(kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal) dan kesenjangan eksternal
(kesenjangan valuta asing), maka dibuat suatu model makroekonomi yang
memperlakukan tiga kesenjangan tersebut sebagai variabel endogen. Kesenjangan
tabungan merupakan kesenjangan sumberdaya sektor swasta, yakni selisih antara
tabungan dengan investasi. Kesenjangan fiskal adalah selisih antara penerimaan
dengan pengeluaran pemerintah, sedangkan kesenjangan valuta asing adalah
selisih antara ekspor dengan impor.
Simulasi historis dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan faktorfaktor eksternal, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter Indonesia pada periode
sebelum krisis ekonomi Asia 1997 dan pada periode krisis ekonomi. Hasil
8
simulasi dapat memberi dampak positif atau negatif pada variabel tujuan, yaitu
variabel yang dianggap mewakili kinerja perekonomian. Secara khusus, tujuan
penelitian ini adalah sbb.:
1. Membangun
Model
Makroekonomi
Three-Gap
Indonesia
dengan
mengintegrasikan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan
valuta asing.
2. Melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian
Indonesia
termasuk
kesenjangan
tabungan,
kesenjangan
fiskal
dan
kesenjangan valuta asing.
3. Melakukan analisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja
perekonomian Indonesia pada periode sebelum krisis ekonomi (tahun 19901996) dan pada periode krisis ekonomi (tahun 1997-2000).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa
pemahaman terhadap permasalahan ekonomi Indonesia, termasuk analisis atas
kebijakan pada periode sebelum dan pada periode krisis ekonomi. Hasil analisis
diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan ekonomi
Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Model makroekonomi three-gap Indonesia menitikberatkan dari sisi
permintaan agregat (pendekatan sisi pengeluaran) yang meliputi bidang fiskal dan
bidang moneter. Kebijakan bidang fiskal meliputi penerimaan pemerintah
termasuk surat berharga government bonds (obligasi pemerintah) dan pinjaman
luar negeri pemerintah. Di bidang moneter mengambil variabel tabungan, money
9
supply (jumlah uang beredar), tingkat suku bunga dan cadangan devisa. Semua
kebijakan makroekonomi fiskal dan moneter akan diaudisi menggunakan model
makroekonomi three-gap yang pada mulanya digunakan oleh Bacha (1990),
Taylor (1990, 1993), Solimano (1990), Iqbal (1996) dan Wang (1998).
Penelitian ini tidak mengupas lebih jauh sisi penawaran agregatnya (tidak
dilakukan pendekatan sisi produksi). Pertimbangan yang mendasarinya adalah
bahwa secara teoritis kedua pendekatan tersebut menghasilkan pendapatan
nasional yang sama. Di samping itu, kompleksnya sektor produksi serta kendala
ketersediaan data menyebabkan penelitian ini tidak melibatkan sisi penawaran
agregat secara terperinci. Dengan demikian, perhitungan produk domestik bruto
dalam penelitian ini dilihat dari sisi pengeluaran nasional yang terdiri dari
komponen konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan periode tahun
1969-2000. Tahun 1969 dipilih sebagai awal periode estimasi karena tahun 1969
adalah tahun dimulainya rencana pembangunan jangka panjang Indonesia yang
diawali dengan Pembangunan Lima Tahun I (Pelita I) pada rejim Orde Baru.
Dengan terjadinya krisis ekonomi yang dimulai dari krisis nilai tukar tahun
1997, struktur perekonomian Indonesia akan berubah menjadi struktur yang baru.
Tetapi untuk menyederhanakan alat analisis, maka periode tahun 1997-2000
dimasukkan dalam estimasi model penelitian agar dapat dilakukan simulasi
historis pada periode tersebut, dengan tujuan untuk menganalisis dampak
kebijakan fiskal dan moneter pada periode krisis. Dasar pemikirannya adalah
bahwa meskipun struktur perekonomian berubah karena krisis, tetapi terdapat
kontribusi dari permasalahan ekonomi yang lalu yang menyebabkan terjadinya
10
krisis tersebut. Periode sebelum krisis yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
tahun 1990-1996. Periode krisis adalah tahun 1997-2000.
II. TINJAUAN PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KAITAN
DENGAN TIGA KESENJANGAN DALAM MAKROEKONOMI
2.1. Perkembangan Ekonomi Indonesia
Pada dekade 1970an perekonomian Indonesia didominasi oleh sektor
perminyakan. Selama pertengahan dekade tujuh puluhan produksi minyak
Indonesia mencapai 1.3 juta barrel per hari. Perubahan dalam pasar minyak
berdampak sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Booming minyak yang
terjadi di seluruh dunia pada awal tahun 1970an menyebabkan inflasi dunia
meningkat dengan tajam. Rata-rata inflasi tahunan negara-negara Overseas
Economic Countries for Development (OECD) kurun waktu tahun 1970-1980
adalah 9%. Karena hasil perdagangan sangat berperan dalam produk domestik
bruto Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa pada masa itupun Indonesia telah
mulai mengimpor inflasi, karena perdagangan Indonesia didominasi oleh sektor
perminyakan. Maka kenaikan harga barang-barang impor diteruskan kepada
konsumen lokal yang pada akhirnya meningkatkan inflasi domestik (Booth and
McCawley, 1981 dalam Tambunan, 2002).
Pada tahun 1983, tim ekonomi Indonesia sudah menyadari keterbatasan
negara sebagai mesin tunggal pendorong kemakmuran ekonomi, sehingga sebagai
gantinya berusaha memanfaatkan gaya-gaya pasar sebagai sumber kekuatan baru.
Proses reformasi ekonomi dirancang untuk membuat perekonomian menjadi lebih
berorientasi pasar, terutama dalam pengalokasian dan pendistribusian sumber
daya finansial. Reformasi ini memberikan peran lebih besar bagi sektor swasta
dan kompetisi antar sektor. Keputusan itu berimplikasi pada perubahan aturan
main secara signifikan. Oleh karena itu, mulai disusun kerangka peraturan baru
12
agar berbagai sektor ekonomi bisa berkembang. Maka sejak tahun 1983 sampai
sebelum terjadinya krisis nilai tukar tahun 1997, dapat disebut sebagai periode
deregulasi di Indonesia. Reformasi berdampak sangat besar, termasuk terhadap
sistem perbankan dan dampaknya dalam mempercepat pertumbuhan. Namun
demikian ada beberapa masalah yang tidak dapat dihindari. Misalnya pada akhir
tahun 1984 terjadi peningkatan permintaan dalam pasar antar bank yang memicu
terjadinya peningkatan besar dalam suku bunga untuk pinjaman semalam
(overnight), sehingga Bank Indonesia membuka sebuah fasilitas kredit khusus dan
membatasi jumlah yang dapat dipinjam oleh bank-bank dalam pasar antar bank.
Lalu pada tahun 1986 terjadi reformasi keuangan dan shift to outward oriented
economy. Walaupun gerakan ini dilancarkan sebagai respon atas penurunan
kinerja ekonomi di Indonesia yang disebabkan oleh jatuhnya harga minyak
sampai menjadi US$10 per barrel, reformasi ini akhirnya terus dipertahankan
karena deregulasi dan debirokratisasi ternyata menggairahkan perekonomian.
Reformasi
keuangan
ditandai
dengan
keberhasilan
pemerintah
dalam
mengendalikan inflasi melalui pengendalian ketat terhadap pasokan uang,
pengendalian fiskal dan koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dengan bank
sentral negara lain. Ciri penting dari pelaksaan reformasi keuangan saat itu adalah
terjadinya devaluasi nilai tukar yang dirancang untuk meningkatkan ekspor nonmigas. Ternyata kebijakan devaluasi tersebut adalah kebijakan devaluasi
Indonesia yang terakhir. Sejak devaluasi tahun 1986, rupiah diatur sesuai dengan
sistem liberal “managed floating” (mengambang terkendali), dan tidak lagi
dilakukan kebijakan devaluasi (Tambunan, 2002).
13
Mulai tahun 1988, perekonomian Indonesia tumbuh pesat, yaitu rata-rata
di atas 5% per tahun. Akan tetapi, pada semester kedua tahun 1997, setelah
mengalami stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi serta
penurunan jumlah penduduk miskin yang sangat besar, perekonomian Indonesia
tiba-tiba mengalami krisis ekonomi yang sangat parah. Seperti yang telah
diketahui secara luas, krisis ekonomi Indonesia dipicu dari jatuhnya nilai mata
uang rupiah, sebagai lanjutan dari jatuhnya nilai mata uang baht di Thailand dan
ringgit di Malaysia. Walaupun indikator makroekonomi pada saat itu
menunjukkan kondisi yang cukup baik, namun jatuhnya nilai mata uang rupiah
kemudian ternyata menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia
(Tambunan, 2002).
Untuk meredam terjadinya gejolak rupiah, pada waktu itu Bank Indonesia
mengambil tindakan memperlebar spread kurs intervensi dari 8% menjadi 12%,
dan menyetop sementara pembelian Sertifikat Berjangka Pasar Uang (SBPU).
Sementara itu, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dinaikkan dengan
harapan akan memperkuat nilai tukar rupiah. Namun, karena nilai tukar rupiah
ternyata tetap melemah dan sempat menembus batas spread pada tanggal 14
Agustus 1997 (kurs rupiah mencapai Rp.2775 per dollar AS, yaitu lebih tinggi
dari batas intervensi Rp.2682), maka sejak itu Bank Indonesia melepas band
intervensinya dan kemudian beralih pada sistem free float exchange rate.
Penglepasan band intervensi oleh Bank Indonesia kemudian membuat nilai tukar
rupiah semakin bergejolak dan akhirnya terpuruk pada tingkat yang relatif sangat
rendah (Basri, 2002).
14
Dengan diberlakukannya sistem free float exchange rate tersebut, tidak
berarti bahwa nilai tukar rupiah secara mutlak ditentukan oleh mekanisme pasar.
Keinginan pemerintah untuk mengendalikan nilai tukar masih nampak dari
adanya pengetatan likuiditas perbankan. Peningkatan suku bunga SBI yang
disertai pengetatan likuiditas cukup membuat dunia usaha menjadi panik. Suku
bunga SBI berjangka waktu satu bulan sempat mencapai 30% per tahun pada
tanggal 19 Agustus 1997. Hal ini mengakibatkan suku bunga deposito berjangka
satu bulan melambung di atas 30%, dan akibatnya suku bunga kredit berada pada
kisaran 40% per tahun (Basri, 2002).
Tingginya tingkat suku bunga mengakibatkan sebagian besar dana
masyarakat dialihkan ke deposito berjangka waktu satu sampai tiga bulan. Hal ini
menjadikan sistem perbankan yang selama ini berperan penting dalam
pembiayaan jangka panjang menjadi kesulitan dalam menata kembali manajemen
yang selama ini sudah berlangsung. Keadaan tersebut menyebabkan sistem
perbankan pada umumnya mengalami kesulitan likuiditas. Pada gilirannya, hal itu
akan berpengaruh terhadap turunnya rentabilitas bank-bank tersebut. Bagi bankbank yang sudah fragile dengan berbagai persoalan mendasar, maka kesulitan
likuiditas akan memperparah keadaan. Besarnya kesulitan likuiditas perbankan
pada akhirnya telah menimbulkan krisis pada perbankan nasional, karena banyak
perbankan nasional melakukan mismatch financing, yakni memberikan pinjaman
jangka panjang ke perusahaan dengan dana yang berasal dari utang jangka
pendek. Ditambah lagi, banyak perbankan yang melanggar batas pinjaman yang
telah ditentukan (legal lending limit).
15
Krisis nilai tukar yang diikuti dengan krisis utang dan krisis perbankan,
akhirnya menurunkan kinerja perekonomian hingga mengalami depresi dan inflasi
yang tinggi. Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi
yakni dari pertumbuhan ekonomi 7.8% pada tahun sebelumnya menjadi hanya
tumbuh 4.7%. Pada tahun 1998, resesi ekonomi Indonesia sampai pada titik yang
paling rendah yakni dengan pertumbuhan ekonomi –13.7% (Gambar 1).
Pertumbuhan Ekonomi (%)
10.0
5.0
0.0
-5.0
-10.0
-15.0
Ta h u n
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1969-2000
Kontraksi ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada tahun 1998 adalah
yang terparah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yang terkena
krisis, tetapi pemulihannya relatif paling lambat. Sebagai contoh, kontraksi yang
dialami Korea Selatan pada tahun 1998 adalah −6.7%, tetapi pada tahun 1999
telah mampu tumbuh sebesar 10.7%. Malaysia yang mengalami kontraksi −7.4%
telah tumbuh 5.7% pada tahun 1999, dan Thailand dari −10.2% pada tahun 1998
menjadi 3.3% pada tahun 1999. Sedangkan Indonesia yang kontraksinya paling
parah, yaitu −13.2%, ternyata baru mampu tumbuh sebesar 0.79% pada tahun
1999 (Abdelal, 2001).
16
Selanjutnya, sesuai dengan tema penelitian, maka dalam sub-bab di bawah
ini dipaparkan secara singkat perkembangan perekonomian Indonesia yang
dikaitkan dengan ketiga kesenjangan, yaitu kesenjangan tabungan, kesenjangan
fiskal dan kesenjangan valuta asing. Periodesasi analisis dibagi menjadi dua
bagian, yaitu periode sebelum terjadinya krisis nilai tukar (yakni tahun 19691996) dan pada periode krisis ekonomi (yakni tahun 1997-2000). Pembagian dua
periode tersebut dimaksudkan untuk melakukan perbandingan melakukan
perbandingan perkembangan ketiga kesenjangan dalam perekonomian Indonesia
pada periode normal dan pada periode krisis.
2.2. Tiga Kesenjangan dalam Perekonomian Indonesia
Agar dapat menggunakan analisis tiga kesenjangan (three-gap), maka
institusi perekonomian dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga blok, yaitu blok
sektor swasta, blok sektor publik dan blok luar negeri, dimana blok tersebut
menampung variabel-variabel dalam neraca pembayaran, yaitu ekspor, impor dan
aliran dana asing. Pada model makroekonomi dalam penelitian ini terdapat dua
blok tambahan, yaitu blok moneter dan blok indikator ekonomi.
Hasil perkembangan three-gap di Indonesia seperti tersaji pada Tabel 1
didapat dengan mengolah data makroekonomi yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik. Pada sektor swasta, tabungan swasta (SP) didefinisikan sebagai total
tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah, sedangkan investasi swasta
(IP) didefinisikan sebagai jumlah dari pembentukan kapital bruto (gross fixed
capital formation) dan perubahan stok dari investasi.
Pada sektor publik, penerimaan pemerintah (T) adalah jumlah penerimaan
pajak langsung, pajak tak langsung, penerimaan non-pajak dan penerimaan dari
17
Tabel 1. Perkembangan Three-Gap pada Perekonomian Indonesia dalam
Persentase Produk Domestik Bruto, Tahun 1969-2000
Tahun
Keseimbangan Sumberdaya
Sektor Swasta (%)
Keseimbangan Sumberdaya
Sektor Publik (%)
Keseimbangan Transaksi
Berjalan (%)
SP
IP
(SP - IP)
T
G
(T – G)
X
M
(X - M)
1969
8.2
10.3
-2.1
9.0
12.3
-3.3
17.5
11.9
5.6
1970
13.0
3.4
9.6
10.3
14.0
-3.7
17.7
10.4
7.4
1971
15.1
4.1
11.0
11.3
13.1
-1.9
19.0
13.6
5.3
1972
20.6
4.6
16.0
13.0
15.0
-2.0
24.9
11.8
13.0
1973
20.5
3.2
17.2
14.7
16.6
-1.9
33.7
11.6
22.1
1974
22.5
4.2
18.4
16.4
17.8
-1.4
49.9
12.3
37.6
1975
20.1
0.5
19.6
17.7
21.0
-3.2
41.3
14.9
26.5
1976
19.5
3.1
16.4
18.8
22.6
-3.8
39.6
16.7
22.9
1977
22.9
4.5
18.4
18.9
21.8
-2.9
41.0
15.1
25.9
1978
21.1
10.8
10.3
18.8
20.9
-2.2
54.7
20.4
34.3
1979
27.8
12.6
15.2
20.9
23.1
-2.2
50.7
16.1
34.7
1980
30.2
11.0
19.3
22.5
25.2
-2.7
57.8
16.7
41.1
1981
26.7
15.1
11.6
22.6
24.0
-1.4
54.5
17.9
36.7
1982
20.2
13.6
6.7
20.8
22.0
-1.2
47.3
21.4
25.9
1983
22.3
13.8
8.5
19.6
22.0
-2.4
50.3
23.7
26.6
1984
23.5
13.0
10.5
18.5
19.3
-0.8
47.5
19.2
28.3
1985
22.8
10.4
12.4
20.3
22.6
-2.2
37.4
15.1
22.3
1986
26.5
6.0
20.5
16.8
21.1
-4.3
39.9
21.5
18.4
1987
33.9
11.1
22.9
18.2
19.6
-1.5
37.0
26.5
10.5
1988
32.3
10.5
21.8
16.2
18.6
-2.4
32.7
24.6
8.2
1989
22.5
21.6
0.9
17.2
18.3
-1.1
32.6
23.5
9.1
1990
21.5
25.9
-4.3
20.0
20.6
-0.6
34.3
24.2
10.0
1991
21.1
22.5
-1.5
18.3
19.2
-0.9
34.4
27.7
6.7
1992
23.8
21.2
2.6
18.2
18.6
-0.4
35.3
27.6
7.7
1993
18.6
20.9
-2.3
15.9
16.6
-0.7
29.5
24.3
5.2
1994
18.4
22.5
-4.1
17.4
16.4
0.9
28.1
24.2
3.9
1995
18.6
23.4
-4.9
16.1
14.2
1.9
28.5
27.5
1.0
1996
16.6
22.5
-5.9
16.5
14.6
1.9
22.5
25.9
-3.5
RataRata
21.8
12.4
9.5
17.3
19.0
-1.7
37.1
19.5
17.6
1997
18.5
25.0
-6.5
17.9
17.3
0.6
41.7
42.0
-0.3
1998
19.6
17.6
2.0
15.9
18.1
-2.3
40.3
37.0
3.3
1999
-0.5
4.8
-5.3
18.2
20.6
-2.4
32.9
29.1
3.7
2000
RataRata
-0.4
3.4
-3.8
15.9
18.2
-2.3
48.6
42.7
5.9
9.3
12.7
-3.4
17.0
18.6
-1.6
40.9
37.7
3.1
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
perdagangan luar negeri. Pengeluaran pemerintah (G) adalah pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan ditambah pembayaran bunga utang. Pada sektor
18
luar negeri, total ekspor (X) adalah jumlah dari ekspor minyak dan gas bumi,
ekspor komoditi pertanian, ekspor barang manufaktur dan ekspor jasa. Sedangkan
total impor (M) adalah jumlah impor barang modal, impor bahan baku/penolong
(intermediary goods), impor barang konsumsi dan impor jasa.
Analisis deskriptif tentang perkembangan three-gap di Indonesia dapat
dilakukan dengan memperhatikan nilai kesenjangan tabungan swasta (savings
gap), kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan kesenjangan valuta asing (foreign
exchange gap) dalam persentase produk domestik bruto (PDB). Tabel 1
merangkum keseimbangan sumberdaya sektor swasta, sektor publik dan transaksi
berjalan pada neraca perdagangan Indonesia selama periode tahun 1969-1996 dan
tahun 1997-2000. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sebelum krisis, secara
rata-rata, Indonesia mengalami surplus tabungan sektor swasta, defisit sektor
publik dan surplus transaksi berjalan pada neraca perdagangan.
Pada periode tahun 1969-1996, kesenjangan tabungan rata-rata positif
9.5% sedangkan pada periode tahun 1997-2000, rata-rata menjadi −3.4%. Jika
dilihat lebih seksama, sebenarnya sejak tahun 1990 kesenjangan tabungan telah
bernilai negatif, yang menunjukkan bahwa investasi swasta di Indonesia dibiayai
oleh pinjaman dari luar negeri. Akumulasi pinjaman inilah yang menjadi salah
satu penyebab krisis ekonomi tahun 1997, yaitu karena banyaknya utang luar
negeri swasta yang jatuh tempo sehingga permintaan akan mata uang dollar AS
meningkat tajam dan berdampak pada apresiasi dollar AS yang lebih besar lagi
setelah terjadinya contagion effect dari kejatuhan nilai baht Thailand.
Pada sektor publik, meskipun rata-rata defisit fiskal hampir sama antara
periode tahun 1969-1996 dan periode tahun 1997-2000, tetapi masalah ini perlu
19
mendapat perhatian. Hal ini karena nilai negatif yang konstan, yaitu rata-rata
sebesar −1.7% dari PDB pada periode tahun 1969-1996 dan −1.6% pada tahun
1997-2000, menunjukkan bahwa dalam perekonomian terdapat penyakit yang
kronis dalam sumberdaya fiskalnya. Sedangkan dalam neraca perdagangan,
Indonesia memiliki surplus dalam jangka panjang. Surplus pada periode tahun
1969-1996 rata-rata sebesar 17.6%. Tetapi dengan terjadinya krisis ekonomi,
ekspor Indonesia mengalami penurunan dalam nilai nominalnya. Meskipun
penurunan ekspor dibarengi pula dengan penurunan impor, tetapi hal ini tetap
menurunkan total surplus menjadi rata-rata 3.1%. Three-Gap pada perekonomian
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
(M - X)
M>X
G<T
SP > IP
M>X
G<T
SP < IP
M>X
G>T
SP > IP
(G - T)
M<X
G<T
SP < IP
M<X
G>T
M<X
SP>IP
G>T
SP<IP
Periode
Krisis
Periode
Sebelum
Krisis
(SP = IP)
Gambar 2. Three-Gap pada Perekonomian Indonesia
Gambar 2 menunjukkan bahwa daerah yang dilingkari adalah posisi yang
relevan dengan three-gap pada perekonomian Indonesia, yaitu pada sebelum
20
krisis (periode tahun 1969-1996), sektor swasta rata-rata mengalami surplus
(SP>IP), sektor publik mengalami defisit (G>T), dan neraca perdagangan
mengalami surplus (M<X). Pada periode krisis (tahun 1997-2000), selain sektor
publik, sektor swasta juga mengalami defisit (SP<IP). Di sektor luar negeri
(neraca perdagangan) tetap terdapat surplus (M<X).
Sub-bab di bawah ini menguraikan secara lebih terperinci tentang
perkembangan ketiga kesenjangan di Indonesia yakni kesenjangan tabungan,
kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing.
2.2.1. Kesenjangan Tabungan
Pada awal tahun 1983, tim ekonomi Indonesia telah memulai proses
reformasi ekonomi Indonesia yang lebih berorientasi pasar. Reformasi ini
memberi peran lebih besar pada sektor swasta dan kompetisi antar sektor, yang
berdampak pada makin bergairahnya investasi swasta. Hal ini terlihat dari
kenaikan investasi swasta dimana sejak tahun 1989 investasi meningkat menjadi
rata-rata di atas 20% dari PDB, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang ratarata sekitar 10%.
Gambar 3 menunjukkan bahwa keseimbangan sumberdaya sektor swasta
rata-rata mengalami defisit pada periode tahun 1997-2000, setelah rata-rata
mengalami surplus pada masa sebelum terjadinya krisis nilai tukar rupiah. Garis
vertikal pada gambar tersebut membagi keseluruhan periode menjadi dua bagian,
yaitu periode sebelum krisis tahun 1969-1996, dan periode krisis, yaitu tahun
1997-2000. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada tahun 1990-2000
(kecuali tahun 1992 dan 1998) sebenarnya keseimbangan sumberdaya sektor
21
swasta sudah mulai menunjukkan nilai negatif, padahal pada tahun 1970-1989
nilainya selalu positif. Hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 1990, pembiayaan
investasi di Indonesia sangat tergantung dari pinjaman luar negeri swasta. Salah
satu penyebab tingginya pinjaman luar negeri swasta adalah pertumbuhan
investasi yang sangat tinggi, yaitu dari kisaran 10% dari PDB pada tahun 19691988 menjadi di atas 20% pada tahun 1989-1997. Sebenarnya, peningkatan
investasi merupakan hal yang positif, asalkan diimbangi dengan kehati-hatian
dalam pengelolaan utang. Pengelolaan yang kurang baik atas utang luar negeri
swasta (antara lain tidak dilakukan hedging atas resiko perubahan nilai tukar dan
penggunaan utang jangka pendek untuk membiayai investasi jangka panjang)
akhirnya menjadi salah satu penyebab mudahnya krisis nilai tukar baht Thailand
menulari nilai tukar rupiah pada tahun 1997 yang lalu.
35
30
25
Persentase PDB (%)
20
15
10
5
0
-5
-10
Ta h u n
Tabungan
Investasi
Surplus Kapital
Gambar 3. Keseimbangan Sumberdaya Sektor Swasta Indonesia, Tahun
1969-2000
22
Selama tahun 1970an sampai tahun 1988, tabungan sektor swasta berkisar
antara 8%-33% dari PDB dan lebih tinggi daripada investasi swasta yang sebesar
antara 0.5%-13% dari PDB, sehingga menyebabkan sektor swasta mengalami
surplus modal. Tetapi mulai tahun 1989, kecenderungan tersebut berubah,
kegiatan investasi di sektor swasta tahun 1989-1996 selalu berada pada tingkat di
atas 20% dari PDB. Tetapi peningkatan investasi ini tidak dibarengi dengan
kecenderungan peningkatan tabungan, sehingga sektor swasta mulai mengalami
defisit, yang sebagian ditutup melalui pinjaman dari luar negeri dan sebagian dari
sektor publik melalui perbankan milik negara.
2.2.2. Kesenjangan Fiskal
Tabel 1 dapat digambarkan dalam bentuk grafis seperti yang terlihat pada
Gambar 4. Pada gambar tersebut disajikan perkembangan posisi anggaran
penerimaan dan pengeluaran gabungan pemerintah pusat dan daerah selama tahun
1969-1996 dan tahun 1997-2000. Total penerimaan pemerintah selama periode
analisis berkisar antara 9%-22% dari PDB, sedangkan pengeluaran pemerintah
berkisar antara 12%-25% dari PDB. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa
penerimaan pemerintah selama tahun 1969-1981 mengalami kecenderungan yang
meningkat dari 9% sampai mencapai 22% dari PDB. Setelah itu, dapat dikatakan
bahwa penerimaan pemerintah konstan di sekitar 16%-20% dari PDB.
Tetapi pada tahun 1991-1996, penerimaan pemerintah menjadi konstan
pada kisaran 15%-18%. Pada masa krisispun penerimaan pemerintah masih
sekitar 15%-18% dari PDB. Sedangkan kecenderungan pengeluaran pemerintah
tahun 1969-1982 mengalami peningkatan, dari 12% menjadi 25% dari PDB pada
tahun 1980. Setelah mengalami defisit yang terbesar pada tahun 1986 yaitu -4.3%,
23
selanjutnya defisit fiskal konstan di sekitar −1% sampai dengan −2%, dan pernah
mencapai surplus kecil 1.9% di tahun 1996. Pada masa krisis ekonomi tahun
1997-2000, defisit fiskal rata-rata sebesar −1.6% dari PDB.
30
25
Persentase PDB (%)
20
15
10
5
0
-5
-10
Ta h u n
Penerimaan
Gambar 4.
Pengeluaran
Anggaran Defisit
Sumberdaya Sektor Publik di Indonesia, Tahun 1969-2000
Tabel 2 menyajikan sumber-sumber pendapatan pemerintah, yaitu
penerimaan pajak langsung (direct tax) berupa pajak pendapatan (Pph),
penerimaan pajak tak langsung (indirect tax) berupa pajak pertambahan nilai
(PPN), dan penerimaan-penerimaan pemerintah bukan pajak (non-tax revenues)
serta pajak perdagangan internasional (trade tax). Terlihat bahwa kecenderungan
penerimaan pemerintah pada periode tahun 1969-1996, setelah mengalami
peningkatan penerimaan pajak langsung (Pph) dari tahun 1969-1983 yaitu dari
59% menjadi 80% dari total penerimaan, lalu di tahun 1996 mengalami penurunan
lagi sampai menjadi 56% dari total penerimaan. Pada periode tahun 1983-1996,
24
Tabel 2. Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total
Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000
Tahun
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
Rata-Rata
1997
1998
1999
2000
Rata-Rata
Direct Tax
TD (%)
Indirect Tax
TI (%)
Trade Tax
TT (%)
Non-Tax
TN (%)
59.0
59.0
59.0
59.0
52.2
70.1
71.0
70.4
71.0
70.2
76.6
80.5
82.7
80.6
80.3
79.9
70.8
54.5
62.4
60.4
60.3
63.9
61.3
59.7
56.1
51.1
53.4
56.6
65.4
20.0
20.0
20.0
20.0
18.4
13.9
13.6
14.0
14.5
14.5
10.1
9.1
9.1
11.0
11.6
11.9
18.1
25.7
22.7
26.9
26.4
24.3
27.5
28.4
28.9
30.1
30.9
28.8
19.6
15.0
15.0
15.0
15.0
20.4
13.2
10.5
11.0
10.4
10.8
10.5
7.4
5.4
4.9
4.6
3.9
3.4
6.4
5.4
5.9
6.1
6.4
5.2
5.6
5.6
6.1
4.4
3.0
8.4
6.0
6.0
6.0
6.0
9.1
2.9
4.9
4.6
4.1
4.5
2.8
3.1
2.8
3.5
3.6
4.3
7.7
13.4
9.5
6.8
7.2
5.3
6.0
6.3
9.4
12.7
11.3
11.6
6.5
60.2
59.0
57.0
29.6
51.4
27.4
23.2
21.8
23.5
24.0
2.8
4.3
2.3
3.4
3.2
9.6
13.6
19.0
43.5
21.4
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
justru pajak tak langsung (PPN) yang mengalami peningkatan dari 11% menjadi
di atas 25% dari total penerimaan. Pada tahun 1993-1996, terlihat pula
25
peningkatan penerimaan non-pajak menjadi antara 9%-12% dari total penerimaan.
Tetapi peningkatan penerimaan non-pajak terbesar terjadi pada periode tahun
1997-2000, yaitu mencapai 43% pada tahun 2000. Hal ini disebabkan karena
kebijakan privatisasi yang dijalankan pemerintah dalam rangka mendapatkan dana
untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang terjadi.
Setelah menganalisis sumber-sumber pendapatan pemerintah, selanjutnya
dibahas mengenai pengeluaran pemerintah berdasarkan jenis pengeluarannya.
Rincian pengeluaran pemerintah pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa selama
periode tahun 1969-1996, peningkatan pengeluaran pemerintah terutama
disebabkan karena peningkatan pengeluaran pembangunan yang rata-rata 48.6%,
dan kemudian turun pada masa krisis menjadi rata-rata 29.5%.
Pengeluaran rutin menunjukkan kecenderungan yang konstan, bahkan
menurun pada tahun 1969-1980. Pengeluaran subsidi sebenarnya masih konstan.
Akan tetapi, pada tahun 2000 terdapat akun baru berupa subsidi daerah otonom,
sehingga pengeluaran subsidi terlihat mencapai 40% dari total pengeluaran.
Sementara itu, pengeluaran pembangunan tahun 2000 justru menurun drastis
sampai menjadi hanya 10% dari total pengeluaran pemerintah.
Komposisi pendapatan pemerintah secara grafis disajikan pada Gambar 5,
sedangkan pengeluaran pemerintah disajikan pada Gambar 6.
Pendapatan
pemerintah terdiri dari penerimaan pajak langsung (pajak penghasilan), pajak tak
langsung (pajak pertambahan nilai), penerimaan non-pajak dan penerimaan dari
perdagangan internasional. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin,
pengeluaran pembangunan, subsidi dan alokasi dana pembangunan dan
pengeluaran lain-lain.
26
Tabel 3. Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total
Pengeluaran, Tahun 1969-2000
Pengl. Rutin
Pengl. Pemb.
Pengl. Subsidi
Pengl.Lain-Lain
GRU (%)
49.2
41.7
46.2
43.2
34.7
31.3
33.9
27.9
31.1
29.8
26.9
23.5
24.6
26.3
23.5
25.5
25.2
28.0
26.4
24.6
25.8
21.8
24.0
25.4
25.9
26.9
28.2
29.1
GDE (%)
35.3
36.3
39.3
43.7
41.2
50.5
52.7
58.8
52.9
53.6
54.3
51.7
53.4
56.0
61.1
59.9
50.9
41.1
42.1
46.4
45.1
47.8
49.8
49.7
46.9
48.9
44.7
46.3
GSB (%)
14.0
18.8
13.4
12.3
9.9
10.6
10.7
9.0
11.7
11.0
9.1
8.5
9.3
10.0
9.5
11.3
11.7
13.1
12.5
11.5
11.6
10.4
11.1
10.9
12.6
11.6
12.8
12.1
GOC (%)
1.5
1.1
1.0
0.7
14.2
7.6
2.7
4.3
4.2
5.6
9.7
11.7
12.6
7.6
5.8
3.2
3.5
0.9
2.3
1.0
3.0
8.6
3.4
2.5
3.7
2.4
3.0
4.1
RataRata
1997
1998
1999
2000
29.7
48.6
11.5
4.7
24.1
19.6
19.5
16.0
35.3
37.4
34.3
10.9
10.2
7.8
8.4
40.7
19.5
23.2
27.7
4.7
RataRata
19.8
29.5
16.8
18.8
Tahun
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
27
Persentase Total Penerimaan (%)
100
90
Bukan Pajak
Pajak Perdagangan
80
Pajak Tak Langsung
70
60
50
40
30
Pajak Langsung
20
10
0
Ta h u n
Gambar 5.
Sumber Pendapatan Pemerintah dalam Persentase Total
Penerimaan Pemerintah, Tahun 1969-2000
Persentase Total Pengeluaran (%)
100
90
80
Pengeluaran Lain-Lain
Subsidi dan
Alokasi Dana Perimbangan
70
60
50
Pengeluaran Pembangunan
40
30
20
10
Pengeluaran Rutin
0
T a h u n
Gambar 6.
Komponen Pengeluaran Pemerintah dalam Persentase Total
Pengeluaran, Tahun 1969-2000
Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada periode tahun 1997-2000, komponen
pengeluaran pembangunan menurun drastis. Akan tetapi, pada periode yang sama,
komponen pengeluaran rutin dapat dikatakan konstan. Sebenarnya, pengurangan
28
pengeluaran ini justru dapat memperlemah perekonomian yang sedang lesu. Akan
tetapi hal ini terpaksa dilakukan karena defisit fiskal yang makin besar pada masa
krisis. Pengeluaran pemerintah dapat juga dibagi menjadi pengeluaran konsumsi
dan pengeluaran investasi, karena pengeluaran pembangunan tidak serta merta
dapat dianggap sebagai pengeluaran investasi dan pengeluaran non-pembangunan
sebagai konsumsi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, investasi dan konsumsi
pemerintah selama periode tahun 1969-1996 dan tahun 1997-2000 dapat
dibandingkan dengan menggunakan grafik pada Gambar 7. Pada gambar tersebut,
daerah di sebelah bawah menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi
pemerintah, dibandingkan dengan pengeluaran investasi pemerintah di daerah
sebelah atasnya.
Persentase dari Total Cg + Ig (%)
100
90
80
Investasi Pemerintah
70
60
50
40
30
Konsumsi Pemerintah
20
10
0
T a h u n
Gambar 7.
Perbandingan antara Konsumsi Pemerintah dan Investasi
Pemerintah, Tahun 1969-2000
29
Secara umum dapat dikatakan bahwa luas daerah konsumsi masih lebih
besar daripada daerah investasi. Sebenarnya, pengeluaran pembangunan dan
pengeluaran investasi dapat membantu akumulasi aset dan memperbaiki neraca
fiskal sektor publik, karena proyek pembangunan mungkin saja menghasilkan
keuntungan. Tetapi dalam kasus Indonesia, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
defisit fiskal, sehingga harus dibiayai oleh pinjaman. Model pembiayaan defisit
fiskal ini dijelaskan pada sub-bab aliran dana (flow of funds).
2.2.3. Kesenjangan Valuta Asing
Kesenjangan valuta asing yang dimaksud di sini adalah kesenjangan
sumberdaya eksternal yang berkaitan dengan transaksi berjalan (neraca
perdagangan). Gambar 8 menyajikan data ekspor barang dan jasa, impor barang
dan jasa, dan keseimbangan transaksi berjalan pada neraca pembayaran
perekonomian Indonesia untuk periode tahun 1969-2000. Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa pada tahun 1970an total ekspor Indonesia rata-rata sangat
tinggi (sekitar 50% dari PDB), karena pada masa itu ekspor Indonesia didominasi
sektor minyak yang saat itu mengalami booming. Kemudian pada tahun 1980an,
berakhirnya boom minyak menyebabkan Indonesia mulai membuat kebijakan
reformasi ekonomi yang mendukung sektor-sektor lain di luar sektor minyak.
Akan tetapi, total ekspor Indonesia ternyata belum memperlihatkan
kecenderungan meningkat dari tahun 1984-1996, bahkan justru menurun, yaitu
dari 47% PDB di tahun 1984 menjadi 22% di tahun 1996. Pada saat dimulainya
krisis nilai tukar rupiah tahun 1997, nilai total ekspor masih meningkat, yaitu
menjadi 41% dari PDB, tetapi pada tahun 1998-1999 nilai ini menurun lagi ke
angka 40% dan 32%, dan baru pada tahun 2000 naik lagi menjadi 48% dari PDB.
30
Jika dilihat dari nilai dollar nominal, total ekspor Indonesia pada tahun 1997
adalah US$56 milyar, kemudian menurun menjadi US$50 milyar dan US$51
milyar pada tahun 1998 dan 1999. Baru pada tahun 2000 nilai ekspor Indonesia
meningkat lagi menjadi US$65 milyar. Jadi, pada waktu nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi yang sangat besar dari sekitar Rp.2500/dollar AS pada
pertengahan tahun 1997 sampai mencapai kisaran Rp.8000/dollar AS pada tahun
1998-1999, ternyata nilai total ekspor Indonesia tidak meningkat.
60
Persentase PDB (%)
50
40
30
20
10
0
-10
Ta h u n
Ekspor
Impor
Current Account Balance
Gambar 8. Keseimbangan Neraca Perdagangan Indonesia, Tahun 1969-2000
Dari sisi impor, Gambar 8 memperlihatkan kecenderungan yang
meningkat terhadap PDB. Tetapi karena nilainya masih di bawah nilai ekspor,
yakni antara 10%-27% sebelum krisis dan 29%-42% pada periode krisis, maka
neraca pembayaran Indonesia selama periode tahun 1969-2000 rata-rata tidak
mengalami defisit. Defisit hanya terjadi pada tahun 1996 dan 1997. Tetapi,
surplus neraca pembayaran ini memiliki kecenderungan yang menurun.
31
Karena angka-angka yang diuraikan adalah nilai total ekspor dan total
impor, maka agar analisis tentang komposisi ekspor dan impor Indonesia menjadi
lebih tajam, disajikan klasifikasi ekspor dan impor Indonesia pada Gambar 9 dan
Gambar 10 serta pada Tabel 4 dan Tabel 5. Meskipun klasifikasi yang dilakukan
tidak terlalu terperinci, tetapi dapat digunakan untuk melihat gambaran tentang
perkembangan ekspor dan impor di Indonesia.
Persentase dari Total Ekspor (%)
100
90
80
Ekspor Migas
70
60
50
40
30
Ekspor Non-Migas
20
10
0
T a h u n
Gambar 9. Perbandingan Ekpor Non-Migas dan Migas Indonesia, Tahun
1969-2000
Dari Gambar 9 terlihat bahwa sebenarnya ekspor non-migas telah
memainkan peranan yang penting sejak tahun 1970an. Akan tetapi, ekspor nonmigas Indonesia sampai tahun 1980an masih didominasi oleh ekspor komoditi
pertanian, perkebunan dan pertambangan. Ekspor barang-barang manfaktur dan
semi-manufaktur baru mulai dikembangkan pada akhir tahun 1980an. Setelah
tahun 1987, kontribusi ekspor non-migas Indonesia rata-rata di atas 70% dari total
ekspor. Bahkan setelah tahun 1997, nilai rata-ratanya meningkat menjadi 80%
32
Tabel 4. Perbandingan Ekspor Non-Migas dan Ekspor Migas
Indonesia dalam Persentase Total Ekspor, Tahun 1969-2000
Tahun
Ekspor Non-Migas
XNM (%)
Ekspor Migas
XMG (%)
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
69.0
71.3
72.1
66.1
66.6
58.8
57.2
58.7
59.5
59.3
60.5
57.4
54.9
54.8
56.7
57.7
59.4
64.1
66.7
71.4
71.9
69.9
72.8
76.1
79.1
80.5
81.3
75.8
31.0
28.7
27.9
33.9
33.4
41.2
42.8
41.3
40.5
40.7
39.5
42.6
45.1
45.2
43.3
42.3
40.6
35.9
33.3
28.6
28.1
30.1
27.2
23.9
20.9
19.5
18.7
24.2
Rata-Rata
66.1
33.9
1997
1998
1999
2000
79.2
85.3
80.0
77.0
20.8
14.7
20.0
23.0
Rata-Rata
80.4
19.6
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
dari total ekspor. Tetapi ekspor barang manufaktur yang mulai meningkat tersebut
ternyata berasal dari industri besar yang bahan bakunya belum mampu dibuat di
33
dalam negeri. Hal ini membebani harga pokok produksi pada saat nilai tukar
rupiah melemah.
Strategi
pengembangan
industri
hilir
berteknologi
tinggi
tanpa
kemampuan swadaya teknologi serta mengabaikan industri dasar merupakan salah
satu sebab mengapa ekspor Indonesia tidak terlalu meningkat setelah terjadinya
depresiasi nilai rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa proses industrialisasi dalam
perekonomian Indonesia masih memiliki masalah (tetapi hal ini tidak termasuk
dalam pembahasan penelitian ini). Maka dapat dikatakan bahwa penyebab tidak
meningkatnya ekspor pada saat nilai tukar rupiah terdepresiasi adalah karena
untuk mengekspor barang-barang industri besar tersebut, Indonesia harus
mengimpor bahan baku yang harganya menjadi sangat tinggi karena besarnya
depresiasi pada nilai mata uang rupiah.
Persentase dari Aggregat Impor (%)
100
90
80
Impor Barang Konsumsi
Net Factor Service
70
60
50
Impor Bahan Baku/Penolong
40
30
20
10
Impor Barang Modal
0
T a h u n
Gambar 10. Komponen Aggregat Impor Indonesia, Tahun 1969-2000
34
Tabel 5. Komposisi Impor Indonesia dalam Persentase Total Impor,
Tahun 1969-2000
Impor Barang
Modal
MGK (%)
Impor Bahan
Baku/Penolong
MGI (%)
Impor Barang
Konsumsi
MGC (%)
Net Factor
Services
MSR (%)
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
RataRata
23.6
26.3
34.5
39.1
28.9
25.0
24.6
52.9
37.3
33.1
31.5
33.6
40.0
38.2
39.0
37.4
26.2
27.0
15.1
17.0
14.1
16.2
21.5
22.0
20.9
20.8
18.9
16.0
30.0
35.3
34.0
34.7
36.0
37.5
47.0
23.9
28.7
29.0
35.0
30.2
31.6
38.2
42.1
40.2
45.8
47.8
44.8
45.1
47.8
47.1
46.7
45.5
47.5
50.6
53.3
53.3
31.8
24.3
21.8
14.6
29.0
32.3
20.7
15.8
26.8
29.3
21.9
26.9
16.9
15.1
12.0
12.8
9.1
11.5
2.4
2.1
2.4
3.6
3.3
3.4
4.2
3.2
3.2
7.0
14.6
14.1
9.7
11.6
6.1
5.2
7.8
7.4
7.2
8.6
11.6
9.3
11.6
8.5
6.9
9.5
18.9
13.8
37.7
35.8
35.7
33.1
28.5
29.0
27.5
25.3
24.7
23.7
27.9
40.3
14.5
17.3
1997
1998
1999
2000
RataRata
15.9
15.7
14.0
11.3
52.9
39.9
43.3
40.7
6.4
13.4
10.0
18.2
26.6
31.0
32.7
29.7
14.2
44.2
12.0
30.0
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
35
Dalam Tabel 5 terlihat bahwa impor bahan baku dan bahan penolong
(intermediary goods) meningkat selama tahun 1985-1996, dan agak menurun pada
masa krisis. Untuk impor barang modal, pada tahun 1990-1996 terjadi
peningkatan, tetapi menurun kembali pada masa krisis. Sedangkan impor barang
konsumsi dan net factor services ternyata sedikit mengalami peningkatan pada
masa krisis.
Untuk net factor services, persentasenya menunjukkan peningkatan yang
cukup besar sejak tahun 1987, dan terlihat stabil pada angka cukup tinggi sejak
saat itu, yaitu di atas 23% dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan dalam pembayaran jasa ke luar negeri termasuk jasa pengiriman,
pembayaran bunga modal asing dan jasa lainnya yang disewa dari institusi asing.
Peningkatan impor jasa tersebut mungkin terjadi karena industri jasa Indonesia
belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, atau mungkin juga
sebagiannya karena besarnya ketergantungan modal dan pembiayaan dari luar
negeri, sehingga Indonesia banyak menggunakan jasa dari institusi asing.
2.3. Perkembangan Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia
Untuk membantu menggambarkan peredaran aliran dana (flow of funds)
antara blok sektor swasta, blok sektor publik dan blok luar negeri, disajikan tabel
yang menunjukkan komposisi aliran dana pada perekonomian Indonesia. Dalam
Tabel 6 terlihat bahwa komposisi aliran dana pada perekonomian Indonesia terdiri
dari variabel-variabel sebagai berikut:
1.
Obligasi Pemerintah (GB = Government Bonds)
2.
Jumlah Uang Beredar (MS = Money Supply)
36
Tabel 6. Aliran Dana pada Perekonomian Indonesia dalam Persentase
Produk Domestik Bruto Nominal, Tahun 1969-2000
Tahun
Obligasi
Pem.
GB (%)
Jml.Uang
Beredar
MS (%)
Publ.For.
Cap.Infl.
FGG (%)
Repaym.of
Pub.For.Loans
∆ in Official
Forex Resv.
Net Foreign
Direct.Invstm.
Priv.For.
Cap.Inflw.
Private
Cap.Flight
RF (%)
DR (%)
FDI (%)
FL (%)
KF (%)
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.3
1.5
0.8
0.8
2.6
2.0
0.8
4.8
7.9
7.1
3.9
2.6
3.5
6.6
7.2
8.2
10.4
10.1
8.8
9.9
10.4
10.7
10.9
10.6
11.0
12.0
11.9
10.3
10.0
10.7
12.2
11.1
10.1
12.0
12.0
11.6
11.0
11.2
11.9
11.6
12.0
14.2
12.1
11.1
9.2
6.4
4.0
6.7
5.4
3.4
2.8
3.9
4.1
2.4
2.3
2.7
1.3
5.2
9.7
12.0
12.1
11.6
8.1
8.4
8.3
7.1
6.3
5.7
5.3
0.0
0.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1.3
0.0
0.0
0.0
0.0
2.8
4.5
4.9
5.4
4.7
3.8
3.6
3.7
3.3
3.0
2.8
2.8
0.5
0.4
0.5
3.6
1.5
2.7
-3.0
2.5
2.3
2.8
3.0
3.7
-0.5
-1.4
2.3
1.5
0.6
2.0
2.6
-0.6
0.6
2.1
1.9
1.3
0.7
0.7
1.2
2.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.6
0.7
0.7
1.0
1.3
1.4
1.3
1.2
2.2
2.8
0.9
1.2
2.8
3.9
3.2
2.7
-4.6
1.1
0.0
1.6
-0.1
2.0
2.5
4.5
2.5
1.8
0.1
3.6
1.9
1.6
1.9
2.8
2.7
4.1
3.9
1.0
4.2
2.4
0.7
-0.1
-1.1
0.5
0.5
-1.2
-0.3
-0.5
-0.1
-0.6
-1.1
-2.9
-2.5
-2.6
0.7
-0.9
0.3
-1.4
-0.2
-1.4
-1.5
0.6
-0.2
-1.3
-1.8
-0.1
-1.2
0.6
RataRata
1.4
10.6
6.8
1.7
1.3
0.5
2.0
-0.7
1997
1998
1999
2000
1.1
4.3
5.7
4.7
12.5
10.1
11.3
12.6
9.1
14.0
8.7
8.7
3.5
3.0
2.6
3.2
5.6
11.5
-0.3
7.5
3.5
-0.3
-1.8
-3.4
-2.5
-10.8
-4.6
-4.0
-1.2
1.7
1.3
2.8
RataRata
3.9
11.6
10.1
3.1
6.1
-0.5
-5.5
1.2
Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun Terbitan)
3.
Net Foreign Capital Inflows to Government (FG = Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah), yaitu Gross Foreign Capital Inflows to Government (FGG)
dikurangi Pengembalian Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (RF)
4.
Repayment of Foreign Public Loans (RF)
5.
Perubahan Cadangan Devisa (DR = Perubahan Official Foreign Exchange
Reserves)
37
6.
Penanaman Modal Asing Langsung (FDI = Foreign Direct Investment)
7.
Net Foreign Capital Inflows to the Private Sector (NFP = Aliran Dana Asing
Netto ke Sektor Swasta)
8.
Private Capital Flight (KF = Pelarian Modal)
Yang perlu diperhatikan adalah kecenderungan dari komponen-komponen aliran
dana. Dalam penelitian ini, komponen aliran dana yang dimaksud adalah pada
komponen-komponen: obligasi pemerintah, jumlah uang beredar (money supply),
gross foreign capital inflows ke sektor publik, repayment utang pemerintah, net
foreign direct investment dan pinjaman asing lainnya ke sektor swasta.
Komponen-komponen tersebut dibahas di bawah ini.
2.3.1. Jumlah Uang Beredar dan Obligasi Pemerintah
Sebelum dibahas secara satu persatu, di bawah ini disajikan tabel yang
memperlihatkan perkembangan aliran dana pada perekonomian Indonesia secara
keseluruhan, yang meliputi obligasi pemerintah, jumlah uang beredar, pinjaman
luar negeri pemerintah, pengembalian pinjaman luar negeri pemerintah,
perubahan cadangan devisa, penanaman modal asing langsung, pinjaman luar
negeri swasta dan capital flight. Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah uang beredar
cukup stabil pada kisaran rata-rata 10%-11% baik pada masa sebelum krisis
maupun pada masa krisis. Sumberdaya internal lainnya untuk membiayai
anggaran fiskal yang defisit adalah obligasi pemerintah. Obligasi pemerintah ini
baru mulai diterbitkan pada tahun 1983, yaitu tahun dimulainya reformasi
ekonomi Indonesia yang ditandai dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih
berorientasi pasar.
38
Pada masa sebelum krisis, obligasi pemerintah pernah mencapai 7% dari
PDB di tahun 1992 dan 1993, tetapi kemudian menurun kembali menjadi sekitar
3% dari PDB pada tahun 1994-1996. Pada masa krisis, rata-rata aliran dana dari
obligasi pemerintah adalah 3.9% dari PDB. Selanjutnya mengenai jumlah uang
beredar terlihat bahwa pada masa krisis, meskipun secara rata-rata cukup stabil,
tetapi pada tahun 1998 jumlah uang beredar dikendalikan sampai menjadi 10%
Persentase dari PDB (%)
dari PDB seperti terlihat pada Gambar 11.
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
T a h u n
GB=Obligasi Pemerintah
MS=Jumlah Uang Beredar
Gambar 11. Obligasi Pemerintah dan Jumlah Uang Beredar, Tahun 1969-2000
Dalam penelitian ini, aset-aset moneter yang dipegang oleh sektor swasta
didefinisikan sebagai uang kartal yang beredar atau M 1 dengan asumsi semua
uang kartal dipegang oleh sektor swasta, obligasi pemerintah yang dipegang oleh
sektor swasta, dan pinjaman langsung dan tak langsung lainnya dari sektor swasta
ke sektor publik. Uang beredar dianggap merupakan salah satu sumber
pembiayaan untuk membiayai defisit fiskal.
39
2.3.2. Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments
Aliran dana pada perekonomian Indonesia berupa pinjaman luar negeri
pemerintah merupakan komponen yang penting dalam penelitian ini. Dampak
perubahan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap peningkatan PDB dibahas
dalam kaitannya dengan analisis three-gap. Gambar 12 memperlihatkan
perkembangan pinjaman luar negeri pemerintah (foreign capital transfer to
public) dan cicilan pengembaliannya (repayments) dalam persentase PDB pada
periode tahun 1969-1996 dan tahun 1997-2000.
15
Persentase dari PDB (%)
13
10
8
5
3
0
T a h u n
FGG=Public For.Cap.Inflows
Gambar 12.
RF=Repayment of Public For.Loans
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Repayments, Tahun
1969-2000
Sebelum krisis, pinjaman luar negeri Indonesia rata-rata hanya 6.8% dari
PDB. Sampai sebelum masa krisis, pinjaman luar negeri Indonesia yang paling
tinggi adalah pada tahun 1969, yaitu sebesar 14.2% dari PDB. Setelah itu,
pinjaman luar negeri pemerintah sebenarnya telah cenderung menurun sehingga
rata-ratanya hanya sebesar 6.8% dari PDB. Akan tetapi, pada periode tahun 1997-
40
2000, ternyata Indonesia memerlukan pinjaman yang sangat besar untuk
mengatasi krisis, sehingga pada tahun 1998 Indonesia kembali meminjam sampai
14% dari PDB.
2.3.3. Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri Swasta
Penerimaan modal asing ke sektor swasta (foreign capital inflows to the
private sector) dibagi menjadi dua kategori, yaitu penanaman modal asing
langsung (foreign direct investment = FDI) dan pinjaman luar negeri swasta
(foreign loans = FL). Bagi negara-negara yang sedang berkembang, penanaman
modal asing langsung merupakan sumber modal yang sangat penting. Gambar 13
memperlihatkan bahwa net foreign capital inflows ke sektor swasta, yaitu
pinjaman luar negeri ke sektor swasta dikurangi capital flight mencapai nilai yang
tinggi pada tahun 1992-1993 dan 1996 mencapai tingkat yang tinggi, yaitu di atas
5% dari PDB. Meskipun nilai kisaran 3%-4% pernah dicapai pada tahun 1982 dan
1986, tetapi kelihatannya pinjaman luar negeri ke sektor swasta pada tahun
1990an ternyata lebih riskan karena kebanyakan berbentuk pinjaman jangka
pendek.
Karena keterbatasan data, nilai yang disajikan dalam penelitian ini adalah
gabungan pinjaman jangka panjang dan jangka pendek. Tetapi dari pengalaman
krisis nilai tukar pada tahun 1997 yang lalu, dapat diketahui bahwa pinjaman
jangka pendek memiliki proporsi yang besar terhadap total pinjaman asing swasta.
Setelah terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah, ternyata diketahui pula bahwa
kebanyakan perusahaan swasta yang meminjam dalam mata uang asing (dollar
AS) tidak melakukan hedging sehingga perusahaan tiba-tiba menjadi menanggung
utang yang sangat tinggi. Akibatnya, perusahaan tidak mampu membayar cicilan
41
yang jatuh tempo, sehingga pada tahun 1998-2000 capital inflows ke sektor
swasta menjadi negatif. Sebagian utang tersebut terpaksa direstrukturisasi oleh
pihak kreditor, di samping sebagian lagi ditanggung oleh pemerintah dalam
bentuk obligasi rekapitalisasi.
Persentase dari PDB (%)
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
-7.5
-10.0
-12.5
T a h u n
FDI=Foreign Direct Investment
Gambar 13.
FL=Private Foreign Loans
Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman Luar Negeri
Swasta, Tahun 1969-2000
Mengenai penanaman modal asing langsung, setelah dikondisikan dengan
kebijakan-kebijakan investasi yang kondusif, penanaman modal asing langsung
mulai meningkat sejak tahun 1987 yang lalu. Bahkan pada tahun 1997 telah
mencapai 3.5% dari PDB. Tetapi pada masa krisis, justru banyak penanaman
modal asing langsung yang keluar dari Indonesia, sehingga pada tahun 19982000, penanaman modal asing langsung (FDI) di Indonesia menjadi bernilai
negatif, bahkan sampai menjadi −3.4% pada tahun 2000.
42
2.4. Tiga Kesenjangan dalam Kaitan dengan Binding Constraints dalam
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Menurut Iqbal (1996), untuk mengetahui kendala yang mengikat (binding
constraints) pertumbuhan ekonomi, dapat digunakan persamaan Weisskopf
(1972) yang menguji kendala tabungan dan valuta asing. Untuk mengetahui
kendala fiskal, dapat digunakan persamaan Wang (1998). Dalam penelitiannya,
Wang (1998) menyusun tabel restriksi untuk menguji kendala yang mana dari
ketiga kesenjangan yang merupakan binding constraint (mengikat pertumbuhan)
suatu perekonomian. Prosedur untuk mengetahui yang mana dari ketiga
kesenjangan (gap) yang merupakan kendala yang mengikat dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Wang, 1998):
1. Persamaan dasar yang memasukkan hipotesis two-gap yakni kesenjangan
tabungan dan kesenjangan valuta asing adalah:
Y + M = C + I + X ............................................................................
(2.1)
S = Y – C ..........................................................................................
(2.2)
F = M – X .........................................................................................
(2.3)
S* = a 0 + a 1 Y + a 2 F +a 3 X ................................................................
(2.4)
S ≤ S* ...............................................................................................
(2.5)
M* = b 0 + b 1 Y + b 2 I ........................................................................
(2.6)
M ≥ M* .............................................................................................
(2.7)
dimana:
Y
M
C
I
X
S
F
= produk domestik bruto
= total impor
= konsumsi
= investasi
= total ekspor
= tabungan
= defisit perdagangan
43
S* = tabungan potensial
M* = kebutuhan impor
Persamaan (2.4) menggambarkan bahwa tabungan potensial S* adalah fungsi
dari produk domestik bruto Y, net foreign capital inflows F (didefinisikan
sebagai defisit perdagangan) dan total ekspor X. Sedangkan kendala tabungan
digambarkan pada persamaan (2.5), dimana tabungan aktual tidak dapat
melebihi tabungan potensial maksimum S*. Selanjutnya persamaan (2.6)
menunjukkan bahwa impor yang dibutuhkan merupakan fungsi dari produk
domestik bruto Y dan investasi I. Persamaan (2.7) menunjukkan kendala
valuta asing, dimana impor aktual tidak dapat kurang dari kebutuhan impor
M*. Ekspektasi tanda parameter a 0 , a 1 , a 3 , b 0 , b 1 , b 2 adalah positif, sedangkan
parameter a 2 negatif karena foreign capital inflows sebagiannya dapat
mensubstitusi tabungan domestik. Dengan kendala ketiga adalah kapasitas
produktif maksimum dalam perekonomian (Y), maka didapat ketidaksamaan:
I – a 1 Y ≤ a 0 + (1 + a 2 ) F + a 3 X ........................................................
(2.8)
I + (b 1 /b 2 ) Y ≤ (b 0 /b 2 ) + (1/ b 2 ) M ...................................................
(2.9)
Y ≤ Y ................................................................................................ (2.10)
Dimana M = F + X dan semua variabel dengan bar adalah variabel eksogen.
Persamaan (2.8), (2.9) dan (2.10) secara berturut-turut menggambarkan
kendala tabungan, kendala valuta asing dan kendala kapasitas penuh.
2. Dengan memecahkan sistem persamaan secara berpasangan dan menurunkan
fungsi investasi pada setiap kasus binding constraint, maka karena dua
persamaan adalah ekualitas pada suatu waktu, dengan demikian dua kendala
akan binding secara simultan. Kasus 1 adalah dimana kendala tabungan dan
44
kendala kapasitas penuh sedang binding, Kasus 2 adalah kendala valuta asing
dan kendala kapasitas penuh yang sedang binding. Sedangkan Kasus 3 adalah
dimana kendala tabungan dan kendala valuta asing yang sedang binding. Oleh
karena itu, tiga fungsi investasi dapat diturunkan berkenaan dengan ketiga
kasus tersebut.
3. Dengan menggunakan pengetahuan teoritis dan jangkauan nilai dari
parameternya (a 0 , a 1 , a 2 , a 3 , b 0 , b 1 , b 2 ) untuk membentuk restriksi-restriksi
atas fungsi investasi bagi setiap kasus, dapat disusun Tabel 7.
Tabel 7. Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan Kendala
Gap Tabungan, Gap Kapasitas Penuh dan Gap Valuta Asing
Kendala
Y
F
X
1. Gap Tabungan dan Gap Kapasitas Penuh
2. Gap Valuta Asing dan Gap Kapasitas Penuh
3. Gap Tabungan dan Gap Valuta Asing
≥0
<0
=0
≤1
≥0
M
>1
>0
>0
Sumber: Wang (1998)
4. Parameter fungsi-fungsi investasi diestimasi dengan data time series dari
negara yang sedang diteliti.
5. Selanjutnya dibandingkan nilai-nilai parameter yang diestimasi dengan nilainilai restriksi pada Tabel 7 untuk setiap kasus. Jika semua parameter yang
diestimasi adalah konsisten dengan nilai-nilai restriksi bagi Kasus 1 tetapi
setidaknya ada satu parameter yang diestimasi ternyata tidak konsisten dengan
nilai restriksi yang relevan bagi Kasus 2, negara tersebut diklasifikasikan
sebagai berkendala tabungan. Demikian pula, jika semua parameter yang
diestimasi adalah konsisten dengan nilai-nilai restriksi bagi Kasus 2 tetapi
setidaknya satu parameter yang diestimasi ternyata tidak konsisten dengan
45
nilai restriksi yang relevan bagi Kasus 1, negara tersebut dikatakan berkendala
valuta asing. Jika negara tersebut tidak konsisten dengan Kasus 1 dan tidak
konsisten dengan Kasus 2, tetapi semua parameter yang diestimasi adalah
konsisten dengan nilai-nilai restriksi bagi Kasus 3, negara tersebut terlihat
sebagai berkendala secara simultan oleh kesenjangan tabungan dan
kesenjangan valuta asing. Derajat konsistensi atau tak-konsistensinya adalah
berdasarkan tingkat kepercayaan untuk menolak hipotesis nol bahwa nilai
sesungguhnya dari parameter yang diestimasi adalah sama dengan nilai
ambang batas yang membagi jangkauan konsisten dan tidak konsistennya
pada setiap kasus.
6. Untuk menguji binding dari kendala fiskal, dapat dilihat dari persamaanpersamaan sebagai berikut:
I 1 = a 0 + a 1 Y + (1 + a 2 ) F + a 3 X + u 1 .............................................. (2.11)
I 2 = – (b 1 /b 2 ) – (b 0 /b 2 ) Y + (1/ b 2 ) M + u 2 ...................................... (2.12)
Untuk memasukkan kendala fiskal ke dalam sistem, maka dinyatakan kembali
keseimbangan tabungan-investasi, yakni I = S p + S g + M + X, dimana S p dan
S g adalah tabungan swasta dan tabungan pemerintah. Defisit fiskal adalah
ekses dari investasi pemerintah atas tabungan pemerintah. Investasi
pemerintah adalah proporsi dari total investasi.
D g = I g – S g = δ I – S g ...................................................................... (2.13)
I g = δ I ............................................................................................... (2.14)
dimana:
D g = defisit fiskal
= investasi pemerintah
Ig
Nilai parameter yang diharapkan: 0 < δ < 1
46
Untuk menggambarkan perilaku sektor swasta dan perilaku sektor publik
secara terpisah, maka diperlukan dua fungsi tabungan. Dari persamaan (2.4),
dapat dibuat suatu fungsi tabungan swasta dan fungsi tabungan pemerintah
menjadi seperti di bawah ini:
S g * = c 0 + c 1 Y + c 2 F ........................................................................ (2.15)
Persamaan (2.15) mengatakan bahwa tabungan potensial pemerintah adalah
fungsi dari PDB dan net foreign capital inflows. Tanda dari c 1 diharapkan
positif karena peningkatan output domestik sangat mungkin menghasilkan
penerimaan non-pajak. Tanda dari c 2 diantisipasikan negatif karena dampak
crowding-out dari foreign capital inflows. Fungsi investasi yang diturunkan
dari kendala fiskal yang binding dapat ditulis sebagai:
I 3 = – (c 0 /δ) + (1/δ) Y + (c 2 /δ) F + (1/δ) D g + u 3 ............................. (2.16)
Selanjutnya, dilakukan estimasi perilaku pada persamaan-persamaan (2.11),
(2.12) dan (2.16).
7. Secara ringkas, berdasarkan persamaan-persamaan tersebut di atas, maka hasil
yang diharapkan bagi kendala yang sedang binding dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada saat kendala kesenjangan tabungan sedang mengikat (binding), maka
peningkatan net foreign capital inflows dan peningkatan total ekspor dapat
meningkatkan PDB.
Tabel 8. Restriksi atas Parameter Fungsi-Fungsi Investasi dengan
Kendala Gap Tabungan, Gap Valuta Asing dan Gap Fiskal
Kendala
1. Gap Tabungan
2. Gap Valuta Asing
3. Gap Fiskal
Sumber: Wang (1998)
Y
≥0
<0
≥0
F
≤1
≤0
X
≥0
M
Dg
>1
>1
47
Jika kendala kesenjangan valuta asing sedang mengikat, maka total impor
berpengaruh negatif terhadap PDB. Sedangkan apabila kendala kesenjangan
fiskal sedang mengikat, maka peningkatan net foreign capital inflows tidak
dapat meningkatkan PDB.
Beberapa indikator makroekonomi, yaitu PDB riil, investasi swasta dan
konsumsi
swasta
dijadikan
variabel
tujuan
karena
diasumsikan
dapat
meningkatkan kinerja perekonomian melalui pertumbuhannya. Pemilihan variabel
tujuan ini adalah sesuai dengan konsep three-gap, dimana pertumbuhan ekonomi
diasumsikan dipacu oleh peningkatan investasi swasta dan konsumsi swasta.
Karena itu, pengujian kendala pertumbuhan dilakukan dengan mengestimasi
fungsi investasi seperti yang diaplikasikan oleh Wang (1998) sebagai berikut:
IS = f (Y, F, X) .................................................................................. (2.17)
IE = f (Y, M) ..................................................................................... (2.18)
IF = f (Y, F, D g ) ................................................................................ (2.19)
dimana:
IS
IE
IF
Y
F
X
M
Dg
= fungsi investasi berkendala tabungan
= fungsi investasi berkendala valuta asing
= fungsi investasi berkendala fiskal
= produk domestik bruto riil
= net foreign capital inflows ke sektor swasta ditambah net foreign
capital inflows ke sektor publik
= total ekspor barang dan jasa
= total impor barang dan jasa
= defisit fiskal
Berdasarkan konsep teoritis three-gap, kontribusi modal asing terhadap
pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang adalah lebih besar pada saat
kendala kesenjangan valuta asing sedang mengikat. Akan tetapi, jika tidak
dianalisis lebih mendalam, mungkin yang terlihat adalah bahwa apapun
48
kesenjangan yang sedang menjadi kendala, aliran modal asing akan berdampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena aliran modal asing
kelihatannya mampu melepaskan binding constraints atas pertumbuhan ekonomi
dengan cara menyediakan sumberdaya yang diperlukan. Padahal, perbedaan
kendala yang mengikat berarti merefleksikan perbedaan masalah dalam suatu
perekonomian. Contohnya, kendala kesenjangan tabungan mengimplikasikan
ketidakseimbangan sektor internal, sedangkan kendala kesenjangan valuta asing
mengimplikasikan ketidakseimbangan sektor eksternal (Wang, 1998).
Interaksi antara modal asing dengan ketiga kesenjangan tersebut juga
berbeda. Interaksi antara modal asing dengan kesenjangan tabungan terletak pada
proses penyesuaian internal, yaitu penyesuaian investment-savings. Fungsi ini
berbeda dengan interaksi antara modal asing dengan kesenjangan valuta asing
yang terletak pada penyesuaian keseimbangan eksternal, yaitu penyesuaian
balance of payments. Lain lagi dengan interaksi antara modal asing dengan
dengan kesenjangan fiskal. Interaksi modal asing dengan kesenjangan fiskal
terjadi melalui penyesuaian pos-pos sektor publik. Penyelesaian masalah
institusional untuk masing-masing sektor adalah berbeda, dan cara penyelesaian
ini akan menentukan bagaimana modal asing disalurkan dalam suatu
perekonomian. Pengetahuan akan hal ini menjadi penting karena dampak dari
modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung dari bagaimana cara
modal asing tersebut terkait dengan penentu-penentu pertumbuhan (Wang, 1998).
Menurut Wang (1998), faktor-faktor yang menentukan masing-masing
kesenjangan juga berbeda. Faktor-faktor yang menentukan kesenjangan tabungan
dan fiskal cenderung berkorelasi negatif atau bebas dari aliran modal asing, yaitu
49
bahwa aliran modal asing netto dapat mengarah pada propensity to save yang
lebih rendah sehingga kesenjangan tabungan akan tetap ada. Lagi pula, jika suatu
negara terus menerus meminjam untuk menutup kesenjangan yang terjadi, utang
luar negeri akan berakumulasi sampai suatu titik dimana akhirnya negara tersebut
menjadi insolvent dan mengalami penurunan kredibilitas. Pada titik ini, setiap saat
dapat terjadi goncangan yang disebabkan karena krisis utang.
Dengan demikian, sangat penting untuk membedakan dampak awal dari
aliran modal asing terhadap pertumbuhan, dan dampak yang akan dibawanya
karena aliran modal asing akan menggeser penentu-penentu dari binding
constraints. Yang disebutkan terakhir adalah dampak ikutan (induced impact).
Jadi, terdapat perbedaan antara dampak awal dengan dampak ikutan. Apabila
faktor-faktor yang memberi kontribusi atas binding constraints tersebut tidak
bergantung dari aliran modal asing, maka dampak awal dari aliran modal asing
menjadi tidak penting karena tidak membawa dampak ikutan seperti yang
diharapkan (Wang, 1998).
Pengetahuan atas kendala yang mengikat menjadi penting karena
keterkaitan antara aliran modal asing dengan ketiga kesenjangan adalah berlainan.
Kendala tabungan dan fiskal tidak terkait dengan aliran modal asing, sedangkan
kendala valuta asing terkait dengan aliran modal asing karena kendala valuta
asing berkaitan dengan besarnya kebutuhan akan impor barang modal. Jadi, jika
yang menjadi kendala adalah valuta asing, maka pinjaman luar negeri dapat
menjadi cara yang efektif guna melepaskan kendala pertumbuhan. Lagipula,
apabila dampak positif modal asing terhadap peningkatan ekspor sangat kuat,
kemungkinan terjadinya krisis utang menjadi sangat kecil (Wang, 1998).
50
Tabel 9 memperlihatkan bahwa parameter estimasi PDB riil dengan
metode Wang (1998) adalah konsisten dengan syarat restriksi Wang. Sedangkan
hasil estimasi parameter ekspor tidak cocok dengan syarat restriksi Wang, maka
hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kendala yang mengikat pada kesenjangan
tabungan dalam perekonomian Indonesia, meskipun secara deskriptif kelihatannya
Tabel 9. Parameter Estimasi Fungsi Investasi dengan Kendala Three-Gap
pada Perekonomian Indonesia
Saving
Constraints
IS
Forex
Constraints
IE
Fiscal
Constraints
IF
−43367
−4.501
−43474
−4.297
−48084
−5.181
PDB (Y)
Statistik-t
Nilai Restriksi
0.651691(a)
3.641
≥0
0.550794(c)
7.346
<0
0.582464(a)
10.255
≥0
Net For. Cap. Infls. (F)
Statistik-t
Nilai Restriksi
−0.010359(b)
−0.086
≤1
Ekspor (X)
Statistik-t
Nilai Restriksi
−0.793189(c)
−0.817
≥0
Variabel Bebas
Intersep
Statistik-t
−0.036343(a)
−0.320
≤0
−0.044362(c)
−0.750
>1
Impor (M)
Statistik-t
Nilai Restriksi
1.469931(a)
1.985
>1
Defisit Fiskal (D g )
Statistik-t
Nilai Restriksi
R2
0.8340
0.8349
0.8516
Keterangan:
(a)
Nilai hasil nyata pada taraf nyata (α) 0.20 dan cocok dengan syarat nilai restriksi
Wang
(b)
Nilai hasil tidak nyata pada taraf nyata (α) 0.20 tetapi cocok dengan syarat nilai
restriksi Wang
(c)
Nilai hasil tidak cocok dengan syarat nilai restriksi Wang
51
terdapat kesenjangan tabungan yang nilainya makin kecil, bahkan sampai bernilai
negatif pada periode krisis. Berarti defisit pada kesenjangan tabungan ternyata
tidak menjadi kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan demikian, stimulus untuk meningkatkan tabungan swasta bukan
merupakan prioritas yang sebaiknya dilakukan, karena untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi tidak diperlukan peningkatan kesenjangan tabungan
swasta.
Hasil uji syarat terdapatnya kendala yang mengikat pada kesenjangan
valuta asing memperlihatkan bahwa semua tanda dan nilainya tidak cocok dengan
syarat nilai restriksi Wang. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan valuta asing
juga bukan merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Hasil ini serupa dengan kasus yang terjadi di beberapa negara sedang
berkembang lainnya di Asia, misalnya di Cina (Wang, 1998).
Jika dilakukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan pendekatan target
nilai investasi yang diukur dengan impor barang modal, hasil empiris
menunjukkan bahwa di beberapa negara sedang berkembang Asia, nilai
investasinya lebih besar daripada defisit valuta asing yang terjadi. Lagi pula,
kebanyakan negara-negara tersebut tidak mengalami defisit perdagangan yang
nilainya lebih besar daripada defisit tabungan domestik. Dengan demikian, maka
tidak terdapat kendala yang mengikat pada kesenjangan valuta asing di negaranegara tersebut (Wang, 1998). Begitu pula pada perekonomian Indonesia,
kesenjangan valuta asing bukan merupakan kendala yang mengikat bagi
pertumbuhan ekonomi.
52
Dalam hal uji syarat kendala yang mengikat pada kesenjangan fiskal,
hasilnya terlihat cocok dengan syarat nilai restriksi untuk kasus dimana yang
menjadi kendala yang mengikat adalah defisit fiskal. Dengan demikian, dengan
menggunakan uji restriksi Wang (1998), terlihat bahwa yang menjadi kendala
yang mengikat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah defisit fiskal.
2.5. Kekuatan Analisis Tiga Kesenjangan untuk Memahami Perekonomian
Indonesia
Selama periode tahun 1960an dan 1970an, model two-gap secara luas
digunakan dalam berbagai usaha untuk mengindentifikasi binding constraints
pada pertumbuhan ekonomi dan untuk mengestimasi kebutuhan bantuan negaranegara sedang berkembang. Ringkasan hasil penelitian dengan menggunakan
model two-gap dan three-gap pada negara-negara sedang berkembang dapat
dilihat pada Tabel 10. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar
negara sedang berkembang menghadapi kendala tabungan (savings constraint)
pada pertumbuhannya selama periode penelitian yang bervariasi antara tahun
1950an sampai 1990an. Pada tahun 1960an sampai 1980an, model yang
digunakan oleh para peneliti adalah model two-gap. Pada tahun 1990an, barulah
digunakan model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990), Taylor (1990,
1993) dan Solimano (1990). Dari hasil penelitian terlihat bahwa ada satu atau
lebih kendala pertumbuhan di negara-negara sedang berkembang, yaitu kendala
valuta asing, kendala tabungan atau kendala fiskal.
Berdasarkan hasil penelitian empiris, ditemukan bahwa sejak tahun
1960an sampai 1990an, kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi
negara-negara tersebut kebanyakan dari kendala tabungan dan kendala valuta
53
asing. Sampai akhir tahun 1980an, belum dipelajari tentang binding constraint
pada kesenjangan ketiga, yaitu kesenjangan fiskal (Iqbal, 1996). Setelah tahun
1990 barulah dilakukan penelitian tentang binding constraint pada pertumbuhan
ekonomi dengan menggunakan analisis tiga kesenjangan (three-gap analysis),
bukan dengan dua kesenjangan lagi.
Tabel 10.
Ringkasan Hasil Penelitian tentang Kendala Pertumbuhan Ekonomi
di Negara-Negara Sedang Berkembang,Tahun 1962-1998
Peneliti
Chenery & Bruno
(1962)
Chenery & Strout
(1966)
Periode
1960-1965
(Perencanaan)
1957-1962
1962-1975 (Proyeksi)
Adelman & Chenery
(1966)
Chenery & MacEwan
(1966)
Landau (1971)
1950-1957
1958-1961
1963-1975 (Proyeksi)
1977-1981 (Proyeksi)
1950-1966
Weisskopf (1972)
1953-1968
Blomqvist (1976)
1953-1968
Levy (1984)
Iqbal (1996)
1960-1979
1970-1993
Wang (1998)
1978-1986
1987-1995
Studi
Israel
50 Negara
Sedang
Berkembang
Yunani
Pakistan
18 Negara
Amerika
Latin
37 Negara
Sedang
Berkembang
33 Negara
Sedang
Berkembang
Mesir
Pakistan
Cina
Binding Constraint
Valuta Asing
Tabungan
Valuta Asing
Tabungan
Valuta Asing
Tabungan
Valuta Asing
8 Tabungan
4 Valuta Asing
6 Tak Terklasifikasi
23 Tabungan
8 Valuta Asing
6 Tak Terklasifikasi
24 Tabungan
2 Valuta Asing
7 Tak Terklasifikasi
Tabungan
Valuta Asing dan
Fiskal
Valuta Asing dan
Fiskal
Sumber: Iqbal (1996) dan Wang (1998)
Chenery & Bruno (1962) dalam membuat perencanaan ekonomi negara
Israel tahun 1960-1965 menemukan bahwa negara tersebut mengalami kendala
kesenjangan valuta asing. Selanjutnya, Chenery & Strout (1966) menemukan
bahwa kendala pertumbuhan ekonomi pada 50 negara sedang berkembang pada
tahun 1957-1962 adalah kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing.
Adelman & Chenery (1966) yang meneliti negara Yunani menemukan kendala
54
kesenjangan tabungan dan kendala kesenjangan valuta asing selama periode
penelitian tahun 1950-1957 dan 1958-1961. Levy (1984) yang meneliti negara
Mesir pada periode tahun 1960-1979 menemukan kendala kesenjangan tabungan.
Sedangkan Landau (1971), Weisskopf (1972) dan Blomqvist (1976), dalam
penelitiannya di sejumlah negara sedang berkembang, selain menemukan kendala
kesenjangan tabungan dan valuta asing, mereka menemukan kendala yang belum
terklasifikasi, yang kemudian dikenal sebagai kesenjangan fiskal.
Dalam proyeksi perekonomian Pakistan tahun 1963-1975 dan tahun 19771981, Chenery & Ewan (1966) menemukan kendala kesenjangan tabungan dan
kendala kesenjangan valuta asing. Tetapi dalam penelitian Iqbal (1996),
ditemukan bahwa pada periode tahun 1970-1993, Pakistan mengalami kendala
kesenjangan valuta asing dan kesenjangan fiskal. Sedangkan untuk negara Cina,
Wang (1998) menemukan bahwa pada tahun 1978-1986 negara Cina mengalami
kendala kesenjangan valuta asing dan kesenjangan fiskal. Akan tetapi kendala
kesenjangan valuta asing ternyata dapat diatasi oleh negara tersebut sehingga
sejak tahun 1987, kesenjangan valuta asing sudah tidak lagi menjadi kendala
pertumbuhan di Cina.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa fenomena adanya defisit pada salah
satu atau lebih dari ketiga kesenjangan merupakan fenomena yang lazim dijumpai
di negara-negara sedang berkembang. Untuk kasus perekonomian Indonesia, dari
sudut pandang analisis three-gap, terlihat bahwa jika dibandingkan antara
sebelum krisis dan pada periode krisis, kesenjangan yang bernilai positif, nilainya
menjadi lebih kecil atau nilainya menjadi negatif (pada kesenjangan valuta asing
dan kesenjangan tabungan). Sedangkan pada kesenjangan fiskal, baik pada
55
periode sebelum krisis dan pada periode krisis, nilainya tetap negatif (mengalami
defisit fiskal). Dengan demikian, terlihat bahwa analisis three-gap cocok dan
relevan untuk diaplikasikan pada perekonomian Indonesia karena terdapat
fenomena defisit pada salah satu atau lebih dari ketiga kesenjangan.
Memperhatikan uraian perkembangan three-gap pada perekonomian
Indonesia, maka salah satu masalah yang sangat penting untuk dianalisis adalah
masalah defisit fiskal, karena fenomena tersebut telah terjadi selama lebih dari 30
tahun periode penelitian. Oleh karena itu, penelitian dengan menggunakan model
three-gap menjadi relevan untuk dilakukan.
Model three-gap dapat digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan
fiskal dan moneter terhadap beberapa indikator makroekonomi yang penting
dalam
menunjang
pertumbuhan
ekonomi
yang
sehat.
Kebijakan
yang
disimulasikan dengan menggunakan periode krisis dianggap relevan karena model
three-gap mengadopsi kondisi adanya kesenjangan dalam perekonomian, dimana
pada masa krisis, ketiga kesenjangan masih tetap merupakan masalah dalam
perekonomian. Dengan demikian, model ini cocok digunakan sebagai alat untuk
menganalisis kebijakan dalam periode normal, masa krisis dan pemulihan
ekonomi, meskipun analisis ini hanya sampai pada tingkat makroekonomi saja.
Penelitian ini secara metodologis sesuai dengan situasi perekonomian negaranegara sedang berkembang sehingga diterapkan di beberapa negara sedang
berkembang lainnya seperti Thailand, Filipina, Cina, Pakistan, Brazil dan Guyana
(Wang, 1998). Maka metodologi three-gap diterapkan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembuat
kebijakan ekonomi Indonesia dalam mengambil keputusan.
56
2.6. Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia pada Periode Analisis
Analisis three-gap pada perekonomian Indonesia dilakukan dengan
mengestimasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia pada periode tahun
1969-2000. Simulasi kebijakan fiskal dan moneter dilakukan pada periode tahun
1990-1996 dan 1997-2000. Tujuannya adalah untuk menganalisis kebijakan fiskal
dan moneter pada periode sebelum krisis Asia 1997 dan pada periode krisis
ekonomi. Periode sebelum krisis yang dipilih adalah tahun 1990-1996 karena
pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan reformasi ekonomi
untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia. Simulasi pada periode krisis
adalah tahun 1997-2000.
Tabel 11 memperlihatkan peristiwa yang menjadi awal terjadinya krisis
ekonomi tahun 1997. Pada 11 Juli 1997, pada saat nilai tukar rupiah mulai terkena
contagion effect, pemerintah merespon dengan cara melebarkan spread nilai tukar
rupiah dari 8% menjadi 12% dari nilai tukar saat itu. Akan tetapi, ternyata nilai
tukar rupiah terus melemah sehingga akhirnya pemerintah melepaskan batasan
(band) intervensi sehingga nilai tukar rupiah diambangkan,
yaitu dilepaskan
mengikuti nilai pasar. Pada tanggal 18 Agustus 1997, untuk menahan penurunan
lebih jauh dari nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga
sampai menjadi 30% per tahun. Akan tetapi peningkatan suku bunga tersebut
hanya mampu meningkatkan nilai rupiah secara sementara, yaitu naik 100 poin
dari Rp.2970/dollar AS menjadi Rp.2870/dollar AS selama kurang dari satu
bulan. Pada tanggal 15 September 1997, nilai tukar rupiah malah turun menjadi
Rp.2940/dollar AS, dan lebih merosot lagi menjadi Rp.3660/dollar AS pada
57
tanggal 3 Oktober 1997. Karena nilai tukar rupiah terus tertekan lebih dalam,
maka akhirnya pemerintah meminta bantuan IMF.
Tabel 11. Awal Krisis Ekonomi Indonesia Tahun 1997
KRISIS
Turunnya
Nilai Rupiah
Krisis Sektor
Riil
TANGGAL
KEBIJAKAN
DAMPAK KEBIJAKAN
11 Juli 1997
Pelebaran spread dari 8%
menjadi 12%
14 Agust. 1997
Bank Indonesia melepas
band intervensi atas nilai
tukar rupiah
18 Agust. 1997
Bank Indonesia menaikkan
suku bunga SBI menjadi 30%
untuk jangka waktu satu
bulan
15 Sept. 1997
Bank Indonesia menurunkan
bunga SBI berjangka 7 dan
14 hari, 1 dan 3 bulan
sebesar 1% hingga 2%, dan
BI membuka lagi lelang SBI
BI memberi fasilitas swap
kepada eksportir dan importir
agar memperoleh kepastian
kurs
Keputusan program bantuan
paket IMF
Pencabutan izin 16 bank
Rupiah melemah 20
poin, dari Rp.2425
menjadi Rp.2445 per
dollar AS
Rupiah melemah 122.50
poin, dari Rp.2657.50
menjadi Rp.2780 per
dollar AS
Overnite melonjak
sampai 250% dan rupiah
menguat 100 poin, dari
Rp.2970 menjadi
Rp.2870/dollar AS
Rupiah melemah 10 poin
dari Rp.2930 menjadi
Rp.2940 per dollar AS
3 Okt. 1997
30 Okt. 1997
Krisis
Perbankan
Krisis
Kepercayaan
1 Nov. 1997
2 Des. 1997
Isu seputar kesehatan
presiden Soeharto
16 Des. 1997
Bank Indonesia
mengintervensi pasar untuk
memperkuat nilai tukar rupiah
Krisis Sektor
Riil
Defisit
Neraca
Pembayaran
Rupiah melemah 247.50
poin, dari Rp.3412.50
menjadi Rp.3660 per
dollar AS
Anjloknya rupiah tertahan
Satu dollar AS
menembus Rp.4000 dan
berlanjut menembus
Rp.5000 per dollar AS
Banyak pabrik tidak
dapat membayar utang
yang berdenominasi
dollar AS
Pinjaman luar negeri
pemerintah melalui IMF
Sumber: Bank Indonesia (1997)
Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan IMF kemudian menghasilkan
paket-paket kebijakan pemulihan ekonomi yang dicantumkan dalam bentuk Letter
of Intent (LOI) I, II, III, IV. Keempat LOI tersebut berisi kebijakan ekonomi yang
58
berkenaan dengan: (1) fiskal, (2) sektor moneter dan perbankan, (3) kebijakan
tentang restrukturisasi sektor perbankan, dan (4) kebijakan tentang perdagangan
luar negeri. LOI I tentang kebijakan fiskal, secara umum bertujuan
mengefisienkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Caranya antara lain
adalah dengan menghilangkan segala macam keistimewaan perpajakan yang tidak
perlu pada proyek-proyek seperti industri pesawat terbang dan mobil nasional dan
mengefisienkan pengeluaran pemerintah dalam rangka mengurangi defisit
anggaran belanja pemerintah.
Pada LOI II, diletakkan landasan institusional bidang moneter dengan cara
memisahkan bank sentral dengan pemerintah sehingga otoritas moneter dapat
berfungsi lebih baik karena tidak dapat diintervensi lagi oleh pemerintah.
Kemudian permasalahan perbankan yang mayoritas menjadi tidak sehat pada
masa krisis, diatur pada LOI III yang berisi kebijakan restrukturisasi perbankan.
LOI IV mengatur tentang kebijakan perdagangan luar negeri.
Bila diperhatikan, kebijakan yang dicantumkan dalam LOI I, II, III dan IV
merupakan kebijakan yang baik. Mengenai kebijakan fiskal, tujuan secara
keseluruhan adalah efisiensi fiskal, demikian pula dalam kebijakan moneternya,
dimana sistem dan prosedur otoritas moneter akan diperbaiki, termasuk di
dalamnya kebijakan pengurangan kredit kepada badan usaha milik negara.
Kebijakan perdagangan luar negerinyapun diarahkan pada persiapan perdagangan
bebas, dimana hampir setiap negara tidak dapat menghindarinya lagi, termasuk
Indonesia yang telah masuk dalam Asia Free Trade Association (AFTA) dan
World Trade Organization (WTO). Dalam penerapannya, pada periode tahun
1997-2000 yang lalu pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan sbb.:
59
1.
Melakukan efisiensi fiskal berupa perbaikan kebijakan perpajakan dan
penurunan
pengeluaran
pemerintah.
Perbaikan
kebijakan
perpajakan
ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, antara lain dengan
penghilangan keistimewaan dan fasilitas pada proyek-proyek besar tertentu
seperti proyek industri pesawat terbang dan mobil nasional. Sedangkan
penurunan pengeluaran pemerintah antara lain dalam bentuk pengurangan
subsidi-subsidi dan rasionalisasi pengeluaran.
2.
Meminta bantuan dalam bentuk pinjaman melalui IMF untuk mengatasi krisis
nilai tukar rupiah yang telah dengan cepat meluas menjadi krisis ekonomi.
3.
Menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tujuan
menaikkan suku bunga adalah untuk menurunkan jumlah uang beredar dan
menahan lebih terpuruknya nilai tukar rupiah. Kenaikan tingkat suku bunga
secara teoritis akan membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih
menarik karena memegang tabungan menjadi lebih menguntungkan daripada
memegang barang. Selanjutnya, karena di mata pihak asing harga barang
domestik menjadi relatif murah, maka pihak asing akan menukarkan mata
uangnya dengan mata uang domestik untuk membeli barang-barang tersebut.
Jika hal ini terjadi, maka nilai tukar mata uang domestik akan menjadi lebih
kuat.
4.
Melakukan kebijakan privatisasi pada badan usaha milik negara termasuk
bank-bank negara. Selain untuk meningkatkan penerimaan pemerintah,
kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan
perusahaan-perusahaan tersebut karena dengan sebagian sahamnya dimiliki
oleh masyarakat, perusahaan menjadi lebih transparan.
60
5.
Membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertujuan
membantu perusahaan-perusahaan umum dan perbankan yang tidak sehat
karena terbeban utang yang sangat tinggi, antara lain dengan cara diambil alih
untuk direkapitalisasi, direstrukturisasi atau dimerger, untuk kemudian dijual
kembali melalui pasar modal.
Kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan oleh pemerintah pada masa
krisis ekonomi tahun 1997-2000 adalah kebijakan efisiensi fiskal untuk
memperkecil defisit fiskal, kebijakan mengenai pinjaman luar negeri pemerintah
dan kebijakan tingkat suku bunga (butir 1, butir 2 dan butir 3). Sedangkan
kebijakan yang dilakukan pemerintah pada masa pemulihan ekonomi (transisi
ekonomi) tahun 2001-2005 adalah kebijakan privatisasi dan ekspansi kredit ke
sektor swasta (butir 4 dan butir 5).
III. TINJAUAN TEORI DAN BEBERAPA MODEL THREE-GAP
Pada masa krisis dan pemulihan (transisi) ekonomi di Indonesia, berbagai
model telah dibangun untuk memahami perekonomian Indonesia. Berbagai studi
juga telah dilakukan untuk memahami terjadinya krisis ekonomi yang dialami
Indonesia, termasuk evaluasi atas program kebijakan ekonomi yang disusun
bersama International Monetary Fund (IMF). Mengingat perekonomian Indonesia
mengalami defisit fiskal yang kronis selama lebih dari 30 tahun, maka sangat
penting untuk melakukan penelitian mengenai masalah defisit. Seperti telah
diuraikan, salah satu perangkat analisis yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan analisis tiga kesenjangan (three-gap). Studi tentang analisis tiga
kesenjangan diperlukan karena penelitian independen tentang masalah tersebut
masih belum banyak. Berikut ini diuraikan konsep teoritis tentang tiga
kesenjangan dalam suatu perekonomian.
3.1. Tinjauan Teori Three-Gap
Sejak 50an tahun yang lalu, para ekonom sudah mulai meneliti tentang
keterkaitan antara kendala-kendala makroekonomi dengan tingkat pertumbuhan di
negara-negara sedang berkembang, yang secara bertahap analisisnya semakin
baik. Pengembangan model makroekonomi two-gap merupakan kontribusi
penting bagi literatur tentang pembangunan ekonomi. Model makroekonomi twogap secara luas telah digunakan oleh para perencana di negara-negara sedang
berkembang dan negara-negara atau lembaga-lembaga penyumbang. Model
makroekonomi two-gap membahas tentang interaksi antara kendala tabungan dan
kendala valuta asing dalam penentuan pertumbuhan ekonomi dalam suatu
62
perekonomian. Kendala tabungan mengacu pada situasi ketika pertumbuhan
ekonomi mengalami kendala (constraint) yang disebabkan oleh terbatasnya
ketersediaan tabungan dalam negeri untuk investasi. Kendala tabungan terjadi
apabila tingkat tabungan dalam negeri berada di bawah tingkat investasi yang
harus dipenuhi untuk mencapai target tingkat pertumbuhan tertentu. Pada situasi
tersebut, pinjaman dapat menutup defisit kesenjangan tabungan sehingga
perekonomian dapat mencapai target tingkat pertumbuhan pada beberapa variabel
yang telah ditentukan (Wang, 1998).
Kendala pertumbuhan berikutnya adalah kesenjangan valuta asing.
Kendala valuta asing mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang terbatas karena
kurangnya ketersediaan valuta asing untuk mengimpor barang modal. Pada kasus
ini, bantuan diberikan untuk mengatasi kemacetan impor barang modal sehingga
perkonomian dapat mencapai target tingkat pertumbuhan. Asumsi kunci dari
model two-gap adalah bahwa suatu negara tidak dapat merubah tabungan
domestiknya menjadi impor barang modal (Wang, 1998).
Menurut Iqbal (1996), ide utama dari analisis two-gap adalah bahwa
pinjaman asing dapat mengatasi kemacetan yang terjadi di dalam negeri, sehingga
dengan cara demikian, memungkinkan negara tersebut dapat memanfaatkan
semua sumberdaya yang terdapat di negaranya dan dapat melanjutkan
pembangunan ekonominya. Keistimewaan model two-gap adalah aliran modal
asing yang memainkan peranan ganda dalam meningkatkan investasi dan
sumberdaya valuta asing. Selain itu, kebutuhan modal eksternal untuk
menyediakan tabungan tambahan dan untuk membiayai required intermediate
import dan investasi merupakan hal-hal penting dalam model two-gap.
63
Model two-gap yang dikembangkan oleh Chenery & Bruno (1962),
McKinnon (1964), Adelman & Chenery (1966), Landau (1971), Weisskoff (1972)
dan Bacha (1984) dapat dilihat pada Lampiran 1. Model two-gap amat menonjol
selama tahun 1960an, tetapi kemudian sempat menghilang selama tahun 1970an.
Belakangan, model two-gap diperluas menjadi model three-gap, yaitu dengan
menambahkan kendala fiskal sebagai kesenjangan ketiga disamping kendala
tabungan dan valuta asing. Secara umum, kritik atas model-model two-gap dapat
dirangkum sebagai berikut (Iqbal, 1996):
1. Bruton (1969) mengkritik model Chenery & Bruno (1962) dan Adelman &
Chenery (1966) dengan mengatakan bahwa bantuan luar negeri justru
mengakibatkan terjadinya kesenjangan, bukannya menutup kesenjangan.
Bruton menyatakan bahwa bantuan dapat merintangi, bukannya memfasilitasi
pembangunan di negara-negara penerima bantuan tersebut. Alasannya antara
lain adalah karena rasio tabungan adalah fleksibel dan bahwa tabungan dapat
dikonversi menjadi valuta asing. Alasan lainnya menurut Bruton adalah bahwa
tidak diperlukan perbedaan yang jelas antara foreign exchange gap dan
savings gap.
2. Griffin & Enos (1970) berargumen bahwa fondasi empiris model two-gap
Chenery & Strout (1966) sangat lemah. Berbeda dengan Chenery & Bruno
(1962) dan para pengikutnya, Griffin & Enos (1970) menemukan suatu
hubungan negatif antara tingkat pertumbuhan PDB dan bantuan luar negeri
pada negara-negara sedang berkembang. Juga ditemukan suatu hubungan
terbalik antara foreign saving dan domestic saving pada negara-negara
penerima bantuan untuk 32 negara sedang berkembang selama periode tahun
64
1962-1964. Disimpulkan bahwa bantuan luar negeri menjadikan domestic
saving menurun dan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi jangka
panjang melalui perubahan komposisi investasi. Akan tetapi penemuan Griffin
& Enos (1970) tidak diterima secara luas. Para kritisi misalnya Eshag (1971)
berargumen bahwa analisis empiris dari Griffin & Enos (1970) memiliki
kekeliruan dalam spesifikasi ekonometrikanya, di samping bahwa fondasi
teoritis yang digunakannya juga lemah. White (1992) memaparkan tinjauan
kritisnya atas masalah ini secara komprehensif.
3. Joshi (1970) berargumen bahwa perbedaan antara kendala tabungan dan
kendala valuta asing adalah penggunaan terbatas dari perspektif teori
perdagangan yang murni. Joshi berpendapat bahwa perbedaan sebaiknya
berdasarkan pada asumsi ekstrim jika ingin memiliki muatan empiris, yang
selanjutnya akan mengurangi nilainya sebagai suatu klasifikasi dari realitas.
Argumentasinya adalah bahwa mungkin terdapat penggunaan terbatas dalam
kalkulasi permintaan bantuan jangka pendek (walaupun asumsi institusional
perlu diperiksa secara hati-hati). Tetapi dalam jangka lebih panjang, bantuan
dapat merugikan.
4. Weisskopf (1972) menyatakan bahwa dampak negatif foreign capital inflows
terhadap domestic saving diaplikasi hanya untuk ex-ante domestic saving
tetapi tidak dianggap perlu untuk ex-post saving. Argumentasinya adalah
bahwa pada waktu kendala valuta asing mengikat, dampak foreign capital
inflow terhadap ex-post saving lebih mungkin menjadi positif, karena
sumberdaya eksternal membantu melepaskan limitasi independen atas
65
investasi yang diganggu oleh kurangnya suatu impor barang modal tertentu
yang dibutuhkan.
5. Findlay (1973) mengkritik literatur two-gap untuk pengabaiannya terhadap
harga relatif. Menggunakan suatu grafik, seperti Joshi (1970), Findlay menguji
doktrin kendala valuta asing dari sudut teori perdagangan internasional murni.
Findlay berargumen bahwa kapasitas cadangan domestik akan terbentuk pada
negara-negara dimana kendala valuta asing sedang mengikat. Hal ini
mengimplikasikan bahwa impor untuk tujuan investasi dapat meningkat
melalui bantuan luar negeri. Findlay (1973) juga menegaskan bahwa dampak
kenaikan pertumbuhan dari bantuan luar negeri akan menjadi lebih tinggi
dalam kasus kendala tabungan yang sedang mengikat.
6. Hasil penelitian Voivodas (1973) tidak mengindikasikan hubungan positif
yang nyata antara foreign capital inflows dan tingkat pertumbuhan output,
seperti yang diprediksikan dalam model two-gap. Voivodas (1973)
menggambarkan implikasi dari hasil ini bahwa dampak bermanfaat dari
foreign capital inflow terhadap pertumbuhan domestik cenderung dinetralisasi
baik oleh substansi terbalik dari foreign capital inflows terhadap konsumsi
atau oleh suatu pernyataan tentang peningkatan rasio incremental capital
output, atau keduanya.
7. Suatu studi empiris dengan mengambil data cross-section periode tahun 19701977 untuk 83 negara sedang berkembang oleh Mosley (1980) mendukung
hipotesis Griffin & Enos (1970) bahwa bantuan eksternal tidak menyumbang
pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang. Akan tetapi hasil
penelitian ini masih sulit untuk dibuktikan.
66
8. Gunning (1983) membuat suatu analisis yang mendalam tentang asumsi harga
tetap yang implisit dalam model two-gap. Analisis formalnya menyimpulkan
bahwa model two-gap tidak dapat direproduksi sebagai sistem equilibrium
harga tetap dan bahwa model ini memberikan suatu deskripsi yang tidak
lengkap tentang bagaimana agen ekonomi berperilaku dalam suatu
perekonomian. Oleh karena itu, hasil tersebut bertentangan dengan hasil
penelitian Waelbroek (1984), yang berargumen bahwa sifat dari model twogap dapat diinterpretasikan dalam bentuk teori keseimbangan umum harga
tetap (fixed price general equilibrium).
Dengan adanya kritik tersebut, maka dikembangkanlah model three-gap,
dimana terdapat tiga kendala yang dianggap sebagai penghambat prospek
pertumbuhan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Gap ketiga ini
memperhitungkan keterbatasan fiskal pada pilihan kebijakan ekonomi pada
beberapa negara sedang berkembang. Pada kasus seperti itu, kendala fiskal
ditujukan untuk mencerminkan keterbatasan potensial pada ketersediaan
sumberdaya dalam negeri untuk membiayai kebutuhan investasi publik untuk
mendukung tingkat output tertentu. Oleh karena itu, beberapa peneliti
menganggap kendala anggaran pemerintah merupakan batasan yang paling
menekan pertumbuhan pada jangka menengah, terutama pada saat negara-negara
sedang berkembang menderita goncangan finansial eksternal (Iqbal, 1996).
Tinbergen (1956), Theil (1958) dan Chenery & Bruno (1962) menyatakan
bahwa model kebijakan ekonomi sebaiknya terdiri dari variabel-variabel yang
mencerminkan tujuan ekonomi suatu masyarakat (misalnya pendapatan yang
maksimum, pertumbuhan output, dan full employment) dan instrumen utama
67
kebijakan ekonomi pemerintah. Juga ditekankan bahwa model sebaiknya dilihat
sebagai spesifikasi suatu hubungan yang penting antara tujuan dan alat-alat
pencapaian tujuan (instrumen kebijakan). Model three-gap dapat memenuhi
kriteria karena secara eksplisit menggabungkan pertumbuhan output dan
menghubungkan tujuan tersebut dengan instrumen kebijakannya dalam suatu
kerangka kerja kuantitatif.
3.2. Tinjauan Beberapa Model Three-Gap
Setelah ditinggalkannya model two-gap, ada beberapa model three-gap
yang dikembangkan oleh beberapa peneliti untuk diterapkan pada negara-negara
sedang berkembang. Tiga model dasar three-gap yaitu model Bacha (1990),
Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) serta model three-gap Iqbal (1996)
akan dijabarkan dalam sub-bab selanjutnya. Agar memudahkan perbandingan,
keempat model three-gap tersebut menggunakan notasi yang sama. Dengan
demikian, notasi yang digunakan dalam sub-bab di bawah ini berbeda dengan
notasi yang digunakan pada model Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan
Solimano (1990) yang asli, karena telah disesuaikan dengan notasi yang
digunakan oleh Iqbal (1996).
Analisis kesenjangan pada awalnya didasari oleh identitas neraca
pendapatan nasional (national income accounting identities). Kemudian ditulis
persamaan matematik semua neraca yang lainnya (all other accounts) untuk
mendapatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing dalam
perekonomian terbuka. Persamaan identitas untuk gap tabungan dan gap valuta
asing adalah (Iqbal, 1996):
68
I-S
= M – X......................................................................
(gap tabungan)
(gap valuta asing)
(3.1)
Dari persamaan identitas tersebut kemudian disusun kembali persamaan
matematik all other accounts untuk mendapatkan tiga kesenjangan yang terdiri
dari kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing untuk
perekonomian terbuka.
Persamaan untuk perekonomian terbuka dengan tiga kesenjangan adalah
sebagai berikut:
(I p - S p )
+ (G - T)
(gap tabungan)
(gap fiskal)
= (M - X) .........................................
(gap valuta asing)
(3.2)
Selanjutnya persamaan berikut ini yang diturunkan dari persamaan (3.2)
tersebut menunjukkan bagaimana defisit sektor publik dibiayai melalui surplus
modal sektor swasta dalam negeri dan transfer modal dari sektor luar negeri,
yaitu:
(S p - Ip ) + (M - X) = (G - T) ....................................................................
(3.3)
Persamaan (3.3) dapat digambarkan dalam bentuk bagan aliran dana dari
dan ke ketiga sektor dalam suatu perekonomian terbuka, yaitu sektor swasta,
sektor publik dan sektor luar negeri. Pendapatan dan pengeluaran sektor swasta,
sektor publik dan sektor luar negeri tersebut dapat digambarkan seperti pada
Gambar 14. Gambar tersebut memperlihatkan aliran pendapatan dan pengeluaran
Sektor Swasta, Sektor Publik dan Sektor Luar Negeri atau Rest of the World
(ROW).
69
Sektor
Publik
Fg
SSp
∆R
Rp
KF M
Sektor
Swasta
Ip
ROW
Fp X
Pendapatan
Pengeluaran
Rp + Fp + Sp
=
SS p + KF + I p
(Sektor Swasta)
SS p + F g + T
=
R p + ∆R + G
(Sektor Publik)
KF + ∆R + M
=
Fp + Fg + X
(ROW)
dimana:
Rp
Fp
Sp
SS p
KF
Ip
Fg
T
∆R
G
M
X
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Gambar 14.
Repayment Pinjaman Sektor Publik ke Sektor Swasta
Net Foreign Capital Inflows ke Sektor Swasta
Tabungan Swasta
Capital Surplus Sektor Swasta
Private Capital Flight
Investasi Swasta
Net Foreign Capital Inflows ke Sektor Publik
Penerimaan Pemerintah
Perubahan Official Foreign Exchange Reserves
Pengeluaran Pemerintah
Impor
Ekspor
Pendapatan dan Pengeluaran Institusi-Institusi dalam Suatu
Perekonomian Terbuka
Pada kasus beberapa negara sedang berkembang, sektor publik mengalami
defisit sedangkan sektor swasta dan sektor luar negeri tetap berada dalam keadaan
surplus. Gambar 15 memperlihatkan bagaimana defisit di Sektor Publik dibiayai
melalui transfer modal dari Sektor Swasta dan Sektor Luar Negeri.
70
Defisit Sektor Publik
G-T
=
SSp+Fg-Rp-∆R
SSp
Fg
Rp+Fp+Sp-Ip-KF
=
SSp
KF+∆R+M-X-Fp
=
Fg
Surplus Sektor Swasta
Surplus ROW
Surplus Sektor Swasta :
+
Surplus ROW :
=
Defisit Sektor Publik :
Gambar 15.
R p + F p + S p – I p – KF = SS p
KF + ∆R + M – X – Fp = Fg
G –T = SSp + Fg – Rp – ∆R
Pembiayaan Sektor Publik yang Defisit
Selanjutnya Gambar 16 menunjukkan enam kemungkinan kombinasi
three-gap pada perekonomian terbuka. Dalam gambar tersebut ditunjukkan bahwa
dalam suatu perekonomian, baik dalam perekonomian yang sudah maju maupun
yang sedang berkembang, suatu negara dapat ditempatkan pada salah satu posisi
dari enam posisi jika dikaitkan dengan tiga kesenjangan yang mungkin terjadi
dalam perekonomian.
Untuk kasus perekonomian Indonesia, secara deskriptif, sebelum krisis
ekonomi Asia 1997, Indonesia rata-rata berada pada Kasus 6 pada Gambar 16,
yaitu kasus defisit fiskal saja. Pada masa krisis ekonomi 1997-2000,
perekonomian Indonesia secara deskriptif berada pada Kasus 5, yaitu mengalami
defisit fiskal dan defisit sektor swasta.
71
(M - X)
kasus 2
M>X
G<T
Sp > Ip
kasus 3
kasus 1
M>X
G>T
Sp > Ip
M>X
G<T
Sp < Ip
(G - T)
kasus 6
kasus 4
kasus 5
M<X
G<T
Sp < Ip
M<X
G>T
Sp < Ip
M<X
G>T
Sp > Ip
(Sp = Ip)
Kasus 1
M>X
G>T
Sp > Ip
(defisit neraca perdagangan)
(defisit sektor publik)
(surplus sektor swasta)
Kasus 2
M>X
G<T
Sp > Ip
(defisit neraca perdagangan)
(surplus sektor publik)
(surplus sektor swasta)
Kasus 3
M>X
G<T
Sp < Ip
(defisit neraca perdagangan)
(surplus sektor publik)
(defisit sektor swasta)
Kasus 4
M<X
G<T
Sp < Ip
(surplus neraca perdagangan)
(surplus sektor publik)
(defisit sektor swasta)
Kasus 5
M<X
G>T
Sp < Ip
(surplus neraca perdagangan)
(defisit sektor publik)
(defisit sektor swasta)
Kasus 6
M<X
G>T
Sp > Ip
(surplus neraca perdagangan)
(defisit sektor publik)
(surplus sektor swasta)
Gambar 16.
Enam Kemungkinan Kombinasi Three-Gap dalam Suatu
Perekonomian Terbuka
72
Berikut ini dibahas beberapa model three-gap, yaitu model-model tiga
kesenjangan yang dikembangkan oleh Bacha (1990), Taylor (1990, 1993),
Solimano (1990) dan Iqbal (1996).
3.2.1. Model Three-Gap Bacha
Bacha (1990) mengembangkan kerangka kerja model three-gap yang lebih
sederhana untuk perekonomian terbuka. Model ini memberikan perhatian khusus
pada dampak transfer asing terhadap pertumbuhan output potensial dan terhadap
tingkat inflasi negara debitor. Pembahasan teoritisnya adalah tentang peranan
yang
memungkinkan
dari
kondisi
eksternal
yang
dirancang
untuk
memaksimumkan stabilisasi dan dampak yang diinginkan lainnya dari
pengurangan utang luar negeri.
Model Bacha dapat diringkas dalam suatu kerangka kerja neraca identitas
akuntansi atau Social Accounting Matrix (SAM). Neraca identitas model Bacha
(1990) diperlihatkan pada Tabel 12. Persamaan matematik untuk total baris dan
kolom dari tabel tersebut dapat ditulis sbb.:
Persamaan baris:
Sp = Sp .....................................................................................................
(3.4)
Ig = SSp + Fg + Sg ....................................................................................
(3.5)
F = M + J – X ..........................................................................................
(3.6)
I = Ip + Ig ..................................................................................................
(3.7)
Persamaan kolom:
Sp = SSp + Ip ............................................................................................
(3.8)
Ig = Ig .......................................................................................................
(3.9)
73
F = Fg ....................................................................................................... (3.10)
I = Sp + Sg + M + J – X. ........................................................................... (3.11)
Tabel 12. Neraca Identitas dalam Model Bacha
Swasta
Neraca Modal
Publik
ROW
All Other
Accounts
∑
Neraca Modal
Swasta
Publik
ROW
All Other
Account
*
2
SSp
3
0
0
*
4
0
Fg
*
Sp
Sg
M+J-X
Sp
Ig
F
Ip
Ig
0
*
I
Sp
Ig
F
I
*
∑
0
1
1
Diasumsikan bahwa semua foreign capital inflow dimiliki oleh sektor swasta.
Nilainya nol karena catatan butir 1.
3
Asumsi tidak ada private capital flight.
4
Perubahan dalam official foreign exchange reserves dihilangkan dari neraca modal pada neraca
pembayaran untuk mendapatkan nilai bersih capital inflows.
* tidak ada aliran dana karena berasal dari dan kepada institusi yang sama.
2
Sumber: Iqbal (1996)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka diperoleh persamaanpersamaan:
Sp = SSp + Ip ............................................................................................ (3.12)
(redundant: implisit pada persamaan 3.13-3.15)
Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.13)
(kendala fiskal)
M + J = F + X .......................................................................................... (3.14)
(kendala valuta asing)
Ip + Ig = Sp + Sg + F ................................................................................. (3.15)
(kendala tabungan)
Persamaan (3.12) menunjukkan bahwa tabungan swasta (Sp) digunakan
untuk membiayai investasi (Ip) dan sisa surplus modal swasta (SSp) ditransfer ke
sektor publik untuk memenuhi sebagian anggaran wajibnya. Persamaaan (3.13)
74
menunjukkan bahwa investasi publik (Ig) dibiayai oleh tabungan publik (Sg),
transfer modal dari sektor swasta (SSp), dan transfer modal dari sektor luar negeri
(Fg). Persamaan (3.14) memperlihatkan bahwa impor barang (M) ditambah
pembayaran jasa faktor dan non-faktor ke sektor luar negeri (F) dibiayai oleh
penerimaan ekspor (X) dan tabungan luar negeri (F). Keseimbangan tabunganinvestasi pada persamaan (3.15), penjumlahan investasi publik dan swasta (Ip + Ig)
adalah sama dengan jumlah tabungan swasta, tabungan publik dan tabungan luar
negeri. Persamaan-persamaan (3.13), (3.14) dan (3.15) merupakan persamaan tiga
kendala yaitu kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan.
Persamaan (3.12) diperlakukan redundant karena persamaan tersebut dapat
diperoleh dari persamaan-persamaan (3.13-3.15). Secara keseluruhan, terdapat
tiga persamaan linier independen (3.13-3.15) dan sembilan variabel (Sp, Ip, SSp,
Ig, F, Sg, M, X, J). Bacha mencirikan persamaan perilaku model sebagai berikut:
M = Mc + Mk ........................................................................................... (3.16)
Mk = θ1I ................................................................................................... (3.17)
dimana: 0 < θ1 < 1
I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.18)
Ip = γ2Ig .................................................................................................... (3.19)
dimana: γ2 > 0
Maka, I = (1 + γ2)Ig
dan SSp = f(p, h) ........................................................................................... (3.20)
75
Persamaan (3.16) menunjukkan total impor barang (M) dibagi menjadi dua
tipe: impor barang modal (Mk) dan impor barang lainnya (Mc). Koefisien θ1 pada
persamaan (3.17) adalah kandungan impor dari total investasi (I). Persamaan
(3.18) menunjukkan bahwa total investasi (I) sama dengan investasi swasta (Ip)
dan investasi publik (Ig).
Pada persamaan (3.19), Bacha (1990) mengasumsikan bahwa investasi
swasta (Ip) tergantung pada investasi publik (Ig); koefisien γ2 > 0 mencerminkan
hal tersebut, oleh karena itu disebut hipotesis crowding-in. Pada persamaan (3.20),
surplus modal sektor swasta (SSp) diasumsikan merupakan fungsi tingkat inflasi
(p) dan propensity to hoard (h). Pada awalnya surplus modal swasta diharapkan
meningkat bersamaan inflasi dan pada akhirnya menurun. Propensity to hoard
diasumsikan bernilai negatif karena ada surplus tabungan swasta. Bacha juga
mengasumsikan bahwa tidak ada pasar untuk obligasi dan saham pemerintah,
sehingga money expansion adalah satu-satunya alternatif untuk pembiayaan dalam
negeri bagi defisit sektor publik.
Persamaan
matematik
pada
persamaan-persamaan
(3.16-3.20)
menghasilkan lima persamaan baru dengan enam variabel, yaitu variabel-variabel
I, θ1, γ2, f, Mc dan Mk. Secara keseluruhan, terdapat delapan persamaan
independen linier. Kedelapannya adalah persamaan-persamaan (3.13-3.20)
dengan lima belas variabel, yaitu variabel-variabel Sp, Ip, SSp, Ig, Sf, Sg, M, X, I,
θ1, γ2, f, Mc, Mk dan J, yang memberikan derajat bebas (perbedaan antara jumlah
variabel dan jumlah persamaan) sebesar tujuh.
76
Tabel 13 merupakan produksi ulang Tabel 12, tetapi dengan M, Mk, I, Ip
dan SSp diganti dengan spesifikasi pada persamaan-persamaan (3.16-3.20). Tabel
13 menghasilkan persamaan baris dan kolom yang diuraikan sebagai berikut:
Persamaan baris:
Sp = Sp...................................................................................................... (3.21)
Ig = f(p, h) + Fg + Sg ................................................................................ (3.22)
F = Mc + θ1 (1+γ2)Ig+J-X ........................................................................ (3.23)
(1+γ2)Ig = (1+γ2)Ig ................................................................................... (3.24)
Persamaan kolom:
Sp = f (p, h) + γ2Ig .................................................................................... (3.25)
Ig = Ig ....................................................................................................... (3.26)
F = Fg ....................................................................................................... (3.27)
(1+γ2)Ig = Sp + Sg + Mc + θ1 (1+γ2)Ig+J-X .............................................. (3.28)
Tabel 13. Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Bacha
Swasta
Neraca Modal
Publik
ROW
All Other Accounts
∑
Sp
Sp
Neraca
Modal
Swasta
*
0
0
1
Publik
f(p, h)
*
Fg
Sg
Ig
ROW
0
0
*
Mc+θ1 (1+γ2)Ig+J-X
F
γ2Ig
Ig
0
*
(1+γ2)Ig
Sp
Ig
F
(1+γ2)Ig
*
All Other
Account
∑
Sumber: Iqbal (1996)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka diperoleh persamaanpersamaan sebagai berikut:
77
Sp = f(p,h) + γ2Ig ..................................................................................... (3.29)
(redundant: implisit pada persamaan 3.30-3.32)
Ig = f(p,h) + Fg + Sg ................................................................................. (3.30)
(kendala fiskal)
F + X = Mc +θ1(1+γ2)Ig+J ....................................................................... (3.31)
(kendala valuta asing)
(1+γ2)Ig = Sp + Sg + F .............................................................................. (3.32)
(kendala tabungan)
Persamaan-persamaan
(3.30-3.32)
menunjukkan
tiga
persamaan
independen linier dengan sepuluh variabel (Sp, f, Ig, F, Sg, Mc, J, X, θ1,γ2)
sehingga terdapat derajat bebas sebesar tujuh (seperti yang sebelumnya).
Persamaan-persamaan (3.30-3.32) menunjukkan tiga kendala lagi seperti yang
sebelumnya, yaitu kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan.
Persamaan (3.29) diperlakukan sebagai redundant karena dapat diperoleh dari
persamaan-persamaan (3.30-3.32). Ketiga persamaan independen (3.30-3.32)
dapat ditunjukkan sebagai persamaan-persamaan yang menentukan tingkat
investasi publik (Ig) sbb.:
Ig = f(p, h) + F + Sg = IgF ......................................................................... (3.33)
(kendala fiskal)
Ig = [1/θ1(1+γ2)]{X + F + Mc - J} = IgE ................................................... (3.34)
(kendala valuta asing)
Ig = [1/ θ1 (1+γ2)]{Sp + F + Sg} = IgS ....................................................... (3.35)
(kendala tabungan)
IgF, IgE dan IgS pada persamaan-persamaan (3.33-3.35) merupakan
persamaan-persamaan alternatif untuk Ig yang berhubungan dengan tiga
78
persamaan
kendala
independen
(3.30-3.32).
Karena
total
investasi
(I)
didefinisikan sebagai I = θ1 (1+γ2)Ig pada persamaan (3.19), maka persamaanpersamaan (3.33-3.35) dapat ditulis sbb.:
Ig = (1+γ2) [f(p, h) + F + Sg] = IF ............................................................. (3.36)
(kendala fiskal)
Ig = (1/θ1)[X + F + Mc - J] = IE ................................................................ (3.37)
(kendala valuta asing)
Ig = [Sp + F + Sg] = IS .............................................................................. (3.38)
(kendala tabungan)
Tabel 14. Lambang dan Definisi dalam Model Bacha
Lambang
F
Fg
H
I
Ip
Ig
J
M
Mk
Mc
P
Sp
SSp
X
θ1
γ2
Definisi
Net aggregate foreign capital inflows
Foreign capital inflows ke sektor publik (Fg = F)
Propensity of hoard money
Total investasi kotor
Investasi swasta
Investasi publik
Pembayaran jasa faktor dan non-faktor asing (Net foreign factor and nonfactor services payments)
Impor barang
Impor barang modal
Impor lain (didefinisikan sebagai M - Mk)
Tingkat inflasi
Tabungan swasta
Surplus tabungan sektor swasta
Ekspor barang
Kandungan impor dalam investasi
Koefisien hipotesis crowding-in
Sumber: Iqbal (1996)
Bacha (1990) mendefinisikan ekspor bersih sebagai E = X - Mc dan
diasumsikan bahwa E tidak dapat melebihi tingkat kritis ekspor bersih yang
dilambangkan dengan E*, yang merupakan permintaan dunia. Juga didefinisikan
tingkat tabungan swasta potensial (S*p) pada tingkat pendapatan swasta potensial
79
(Y*p) dan ditetapkan batasan bahwa γ2 ≤ γ2*. Variabel baru ini digabungkan ke
dalam persamaan-persamaan (3.36-3.38) menjadi:
Ig ≤ (1+γ2*) [f(p, h) + F + Sg] = IF ........................................................... (3.39)
(kendala fiskal)
Ig ≤ (1/θ1)[E* + F - J] = IE ....................................................................... (3.40)
(kendala valuta asing)
Ig ≤ [S*p + F + Sg] = IS ............................................................................ (3.41)
(kendala tabungan)
Model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990) memberikan
kerangka konseptual tentang interaksi antara ketiga kesenjangan dalam
perekonomian terbuka yang menekankan maksimalisasi investasi (sebagai proksi
untuk tingkat pertumbuhan output) pada model pertumbuhan. Bacha (1990)
menemukan
bahwa kendala
fiskal
cenderung
relevan
sebagai
kendala
pertumbuhan pada jangka menengah, ketika perekonomian negara sedang
berkembang mengalami goncangan finansial eksternal.
3.2.2. Model Three-Gap Taylor
Taylor (1990, 1993) mengembangkan model three-gap untuk menganalisis
efektivitas berbagai kebijakan ekonomi terhadap pertumbuhan output di 17 negara
sedang berkembang. Dengan menggunakan model yang sama dengan Bacha
(1990), Taylor mengembangkan model three-gap yang juga dapat disajikan dalam
kerangka social accounting matrix (SAM). Dibandingkan dengan model Bacha,
formulasi Taylor jauh lebih rinci, terutama dalam hal bagian aliran dana (flow of
funds). Dalam Tabel 15 terlihat bahwa aggregate foreign capital inflows dibagi
80
menjadi dua komponen yakni aliran modal asing ke sektor swasta (Fp) dan aliran
modal asing ke sektor publik (Fg).
Tabel 15. Neraca Identitas dalam Model Taylor
Swasta
1
Neraca Modal
Publik
Neraca Modal
Swasta
Publik
ROW
All Other Account
*
SSp
KF
Ip
0
*
1
0
Ig
∑
Sp + Fp
Ig
ROW
All Other
Accounts
∑
Fp
Fg
*
0
F
Sp
Sg
M+J-X
*
I
Sp
Ig
F
I
*
Perubahan dalam cadangan devisa dimasukkan dalam M
Sumber: Iqbal (1996)
Taylor (1993) juga menggabungkan private capital flight (KF) dalam
modelnya, sedangkan Bacha (1990) mengasumsikan bahwa tidak ada private
capital flight. Persamaan matematik untuk baris dan kolom dalam Tabel 15 dapat
ditulis menjadi sebagai berikut:
Persamaan baris:
Sp + Fp = Sp + Fp ...................................................................................... (3.42)
Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.43)
F = KF + M + J – X ................................................................................. (3.44)
I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.45)
Persamaan kolom:
Sp + Fp = SSp + KF + Ip ........................................................................... (3.46)
Ig = Ig ....................................................................................................... (3.47)
F = Fp + Fg ............................................................................................... (3.48)
I = Sp + Sg + M + J – X ........................................................................... (3.49)
81
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka didapat persamaanpersamaan sebagai berikut:
Sp + Fp = SSp + KF + Ip ........................................................................... (3.50)
(redundant: implisit pada persamaan 3.51-3.53)
Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.51)
(kendala fiskal)
M + J + KF = Fg + Fp + X ....................................................................... (3.52)
(kendala valuta asing)
Ip + Ig = Sp + Sg + Fp + Fg ........................................................................ (3.53)
(kendala tabungan)
Persamaan (3.50) menunjukkan bahwa total ketersediaan dana sektor
swasta adalah tabungan (Sp) ditambah foreign capital inflows (Fp). Dana tersebut
digunakan untuk investasi sektor swasta (Ip), sedangkan sisa surplus modalnya
ditransfer ke sektor publik (SSp) untuk memenuhi sebagian anggaran belanja
negara, dan sebagai capital flight ke sektor luar negeri (KF). Persamaan (3.51)
menunjukkan bahwa investasi publik (Ig) dibiayai oleh tabungan sektor publik
(Sg), transfer modal dari sektor swasta (SSp) dan transfer modal dari sektor luar
negeri (Fg). Persamaan (3.52) menunjukkan bahwa impor barang (M) ditambah
private capital flight ditambah net foreign payments untuk jasa faktor dan nonfaktor (J) dibiayai oleh penerimaan ekspor (X) dan penerimaan tabungan asing
oleh sektor swasta dan publik.
Neraca Investasi-Tabungan yang konvensional dapat dilihat pada
persamaan (3.53); investasi swasta ditambah publik (Ip+Ig) sama dengan jumlah
tabungan swasta dan tabungan asing yang diterima oleh sektor swasta dan sektor
publik. Persamaan-persamaan (3.51-3.53) merupakan persamaan tiga kendala
82
secara berurutan, yaitu kendala fiskal, kendala valuta asing dan kendala tabungan.
Persamaan (3.50) diperlakukan sebagai redundant karena persamaan ini dapat
diperoleh dari persamaan-persamaan (3.51-3.53). Secara total, terdapat tiga
persamaan independen linier (3.51-3.53) dengan delapan variabel (Sp, Sg, Fp, Fg,
Ip, Ig, SSp, KF, M, J, X). Taylor (1993) mencirikan persamaan perilaku:
Sp = σ 0 Y * +σ1Y − σ 2 Fp ............................................................................ (3.54)
dimana: σ 0 > 0, σ1 > 0, σ 2 < 0
Sg = α 0 Y * +α1Y ...................................................................................... (3.55)
dimana: α 0 > 0, α1 > 0
M = M c + M k + M i .................................................................................. (3.56)
M i = β 0 Y * +β1Y ..................................................................................... (3.57)
dimana: β 0 > 0, β1 > 0
M k = θ1I .................................................................................................. (3.58)
dimana: θ1 < 1
Sp = σ 0 Y * +σ1Y − σ 2 Fp ............................................................................ (3.59)
dimana: ε 0 > 0, ε1 > 0
I = I p + I g ............................................................................................... (3.60)
I p = γ 0 Y * + γ1Y + γ 2 I g ............................................................................. (3.61)
dimana: γ 0 > 0, γ1 > 0, γ 2 > 0
I = γ 0 Y * + γ 1 Y + (1 + γ 2 )I g
Pada fungsi tabungan swasta di persamaan (3.54), koefisien σ1 merupakan
marginal saving rate yang berkenaan dengan output aktual (Y) dengan asumsi
nilainya positif. Nilai harapan σ1 yang negatif menunjukkan bahwa penerimaan
modal ke sektor swasta sebagian disubsitusikan untuk tabungan domestik, sama
83
dengan Griffin (1970) dan Weisskopf (1972) yang menggambarkan hal tersebut
pada model two-gap. Koefisien α1 pada fungsi tabungan publik pada persamaan
(3.55) diharapkan bernilai positif jika penerimaan pajak dan keuntungan
perusahaan publik meningkat bersamaan dengan tingkat kegiatan ekonomi yang
diwakili oleh PDB.
Impor barang agregat (M) dibagi menjadi tiga jenis: barang konsumsi
(Mc), barang modal (Mk) dan input antara (Mi), terlihat pada persamaan (3.56).
Fungsi impor barang antara dan barang modal dicirikan oleh persamaan (3.57)
dan (3.58). Koefisien β1 > 0 pada persamaan (3.57) mewakili elastisitas impor
barang antara yang berkenaan dengan output. Parameter θ1 pada persamaan (3.58)
merupakan pangsa impor barang modal pada investasi total (I).
Pada fungsi ekspor dalam persamaan (3.59), diharapkan terdapat
complementary antara ekspor dan tingkat output aktual. Pada fungsi investasi
swasta pada persamaan (3.61), koefisien γ2 memperlihatkan public investment
crowding-in effect dan γ1 merupakan versi pemercepat (accelerator) yang paling
sederhana.
Persamaan-persamaan (3.54-3.61) menghasilkan delapan persamaan baru
dan enam variabel baru (Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I). Secara keseluruhan terdapat tujuh
belas variabel (Sp, Sg, Fp, Fg, Ip, Ig, SSp, KF, M, J, X, Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I),
sehingga menghasilkan derajat bebas sebesar enam. Tabel 16 memproduksi
kembali Tabel 15, tetapi dengan variabel Sp, Sg, Ip, M, I dan X diganti dengan
spesifikasi pada persamaan-persamaan (3.54-3.61). Tabel 16 menghasilkan
persamaan baris dan kolom sebagai berikut:
84
Tabel 16.
Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Taylor
Neraca Modal
Swasta
Publik
ROW
All Other Accounts
∑
Neraca
Modal
*
0
Fp
σ0Y*+σ1Y-σ2Fp
σ0Y*+σ1Y+
(1-σ2)Fp
SSp
*
Fg
α0Y*+α1Y
Ig
KF
0
*
Mc+(β0Y*+β1Y)+θ1(γ0
Y*+γ1Y)+(1+γ2)Ig+R(ε0Y*+ε0Y)
F
All Other
Account
γ0Y*+γ1Y+γ2Ig
Ig
0
*
∑
σ0Y*+σ1Y+(1-σ2)Fp
Ig
F
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
Swasta
Publik
ROW
γ0Y*+γ1Y+
(1+γ2)Ig
*
Sumber: Iqbal (1996)
Persamaan baris:
σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp = σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp ................................... (3.62)
I g = SSp + Fg + α 0 Y * +α1Y ...................................................................... (3.63)
[
]
F = KF + M c + β 0 Y * +β1Y + θ1 γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 0 )I g + J − ε 0 Y * −ε1Y ...... (3.64)
γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g = γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g .................................... (3.65)
Persamaan kolom:
σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp = SSp + KF + γ 0 Y * + γ1Y + γ 2 I g ......................... (3.66)
I g = I g ...................................................................................................... (3.67)
F = Fp + Fg ............................................................................................... (3.68)
γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g = σ 0 Y * + σ1Y − σ 2 Fp + α 0 Y * +α1Y + M c +
β 0 Y * +β1Y + θ1 [γ 0 Y * + γ1Y ] + (1 + γ 2 )I g + J − ε 0 Y * −ε1Y ........................ (3.69)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka didapat:
σ 0 Y * +σ1Y + (1 − σ 2 )Fp = SSp + KF + γ 0 Y * + γ1Y + γ 2 I g ......................... (3.70)
(redundant: implisit pada persamaan 3.71-3.73)
85
I g = SSp + Fg + α 0 Y * +α1Y ...................................................................... (3.71)
(kendala fiskal)
[
]
Fp + Fg = KF + M c + β 0 Y * +β1Y + θ1 γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g + J − ε 0 Y * −ε1Y (3.72)
(kendala valuta asing)
γ 0 Y * + γ1Y + (1 + γ 2 )I g = σ 0 Y * + σ1Y − σ 2 Fp + α 0 Y * +α1Y + Fg + Fp ........ (3.73)
(kendala tabungan)
Persamaan-persamaan
(3.71-3.73)
menunjukkan
tiga
persamaan
independen linier dengan sembilan variabel (SSp, Fp, Fg, KF, Ig, Mc, J, Y*, Y),
yang menghasilkan derajat bebas sebesar enam (seperti yang sebelumnya).
Persamaan-persamaan tersebut secara berurutan menunjukkan kendala fiskal,
kendala valuta asing dan kendala tabungan. Persamaan (3.70) diperlakukan
sebagai redundant karena dapat diperoleh dari persamaan-persamaan (3.71-3.73).
Seperti pada model Bacha (1990), tiga persamaan independen (3.71-3.73) disebut
sebagai persamaan-persamaan yang menentukan tingkat investasi (Ig) sbb.:
I g = SSp + Fg + α 0 Y * + α1Y = I gF ............................................................... (3.74)
(kendala fiskal)
I g = [1 θ1 (1 + γ 2 )]{(ε 0 − β 0 − θ1γ 0 )Y * +(ε1 − β1 − θ1γ1 )Y + Fg + Fp − J − M c − KF}
= I gE ....................................................................................................... (3.75)
(kendala valuta asing)
I g = [1 (1 + γ 2 )]{(σ 0 − α 0 − γ 0 )Y * +(σ1 − α1 − γ1 )Y + (1 − σ 2 )Fp + Fg } = ISg ........ (3.76)
(kendala tabungan)
IgF, IgE dan IgS seperti yang didefinisikan pada persamaan-persamaan
(3.74-3.76) dapat dinyatakan dalam pernyataan alternatif untuk Ig yang
berhubungan dengan tiga kendala independen persamaan-persamaan (3.74-3.76).
86
Karena investasi total (I) dicirikan sebagai I = γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig pada
persamaan (3.69), maka persamaan-persamaan (3.74-3.76) dapat dinyatakan
sebagai:
I = (1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2)+ α1]Y + SSp + Fg]} = IF ....... (3.77)
(kendala fiskal)
I = (1/θ0) {ε0 - β0)Y* + (ε1 - β1){Y + Fg + Fp – J – Mc – KF} = IE .......... (3.78)
(kendala valuta asing)
I = (σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + (1 - σ2)Fp + Fg = IS ................................. (3.79)
(kendala tabungan)
Untuk tingkat pertumbuhan output potensial, Taylor (1993) menspesifikasikan:
g* = µ0 + µ1 (I/Y*) ................................................................................... (3.80)
Persamaan (3.80) menunjukkan bahwa pertumbuhan output potensial (g*)
merupakan fungsi investasi total (I) dinormalkan oleh tingkat ouput potensial
(Y*). Koefisien µ1 merupakan tambahan (incremental) rasio output potensialmodal, dan µ0 adalah konstanta tertentu yang mencerminkan efek pengangguran,
kemajuan teknis, dsb. Persamaan-persamaan (3.77-3.79) yang merupakan
persamaan alternatif untuk I, dapat digunakan untuk menurunkan persamaan
alternatif untuk g* pada masing-masing kendala. Ketiga kemungkinannya adalah
sebagai berikut:
g* = µ1[(1+γ2)α1+γ1]cu +µ1(1+γ2)[fg + ssp]+ µ0 + µ1γ0+µ1[(1+γ2) α0 = g*F. ...... (3.81)
(kendala fiskal)
g* = (µ1/θ1)[ε1-β1]cu + (µ1/θ1)[fg+fp-j-mc-kf] +µ0 + (µ1/θ1) (ε0-β0) = g*E (3.82)
(kendala valuta asing)
g* = µ1(σ1+α1)cu + µ1[(fg+(1-σ2)fp] + µ0 + µ1(σ0+α0) = g*S .................. (3.83)
(kendala tabungan)
87
Dalam model Taylor (1993) tersebut, semua variabel penjelas di sisi
sebelah kanan persamaan-persamaan (3.81-3.83) dinormalkan dengan tingkat
output potensial (Y*). Persamaan-persamaan (3.81-3.83) tersebut juga dapat
ditulis dalam bentuk sederhana menjadi persamaan-persamaan:
g* = π1 + π2cu + π3[fg + ssp] = g*F .......................................................... (3.84)
(kendala fiskal)
g* = π4 + π5cu + π6[fg + fp - j - mc - kf] = g*E ......................................... (3.85)
(kendala valuta asing)
g* = π7 + π8cu + π9[fg + (1-σ2)fp] = g*S .................................................. (3.86)
(kendala tabungan)
dimana:
π1 = µ0 + µ1γ0 + µ1(1+γ2)α0
π2 = µ1[(1+γ2)α1 + γ1]
π3 = µ1(1+γ2)
π4 = µ0 + (µ1/θ1)(ε0 - β0)
π5 = (µ1/θ1)[ε1 - β1]
π6 = (µ1/θ1)
π7 = µ0 + µ1(σ0 + α0)
π8 = µ1(σ1 + α1)
π7 = µ1
Secara ringkas, dalam penelitiannya, Taylor (1993) mengestimasi
parameter kunci fungsi perilaku setiap negara pada 17 negara sedang berkembang.
Berdasarkan hasil estimasi, dilakukan simulasi untuk semua negara. Secara
umum, penelitian ini menunjukkan bagaimana kapasitas tingkat utilitas, investasi
publik, transfer asing ke pemerintah dan public sector borrowing requirement
sebaiknya disesuaikan untuk dapat memenuhi tambahan sebesar satu persen
pertumbuhan output di 17 negara sedang berkembang (Iqbal, 1996).
Percobaan simulasi menunjukkan bahwa tambahan sebesar satu persen
pertumbuhan output membutuhkan transfer asing agregat sebesar US$15 milyar,
88
dimana 1.2%nya merupakan total output potensial di 17 negara tersebut.
Percobaan simulasi untuk masing-masing negara menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kebutuhan transfer bersih yang cukup besar untuk mendukung
tambahan pertumbuhan output potensial sebesar satu persen.
Tabel 17. Lambang dan Definisi dalam Model Taylor
Definisi
Lambang
F
Fp
Fg
I
Ip
Ig
KF
M
Mc
Mi
Mk
J
Sp
Sg
SSp
X
Y
Y*
θ
Cu
fp
fg
g*
F
g*
E
g*
S
g*
F
Ig
E
I g
S
I g
F
I
E
I
S
I
J
Kf
mc
ssp
Arus Masuk Modal Luar Negeri Bersih Agregat
Arus Masuk Modal Luar Negeri Bersih Terhadap Sektor Swasta
Arus Masuk Modal Luar Negeri Bersih Terhadap Sektor Publik
Investasi Total
Investasi Swasta
Investasi Publik
Capital Flight Swasta
Impor Barang Agregat
Impor Barang Konsumsi
Impor Barang Intermediary
Impor Barang Modal
Pembayaran Faktor dan Non Faktor Luar Negeri Bersih
Tabungan Swasta
Tabungan Publik
Surplus Modal Sektor Swasta
Ekspor Barang Total
Produk Domestik Bruto Aktual
Produk Domestik Bruto Potensial
Bagian Impor Barang Modal Dalam Investasi Total
Kapasitas tingkat utilitas (didefinisikan sebagai Y/Y*)
Net foreign capital inflows ke sektor swasta dinormalisasikan dengan Y*
Net foreign capital inflows ke sektor publik dinormalisasikan dengan Y*
Tingkat pertumbuhan output potensial
Pertumbuhan output potensial berkendala fiskal
Pertumbuhan output potensial berkendala valuta asing
Pertumbuhan output potensial berkendala tabungan
Investasi publik berkendala fiskal
Investasi publik berkendala valuta asing
Investasi publik berkendala tabungan
Investasi total berkendala fiskal
Investasi total berkendala valuta asing
Investasi total berkendala tabungan
Net foreign factor dan non factor payments dinormalisasikan oleh Y*
Private capital flight dinormalisasikan oleh Y*
Impor barang konsumsi dinormalisasikan oleh Y*
Surplus modal sektor swasta dinormalisasikan oleh Y*
Sumber: Iqbal (1996)
89
Pengalaman simulasi untuk suatu individu negara menunjukkan rentang
yang luas bagi transfer yang diperlukan untuk mendukung penambahan satu
persen pertumbuhan potensial. Secara relatif, suatu perekonomian yang besar dan
terdiversifikasi seperti Argentina, Brazil, India dan Filipina membutuhkan foreign
capital inflows ke sektor publik kurang dari satu persen dari output potensialnya
untuk mencapai tambahan pertumbuhan output sebesar satu persen. Pada sisi yang
lain, pada perekonomian yang kecil dan bergantung pada impor seperti di
Nikaragua, Sri Langka, Tanzania, Uganda dan Zimbabwe, dibutuhkan transfer
luar negeri sekitar tiga persen dari output potensial untuk mencapai target
pertumbuhan yang lebih cepat sebesar satu persen (Iqbal, 1996).
Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa peningkatan foreign capital
inflow ke sektor publik mengurangi public sector domestic borrowing di 14
negara sedang berkembang. Rangkaian simulasi yang kedua menunjukkan bahwa
peningkatan usaha fiskal, promosi ekspor dan kebijakan substitusi impor, serta
repatriasi private capital flight mengurangi kebutuhan akan pinjaman dari luar
negeri (external borrowing requirements). Selain itu, hasil simulasi menunjukkan
bahwa pinjaman dalam negeri pemerintah (public sector domestic borrowing)
mengalami peningkatan pada waktu sektor swasta (justru bukan sektor publik)
memperoleh keuntungan dari foreign capital inflows yang lebih tinggi. Kondisi ini
terjadi di 12 negara dari 17 negara sedang berkembang yang perekonomiannya
diteliti (Iqbal, 1996).
3.2.3. Model Three-Gap Solimano
Solimano (1990) mengembangkan model three-gap yang disajikan dalam
keadaan ketidakseimbangan. Model tersebut dikalibrasikan dengan parameter
90
untuk perekonomian Chili. Solimano meneliti pengaruh berbagai kebijakan
makroekonomi (misalnya peningkatan belanja publik, pengurangan pembayaran
bunga utang eksternal dan pengurangan peningkatan harga melalui pemotongan
pajak tak langsung) terhadap tingkat pertumbuhan PDB, tingkat kapasitas utilitas,
nilai tukar riil, upah riil dan tingkat inflasi. Seperti model three-gap yang lain,
model ini juga dapat disajikan dalam kerangka kerja social accounting (SAM).
Karakteristik model Solimano (1990) dapat dilihat pada Tabel 18, sedangkan
lambang dan definisi model Solimano disajikan pada Tabel 19.
Tabel 18. Neraca Identitas dalam Model Solimano
Neraca Modal
∑
Swasta
Publik
ROW
*
0
Fp
Sp
Fp + Sp
SSp
1
0
*
∆R
Fg
*
Sg
M+J–X
Ig
F
Ip
Ig
0
*
I
Sp + Fp
Ig
F
I
*
Neraca Modal
Swasta
Publik
ROW
All other
accounts
∑
All Other
Accounts
1
Asumsi tidak ada private capital flight
Sumber: Iqbal (1996)
Persamaan matematik untuk jumlah baris dan kolom pada Tabel 18 dapat
ditulis sebagai berikut:
Persamaan baris:
Fp + Sp = Fp + Sp ...................................................................................... (3.87)
Ig = SSp + Fg + Sg .................................................................................... (3.88)
F = ∆R + M + J - X. ................................................................................. (3.89)
I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.90)
91
Persamaan kolom:
Sp + Fp = SSp + Ip .................................................................................... (3.91)
Ig = Ig + ∆R .............................................................................................. (3.92)
F = Fp + Fg ............................................................................................... (3.93)
I = Sp + Sg + M + J - X. ........................................................................... (3.94)
Dengan menyamakan jumlah baris persamaan-persamaan (3.87-3.90) dan kolom
persamaan-persamaan (3.91-3.94), maka didapat persamaan-persamaan:
Sp + Fp = SSp + Ip .................................................................................... (3.95)
(redundant: implisit pada persamaan (3.96-3.98)
Ig = SS p + Fg + Sg - ∆R ........................................................................... (3.96)
(kendala fiskal)
∆R + M + J = Fg + Fp + X. ...................................................................... (3.97)
(kendala valuta asing)
Ip + Ig = Sp+Sg+M+J-X ............................................................................ (3.98)
(kendala tabungan)
Persamaan (3.95) menunjukkan bahwa total ketersediaan dana sektor
swasta adalah tabungan (Sp) ditambah dengan foreign capital inflows (Fp). Dana
tersebut digunakan untuk investasi sektor tersebut (Ip) dan sisa surplus modalnya
ditransfer ke sektor publik dalam bentuk SSp untuk memenuhi sebagian
kebutuhan anggaran belanja negara. Persamaan (3.96) menunjukkan bahwa
investasi publik (Ig) dibiayai oleh tabungan (Ig), transfer modal dari sektor swasta,
transfer modal dari sektor luar negeri (Fg) dan perubahan bersih pada cadangan
resmi valuta asing (∆R = official foreign-exchange reserves). Persamaan (3.97)
menunjukkan bahwa perubahan pada cadangan resmi valuta asing (∆R) ditambah
92
impor barang (M) ditambah pembayaran bersih jasa faktor dan non faktor (J),
dibiayai oleh penerimaan ekspor (X) dan tabungan asing yang diterima oleh
sektor swasta dan publik. Keseimbangan tabungan-investasi yang konvensional
terlihat pada persamaan (3.98), dimana investasi swasta dan publik (Ip + Ig) sama
dengan jumlah tabungan swasta, tabungan publik dan tabungan asing yang
diterima oleh sektor publik dan swasta.
Persamaan-persamaan (3.96-3.98) secara berurutan mewakili persamaanpersamaan kendala fiskal, kendala valuta-asing dan kendala tabungan. Persamaan
(3.95) diperlakukan sebagai redundant karena persamaan tersebut diperoleh dari
persamaan-persamaan (3.96-3.98). Secara keseluruhan, terdapat tiga persamaan
independen linier yaitu persamaan-persamaan (3.96-3.98) dan terdapat delapan
variabel (Sp, Sg, Fg, Ip, Ig, SSp, ∆R, M, J, X) yang menghasilkan derajat bebas
sebesar delapan (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996).
Solimano (1990) mencirikan fungsi perilaku model three-gap yang
dikembangkannya dalam persamaan-persamaan sbb.:
Sp= σ0Y* + σ1Y ....................................................................................... (3.99)
dimana: σ0 > 0, σ1 > 0
Sg = α0Y* + α1Y...................................................................................... (3.100)
dimana: α0 > 0, α1 >0
M = Mc + Mk + Mi ................................................................................... (3.101)
Mi= β0Y* + β1Y + β2er............................................................................ (3.102)
dimana: β0 > 0, β1 > 0, β2 < 0
Mk= θ0Y* + θ1Y + θ2er ........................................................................... (3.103)
dimana: θ0 > 0, θ1 < 0, θ2 < 0
93
Mc= δ0Y* + δ1Y + δ2er ............................................................................ (3.104)
dimana: δ0 > 0, δ1 > 0, δ2 < 0
X = ε0Y* + ε1Y + ε2er ............................................................................. (3.105)
dimana: ε0 > 0, ε1 > 0, ε2 > 0
I = Ip + Ig .................................................................................................. (3.106)
Ip= γ0Y* + γ1Y + γ2Ig ............................................................................... (3.107)
dimana: γ0 > 0, γ1 > 0, γ2 > 0
Maka,
I = γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig
Justifikasi teoritis singkat tentang fungsi perilaku pada persamaanpersamaan (3.99-3.107) adalah bahwa koefisien σ1 pada fungsi tabungan swasta
di persamaan (3.99) menunjukkan marginal saving rate yang berkenaan dengan
output aktual, dan nilainya diharapkan positif. Koefisien α1 pada fungsi tabungan
publik (3.100) nilainya diharapkan positif jika penerimaan pajak dan keuntungan
perusahaan publik meningkat bersamaan tingkat output (Solimano, 1990 dalam
Iqbal, 1996).
Impor barang agregat (M) dibagi menjadi tiga jenis yaitu barang konsumsi
(Mc), barang modal (Mk) dan barang antara (Mi), yang terlihat pada persamaan
(3.101). Fungsi impor barang antara, barang modal dan barang konsumsi dicirikan
oleh persamaan-persamaan (3.102), (3.103) dan (3.104) secara berurutan.
Koefisien β1 dan δ1 secara berurutan adalah elastisitas impor barang antara dan
barang konsumsi yang berkenaan dengan output (Solimano, 1990 dalam Iqbal,
1996).
94
Tabel 19. Lambang dan Definisi pada Model Solimano
Lambang
Definisi
Er
F
Fg
Fp
I
Ig
Ig
J
M
Mc
Nilai tukar riil
Aggregate net foreign capital inflows
Net foreign capital inflows ke sektor publik
Net foreign capital inflows ke sektor swasta
Investasi Total
Investasi Publik
Investasi Swasta
Pembayaran bersih jasa faktor dan non faktor luar negeri
Impor barang agregat
Impor barang konsumsi
Mi
Impor barang intermediary
Mk
Impor barang modal
Sg
Tabungan publik
Sp
Tabungan swasta
Permintaan dunia (didefinisikan sebagai pertumbuhan PDB dunia)
Ekspor barang agregat
PDB aktual
PDB potensial
Kapasitas tingkat utilitas (didefinisikan sebagai Y/Y*)
Net foreign capital inflows ke sektor swasta dinormalisasikan dengan Y*
Net foreign capital inflows ke sektor publik dinormalisasikan dengan Y*
Tingkat pertumbuhan output potensial
Pertumbuhan output potensial berkendala fiskal
Pertumbuhan output potensial berkendala valuta asing
Pertumbuhan output potensial berkendala tabungan
Investasi publik berkendala fiskal
Investasi publik berkendala valuta asing
Investasi publik berkendala tabungan
Investasi total berkendala fiskal
Investasi total berkendala valuta asing
Investasi total berkendala tabungan
Net foreign factor dan non factor payments dinormalisasikan oleh Y*
d
w
X
Y
Y*
Cu
fp
fg
g*
F
g*
E
g*
S
g*
F
I g
E
I g
S
I g
F
I
E
I
S
I
J
Sumber: Iqbal (1996)
Selanjutnya θ1 mewakili elastisitas impor barang modal yang berkenaan
dengan investasi. Koefisien nilai tukar riil (er) pada ketiga persamaan impor
diasumsikan bernilai negatif. Pada persamaan (3.105), ekspor barang agregat (X)
diasumsikan merupakan fungsi nilai tukar riil dan permintaan dunia (wd) yang
positif. Pada persamaan investasi swasta (3.107), koefisien γ1 merupakan versi
akselerator yang sederhana, dan γ2 adalah pengaruh crowding-in dari investasi
publik.
95
Pernyataan persamaan-persamaan (3.99-3.107) menghasilkan sembilan
persamaan baru dan delapan variabel baru (Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I, wd, er). Secara
keseluruhan, terdapat 12 persamaan dan 19 variabel (Sp, Sg, Fp, Fg, Ip, Ig, SSp, ∆R,
M, J, X, Y*, Y, Mc, Mk, Mi, I, wd, er), sehingga terdapat tujuh derajat bebas
(Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996).
Tabel 20 merupakan produksi ulang Tabel 18, tetapi dengan Sp, Sg, Ip, I, M
dan X digantikan oleh persamaan-persamaan (3.99-3.107).
Tabel 20. Neraca Identitas dan Persamaan Perilaku dalam Model Solimano
Neraca Modal
∑
Swasta
Publik
ROW
All Other
Accounts
Swasta
*
0
Fp
σ0Y* + σ1Y
Fp + σ0Y* + σ1Y
Publik
SSp
*
Fg
α0Y* + α1Y
∆R + Ig
ROW
0
∆R
*
(β0Y*+β1Y+β2er)+
(θ0Y*+θ1I+θ2er)+
(δ0Y*+δ1Y+δ2er)d
(ε0Y*+ε1w +ε2er)
+J
Fp + Fg
All Other
Accounts
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
Ig
0
*
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
∑
Fp + σ0Y* + σ1Y
∆R + Ig
Fp+Fg
γ0Y*+γ1Y+(1+γ2)Ig
*
Neraca
Modal
Sumber: Iqbal (1996)
Tabel 20 menghasilkan persamaan-persamaan baris dan kolom sebagai berikut:
Persamaan baris:
Fp + σ0Y* + σ1Y = Fp + σ0Y* + σ1Y ...................................................... (3.108)
∆R + Ig = SSp + Fg + α0Y* + α1Y ........................................................... (3.109)
Fp + Fg = β0Y* + β1Y + βer + θ0Y* + θ1[γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig] +
θ2er + δ0Y* + δ1Y + δ2er - ε0Y* -ε1Y - ε2er + J ...................................... (3.110)
96
γ0Y* + γ1Y + γ2er = γ0Y* + γ1Y + γ2er .................................................... (3.111)
Persamaan kolom:
Fp + σ0Y* + σ1Y = SSp + γ0Y* + γ1Y + γ2Ig............................................ (3.112)
∆R + Ig = ∆R + Ig ..................................................................................... (3.113)
Fp + Fg = Fp + Fg ...................................................................................... (3.114)
γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig = σ0Y* + σ1Y + α0Y* + α1Y + β0Y* + β1Y +
β2er + θ0Y* + θ1[γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig] + θ2er + δ0Y* + δ1Y +
δ2er - ε0Y* - ε1Y - ε2er + J ....................................................................... (3.115)
Dengan menyamakan jumlah baris dan kolom, maka didapat persamaanpersamaan sbb.:
Fp + σ0Y* + σ1Y = Ssp + γ0Y* + γ1Y + γ2Ig ............................................ (3.116)
(redundant: implisit pada persamaan 3.117-3.119)
∆R + Ig = SSp + Fg + α0Y* + α1Y ........................................................... (3.117)
(kendala fiskal)
Fp + Fg = β0Y* + β1Y + β2er + θ0Y* + θ1[γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig] +
θ2er + δ0Y* + δ1Y + δ2er - ε0Y* - ε1wd - ε2er + J .................................... (3.118)
(kendala valuta asing)
γ0Y* + γ1Y + (1+γ2)Ig = σ0Y* + σ1Y + α0Y* + α1Y + Fp + Fg - ∆R ...... (3.119)
(kendala tabungan)
Persamaan-persamaan (3.117-3.119) mengimplikasikan bahwa terdapat
tiga persamaan independen linier dengan 10 variabel (Y, Y*, Fp, Fg, SSp, Ig, er,
wd, ∆R, J), yang menghasilkan derajat bebas sebesar tujuh (sama seperti yang
sebelumnya). Persamaan-persamaan (3.117-3.119) mewakili tiga kendala secara
berurutan, yaitu kendala fiskal, valuta asing dan tabungan. Persamaan (3.116)
diperlakukan sebagai redundant karena persamaan tersebut dapat diperoleh dari
persamaan-persamaan (3.117-3.119). Dan, sekali lagi, seperti yang sebelumnya,
97
persamaan independen tersebut dapat dinyatakan sebagai persamaan-persamaan
yang menentukan tingkat investasi publik (Ig) sbb.:
Ig = Ssp + Fg + α0Y* + α1Y - ∆R = IgF .................................................... (3.120)
(kendala fiskal)
Ig = [1/θ1(1+γ2)]{(ε0 - β0 - θ0 - θ1γ0 - δ0)Y* - (β1 + θ1γ1 + δ1)Y +
(ε2 - β2 - θ2 - δ2)er + ε1wd + Fp + Fg - J} = IgE ......................................... (3.121)
(kendala valuta asing)
Ig = [1(1+γ2)]{(σ0 + α0 - γ0)Y* + (σ1 + α1 - γ1)Y + Fp + Fg - ∆R} = IgS ....... (3.122)
(kendala tabungan)
Ketiga lambang IgF, IgE, IgS yang didefinisikan pada persamaan-persamaan
(3.120-3.122) merupakan penyataan alternatif untuk investasi yang berhubungan
dengan tiga kendala independen yang dinyatakan pada persamaan-persamaan
(3.120-3.122). Karena investasi total (I) dicirikan sebagai I = γ0Y* + γ1Y +
(1+γ2)Ig pada persamaan (3.108), maka persamaan-persamaan (3.120-3.122) bisa
dinyatakan sebagai persamaan-persamaan yang menentukan I, yaitu:
I = (1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2) + α1]Y + SSp + Fg - ∆R]} = IF... (3.123)
(kendala fiskal)
I = (1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0)Y* - (β1 + δ1)Y + (ε2 - β2 - θ2 - δ2)er +
ε1wd + Fp + Fg - J} = IE ............................................................................ (3.124)
(kendala valuta asing)
I = (σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + Fp + Fg - ∆R = IS ................................... (3.125)
(kendala tabungan)
Solimano (1990) mencirikan persamaan tingkat pertumbuhan output
potensial dengan cara yang sama dengan Taylor (1990), yaitu:
g* = µ0 + µ1(I/Y*) ................................................................................... (3.126)
98
Mengikuti prosedur yang sama dengan model Taylor (1990), maka tiga
pernyataan alternatif untuk investasi total (I) yang dinyatakan pada persamaanpersamaan (3.123-3.125) dapat digunakan untuk menurunkan tiga persamaan
untuk menyatakan g*. Ketiga kemungkinan tersebut adalah:
g* = µ0 + µ1(1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0] + [γ1/(1+γ2) + α1]cu +
ssp + fg - ∆r]} = g*F.................................................................................. (3.127)
(kendala fiskal)
g* = µ0 + (µ1/θ1)(1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0) - (β1 + δ1)cu + (ε2 - β2 –
θ2 - δ2)er + ε1wd + fp + fg - j} = g*E ......................................................... (3.128)
(kendala valuta asing)
g* = µ0 + µ1[(σ0 + α0) + (σ1 + α1)cu + fp + fg - ∆r] = g*S ....................... (3.129)
(kendala tabungan)
Semua variabel penjelas pada sisi sebelah kanan ketiga pernyataan
matematik pada persamaan (3.127-3.129) di atas dinormalkan oleh tingkat output
potensial (Y*). Persamaan pertumbuhan reduced-form dari model tersebut dapat
ditulis juga menjadi:
g* = π1 + π2cu + π3[ssp + fg - ∆r] = g*F ................................................... (3.130)
g* = π4 - π5cu + π6er + π7wd + π8[fp + fg - j] = g*E ................................. (3.131)
g* = π9 + π10cu + π11[fp - ∆r] = g*S ......................................................... (3.132)
dimana:
π1 = µ0 + µ1(1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]
π2 = µ1(1+γ2)[γ1/(1+γ2) + α1]
π3 = µ1(1+γ2)
π4 = µ0 + (µ1/θ1)(1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0)
π5 = (µ1/θ1)[β1 + δ1]
π6 = (µ1/θ1)(ε2 - β2 - θ2 - δ2)
π7 = (µ1/θ1)ε1
π8 = (µ1/θ1)
π9 = µ0 + µ1(σ0 + α0)
π10 = µ1 (σ1 + α1)
π11 = µ1
99
Solimano (1990) mengestimasi persamaan di atas untuk tingkat
pertumbuhan output potensial dalam tiga kendala dan dikalibrasikan dengan
model untuk perekonomian negara Chili. Model tersebut digunakan untuk
menganalisis dampak berbagai macam kebijakan politik dan ekonomi.
Hasil utama dari model Solimano adalah bahwa: (1) peningkatan belanja
pemerintah akan memperlambat tingkat pertumbuhan PDB, meningkatkan nilai
tukar riil dan menaikkan upah riil dalam pertumbuhan ekonomi yang berkendala
kapasitas; (2) pengurangan pembayaran bunga ke luar negeri dalam situasi
pertumbuhan
ekonomi
berkendala
kapasitas
akan
mempercepat
tingkat
pertumbuhan PDB, menurunkan nilai tukar riil dan meningkatkan upah riil, dan
(3) pada akhirnya pemotongan rasio mark-up dapat meningkatkan daya saing
eksternal dan upah riil secara simultan, sehingga memungkinkan peningkatan
tingkat kapasitas utilitas dan mempercepat PDB potensial pada negara Chili
tersebut (Solimano, 1990 dalam Iqbal, 1996).
3.2.4. Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano
Dalam Tabel 21 disajikan perbandingan model-model makroekonomi
three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990), Taylor (1990, 1993) dan
Solimano (1990). Perbandingan ketiga hasil penelitian tersebut dibagi menjadi
dua aspek, yaitu aspek aliran dana (flow of funds) dan aspek karakteristik fungsifungsi perilaku pada masing-masing ketiga model tersebut. Tabel tersebut
memperlihatkan bahwa Bacha memberikan versi model three-gap yang lebih
sederhana jika dibandingkan dengan model yang dikembangkan oleh Taylor dan
Solimano.
100
Tabel 21. Perbandingan Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan Solimano
Keterangan
Blok
Aliran
Dana
(Flow of
Funds)
Bacha
Taylor
Solimano
SSp
Fg
-
SSp
KF
Fp
Fg
-
SSp
Fp
Fg
∆R
Mc+i + Mk
θ,I
γ2Ig
f(p, h)
-
Mc + Mk + Mi
θ,I
*
β0Y + β1Y
*
ε0Y + ε1Y
*
γ0Y + γ1Y + γ2Ig
*
σ0Y + σ1Y - σ2Fp
*
α0Y + α1Y
*
µ0 + µ1(I/Y )
Mc + Mk + Mi
θ0Y* + θ1Y + θ2er
δ0Y* + δ1Y + δ2er
β0Y* + β1Y + β2er
ε0Y* + ε1Y + ε2er
γ0Y* + γ1Y + γ2Ig
σ0Y* + σ1Y
σ0Y* + σ1Y
µ0 + µ1(I/Y*)
Fungsi
Perilaku
M =
Mk =
Mc =
Mi =
X =
Ip =
Sp =
Sg =
SSp =
*
g =
Pers.
Reduced
Form
Investasi
Total di
bawah
ketiga
kendala
F
=
(1+γ2) [f(p,
h) + F + Sg]
1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* +
[γ1/(1+γ2)+ α1]Y + SSp + Fg]}
F
=I
(1+γ2){[γ0/(1+γ2) + α0]Y* + [γ1/(1+γ2) +
α1]Y + SSp + Fg - ∆R]}
E
=
(1/θ1)[X + F
+ Mc - J]
(1/θ0) {ε0 - β0)Y* + (ε1 - β1)
{Y + Fg + Fp – J – Mc – KF}
S
=
[Sp + F +
Sg]
(σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y +
(1 - σ2)Fp + Fg
(1/θ1){(ε0 - β0 - θ0 - δ0)Y* - (β1 + δ1)Y
d
+ (ε2 - β2 - θ2 - δ2)er + ε1w + Fp + Fg
- J}
I
I
I
(σ0 + α0)Y* + (σ1 + α1)Y + Fp + Fg ∆R
Sumber: Iqbal (1996)
Berkenaan dengan blok aliran dana, terlihat jelas bahwa entry nol lebih
banyak terdapat pada model Bacha dibandingkan dengan model Taylor dan
Solimano. Hal ini karena Bacha hanya menentukan beberapa fungsi perilaku yang
sederhana pada modelnya, sedangkan Solimano memasukkan variabel perilaku
penjelas yang lebih banyak daripada dalam model yang dikembangkan oleh
Taylor (Iqbal, 1996).
101
Baik Solimano (1990) maupun Taylor (1990) menentukan fungsi tingkat
pertumbuhan output potensial yang sama dan menurunkan tiga persamaan
alternatif untuk tingkat pertumbuhan output potensial dalam kendala fiskal, valuta
asing dan tabungan, sedangkan Bacha (1990) tidak menentukan fungsi
pertumbuhan untuk output potensial apapun.
Akan tetapi Bacha menentukan
fungsi untuk surplus modal swasta, sedangkan Taylor dan Solimano tidak
menentukan fungsi apapun untuk hal tersebut. Karena Bacha menentukan fungsi
perilaku dalam jumlah yang lebih sedikit dan lebih sederhana, maka hasil
persamaan reduced-form akhir untuk total investasi dalam tiga kendala jauh lebih
sederhana daripada model Taylor dan Solimano. Model three-gap yang
dikembangkan oleh Bacha memberikan kerangka konseptual interaksi antar ketiga
kesenjangan dalam perekonomian terbuka (Iqbal, 1996).
Taylor (1990, 1993) menggunakan model three-gap yang dibangunnya
untuk menganalisis keefektifan berbagai kebijakan makroekonomi terhadap
pertumbuhan output potensial di 17 negara sedang berkembang. Penelitian Taylor
menunjukkan bagaimana kapasitas tingkat utilisasi, investasi publik, transfer luar
negeri ke sektor publik dan pinjaman domestik sektor publik sebaiknya
disesuaikan untuk memenuhi tambahan satu persen tingkat pertumbuhan
ekonomi.
Di lain pihak, Solimano (1990) meneliti pengaruh berbagai kebijakan
ekonomi, seperti peningkatan belanja pemerintah, pengurangan pembayaran
bunga utang dan pengurangan mark-up, terhadap tingkat pertumbuhan output,
tingkat kapasitas utilisasi, real exchange rate, upah riil dan tingkat inflasi di Chili.
102
3.2.5. Tinjauan Kritis atas Model-Model Three-Gap Bacha, Taylor dan
Solimano
Dari pembahasan tentang model-model three-gap Bacha (1990), Taylor
(1990, 1993) dan Solimano (1990), dapat disimpulkan suatu tinjauan kritis atas
ketiga model three-gap tersebut. Tinjauan kritis atas ketiga model three-gap yang
dibahas adalah menyangkut tentang asumsi model, estimasi output potensial,
normalisasi dan elemen yang hilang. Uraiannya adalah sebagai berikut (Iqbal,
1996):
1. Asumsi Model
Model three-gap yang dikembangkan oleh Bacha (1990) terlalu sederhana dan
berdasarkan pada beberapa asumsi yang lemah seperti tidak adanya
pemasukan modal asing ke sektor swasta, tidak adanya pasar untuk saham
pemerintah, tidak ada private capital flight dan tidak ada perubahan dalam
cadangan devisa. Asumsi-asumsi tersebut tampaknya kurang realistis, karena
dalam hal pemasukan modal asing di negara-negara sedang berkembang,
pangsa modal asing di sektor swasta telah meningkat dengan tajam selama
tahun 1980an dan 1990an. Aliran modal asing yang meningkat tajam terutama
pada penanaman modal asing langsung. Faktor penting lainnya yang juga
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang adalah
masalah private capital flight. Sejak awal tahun 1980an, capital flight telah
menjadi masalah penting yang diperdebatkan oleh negara-negara sedang
berkembang. Asumsi model Bacha lainnya adalah tidak adanya pasar untuk
obligasi pemerintah, yang menyebabkan money expansion merupakan satusatunya alternatif untuk pembiayaan domestik anggaran defisit pemerintah.
Asumsi ini tampaknya tidak realistis karena obligasi pemerintah menjadi
103
sumber domestik utama untuk pembiayaan defisit fiskal pemerintah di negaranegara sedang berkembang. Sebaliknya, model Taylor (1990) dan Solimano
(1990) didasarkan pada asumsi yang lebih sedikit daripada model Bacha
(1990). Akan tetapi, model Taylor secara eksplisit mengabaikan sebuah faktor
penting dalam analisisnya tentang pertumbuhan ekonomi, yakni faktor
perubahan cadangan devisa.
2. Estimasi Output Potensial
Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) menormalkan semua variabel
dengan tingkat output potensial riil. Variabel-variabel tersebut antara lain
adalah variabel investasi, impor, ekspor, tabungan luar negeri dan pembayaran
bunga atas utang luar negeri. Karena tingkat output potensial dan
pertumbuhannya merupakan variabel kunci dalam model ini, maka sangat
penting (tetapi sulit) untuk mendapatkan hitungan secara akurat pada kasus
negara-negara sedang berkembang. Di samping itu, estimasi output potensial
yang digunakan oleh penelitian Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990) juga
didasari oleh asumsi yang lemah.
3. Normalisasi
Pada model yang dikembangkan oleh Taylor (1990, 1993) dan Solimano
(1990), keduanya menormalkan semua variabel dengan suatu variabel umum,
yaitu tingkat output potensial. Hal ini mengimplikasikan bahwa suatu deflator
harga (keduanya memakai deflator produk domestik bruto) digunakan untuk
semua variabel dalam fungsi. Pendekatan ini tidak terlalu dihargai karena ada
alternatif normalisasi lainnya. Pendekatan yang dapat digunakan antara lain
adalah misalnya tabungan swasta dinormalkan oleh tingkat pendapatan
104
swasta, ekspor barang dan jasa dinormalkan oleh tingkat produk domestik
bruto, impor barang konsumsi dinormalkan oleh tingkat produk domestik
bruto, impor jasa dinormalkan oleh tingkat impor barang modal, penerimaan
pajak perdagangan dinormalkan oleh tingkat impor barang, penerimaan modal
asing ke sektor swasta dinormalkan oleh tingkat investasi swasta dan
penerimaan modal asing ke sektor publik dinormalkan oleh tingkat investasi
publik. Apabila misalnya alternatif normalisasi-normalisasi tersebut yang
digunakan, maka deflator harga yang paling relevan yang akan diperhitungkan
dalam analisis.
4. Elemen yang hilang
Pada komponen neraca pembayaran, Taylor (1990, 1993) dan Bacha (1990)
mengabaikan pengaruh nilai tukar pada pertumbuhan, sedangkan Solimano
melakukan analisis dampak nilai tukar pada modelnya. Lebih lanjut, salah satu
tujuan pengembangan model three-gap adalah untuk menggabungkan aspek
fiskal dan moneter suatu perekonomian dalam model. Aspek fiskal telah ikut
diperhitungkan, akan tetapi aspek moneter seperti peranan jumlah uang
beredar (money supply) dan obligasi pemerintah serta tingkat suku bunga
domestik, diabaikan dalam ketiga model tersebut. Selain itu, ketiga model
tersebut mengabaikan bagian flow of funds (misalnya penerimaan modal luar
negeri ke sektor swasta dan publik serta surplus modal swasta). Pada akhirnya,
model ini secara eksplisit tidak digunakan untuk menganalisis reformasi
penyesuaian
berkembang.
struktural
pada perekonomian
di negara-negara sedang
105
3.2.6. Model Three-Gap Iqbal
Pada dasarnya, Iqbal (1996) menggunakan konsep model three-gap Taylor
(1990, 1993) dan Solimano (1990), dan kemudian disempurnakan lagi untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Penyempurnaan yang dilakukan oleh
Iqbal dalam penelitian yang dilakukannya untuk negara Pakistan adalah sebagai
berikut:
1.
Model three-gap Iqbal (1996) menggunakan konsep model Solimano (1990)
yang kemudian disempurnakan lagi dengan memasukkan variabel pelarian
modal (private capital flight).
2.
Estimasi variabel output potensial diganti menjadi PDB riil. Investasi
swasta, investasi publik dan konsumsi swasta dianggap indikator
pertumbuhan ekonomi.
3.
Normalisasi dilakukan tidak hanya dengan deflator harga saja, tetapi
bervariasi untuk setiap variabel, yaitu impor barang dinormalkan dengan
tingkat PDB, impor jasa oleh tingkat impor barang, penerimaan non-trade
oleh tingkat PDB, penerimaan perdagangan oleh tingkat impor barang,
tabungan swasta oleh tingkat pendapatan swasta, ekspor barang dan jasa
oleh tingkat PDB, penerimaan modal asing ke sektor swasta oleh tingkat
investasi swasta dan penerimaan modal asing ke sektor publik oleh tingkat
investasi publik.
Model makroekonomi three-gap Indonesia yang dibangun dalam
penelitian ini mengacu pada model three-gap Iqbal (1996), tetapi dengan
modifikasi yang dianggap cocok untuk perekonomian Indonesia. Modelnya
merupakan model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan.
106
Kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing (neraca
pembayaran) diintegrasikan sebagai variabel endogen dalam model.
Kesenjangan tabungan yang negatif dapat terjadi sebagai akibat dari ekses
investasi atas tabungan, sehingga terjadi defisit di sektor swasta, dimana dalam
kasus Indonesia, memerlukan pinjaman atau aliran dana dari luar negeri yang
sangat dominan untuk membiayai investasi, baik investasi sektor swasta maupun
sektor publik.
Kesenjangan fiskal yang negatif terjadi sebagai akibat dari total
pengeluaran pemerintah yang melebihi total penerimaannya sehingga terdapat
defisit anggaran pendapatan dan belanja negara. Maka kemudian diperlukan
pinjaman sektor publik, yang dapat dipenuhi antara lain dengan pinjaman luar
negeri atau melalui sistem perbankan domestik dengan penjualan obligasi
pemerintah. Pinjaman ini digunakan untuk menutup defisit.
Kesenjangan valuta asing (foreign exchange gap) dapat terjadi sebagai
akibat dari ketidakseimbangan antara ekspor dan impor. Pembahasan mengenai
kesenjangan valuta asing memasukkan komponen perdagangan internasional yaitu
variabel ekspor dan impor. Variabel-variabel aliran dana asing ke sektor swasta
dan publik tidak dimasukkan dalam kesenjangan sektor luar negeri karena
meskipun variabel-variabel tersebut merupakan variabel-variabel dalam neraca
pembayaran (balance of payment), tetapi di dalam aliran dana asing terdapat unsur
pinjaman luar negeri.
Masalah ketidakseimbangan pada sektor swasta, sektor publik dan neraca
pembayaran merupakan kendala atas stabilitas makroekonomi. Maka analisis atas
107
ketiga kesenjangan tersebut menjadi penting dalam rangka memahami masalah
dalam suatu perekonomian terbuka.
Dalam
penelitian
ini,
dibuat
suatu
model
makroekonomi
yang
memasukkan variabel-variabel yang berkaitan dengan ketiga kesenjangan
tersebut. Beberapa kebijakan fiskal dan moneter dianalisis dampaknya terhadap
kinerja perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud adalah kebijakankebijakan yang berkenaan defisit fiskal, pinjaman dalam negeri pemerintah,
pinjaman luar negeri pemerintah, tingkat suku bunga, cadangan devisa, jumlah
uang beredar dan peningkatan tabungan swasta domestik untuk meningkatkan
investasi.
Dasar pemikiran dalam merumuskan kebijakan fiskal dan moneter adalah
berdasarkan pengalaman empiris dari negara-negara sedang berkembang lainnya.
Pada umumnya, hasil studi tentang pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang
berkembang menghasilkan beberapa kesimpulan umum.
Kesimpulan umum atas berbagai penelitian yang dilakukan di negaranegara sedang berkembang terkait masalah three-gap adalah sebagai berikut
(Iqbal, 1996):
1.
Secara teoritis, ekspansi fiskal mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Tetapi di negara-negara sedang berkembang dimana defisit fiskal sangat
lazim terjadi, perlu dipelajari apakah dengan kondisi defisit tersebut
peningkatan pengeluaran pemerintah yang memperbesar defisit mampu
meningkatkan pertumbuhan, ataukah malah berakibat sebaliknya, yaitu
defisit fiskal malahan menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi. Apabila
defisit fiskal ternyata merupakan kendala bagi pertumbuhan ekonomi, maka
108
kebijakan pengurangan public current expenditure melalui pengurangan
konsumsi pemerintah termasuk pengurangan subsidi menjadi penting untuk
dilakukan guna mengurangi defisit fiskal. Berkurangnya defisit fiskal
diharapkan berdampak lebih baik terhadap pertumbuhan ekonomi.
2.
Kebijakan yang mendorong sektor swasta agar berperan lebih besar
merupakan salah satu kebijakan utama pada semua program kebijakan
ekonomi negara sedang berkembang. Untuk melihat dampak peningkatan
sektor swasta, dapat dilakukan dengan cara menurunkan aliran surplus sektor
swasta ke sektor publik. Penurunan aliran dana netto dari sektor swasta ke
publik diasumsikan sebagai penurunan peranan pemerintah. Dalam
penelitian ini, yang dijadikan instrumen kebijakan adalah perubahan obligasi
pemerintah (government bonds).
3.
Terdapatnya kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan
valuta asing yang negatif dalam suatu perekonomian menyebabkan adanya
kebutuhan akan pinjaman luar negeri. Defisit pada kesenjangan tabungan
dibiayai oleh pinjaman luar negeri ke sektor swasta, sedangkan defisit
kesenjangan fiskal ditutup oleh pinjaman luar negeri pemerintah. Pada
umumnya, hasil penelitian di negara sedang berkembang memperlihatkan
bahwa jika kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal sedang binding,
maka meskipun pinjaman asing mampu menutup defisit kedua kesenjangan
tersebut, tetapi sebenarnya pinjaman tersebut tidak berdampak positif
terhadap PDB. Hanya jika kesenjangan valuta asing yang sedang binding,
barulah pinjaman asing dapat melepaskan binding atas kesenjangan tersebut.
109
4.
Komponen yang penting dalam suatu perekonomian terbuka antara lain
adalah tingkat suku bunga. Sebagai instrumen, pembuat kebijakan dapat
meningkatkan atau sebaliknya menurunkan tingkat suku bunga. Tingkat
suku bunga domestik nominal yang dipertahankan di atas tingkat inflasi agar
tingkat suku bunga domestik riil menjadi positif, dimaksudkan untuk
meningkatkan tabungan swasta. Sebaliknya penurunan tingkat suku bunga
dimaksudkan untuk meningkatkan investasi, dan kemudian melalui
multiplier, diharapkan akan terjadi peningkatan permintaan dan output.
5.
Nilai tukar mata uang menjadi penting untuk dipelajari karena berdampak
terhadap keseimbangan eksternal dan variabel makroekonomi lainnya dalam
suatu perekonomian. Depresiasi atau apresiasi riil yang menuju ke
keseimbangan yang tepat atas nilai tukar mata uang domestik sangat penting
guna menampung keseimbangan eksternal serta membuat pertumbuhan
ekonomi dapat berlanjut. Meskipun krisis ekonomi Indonesia berawal dari
depresiasi yang sangat besar atas nilai tukar mata uang rupiah, tetapi bila
apresiasi nilai rupiah melebihi nilai ekuilibriumnya, dapat berdampak negatif
terhadap output riil karena menurunnya daya saing produk-produk Indonesia
di pasar internasional.
Kesimpulan umum dari hasil penelitian di negara-negara sedang
berkembang dengan menggunakan model three-gap dijadikan dasar pemikiran
untuk melakukan simulasi kebijakan dalam penelitian ini. Tujuannya untuk
menganalisis dampak perubahan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan faktorfaktor eksternal (external shock) terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Hasil
110
analisis dapat digunakan sebagai alternatif kebijakan untuk perekonomian
Indonesia ke depan.
IV. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan data sekunder dari
berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan pembentukan model
ekonometrika.
Tahapan
yang
dilakukan
adalah
menentukan
spesifikasi,
identifikasi, metode estimasi, validasi dan simulasi model. Karena model yang
dibangun diaplikasikan untuk menganalisis kebijakan ekonomi dalam rangka
meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan, maka
digunakan unit analisis secara nasional.
4.1. Kerangka Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
Dalam penelitian ini, model yang menjadi acuan adalah model three-gap
Iqbal (1996) yang diadaptasi pada perekonomian Indonesia, tetapi dengan metode
yang berbeda. Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai suatu
model ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Variabelvariabelnya menggunakan nilai riil berupa nilai dengan harga konstan tahun 1990.
Karena keterbatasan data dan kerumitan pengukuran output potensial, maka dalam
analisisnya digunakan indikator makroekonomi yang dapat mencerminkan situasi
perekonomian yang sebenarnya, yaitu produk domestik bruto (PDB) riil yang
aktual (bukan PDB potensial). Kinerja variabel PDB riil dianggap sebagai tujuan
utama dalam penelitian ini, sedangkan kinerja investasi swasta, konsumsi swasta,
pengeluaran pemerintah dan total ekspor dianggap sebagai tujuan sekunder. Karena
penelitian ini membahas tentang tiga kesenjangan dalam perekonomian, maka
perlu dianalisis juga kinerja kesenjangan tabungan swasta, kesenjangan fiskal dan
kesenjangan valuta asing.
112
Model three-gap Iqbal (1996) yang dijadikan dasar Model Makroekonomi
Three-Gap Indonesia memasukkan peranan jumlah uang beredar (money supply)
dan obligasi pemerintah serta tingkat suku bunga domestik. Selain itu, model
tersebut menambahkan komponen aliran dana, yaitu penerimaan modal asing ke
sektor swasta, aliran dana asing ke sektor publik dan surplus modal swasta.
Demikian pula dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia.
Diagram Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia disajikan pada
Gambar 17. Institusi-institusi dalam perekonomian dibagi menjadi tiga blok, yaitu
blok sektor swasta, blok sektor publik dan blok luar negeri. Dua blok lainnya
adalah blok moneter dan blok indikator ekonomi. Keterkaitan dari seluruh blok
diarahkan
untuk mencapai tujuan
kinerja perekonomian.
Dalam Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari
akumulasi kapital dan progres teknologi direpresentasikan oleh PDB riil. Kinerja
(peningkatan) PDB riil dianggap sebagai tujuan utama kebijakan fiskal dan
moneter.
Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, blok sektor swasta
terdiri dari variabel-variabel tabungan swasta (SP), investasi swasta (IP), konsumsi
swasta (CP) dan surplus modal netto sektor swasta (NSSP). Surplus modal sektor
swasta merupakan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik. Kesemuanya
merupakan variabel endogen.
Blok sektor publik terdiri dari penerimaan pemerintah (T) dan pengeluaran
pemerintah (G). Total penerimaan pemerintah (T) terdiri dari penerimaan pajak
langsung (TD), penerimaan pajak tak langsung (TI), penerimaan non-pajak (TN)
113
dan penerimaan pajak perdagangan internasional (TT). Kesemuanya merupakan
variabel endogen.
Blok
Indikator
Ekonomi:
Blok Sektor Swasta:
IP
SP
CP
RER
IN
NSS
PROB
Blok
Moneter:
Blok Sektor Publik:
T
MS
Blok Luar
Negeri:
X
M
NFG
IG
IR
NFP
CG
Blok Kinerja
Ekonomi:
Y=
PDB Riil
Variabel
Endogen
Gambar 17.
Diagram Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
114
Pengeluaran pemerintah (G) dapat diklasifikasikan menjadi berbagai
kategori seperti pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan dan pengeluaranpengeluaran lainnya. Tetapi dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia,
pengeluaran pemerintah terdiri dari dua kategori, yaitu pengeluaran investasi (IG)
dan pengeluaran konsumsi (CG). Kesemuanya merupakan variabel endogen.
Blok luar negeri terdiri dari total ekspor (X), total impor (M), aliran dana
asing netto ke sektor publik (NFG) dan aliran dana asing netto ke sektor swasta
(NFP). Total ekspor (X) terdiri dari ekspor minyak dan gas (XMG), ekspor
komoditi pertanian (XAG), ekspor barang manufaktur (XG) dan ekspor jasa
(XSR). Kecuali variabel ekspor minyak dan gas (XMG), kesemuanya merupakan
variabel endogen. Total impor (M) terdiri dari impor barang modal (MGK), impor
bahan baku/penolong (MGI), impor barang konsumsi (MGC) dan impor jasa
(MSR). Kesemuanya merupakan variabel endogen.
Dalam blok luar negeri terdapat aliran dana asing. Aliran dana asing netto
ke sektor publik (NFG) adalah pinjaman luar negeri pemerintah netto (yaitu
pinjaman luar negeri dikurangi repayments) dikurangi perubahan cadangan devisa
(DR). Kecuali perubahan cadangan devisa (DR), kesemuanya merupakan variabel
endogen. Aliran dana asing netto ke sektor swasta (NFP) adalah penanaman modal
asing langsung (FDI) ditambah pinjaman luar negeri swasta (FL) dikurangi capital
flight (KF). Kecuali capital flight (KF), kesemuanya merupakan variabel endogen.
Blok moneter terdiri dari jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga
(IR). Keduanya merupakan variabel endogen. Indikator stabilitas ekonomi
diperlihatkan melalui nilai tukar riil (RER), tingkat inflasi (INF), cadangan devisa
115
(R) dan indeks probabilitas krisis ekonomi (PROB). Kecuali cadangan devisa (R),
kesemuanya merupakan variabel endogen.
Karena variabel PDB riil (Y) merupakan variabel tujuan utama dalam
penelitian ini, maka yang dimasukkan dalam blok kinerja ekonomi adalah PDB riil.
Kebijakan makroekonomi berupa kebijakan fiskal dan moneter diarahkan untuk
mencapai tujuan peningkatan PDB riil. Akan tetapi, terdapat pula variabel-variabel
yang kinerjanya diharapkan meningkat dengan adanya kebijakan fiskal dan
moneter tersebut. Variabel-variabel tersebut adalah investasi swasta (IP), konsumsi
swasta (CP), pengeluaran pemerintah (G) dan total ekspor (X). Kesenjangan
tabungan (SP-IP), kesenjangan fiskal (T-G) dan kesenjangan valuta asing (X-M)
merupakan variabel endogen yang kinerjanya perlu dianalisis karena ketiga
kesenjangan merupakan tema yang dibahas dalam penelitian ini. Kinerja surplus
modal swasta (NSSP) dan aliran dana asing ke sektor swasta (NFP) perlu dianalisis
karena peranan swasta sangat penting dalam suatu perekonomian terbuka.
Dengan terjadinya krisis ekonomi Asia 1997, struktur perekonomian
Indonesia berubah menuju struktur yang baru. Tetapi untuk menyederhanakan alat
analisis, maka periode tahun 1997-2000 dimasukkan dalam estimasi model agar
dapat dilakukan simulasi historis pada periode tersebut. Tujuannya adalah untuk
membandingkan dampak kebijakan fiskal dan moneter pada periode sebelum krisis
dan pada periode krisis. Dasar pemikirannya adalah bahwa meskipun struktur
perekonomian berubah karena krisis, tetapi terdapat kontribusi dari permasalahan
ekonomi yang lalu yang menyebabkan terjadinya krisis, sehingga estimasi model
dilakukan dari tahun 1969-2000. Karena periode estimasi dalam penelitian ini tidak
116
mencakup periode setelah krisis, maka Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
tidak digunakan untuk melakukan simulasi peramalan (ex-ante).
4.2. Spesifikasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
Model adalah representasi dari suatu fenomena aktual seperti suatu sistem
atau
proses
aktual.
Ekonometrika
adalah
cabang
ilmu
ekonomi
yang
berkepentingan dengan estimasi empiris dari hubungan-hubungan ekonomi
(Intriligator, 1978). Koutsoyiannis (1977) menyatakan ekonometrika merupakan
kombinasi dari teori ekonomi, ekonomi matematik dan statistik.
Model ekonometrika adalah suatu jenis khusus dari model aljabar yang
merupakan model stokastik yang terdiri dari satu atau lebih variabel acak, yang
merepresentasikan suatu sistem berupa suatu kumpulan hubungan-hubungan
stokastik di antara variabel-variabel dalam sistem (Intrilligator, 1978).
Spesifikasi model adalah menyangkut penentuan: (1) variabel endogen dan
variabel penjelas yang dimasukkan dalam model, (2) ekspektasi teoritis a priori
tentang tanda (sign) dan besaran (magnitude) estimasi parameter dari persamaan,
dan (3) bentuk matematik model, misalnya jumlah persamaan dan bentuk
persamaannya apakah linier atau non-linier (Koutsoyiannis, 1977).
Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia dibangun sebagai suatu model
ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Model ini mengacu pada
model Iqbal (1996), yaitu menggunakan variabel-variabel pada model Taylor
(1990) dan Solimano (1990) dengan menambahkan variabel aliran modal asing dan
capital flight. Model Iqbal (1996) menormalkan setiap fungsinya dengan variabel
penjelas yang berhubungan paling dekat dengan fungsinya (misalnya fungsi impor
barang dinormalkan dengan tingkat PDB dan fungsi impor jasa dengan tingkat
117
impor barang). Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia menggunakan nilai riil
dari variabel-variabel yang digunakan dalam model. Model ekonometrika dalam
penelitian ini adalah dalam bentuk sistem persamaan simultan yang terdiri dari 24
persamaan struktural dan 18 persamaan identitas.
4.2.1. Blok Sektor Swasta
Variabel kunci makroekonomi pada sektor swasta adalah tabungan swasta
(SP), investasi swasta (IP) dan konsumsi swasta (CP). Ketiga persamaan tersebut
adalah sbb.:
SP = a 0 + a 1 IRRD + a 2 YP + a 3 SP t-1 + u 1 .............................................
(4.1)
IP = b 0 + b 1 IRRD + b 2 R + b 3 NSSP + b 4 FL + b 5 IP t-1 + u 2 ..............
(4.2)
CP = c 0 + c 1 SP + c 2 Y + c 3 CP t-1 + u 3 ...................................................
(4.3)
dimana:
SP
IRRD
YP
SP t-1
IP
R
NSSP
FL
IP t-1
CP
Y
CP t-1
= Tabungan Swasta (Miliar Rupiah)
= IR − INF
= Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dikurangi Tingkat
Inflasi di Indonesia
= Suku Bunga Domestik Riil (%/Tahun)
=Y − T
= Real Private Income (Miliar Rupiah)
= Tabungan Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Investasi Swasta (Miliar Rupiah)
= Cadangan Devisa (Miliar Rupiah)
= DMS + DGB − RP
= Perubahan Jumlah Uang Beredar + Perubahan Obligasi
Pemerintah − Repayments
= Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Publik (Miliar Rupiah)
= Pinjaman Luar Negeri Sektor Swasta (Miliar Rupiah)
= Investasi Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Konsumsi Swasta (Miliar Rupiah)
= YN/P
= Produk Domestik Bruto Nominal/Deflator
= Produk Domestik Bruto Riil (Miliar Rupiah)
= Konsumsi Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter (hipotesis):
118
a 1, a 2, b 2, b 4, c 1, c 2 > 0 ; b 1, b 3 < 0 ; 0 < a 3, b 5, c 3 < 1
Kesenjangan sumberdaya sektor swasta atau kesenjangan tabungan (SIG)
adalah selisih antara tabungan swasta (SP) dan investasi swasta (IP). Pembentukan
persamaan identitas kesenjangan tabungan (SIG) diperlukan untuk menganalisis
kesenjangan dalam perekonomian.
SIG = SP − IP ..........................................................................................
(4.4)
dimana:
SIG =Kesenjangan Tabungan
SP =Tabungan Swasta
IP =Investasi Swasta
Pengaruh tingkat suku bunga riil terhadap tabungan swasta masih menjadi
masalah yang kontroversial di antara para ekonom karena dampak pendapatan dan
dampak substitusi dari peningkatan tingkat suku bunga domestik, arahnya
berlawanan. Di sisi lain, diargumentasikan bahwa konsumsi swasta mungkin
meningkat karena lebih tingginya ekspektasi pendapatan pada masa mendatang,
sehingga melalui income effect, akan menyebabkan tabungan menjadi lebih kecil.
Hipotesis ini didukung oleh Giovannini (1985). Beberapa peneliti berargumentasi
bahwa peningkatan tingkat suku bunga riil cenderung meningkatkan tabungan
swasta melalui efek substitusi.
Penelitian empiris oleh Gupta (1987), Fry (1988), Balassa (1989), Khan et
al. (1992, 1994) dan Iqbal (1993) mendukung hipotesis hubungan positif antara
tingkat suku bunga domestik riil dan tingkat tabungan, yang berarti bahwa efek
substitusi mendominasi efek pendapatan di negara-negara sedang berkembang.
Karena arah hubungan statistik antara tingkat suku bunga domestik riil dan tingkat
tabungan swasta tergantung pada kekuatan efek pendapatan dan efek substitusi,
119
maka diharapkan secara a priori bahwa peningkatan tingkat suku bunga domestik
riil akan meningkatkan tingkat tabungan swasta di Indonesia.
Investasi swasta (IP) bergantung pada tingkat suku bunga riil domestik
(IRRD), cadangan devisa (R), aliran dana netto dari sektor swasta ke sektor publik
(NSSP), pinjaman luar negeri sektor swasta (FL) dan investasi swasta tahun
sebelumnya (IP t-1 ). Hipotesis untuk persamaan investasi swasta adalah bahwa
investasi swasta berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga riil domestik,
berkorelasi positif dengan cadangan devisa dan pinjaman luar negeri sektor swasta,
dan berkorelasi negatif dengan aliran dana netto dari sektor swasta ke sektor
publik.
Konsumsi swasta (CP) bergantung pada tabungan swasta (SP), PDB riil (Y)
dan konsumsi swasta tahun sebelumnya (CP t-1 ). Hipotesisnya adalah bahwa
konsumsi swasta berkorelasi negatif dengan tabungan swasta. Tetapi konsumsi
swasta berkorelasi positif dengan PDB riil. Konsumsi swasta juga bergantung pada
konsumsi swasta tahun sebelumnya.
4.2.2. Blok Sektor Publik
Variabel kunci makroekonomi yang terdapat pada sektor publik adalah
penerimaan pemerintah dan pengeluaran pemerintah. Penerimaan total sektor
publik dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu penerimaan pajak nonperdagangan (TNT) dan penerimaan pajak perdagangan luar negeri (TT).
Penerimaan pajak non-perdagangan pemerintah adalah pajak langsung (TD), pajak
tak langsung (TI) dan penerimaan non-pajak (TN). Yang dimaksud dengan pajak
langsung adalah pajak penghasilan, sedangkan pajak tak langsung adalah pajak
120
pertambahan nilai. Penerimaan pajak perdagangan internasional (TT) terdiri dari
bea cukai dan pajak ekspor.
Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin, pengeluaran subsidi
dan pengeluaran pembangunan. Tetapi pengeluaran pemerintah dapat pula dibagi
menjadi pengeluaran konsumsi (CG) dan pengeluaran investasi (IG). Dalam
penelitian ini, pengeluaran konsumsi didapat dengan cara menjumlahkan seluruh
pengeluaran pemerintah, kemudian dikurangi dengan pengeluaran investasi.
Pengeluaran pemerintah berfungsi sebagai multiplier dalam suatu
perekonomian. Tetapi dalam kasus terdapat defisit fiskal, pengeluaran konsumsi
pemerintah tidak tepat untuk ditingkatkan apabila tidak diimbangi dengan
peningkatan penerimaan karena dapat memperbesar defisit. Salah satu cara untuk
mengurangi defisit fiskal adalah dengan mengurangi subsidi dan mengurangi
ketidakefisienan dalam pengeluaran konsumsi. Persamaan-persamaan pengeluaran
pemerintah, penerimaan pemerintah dan persamaan untuk kesenjangan fiskal
adalah:
IG = d 0 + d 1 T + d 2 NSSP + d 3 NFG + d 4 IG t-1 + u 4 ............................
(4.5)
CG = e 0 + e 1 T + e 2 NSSP + e 3 NFG + e 4 CG t-1 + u 5 ............................
(4.6)
TD = f 0 + f 1 Y + f 2 TD t-1 + u 6 ................................................................
(4.7)
TI = g 0 + g 1 CP + g 2 IP + g 3 TI t-1 + u 7 ..................................................
(4.8)
TN = h 0 + h 1 Y + h 2 NSSP + h 3 NFG + h 4 TN t-1 + u 8 ...........................
(4.9)
TT = i 0 + i 1 X + i 2 M + i 3 RER + i 4 TT t-1 + u 9 ...................................... (4.10)
G = IG + CG .......................................................................................... (4.11)
T = TD + TI + TN + TT ........................................................................ (4.12)
FIS = T − G.............................................................................................. (4.13)
121
dimana:
IG
T
NFG
IG t-1
CG
CG t-1
TD
TD t-1
TI
TIt-1
TN
TN t-1
TT
X
M
RER
TT t-1
G
FIS
= Investasi Pemerintah (Miliar Rupiah)
= Total Penerimaan Pemerintah (Miliar Rupiah)
= FG − DR
= Pinjaman Luar Negeri Pemerintah − Perubahan Cadangan
Devisa
= Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Publik (Miliar Rupiah)
= Investasi Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (Miliar Rupiah)
= Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Penerimaan Pajak Langsung, yaitu dari Pajak Penghasilan
(Miliar Rupiah)
= Penerimaan Pajak Langsung Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Penerimaan Pajak Tak Langsung, yaitu dari Pajak Pertambahan
Nilai (Miliar Rupiah)
= Penerimaan Pajak Tak Langsung Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Penerimaan Non-Pajak (Miliar Rupiah)
= Penerimaan Non-Pajak Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional (Miliar Rupiah)
= XMG + XAG + XG + XSR
= Ekspor Migas + Ekspor Komoditi Pertanian + Ekspor Barang
Manufaktur + Ekspor Jasa
= Total Ekspor (Miliar Rupiah)
= MGK + MGI + MGC + MSR
= Impor Barang Modal + Impor Bahan Baku/Penolong + Impor
Barang Konsumsi + Impor Jasa
= Total Impor (Miliar Rupiah)
= Rp/US$ * CPIUSA /CPI Indonesia
= Exchange Rate * Consumer Price Index USA/Indonesia
= Nilai Tukar Riil Efektif (Rp/$)
= Penerimaan Pajak Perdagangan Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Total Pengeluaran Pemerintah (Miliar Rupiah)
= Kesenjangan Fiskal (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter:
d 1, d 2, d 3, e 1, e 2, e 3, f 1, g 1, g 2, h 1, h 2, i 1, i 2, i 3 > 0 ; h 3 < 0 ;
0 < d 4, e 4, f 2, g 3, h 4, i 4 < 1
Persamaan-persamaan identitas yang mengaitkan antara blok sektor swasta
dan blok sektor publik adalah sbb.:
I
= IP + IG ........................................................................................
(4.14)
122
DMS = MS − MS1 ..................................................................................
(4.15)
SSP = DMS + DGB ...............................................................................
(4.16)
NSSP = SSP − RP....................................................................................
(4.17)
dimana:
I
DMS
SSP
MS
MS1
DGB
RP
= Total Investasi (Miliar Rupiah)
= Perubahan Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah)
= Aliran Dana dari Sektor Swasta ke Publik (Miliar Rupiah)
= Jumlah Uang Beredar Tahun Berjalan (Miliar Rupiah)
= Jumlah Uang Beredar Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Obligasi Pemerintah Tahun Berjalan − Obligasi Pemerintah
Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Pengembalian Pinjaman Pemerintah ke Sektor Swasta (Miliar
Rupiah)
Investasi pemerintah (IG) bergantung pada total penerimaan pemerintah
(T), aliran dana netto dari sektor swasta ke publik (NSSP), aliran dana asing netto
ke sektor publik (NFG) dan investasi pemerintah tahun sebelumnya (IG t-1 ).
Kesemuanya diharapkan berkorelasi positif dengan investasi pemerintah.
Konsumsi pemerintah (CG) bergantung pada total penerimaan pemerintah (T),
aliran dana netto dari sektor swasta ke publik (NSSP), aliran dana asing netto ke
sektor publik (NFG) dan konsumsi pemerintah tahun sebelumnya (IG t-1 ). Serupa
dengan persamaan investasi pemerintah, seluruh variabel penjelasnya diharapkan
berkorelasi positif dengan variabel konsumsi pemerintah.
Persamaan struktural penerimaan pemerintah dari pajak perdagangan
internasional (TT) dan penerimaan dari non-perdagangan (TD = pajak langsung, TI
= pajak tak langsung dan TN = penerimaan bukan pajak), kesemuanya sesuai
dengan teori standar. Di Indonesia, pajak atas perusahaan swasta lebih tinggi
daripada pajak barang-barang konsumen (yaitu pajak penjualan dan bea
pemakaian). Maka makin tinggi rasio penerimaan pajak perusahaan terhadap pajak
123
barang konsumen, makin tinggi pula penerimaan pemerintah non-perdagangan.
Jadi, di Indonesia, dalam hal penerimaan pajak, peranan perusahaan swasta lebih
besar daripada peranan rumah tangga.
Dalam persamaan yang menggambarkan penerimaan pajak perdagangan
internasional (TT), penerimaan pajak perdagangan internasional diasumsikan
bergantung pada ekspor (X), impor (M), nilai tukar riil (RER) dan penerimaan
pajak perdagangan internasional tahun sebelumnya (TT t-1 ). Pencantuman nilai
tukar riil sebagai variabel penjelas dimaksudkan untuk menguji apakah perubahan
nilai tukar riil berpengaruh terhadap penerimaan dari pajak perdagangan
internasional. Yang dimaksudkan dengan nilai tukar riil dalam penelitian ini adalah
nilai tukar riil efektif.
4.2.3. Blok Luar negeri
Yang dimasukkan ke dalam blok luar negeri adalah pos-pos yang masuk
dalam neraca pembayaran (balance of payment).
1. Ekspor Barang dan Ekspor Jasa
Ekspor aggregat dibagi menjadi dua komponen utama, yaitu ekspor barang
dan ekspor jasa. Ekspor barang terdiri dari ekspor minyak dan gas, ekspor komoditi
pertanian dan ekpor barang manufaktur. Karena peran ekspor non-migas sangat
penting, maka pembahasan tentang ekspor lebih ditekankan pada ekspor nonmigas, yaitu ekspor barang pertanian (XAG), ekspor barang manufaktur (XG) dan
ekspor jasa (XSR). Ekspor jasa adalah ekspor tenaga kerja Indonesia. Persamaan
ekspor barang dan ekspor jasa dispesifikasikan berdasarkan pernyataan teoritis
standar sbb.:
124
XAG = j 0 + j 1 RER + j 2 XAG t-1 + u 10 ....................................................
(4.18)
XG = k 0 + k 1 RER + k 2 XG t-1 + u 11 ....................................................
(4.19)
XSR = l 0 + l 1 RER + l 2 GASIA + l 3 XSR t-1 + u 12 ................................
(4.20)
X
(4.21)
= XMG + XAG + XG + XSR ........................................................
dimana:
XAG
XAG t-1
XG
XG t-1
XSR
GASIA
XSR t-1
XMG
= Ekspor Komoditi Pertanian (Miliar Rupiah)
= Ekspor Komoditi Pertanian Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Ekspor Barang Manufaktur (Miliar Rupiah)
= Ekspor Barang Manufaktur Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Ekspor Jasa (Miliar Rupiah)
= Pertumbuhan Ekonomi Asia, yang Diwakili oleh Pertumbuhan
Negara-Negara Singapura, Malaysia dan Hongkong (%/Tahun)
= Ekspor Jasa Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Ekspor Minyak dan Gas Bumi (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter:
j 1, k 1, l 1, l 2 > 0 ; 0 < j 2, k 2, l 3 < 1
Persamaan ekspor komoditi pertanian (XAG) dan ekspor barang
manufaktur (XG) sesuai dengan teori standar, yaitu bergantung pada nilai tukar riil
(RER) dan ekspor tahun sebelumnya. Berdasarkan teori perdagangan internasional,
pada saat nilai tukar terdepresiasi, ekspor barang menjadi lebih kompetitif di pasar
dunia. Akibatnya, tingkat ekspor barang meningkat. Oleh karena itu, diharapkan
terdapat korelasi positif antara ekspor barang dan depresiasi nilai tukar riil di
Indonesia. Variabel ekspor barang bedakala dimaksudkan untuk memperhitungkan
kelembaman (inertia) pada pasar internasional.
Ekspor jasa (XSR) adalah pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Pengiriman tenaga kerja merupakan hal yang penting pada negara-negara sedang
berkembang. Akan tetapi sampai saat ini belum ada teori yang benar-benar
125
komprehensif yang membahas tentang masalah pengiriman tenaga kerja dari
negara-negara sedang berkembang. Oleh karena itu, persamaan ekspor jasa dibuat
berdasarkan teori standar sederhana, yaitu dengan cara diproksi dengan
pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia yang merupakan penerima tenaga
kerja dari Indonesia. Negara-negara penerima tenaga kerja Indonesia yang
dimasukkan sebagai proksi dalam penelitian ini adalah negara Singapura, Malaysia
dan Hongkong. Pertumbuhan ekonomi pada ketiga negara tersebut dianggap dapat
meningkatkan permintaan akan tenaga kerja Indonesia. Serupa dengan persamaan
ekspor barang, variabel nilai tukar riil dimasukkan sebagai variabel penjelas dalam
persamaan ekspor jasa agar dapat dianalisis pengaruh perubahan nilai tukar riil
terhadap ekspor jasa Indonesia. Harapan teoritisnya adalah depresiasi nilai tukar riil
secara umum dapat meningkatkan ekspor jasa.
2. Impor Barang dan Impor Jasa
Impor aggregat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu impor barang dan
impor jasa. Impor barang terdiri dari impor barang modal, impor bahan
baku/penolong (intermediary goods) dan impor barang konsumsi. Impor jasa terdiri
dari asuransi, jasa pengiriman dan pembayaran bunga atas utang luar negeri.
Persamaan-persamaan impor barang modal (MGK), impor bahan baku/penolong
(MGI), impor barang konsumsi (MGC), impor jasa (MSR) dan persamaan
kesenjangan valuta asing (FOR) adalah:
MGK = m 0 + m 1 RER + m 2 Y + m 3 MGK t-1 + u 13 ................................
(4.22)
MGI = n 0 + n 1 RER + n 2 X + n 3 MGIt-1 + u 14 .....................................
(4.23)
MGC = o 0 + o 1 RER + o 2 Y + o 3 MGC t-1 + u 15 ....................................
(4.24)
MSR = p 0 + p 1 RER + p 2 Y + p 3 IRD + p 4 MSR t-1 + u 16 ....................
(4.25)
126
M
= MGK + MGI + MGC +MSR ....................................................
(4.26)
FOR
= X − M .......................................................................................
(4.27)
dimana:
MGK
MGK t-1
MGI
MGIt-1
MGC
MGC t-1
MSR
IRD
MSR t-1
FOR
= Impor Barang Modal (Miliar Rupiah)
= Impor Barang Modal Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Impor Bahan Baku/Penolong (Miliar Rupiah)
= Impor Bahan Baku/Penolong Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Impor Barang Konsumsi (Miliar Rupiah)
= Impor Barang Konsumsi Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Impor Jasa (Miliar Rupiah)
= FED − IR
= Tingkat Suku Bunga Bank Sentral Amerika Serikat − Tingkat
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
= Perbedaan Tingkat Suku Bunga Asing dan Domestik (%/Tahun)
= Impor Jasa Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Kesenjangan Valuta Asing (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter:
m 2, n 2, o 2, p 2 > 0 ; m 1, n 1, o 1, p 1, p 3 < 0 ; 0 < m 3, n 3, o 3, p 4 < 1
Dalam persamaan permintaan impor barang modal (MGK) dimasukkan
variabel nilai tukar riil (RER), kegiatan-kegiatan domestik dan variabel-variabel
penggerak permintaan (demand shift) yang diproksi oleh PDB riil (Y) dan variabel
impor barang modal tahun sebelumnya (MGK t-1 ). Dalam persamaan impor bahan
baku/penolong (MGI) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), total ekspor (X)
dan impor bahan baku/penolong tahun sebelumnya (MGI t-1 ). Dalam persamaan
impor barang konsumsi (MGC) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), PDB
riil (Y) dan impor barang konsumsi tahun sebelumnya (MGC t-1 ). Dalam persamaan
impor jasa (MSR) dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), PDB riil (Y),
perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) dan impor jasa tahun
sebelumnya (MSR t-1 ). Untuk seluruh persamaan impor, nilai tukar riil diharapkan
127
berkorelasi negatif dengan impor karena pada umumnya depresiasi nilai tukar akan
menurunkan tingkat impor.
Perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai rata-rata tahunan tingkat suku bunga Federal Reserve (FED)
di Amerika Serikat dikurangi rata-rata tahunan tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI).
Justifikasi teoritis untuk pencatuman variabel-variabel penjelas persamaanpersamaan impor adalah: (1) Melemahnya nilai tukar riil diasumsikan memiliki
dampak negatif terhadap tingkat impor barang karena hal ini cenderung
meningkatkan harga relatif barang impor, sehingga mengurangi permintaannya di
Indonesia, (2) Variabel penjelas PDB riil diasumsikan berkorelasi positif dengan
impor barang modal karena seperti negara-negara sedang berkembang lainnya,
Indonesia merupakan negara yang perekonomiannya mengalami kekurangan modal
(capital-deficient economy) dan teknologinya belum mampu menyediakan barang
modal yang diperlukan untuk peningkatan investasi, sehingga bergantung pada
impor barang modal, dan (3) Variabel-variabel permintaan dalam perekonomian
Indonesia diproksi dengan PDB riil, sehingga diasumsikan PDB riil berkorelasi
positif dengan tingkat impor barang dan impor jasa aggregat.
Pada umumnya, peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan
permintaan impor barang dan jasa karena peningkatan output per kapita
menjadikan suatu negara menjadi lebih makmur. Karena pertumbuhan ekonomi
dalam penelitian ini diperlihatkan melalui nilai PDB riilnya, maka peningkatan
PDB riil dianggap akan meningkatkan permintaan impor barang dan jasa.
128
Persamaan permintaan impor barang dalam penelitian ini tidak jauh berbeda
dengan persamaan-persamaan dalam model ekonomi yang dibangun di negaranegara sedang berkembang lainnya. Sebagai contoh, dalam penelitiannya di 17
negara sedang berkembang, Taylor (1990, 1993) memasukkan variabel investasi
sebagai variabel penjelas dalam persamaan impor barang modal dan variabel PDB
sebagai variabel penjelas dalam persamaan impor bahan baku. Sedangkan
Solimano (1990) menggabungkan tingkat investasi dan nilai tukar riil sebagai
variabel eksogen dalam persamaan impor barang modal dan menggabungkan PDB
dan nilai tukar riil dalam persamaan impor barang konsumsi dan impor bahan baku
di negara Chili.
Impor jasa (MSR) terdiri dari kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
ekspor barang dan impor barang (seperti asuransi dan pengangkutan) dan
pembayaran bunga utang luar negeri. Seperti impor barang, depresiasi nilai tukar
dan penurunan PDB riil diasumsikan berpengaruh negatif terhadap impor jasa
karena cenderung meningkatkan harga relatif impor jasa, sehingga mengurangi
permintaannya di Indonesia. Karena impor jasa memasukkan variabel pembayaran
bunga utang luar negeri, maka penurunan perbedaan tingkat suku bunga asing dan
domestik diasumsikan akan meningkatkan permintaan pinjaman asing sehingga
meningkatkan impor jasa.
3. Aliran Dana Asing
Perolehan bersih dari transfer asing di sektor publik dan sektor swasta
dalam bagian aliran dana merupakan variabel yang penting dipandang dari segi
konsekuensi perilakunya. Alasan pentingnya variabel aliran dana adalah, seperti
pada kebanyakan kasus di negara-negara sedang berkembang lainnya, investasi
129
publik dan swasta di Indonesia sangat bergantung pada transfer asing. Terdapatnya
defisit kesenjangan fiskal dan kesenjangan tabungan menyebabkan perlunya aliran
dana asing untuk menutupnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk menganalisis
penentu-penentu utama transfer asing. Transfer asing terdiri dari modal asing dan
pinjaman asing. Yang penting untuk diperhatikan dalam transfer asing adalah
dampak pinjaman asing terhadap pertumbuhan. Persamaan-persamaan aliran dana
asing adalah sbb.:
FG = q 0 + q 1 RER + q 2 IRD + q 3 R + q 4 Y + q 5 FG t-1 + u 17 ..................
(4.28)
FDI = r 0 + r 1 RER + r 2 IRD + r 3 R + r 4 Y + r 5 PROB + r 6 FDI t-1 + u 18 ...
(4.29)
FL = s 0 + s 1 RER + s 2 IRD + s 3 R + s 4 Y + s 5 PROB + s 6 FL t-1 + u 19 ....
(4.30)
NFG = FG − DR ......................................................................................
(4.31)
NFP = FDI + FL − KF .............................................................................
(4.32)
dimana:
FG
FG t-1
FDI
PROB
FDI t-1
FL
FL t-1
DR
NFP
= Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (Miliar Rupiah)
= Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= Penanaman Modal Asing Langsung (Miliar Rupiah)
= Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi, yaitu Index Probabilitas
Krisis di Indonesia yang Telah Diteliti oleh Oh (2000) (angka 0-1)
= Penanaman Modal Asing Langsung Tahun Sebelumnya
(Miliar Rupiah)
= Pinjaman Luar Negeri Swasta (Miliar Rupiah)
= Pinjaman Luar Negeri Swasta Tahun Sebelumnya (Miliar
Rupiah)
= R − R1
= Cadangan Devisa Tahun Berjalan − Cadangan Devisa Tahun
Sebelumnya
= Perubahan Cadangan Devisa (Miliar Rupiah)
= FDI + FL − KF
= Penanaman Modal Asing Langsung + Pinjaman Luar Negeri
Swasta − Private Capital Flight
= Aliran Dana Asing Netto ke Sektor Swasta (Miliar Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter:
r 1, r 2, r 4, r 5, s 1, s 3, s 4, s 5 > 0 ; q 1, q 2, q 3, q 4, r 3, s 2 < 0 ; 0 < q 5, r 6, s 6 < 1
130
Dalam ketiga persamaan tersebut dimasukkan faktor-faktor permintaan dan
penawaran yang mungkin mempengaruhi aliran dana asing ke sektor publik dan
sektor swasta. Dalam persamaan aliran dana asing ke sektor publik dimasukkan
variabel nilai tukar riil (RER), perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik
(IRD), cadangan devisa (R), PDB riil (Y) dan pinjaman luar negeri pemerintah
tahun sebelumnya (FG t-1 ).
Merupakan suatu ekspektasi teoritis bahwa depresiasi nilai tukar riil akan
mengurangi permintaan aliran dana asing oleh sektor publik. Ekspektasi ini sejalan
dengan ekpektasi persamaan impor dan persamaan ekspor, yang diharapkan
menunjukkan bahwa nilai tukar riil berpengaruh positif terhadap ekspor barang dan
berpengaruh negatif terhadap impor barang, sehingga neraca transaksi berjalan
akan membaik. Konsekuensinya, permintaan aliran dana asing (pinjaman luar
negeri pemerintah) akan menurun.
Dalam hal tingkat cadangan devisa, cadangan yang lebih tinggi
dihipotesiskan sebagai indikator kemungkinan krisis neraca pembayaran yang lebih
rendah, sehingga akan mengarah pada permintaan pinjaman luar negeri sektor
publik yang lebih kecil. Perbedaan yang lebih besar antara tingkat suku bunga
internasional dan tingkat suku bunga domestik diharapkan mengurangi permintaan
pinjaman luar negeri oleh pemerintah. Pada gilirannya, peningkatan pendapatan
domestik diharapkan akan mengarah pada permintaan pinjaman luar negeri yang
lebih rendah.
Dalam persamaan transfer asing ke sektor swasta yang terdiri dari
penanaman modal asing langsung (FDI) dan pinjaman luar negeri (FL),
dimasukkan variabel nilai tukar riil (RER), perbedaan tingkat suku bunga asing dan
131
domestik (IRD), cadangan devisa (R), PDB riil (Y), probabilitas terjadinya krisis
ekonomi (PROB) dan variabel bedakala (FDI t-1 dan FL t-1 ). Tidak seperti pada
persamaan pinjaman luar negeri pemerintah, depresiasi nilai tukar riil secara
teoritis akan meningkatkan penanaman modal asing langsung (FDI). Hal ini karena
penurunan nilai mata uang domestik riil akan menyebabkan investor asing lebih
bersedia untuk berinvestasi di Indonesia, dimana nilai aset-aset mereka meningkat,
dengan asumsi ceteris paribus.Sebaliknya, depresiasi nilai tukar riil secara teoritis
diharapkan akan menurunkan pinjaman luar negeri swasta (FL).
Dalam hal perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD), serupa
dengan pinjaman luar negeri sektor publik, perbedaan tingkat suku bunga
diharapkan berkorelasi negatif dengan pinjaman luar negeri sektor swasta dan
penanaman modal asing langsung. Cadangan devisa (R) diharapkan berkorelasi
negatif dengan pinjaman luar negeri sektor swasta karena kemungkinan penurunan
nilai tukar riil yang disebabkan karena menurunnya cadangan devisa dianggap akan
meningkatkan nilai pinjaman dari sisi pemberi pinjaman (asing). PDB riil
diharapkan berkorelasi positif dengan pinjaman luar negeri swasta. Probabilitas
terjadinya krisis diharapkan berkorelasi negatif dengan penanaman modal asing
langsung dan pinjaman luar negeri swasta.
4.2.4. Blok Moneter
Dalam penelitian ini, yang dimasukkan ke dalam blok moneter adalah
jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga (IR). Tingkat suku bunga yang
digunakan adalah dalam bentuk tingkat suku bunga nominal domestik, yang dalam
penelitian ini adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Adapun
yang dimaksudkan dengan tingkat suku bunga riil domestik (IRRD) dalam
132
penelitian ini adalah tingkat suku bunga nominal SBI dikurangi tingkat inflasi.
Persamaan struktural jumlah uang beredar (MS), tingkat suku bunga (IR) dan
persamaan identitasnya adalah sebagai berikut:
MS = t 0 + t 1 IR + t 2 G + t 3 MS t-1 + u 20 .................................................
(4.33)
IR
= v 0 + v 1 INF + v 2 IR t-1 + u 21 ........................................................
(4.34)
IRD = FED − IR ....................................................................................
(4.35)
IRRD = IR − INF .....................................................................................
(4.36)
dimana:
MS
IR
MS t-1
INF
IR t-1
FED
= Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah)
= Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (%/Tahun)
= Jumlah Uang Beredar Tahun Sebelumnya (Miliar Rupiah)
= Tingkat Inflasi (%/Tahun)
= Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Tahun
Sebelumnya (%/Tahun)
= Tingkat Suku Bunga Dollar Amerika Serikat (%/Tahun)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter:
t 2, v 1 > 0 ; t 1, v 2, v 3 < 0 ; 0 < t 3, v 4 < 1
Persamaan jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga nominal
domestik (IR) merupakan persamaan-persamaan standar yang digunakan dalam
persamaan-persamaan makroekonomi. Yang dimaksud dengan jumlah uang
beredar adalah monetary base (H= high-powered money) dikalikan dengan money
multiplier. Jumlah uang beredar diharapkan berkorelasi negatif dengan tingkat suku
bunga, karena makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit dari
sektor swasta akan meningkat sehingga mengakibatkan jumlah uang beredar akan
meningkat.
Peningkatan pengeluaran pemerintah (G) akan meningkatkan jumlah uang
beredar jika sebagiannya dilakukan dengan pencetakan uang atau penambahan H,
133
dimana pemerintah melakukan sebagian pengeluaran konsumsi atau investasi
dengan cara meminjam kepada bank sentral (Iqbal, 1996).
Dalam persamaan tingkat suku bunga (IR), variabel tingkat inflasi (INF)
diharapkan berkorelasi positif dengan tingkat suku bunga. Dengan kata lain,
perubahan tingkat suku bunga diharapkan berjalan searah dengan perubahan
tingkat inflasi karena perubahan tingkat suku bunga dapat dianggap sebagai cermin
dari perubahan tingkat inflasi dalam suatu perekonomian.
4.2.5. Blok Indikator Ekonomi
Dalam penelitian ini, yang dimasukkan dalam blok indikator ekonomi
adalah tingkat inflasi (INF), nilai tukar riil (RER), cadangan devisa (R) dan
probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB). Persamaan-persamaannya adalah
sbb.:
= w 0 + w 1 RER + w 2 IR + w 3 T + w 4 G + w 5 INF t-1 + u 22 .........
(4.37)
RER = x 0 + x 1 IRRD + x 2 MS + x 3 R + x 4 BOP + x 5 RER t-1 + u 23 ....
(4.38)
PROB = y 0 + y1 SIG + y 2 FIS + y3 FOR + y 4 NFG + y5 NFP
+ y 6 PROB t-1 + u 24 ....................................................................
(4.39)
BOP
= FOR + EO .................................................................................
(4.40)
DR
= R − R1 ......................................................................................
(4.41)
INF
dimana:
INF t-1
RER t-1
PROB t-1
BOP
EO
= Tingkat Inflasi Tahun Sebelumnya (%/Tahun)
= Nilai Tukar Riil Tahun Sebelumnya (Rp/$)
= Probabilitas Krisis Ekonomi Tahun Sebelumnya (angka 0-1)
= Balance of Payment (Miliar Rupiah)
= Error and Omissions dalam Penghitungan BOP (Miliar
Rupiah)
Tanda yang diharapkan dari estimasi parameter:
w 1, w 2, w 4, x 2, y4 > 0 ; w 3, x 1, x 3, x 4, y1, y 2, y3, y5 < 0 ; 0 < w 5, x 5, y6 < 1
134
Pada saat nilai tukar rupiah jatuh pada tahun 1997-1998, tingkat inflasi
(INF) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh nilai tukar riil (RER) karena adanya
cost-push inflation sehingga depresiasi nilai tukar menyebabkan biaya produksi
menjadi meningkat. Jika sebelum masa krisis penyebab inflasi lebih dominan dari
demand-pull inflation, pada masa krisis, karena terjadi depresiasi nilai tukar rupiah
secara drastis, maka tingkat inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh depresiasi nilai
tukar riil. Dengan demikian, jika kenaikan tingkat suku bunga (IR) tidak mampu
mengapresiasi nilai tukar riil, maka kenaikan tingkat suku bunga akan
meningkatkan inflasi.
Sejalan dengan penjelasan pada persamaan jumlah uang beredar, kenaikan
pengeluaran pemerintah (G) relatif terhadap penerimaan pemerintah (T) akan
meningkatkan inflasi jika sebagiannya dilakukan dengan penambahan H.
Tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) akan berkorelasi negatif dengan
nilai tukar riil (RER) apabila kenaikan tingkat suku bunga mampu mengapresiasi
nilai tukar riil. Jumlah uang beredar (MS) akan berkorelasi positif dengan nilai
tukar riil jika peningkatan jumlah uang beredar mendepresiasi nilai tukar riil.
Cadangan devisa (R) diharapkan berkorelasi negatif dengan nilai tukar riil karena
kenaikan cadangan devisa diharapkan akan mengapresiasi nilai tukar riil. Demikian
pula dengan balance of payment, diharapkan berkorelasi negatif dengan nilai tukar
riil karena peningkatan balance of payment diharapkan akan mengapresiasi nilai
tukar riil.
Untuk mengukur apakah variabel ketiga kesenjangan berjalan searah
dengan prediksi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi, digunakan variabel indeks
probabilitas krisis ekonomi (PROB). Di samping ketiga kesenjangan, dalam
135
persamaan probabilitas terjadinya krisis ekonomi dimasukkan pula variabel aliran
dana asing ke sektor publik (NFG) dan ke sektor swasta (NFP).
Nilai variabel indeks probabilitas krisis diambil dari penelitian yang
dilakukan oleh Oh (2000) pada negara-negara Asia termasuk Indonesia yang
mengalami krisis nilai tukar pada tahun 1997. Model yang dikembangkannya
merupakan perluasan model krisis ekonomi generasi pertama yang dikembangkan
oleh Blanco & Garber (1986). Modelnya menggunakan pendekatan moneter pada
penetapan nilai tukar mata uang. Oh (2000) memperlihatkan bagaimana kebijakan
makroekonomi yang tidak konsisten dengan kebijakan nilai tukar tetap, dalam
jangka panjang dapat mendorong perekonomian menuju suatu krisis mata uang
yang tidak terhindarkan. Maka Oh (2000) membuat suatu model ekonomi untuk
memperkirakan
kemungkinan
terjadinya
krisis
ekonomi.
Model
tersebut
diaplikasikan pada beberapa negara Asia.
Nilai hasil penelitian Oh (2000) dianggap sebagai indeks probabilitas krisis
ekonomi di Indonesia. Variabel indeks Oh (2000) memasukkan unsur-unsur
moneter M2, cadangan devisa, perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik,
utang dalam negeri, utang luar negeri, rasio pinjaman perbankan, nilai tukar riil,
defisit neraca perdagangan, defisit fiskal, indeks harga agregat, perbedaan inflasi
asing dan domestik, motif substitusi mata uang dan risiko premium dalam
keseimbangan suku bunga yang tidak tertutup. Nilai probabilitas krisis ekonomi Oh
(2000)
diinterpretasikan
sebagai
kemungkinan
dimana
pemerintah
akan
mendepresiasi nilai mata uangnya atau merubah bentuk sistem nilai tukar tetapnya.
Makin besar nilainya, berarti makin besar kemungkinan terjadinya krisis ekonomi.
136
4.2.6. Blok Kinerja Ekonomi
Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, yang dimasukkan
dalam blok kinerja ekonomi adalah PDB riil (Y). Peningkatan kinerja PDB riil
dianggap sebagai peningkatan kinerja ekonomi. Persamaan PDB riil merupakan
persamaan identitas, yaitu:
Y = CP + IP + G + (X − M)................................................................. (4.42)
PDB dipandang dari sisi permintaan merupakan jumlah dari konsumsi swasta (CP),
investasi swasta (IP), pengeluaran pemerintah (G) dan nilai ekspor bersih (X-M)
dalam perekonomian.
4.3. Identifikasi Model
Identifikasi model dilakukan sebelum dilakukan estimasi model karena hal
ini tidak saja sangat terkait dengan pilihan metode estimasi, tetapi juga terkait
dengan spesifikasi model ekonometrika yang berbentuk sistem persamaan
simultan. Dapat dikatakan bahwa suatu sistem persamaan telah teridentifikasi jika
telah terdapat dalam suatu bentuk statistik yang unik, yang memungkinkan untuk
selanjutnya dilakukan estimasi yang unik parameter-parameter dari data sampel
(Koutsoyiannis, 1977).
Suatu model dikatakan underidentified jika ada satu atau lebih persamaan
dalam model yang underidentified. Jika suatu persamaan underidentified, tidak
mungkin untuk mengestimasi seluruh parameter yang ada dengan metode estimasi
ekonometrika apapun. Jika persamaannya teridentifikasi exactly identified atau
overidentified, parameter-parameternya dapat diestimasi secara statistik dengan
metode yang tepat (Koutsoyiannis, 1977).
137
Identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat
keharusan, dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Rumusan identifikasi
model persamaan struktural berdasarkan kondisi order dan rank adalah
(Koutsoyiannis, 1977):
(K – M) > (G − 1) ....................................................................................
(4.43)
dimana:
K = Total Variabel dalam Model (Variabel Endogen dan Predetermined)
M = Jumlah Variabel Endogen dan Eksogen dalam Satu Persamaan
G = Total Persamaan dalam Model (Jumlah Variabel Endogen)
Jika suatu persamaan dalam model menunjukkan (K – M) > (G − 1), maka
persamaan tersebut dinyatakan overidentified. Jika (K – M) = (G − 1), maka
dinyatakan exactly identified. Jika (K – M) < (G − 1) maka dinyatakan tidak
teridentifikasi. Supaya parameternya dapat diestimasi, maka hasil identifikasi untuk
setiap persamaan struktural harus exactly identified atau overidentified. Meskipun
suatu persamaan memenuhi kondisi order, mungkin saja persamaan itu tidak
teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi, diperlukan suatu syarat perlu
sekaligus cukup. Hal ini dituangkan dalam kondisi rank untuk identifikasi yang
menyatakan bahwa suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika
dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order
(G – 1) dari parameter variabel yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut
tetapi masuk dalam persamaan lainnya dalam model (Koutsoyiannis, 1977).
Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, terdapat 42 persamaan
(G) yang terdiri dari 24 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas.
Sementara itu terdapat 32 variabel predetermined yang terdiri dari 8 variabel
eksogen dan 24 variabel endogen bedakala (lag endogen). Dengan demikian total
138
variabel dalam model (K) adalah 42+32 = 74 variabel. Jumlah variabel dalam
persamaan (M) adalah 2 sampai 6 variabel. Jadi, berdasarkan kriteria kondisi order,
maka setiap persamaan struktural yang ada dalam Model Makroekonomi ThreeGap Indonesia adalah overidentified.
4.4. Metode Estimasi Model
Menurut Koutsoyiannis (1977), jika suatu persamaan exactly identified,
metode yang tepat untuk mengestimasi parameternya adalah metode Indirect Least
Squares (ILS). Jika suatu persamaan overidentified, maka berbagai metode estimasi
dapat dilakukan, antara lain Two-Stage Least Squares (2SLS), Three-Stage Least
Squares (3SLS), Limited Information Maximum Likehood (LIML), atau Full
Information Maximum Likehood (FIML).
Dari identifikasi model, seluruh persamaan struktural dalam Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia dinyatakan overidentified. Oleh karena itu
penggunaan metode ILS untuk sistem persamaannya tidak memberikan estimasi
parameter yang unik (Goldberger, 1964 dalam Sinaga, 1989). Secara umum,
metode 3SLS memberikan estimasi yang lebih efisien secara asimtotik daripada
metode 2SLS. Akan tetapi, metode 3SLS sensitif terhadap perubahan spesifikasi
karena
perubahan
spesifikasi
di
suatu
persamaan
dalam
sistem
dapat
mempengaruhi seluruh estimasi parameter. Tambahan lagi, metode 3SLS
memerlukan jumlah sampel yang lebih besar daripada metode 2SLS karena seluruh
parameter struktural diestimasi pada waktu yang bersamaan (Theil dan Zellner,
1962 dalam Sinaga, 1989).
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel dan kemungkinan
spesifikasi model untuk analisis simulasi kebijakan alternatif, maka Model
139
Makroekonomi Three-Gap Indonesia diestimasi dengan menggunakan metode
2SLS. Jumlah data sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32 tahun (19692000).
Selain itu, berbagai tipe studi Monte Carlo menunjukkan bahwa dari
berbagai metode yang konsisten dan efisien secara asimtotis, metode 2SLS adalah
yang paling robust (Johnston, 1972 dalam Sinaga, 1989). Program piranti lunak
(software) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistical Analysis
System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 6.12.
Setelah model diestimasi, maka perlu dilakukan evaluasi hasil estimasi
parameter. Untuk tujuan tersebut, digunakan berbagai kriteria yang dapat
diklasifikasi menjadi tiga kelompok. Pertama, kriteria ekonomi a priori yang
ditentukan oleh teori ekonomi. Kedua, kriteria statistik yang ditentukan oleh teori
statistik. Ketiga, kriteria ekonometrika yang ditentukan oleh teori ekonometrika
(Koutsoyiannis, 1977).
Menurut Koutsoyiannis (1977), kriteria ekonomi a priori yang ditentukan
oleh teori ekonomi merujuk pada tanda dan besaran estimasi parameter yang
theoritically meaningful. Kriteria statistik merupakan first-order tests. Dalam
penelitian ini, untuk menguji apakah variabel-variabel penjelas secara bersamasama dapat menjelaskan keragaman variabel endogen pada masing-masing
persamaan, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F. Untuk menguji
apakah masing-masing variabel penjelas secara individu berpengaruh nyata atau
tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji
statistik t. Kriteria ekonometrika merupakan second-order tests untuk menentukan
keandalan kriteria statistik, yaitu untuk menetapkan apakah suatu estimasi memiliki
140
sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, efficiency, sufficiency dan
consistency.
Untuk menguji validitas asumsi non-autokorelasi dapat dilakukan dengan
uji statistik Durbin-Watson atau dengan uji statistik Durbin-h bila modelnya terdiri
dari satu atau lebih variabel endogen bedakala (Pindyck and Rubinfield, 1991).
Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia terdapat variabel-variabel
endogen bedakala (lagged endogenous variables), maka uji autokorelasi dilakukan
dengan menggunakan uji Durbin-h Statistic (Pindyck and Rubinfield, 1991)
dengan formula:
h = [ 1-0.5 DW ] [ T/1-T (Varβ) ] 0.5....................................................
dimana:
h
T
Varβ
DW
=
=
=
=
(4.44)
Nilai Statistik Durbin-h
Jumlah Pengamatan
Keragaman dari Koefisien Variabel Endogen Bedakala
Nilai Statistik Durbin-Watson
4.5. Validasi Model
Model yang sudah diestimasi perlu divalidasi. Dalam penelitian ini, validasi
dilakukan untuk mengetahui apakah model cukup baik digunakan untuk
mengaplikasikan simulasi kebijakan. Dalam validasi model, digunakan indikator
Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE) dan Theil (U) dengan formula
(Pindyck and Rubinfield, 1991):
T
s
a
a
2
RMSPE = [ 1/T Σ {( Yt - Yt ) / Yt } ]
t=1
0.5
..................................... (4.45)
T
[ 1/T Σ ( Yt s - Yt a) 2 ] 0.5
t=1
U-Theil = -------------------------------------------------------- .................... (4.46)
T
T
[ 1/T Σ ( Yt s ) 2 ] 0.5 + [ 1/T t=1
Σ (Yt a) 2 ] 0.5
t=1
141
dimana:
T
Yt s
Yt a
= Jumlah Periode (Tahun) dalam Simulasi
= Nilai Simulasi dari Yt
= Nilai Aktual
Nilai RMSPE menggambarkan seberapa jauh nilai-nilai prediksi variabel
endogen menyimpang dari nilai aktualnya dalam ukuran persentase relatif. Nilai U
menggambarkan kemampuan model untuk menganalisis simulasi historis (ex-post)
dan simulasi peramalan (ex-ante). Di samping itu dapat dilihat pula tiga indikator
statistik lainnya, yaitu biased proportion (UM), regression component (UR), dan
residual
component
(UD).
UM
mengindikasikan
systematic
error,
UR
mengindikasikan deviasi dari slope regresi antara nilai aktual dengan nilai prediksi,
dan UD menangkap unsystematic errors. Makin kecil nilai RMSPE, berarti model
yang digunakan makin baik. Nilai U adalah berkisar di antara nilai 0 dan 1. Maka
bila nilai U = 0, berarti model yang dibangun adalah model yang sempurna.
Sebaliknya, apabila nilai U = 1, maka hal itu menunjukkan bahwa model yang
dibangun tidak sempurna (Pindyck and Rubinfield, 1991).
4.6. Simulasi Model
Simulasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih baik tentang reaksi variabel endogen terhadap perubahan kebijakan. Secara
umum, simulasi merujuk pada penentuan perilaku suatu sistem melalui kalkulasi
nilai-nilai dari sistem tersebut yang modelnya telah diestimasi. Perilaku numerik
sistem disimulasikan dengan asumsi-asumsi yang berbeda untuk dianalisis
reaksinya terhadap berbagai input alternatif. Setiap simulasi merupakan suatu
eksperimen yang dilakukan pada model, untuk menentukan nilai-nilai dari
variabel-variabel endogen untuk asumsi alternatif yang berkenaan dengan variabel-
142
variabel kebijakan, variabel-variabel eksogen lainnya, stochastic disturbance terms
dan nilai-nilai parameter (Intrilligator, 1978). Percobaan simulasi memberikan
beberapa pandangan dari segi kebijakan dan juga memberikan perumus kebijakan
beberapa gambaran tentang bagaimana model dapat digunakan dalam keadaan
yang sebenarnya (Iqbal, 1996).
Dalam penelitian ini, untuk menentukan instrumen-instrumen kebijakan
fiskal, kebijakan moneter dan perubahan faktor-faktor eksternal, dilakukan analisis
variabel-variabel yang menentukan perubahan kinerja variabel tujuan utama dan
kinerja variabel tujuan sekunder. Dari 42 variabel endogen dalam Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia, yang dianggap sebagai variabel tujuan utama
adalah PDB riil (Y). Yang dianggap sebagai variabel-variabel tujuan sekunder
adalah investasi swasta (IP), konsumsi swasta (CP), pengeluaran pemerintah (G)
dan ekspor (X). Selain itu, karena penelitian ini fokus pada ketiga kesenjangan,
maka perlu dianalisis dampak perubahan kebijakan fiskal dan moneter serta
perubahan faktor-faktor eksternal terhadap kinerja kesenjangan tabungan (SIG),
kesenjangan fiskal (FIS) dan kesenjangan valuta asing (FOR). Di samping itu,
mengingat pentingnya peran sektor swasta dalam suatu perekonomian terbuka,
maka perlu dianalisis kinerja variabel-variabel aliran dana netto dari sektor swasta
ke sektor publik (NSSP) dan aliran dana asing ke sektor swasta (NFP).
Sebagai perbandingan, berikut ini dibahas konsep yang dijadikan dasar oleh
Iqbal (1996) dalam menentukan variabel-variabel yang disimulasikan dalam
modelnya. Variabel-variabel tujuan dalam model Iqbal (1996) adalah variabelvariabel PDB riil, investasi swasta dan konsumsi swasta. Kinerja perekonomian
dianggap meningkat apabila kinerja ketiga variabel tersebut meningkat.
143
4.6.1. Penentuan Variabel-Variabel yang Disimulasikan
Iqbal (1996) menyusun suatu tabel yang berisi persamaan-persamaan
matematik three-gap. Persamaan Iqbal (1996) dibuat berdasarkan konsep model
three-gap Taylor (1990, 1993) dan Solimano (1990). Pernyataan-pernyataan
tersebut dinamakan Model Naive Three-Gap. Model ini disebut Naive karena
dibuat berdasarkan rata-rata sederhana pangsa variabel-variabel dependen pada
variabel-variabel penjelas yang paling relevan. Model Naive Three-Gap Iqbal
(1996) dirangkum dalam Tabel 22 yang menyajikan persamaan matematik yang
meliputi persamaan-persamaan matematik ketiga kesenjangan dan persamaanpersamaan PDB. Notasi serta definisi yang digunakan Iqbal (1996) dirangkum pada
Tabel 23.
Menurut Iqbal (1996), dengan menurunkan persamaan-persamaan yang
terdapat dalam Tabel 22 secara matematik, dapat diketahui variabel-variabel apa
saja yang mempengaruhi variabel tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Secara
implisit, Tabel 22 memperlihatkan bahwa pada pernyataan alternatif untuk Y (yaitu
PDB), jumlah three-gap harus selalu sama dengan nol. Persamaan-persamaan
investasi swasta (Ip ), investasi publik (Ig ), investasi total (I), konsumsi swasta (C p )
dan konsumsi total (C) didapat dari penggabungan beberapa pernyataan alternatif
tersebut. Dengan menggunakan Tabel 22, maka penggabungan persamaan Y yang
terletak pada pernyataan pertama baris kedua ke dalam persamaan-persamaan Y
pada pernyataan keempat baris pertama, persamaan Y pernyataan keempat baris
kedua dan persamaan Y pernyataan kedua baris ketiga akan memberikan
pernyataan
persamaan-persamaan
(4.47-4.52).
Penggabungan
persamaan dari Tabel 22 tersebut adalah sebagai berikut (Iqbal, 1996):
persamaan-
144
Tabel 22.
Persamaan-Persamaan Model Naive Three-Gap
Pernyataan Alternatif untuk Three-Gap
Pernyataan Alternatif untuk Y
Pernyataan Three-Gap I
Persamaan yang tak digunakan untuk
Pernyataan I
(S p -I p ) = NSS p -NF p
Y = (1/θ){I g + C g – NSS p – NF g }
(T-G) = {θ[σ(1-θ)]}{I p +NSS p -NF p }-C g -I g
Y = (1/µ) {X + NF p + NF g }
(M-X) = [µ/σ(1-θ)][I p +NSS p -NF p } – X
Y = 1/[σ(1-θ)+θ+µ]{I p + I g + C g + X}
Penyataan Three- Gap II
Persamaan yang tak digunakan untuk
Pernyataan II
(S p -I p ) = {σ(1-θ)/θ]{I g +C g -NSS p -NF g } –I p
Y = (1/σ(1-θ)]{I g + NSS p – NF p }
(T-G) = -NSS p -NF g
Y = (1/µ) {X + NF p + NF g }
(M-X) = (µ/θ){I g +C g -NSS p -NF g } – X
Y = 1/[σ(1-θ)+θ+µ]{I p + I g + C g + X}
Penyataan Three-Gap III
Persamaan yang tak digunakan untuk
Pernyataan III
(S p -I p ) = {σ(1-θ)/µ]{X+NF p +NF g } –I p
Y = (1/σ(1-θ)]{I p + NSS p – NF p }
(T-G) = (θ/µ){X+NF p +NF g } – C g - I g
Y = (1/θ) {I g + C g – NSS p - NF g }
(M-X) = NF p +NF g
Y = {1/[σ(1-θ)+θ+µ}{I p + I g + C g +
X}
Penyataan Three-Gap IV
Persamaan yang tak digunakan untuk
Pernyataan IV
(S p -I p ) = [σ(1-θ)/σ(1-θ)+θ+µ]{I p +I g +C g +X}Y = [1/σ(1-θ)]{I g + NSS p – NF p }
Ip
(T-G) = {θ/[σ(1-θ)+θ+µ]}{I p +I g +C g +X}-C g Y = (1/θ) {I g + C g – NSS p - NF g }
Ip
(M-X) = {µ/[σ(1-θ)+θ+µ]}{I p +I g +C g +X}-X
Y = (1/µ){X +NF p + NF g }
145
Sumber: Iqbal (1996)
Tabel 23. Notasi dan Definisi Model Naive Three-Gap
DEFINISI
NOTASI
C
Cg
Cp
Fg
Fp
G
I
Ip
Ig
KF
M
Mg
M sr
NF
NF g
NF p
ΔR
Rp
Sp
SS p
NSS p
T
T nt
Tt
X
Y
Konsumsi berjalan total
Konsumsi berjalan sektor publik
Konsumsi berjalan sektor swasta
Foreign capital inflows to the public sector
Foreign capital inflows to the private sector
Pengeluaran pemerintah aggregat, didefinisikan sebagai (C g + I g )
Investasi total
Investasi swasta
Investasi pemerintah
Private capital flight
Impor agregat barang dan jasa
Impor barang
Impor jasa
Net aggregate foreign capital inflows, didefinisikan sebagai (NF p + NF g )
Net foreign capital inflows to the public sector, didefinisikan sebagai (F g − ΔR)
Net foreign capital inflows to the private sector, didefinisikan sebagai (F p −
KF)
Perubahan dalam official foreign exchange reserves
Repayments of public sector loans to the private sector
Tabungan swasta
Private capital surplus transferred to the public sector
Net private capital surplus transferred to the public sector, didefinisikan sebagai
(SS p – R p )
Penerimaan total pemerintah
Penerimaan non-perdagangan pemerintah
Penerimaan perdagangan pemerintah
Ekspor aggregat barang dan jasa
Produk domestik bruto
Sumber: Iqbal (1996)
Y = (1/µ) {X + NF p + NF g } + e 1 ............................................................
(4.47)
I p = [σ(1-θ)/µ]{X+NF p +NF g } + (NF p – NSS p ) + e 2 ..............................
(4.48)
I g = (θ/µ){X+NF p +NF g } + (NSS p + NF g - C g ) + e 3 ..............................
(4.49)
I = {[σ(1-θ)+θ]/µ}{X + NF p + NF g } + (NF p + NF g - C g ) + e 4 ..............
(4.50)
146
C p = (1 - σ)(1-θ)Y = [(1 - σ) (1-θ)/µ]{X + NF p + NF g } + e 5 .................
(4.51)
C = [(1 - σ) (1-θ)/µ]{X + NF p + NF g } + C g + e 6 ....................................
(4.52)
Dalam Model Naive Three-Gap Iqbal (1996), variabel-variabel PDB,
investasi swasta, investasi publik, total investasi, konsumsi swasta dan total
konsumsi dianggap sebagai variabel-variabel tujuan. Variabel-variabel tersebut
terletak di sisi sebelah kiri dari persamaan-persamaan (4.47-4.52). Dengan
demikian, maka variabel-variabel di sisi kanan dianggap sebagai variabel yang
sebaiknya disimulasikan sebagai dasar untuk mensimulasikan kebijakan-kebijakan
makroekonomi selanjutnya. Persamaan-persamaan tersebut juga dapat digunakan
untuk menurunkan arah pengaruh antara variabel tujuan yang di sisi kiri dengan
variabel-variabel yang akan disimulasikan. Dengan demikian, maka dapat disusun
suatu tabel untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel yang akan disimulasikan
terhadap variabel-variabel tujuannya, seperti yang terlihat pada Tabel 24.
Persamaan (4.50) dan (4.52) dapat juga digunakan untuk mengembangkan
hubungan langsung antara investasi total (I) dan konsumsi total (C) melalui
eliminasi variabel C g . Dengan menulis kembali persamaan tersebut, maka didapat
persamaan-persamaan sebagai berikut (Iqbal, 1996):
I = Φ {X + NF p + NF g } + NF p + NF g - C g .............................................
(4.53)
dimana:
Φ = {[σ(1 - θ) + θ]/µ}
C g = C - φ{X + NF p + Nf g } ....................................................................
dimana:
φ = σ [(1 − σ) (1 − θ)] / µ]
(4.54)
147
Dengan mensubstitusikan C g pada persamaan (4.54) ke dalam persamaan (4.53),
maka akan diperoleh hubungan terbalik antara investasi agregat (I) dan konsumsi
agregat (C) sebagai berikut:
I = (Φ + φ) {X + NF p + NF g } + [NF p + NF g ] - C ...................................
(4.55)
Tabel 24. Ekspektasi Dampak Simulasi terhadap Variabel-Variabel Tujuan
Variabel yang Disimulasikan
X+NF p +NF g
NF p
NF g
NSS p
Cg
Variabel Tujuan
Y
Ip
Ig
I
Cp
C
+
+
+
+
+
+
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
−1
1
0
0
0
0
0
−1
−1
0
1
Keterangan:
+ berarti pengaruh positif; − berarti pengaruh negatif; 0 berarti tidak ada pengaruh.
Sumber: Iqbal (1996)
Persamaan (4.50) juga dapat digunakan untuk menurunkan hubungan
langsung antara investasi swasta (I p ) dan investasi publik (Ig ). Dengan demikian,
pernyataan matematik untuk Ig didapat dengan menulis ulang persamaan (4.50)
menjadi:
I g = Ψ[X + NF p + NF g ] + [NF p + NF g -C g ] - I p .....................................
(4.56)
dimana:
Ψ = {[σ(1 - θ) + θ]/µ}
Persamaan (4.56) menunjukkan hubungan terbalik antara investasi publik
dan investasi swasta, mewakili suatu dampak crowding-out antara I g dan I p . Secara
grafis dapat dilihat pada Gambar 18, dimana panah menurun pada kurva I p -I g
menunjukkan bahwa peningkatan public sector domestic borrowing dari swasta
148
(NSS p ) meningkatkan tingkat investasi publik tetapi mengurangi tingkat investasi
swasta. Karena itu, kurva I p -I g tetap tidak berubah. Sebaliknya peningkatan
konsumsi publik (C g ) mengurangi investasi publik, sehingga menyebabkan kurva
I p -I g bergeser menjadi lebih curam karena investasi swasta tidak berubah. Hal ini
ditunjukkan oleh panah yang menurun (Iqbal, 1996).
Ip
X, NFp + NFg
NSSp
Cg
Ig
Gambar 18. Kurva I p -I g dan Varibel Kebijakan X, NF p , NF g , NSS p , C g
Dengan demikian, dalam hal public sector domestic borrowing dari swasta
(NSS p ), berdasarkan hasil penurunan matematik tersebut, maka kebijakan
makroekonomi yang sebaiknya dilakukan adalah kebijakan penurunan NSS p . Hal
ini karena peningkatan investasi swasta sangat penting bagi pertumbuhan dalam
suatu perekonomian terbuka. Di lain pihak, peningkatan penerimaan ekspor (X)
dan foreign capital inflows ke sektor swasta dan ke sektor publik (NF p +NF g ) akan
menggeser kurva I p -I g ke atas, menunjukkan bahwa peningkatan ekspor
dan
foreign capital inflows menguntungkan baik sektor swasta maupun sektor publik
(Iqbal, 1996).
Maka simulasi yang dilakukan Iqbal (1996) berdasarkan persamaanpersamaan matematik three-gap dalam modelnya adalah pada variabel-variabel
sebagai berikut:
1.
Variabel total ekspor (X).
149
2.
Variabel aliran dana asing netto ke sektor swasta (NF p ).
3.
Variabel aliran dana asing netto ke sektor publik (NF g ).
4.
Variabel public sector domestic borrowing from private sector (NSS P ).
5.
Variabel konsumsi pemerintah (C g ).
6.
Variabel investasi pemerintah (I g ).
7.
Variabel tingkat suku bunga domestik riil (IRR D ).
8.
Variabel nilai tukar riil (RER).
9.
Variabel investasi swasta (I p ).
Karena Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia menggunakan metode
yang berbeda, maka terdapat perbedaan pada variabel-variabel yang disimulasikan.
Variabel-variabel yang disimulasikan diklasifikasikan berdasarkan blok-blok yang
terdapat dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia. Simulasi yang
dilakukan dalam penelitian ini serta alasan dilakukannya simulasi adalah sebagai
berikut:
1.
Blok Sektor Swasta: simulasi untuk meningkatkan investasi swasta (IP)
dilakukan dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter perubahan
tingkat suku bunga (IR), tabungan swasta (SP), cadangan devisa (R), jumlah
uang beredar (MS) dan perubahan faktor eksternal berupa perubahan capital
flight (KF). Untuk meningkatkan tabungan swasta dapat dilakukan antara lain
dengan memberikan insentif bagi tabungan domestik. Untuk meningkatkan
cadangan devisa dapat dilakukan antara lain dengan membuat kebijakan yang
berkenaan dengan insentif ekspor. Untuk meningkatkan jumlah uang beredar
150
dapat dilakukan antara lain dengan kebijakan yang mendorong peningkatan
kredit perbankan.
2.
Blok Sektor Publik: simulasi untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah
(G) dilakukan dengan menggunakan instrumen kebijakan fiskal perubahan
penerimaan pemerintah (T), penjualan obligasi pemerintah (DGB) dan utang
luar negeri pemerintah (FG). Untuk meningkatkan penerimaan pemerintah
dapat dilakukan antara lain dengan kebijakan perpajakan. Untuk menurunkan
aliran dana dari sektor swasta ke publik (NSSP) dapat dilakukan antara lain
dengan kebijakan penurunan penjualan obligasi pemerintah. Dalam penelitian
ini, peranan sektor swasta dianggap meningkat apabila aliran dana dari sektor
swasta ke publik menurun. Untuk menurunkan beban bunga atas utang luar
negeri pemerintah dapat dilakukan dengan membuat kebijakan penurunan
utang luar negeri pemerintah.
3.
Blok Luar Negeri: simulasi untuk meningkatkan ekspor (X) dilakukan
dengan
menggunakan instrumen perubahan faktor-faktor eksternal berupa
pertumbuhan ekonomi Asia (GASIA) dan nilai tukar riil (RER).
Simulasi yang dilakukan adalah simulasi historis untuk menganalisis
kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan perubahan faktor-faktor eksternal. Sebagai
perbandingan, dilakukan simulasi historis pada periode sebelum terjadinya krisis
ekonomi dan pada periode krisis.
Periode yang dipilih untuk disimulasikan sebelum krisis adalah tahun 19901996. Tahun 1990 dipilih karena pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan paket
kebijakan reformasi ekonomi yang dikenal dengan nama Paket Kebijakan bulan
Mei 1990 untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia. Tahun 1996 dipilih
151
karena merupakan tahun sebelum krisis ekonomi Asia 1997. Periode krisis adalah
tahun 1997-2000. Hasil simulasi yang memberikan dampak positif pada kinerja
variabel tujuan utama dan variabel tujuan sekunder, dianggap sebagai kebijakan
yang sebaiknya diterapkan.
4.6.2. Simulasi Kebijakan dan Perubahan Faktor-Faktor Eksternal
Berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas, maka skenario-skenario
simulasi kebijakan dan perubahan faktor-faktor eksternal yang dilakukan adalah:
A. Skenario Simulasi Kebijakan Fiskal:
1.
SIM-1: Peningkatan penerimaan pemerintah (T) sebesar 15% untuk periode
tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Peningkatan penerimaan pajak dapat
dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, mengingat tax
ratio di Indonesia masih rendah, yaitu 15%. Secara normatif, tax ratio di
negara lain dapat mencapai 30%.
2.
SIM-2: Penurunan perubahan obligasi pemerintah (DGB) sebesar 15% untuk
periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Perubahan obligasi pemerintah
merupakan salah satu komponen dalam aliran dana dari sektor swasta ke
sektor publik (NSSP). Penurunan perubahan obligasi pemerintah relevan
dilakukan karena implikasi penurunan aliran dana dari sektor swasta ke sektor
publik adalah meningkatnya peran sektor swasta dalam perekonomian. Peran
sektor swasta sangat penting dalam suatu perekonomian terbuka sehingga
peningkatan peran swasta dalam perekonomian menjadi sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan kinerja perekonomian. Di samping itu, penurunan
perubahan obligasi pemerintah dapat menurunkan beban bunga utang
pemerintah.
152
3.
SIM-3: Penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (FG) sebesar 15% untuk
periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan untuk
mengurangi beban pembayaran bunga utang luar negeri pemerintah dan untuk
meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah.
B. Skenario Simulasi Kebijakan Moneter:
4.
SIM-4: Peningkatan tabungan swasta (SP) sebesar 15% untuk periode tahun
1990-1996 dan tahun 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan dalam rangka
meningkatkan investasi swasta dengan pembiayaan dari dalam negeri. Untuk
meningkatkan tabungan swasta, dapat dilakukan dengan cara antara lain
pemberian insentif tabungan domestik.
5.
SIM-5: Penurunan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (IR) sebesar
15% untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan
untuk memberikan kondisi yang kondusif bagi investasi swasta.
6.
SIM-6: Peningkatan cadangan devisa (R) sebesar 15% untuk periode tahun
1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan untuk mendorong
terjadinya peningkatan aliran dana asing lebih lanjut karena cadangan devisa
yang lebih tinggi merupakan indikator bahwa kemungkinan terjadinya krisis
neraca pembayaran menjadi lebih rendah. Tingginya cadangan devisa
mengindikasikan pula kinerja perdagangan yang baik. Untuk itu pemerintah
dapat menerapkan kebijakan yang menstimulasi ekspor.
7.
SIM-7: Peningkatan jumlah uang beredar (MS) sebesar 15% untuk periode
tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar terjadi
ekspansi dalam perekonomian. Pemerintah dapat meningkatkan jumlah uang
beredar antara lain dengan cara membeli surat berharga melalui bank sentral
153
(Bank Indonesia). Selain itu, pemerintah dapat menurunkan tingkat suku
bunga SBI untuk meningkatkan permintaan kredit di sektor swasta. Penurunan
tingkat suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong penurunan tingkat suku
bunga di sektor riil. Makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit
dari sektor swasta akan meningkat sehingga jumlah uang beredar meningkat.
Dalam kondisi ini, di sektor swasta akan terjadi ekspansi industri.
C. Skenario Simulasi Perubahan Faktor-Faktor Eksternal:
8.
SIM-8: Penurunan capital flight (KF) sebesar 15% untuk periode tahun 19901996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar dapat dianalisis dampak
pelarian modal terhadap kinerja perekonomian. Capital flight dapat diturunkan
antara lain dengan cara mendorong iklim investasi yang kondusif dan
menimbulkan rasa aman bagi para pemilik modal sehingga tidak melarikan
dananya ke luar negeri.
9.
SIM-9: Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Asia (GASIA) sebesar 15%
untuk periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar
dapat dianalisis dampak pertumbuhan ekonomi kawasan Asia terhadap kinerja
perekonomian Indonesia.
10. SIM-10: Depresiasi nilai tukar riil (RER) rupiah sebesar 15% untuk periode
tahun 1990-1996 dan 1997-2000. Hal ini relevan dilakukan agar dapat
dianalisis dampak perubahan nilai tukar riil terhadap kinerja perekonomian,
terutama terhadap kinerja ekspor.
D. Skenario Simulasi Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter:
11. SIM-11 = SIM-1 + SIM-3 + SIM-4 + SIM-5 + SIM-6 + SIM-7 untuk periode
tahun 1990-1996 dan SIM-1 + SIM-2 + SIM-4 + SIM-7 untuk periode tahun
154
1997-2000. Skenario-skenario tersebut merupakan penggabungan secara
simultan skenario-skenario kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang dapat
meningkatkan kinerja perekonomian.
4.7. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder makroekonomi time series
periode tahun 1969-2000. Sumber data berasal dari berbagai laporan dan publikasi
resmi terbitan lokal dan internasional, yakni:
1. Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik, berbagai tahun terbitan.
2. Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik, berbagai tahun terbitan.
3. Laporan Berkala Bank Indonesia, berbagai tahun terbitan.
4. International Financial Statistics, International Monetary Fund, berbagai tahun
terbitan.
5. World Bank Quarterly, World Bank, berbagai tahun terbitan.
6. Economic and Financial Data for the United States, Federal Bureau of
Statistics (www.fedstat.gov).
7. World Tables, World Bank, berbagai tahun terbitan.
8. Sumber-sumber resmi lainnya dan dari berbagai hasil penelitian yang
terdahulu.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel kuantitatif.
Semua variabel yang dinyatakan dalam satuan nilai Rupiah diriilkan dengan
deflator PDB (P) tahun dasar 1990. Deflator PDB pada tahun-t (P t ) adalah rasio
PDB nominal terhadap PDB riil pada tahun-t (Blanchard, 1997). Deflator PDB
merupakan angka indeks. Tahun 1990 dipilih sebagai tahun dasar karena pada
155
tahun 1990 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan reformasi ekonomi yang
bertujuan untuk menggairahkan iklim investasi di Indonesia.
V. ANALISIS PERILAKU MODEL MAKROEKONOMI
THREE-GAP INDONESIA
Dalam bab ini diuraikan analisis perilaku Model Makroekonomi ThreeGap Indonesia berdasarkan hasil estimasi dari masing-masing persamaan dalam
model.
5.1. Gambaran Umum Hasil Estimasi Model Makroekonomi Three-Gap
Indonesia
Model Ekonometrika Simultan Dinamis Makroekonomi Three-Gap
Indonesia terdiri dari 42 persamaan. Dari jumlah persamaan yang terbangun
dalam model, terdapat 24 persamaan struktural dan 18 persamaan identitas. Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia dalam penelitian ini diestimasi dengan
menggunakan Two-Stage Least Squares (2SLS). Jumlah data sampel pada
penelitian ini adalah sebanyak 32 tahun (1969-2000). Data yang digunakan adalah
data time series.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum hasil estimasi 24
persamaan struktural, berdasarkan teori ekonomi, memiliki arti dan logis
(theoritically meaningful) karena tanda dan besarannya telah sesuai dengan yang
diharapkan. Hasil estimasi juga memuaskan secara statistik karena memenuhi
kriteria-kriteria statistik. Sebanyak 11 persamaan struktural atau sebesar 46% dari
24 persamaan struktural memiliki koefisien determinasi (R2) dengan nilai di atas
0.90 dan sebanyak 7 persamaan struktural atau 29% mempunyai nilai R2 antara
0.71-0.90. Hanya 3 persamaan atau 12% yang mempunyai nilai R2 di bawah 0.60.
Hal ini menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel penjelas dalam
persamaan struktural mampu menjelaskan variabel endogennya dengan baik.
156
Besaran nilai F-hitung menunjukkan bahwa seluruh persamaan struktural
memiliki nilai F-hitung cukup tinggi, yaitu berkisar antara 5.149 sampai 700.799,
yang berarti bahwa variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat
menjelaskan dengan baik keragaman variabel endogen pada masing-masing
persamaan, dimana (α) variabel endogennya berkisar antara 0.0001 sampai
0.0034. Selain itu, variabel endogen pada masing-masing persamaan dipengaruhi
secara nyata oleh sebagian besar variabel-variabel penjelas secara individu pada
taraf nyata (α) 0.05, 0.10, 0.15 dan 0.20.
Nilai Durbin-h berkisar antara 0.05316 sampai 3.227197. Nilai Durbin-h
terendah terdapat pada persamaan ekspor jasa (XSR). Nilai Durbin-h tertinggi
pada persamaan tabungan swasta (SP). Uji autokorelasi Durbin-h menunjukkan
bahwa pada umumnya tidak terdapat masalah autokorelasi. Lagipula, yang
menjadi prioritas adalah kriteria ekonomi di atas kriteria statistik dan
ekonometrika. Maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam
penelitian ini cukup baik sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian.
5.2. Analisis Perilaku Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
5.2.1. Respon Blok Sektor Swasta
Blok sektor swasta terdiri dari tabungan swasta (SP), investasi swasta (IP)
dan konsumsi swasta (CP). Hasil estimasi untuk ketiga persamaan tersebut adalah:
1.
Tabungan Swasta
Persamaan tabungan swasta (SP) memperlakukan tingkat suku bunga
domestik riil (IRRD) sebagai salah satu variabel yang penting. Dampak
langsungnya terhadap tabungan swasta dan selanjutnya dampak tak langsungnya
157
terhadap variabel-variabel tujuan (PDB riil, investasi swasta, konsumsi swasta,
pengeluaran pemerintah dan total ekspor) merupakan hal yang penting untuk
dianalisis. Hasil estimasi parameter variabel tingkat suku bunga domestik riil
(IRRD) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Apabila nyata, tanda positif
menunjukkan bahwa terdapat substitution effect antara tingkat tabungan dengan
tingkat suku bunga. Hasil penelitian empiris oleh Gupta (1987), Fry (1988),
Balassa (1989), Khan et al. (1992, 1994) dan Iqbal (1993) menyatakan bahwa
efek substitusi mendominasi efek pendapatan di negara-negara sedang
berkembang. Apabila arah hubungan statistik antara tingkat suku bunga domestik
riil dan tingkat tabungan swasta bergantung pada kekuatan efek pendapatan dan
efek substitusi, maka peningkatan tingkat suku bunga domestik riil akan
meningkatkan tabungan swasta.
Tabel 25. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tabungan Swasta Tahun
1969-2000
Variabel
Tabungan Swasta
Intercept
IRRD Suku bunga domestik riil
YP
Pendapatan riil swasta
SP t-1
Lag endogen
F-Hit = 12.730
R2 = 0.5858
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
SP
7662.352536 0.1301
23577 0.3648
0.013432 0.7260
0.843857 0.0001
DW = 1.692
Durbin-h = 3.227197
C
A
Keterangan:
A = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.05
B = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.10
C = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.15
D = Parameter estimasi berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 0.20
Hasil estimasi parameter variabel pendapatan swasta (YP) menunjukkan
hasil yang tidak nyata. Apabila nyata dan positif, maka peningkatan pendapatan
swasta dapat meningkatkan tabungan swasta. Hasil estimasi parameter variabel
bedakala (lag endogen) satu tahun tabungan swasta adalah nyata dan bertanda
158
positif 0.843857, merefleksikan kuatnya relevansi antara tabungan swasta tahun
ini dengan tabungan swasta tahun sebelumnya.
2.
Investasi Swasta
Hasil estimasi persamaan investasi swasta (IP) disajikan dalam Tabel 26 di
bawah ini.
Tabel 26. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Swasta Tahun
1969-2000
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
IP
Investasi Swasta
Intercept
376.260151 0.8561
IRRD Suku bunga domestik riil
-8.613738 0.9995
R
Cadangan devisa
0.074199 0.5260
NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ.
-1.112474 0.0003
A
FL
Pinjaman luar negeri sektor swasta
0.995536 0.0001
A
IP t-1
Lag endogen
0.935624 0.0001
A
F-Hit = 78.373
R2 = 0.9400
DW = 1.770
Durbin-h = 0.649721
Tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) merupakan variabel yang
penting dalam persamaan investasi swasta, akan tetapi hasil estimasi
parameternya tidak nyata. Apabila nyata, tanda negatif menunjukkan bahwa
kenaikan tingkat suku bunga dapat menurunkan investasi swasta. Hasil estimasi
parameter variabel cadangan devisa (R) juga tidak nyata. Jika nyata, cadangan
devisa yang berkorelasi positif dengan investasi swasta menunjukkan bahwa
makin besar cadangan devisa, makin tinggi investasi swasta. Faktor cadangan
devisa merupakan salah satu faktor yang menunjukkan stabilitas atas valuta asing.
Hasil estimasi parameter variabel aliran dana netto dari swasta ke pemerintah
(NSSP) adalah sesuai dengan harapan teoritis, yaitu makin rendah aliran dana
swasta ke pemerintah, maka makin tinggi investasi swasta.
159
Pinjaman luar negeri swasta (FL) berpengaruh positif terhadap investasi
swasta, dengan estimasi parameter cukup tinggi, yaitu 0.995536. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan 1% pinjaman luar negeri swasta mampu
meningkatkan investasi swasta sebesar 0.995536%. Artinya variabel pinjaman
luar negeri swasta sangat penting dalam meningkatkan investasi swasta. Apabila
terdapat defisit pada sektor swasta, pinjaman luar negeri akan mendorong
peningkatan investasi. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun
investasi swasta adalah nyata dan bertanda positif 0.935624, merefleksikan
kuatnya relevansi antara investasi swasta pada tahun ini dengan investasi swasta
tahun sebelumnya.
3.
Konsumsi Swasta
Hasil estimasi persamaan konsumsi swasta (CP) yang memasukkan
variabel tabungan swasta (SP) dan variabel PDB riil (Y) menunjukkan bahwa
variabel tabungan swasta berpengaruh negatif terhadap konsumsi swasta, tetapi
variabel PDB riil berpengaruh positif terhadap konsumsi swasta.
Tabel 27. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Konsumsi Swasta Tahun
1969-2000
Variabel
Konsumsi Swasta
Intercept
SP
Tabungan swasta
Y
PDB riil
CP t-1 Lag endogen
F-Hit = 700.799
R2 = 0.9873
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
CP
5229.175103 0.1232
C
-0.378127 0.0007
A
0.412549 0.0001
A
0.425291 0.0003
A
DW = 1.720
Durbin-h = 0.366669
Dengan demikian penurunan tabungan dapat meningkatkan konsumsi, sedangkan
peningkatan PDB riil akan meningkatkan konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi mobilisasi dari tabungan swasta ke konsumsi swasta pada waktu tabungan
160
swasta menurun. Sedangkan peningkatan penerimaan akan meningkatkan
konsumsi.
Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun konsumsi swasta
adalah nyata dan bertanda positif, merefleksikan adanya relevansi antara
konsumsi swasta tahun ini dengan konsumsi swasta tahun sebelumnya.
5.2.2. Respon Blok Sektor Publik
Blok sektor publik terdiri dari penerimaan pemerintah dan pengeluaran
pemerintah. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran investasi (IG) dan
pengeluaran konsumsi (CG). Penerimaan pemerintah terdiri dari penerimaan
pajak langsung (TD) yakni pajak pendapatan, pajak tak langsung (TI) yakni pajak
pertambahan
nilai, penerimaan non-pajak (TN) dan penerimaan
pajak
perdagangan internasional (TT). Pajak perdagangan internasional adalah
penerimaan pemerintah yang berkenaan dengan tarif impor dan ekspor.
Pada persamaan konsumsi pemerintah (CG), yang berpengaruh positif dan
nyata adalah variabel total penerimaan pemerintah (T), aliran dana asing netto ke
sektor publik (NFG) dan pengeluaran konsumsi pemerintah tahun sebelumnya.
Dari hasil estimasi, yang pengaruhnya paling besar adalah total penerimaan
pemerintah dengan estimasi parameter 0.498442. Hal ini menunjukkan bahwa
pembiayaan konsumsi pemerintah lebih dipengaruhi oleh penerimaan pemerintah
daripada oleh aliran dana dari sektor swasta dan sektor luar negeri.
Harapan teoritis hasil estimasi parameter persamaan investasi pemerintah
(IG) adalah bahwa total penerimaan pemerintah (T) dan aliran dana asing netto ke
sektor publik (NFG) berpengaruh positif terhadap investasi pemerintah. Akan
tetapi hasil estimasinya menunjukkan hasil yang tidak nyata. Demikian pula hasil
161
estimasi parameter variabel aliran dana netto dari swasta ke pemerintah (NSSP),
juga tidak nyata. Hasil estimasi yang menunjukkan pengaruh positif dan nyata
adalah pada variabel bedakala satu tahun investasi pemerintah.
Tabel 28. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Investasi Pemerintah dan
Konsumsi Pemerintah Tahun 1969-2000
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
IG
Investasi Pemerintah
Intercept
2832.859427 0.0367
A
T
Total penerimaan pemerintah
0.023689 0.4824
NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ.
0.110253 0.2345
NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah
0.005395 0.9522
IG t-1
Lag endogen
0.684031 0.0001
A
2
F-Hit = 12.142
R = 0.6513
DW = 2.365
Durbin-h = -1.9842
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
CG
Konsumsi Pemerintah
Intercept
3151.074086 0.0181
T
Total penerimaan pemerintah
0.498442 0.0001
NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ.
0.061521 0.6257
NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah
0.241284 0.0570
CG t-1 Lag endogen
0.277084 0.0256
F-Hit = 111.214
R2 = 0.9448
DW = 1.452
Durbin-h = 1.921126
A
A
A
A
Hasil estimasi parameter persamaan penerimaan pemerintah dari pajak
langsung (TD), sesuai dengan harapan teoritis, adalah dipengaruhi secara positif
oleh PDB riil (Y) dan penerimaan pajak langsung tahun sebelumnya. Dalam hal
penerimaan pajak langsung (TD) dan pajak tak langsung (TI), yang menjadi
tujuan pemerintah adalah pendapatan pajak yang berasal dari sumber-sumber nonpertanian, terutama dari pajak pendapatan perusahaan swasta, pajak pendapatan
perorangan, pajak barang-barang konsumsi dan pajak perdagangan internasional.
Pada persamaan penerimaan pajak tak langsung, hasil estimasi parameter
variabel investasi swasta (IP) sebesar 0.056261 adalah lebih besar daripada hasil
estimasi parameter konsumsi swasta (CP) sebesar 0.026749. Hal ini menunjukkan
162
bahwa peningkatan investasi swasta berpengaruh lebih besar daripada
peningkatan konsumsi swasta terhadap penerimaan pajak tak langsung. Jadi,
mendorong peningkatan investasi swasta akan lebih banyak menaikkan tingkat
penerimaan pemerintah dibandingkan dengan mendorong peningkatan konsumsi
swasta. Penerimaan pajak tak langsung juga dipengaruhi secara nyata oleh
penerimaan pajak tak langsung tahun sebelumnya.
Tabel 29.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Pajak Langsung
dan Pajak Tak Langsung Tahun 1969-2000
Variabel
Penerimaan Pajak Langsung
Intercept
Y
PDB riil
TD t-1 Lag endogen
F-Hit = 45.295
R2 = 0.7639
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
TD
Variabel
Pajak Tak Langsung
Intercept
CP
Konsumsi swasta
IP
Investasi swasta
TI t-1
Lag endogen
F-Hit = 187.031
R2 = 0.9541
3655.623451 0.0470
A
0.035387 0.0591
A
0.480616 0.0186
A
DW = 1.674 1st Order Autocorr = -0.089
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
TI
-406.078665 0.4330
0.026749 0.0188
A
0.056261 0.0083
A
0.452205 0.0193
A
DW = 1.561 1st Order Autocorr = 0.215
Hasil estimasi parameter persamaan penerimaan pemerintah dari nonpajak (TN) menunjukkan bahwa penurunan PDB riil (Y) akan meningkatkan
penerimaan pemerintah dari non-pajak. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
menerapkan kebijakan yang meningkatkan penerimaan non-pajak pada saat PDB
riil menurun. Penerimaan non-pajak antara lain adalah dari privatisasi Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP) berpengaruh
positif terhadap penerimaan non-pajak. Penerimaan non-pajak juga dipengaruhi
secara nyata oleh penerimaan non-pajak tahun sebelumnya. Sedangkan hasil
163
estimasi parameter variabel pinjaman luar negeri pemerintah (NFG) terhadap
penerimaan non-pajak menunjukkan hasil yang tidak nyata.
Tabel 30.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penerimaan Non-Pajak dan
Pajak Perdagangan Internasional Tahun 1969-2000
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
TN
Penerimaan Non-Pajak
Intercept
1027.561502 0.1328
C
Y
PDB riil
-0.020287 0.0059
A
NSSP Aliran dana netto dari sekt.swasta ke publ.
0.119674 0.0544
A
NFG Pinjaman luar negeri netto pemerintah
-0.058979 0.3232
TN t-1 Lag endogen
2.454869 0.0001
A
2
st
F-Hit = 75.341
R = 0.9206
DW = 1.357 1 Order Autocorr = 0.252
Variabel
Penerimaan Pajak Perdagangan Intl.
Intercept
X
Total ekspor
M
Total impor
RER Nilai tukar riil
TT t-1 Lag endogen
F-Hit = 5.149
R2 = 0.4420 DW = 1.911
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
TT
598.577042 0.1063
0.000566 0.9516
0.001934 0.8361
0.031594 0.7353
0.583324 0.0029
Durbin-h = 1.235711
B
A
Hasil estimasi parameter variabel-variabel ekspor (X), impor (M) dan nilai
tukar riil (RER) pada persamaan penerimaan pajak perdagangan internasional
(TT) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Apabila nyata, tanda positif pada
parameter variabel total ekspor dan total impor menunjukkan bahwa peningkatan
perdagangan akan meningkatkan penerimaan pajak perdagangan internasional.
Demikian pula tanda positif pada parameter variabel nilai tukar riil, apabila nyata,
menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara depresiasi nilai tukar riil dengan
penerimaan pajak perdagangan internasional, dimana jika nilai tukar riil
terdepresiasi, maka penerimaan dari pajak perdagangan internasional akan
meningkat. Yang menunjukkan hasil yang nyata dan positif adalah estimasi
parameter variabel bedakala satu tahun penerimaan pajak perdagangan internasional.
164
Hasil estimasi variabel bedakala satu tahun penerimaan pemerintah dari
semua komponen penerimaan pemerintah menunjukkan hasil yang nyata dan
bertanda positif. Hal ini meperlihatkan bahwa penerimaan pemerintah di
Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada pendapatan berjalan saja, melainkan
terdapat hubungan bedakala, dimana penerimaan pemerintah dari pajak dan nonpajak bergantung juga pada trend pendapatan.
5.2.3. Respon Blok Luar Negeri
Blok luar negeri terdiri dari variabel-variabel yang terdapat dalam neraca
pembayaran, yaitu ekspor, impor, aliran dana asing ke sektor publik dan aliran
dana asing ke sektor swasta. Aliran dana asing ke sektor publik adalah pinjaman
luar negeri pemerintah. Aliran dana asing ke sektor swasta terdiri dari penanaman
modal asing langsung (foreign direct investment) dan pinjaman luar negeri swasta.
Hasil estimasi parameter persamaan-persamaan dalam blok luar negeri adalah:
1.
Ekspor Barang dan Ekspor Jasa
Total ekspor dalam penelitian ini terdiri dari ekspor minyak dan gas,
ekspor komoditi pertanian, ekspor barang manufaktur dan ekspor jasa. Mengingat
pentingnya ekspor non-migas bagi perekonomian Indonesia ke depan, maka yang
dimasukkan sebagai variabel endogen adalah ekspor komoditi pertanian (XAG),
ekspor barang manufaktur (XG) dan ekspor jasa (XSR).
Secara keseluruhan, hasil estimasi parameter variabel nilai tukar riil (RER)
terhadap ekspor barang yakni komoditi pertanian (XAG) dan barang manufaktur
(XG) menghasilkan parameter dengan tanda positif yang sesuai dengan harapan
teoritis. Tanda positif menunjukkan bahwa terdepresiasinya nilai tukar riil akan
165
meningkatkan daya saing ekspor barang Indonesia di pasar dunia. Hasil estimasi
parameter variabel bedakala satu tahun persamaan-persamaan ekspor barang dan
ekspor jasa adalah nyata dan positif, merefleksikan adanya relevansi antara ekspor
barang dan ekspor jasa pada tahun ini dengan ekspor barang dan ekspor jasa pada
tahun sebelumnya.
Tabel 31.
Hasil Estimasi Parameter Persamaan Ekspor Barang dan Ekspor
Jasa Tahun 1969-2000
Variabel
Ekspor Komoditi Pertanian
Intercept
RER
Nilai tukar riil
XAG t-1 Lag endogen
F-Hit = 49.170
R2 = 0.7784
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
XAG
Variabel
Ekspor Barang Manufaktur
Intercept
RER
Nilai tukar riil
XG t-1
Lag endogen
F-Hit = 92.989
R2 = 0.8691
-341.497938 0.7894
1.045607 0.1705
0.814944 0.0001
DW = 1.944
Durbin-h = -0.13171
C
A
Parameter
Estimasi
Taraf
Nyata
Prob
>|T|
XG
Variabel
Ekspor Jasa
Intercept
RER
Nilai tukar riil
GASIA Pertumbuhan ekonomi Asia
XG t-1
Lag endogen
F-Hit = 73.698
R2 = 0.8912
-3165.432449 0.4549
2.870310 0.1837
0.992646 0.0001
DW = 2.290
Durbin-h = -1.75869
D
A
Parameter
Estimasi
Taraf
Nyata
Prob
>|T|
XSR
912.903776 0.4264
0.144237 0.5571
4754.296753 0.4033
0.951878 0.0001
DW = 1.902
Durbin-h = 0.05316
A
Pada persamaan ekspor jasa (XSR), variabel kegiatan ekonomi diproksi
dengan pertumbuhan di negara-negara Asia (GASIA), dalam penelitian ini adalah
Singapura, Malaysia dan Hongkong, yaitu negara-negara yang memberikan
kontribusi cukup besar dalam transfer dana dari tenaga kerja Indonesia. Tetapi
hasil estimasi parameternya menunjukkan hasil yang tidak nyata.
166
2.
Impor Barang dan Impor Jasa
Total impor dalam penelitian ini terdiri dari impor barang dan impor jasa.
Impor barang terdiri dari impor barang modal (MGK), impor bahan
baku/penolong atau barang intermediary (MGI) dan impor barang konsumsi
(MGC). Yang dimasukkan dalam impor jasa (MSR) adalah asuransi, transportasi
dan bunga pinjaman luar negeri.
Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa permintaan impor barang
modal (MGK) dan bahan baku/penolong (MGI) sesuai dengan harapan teoritis.
Kecuali hasil estimasi parameter variabel nilai tukar riil pada persamaan impor
barang modal, semua variabel kegiatan domestik yang diproksi dengan total
ekspor (X), PDB riil (Y) dan nilai tukar riil (RER), secara nyata menentukan
permintaan impor di Indonesia. Pada persamaan impor barang konsumsi (MGC),
hasil estimasi parameter seluruh variabelnya menunjukkan hasil yang nyata.
Impor barang konsumsi dipengaruhi secara negatif oleh nilai tukar riil (RER) dan
secara positif oleh PDB riil (Y). Berarti apresiasi nilai tukar riil dan kenaikan PDB
riil akan menaikkan impor barang konsumsi.
Pada persamaan impor jasa (MSR), hasil estimasi parameter variabel nilai
tukar riil (RER) pada persamaan permintaan impor jasa menghasilkan tanda
positif dan nyata. Ini berarti terdepresiasinya nilai tukar riil ternyata meningkatkan
impor jasa. Hasil estimasi parameter variabel PDB riil (Y) menunjukkan hasil
yang nyata dan positif. Ini menunjukkan bahwa peningkatan PDB riil akan
meningkatkan impor jasa.
Hasil estimasi parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan
domestik (IRD) menunjukkan tanda positif tetapi tidak nyata. Jika nyata, tanda
167
positif pada parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik
menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap tingkat
suku bunga domestik akan meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri.
Tabel 32. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Impor Barang dan Impor Jasa
Tahun 1969-2000
Parameter
Estimasi
Variabel
Impor Barang Modal
Intercept
RER
Nilai tukar riil
Y
PDB riil
MGK t-1 Lag endogen
F-Hit = 50.174
R2 = 0.8479
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
MGK
DW = 2.115
Variabel
Impor Bahan Baku/Penolong
Intercept
RER
Nilai tukar riil
X
Total ekspor
MGI t-1 Lag endogen
F-Hit = 99.917
R2 = 0.9174
DW = 1.151
737.747103 0.4407
-0.327353 0.3829
0.038622 0.0002
0.283621 0.0905
Durbin-h = -0.80559
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
A
B
Taraf
Nyata
MGI
Variabel
Impor Barang Konsumsi
Intercept
RER
Nilai tukar riil
Y
PDB riil
MGC t-1 Lag endogen
F-Hit = 22.657
R2 = 0.7157
DW = 1.701
810.543811 0.7267
-2.834517 0.0201
0.382828 0.0001
0.284511 0.0321
Durbin-h = 3.090383
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
A
A
A
Taraf
Nyata
MGC
Variabel
Impor Jasa
Intercept
RER
Nilai tukar riil
Y
PDB riil
IRD
Perbedaan tk. suku bunga asing & dom.
MSR t-1 Lag endogen
F-Hit = 112.132 R2 = 0.9452
DW = 1.698
-4146.607785 0.0036
-2.059811 0.0019
0.011396 0.1048
0.500243 0.0614
1st Order Autocorr = -0.067
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
A
A
B
A
Taraf
Nyata
MSR
-11492 0.0002
A
2.651873 0.0009
A
0.090017 0.0001
A
1743.806123 0.8198
0.150864 0.4693
st
1 Order Autocorr = 0.131
Konsekuensinya akan mengarah pada pembayaran bunga utang luar negeri yang
lebih besar. Hasil estimasi parameter variabel bedakala satu tahun impor jasa
menunjukkan hasil yang tidak nyata.
168
3.
Aliran Dana Asing
Dalam Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, aliran dana asing
terdiri dari aliran dana asing ke sektor publik dan aliran dana asing ke sektor
swasta. Aliran dana asing ke sektor publik adalah dalam bentuk pinjaman luar
negeri pemerintah (FG), sedangkan aliran dana asing ke sektor swasta terdiri dari
penanaman modal asing langsung (FDI) dan pinjaman luar negeri swasta (FL).
Hasil estimasi persamaan pinjaman luar negeri pemerintah (FG)
menunjukkan bahwa parameter nilai tukar riil (RER) bertanda positif akan tetapi
tidak nyata. Jika nyata, hal ini berarti terdepresiasinya nilai tukar riil justru akan
meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri pemerintah. Variabel perbedaan
tingkat suku bunga asing dan domestik (IRD) memiliki parameter estimasi dengan
tanda yang negatif dan nyata. Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis, yang berarti
pasokan modal asing ke sektor publik meningkat pada tingkat suku bunga yang
lebih rendah. Pemerintah mungkin menganggap bahwa penurunan tingkat suku
bunga asing merupakan kesempatan untuk meminjam lebih banyak.
Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) menunjukkan
bahwa pada waktu cadangan devisa meningkat, pemerintah meningkatkan
pinjamannya. Hal ini tercermin pada hasil estimasi parameter variabel cadangan
devisa yang bertanda positif. Padahal, secara teoritis, peningkatan cadangan
devisa seharusnya menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah. Hal ini
menunjukkan bahwa di Indonesia, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori
yang menyatakan bahwa permintaan pinjaman luar negeri pemerintah akan lebih
tinggi pada saat cadangan devisa menurun. Jadi, meskipun cadangan devisa
sedang meningkat, pemerintah tetap tidak mengurangi pinjaman luar negerinya.
169
Tabel 33. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah, Penanaman Modal Asing Langsung dan Pinjaman
Luar Negeri Swasta Tahun 1969-2000
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah
Intercept
-1705.411360 0.3459
RER
Nilai tukar riil
0.873694 0.2466
IRD
Perbedaan tk. suku bunga asing dan dom.
-27471 0.0001
R
Cadangan devisa
0.093463 0.2086
Y
PDB riil
0.013761 0.2074
FG t-1
Lag endogen
0.128429 0.2224
2
F-Hit = 70.133
R = 0.9335
DW = 1.346
Durbin-h = 2.104736
Taraf
Nyata
FG
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Penanaman Modal Asing Langsung
Intercept
-2777.314672 0.0270
RER
Nilai tukar riil
1.410836 0.0174
IRD
Perbedaan tk. suku bunga asing dan dom.
24249 0.0001
R
Cadangan devisa
-0.266214 0.0001
Y
PDB riil
0.027902 0.0006
PROB
Probabilitas terjadinya krisis ekonomi
4694.525197 0.0856
FDI t-1
Lag endogen
1.239733 0.0001
2
F-Hit = 58.983
R = 0.9365
DW = 1.675
Durbin-h = 1.294885
A
D
D
Taraf
Nyata
FDI
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Pinjaman Luar Negeri Swasta
Intercept
-5490.723278 0.1493
RER
Nilai tukar riil
-2.704699 0.0863
IRD
Perbedaan tk. suku bunga asing dan dom.
45016 0.0002
R
Cadangan devisa
-0.751663 0.0001
Y
PDB riil
0.090389 0.0002
PROB
Probabilitas terjadinya krisis ekonomi
8101.699014 0.2778
FL t-1
Lag endogen
0.112137 0.3804
F-Hit = 26.434
R2 = 0.8686
DW = 1.789
Durbin-h = 0.622858
A
A
A
A
A
B
A
Taraf
Nyata
FL
C
B
A
A
A
Parameter estimasi variabel PDB riil (Y) memiliki tanda positif tetapi
tidak nyata. Jika nyata, artinya tingkat pertumbuhan pendapatan domestik yang
lebih tinggi cenderung tidak mengurangi kebutuhan untuk meminjam dari luar
negeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mosely (1980), Taylor (1990) dan
Boyce (1992) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan domestik akan
menurunkan permintaan akan pinjaman asing.
170
Hasil estimasi parameter persamaan penanaman modal asing langsung
(FDI) memperlihatkan bahwa parameter estimasi variabel nilai tukar riil (RER)
bertanda positif dan nyata. Hal ini berarti jika terjadi depresiasi nilai tukar, maka
penanaman modal asing langsung di Indonesia akan meningkat. Korelasi positif
antara nilai tukar riil dengan penanaman modal asing langsung menunjukkan
bahwa hipotesis yang menyatakan depresiasi nilai tukar riil akan meningkatkan
penanaman modal asing langsung, ternyata memang terjadi pada penelitian yang
dilakukan di Indonesia. Hal ini karena penurunan nilai tukar domestik riil
menyebabkan aset asing menjadi bernilai lebih tinggi sehingga pihak asing lebih
terdorong untuk melakukan investasi.
Hasil estimasi parameter variabel perbedaan tingkat suku bunga asing dan
domestik (IRD) yang bertanda positif menunjukkan bahwa apabila perbedaan
tingkat suku bunga asing dan domestik meningkat, maka investasi asing
meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan harapan teoritis dimana kenaikan tingkat
suku bunga asing relatif terhadap tingkat suku bunga domestik akan menurunkan
investasi asing di Indonesia.
Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) pada persamaan
penanaman modal asing langsung yang bertanda negatif adalah sesuai dengan
harapan teoritis. Tidak seperti pada variabel pinjaman luar negeri pemerintah, di
sektor swasta, penurunan cadangan devisa justru akan meningkatkan aliran dana
asing (penanaman modal asing langsung) karena adanya harapan akan depresiasi
nilai tukar domestik yang akan membuat nilai aset asing menjadi lebih tinggi.
Berarti hasil penelitian ini tidak mendukung pernyataan Pio dan Vannini (1992)
yang menyatakan bahwa faktor-faktor stabilitas ekonomi seperti inflasi dan defisit
171
neraca pembayaran yang rendah dan stabil merupakan hal penting yang menarik
aliran modal asing. Harapan akan peningkatan nilai aset asing menjadi faktor yang
lebih menarik bagi penanaman modal asing langsung.
Hasil estimasi parameter variabel PDB riil (Y) pada persamaan
penanaman modal asing langsung yang bertanda positif menunjukkan bahwa
peningkatan pendapatan domestik riil mendorong investor asing untuk
berinvestasi di Indonesia. Indeks probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB)
berkorelasi positif dengan penanaman modal asing langsung. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi tetap
meningkatkan investasi asing. Hasil estimasi parameter variabel bedakala pada
persamaan penanaman modal asing langsung menunjukkan tanda positif dan
nyata. Hal ini berarti terdapat keterkaitan antara penanaman modal asing langsung
tahun ini dengan penanaman modal asing langsung tahun sebelumnya.
Hasil estimasi parameter persamaan pinjaman luar negeri swasta (FL)
menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif dengan nilai tukar riil (RER). Hal
ini berarti terdepresiasinya nilai tukar riil akan menurunkan permintaan akan
pinjaman luar negeri swasta. Hasil estimasi parameter variabel perbedaan tingkat
suku bunga asing dan domestik (IRD) adalah nyata dan bertanda positif. Hal ini
tidak sesuai dengan harapan teoritis karena peningkatan suku bunga asing relatif
terhadap suku bunga domestik justru akan meningkatkan permintaan akan
pinjaman asing.
Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa (R) menunjukkan tanda
negatif. Hasil ini sesuai dengan harapan teoritis dimana penurunan cadangan
devisa dianggap akan meningkatkan nilai pinjaman dari sisi pemberi pinjaman.
172
Secara teoritis, cadangan devisa dianggap sebagai salah satu faktor yang
menentukan stabilitas perekonomian. Hal ini karena defisit neraca pembayaran
yang kronis dapat mengembangkan restriksi valuta asing, yang pada akhirnya
dapat membahayakan transfer modal asing dan bunganya. Tetapi dalam kaitan
dengan pinjaman luar negeri swasta, investor asing tetap memberikan pinjaman ke
sektor swasta meskipun terjadi penurunan cadangan devisa karena harapan
peningkatan nilai pinjaman dianggap lebih menarik.
Hasil estimasi parameter variabel PDB riil (Y) yang berkorelasi positif
dengan pinjaman luar negeri swasta menunjukkan bahwa peningkatan PDB riil
akan meningkatkan pinjaman luar negeri swasta. Hasil estimasi parameter indeks
probabilitas krisis (PROB) juga bertanda positif. Hal ini konsisten dengan hasil
estimasi parameter variabel cadangan devisa, dimana hal ini menunjukkan bahwa
meskipun terdapat peningkatan kemungkinan terjadinya krisis, tetapi investor
asing tetap memberikan pinjaman ke sektor swasta di Indonesia. Hasil estimasi
parameter variabel bedakala satu tahun pinjaman asing ke sektor swasta
menunjukkan hasil yang tidak nyata.
5.2.4. Respon Blok Moneter
Blok moneter terdiri dari jumlah uang beredar (MS) dan tingkat suku
bunga (IR). Dalam Tabel 34 disajikan hasil estimasi parameter persamaan jumlah
uang beredar (MS) dan tingkat suku bunga (IR). Hasil estimasi menunjukkan
bahwa jumlah uang beredar (MS) berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga
(IR). Hal ini sesuai dengan harapan teoritis, dimana penurunan tingkat suku bunga
akan meningkatkan jumlah uang beredar. Hasil estimasi parameter variabel
pengeluaran pemerintah (G) menunjukkan hasil yang tidak nyata. Hasil estimasi
173
parameter variabel bedakala menunjukkan bahwa jumlah uang beredar
dipengaruhi oleh jumlah uang beredar tahun sebelumnya.
Tabel 34. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Jumlah Uang Beredar dan
Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Tahun 1969-2000
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
MS
Jumlah Uang Beredar
Intercept
3019.749400 0.0091
A
IR
Tingkat suku bunga Sertf.Bank Indonesia
-26210 0.0001
A
G
Pengeluaran pemerintah
0.080780 0.2807
MS t-1 Lag endogen
1.035534 0.0001
A
2
F-Hit = 409.208
R = 0.9785
DW = 1.014
Durbin-h = 2.63561
Variabel
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
Taraf
Nyata
IR
Tingkat Suku Bunga Sertf.Bank Indonesia
Intercept
0.041871 0.1388
C
INF
Tingkat inflasi
0.580632 0.0001
A
IR t-1
Lag endogen
0.307098 0.0114
A
2
F-Hit = 23.812
R = 0.6297
DW = 1.099
Durbin-h = 3.140086
Hasil estimasi parameter persamaan tingkat suku bunga (IR) menunjukkan
bahwa tingkat suku bunga berkorelasi positif dengan tingkat inflasi (INF), yang
berarti bahwa meningkatnya inflasi akan meningkatkan tingkat suku bunga
domestik. Hasil estimasi parameter variabel bedakala menunjukkan bahwa tingkat
suku bunga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga tahun sebelumnya.
5.2.5. Respon Blok Indikator Ekonomi
Blok indikator ekonomi terdiri dari tingkat inflasi (INF), nilai tukar riil
(RER) dan indeks probabilitas terjadinya krisis ekonomi (PROB). Hasil estimasi
parameter variabel nilai tukar riil (RER) terhadap tingkat inflasi (INF)
menunjukkan tanda yang negatif, tetapi tidak nyata. Jika nyata, artinya apresiasi
nilai tukar akan meningkatkan inflasi. Hasil estimasi parameter variabel tingkat
suku bunga (IR) terhadap tingkat inflasi menunjukkan tanda yang positif dan
174
nyata. Artinya tingkat suku bunga berjalan searah dengan tingkat inflasi. Hasil
estimasi parameter variabel penerimaan pemerintah (T) terhadap tingkat inflasi
dan variabel pengeluaran pemerintah (G) terhadap tingkat inflasi menunjukkan
hasil yang tidak nyata.
Tabel 35. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Riil
dan Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1969-2000
Parameter
Estimasi
Variabel
Prob
>|T|
Tingkat Inflasi
Intercept
-0.005179 0.9195
RER
Nilai tukar riil
-0.000003415 0.8586
IR
Tingkat suku bunga Sertf.Bank Indonesia
1.014395 0.0002
T
Total penerimaan pemerintah
-0.000004 0.5845
G
Pengeluaran pemerintah
0.000003191 0.7302
INF t-1
Lag endogen
0.005633 0.9743
2
F-Hit = 6.734
R = 0.5739
DW = 1.178
Durbin-h = 2.640371
Taraf
Nyata
INF
Parameter
Estimasi
Variabel
Nilai Tukar Riil
Intercept
IRRD
Suku bunga domestik riil
MS
Jumlah uang beredar
R
Cadangan devisa
BOP
Balance of payment
RER t-1
Lag endogen
F-Hit = 66.298
R2 = 0.9299
Prob
>|T|
A
Taraf
Nyata
RER
774.322578 0.0088
-1009.597850 0.2093
0.041281 0.0064
-0.059054 0.0001
-0.050483 0.0151
0.618487 0.0001
DW = 2.233
Durbin-h = -0.88261
Variabel
Probabilitas Terjadinya Krisis Ekonomi
Intercept
SIG
Kesenjangan tabungan
FIS
Kesenjangan fiskal
FOR
Kesenjangan valuta asing
NFG
Pinjaman luar negeri netto pemerintah
NFP
Aliran dana asing netto ke sektor swasta
PROB t-1 Lag endogen
F-Hit = 7.817
R2 = 0.6615
DW = 1.902
Parameter
Estimasi
Prob
>|T|
A
D
A
A
A
A
Taraf
Nyata
PROB
0.080879 0.3008
0.000003033 0.1966
D
-0.000018240 0.0837
B
-0.000000173 0.9739
0.000002641 0.7080
-0.000002747 0.3938
0.592731 0.0035
A
1st Order Autocorr = 0.030
Apabila nyata, variabel penerimaan pemerintah yang berkorelasi negatif dengan
tingkat inflasi menunjukkan ada kemungkinan penurunan penerimaan pemerintah
sebagiannya ditutup dengan pencetakan uang sehingga meningkatkan inflasi.
175
Apabila nyata, korelasi yang positif antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat
inflasi berarti peningkatan pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan
permintaan agregat sehingga akan meningkatkan harga-harga. Hasil estimasi
parameter variabel bedakala satu tahun tingkat inflasi juga menunjukkan hasil
yang tidak nyata.
Hasil estimasi parameter persamaan nilai tukar riil (RER) menunjukkan
bahwa tingkat suku bunga domestik riil (IRRD) berkorelasi negatif dengan nilai
tukar riil. Hal ini berarti kenaikan tingkat suku bunga riil mengapresiasi nilai tukar
riil. Secara teoritis, kenaikan tingkat suku bunga domestik akan menyebabkan
harga barang-barang domestik menjadi lebih menarik karena tingkat suku bunga
yang tinggi akan menyebabkan barang-barang akan dilepaskan lebih cepat.
Dengan harga barang yang lebih menarik, diharapkan pihak asing akan tertarik
untuk membelinya. Dengan demikian, akan terjadi aliran dana asing karena pihak
asing akan perlu menukarkan valuta asingnya dengan mata uang domestik untuk
membeli barang-barang domestik tersebut. Selanjutnya hal itu akan menyebabkan
nilai tukar mata uang domestik akan meningkat.
Hasil estimasi parameter variabel jumlah uang beredar (MS) menunjukkan
tanda yang positif. Ini berarti peningkatan jumlah uang beredar akan
mendepresiasi nilai tukar riil. Hasil estimasi parameter variabel cadangan devisa
(R) menunjukkan tanda yang negatif. Ini berarti adanya peningkatan cadangan
devisa dapat mengapresiasi nilai tukar riil. Hasil estimasi parameter variabel
Balance of Payment (BOP) menunjukkan tanda yang negatif. Ini berarti terjadinya
peningkatan balance of payment akan mengapresiasi nilai tukar riil.
176
Hasil estimasi parameter persamaan probabilitas terjadinya krisis ekonomi
(PROB) menunjukkan bahwa variabel kesenjangan tabungan (SIG) berkorelasi
positif dengan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Hal ini menunjukkan
bahwa makin tinggi kesenjangan tabungan, makin tinggi kemungkinan terjadinya
krisis. Berarti penurunan investasi swasta relatif terhadap tabungan swasta akan
membuat indeks kemungkinan terjadinya krisis ekonomi menjadi meningkat.
Hasil estimasi parameter variabel kesenjangan fiskal (FIS) menunjukkan
tanda yang negatif. Korelasi yang negatif menunjukkan bahwa makin besar
kesenjangan fiskal, makin kecil kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Dengan
kata lain, jika ada surplus fiskal, makin tinggi surplus maka makin kecil
kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Sebaliknya, jika terdapat defisit fiskal,
makin tinggi defisit fiskal (kesenjangan fiskal menurun), makin tinggi
kemungkinan terjadinya krisis ekonomi.
Hasil estimasi parameter variabel kesenjangan perdagangan (FOR) tidak
nyata. Jika nyata, tanda negatif menunjukkan bahwa makin kecil net export,
makin besar kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Dengan kata lain, makin
tinggi balance of trade, makin kecil kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Hasil
estimasi parameter variabel aliran dana asing netto ke sektor publik (NFG) dan
aliran dana asing netto ke sektor swasta (NFP) tidak nyata. Apabila nyata, tanda
yang positif pada parameter aliran dana asing netto ke sektor publik menunjukkan
bahwa pada saat pinjaman asing ke sektor publik meningkat, maka probabilitas
terjadinya krisis ekonomi juga meningkat. Apabila nyata, tanda yang negatif pada
parameter variabel aliran dana asing netto ke sektor swasta berarti peningkatan
capital inflows justru akan menurunkan probabilitas terjadinya krisis ekonomi.
VI. DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER DAN
PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP
KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA
Model yang telah diestimasi perlu divalidasi agar dapat diketahui apakah
model cukup baik digunakan untuk mengaplikasikan simulasi kebijakan dan
perubahan faktor-faktor eksternal. Untuk itu perlu dilakukan pengujian daya
prediksi dari model, guna melihat apakah nilai prediksi masing-masing variabel
endogen sesuai dengan atau mendekati nilai aktualnya (Pindyck and Rubinfield,
1991). Simulasi kebijakan dilakukan untuk menganalisis dampak berbagai
alternatif kebijakan dengan cara mengubah nilai variabel eksogen atau variabel
endogen yang dijadikan instrumen kebijakan.
6.1. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
Hasil validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia tahun 19901996 dan 1997-2000 disajikan dalam Tabel 36 dan Tabel 37. Kriteria statistik
yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah Root Mean Square Percentage
Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality (U). RMSPE digunakan untuk mengukur
seberapa dekat nilai masing-masing variabel endogen hasil prediksi mengikuti
nilai data aktualnya selama periode pengamatan, yaitu seberapa jauh
penyimpangannya dalam ukuran persen. Jika nilai RMSPE makin kecil, maka
daya prediksi model makin baik. Selain itu, untuk keperluan validasi digunakan
juga statistik proporsi bias (UM), proporsi regresi (UR), proporsi distribusi (UD),
proporsi keragaman (US), proporsi kovarians (UC) dan juga statistik Theil’s
inequality coefficient (U) untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis
simulasi historis maupun peramalan.
178
Tabel 36. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun
1990-1996
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerin
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan intern
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang be
SSP=aliran dana swasta ke p
NSSP=alr.dana net.sws.ke p
XAG=ekspor kmdt pertani
XG=ekspor barang manufa
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk miga
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsum
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerinta
NFG=pinj. l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asin
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke s
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.
IRRD=tk.suku bunga riil
INF=tingkat inflasi
RER=nilai tukar riil
PROB=indeks prob krisis
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta a
Y=PDB riil
RMS %
Bias
Reg
Dist
Var
Covar
Error
(UM)
(UR)
(UD)
(US)
(UC)
11.11 0.657 0.131 0.212
0.055 0.288
20.69 0.783 0.060 0.156
0.024 0.193
23.19 0.432 0.354 0.214
0.540 0.028
24.16 0.332 0.032 0.636
0.396 0.272
18.98 0.797 0.030 0.173
0.003 0.200
24.96 0.584 0.323 0.093
0.153 0.264
20.54 0.791 0.102 0.107
0.022 0.188
19.72 0.850 0.040 0.110
0.114 0.035
25.49 0.838 0.055 0.106
0.106 0.056
85.78 0.438 0.502 0.060
0.024 0.538
23.69 0.653 0.005 0.342
0.278 0.069
27.80 0.778 0.095 0.127
0.104 0.118
278.04 0.195 0.260 0.544
0.630 0.174
76.26 0.195 0.180 0.624
0.087 0.717
29.71 0.195 0.086 0.719
0.041 0.763
57.21 0.699 0.290 0.011
0.014 0.286
52.79 0.689 0.291 0.020
0.034 0.277
59.58 0.593 0.393 0.014
0.163 0.244
31.79 0.704 0.266 0.030
0.028 0.268
17.41 0.520 0.258 0.222
0.383 0.096
29.52 0.521 0.104 0.375
0.323 0.156
341.74 0.983 0.000 0.017
0.006 0.011
45.97 0.903 0.060 0.037
0.001 0.096
40.00 0.823 0.005 0.172
0.151 0.025
13.21 0.531 0.190 0.278
0.137 0.332
16.50 0.531 0.044 0.425
0.115 0.354
377.84 0.588 0.411 0.001
0.181 0.231
54.95 0.531 0.104 0.365
0.081 0.388
183.45 0.625 0.318 0.058
0.069 0.306
206.89 0.940 0.010 0.050
0.000 0.059
0.00 .
.
.
.
.
7.43 0.217 0.489 0.294
0.588 0.194
27.48 0.111 0.287 0.602
0.488 0.401
39.81 0.111 0.203 0.686
0.217 0.673
55.23 0.509 0.070 0.422
0.329 0.162
97.53 0.844 0.086 0.070
0.008 0.148
72.20 0.919 0.077 0.004
0.066 0.015
18.97 0.082 0.140 0.778
0.212 0.706
252.79 0.830 0.052 0.118
0.006 0.164
83.47 0.703 0.000 0.296
0.116 0.181
423.39 0.940 0.003 0.056
0.000 0.059
22.75 0.642 0.080 0.278
0.279 0.079
U1
0.1126
0.1937
0.2937
0.2232
0.1843
0.2907
0.2173
0.2095
0.2715
1.1640
0.2689
0.3052
0.5926
0.2839
0.2462
0.6581
0.6063
0.5578
0.3480
0.1681
0.3682
2.6720
0.4733
0.4366
0.1418
0.1794
4.4004
0.6081
1.7112
1.1850
0.0000
0.0867
0.2350
0.3210
0.6668
0.7199
0.6961
0.1963
1.4441
0.8152
1.5432
0.2585
U
0.0538
0.1054
0.1653
0.1205
0.1002
0.1645
0.1204
0.1162
0.1559
0.7340
0.1519
0.1771
0.3705
0.1432
0.1203
0.4545
0.4084
0.2269
0.2043
0.0901
0.2159
0.9639
0.3050
0.2752
0.0749
0.0966
0.9914
0.3990
0.8643
0.3819
0.0000
0.0445
0.1142
0.1545
0.4683
0.2721
0.4912
0.1016
0.7257
0.6361
0.5224
0.1454
179
Tabel 37. Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun
1997-2000
Variabel Endogen
RMS %
Error
Bias
(UM)
Reg
(UR)
Dist
(UD)
Var
(US)
Covar
(UC)
3583.00 0.487 0.420 0.093
0.243 0.270
91.75 0.476 0.428 0.096
0.455 0.069
CP=konsumsi swasta
17.00 0.572 0.315 0.113
0.056 0.372
IG=investasi pemerintah
53.72 0.451 0.439 0.111
0.049 0.500
I=total investasi
70.54 0.513 0.448 0.039
0.463 0.024
56.65 0.166 0.798 0.037
0.427 0.407
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerin
54.81 0.220 0.734 0.046
0.343 0.437
TD=pajak langsung
37.29 0.008 0.057 0.936
0.838 0.154
TI=pajak tak langsung
18.70 0.163 0.152 0.685
0.013 0.824
TN=penerimaan non-pajak
224.64 0.534 0.466 0.000
0.465 0.001
TT=pajak perdagangan intern
18.88 0.074 0.010 0.916
0.645 0.281
T=total pajak
81.31 0.447 0.541 0.012
0.397 0.156
DMS=perubahan jml.uang be 155.39
0.710 0.044 0.247
0.007 0.283
SSP=aliran dana swasta ke p 1482.00
0.710 0.166 0.124
0.052 0.238
NSSP=alr.dana net.sws.ke p 590.93
0.710 0.145 0.145
0.059 0.231
XAG=ekspor kmdt pertani
61.16 0.967 0.002 0.031
0.007 0.026
XG=ekspor barang manufa
49.78 0.893 0.052 0.055
0.076 0.030
XSR=ekspor jasa
28.99 0.898 0.029 0.073
0.001 0.101
X=total ekspor termsk miga
40.38 0.919 0.056 0.025
0.073 0.008
MGK=impor barang modal
16.91 0.068 0.045 0.886
0.745 0.187
MGI=impor barang intrmed.
24.74 0.553 0.109 0.338
0.357 0.090
MGC=impor barang konsum 119.07
0.837 0.038 0.125
0.094 0.069
MSR=impor jasa
37.91 0.911 0.000 0.089
0.040 0.049
35.93 0.877 0.115 0.008
0.121 0.002
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerinta
76.56 0.897 0.008 0.095
0.013 0.090
NFG=pinj. l.n. pem. netto
607.66 0.897 0.014 0.089
0.001 0.103
FDI=penanaman modal asin 510.34
0.573 0.162 0.265
0.169 0.258
FL=pinjaman l.n. swasta
111.29 0.910 0.025 0.065
0.052 0.038
NFP=alr.dana asing net.ke s
76.17 0.828 0.149 0.023
0.160 0.013
BOP=balance of payment
539.74 0.766 0.001 0.233
0.087 0.147
DR=perubahan cad.devisa
0.00 .
.
.
.
.
MS=jumlah uang beredar
74.36 0.721 0.253 0.026
0.160 0.119
IR=tingkat suku bunga
216.95 0.790 0.027 0.183
0.011 0.199
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.
308.82 0.790 0.025 0.185
0.012 0.198
IRRD=tk.suku bunga riil
306.65 0.454 0.221 0.325
0.007 0.539
814.66 0.734 0.056 0.211
0.007 0.259
INF=tingkat inflasi
RER=nilai tukar riil
78.61 0.873 0.115 0.013
0.033 0.094
PROB=indeks prob krisis
129.44 0.316 0.647 0.037
0.252 0.432
SIG=kesenjangan tabungan 265.35
0.489 0.436 0.075
0.175 0.336
FIS=kesenjangan fiskal
2698.00 0.729 0.241 0.030
0.166 0.105
FOR=kesenjangan valuta a
67.68 0.766 0.027 0.207
0.141 0.093
Y=PDB riil
7.82 0.645 0.087 0.268
0.002 0.353
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
U1
1.1844
0.2452
0.1836
0.4627
0.2793
0.5081
0.4884
0.2511
0.1543
2.9152
0.1543
0.8046
1.7370
1.9018
1.6659
0.6178
0.5266
0.2946
0.4202
0.1807
0.3065
1.1482
0.3950
0.3831
0.7581
1.2709
1.7226
0.9107
0.7279
1.6706
0.0000
0.7506
1.2465
1.3635
1.4704
1.5789
0.8395
1.0745
2.4500
3.3855
0.7320
0.0793
U
0.4694
0.1187
0.0988
0.1991
0.1323
0.2232
0.2137
0.1291
0.0749
0.5950
0.0760
0.3042
0.6099
0.5432
0.5802
0.4442
0.3535
0.1712
0.2649
0.0933
0.1755
0.9832
0.2443
0.2354
0.5830
0.6739
0.8034
0.7272
0.5367
0.7378
0.0000
0.2795
0.8053
0.8142
0.5458
0.8041
0.6972
0.3901
0.8275
0.6590
0.5609
0.0409
180
Hasil validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia menunjukkan
bahwa daya prediksi untuk simulasi pada tahun 1990-1996 (sebelum krisis) jauh
lebih baik daripada periode krisis ekonomi (tahun 1997-2000). Pada tahun 19901996, dari 42 persamaan yang terdapat pada model, terdapat 21 persamaan atau
50% RMSPE yang mempunyai nilai di bawah 30%, dibandingkan dengan 19%
pada tahun 1997-2000. Yang mempunyai nilai antara 30%−60% adalah 21% pada
tahun 1990-1996, dan 19% pada tahun 1997-2000, sedangkan yang di atas 100%
adalah 17% pada tahun 1990-1996, dan 38% pada tahun 1997-2000.
Jika dilihat dari nilai U, maka terdapat 22 persamaan atau 52% yang
mempunyai nilai U di bawah 0.2 pada tahun 1990-1996 dan 12 persamaan atau
sebesar 29% pada tahun 1997-2000, yang memiliki nilai U antara 0.2-0.3
sebanyak 6 persamaan atau 14% pada tahun 1990-1996 dan 17% pada tahun
1997-2000, 14 persamaan atau 33% mempunyai nilai U di atas 0.3 pada tahun
1990-1996 dan 55% pada tahun 1997-2000. Secara umum, meskipun terdapat
RMSPE dan U-Theil yang cukup tinggi pada beberapa variabel, model tersebut
masih dapat digunakan untuk melakukan simulasi historis karena yang memiliki
nilai RMSPE dan U-Theil tinggi mayoritas terdapat pada persamaan identitas.
Lagipula model ini dirancang untuk memenuhi kriteria ekonomi terlebih dahulu.
Dengan demikian, berdasarkan hasil uji validasi model, dapat dilakukan simulasi
historis untuk tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000.
6.2. Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Perubahan FaktorFaktor Eksternal terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia
Sebanyak 10 simulasi individual dilakukan untuk menggambarkan
dampak perubahan variabel kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan faktor-faktor
181
eksternal (non-kebijakan) terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Dari 10
skenario simulasi, terdapat tujuh skenario simulasi kebijakan makroekonomi dan
tiga skenario simulasi perubahan faktor-faktor eksternal. Dari tujuh skenario
kebijakan makroekonomi, terdapat tiga skenario kebijakan fiskal yaitu skenario 1,
skenario 2 dan skenario 3. Terdapat empat skenario kebijakan moneter yaitu
skenario 4, skenario 5, skenario 6 dan skenario 7. Tiga skenario terakhir adalah
perubahan faktor-faktor eksternal, yaitu skenario 8, skenario 9 dan skenario 10.
Skenario ke-11 merupakan simulasi kebijakan fiskal dan moneter secara simultan.
Hasil simulasi 11 skenario diuraikan dalam sub-bab di bawah ini.
6.2.1. Dampak Peningkatan Penerimaan Pemerintah sebesar 15 Persen
Penerimaan pemerintah terdiri dari penerimaan pajak langsung (TD),
pajak tak langsung (TI), penerimaan non-pajak (TN) dan penerimaan pajak
perdagangan internasional (TT). Pada periode tahun 1990-1996, peningkatan
penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung dan pajak perdagangan
internasional sebesar 15% dapat meningkatkan total penerimaan pemerintah
sebesar 22.828% dan mampu meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar
17.896%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar
1160.522%
yang
menunjukkan
peningkatan
peran
pemerintah
dalam
perekonomian. Peningkatan penerimaan pemerintah juga mampu mendorong
peningkatan investasi swasta sebesar 9.005% dan konsumsi swasta sebesar
11.736%. Dampak peningkatan penerimaan pajak terhadap kesenjangan fiskal dan
kesenjangan valuta asing adalah meningkat sebesar 141.654% dan 3.352%. Tetapi
kesenjangan tabungan menurun sebesar 49.514%. Pada gilirannya, peningkatan
penerimaan pajak mampu meningkatkan PDB riil sebesar 11.707%.
182
Tabel 38. Hasil Simulasi Peningkatan Penerimaan Pemerintah (TD,TI,TT)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internasi
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
TD, TI, TT naik 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
55919
52595
130170
12009
64603
24777
36786
23599
10954
-959
2031
39913
3859
5782
1819
5302
19689
9755
52552
12349
24717
-6412
13728
44382
7539
5257
168
7473
9300
12852
2282
35582
12.44
-7.87
5.30
7.13
1060
0.3564
3324
3127
8171
227721
68824
1.979
53501
9.005
202385
11.736
15247
7.540
68747
8.728
52434
23.669
67680
17.896
34022
15.000
17268
15.000
43973 -240.395
2203
15.000
90669
22.828
13668 106.474
16250
52.519
10860 1160.522
9694
23.907
43085
21.770
9019
1.752
90206
9.845
17827
8.629
44735
2.471
-2856
-18.390
24937
39.187
84643
11.136
6073
-9.648
-7410
-13.279
12618 101.344
158
84.427
-2422 237.676
-10859
2.097
13483
0.000
67755
23.463
-12.43
-29.558
16.81
39.878
16.75
40.212
-29.18
-48.631
1089
74.304
0.9061
-6.260
15323
-49.514
22988 141.654
5563
3.352
329130
11.707
0.296
1.992
1.436
1.148
1.802
0.926
0.974
15.000
15.000
-0.173
15.000
0.114
2.466
2.066
3.124
2.160
1.537
0.345
0.994
1.135
0.096
-8.346
3.362
0.994
-2.143
-1.842
22.505
139.041
54.336
0.513
0.000
2.116
-7.806
5.723
-0.593
-2.819
10.355
-1.414
-5.209
-2.341
0.999
1.424
183
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan penerimaan pajak sebesar
15% meningkatkan aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik sebesar 3.124%
dan mampu meningkatkan investasi swasta sebesar 1.992%. Konsumsi swasta
juga meningkat sebesar 1.436%. Pengeluaran pemerintah meningkat sebesar
0.974% dan total ekspor meningkat sebesar 0.994%. Kesenjangan tabungan
menurun sebesar 5.209%, kesenjangan fiskal menurun sebesar 2.341%.
Kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 0.999% dan secara keseluruhan
mampu meningkatkan PDB riil sebesar 1.424%.
6.2.2. Dampak Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah sebesar 15
Persen
Perubahan obligasi pemerintah (DGB) merupakan salah satu komponen
aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik (NSSP), dimana penurunan
obligasi pemerintah berarti menurunkan aliran dana dari sektor swasta ke sektor
publik, yang mengimplikasikan peningkatan peran swasta dalam perekonomian.
Selain itu, penurunan perubahan obligasi pemerintah dapat menurunkan beban
pembayaran bunga utang pemerintah.
Pada periode tahun 1990-1996, penurunan perubahan obligasi pemerintah
sebesar 15% dapat meningkatkan investasi dan konsumsi swasta sebesar 2.659%
dan 0.142%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar
549.490%, mengimplikasikan adanya peningkatan peranan sektor swasta dalam
perekonomian. Total ekspor meningkat sebesar 0.105%. Kesenjangan tabungan
dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 23.922% dan 128.583%, tetapi
kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 1.100%. Secara keseluruhan terjadi
kontraksi dalam perekonomian, dimana PDB riil menurun sebesar 0.513%.
184
Tabel 39. Hasil Simulasi Penurunan Perubahan Obligasi Pemerintah (DGB)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
DGB turun 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
54541
49533
116663
10869
60402
17753
28622
20534
9683
-3730
1766
28252
1215
2849
-1114
4281
16216
9589
47892
11358
24220
-5382
9703
39899
8787
6505
-13068
2922
-8487
12675
2282
27935
19.33
-14.76
2.83
16.51
583
0.3401
5009
-370
7993
202811
68663
53472
200274
15020
68493
52132
67152
29651
15103
44277
1917
90949
13413
15607
10217
9503
42467
8989
89367
17694
44669
-2644
24329
84048
6174
-7309
10454
-158
-4902
-11104
13483
66449
-11.77
16.14
16.98
-28.74
1001
0.9206
15191
23796
5319
326218
-0.534
2.659
0.142
-2.669
1.658
-11.390
-8.269
0.063
1.659
-646.029
0.000
-13.057
-34.992
-24.848
-549.490
0.047
0.291
0.021
0.105
-0.088
0.410
0.628
-1.622
-0.090
5.309
7.308
-4.821
-27.887
-25.640
0.691
0.000
-3.071
9.456
-12.758
-25.132
18.948
-4.092
-10.547
-23.922
-128.583
1.100
-0.513
0.061
1.937
0.378
-0.358
1.426
0.345
0.186
0.226
0.579
0.518
0.052
0.423
0.555
-1.972
-2.982
0.148
0.080
0.011
0.055
0.380
-0.051
-0.303
0.841
0.284
-0.516
-0.454
1.495
61.052
7.579
-1.732
0.000
0.148
-2.082
1.509
0.772
-1.268
1.437
0.163
-6.025
1.092
-3.431
0.526
185
Pada periode tahun 1997-2000, penurunan perubahan obligasi pemerintah
sebesar 15% akan meningkatkan investasi swasta sebesar 1.937% dan
meningkatkan konsumsi swasta sebesar 0.378%. Aliran dana dari sektor swasta ke
sektor publik menurun sebesar 2.982% dan aliran dana asing ke sektor swasta
meningkat sebesar 7.579%, mengindikasikan adanya peningkatan peranan sektor
swasta dalam perekonomian. Kesenjangan tabungan menurun sebesar 6.025%,
kesenjangan fiskal meningkat sebesar 1.092% dan kesenjangan valuta asing
menurun sebesar 3.431%. Pada akhirnya, PDB riil meningkat sebesar 0.526%.
Hasil simulasi penurunan perubahan obligasi pemerintah pada periode
tahun 1990-1996 dan 1997-2000, meskipun berdampak pada peningkatan peran
sektor swasta dimana investasi swasta dan konsumsi swasta meningkat, akan
tetapi pada periode tahun 1990-1996 akan menurunkan pengeluaran pemerintah
sehingga secara keseluruhan menurunkan PDB riil. Sedangkan pada periode tahun
1997-2000, penurunan perubahan obligasi pemerintah mampu meningkatkan
pengeluaran pemerintah dan meningkatkan PDB riil.
6.2.3. Dampak Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah sebesar 15
Persen
Penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (FG) sebesar 15% pada
periode tahun 1990-1996 dapat mendorong peningkatan penerimaan pemerintah.
Penerimaan pemerintah meningkat sebesar 15.602% dan pengeluaran pemerintah
meningkat sebesar 9.887%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik
meningkat sebesar 517.243% yang berarti ada peningkatan peranan sektor publik
dalam perekonomian. Akan tetapi aliran dana asing ke sektor swasta juga
meningkat sebesar 58.712%. Investasi swasta meningkat sebesar 2.665 dan
186
Tabel 40. Hasil Simulasi Penurunan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (FG)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
FG turun 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
55264
49536
119973
11466
61002
22821
34287
20845
9728
5218
1773
37565
2756
4678
716
4436
16648
9611
48501
11652
24083
-5571
10898
41062
7092
5630
-10267
5819
-2789
12120
2282
30346
15.32
-10.74
4.95
10.36
709
0.4089
5728
3278
7439
211235
67443
49277
198664
14729
64006
52006
66735
29470
14794
36980
1913
83157
11591
14173
8783
9392
42174
8975
88949
17514
44821
-2477
23400
83258
5275
6990
6343
-4360
-13215
-10732
13483
63708
-5.07
9.44
13.76
-18.82
894
0.828
18166
16422
5691
320367
0.784
2.665
2.983
2.678
2.668
13.906
9.887
1.579
2.131
663.855
0.396
15.602
47.459
23.398
517.243
3.669
2.962
0.250
1.377
2.498
-0.158
-2.862
10.494
2.822
-15.000
-7.126
17.647
43.608
58.712
-3.718
0.000
5.295
-13.250
17.953
30.952
-25.360
16.510
7.549
-13.001
153.323
-5.907
3.620
-1.717
-6.060
-0.429
-2.289
-5.218
0.102
-0.436
-0.385
-1.478
-16.048
-0.157
-8.181
-13.104
-10.979
-16.599
-1.022
-0.610
-0.145
-0.413
-0.641
0.289
6.032
-3.009
-0.659
-15.000
196.069
-38.417
-974.698
-149.152
1.677
0.000
-3.983
56.028
-40.629
-18.338
33.686
-9.390
-9.912
12.379
-30.235
3.322
-1.277
187
konsumsi swasta meningkat sebesar 2.983%. Kesenjangan tabungan menurun
sebesar 13.001%, kesenjangan valuta asing menurun sebesar 5.907% tetapi
kesenjangan fiskal meningkat sebesar 153.323%. Secara keseluruhan, penurunan
pinjaman luar negeri pemerintah sebesar 15% mampu meningkatkan efisiensi
sehingga pada gilirannya meningkatkan PDB riil sebesar 3.620%.
Pada periode tahun 1997-2000, penurunan utang luar negeri pemerintah
sebesar 15% akan menurunkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.436%. Investasi
swasta menurun sebesar 6.060% dan konsumsi swasta menurun sebesar 0.429%.
Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 16.599%. Total
ekspor menurun sebesar 0.413%, tetapi kesenjangan valuta asing meningkat
sebesar 3.322%. Kesenjangan tabungan meningkat sebesar 12.379% dan
kesenjangan fiskal menurun sebesar 30.235%. Pada akhirnya, penurunan utang
luar negeri pemerintah sebesar 15% berdampak menurunkan PDB riil sebesar
1.277%.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada periode tahun 1990-1996
penurunan pinjaman luar negeri pemerintah akan meningkatkan impor jasa, tetapi
pada periode tahun 1997-2000 menurunkan impor jasa. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan rasio bunga utang luar negeri pada komponen impor jasa
periode tahun 1997-2000 dibandingkan dengan pada periode tahun 1990-1996.
Pada periode tahun 1990-1996 penurunan pinjaman luar negeri dapat
mendorong peningkatan penerimaan pemerintah dan selanjutnya berdampak
positif pada PDB riil. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan pinjaman luar
negeri pemerintah dapat meningkatkan efisiensi pada sektor publik. Akan tetapi,
pada periode krisis tahun 1997-2000, hal ini ternyata tidak terjadi. Jika pinjaman
188
luar negeri diturunkan, maka pengeluaran pemerintah menurun, investasi swasta
dan konsumsi swasta menurun dan aliran dana asing ke sektor swasta menurun,
sehingga secara keseluruhan akan terjadi kontraksi ekonomi yang menurunkan
PDB riil.
6.2.4. Dampak Peningkatan Tabungan Swasta sebesar 15 Persen
Simulasi peningkatan tabungan swasta (SP) dimaksudkan untuk
meningkatkan investasi swasta dengan pembiayaan dari dalam negeri.
Peningkatan tabungan swasta sebesar 15% pada tahun 1990-1996 mampu
meningkatkan investasi swasta 1.652%. Tetapi ada penurunan 1.206% pada
konsumsi swasta. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik mengalami
peningkatan sebesar 590.839%. Pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan
sebesar 11.717%. Aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 48.290%.
Pada akhirnya dampaknya terhadap PDB riil adalah meningkat sebesar 1.363%.
Pada periode tahun 1997-2000, dampak peningkatan tabungan swasta
sebesar 15% terhadap PDB riil adalah meningkat sebesar 7.208%. Peningkatan
tersebut melalui peningkatan investasi swasta sebesar 1.680%, konsumsi swasta
sebesar 11.988% dan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 1.945%.
Meskipun terjadi penurunan kesenjangan tabungan sebesar 207.850% dan
penurunan kesenjangan valuta asing sebesar 49.256%, tetapi terjadi peningkatan
kesenjangan fiskal sebesar 3.603%. Dalam hal aliran dana dari sektor swasta ke
sektor publik, terjadi peningkatan sebesar 3.058% yang berarti ada penurunan
peran swasta dalam perekonomian, tetapi terdapat peningkatan aliran dana asing
ke sektor swasta sebesar 32.466%.
189
Tabel 41. Hasil Simulasi Peningkatan Tabungan Swasta (SP) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
SP naik 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
63059
49047
115093
11495
60542
23363
34858
20545
9460
6984
1766
38755
2882
4805
842
4282
16081
9584
47753
11426
23916
-5481
10256
40116
7651
5368
-11117
5964
-3493
12318
2282
30247
14.98
-10.41
5.25
9.73
659
0.4453
8711
3896
7636
206635
78914
53337
223438
15168
68505
53163
68331
30435
15723
44632
1927
92718
13661
16243
10853
9617
42738
9004
89766
18511
44426
-2651
26684
86970
6432
-7050
10738
878
-3582
-13627
13483
66676
-12.35
16.73
17.38
-29.74
1135
0.8169
-17434
24387
2795
347902
15.000
1.652
-1.206
2.937
1.893
16.611
11.717
0.117
-0.682
922.377
0.000
19.265
54.200
26.748
590.839
0.070
-0.544
-0.031
-0.186
0.510
-0.850
-1.200
3.985
0.453
-8.305
-11.448
10.829
47.187
48.290
-2.145
0.000
4.951
-15.176
20.474
38.889
-29.899
8.352
17.123
32.306
201.082
-3.415
1.363
15.000
1.680
11.988
0.624
1.444
2.329
1.945
2.877
4.708
1.324
0.574
2.376
2.414
2.022
3.058
1.349
0.719
0.178
0.502
5.015
-0.595
-0.569
10.603
3.770
3.642
3.106
4.252
316.523
32.466
-24.847
0.000
0.490
-7.112
5.220
3.145
-4.792
15.016
-11.120
-207.850
3.603
-49.256
7.208
190
Hasil simulasi peningkatan tabungan swasta menunjukkan bahwa pada
periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000 peningkatan tabungan swasta
dapat meningkatkan investasi swasta dan pengeluaran pemerintah. Aliran dana
asing ke sektor swasta juga meningkat. Peningkatan terjadi pada penanaman
modal asing langsung dan pinjaman luar negeri swasta. Meskipun pada periode
tahun 1997-2000 konsumsi swasta menurun, tetapi secara keseluruhan, pada
periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000 terjadi peningkatan PDB riil. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Chenery dan Strout (1966) yang
menyatakan bahwa peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta (foreign
capital inflows) akan menstimulasi investasi di negara penerimanya.
6.2.5. Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga sebesar 15 Persen
Instrumen yang digunakan untuk meningkatkan investasi swasta adalah
tingkat suku bunga (IR), dalam hal ini tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Hasil simulasi penurunan tingkat suku bunga SBI disajikan
dalam Tabel 42. Dalam Tabel 42 terlihat bahwa penurunan tingkat suku bunga
sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 dapat meningkatkan investasi swasta
sebesar 3.374% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar 3.463%. Aliran dana
netto dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 726.169%. Aliran
dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 98.319%. Kesenjangan tabungan
menurun sebesar 19.198%. Kesenjangan fiskal meningkat sebesar 113.369% dan
kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 1.682%. Pengeluaran pemerintah
meningkat sebesar 7.477%. Pada akhirnya PDB riil meningkat sebesar 3.987%.
Pada periode tahun 1997-2000, penurunan tingkat suku bunga sebesar
15% tidak mampu meningkatkan konsumsi dan investasi swasta. Konsumsi dan
191
Tabel 42. Hasil Simulasi Penurunan Tingkat Suku Bunga SBI (IR) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internasi
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
IR turun 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
55198
49878
120532
11537
61414
21999
33535
20894
9786
3838
1779
36297
3114
5037
1074
4614
17231
9639
49290
11660
24147
-5816
11260
41251
7484
5201
-7909
6136
-114
12720
2282
32084
15.01
-9.33
4.73
9.17
792
0.3782
5320
2761
8039
211984
67172
41383
180562
12775
54158
47062
59837
27857
13586
34763
1844
78050
2392
4974
-417
7564
36601
8701
81274
16360
45121
-8
16213
77686
15891
2408
-18041
-17954
-51194
-12834
13483
43049
-13.26
-21.98
12.91
13.44
-205
1.0534
25789
18213
3588
285371
0.664
-2.112
3.374
-21.109
3.463
-9.501
3.313
-15.251
3.361
-19.802
9.803
-9.414
7.477
-10.727
1.818
-5.838
2.740
-9.523
461.839
-21.081
0.736
-3.758
11.700
-13.820
66.613
-82.068
32.867
-68.758
726.169 -103.955
7.829
-20.287
6.568
-13.744
0.542
-3.193
3.027
-9.006
2.569
-7.188
0.108
0.960
-7.386
99.709
14.164
-32.799
3.295
-7.307
-10.307
156.059
-14.203
133.095
36.561 -275.155
51.431 -4325.487
98.319 -865.196
1.049
-17.581
0.000
0.000
11.325
-35.119
-15.000
-15.000
28.724 -238.239
25.132
-23.383
-33.934
147.357
30.244 -120.762
-0.526
14.612
-19.198
59.536
113.369
-22.626
1.682
-34.858
3.987
-12.061
192
investasi swasta menurun sebesar 9.501% dan 21.109%. Aliran dana dari sektor
swasta ke sektor publik menurun sebesar 103.955% dan terdapat penurunan aliran
dana asing ke sektor swasta sebesar 865.196% sehingga berdampak menurunkan
investasi swasta. Di sektor publik, pengeluaran pemerintah menurun sebesar
10.727%. Meskipun terjadi peningkatan kesenjangan tabungan sebesar 59.536%
tetapi terdapat penurunan kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing sebesar
22.626% dan 38.858%. Pada akhirnya, PDB riil menurun sebesar 12.061%.
Penurunan
tingkat
suku
bunga
pada
periode
tahun
1990-1996
mendepresiasi nilai tukar riil (RER) sebesar 30.244%, akan tetapi pada periode
tahun 1997-2000 justru berdampak mengapresiasi nilai tukar riil sebesar
120.762%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kraay (2001) yang
menyatakan bahwa suku bunga tinggi tidak melindungi mata uang pada waktu
terjadi krisis mata uang di Asia.
6.2.6. Dampak Peningkatan Cadangan Devisa sebesar 15 Persen
Simulasi peningkatan cadangan devisa (R) dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan aliran dana asing. Cadangan devisa yang meningkat mengindikasikan
kinerja perdagangan yang baik, sehingga mendorong peningkatan aliran dana
lebih lanjut. Peningkatan cadangan devisa sebesar 15% pada periode tahun 19901996 dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 134.315%
meskipun terjadi penurunan pada kesenjangan valuta asing sebesar 36.466%.
Konsumsi swasta meningkat sebesar 3.767%, akan tetapi investasi swasta
menurun sebesar 1.936%. Kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal
meningkat sebesar 49.499% dan 940.881%. Terjadi peningkatan aliran dana dari
193
Tabel 43.
Hasil Simulasi Peningkatan Cadangan Devisa (R) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
R naik 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
57159
47316
120887
12650
59966
33666
46316
20963
9401
27656
1764
59785
6547
8470
4507
4081
15003
9537
46428
11899
23055
-5312
11763
41405
5273
-180
-10225
10883
2318
9704
5453
36096
4.82
-0.25
10.43
-5.61
737
0.6519
9843
13469
5023
219542
69311
4.240
1.006
40734
-1.936
-22.346
182694
3.767
-8.433
15256
13.280
1.207
55990
0.924
-17.089
51693
68.036
-0.500
66949
48.439
-0.116
28112
2.154
-4.976
13545
-1.302
-9.796
52347 3948.521
18.838
1862
-0.113
-2.818
95865
83.982
5.851
14349 250.294
7.572
16930 123.424
6.338
11540 2727.693
9.581
8031
-4.627
-15.365
37797
-7.211
-10.925
8762
-0.522
-2.514
82998
-2.956
-7.076
16524
4.671
-6.257
44445
-4.419
-0.553
-889
1.920
66.275
18997
19.264
-21.259
79078
3.681
-5.646
4896
-36.805
-21.109
-18002 -102.967 -147.416
1878
17.983
-81.767
-5267 168.583 -1198.264
-18588 134.315 -250.452
-12503
-22.911
-14.549
22898 138.957
69.829
67676
25.246
1.997
-15.36
-72.707
-33.218
19.73
98.077
24.088
18.86 175.926
11.929
-34.22 -140.418
-20.578
237
21.233
-76.000
1.1212
71.462
21.989
28577
49.499
76.783
28916 940.881
22.843
3920
-36.466
-28.831
294296
7.695
-9.311
194
sektor swasta ke sektor publik sebesar 2727.693% dan terdapat peningkatan
pengeluaran pemerintah sebesar 48.439%. Meskipun terjadi penurunan total
ekspor sebesar 2.956% yang juga menurunkan kesenjangan valuta asing, tetapi
pada akhirnya terjadi peningkatan PDB riil sebesar 7.695%.
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan cadangan devisa sebesar 15%
akan meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 9.581%.
Peningkatan cadangan devisa menurunkan investasi swasta sebesar 22.346% dan
menurunkan konsumsi swasta sebesar 8.433%. Aliran dana dari sektor swasta ke
sektor publik meningkat sebesar 9.581%, tetapi terdapat penurunan pengeluaran
pemerintah sebesar 0.116%. Kesenjangan tabungan meningkat 76.783% dan
kesenjangan fiskal meningkat 22.483%. Akan tetapi kesenjangan valuta asing
menurun sebesar 28.831%. Pada akhirnya, terjadi penurunan PDB riil sebesar
9.311%. Jadi, hasil simulasi peningkatan cadangan devisa sebesar 15% pada
periode tahun 1990-1996 dapat meningkatkan PDB riil, tetapi pada periode tahun
1997-2000 justru menurunkan PDB riil.
6.2.7. Dampak Peningkatan Jumlah Uang Beredar sebesar 15 Persen
Peningkatan jumlah uang beredar (MS) sebesar 15% pada periode tahun
1990-1996 berdampak meningkatkan konsumsi swasta sebesar 0.726%, tetapi
menurunkan investasi swasta sebesar 6.145%. Aliran dana dari sektor swasta ke
sektor publik dan aliran dana asing ke sektor swasta meningkat sebesar 712.176%
dan 40.148%. Kesenjangan tabungan mengalami peningkatan sebesar 48.147%,
kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing mengalami peningkatan sebesar
57.187% dan 26.208%. Pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan sebesar
5.682%. Pada akhirnya, secara keseluruhan, PDB riil meningkat sebesar 0.846%.
195
Tabel 44.
Hasil Simulasi Peningkatan Jumlah Uang Beredar (MS) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
MS naik 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
55039
45285
117344
11464
56749
21510
32975
20606
9326
3295
1783
35009
3090
5013
1050
4836
18187
9682
50512
11352
24572
-6123
10732
40534
8265
5983
-9941
4238
-4043
14659
2282
33143
16.55
-11.97
4.34
12.20
837
0.3999
9754
2034
9978
205581
68508
86794
220384
12683
99477
47348
60030
31436
18253
31740
1914
83344
1733
4315
-1076
8815
40483
8891
86596
19586
45054
-844
26623
90418
6543
-6940
10772
3129
-1298
-20245
13483
76304
-10.74
15.12
15.95
-26.70
519
0.7725
-18286
23313
-3822
363386
0.374
-6.145
0.726
2.660
-4.490
7.362
5.682
0.414
-2.089
382.350
0.963
7.737
65.329
32.234
712.176
13.017
12.481
0.991
5.581
-0.141
1.870
-13.054
8.811
1.500
-0.947
-1.303
20.261
4.590
40.148
16.452
0.000
15.000
-6.285
8.556
14.815
-12.104
37.619
5.181
48.147
57.187
26.208
0.846
-0.165
65.461
10.458
-15.862
47.308
-8.864
-10.439
6.260
21.557
-27.944
-0.104
-7.974
-87.008
-72.897
-110.217
-7.103
-4.595
-1.079
-3.048
11.114
0.810
67.981
10.350
7.885
5.430
4.618
4.583
871.268
75.528
-85.479
0.000
15.000
6.852
-4.906
-5.341
5.920
-47.395
-15.950
-213.121
-0.960
-169.390
11.980
196
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan jumlah uang beredar sebesar
15% akan meningkatkan investasi swasta sebesar 65.461% dan konsumsi swasta
sebesar 10.458%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik mengalami
penurunan sebesar 110.217%, yang mengimplikasikan terjadi peningkatan
peranan sektor swasta dalam perekonomian. Namun hal ini dibarengi dengan
menurunnya pengeluaran pemerintah sebesar 10.439%. Kesenjangan tabungan
menurun sebesar 213.121%, kesenjangan fiskal menurun sebesar 0.960% dan
kesenjangan valuta asing menurun sebesar 169.390%, tetapi pada akhirnya terjadi
peningkatan PDB riil sebesar 11.980%.
Hasil simulasi peningkatan jumlah uang beredar pada periode tahun 19901996 dan tahun 1997-2000 memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah uang
beredar dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sehingga
mendorong terjadinya peningkatan kegiatan perekonomian pada sektor swasta
yang pada akhirnya dapat meningkatkan PDB riil.
6.2.8. Dampak Penurunan Capital Flight sebesar 15 Persen
Perubahan faktor eksternal dalam bentuk penurunan capital flight (KF)
sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 berdampak meningkatkan aliran dana
asing ke sektor swasta sebesar 2.916% serta meningkatkan investasi dan konsumsi
swasta sebesar 0.087% dan 0.039%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor
publik meningkat sebesar 1.072% yang mengimplikasikan adanya peningkatan
peranan pada sektor publik. Pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.019%
dan kesenjangan fiskal meningkat sebesar 0.155%. Sedangkan kesenjangan
tabungan menurun sebesar 0.623% dan kesenjangan valuta asing menurun sebesar
1.101%. Pada akhirnya terjadi peningkatan PDB riil sebesar 0.042%.
197
Tabel 45. Hasil Simulasi Penurunan Capital Flight (KF) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
KF turun 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
54835
48292
116544
11167
59459
20040
31208
20525
9530
683
1766
32504
1870
3793
-170
4281
16173
9587
47847
11371
24121
-5417
9873
39949
8345
6062
-12434
4071
-6558
12580
2282
28823
17.66
-13.09
3.78
13.88
609
0.3814
6543
1296
7898
203942
68622
52548
199584
15074
67623
51960
67035
29590
15024
44048
1916
90579
13341
15923
10533
9490
42436
8988
89321
17633
44691
-2636
24143
83830
6208
-7275
10354
-331
-3153
-10931
13483
66353
-11.53
15.91
16.86
-28.39
988
0.9264
16074
23544
5491
324658
0.002
0.087
0.039
0.000
0.071
0.025
0.019
0.019
0.052
0.032
0.000
0.028
0.054
0.053
1.072
0.047
0.025
0.000
0.010
0.026
0.000
-0.018
0.101
0.035
0.012
0.000
0.265
0.469
2.916
-0.064
0.000
0.010
0.000
0.000
0.000
0.000
0.128
0.316
-0.623
0.155
-0.101
0.042
0.001
0.175
0.033
0.000
0.138
0.013
0.012
0.020
0.053
-0.002
0.000
0.014
0.015
0.013
0.019
0.011
0.007
0.000
0.003
0.034
-0.002
0.000
0.070
0.024
0.032
0.014
0.524
18.502
40.554
-0.147
0.000
0.003
0.000
0.063
0.059
-0.035
0.099
0.794
-0.563
0.021
-0.309
0.046
198
Pada periode tahun 1997-2000, penurunan capital flight sebesar 15% dapat
meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta sebesar 40.554%, meningkatkan
investasi swasta sebesar 0.175% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar
0.033%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar
0.019%, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.012% dan kesenjangan
fiskal meningkat sebesar 0.021%. Meskipun kesenjangan tabungan menurun
sebesar 0.563% dan kesenjangan valuta asing menurun sebesar 0.309%, pada
akhirnya terdapat peningkatan PDB riil sebesar 0.046%.
Hasil simulasi penurunan capital flight pada periode tahun 1990-1996 dan
tahun 1997-2000 memperlihatkan bahwa penurunan capital flight berdampak
positif terhadap penanaman modal asing langsung, yakni meningkat sebesar
0.265% dan 0.524%. Pinjaman luar negeri swasta juga meningkat sebesar 0.469%
dan 18.502%. Hal ini mampu mendorong peningkatan investasi swasta sebesar
0.087% dan 0.175%.
6.2.9. Dampak Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia sebesar 15 Persen
Perubahan faktor eksternal dalam bentuk peningkatan pertumbuhan
ekonomi Asia (GASIA) sebesar 15% pada periode tahun 1990-1996 akan
meningkatkan total ekspor sebesar 0.418%. Konsumsi dan investasi swasta
meningkat sebesar 0.083% dan 0.139%. Aliran dana asing ke sektor swasta dan
aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar 1.288% dan
18.633%. Pengeluaran pemerintah menurun sebesar 0.359%, kesenjangan
tabungan dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 1.245% dan 6.182%, tetapi
kesenjangan valuta asing meningkat sebesar 0.696%, yang pada akhirnya
berdampak meningkatkan PDB riil sebesar 0.052%.
199
Tabel 46. Hasil Simulasi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Asia (GASIA)
Sebesar 15%, Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
GASIA naik 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
54819
48317
116595
11157
59473
19933
31090
20530
9535
473
1766
32304
1837
3759
-203
4265
16119
9851
48042
11377
24243
-5393
9854
40081
8364
6082
-12527
4026
-6842
12642
2282
28774
17.75
-13.18
3.73
14.01
601
0.3782
6502
1214
7961
203962
68621
52474
199558
15074
67548
51953
67026
29588
15019
44041
1917
90564
13339
15921
10530
9487
42425
9058
89378
17631
44724
-2631
24130
83854
6206
-7276
10299
-397
-5296
-10898
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
986
0.919
16147
23538
5524
324582
-0.027
0.139
0.083
-0.090
0.094
-0.509
-0.359
0.044
0.105
-30.786
0.000
-0.588
-1.712
-0.844
-18.633
-0.327
-0.309
2.754
0.418
0.079
0.506
0.425
-0.091
0.366
0.240
0.330
-0.481
-0.642
-1.288
0.429
0.000
-0.160
0.510
-0.688
-1.323
0.937
-1.105
-0.526
-1.245
-6.182
0.696
0.052
0.000
0.034
0.020
0.000
0.027
0.000
-0.001
0.014
0.020
-0.018
0.052
-0.002
0.000
0.000
-0.009
-0.021
-0.019
0.779
0.067
0.023
0.072
0.190
0.017
0.052
0.000
0.000
-0.010
2.256
0.151
0.156
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
-0.133
-0.011
-0.111
-0.004
0.290
0.022
200
Pada periode tahun 1997-2000, peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia
sebesar 15% dapat meningkatkan total ekspor sebesar 0.067% dan meningkatkan
kesenjangan valuta asing sebesar 0.290%. Investasi swasta dapat meningkat
sebesar 0.034% dan konsumsi swasta meningkat sebesar 0.020%. Aliran dana
dari sektor swasta ke sektorpublik menurun sebesar 0.009%. Aliran dana asing
ke sektor swasta meningkat sebesar 0.151%. Meskipun kesenjangan tabungan
menurun sebesar 0.111% dan kesenjangan fiskal menurun sebesar 0.004%, akan
tetapi pada akhirnya PDB riil dapat meningkat sebesar 0.022%.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi
Asia pada periode tahun 1990-1996 dan 1997-2000 dapat meningkatkan
kesenjangan valuta asing, meningkatkan investasi swasta dan meningkatkan
konsumsi swasta. Peningkatan pertumbuhan di Asia pada akhirnya berdampak
meningkatkan PDB riil.
6.2.10. Dampak Depresiasi Nilai Tukar Riil sebesar 15 Persen
Sebelum terjadinya krisis nilai tukar pada tahun 1997, selama
pemerintahan Orde Baru, pemerintah melakukan devaluasi nilai tukar secara
berkala. Kebijakan devaluasi yang pertama adalah pada tahun 1978 sebesar 50%,
kemudian tahun 1983 sebesar 44%, dan tahun 1986 sebesar 46%. Setelah itu,
selama 10 tahun tidak lagi dilakukan kebijakan devaluasi. Yang terjadi hanyalah
depresiasi nilai tukar secara terkendali sebesar rata-rata 3.5% per tahun. Karena
kebijakan devaluasi merupakan salah satu kebijakan yang penting dalam
perekonomian negara berkembang sampai tahun 1990an, maka pada umumnya
program-program kebijakan yang terdahulu memasukkan kebijakan devaluasi
nilai tukar sebagai salah satu kebijakan yang harus diterapkan. Hal ini karena
201
Tabel 47. Hasil Simulasi Depresiasi Nilai Tukar Riil (RER) sebesar 15%,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internas
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
RER terdepresiasi 15%
Predicted
(%)
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
53888
33759
115860
10428
44186
12326
22754
20458
8431
-13367
1883
17404
-251
1671
-2292
8435
31693
10312
68247
10576
28414
-10605
13882
42267
11286
9003
-1678
-4303
-4322
30661
2282
26104
23.07
-18.50
0.70
22.36
699
0.2734
20130
-5350
25980
198352
68904
-1.725
0.412
30375
-30.033
-42.094
215462
-0.548
7.991
15084
-6.618
0.066
45459
-25.634
-32.683
51222
-38.478
-1.407
66306
-27.075
-1.076
31021
-0.307
4.857
13966
-11.486
-6.993
39495 -2056.775
-10.338
2192
6.625
14.405
86674
-46.441
-4.297
13678 -113.455
2.541
16260
-55.922
2.129
10870 -1236.293
3.219
18827
97.125
98.409
72086
96.011
69.882
10429
7.562
16.032
129749
42.651
45.266
17064
-6.967
-3.194
46164
17.798
3.294
-16464
-95.809 -524.583
41283
40.748
71.114
88046
5.839
5.054
10815
35.259
74.267
-2667
48.515
63.345
31393
86.540
204.786
-11011 -206.194 -2614.105
5183
36.018
197.719
25280
143.573
331.608
13483
0.000
0.000
67384
-9.424
1.557
-12.95
30.634
-12.316
17.32
-41.329
8.931
17.17
-81.362
1.899
-30.12
61.095
-6.131
1135
15.000
15.000
0.9122
-28.090
-0.751
38529
205.741
138.348
20369 -513.447
-13.467
41702
228.611
657.117
353845
-2.700
9.040
202
kebanyakan negara sedang berkembang saat itu masih menggunakan sistem nilai
tukar tetap atau terkendali. Tetapi dengan diberlakukannya kebijakan nilai tukar
fleksibel untuk mata uang rupiah, maka tidak dapat lagi dilakukan kebijakan
devaluasi atau revaluasi. Yang dapat dilakukan hanyalah pemantauan nilai tukar
oleh bank sentral, dimana bank sentral dapat melakukan intervensi di pasar uang
internasional apabila dianggap perlu.
Pemantauan atas nilai tukar mata uang sangat penting karena variabel nilai
tukar merupakan variabel yang sangat penting dalam suatu perekonomian. Pada
kondisi globalisasi perekonomian dunia, pemantauan ini menjadi lebih penting
lagi. Hal ini karena nilai tukar yang lebih lemah atau lebih kuat daripada nilai
ekuilibriumnya dapat berdampak negatif terhadap perekonomian secara
keseluruhan. Karena itulah Bank Indonesia masih tetap perlu memantau dan juga
melakukan tindakan-tindakan intervensi yang dianggap perlu apabila nilai tukar
rupiah dianggap sudah jauh terlalu rendah atau terlalu tinggi dari nilai
ekuilibriumnya. Simulasi depresiasi nilai tukar dimaksudkan terutama untuk
menganalisis dampaknya terhadap total ekspor dan selanjutnya terhadap PDB riil.
Depresiasi nilai tukar riil (RER) sebesar 15% pada periode tahun 19901996 mampu meningkatkan total ekspor sebesar 42.651%, meningkatkan
penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar 6.625% dan meningkatkan
kesenjangan valuta asing sebesar 228.611%. Aliran dana asing ke sektor swasta
meningkat
sebesar
36.018%.
Kesenjangan
tabungan
meningkat
sebesar
205.741%. Aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik menurun sebesar
1236.293%. Investasi swasta menurun sebesar 30.033% dan konsumsi swasta
menurun sebesar 0.548%. Pengeluaran pemerintah menurun sebesar 27.075% dan
203
kesenjangan fiskal menurun sebesar 513.447%. Pada akhirnya PDB riil menurun
sebesar 2.700%.
Pada periode tahun 1997-2000, depresiasi nilai tukar riil sebesar 15% akan
meningkatkan total ekspor sebesar 45.266% dan meningkatkan kesenjangan
valuta asing sebesar 657.117%. Di samping itu terdapat peningkatan penerimaan
pajak perdagangan internasional sebesar 14.405%. Aliran dana asing ke sektor
swasta meningkat sebesar 197.719% dan aliran dana dari sektor swasta ke sektor
publik meningkat sebesar 3.219%. Investasi swasta menurun sebesar 42.094%,
pengeluaran pemerintah menurun sebesar 1.076% dan kesenjangan fiskal
menurun sebesar 13.467%. Tetapi konsumsi swasta meningkat sebesar 7.991%
dan kesenjangan tabungan meningkat sebesar 138.348%. Pada akhirnya PDB riil
dapat meningkat sebesar 9.040%.
6.2.11. Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter Secara Simultan
Setiap program kebijakan ekonomi biasanya terdiri dari serangkaian
variabel kebijakan yang perlu dilaksanakan secara simultan. Oleh karena itu,
tahapan simulasi yang berikutnya adalah mengkombinasikan simulasi kebijakankebijakan fiskal dan moneter secara simultan. Secara ringkas, rekapitulasi hasil
simulasi tiga variabel kebijakan fiskal, empat variabel kebijakan moneter dan tiga
variabel faktor-faktor eksternal yang telah dilakukan, disajikan dalam Tabel 48
dan Tabel 49.
Tabel 48 merekapitulasi hasil skenario simulasi 1-10 tahun 1990-1996,
sedangkan Tabel 49 merekapitulasi hasil skenario simulasi 1-10 tahun 1997-2000.
Berdasarkan rekapitulasi hasil simulasi, lalu dilakukan simulasi kombinasi
kebijakan secara simultan berupa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
204
Kemungkinan penggabungan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah
kombinasi dari kebijakan fiskal skenario 1, 2 dan 3, dan kebijakan moneter
skenario 4, 5, 6 dan 7.
Tabel 48. Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1990-1996
Hasil Skenario
Simulasi 1-10
Indikator Tujuan
Simulasi Kebijakan Fiskal :
Simulasi 1,2,3
Simulasi Kebijakan Moneter : Simulasi 4,5,6,7
Faktor-Faktor Eksternal :
Simulasi 8,9,10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
+
+
+
+
+
+
+
–
+
+
–
+
–
+
+
+
+
+
–
–
Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Publik (NSSP)
+
–
–
+
+
–
+
–
+
–
+
–
+
–
+
–
+
+
–
+
Sektor Luar Negeri:
Total Ekspor (X)
Aliran Dana Asing ke Sektor Swasta (NFP)
+
+
+
–
+
+
–
+
+
+
–
+
+
+
+
+
+
–
+
+
Kinerja Perekonomian:
Kesenjangan Tabungan (SIG)
Kesenjangan Fiskal (FIS)
Kesenjangan Valuta Asing (FOR)
PDB Riil (Y)
–
+
+
+
–
–
+
–
–
+
–
+
+
+
–
+
–
+
+
+
+
+
–
+
+
+
+
+
–
+
–
+
–
–
+
+
+
–
+
–
Sektor Swasta:
Investasi Swasta (IP)
Konsumsi Swasta (CP)
Sektor Pemerintah:
Pengeluaran Pemerintah (G)
Keterangan:
+ = Hasil simulasi sesuai dengan harapan
– = Hasil simulasi tidak sesuai dengan harapan
Dalam tahapan simulasi kombinasi kebijakan secara simultan, skenario 810 tidak dimasukkan dalam simulasi kombinasi karena ketiga variabel tersebut
merupakan faktor-faktor eksternal, bukan instrumen kebijakan makroekonomi.
Instrumen kebijakan makroekonomi yang dimasukkan dalam simulasi kombinasi
kebijakan secara simultan adalah yang hasil simulasinya memberi dampak positif
terhadap kinerja variabel tujuan utama PDB riil. Simulasi kombinasi kebijakan
secara simultan dianggap alternatif kebijakan fiskal dan moneter yang sebaiknya
dilakukan.
205
Tabel 49. Rekapitulasi Hasil Skenario Simulasi 1-10, Tahun 1997-2000
Hasil Skenario
Simulasi 1-10
Indikator Tujuan
Simulasi Kebijakan Fiskal :
Simulasi 1,2,3
Simulasi Kebijakan Moneter : Simulasi 4,5,6,7
Faktor-Faktor Eksternal :
Simulasi 8,9,10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
+
+
+
+
–
–
+
+
–
–
–
–
+
+
+
+
+
+
–
+
Aliran Dana Netto dari Sektor Swasta ke Publik (NSSP)
+
–
+
+
–
+
+
–
–
+
–
–
–
+
+
–
–
+
–
–
Sektor Luar Negeri:
Total Ekspor (X)
Aliran Dana Asing ke Sektor Swasta (NFP)
+
+
+
+
–
–
+
+
–
–
–
–
–
+
+
+
+
+
+
+
Kinerja Perekonomian:
Kesenjangan Tabungan (SIG)
Kesenjangan Fiskal (FIS)
Kesenjangan Valuta Asing (FOR)
PDB Riil (Y)
–
–
+
+
–
+
–
+
+
–
+
–
–
+
–
+
+
–
–
–
+
+
–
–
–
–
–
+
–
+
–
+
–
–
+
+
+
–
+
+
Sektor Swasta:
Investasi Swasta (IP)
Konsumsi Swasta (CP)
Sektor Pemerintah:
Pengeluaran Pemerintah (G)
Keterangan:
+ = Hasil simulasi sesuai dengan harapan
– = Hasil simulasi tidak sesuai dengan harapan
Pemerintah dapat melakukan kebijakan fiskal berupa intensifikasi dan
ekstensifikasi perpajakan guna meningkatkan penerimaan. Kebijakan ini masih
memungkinkan untuk dilakukan karena tax ratio di Indonesia masih rendah, yakni
15%. Di negara lain, secara normatif, tax ratio dapat mencapai 30%. Kebijakan
perpajakan dapat dilanjutkan dengan kebijakan pengurangan utang luar negeri
pemerintah untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah.
Untuk mengurangi beban bunga utang pemerintah, di samping melakukan
kebijakan pengurangan utang luar negeri pemerintah, dapat pula dilakukan
pengurangan penjualan obligasi pemerintah. Kebijakan ini sekaligus dapat
meningkatkan peran swasta dalam perekonomian karena akan terjadi penurunan
206
aliran dana dari sektor swasta ke sektor publik, yang diharapkan akan
meningkatkan investasi swasta.
Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga merupakan kebijakan
yang penting untuk meningkatkan investasi swasta. Namun, pada periode krisis
ekonomi yang lalu, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga dengan harapan
agar nilai tukar rupiah tidak jatuh lebih dalam. Tetapi untuk perekonomian ke
depan, kebijakan penurunan tingkat suku bunga lebih penting dilakukan untuk
menggairahkan investasi swasta. Di samping itu, kebijakan yang menstimulasi
peningkatan tabungan swasta domestik perlu dilakukan untuk meningkatkan
investasi dengan pembiayaan dari dalam negeri.
Kebijakan yang mendorong peningkatan ekspor dapat dilakukan misalnya
dengan cara pengurangan pajak ekspor. Hal ini penting untuk dilakukan karena
peningkatan ekspor dapat meningkatkan cadangan devisa. Peningkatan cadangan
devisa dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan investasi swasta.
Peningkatan jumlah uang beredar dalam rangka ekspansi ekonomi dapat
dilakukan dengan cara pembelian surat-surat berharga oleh Bank Indonesia.
Peningkatan jumlah uang beredar diharapkan dapat meningkatkan peran swasta
dalam perekonomian. Kebijakan ini dapat mengurangi ekspansi yang berlebih
pada sektor publik. Peran industri yang dikelola oleh sektor swasta sebaiknya
ditingkatkan karena industri besar dapat menampung tenaga kerja yang cukup
banyak.
Penjualan BUMN juga tidak dapat dikatakan sebagai langkah yang keliru
sepanjang penjualannya dilakukan secara transparan dan pada waktu yang tepat,
207
yaitu pada saat prospek usaha di Indonesia dianggap mulai membaik. Alasannya
adalah karena jika pengelolaan oleh pihak swasta lebih efisien daripada oleh
pemerintah, maka pada akhirnya perusahaan tersebut menjadi lebih profitabel
sehingga mampu melakukan ekspansi usaha yang pada gilirannya akan
memberikan kontribusi pada peningkatan PDB. Namun kebijakan recycling kredit
domestik dari sektor publik ke sektor swasta yang diarahkan pada usaha kecil dan
menengah juga harus ditingkatkan karena sektor ini diharapkan dapat turut
mendorong kegiatan investasi swasta secara keseluruhan.
Tabel 50 menyajikan hasil simulasi kombinasi kebijakan fiskal dan
moneter secara simultan pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 1997-2000.
Terlihat bahwa simulasi kombinasi kebijakan periode tahun 1990-1996 dan tahun
1997-2000 dapat meningkatkan investasi swasta sebesar 7.768% dan 68.425%.
Konsumsi swasta meningkat sebesar 10.951% dan 22.247%. Aliran dana dari
sektor swasta ke sektor publik meningkat sebesar 712.176% pada periode tahun
1990-1996 dan menurun sebesar 113.892% pada tahun 1997-2000. Aliran dana
asing ke sektor swasta meningkat sebesar 132.791% dan 79.167%. Kesenjangan
tabungan menurun sebesar 12.500% dan 424.442%. Kesenjangan valuta asing
menurun sebesar 42.221% dan 209.804%. Kesenjangan fiskal pada periode tahun
1990-1996 meningkat sebesar 842.195% tetapi menurun sebesar 11.925% pada
tahun 1997-2000.
Pada periode tahun 1990-1996, hasil simulasi kombinasi kebijakan fiskal
dan moneter secara simultan berdampak meningkatkan pengeluaran pemerintah
sebesar 51.067%, sedangkan pada periode tahun 1997-2000 berdampak
menurunkan pengeluaran pemerintah sebesar 14.078%. Pada akhirnya, kombinasi
208
Tabel 50. Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter,
Tahun 1990-1996 dan 1997-2000
Dasar (Rp.milyar)
Variabel Endogen
SP=tabungan swasta
IP=investasi swasta
CP=konsumsi swasta
IG=investasi pemerintah
I=total investasi
CG=konsumsi pemerintah
G=total pengeluaran pemerinta
TD=pajak langsung
TI=pajak tak langsung
TN=penerimaan non-pajak
TT=pajak perdagangan internasi
T=total pajak
DMS=perubahan jml.uang beredar
SSP=aliran dana swasta ke publik
NSSP=alr.dana net.sws.ke publik
XAG=ekspor kmdt pertanian
XG=ekspor barang manufaktur
XSR=ekspor jasa
X=total ekspor termsk migas
MGK=impor barang modal
MGI=impor barang intrmed.
MGC=impor barang konsumsi
MSR=impor jasa
M=total impor
FG=pinjaman l.n. pemerintah
NFG=pinjaman l.n. pem. netto
FDI=penanaman modal asing langs
FL=pinjaman l.n. swasta
NFP=alr.dana asing net.ke sws.
BOP=balance of payment
DR=perubahan cad.devisa
MS=jumlah uang beredar
IR=tingkat suku bunga (%)
IRD=tk.suku bunga AS-Indo.(%)
IRRD=tk.suku bunga riil (%)
INF=tingkat inflasi (%)
RER=nilai tukar riil (Rp/$)
PROB=indeks prob krisis (0-1)
SIG=kesenjangan tabungan
FIS=kesenjangan fiskal
FOR=kesenjangan valuta asing
Y=PDB riil
Tahun
19901996
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683
1766
32495
1869
3791
-172
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
17.66
-13.09
3.78
13.88
608
0.3802
6584
1294
7906
203856
Tahun
19972000
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-406
-5304
-10915
13483
66351
-11.53
15.90
16.85
-28.38
987
0.9191
16165
23539
5508
324510
Kebijakan Fiskal dan Moneter
(%)
Predicted
1990- 1997199019971996
2000
1996
2000
63059
51998
129256
12373
64371
34762
47136
23599
10954
18455
2031
59328
3090
5013
1050
4539
16871
9623
48839
12572
23884
-5487
13303
44271
7092
2460
-7172
7728
2215
9249
5453
33143
15.01
-9.33
9.87
4.04
811
0.6375
5761
12192
4568
232957
78914
15.000
88349
7.768
243905
10.951
12515
10.800
100864
8.338
45076
73.506
57591
51.067
34022
15.000
17268
15.000
31628 2601.600
2203
15.000
78324
82.576
1733
65.329
3927
32.234
-1463
712.176
8985
6.076
40949
4.342
8914
0.376
87256
2.084
20399
10.591
44872
-0.983
-904
-1.311
28937
34.878
93304
10.858
7326
-15.000
-6157
-59.419
11425
42.472
2668
90.721
-1105
132.791
-22470
-26.525
13483
138.957
76304
15.000
-9.37
-15.000
13.75
28.724
14.71
161.111
-24.08
-70.893
666
33.307
0.605
67.675
-52446
-12.500
20732
842.195
-6048
-42.221
383797
14.275
15.000
68.425
22.247
-16.976
49.362
-13.237
-14.078
15.000
15.000
-28.198
15.000
-13.517
-87.008
-75.334
-113.892
-5.311
-3.497
-0.823
-2.309
15.726
0.403
65.701
19.941
11.328
18.047
15.379
10.922
757.636
79.167
-105.863
0.000
15.000
18.734
-13.522
-12.700
15.152
-32.552
-34.175
-424.442
-11.925
-209.804
18.270
209
kebijakan fiskal dan moneter secara simultan pada periode tahun 1990-1996 dapat
meningkatkan PDB riil sebesar 14.275% dan pada periode tahun 1997-2000 dapat
meningkatkan PDB riil sebesar 18.270%.
6.2.12. Evaluasi Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal dan Moneter
Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia
Rekapitulasi evaluasi dampak perubahan kebijakan fiskal dan moneter
terhadap kinerja perekonomian pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 19972000 dirangkum dalam Tabel 51 dan Tabel 52. Dalam tabel disajikan dampak
masing-masing kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan dampak perubahan
faktor-faktor eksternal.
Variabel-variabel endogen yang kinerjanya dipaparkan dalam Tabel 51
dan Tabel 52 adalah variabel-variabel yang dianggap sebagai variabel tujuan
utama dan variabel tujuan sekunder dalam penelitian ini. Yang merupakan
variabel tujuan utama adalah variabel PDB riil (Y). Yang merupakan variabel
tujuan sekunder adalah variabel-variabel investasi swasta (IP), konsumsi swasta
(CP), pengeluaran pemerintah (G), aliran dana netto dari sektor swasta ke publik
(NSSP), total ekspor (X), aliran dana asing ke sektor swasta (NFP), kesenjangan
tabungan (SIG), kesenjangan fiskal (FIS) dan kesenjangan valuta asing (FOR).
Dalam Tabel 51 terlihat bahwa pada periode tahun 1990-1996, kebijakan
fiskal peningkatan penerimaan pajak (Sim-1) dan kebijakan moneter penurunan
tingkat suku bunga (Sim-5) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan tetapi
meningkatkan kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing, dan pada
akhirnya meningkatkan PDB riil. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan
investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah.
210
14.275
-2.700
0.052
-42.221
228.611 0.696
842.195
-513.447 -6.182
-12.500
205.741 -1.245
132.791 36.018
-1.288
2.084
42.651
0.418
712.176
-1236.293-18.633
51.067
-27.075 -0.359
10.951
-0.548
0.083
7.768
-30.033 0.139
0.042
-0.101
0.155
-0.623
2.916
0.010
1.072
0.019
0.039
0.087
sebesar 15%
Capital Flight (KF)
Dasar
Nilai
Rp.milyar
0.846
7.695
3.987
1.363
3.620
-0.513
11.707
203856
26.208
-36.466 1.682
-3.415
-5.907
1.100
3.352
7906
57.187
940.881 113.369 201.082 153.323
-128.583 141.6541294
48.147
49.499
-19.198 32.306
-13.001 -23.922 -49.514 6584
40.148
134.315 98.319
48.290
58.712
-25.640
237.676 -6755
5.581
-2.956
3.027
-0.186
1.377
0.105
9.845
47842
712.176
2727.693 726.169 590.839 517.243
-549.490 1160.522
-172
5.682
48.439 7.477
11.717 9.887
-8.269
17.896
31202
0.726
3.767
3.463
-1.206
2.983
0.142
11.736
116498
-6.145
-1.936
3.374
1.652
2.665
2.659
9.005
48250
Kbjk
↙ KF 15%
↗ MS 15%
↗R
15%
↙ IR
15%
↗ SP 15%
↙ FG 15%
15%
↗T
15%
↗ RER 15%
↙
↗
GASIA 15%
Sim-11
Sim-10
Sim-9
Sim-8
Sim-7
Sim-6
Sim-5
Sim-4
Sim-3
Sim-2
Sim-1
Tahun 1990-1996
Persentase Perubahan
K
F
Y
S
F
totaX
alr.danN
G
alr.dana N
I
C
Varia
T
211
18.270
9.040
-209.804 657.117
-11.925
-13.467
-424.442 138.348
79.167
197.719
-2.309
45.266
-113.8923.219
-14.078 -1.076
22.247
7.991
68.425
-42.094
0.022
0.290
-0.004
-0.111
0.151
0.067
-0.009
-0.001
0.020
0.034
0.046
-0.309
0.021
-0.563
40.554
0.003
0.019
0.012
0.033
0.175
Capital Flight (KF)
Dasar
Nilai
Rp.milyar
1.424
324510
0.999
5508
-2.341
23539
-5.209
16165
54.336 -5304
0.994
89318
3.124
10531
0.974
67027
1.436
199519
1.992
52456
sebesar 15%
11.980
-9.311
-12.061 7.208
-1.277
0.526
-169.390 -28.831 -34.858 -49.256 3.322
-3.431
-0.960
22.843
-22.626 3.603
-30.235 1.092
-213.12176.783
59.536
-207.85012.379
-6.025
75.528
-250.452 -865.196 32.466
-149.152
7.579
-3.048
-7.076
-9.006
0.502
-0.413
0.055
-110.217
9.581
-103.9553.058
-16.599 -2.982
-10.439 -0.116
-10.727 1.945
-0.436
0.186
10.458
-8.433
-9.501
11.988
-0.429
0.378
65.461
-22.346 -21.109 1.680
-6.060
1.937
Kbjk
15%
↙
KF
15%
↗
MS
15%
↗
R
15%
↙
IR
15%
↗
SP
15%
↙
FG
15%
↗
T
15%
↗
RER
15%
↙
15%
↗
GASIA
Sim-11
Sim-10
Sim-9
Sim-8
Sim-7
Sim-6
Sim-5
Sim-4
Sim-3
Sim-2
Sim-1
Tahun 1997-2000
Persentase Perubahan
K
Y
F
S
F
alr.danN
totaX
G
alr.dana N
I
C
Varia
T
212
Kebijakan fiskal penurunan perubahan obligasi pemerintah (Sim-2)
berdampak menurunkan kesenjangan tabungan, menurunkan kesenjangan fiskal
dan meningkatkan kesenjangan valuta asing. Meskipun mampu meningkatkan
investasi swasta dan konsumsi swasta, tetapi pengeluaran pemerintah menurun
dan pada akhirnya berdampak menurunkan PDB riil.
Kebijakan fiskal penurunan utang luar negeri pemerintah (Sim-3) dan
perubahan faktor eksternal berupa penurunan capital flight (Sim-8) memberi
dampak penurunan kesenjangan tabungan dan penurunan kesenjangan valuta
asing, akan tetapi meningkatkan kesenjangan fiskal. Investasi swasta, konsumsi
swasta dan pengeluaran pemerintah meningkat, dan pada akhirnya meningkatkan
PDB riil.
Kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4) dan peningkatan
cadangan devisa (Sim-6) berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan
kesenjangan fiskal. Meskipun menurunkan kesenjangan valuta asing, tetapi pada
akhirnya dapat meningkatkan PDB riil. Pada kebijakan peningkatan tabungan
swasta, hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan investasi swasta dan
pengeluaran pemerintah. Pada kebijakan peningkatan cadangan devisa, hal ini
dapat terjadi karena adanya peningkatan konsumsi swasta dan pengeluaran
pemerintah.
Kebijakan moneter peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) berdampak
meningkatkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta
asing. Meskipun terdapat penurunan investasi swasta, tetapi terdapat peningkatan
konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah yang akhirnya meningkatkan PDB
riil.
213
Perubahan faktor eksternal berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi
Asia (Sim-9) berdampak menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan
fiskal, tetapi meningkatkan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi
swasta dan pengeluaran pemerintah meningkat. Pada akhirnya PDB riil akan
meningkat.
Perubahan faktor eksternal berupa depresiasi nilai tukar riil (Sim-10)
berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing.
Tetapi kesenjangan fiskal, investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran
pemerintah menurun, yang pada akhirnya menurunkan PDB riil.
Kombinasi kebijakan secara simultan berupa kebijakan fiskal peningkatan
penerimaan pemerintah (Sim-1), penurunan pinjaman luar negeri pemerintah
(Sim-3) dan kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4), penurunan
tingkat suku bunga (Sim-5), peningkatan cadangan devisa (Sim-6) dan
peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) pada periode tahun 1990-1996,
berdampak menurunkan kesenjangan tabungan sebesar 12.500% dan menurunkan
kesenjangan valuta asing sebesar 42.221%, tetapi dapat meningkatkan
kesenjangan fiskal sebesar 842.195%. Konsumsi swasta meningkat sebesar
10.951%, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 51.067% dan total ekspor
meningkat sebesar 2.084%, sehingga pada akhirnya meningkatkan PDB riil
sebesar 14.275%. Meskipun terjadi peningkatan aliran dana dari sektor swasta ke
sektor publik sebesar 712.176%, tetapi terdapat peningkatan aliran dana asing ke
sektor swasta sebesar 132.791% yang mampu meningkatkan investasi swasta
sebesar 7.768%.
214
Dalam Tabel 52 terlihat bahwa pada periode tahun 1997-2000, kebijakan
fiskal peningkatan penerimaan pemerintah (Sim-1) dan perubahan faktor eksternal
berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia (Sim-9) berdampak menurunkan
kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi dapat meningkatkan
kesenjangan valuta asing. Pada akhirnya PDB riil meningkat. Pada kebijakan
peningkatan penerimaan pemerintah, hal ini terjadi karena adanya peningkatan
investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah. Pada perubahan
faktor eksternal peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia, meskipun terdapat
penurunan pengeluaran pemerintah, tetapi PDB riil dapat meningkat karena di
samping terdapat peningkatan kesenjangan valuta asing, terdapat juga
peningkatan investasi dan konsumsi swasta.
Kebijakan fiskal penurunan perubahan obligasi pemerintah (Sim-2),
kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4) dan perubahan faktor
eksternal berupa penurunan capital flight (Sim-8) memberi dampak penurunan
kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing, akan tetapi meningkatkan
kesenjangan fiskal. Hal ini berdampak meningkatkan PDB riil karena adanya
peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan fiskal penurunan pinjaman luar negeri pemerintah (Sim-3)
berdampak meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing.
Tetapi kesenjangan fiskal, investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran
pemerintah menurun yang pada akhirnya menurunkan PDB riil.
Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga (Sim-5) berdampak
meningkatkan kesenjangan tabungan, tetapi menurunkan kesenjangan fiskal dan
menurunkan kesenjangan valuta asing. Pada periode ini, penurunan tingkat suku
215
bunga mengapresiasi nilai tukar riil, tetapi investasi swasta, konsumsi swasta dan
pengeluaran pemerintah ternyata menurun, sehingga pada akhirnya menurunkan
PDB riil.
Kebijakan moneter peningkatan cadangan devisa (Sim-6) berdampak
meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi menurunkan
kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta dan pengeluaran
pemerintah menurun, sehingga pada akhirnya akan menurunkan PDB riil.
Kebijakan moneter peningkatan jumlah uang beredar (Sim-7) berdampak
menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta
asing. Akan tetapi investasi swasta dan konsumsi swasta meningkat, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan PDB riil.
Perubahan faktor eksternal dalam bentuk depresiasi nilai tukar riil (Sim10) berdampak menurunkan investasi swasta, pengeluaran pemerintah dan
kesenjangan fiskal. Akan tetapi depresiasi nilai tukar riil dapat meningkatkan
kesenjangan valuta asing, kesenjangan tabungan dan konsumsi swasta, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan PDB riil.
Kombinasi kebijakan simultan berupa kebijakan fiskal peningkatan
penerimaan pemerintah (Sim-1), penurunan perubahan obligasi pemerintah (Sim2) dan kebijakan moneter peningkatan tabungan swasta (Sim-4) dan peningkatan
jumlah uang beredar (Sim-7) pada periode tahun 1997-2000, meskipun memberi
dampak penurunan kesenjangan tabungan sebesar 424.442%, penurunan
kesenjangan fiskal sebesar 11.925% dan penurunan kesenjangan valuta asing
sebesar 209.804%, akan tetapi dapat meningkatkan investasi swasta sebesar
68.425% dan meningkatkan konsumsi swasta sebesar 22.247% yang pada
216
akhirnya dapat meningkatkan PDB riil sebesar 18.270%. Pada kondisi ini,
peranan swasta dalam perekonomian meningkat dengan menurunnya aliran dana
dari sektor swasta ke publik sebesar 113.892% dan meningkatnya aliran dana
asing ke sektor swasta sebesar 79.167%.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian
Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di
sektor swasta dan sektor publik. Defisit tabungan swasta tidak menjadi kendala
karena dapat diatasi melalui aliran dana asing yang menopang pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, defisit fiskal menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi
karena penurunan penerimaan pemerintah akan memperlemah kekuatan fiskal.
Menjawab tujuan penelitian pertama, dapat disimpulkan bahwa Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia yang dibangun untuk menganalisis kinerja
perekonomian Indonesia menunjukkan hasil yang baik. Secara teori ekonomi,
hasil estimasinya logis dan memiliki arti (theoritically meaningful). Secara
statistik, hasil estimasinya memuaskan. Hasil validasi model menunjukkan bahwa
daya prediksinya cukup baik, sehingga dapat digunakan untuk simulasi kebijakan.
Menjawab tujuan penelitian kedua yaitu tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja perekonomian, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Hasil estimasi perilaku empiris Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia
tahun 1969-2000 menunjukkan bahwa tabungan swasta dipengaruhi oleh
tabungan swasta tahun sebelumnya.
2.
Pinjaman luar negeri swasta dapat mendorong peningkatan investasi swasta.
Kalau pinjaman luar negeri swasta meningkat, maka ada kecenderungan
investasi swasta meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat.
3.
Pinjaman luar negeri pemerintah dipengaruhi oleh perbedaan tingkat suku
bunga asing dan domestik. Itu berarti aliran pinjaman asing akan meningkat
218
ke dalam perekonomian apabila perbedaan tingkat suku bunga menurun.
Tetapi yang menarik adalah peningkatan cadangan devisa dan PDB riil secara
teoritis seharusnya mengurangi pinjaman luar negeri, namun hasil analisis
menunjukkan bahwa kondisi ekonomi semacam itu tidak terjadi di Indonesia.
4.
Depresiasi nilai tukar riil yang disertai oleh penurunan cadangan devisa dapat
meningkatkan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment)
karena adanya harapan (ekspektasi) yang menjadikan nilai aset-aset menjadi
lebih tinggi, sehingga pihak asing terdorong untuk melakukan investasi.
5.
Apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap suku bunga
domestik, ternyata meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri swasta.
Sedangkan penurunan cadangan devisa dapat meningkatkan pinjaman luar
negeri swasta. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya restriksi
valuta asing dari defisit neraca pembayaran yang dapat membahayakan
transfer modal dan bunganya, ternyata tidak relevan.
Menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu tentang dampak kebijakan fiskal
dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Pada periode sebelum krisis ekonomi Asia 1997 dan pada periode krisis,
peningkatan penerimaan pemerintah ternyata dapat mendorong peningkatan
pengeluaran yang pada gilirannya meningkatkan PDB riil. Itu dapat berarti
kebijakan peningkatan penerimaan pemerintah dengan intensifikasi dan
ekstensifikasi perpajakan masih dapat dilakukan mengingat tax ratio di
Indonesia relatif masih rendah (15%), masih separuh dari 30%, persentase
yang lazim. Pada tahun 2010 Dewan Perwakilan Rakyat RI mengusulkan
kenaikan menjadi 16%. Kebijakan perpajakan dapat menjadi instrumen yang
219
efektif untuk mengurangi utang luar negeri pemerintah. Dampak ikutan dari
pengurangan utang luar negeri, dalam kurun waktu panjang, dapat
meningkatkan pendapatan per kapita penduduk.
2.
Penurunan obligasi pemerintah pada periode sebelum krisis dan pada periode
krisis dapat meningkatkan aliran dana ke sektor swasta serta dapat
meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta. Namun pada periode
sebelum krisis, meskipun berdampak meningkatkan kesenjangan valuta asing,
tetapi berdampak menurunkan pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal,
kesenjangan tabungan dan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun
berdampak menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing,
tetapi berdampak meningkatkan pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal
dan PDB riil.
3.
Pada periode sebelum krisis, penurunan pinjaman luar negeri pemerintah
ternyata
dapat
meningkatkan
efisiensi
di
sektor
publik
sehingga
meningkatkan belanja pemerintah dan kesenjangan fiskal yang dalam hal ini
mendorong meningkatkan PDB riil. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada
periode krisis.
4.
Pada
periode
sebelum
krisis,
peningkatan
tabungan
swasta
dapat
meningkatkan kesenjangan tabungan, investasi swasta, kesenjangan fiskal
dan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan
tabungan, tetapi dapat meningkatkan investasi swasta, kesenjangan fiskal dan
PDB riil.
5.
Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga pada periode sebelum
krisis dapat meningkatkan investasi swasta, konsumsi swasta, kesenjangan
220
fiskal dan kesenjangan valuta asing yang membawa peningkatan PDB riil.
Namun hal ini tidak terjadi pada periode krisis.
6.
Pada periode sebelum krisis, peningkatan cadangan devisa dapat mendorong
peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta, kesenjangan tabungan dan
kesenjangan fiskal yang membawa peningkatan PDB riil. Namun pada
periode krisis, meskipun dapat meningkatkan kesenjangan tabungan dan
kesenjangan fiskal, tetapi menurunkan aliran dana asing ke sektor swasta,
pengeluaran pemerintah dan PDB riil.
7.
Hasil simulasi peningkatan jumlah uang beredar pada periode sebelum krisis
berdampak
meningkatkan
kesenjangan
tabungan,
konsumsi
swasta,
pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing
yang kesemuanya membawa peningkatan PDB riil. Pada periode krisis,
meskipun menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan
kesenjangan valuta asing, tetapi dapat memperkuat sektor swasta dengan
adanya peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan aliran dana ke
sektor swasta yang membawa peningkatan PDB riil. Peningkatan jumlah
uang beredar dapat dilakukan melalui penurunan tingkat suku bunga,
misalnya dengan menurunkan tingkat suku bunga SBI. Penurunan tingkat
suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong penurunan tingkat suku bunga
di sektor riil. Makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit dari
sektor swasta akan meningkat. Dalam kondisi ini, di sektor swasta akan
terjadi ekspansi industri yang diharapkan dapat mengabsorbsi tenaga kerja.
Akan tetapi jumlah uang beredar harus terkendali karena dapat meningkatkan
inflasi.
221
8.
Penurunan pelarian modal (capital flight) pada periode sebelum krisis dan
periode krisis akan meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta dan
menciptakan kondisi ekonomi dimana investasi swasta, konsumsi swasta dan
total ekspor meningkat. Kenaikan ini dapat meningkatkan pengeluaran
pemerintah yang pada gilirannya dapat membawa peningkatan PDB riil.
9.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia pada periode sebelum krisis dan
pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan dan
kesenjangan fiskal, tetapi dapat meningkatkan kesenjangan valuta asing,
investasi swasta dan konsumsi swasta yang membawa peningkatan PDB riil.
10. Depresiasi nilai tukar riil pada periode sebelum krisis, meskipun
meningkatkan kesenjangan valuta asing, tetapi menurunkan investasi swasta,
konsumsi swasta dan kesenjangan fiskal yang akan menurunkan PDB riil.
Namun pada periode krisis, meskipun menurunkan investasi swasta dan
kesenjangan fiskal, tetapi meningkatkan konsumsi swasta dan meningkatkan
kesenjangan valuta asing yang berperan memperbaiki kinerja perdagangan
luar negeri yang kesemuanya membawa peningkatan PDB riil.
11. Kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa
peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan pinjaman luar negeri
pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta,
penurunan tingkat suku bunga, peningkatan cadangan devisa dan peningkatan
jumlah uang beredar pada periode sebelum krisis, memberi dampak
meningkatkan kesenjangan fiskal, akan tetapi menurunkan kesenjangan
tabungan dan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta
222
dan pengeluaran pemerintah meningkat, yang kesemuanya berdampak
meningkatkan PDB riil (pertumbuhan).
12. Kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa
peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan perubahan obligasi
pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan dan
peningkatan jumlah uang beredar pada periode krisis, ternyata berdampak
menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan
valuta asing. Akan tetapi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter tersebut
dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta, yang berdampak
meningkatkan PDB riil.
7.2. Saran Kebijakan
1.
Oleh karena Indonesia mengalami defisit dalam kesenjangan fiskal, maka di
samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan,
pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengeluarannya.
Efisiensi ini diharapkan akan mengurangi dampak negatif dari defisit fiskal.
2.
Untuk mencegah dampak negatif dari defisit fiskal, maka perlu kebijakan
fiskal yang berhati-hati karena meskipun pengeluaran pemerintah merupakan
stimulus bagi perekonomian, akan tetapi hal itu bisa menyebabkan dapat
bersifat inflatoar dan menyebabkan peningkatan suku bunga (crowding-out
effect) karena adanya beban utang pemerintah yang besar. Karena itu
pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian
sebaiknya ditujukan pada rumah tangga dengan pendapatan menengah ke
bawah dan lebih fokus lagi pada golongan termiskin serta mampu
223
menciptakan investasi baru dan meminimalisasi kenaikan tingkat suku bunga
(Artha dan Wardhana, 2003).
3.
Kondisi defisit di sektor swasta memerlukan penguatan aliran permodalan.
Mengingat bahwa akumulasi pinjaman luar negeri swasta telah menjadi salah
satu sebab terjadinya krisis ekonomi Asia tahun 1997, maka diharapkan ada
kebijakan yang mendorong investasi asing langsung (foreign direct
investment) berjangka panjang. Ada bukti yang menunjukkan bahwa
walaupun kebijakan suku bunga uang dari bank sentral diturunkan, tidak serta
merta dapat memperbaiki suku bunga uang di sektor riil. Untuk itu, peran
intermediasi perbankan harus ditingkatkan, mengingat perbankan masih
merupakan sumber pembiayaan utama dalam masyarakat tetapi sampai saat
ini mengalami spread yang tinggi setelah terjadi krisis ekonomi.
4.
Untuk meningkatkan kinerja perekonomian, perlu dilakukan kebijakan yang
mendorong peningkatan ekspor, antara lain dengan pengurangan pajak ekspor
dan mengurangi hambatan birokrasi. Peningkatan ekspor akan meningkatkan
cadangan devisa yang diharapkan dapat meningkatkan aliran dana asing ke
sektor swasta guna meningkatkan investasi.
5.
Dalam hal pinjaman luar negeri pemerintah, setelah krisis ekonomi mulai
teratasi, pemerintah diharapkan mengurangi pinjaman luar negerinya untuk
mengurangi beban bunga utangnya. Oleh karena itu keputusan pemerintah
untuk mengurangi posisi utang luar negerinya merupakan keputusan yang
tepat. Apalagi jika kebijakan itu dilakukan sekaligus dengan kebijakan
pengelolaan utang dalam negeri pemerintah yang juga meningkat. Dengan
224
demikian, pemerintah diharapkan akan menjadi lebih mampu mengelola
pengeluarannya secara lebih efisien dan lebih tepat sasaran.
7.3. Saran Penelitian Lanjutan
Dalam penelitian ini dianalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter
terhadap kinerja perekonomian pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 19972000 berdasarkan studi empiris secara makro dari sisi permintaan agregat, dan
tidak mengupas lebih jauh sisi penawaran agregat (pendekatan sisi produksi). Sisi
yang belum dibahas adalah sektor perbankan yang merupakan salah satu pemicu
meluasnya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Penyehatan perbankan
nasional oleh pemerintah saat itu ternyata menimbulkan utang dalam negeri
pemerintah yang cukup besar (Rp.600 triliun). Tambahan lagi, sampai saat ini
fenomena kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan masih belum teratasi.
Hal ini tercermin dari perbankan yang lambat mengalirkan kredit secara optimal.
Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya diperlukan mendalami tentang
sektor swasta dan perbankan dari sisi penawaran secara lebih terperinci.
Penelitian ini juga tidak menganalisis struktur perekonomian Indonesia
yang terbentuk akibat dari krisis ekonomi Asia tahun 1997, dimana industrialisasi
menjadi terhambat pengembangannya. Oleh karena itu, diharapkan ke depannya
akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam dari sisi penawaran tentang
perubahan struktur perekonomian dan arahnya sebagai akibat dari terjadinya krisis
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelal, K. M. 2001. Multidimensional Aspects of International Financial Crisis
in East Asia. Ph.D. Dissertation. Kansas State University, Kansas.
Adelman, I.F. and H.B. Chenery. 1966. Foreign Aid and Economic Development:
The Case of Greece. Review of Economics and Statistics, 48(1): 1-19.
Artha, I.K.D.S. and S.B. Wardhani. 2003. Life after the IMF: Challenges for
Indonesia. Paragraph One, 4(3): 14-18.
Bacha, E.L. 1984. Growth with Limited Supplies of Foreign Exchange: A
Reappraisal of the Two-Gap Model. In Syrquin, Taylor, and Westphal
(Eds.), Economic Structure and Performance: Essays in Honor of Hollis
Chenery. Academic Press, New York.
. 1990. A Three-Gap Model of Foreign Transfers and the GDP
Growth Rate in Developing Countries. Journal of Development
Economics, 32(3): 279-296.
. 1993. External Debt, Net Foreign Transfers, and Growth in
Developing Countries. World Development, 20(8): 1183-1192.
Badan Pusat Statistik. 1971-2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
Ballasa, B. 1989. The Effects of Interest Rate on Savings in Development
Countries. World Bank Working Paper No. 56.
Bank Indonesia. 1997. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Bank Indonesia,
Jakarta.
Blanco, H. and P.M. Garber. 1986. Recurrent Devaluation and Speculative
Attacks on the Mexican Peso. Journal of Political Economy, 94(1): 149166.
Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi
Kebangkitan Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Blanchard, O. 1997. Macroeconomics. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Blomqvist, F. 1976. Empirical Evidence on the Two-Gap Hypothesis: A Revised
Analysis. Journal of Development Economics, 3(2): 181-193.
Booth, A. and McCawley, P. 1981. The Indonesian Economy During the Suharto
Era. Oxford University Press, Kuala Lumpur.
226
Boyce, J.K. 1992. The Revolving Door? External Debt and Capital Flight: A
Philippine Case Study. World Development, 20(3): 335-339.
Bruton, H.J. 1969. The Two-Gap Approach to Aid and Development: Comment.
American Economic Review, 59(3): 439-446.
Chenery, H.B. and M. Bruno. 1962. Development Alternatives in an Open
Economy: The Case of Israel. Economic Journal, 72(1): 79-103.
Chenery, H.B. and A.M. Strout. 1966. Foreign Assistance and Economic
Development. American Economic Review, 66(4): 680-733.
Eshag, E. 1971. Comment on Foreign Assistance: Objectives and Consequences.
Bulletin of the Oxford University Institute of Economics and Statistics,
33(2): 149-156.
Federal Bureau of Statistics. 2001. Economic and Financial Data for the United
States.
Federal
Bureau
of
Statistics,
Washington,
D.C.
http://www.fedstat.gov
Findlay, R. 1973. International Trade and Development Theory. Columbia
University Press, New York.
Fry, M.J. 1988. Money, Interest and Banking in Economic Development. The
John Hopkins University Press, Baltimore.
Giovannini, A. 1985. Savings and Real Interest Rate in LDCs. Journal of
Development Economics, 18(3): 197-210.
Golberger, A.S. 1964. Econometric Theory. Wiley and Sons, New York.
Griffin, K.B. and J.L. Enos. 1970. Foreign Assistance: Objectives and
Consequences. Economic Development and Cultural Change, 18(2): 313327.
Gunning, J.W. 1983. Rationing in an Open Economy: Fix-Price Equilibrium and
Two-Gap Models. European Economic Review, 23: 71-98.
Gupta, K.L. 1987. Aggregate Savings, Financial Intermediation and Interest Rate.
Review of Economics and Statistics, 69(1): 303-311.
Haryanto, Fr. 2007. Dampak Instrumen Kebijakan Moneter terhadap
Perekonomian Indonesia: Suatu Analisis Jalur Mekanisme Transmisi
Moneter. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
International Monetary Fund. 2000. International
International Monetary Fund, Washington, D.C.
Financial
Statistics.
227
Intriligator, M.D. 1978. Econometric Models, Techniques, and Applications.
Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Iqbal, Z. 1993. Institutional Variations in Saving Behaviour in Pakistan. Pakistan
Development Review, 32(4): 1293-1311.
. 1996. Constraints to Economic Growth of Pakistan: A Three-Gap
Approach. Pakistan Society of Development Economists (PSDE),
Islamabad.
Johnston, J. 1972. Econometric Methods. McGraw-Hill, New York.
Joshi, V. 1970. Saving and Foreign Exchange Constraints. In Streeten (Ed.),
Unfashionable Economics: Essays in Honor of Lord Balogh. Weidenfeld
and Nicolson, London.
Khan, A.H., L. Hasan and A. Malik. 1992. Dependency Ratio, Foreign Capital
Inflows and the Rate of Savings in Pakistan. Pakistan Development
Review, 31(4): 843-856.
. 1994. Determinants of National Saving
Rate in Pakistan. Economia Internazionale, 47(4): 365-382.
Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of
Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd.,
London.
Kraay, A. 2001. Do High Interest Rates Defend Currencies during Speculative
Attacks? World Bank Working Papers, Washington, D.C.
Landau, L. 1971. Saving Functions for LatinAmerica. In Chenery, H.B. (eds.),
Studies in Development Planning. Harvard University Press,
Massachusetts.
Levinshon, K. 1999. The Global Financial Crisis of 1997-98. In Kreinin,
Plummer, and Abe (Eds.), Asia Pacific Economic Linkages. Pergamon,
New York.
Levy, V. 1984. The Saving Gap and the Productivity of Foreign Aid to a
Developing Economy: Egypt. The Journal of Developing Areas, 19(3): 2134.
Mosley, P. 1980. Aid, Saving and Growth Revisited. Oxford Buletin of
Economics and Statistics, 42(1): 79-95.
228
Oh, H.S. 2000. Identifying The Role of Macroeconomic Fundamentals in The
1997 Asian Currency Crisis: An Application of The Currency Crisis
Model to Thailand, Indonesia, The Philippines, and Korea. Ph.D.
Dissertation. University of Hawaii at Manoa, Honolulu.
Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfield. 1991. Econometric Models and Economic
Forecasts. Third Edition. McGraw-Hill, New York.
Pio, A. and A. Vannini. 1992. European Investment in Developing Countries:
Recent Trends and the Potential of Project 1992. In Sideri and Sengupta
(Eds.), The 1992 Single European Market and the Third World. EADI
Book Series No. 13, Frank Cass, London.
Prawiro, R. 1998. Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Radelet, S. and J. Sach. 1998. The East Asian Financial Crisis: Diagnosis,
Remedies, Prospects. In Brainard and Perry (Eds.), Brookings Papers on
Economic Activity: 1-90.
Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood Products
Industry: A Policy Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University of the
Philippines, Los Banos.
Solimano, A. 1990. Macroeconomic Constrains for Madium-Term Growth and
Distribution: A Model for Chile. World Bank Working Papers, Country
Economic Department, WPS 400. Washington, D.C.
Tambunan, T. 2002. Perekonomian Indonesia: Beberapa Isu Penting. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Taylor, L. 1990. A Three-Gap Model. In McCarthy (Ed.), Problems of
Developing Countries in the 1990s, Vol. 1, General Topics: 55-90.
. 1993. Gap Models. Journal of Development Economics, 45(2): 17-34.
Theil, H. 1958. Economic Forecasts and Policy. North-Holland Publishing
Company, Amsterdam.
Theil, J. and A. Zellner. 1962. Three-Stage Least Squares: Simultaneous
Estimation of Simultaneous Equations. Econometrica, 30: 54-78.
Tinbergen, J. 1956. Economic Policy: Principles and Design. North-Holland
Publishing Company, Amsterdam.
United Nations. 1970-2000. Statistical Year Book. United Nations, New York.
229
Van Wijnbergen, S. 1986. Macroeconomic Aspects of the Effectiveness of
Foreign Aid: On the Two-Gap Model, Home Goods Disequilibrium and
Real Exchange Rate Misalignment. Journal of International Economics,
21(3): 123-136.
Voivodas, C.S. 1973. Exports, Foreign Capital Inflow and Economic Growth.
Journal of International Economics, 22(3): 337-349.
Vos, R. 1994. Aid Flows and Dutch Desease in a General Equilibrium Framework
for Pakistan. Working Papers, Sub-Series on Money, Finance and
Development, No. 59. ISS, The Hague, The Netherlands.
Waelbroeck, J. 1984. Capital, Foreign Exchange, and Growth: The Two-Gap and
Labour-Income-Floor Views. In Syrquin, Taylor, and Westphal (Eds),
Economic Structure and Performance: Essays in Honour of Hollis
Chenery. Academic Press, New York.
Wang, X.Y. 1998. The Debt-Growth Dynamics of Developing Countries: A Case
Study of China. Ph.D. Dissertation. New School for Social Research, New
York.
Weisskopf, T.E. 1972. An Econometric Test of Alternative Constraints on the
Growth of Underdevelopment Countries. Review of Economics and
Statistics, 54(1): 67-78.
White, H. 1992. The Macroeconomic Impact of Development Aid: A Critical
Survey. Journal of Development Studies, 28(2): 163-240.
World Bank. 1970-2000. World Tables. The World Bank, Washington, D.C.
LAMPIRAN
231
Lampiran 1. Konsep Model Makroekonomi Two-Gap
Pembahasan resmi tentang model two-gap dimulai oleh Chenery & Bruno
(1962), yang memperluas model Harrod (1939) yang saat itu mengenal dua kendala yang
mengikat pertumbuhan, yang dinamakan penawaran tenaga kerja dan penawaran modal.
Kemudian Chenery & Strout (1966) menerapkan model yang sama dengan model untuk
Israel, untuk kasus empat puluh negara-negara yang sedang berkembang (Less Developed
Countries atau LDC), dengan menggunakan data pada periode tahun 1957-1962.
Berdasarkan hasil penelitiannya, mereka menemukan bahwa produktivitas bantuan luar
negeri yang tertinggi dimiliki oleh negara-negara sedang berkembang yang kendala
(binding constraint) pertumbuhannya adalah valuta asing.
Model solusi hasil penelitian mereka disajikan dalam dua tahap. Tahap pertama,
berkaitan dengan tingkat pembangunan yang lebih rendah, negara-negara tersebut
menghadapi kendala tabungan, yang kemudian menjadi kendala valuta asing bersamaan
dengan kemajuan pembangunan negara tersebut. Mereka juga menghitung bantuan wajib
(aid requirements) untuk 40 negara sedang berkembang tersebut untuk target tingkat
pertumbuhan selama periode tahun 1962-1975. Pada penelitian yang sama juga
ditemukan bahwa produktivitas bantuan luar negeri jauh lebih tinggi pada saat valuta
asing menjadi faktor kendala pertumbuhan ekonomi, dimana hal ini menunjukkan bahwa
bantuan luar negeri tersebut dapat melepaskan kendala yang mengikat pertumbuhan.
Adelman & Chenery (1966) melakukan penelitian ekonometrika tentang
pengaruh bantuan asing pada pertumbuhan ekonomi Yunani dengan menggunakan data
time series untuk periode tahun 1950-1961. Berdasarkan hasil penelitiannya, kendala
pertumbuhan Yunani periode sampai tahun 1957 adalah gap tabungan, sedangkan
selanjutnya adalah gap impor-ekspor.
Landau (1971) memakai metode yang berbeda untuk mengindentifikasikan
kendala untuk 18 negara Amerika Latin selama periode tahun 1950-1966. Dia tidak
memakai kerangka kerja program peneliti sebelumnya dan lebih menggunakan fungsi expost tabungan dan impor. Hasil penelitiannya mengindentifikasikan bahwa delapan
negara (Bolivia, Chili, Kolombia, Dominican Republic, Guatemala, Nikaragua, Panama
dan Uruguay) menghadapi kendala valuta asing yang mengikat (a binding foreign
exchange connstraint) dan empat negara (Brazil, Paraguay, Peru dan Venezuela)
menghadapi kendala tabungan yang mengikat selama periode tahun 1950-1966.
Sedangkan enam negara yang lain (Costarica, Honduras, Argentina, Ekuador, El Savador
dan Meksiko) mungkin menghadapi alternatif antara dua situasi untuk periode yang sama.
232
Lampiran 1. Lanjutan
Weisskoff (1972) memeriksa kendala pertumbuhan (binding contstraint) untuk
37 negara-negara yang sedang berkembang dengan menggunakan data time series selama
periode tahun 1953-1968. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 23 negara-negara
yang sedang berkembang mengalami kendala tabungan pada pertumbuhannya. Delapan
negara lainnya didominasi dengan kendala valuta asing, dan enam negara lainnya
dikarakteristikkan oleh hybrid kendala tabungan dan valuta asing. Hampir mirip dengan
penelitian yang sebelumnya, Levy (1984) memeriksa dominant binding constraint pada
kasus perekonomian Mesir, dengan menggunakan tes yang sama dengan Weisskopf
(1972). Dia menemukan bahwa tabungan merupakan kendala yang mengikat (binding
contraint) untuk pertumbuhan perekonomian Mesir selama periode tahun 1960-1979.
Blomqvist (1976) mengkritik uji ekonometrika Weisskopf dan membantah bahwa
penelitian tersebut tidak memberikan pemecahan yang jelas tentang penemuan binding
constraint di negara-negara yang sedang berkembang. Dia menyarankan sebuah metode
alternatif untuk menghitung F-rasio dari fungsi estimasi seperti yang dicirikan oleh
Weisskopf (1972). Agar dapat membandingkan hasil Blomqvist dengan hasil Weisskopf,
Blomqvist menggunakan sekumpulan data yang sama yang mencakup 33 negara sedang
berkembang yang sama. Dia menemukan bahwa 24 negara dapat diklasifikasikan sebagai
perekonomian kendala tabungan, sementara itu dua negara mengalami kendala valuta
asing dan tujuh negara lainnya tetap tidak terklasifikasi. Oleh karena itu, hasil yang
diperoleh oleh Blomqvist secara umum mendukung kesimpulan utama Weisskopf bahwa
kebanyakan negara sedang berkembang menghadapi kendala tabungan yang mengikat
selama periode penelitian tersebut.
Waelbroeck (1984) mengenali pentingnya kritik-kritik tentang model two-gap
yang dikembangkan oleh Chenery & Bruno (1962), yang menekankan pada ruang
lingkup harga tetap pada model tersebut. Oleh karena itu, dia merancang suatu model
untuk membandingkan sifat teoritis dari model tersebut dengan model Labor-IncomeFloor (LIF) yang dikemukan oleh Lewis beberapa tahun yang lalu. Hipotesis LIF
menekankan pada perlawanan serikat buruh tentang pemotongan pendapatan per
kapitanya. Waelbroeck menyimpulkan bahwa jika produksi sangat sensitif terhadap harga
dan neraca perdagangan, maka sifat model LIF berubah menjadi hampir mirip dengan
model two-gap. Dia membantah bahwa ciri model two-gap dapat diinterpretasikan dalam
bentuk kerangka kerja keseimbangan umum harga tetap.
233
Lampiran 1. Lanjutan
Bacha (1984) mengembangkan model two-gap yang lebih berorientasi pada
kebijakan untuk tujuan pedagogis, dimana dia menurunkan persamaan-persamaan untuk
tabungan yang membatasi tingkat pertumbuhan dan valuta asing yang membatasi tingkat
pertumbuhan. Pada akhirnya, van Wijnbergen (1986) mengembangkan model makro
perekonomian terbuka yang sederhana dan membandingkan implikasinya dengan model
two-gap. Dia menyarankan bahwa binding-trade gap sebaiknya dilihat sebagai ekses
penawaran barang non-traded dan ekses permintaan barang traded. Begitu pula dengan
binding-savings gap, sebaiknya diartikan sebagai ekses permintaan barang non-traded
dan ekses penawaran barang traded. Model “two-gap” yang dikembangkan oleh Chenery
& Bruno (1962), McKinnon (1964), Adelman & Chenery (1966), Landau (1971),
Weisskoff (1972) dan Bacha (1984) diuraikan di bawah ini.
1a. Chenery & Bruno (1962)
Chenery & Bruno (menggunakan data untuk periode perencanaan tahun 19601965 pada kasus Israel), menghasilkan restriksi reduced form untuk setiap kendala sbb.:
Keseimbangan Full Employment
V n = 4990 (l – u) / (l – l p )5 ........................................................................... (1)
Keseimbangan Tabungan-Investasi
V n = (2760 + F n – 4010s) / (0.608 – s) ...................................................... (2)
Keseimbangan Neraca Pembayaran
V n = 3.73F n – 0.38G n + 5440 ...................................................................... (3)
Dimana V n , F n , dan G n merupakan produksi nasional kotor (GNP), aliran modal
asing (foregin capital inflows), dan pengeluaran pemerintah (current government
expenditure) untuk periode perencanaan akhir tahun 1964-1965. Secara berturutan, u
adalah tingkat pengangguran, l p adalah peningkatan tahunan produktivitas tenaga kerja,
dan s adalah marginal propensity to save.
Berdasarkan
model
reduced-form,
mereka
mendapatkan
bahwa
neraca
pembayaran─valuta asing─terbukti merupakan kendala yang mengikat pertumbuhan
ekonomi Israel dalam kerangka kerja formulasi perencanaan yang berusaha untuk
memaksimumkan pertumbuhan atas tiga persamaan di atas (persamaan-persamaan 1,2,3).
Selain itu, mereka juga mendapatkan bahwa produktivitas bantuan luar negeri di Israel
berkisar dari 0.4-1.0 pada saat valuta asing merupakan kendala yang mengikat, sedangkan
234
Lampiran 1. Lanjutan
pada saat tabungan dalam negeri menjadi kendala bagi pertumbuhan, produktivitas
bantuan luar negerinya berkisar antara 0.2-0.6.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan hasil penelitian tersebut,
produktivitas bantuan eksternal tertinggi dimiliki oleh negara-negara yang sedang
berkembang, dimana valuta asing menjadi kendala atau pembatas yang mengikat bagi
pertumbuhan.
1b. Adelman & Chenery (1966)
Adelman & Chenery (1966) melakukan penelitian ekonometrika tentang
pengaruh bantuan asing pada pertumbuhan ekonomi Yunani dengan menggunakan data
time series untuk periode tahun 1950-1961. Dengan menggunakan metode two-stage
least squares Theil, mereka mendapatkan persamaan estimasi akhir modelnya sbb.:
Tabungan-pembatas pertumbuhan
Vs t = 1.078V t-1 + 0.3622F t + 0.0067K t-1 – 4390 ........................................ (4)
Impor-pembatas pertumbuhan
Vm t = 2.61 F t + 344.9Pm t + 1782T + 9780 .................................................. (5)
Dimana Vs dan Vm merupakan batasan tabungan dan batasan impor produk nasional
m
kotor (GNP). F merupakan net foreign capital inflows, K adalah persediaan modal, P
adalah indeks harga impor relatif, T adalah trend waktu, dan subscript
t
menunjukkan
periode waktu. Berdasarkan estimasi fungsi di atas, Adelman dan Chenery mengatakan
bahwa untuk periode di atas tahun 1957, tabungan merupakan kendala pertumbuhan,
sedangkan gap impor-ekspor kemudian mengalami peningkatan secara kuat. Fungsi
impor pembatas pertumbuhan pada persamaan (5) di atas menunjukkan bahwa pada saat
tabungan dan investasi bukan merupakan kendala pertumbuhan, produktivitas unit
tambahan bantuan eksternal adalah sebesar 2.61. Sementara itu, pada saat tabungan
merupakan kendala (binding constraint), produktivitas unit tambahan bantuan eksternal
hanya sebesar 0.36 (persamaan 4).
1c. Mackinnon (1964)
Mackinnon (1964) memberikan sebuah kerangka kerja konseptual umum yang
menunjukkan bagaimana pengaruh kemungkinan perdagangan dan transfer modal asing
terhadap proses pertumbuhan di negara-negara yang sedang berkembang. Penelitiannya
235
Lampiran 1. Lanjutan
menjelaskan prinsip ekonomi dasar tentang kendala valuta asing dan tabungan pada target
tingkat pertumbuhan. Secara matematik, model two-gap dijelaskan oleh Mckinnon sbb.:
Pembatas valuta asing:
ω = β (ε + f) jika β (ε + f) < σ (s + f) .......................................................... (6)
Pembatas tabungan
ω = σ (ε + f) jika β (ε + f) > σ (s + f) .......................................................... (7)
Dimana ω adalah tingkat pertumbuhan maksimum yang mungkin dicapai, σ adalah rasio
output-modal, s adalah rata-rata propensity to save, f adalah transfer asing sebagai bagian
dari pendapatan nasional, β adalah pangsa modal impor untuk memproduksi satu unit
output tambahan, dan ε adalah rata-rata propensity to export yang berkenaan dengan
output. Mengikuti Chenery & Bruno (1962), Mackinnon membantah bahwa pada saat
kendala valuta asing tetap bertahan, transfer bantuan luar negeri akan selalu memiliki
proporsi pengaruh yang lebih besar pada tingkat pertumbuhan yang mungkin dicapai
daripada pada saat kendala tabungan bertahan.
1d. Landau (1971)
Landau (1971) memakai metode yang berbeda untuk mengindentifikasikan
kendala untuk 18 negara Amerika Latin selama periode 1950-1966. Dia tidak memakai
kerangka kerja program peneliti sebelumnya dan lebih menggunakan fungsi ex-post
tabungan dan impor sebagai berikut:
S = α 0 + α 1 Y + α 2 F ................................................................................... (8)
M = β 0 + β 1 Y + β 2 F ................................................................................... (9)
Dimana S adalah tabungan nasional kotor (GNS), Y adalah produk nasional kotor (GNP),
F adalah net foreign capital inflows, M adalah impor barang dan jasa, dan X adalah
ekspor barang dan jasa. Model two-gap Landau dapat disajikan dalam Social Accounting
Matrix (SAM) seperti disajikan pada Tabel A. Persamaan matematik untuk total baris dan
kolom dalam Tabel A dapat ditulis sbb.:
F + (α 0 + α 1 Y + α 2 F) – I ........................................................................... (10)
(β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X = F .......................................................................... (11)
(α 0 + α 1 Y + α 2 F) – I + (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X = 0.................................. (12)
236
Lampiran 1. Lanjutan
Tabel A. Model Two-Gap Landau dalam Social Accounting Matrix (SAM)
Neraca Modal
Neraca
Modal
Ekonomi
Domestik
All Other Accounts
∑
F
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)-I
F+(α 0 +α 1 Y+
α 2 F)-I=0
(β 0 +β 1 Y+β 2 I)X=F
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)I
+(β 0
+β 1 Y+β 2 I)-X =
0
Ekonomi
Domestik
ROW
*
ROW
0
1
*
(β 0 +β 1 Y+β 2 F)-X
All Other
Accounts
0
0
*
0=F+(α 0 +α 1 Y+
α 2 F)-I
F=(β 0
+β 1 Y+β 2 F)-X
(α 0 +α 1 Y+ α 2 F)-I
+(β 0 +β 1 Y+β 2 F)X
= 0
∑
1
*
Asumsi tidak ada capital flight ke ROW
Karena salah satu dari tiga persamaan di atas diterapkan oleh dua persamaan
yang lain, satu persamaan dapat dihilangkan dari sistem. Landau memilih untuk
menghilangkan persamaan (12) dan memfokuskan analisisnya pada persamaan (10) dan
(11). Pada tahap analisis yang selanjutnya, Landau mengasumsikan bahwa setiap
perekonomian akan beroperasi pada salah satu dari model berikut:
α 2 = 0 jika I – (α0 + α1 Y + α2 F) > (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X ..................... (13)
atau
β 2 = 0 jika I – (α0 + α1 Y + α2 F) < (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X ...................... (14)
Oleh karena itu, akan mustahil untuk mengambil kesimpulan dari estimasi
empiris α 2 dan β 2 untuk negara-negara individual pada waktu yang berbeda-beda dimana
kedua model tersebut digunakan. Berdasarkan hal tersebut, Landau mengindentifikasikan
bahwa delapan negara (Bolivia, Chili, Kolombia, Dominican Republic, Guatemala,
Nikaragua, Panama dan Uruguay) menghadapi kendala valuta asing yang mengikat (a
binding foreign exchange connstraint), sementara itu kendala tabungan terjadi pada kasus
di empat negara (Brazil, Paraguay, Peru dan Venezuela) selama periode tahun 1950-1966.
Sedangkan keenam negara yang lain (Costarica, Honduras, Argentina, Ekuador, El
237
Savador dan Meksiko) mungkin menghadapi alternatif antara dua situasi untuk periode
yang sama.
Lampiran 1. Lanjutan
1e. Weisskoff (1972)
Weisskoff (1972) memeriksa kendala (binding contstraint) pertumbuhan untuk
37 negara-negara yang sedang berkembang dengan menggunakan data time series selama
periode tahun 1953-1968. Fungsi perilaku dari modelnya adalah:
S = α 0 + α 1 Y + α 2 F + α 2 X ...................................................................... (15)
M = β 0 + β 1 Y + β 2 I ................................................................................... (16)
Dimana S adalah tabungan nasional kotor (GNS), Y adalah produk nasional kotor (GNP),
F adalah net foreign capital inflows, M adalah impor barang dan jasa. X adalah ekspor
barang dan jasa. dan I adalah investasi domestik kotor (GDI). Sama seperti model
Landau, model two-gap Weisskopf dapat pula disederhanakan dalam bentuk kerangka
kerja SAM. Penggabungan persamaan perilaku (15) untuk S dan (16) untuk M
menghasilkan Tabel B.
Tabel B.
Model Two-Gap Weisskopf dalam SAM
Neraca Modal
All Other Accounts
∑
F
(α 0 +α 1 Y+
α 2 F+α 2 X)-I
F+(α 0 +α 1 Y+
α 2 F+α 2 X)-I=0
(β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X=F
(α 0 +α 1 Y+
α 2 F+α 2 X)-I +(β 0
+β 1 Y+β 2 I)-X
=
0
Ekonomi Domestik
ROW
*
Neraca
Modal
Ekonomi
Domestik
ROW
0
1
*
(β 0 +β 1 Y+β 2 I)-X
All Other
Accounts
0
0
*
0=F+(α 0 +α 1 Y+
α 2 F+α 2 X)-I
F=(β 0
+β 1 Y+β 2 F
)-X
(α 0 +α 1 Y+
α 2 F+α 2 X)-I +(β 0
+β 1 Y+β 2 I)-X
=
0
∑
*
1
Asumsi tidak ada capital flight ke ROW
Persamaan matematik untuk total baris dan kolom Tabel B dapat ditulis menjadi
sebagai berikut:
238
F + (α 0 + α 1 Y + α 2 F + α 2 X) – I = 0 ........................................................ (17)
(β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X = F .......................................................................... (18)
(α 0 + α 1 Y + α 2 F + α 2 X) – I + (β 0 + β 1 Y + β 2 F) – X .......................... (19)
Lampiran 1. Lanjutan
Weisskopf (1972) memperlakukan persamaan (19) secara berlebih-lebihan dan
kemudian mengembangkan hipotesis berikut ini, yang didasarkan pada persamaan (17)
dan persamaan (18) untuk mengetahui binding contraints pada pertumbuhan ekonomi
di 37 negara yang sedang berkembang tersebut: Pengaturan ulang persamaan (17) dan
(18) menghasilkan persamaan (20) untuk kendala tabungan dan (21) kendala valuta asing
sbb.:
Kendala Tabungan
I = α 0 + α 1 Y + (1 + α 2 )F + α 2 X ............................................................... (20)
Dengan α 1 ≥ 0, (1 + α 2 ) ≤ 1, dan α 3 ≥ 0
(Kendala Tabungan)
Kendala Valuta Asing
I = – (β 0 /β 2 ) – (β 1 /β 2 )Y + (1/β 2 )X + (1/β 2 )F ........................................... (21)
Dengan – (β 0 /β 2 ) < 0 dan (1 /β 2 ) > 1
(Kendala Valuta Asing)
Berdasarkan estimasi ordinary least square, persamaan (20) dan (21), Weisskopf
(1972) menemukan bahwa 23 negara-negara yang sedang berkembang merupakan
sasaran dari kendala tabungan pada pertumbuhan. Delapan negara lainnya didominasi
dengan kendala valuta asing dan enam negara lainnya dikarakteristikkan oleh hybrid
kendala tabungan dan valuta asing.
Hampir mirip dengan penelitian yang sebelumnya, Levy (1984) memeriksa
dominant binding constraint pada kasus perekonomian Mesir, dengan menggunakan
tes yang sama dengan Weisskopf (1972). Ditemukan bahwa tabungan merupakan kendala
yang mengikat (binding contraint) untuk pertumbuhan perekonomian Mesir pada periode
tahun 1960-1979.
1f. Bacha (1984)
Bacha (1984) mengembangkan model two-gap yang lebih berorientasi pada
kebijakan untuk tujuan pedagogis, dimana dia menurunkan persamaan untuk tabungan
yang membatasi tingkat pertumbuhan (savings constrained growth rate (gs)) dan untuk
239
valuta asing yang membatasi tingkat pertumbuhan (foreign exchange constrained growth
rate (gf)):
Kendala Tabungan
gs = [a/(1– m k )](m j + s) – [a/(1 – m k )]e ....................................................... (22)
Lampiran 1. Lanjutan
Kendala Valuta Asing
gf = [as/(m k s + m j )]e + [a(m j + s)/(m k s + m j )]f ........................................... (23)
Pada persamaan tersebut, a merupakan rasio output-modal, m k adalah koefisien
impor barang modal, m j adalah koefisien impor barang antara, s adalah marginal
propensity to save, e adalah rasio ekspor bersih terhadap output potensial dan f adalah
transfer modal asing ke rasio output potensial. Bacha membantah bahwa untuk nilai
tertentu variabel di sisi sebelah kanan pada kedua persamaan di atas, pertumbuhan
sebaiknya dianggap sebagai kendala tabungan jika gs < gf, dan sebagai kendala valuta
asing jika gf < gs.
Pada akhirnya, van Wijnbergen (1986) mengembangkan model makroekonomi
untuk perekonomian terbuka yang sederhana dan membandingkan implikasinya dengan
model two-gap. Dia menyarankan bahwa binding-trade gap sebaiknya dilihat sebagai
ekses penawaran barang non-traded dan ekses permintaan barang traded. Begitu pula
dengan binding-savings gap, sebaiknya diartikan sebagai ekses permintaan barang nontraded dan ekses penawaran barang traded.
240
Lampiran 2. Data yang Digunakan dalam Analisis Model Makroekonomi
Three-Gap Indonesia Tahun 1969-2000 atas dasar Indeks
Deflator PDB (P) Tahun Dasar 1990
OBS TAHUN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
SG
SP
IG
529.412
982.456
1253.968
2390.625
2953.488
6201.681
5106.742
5747.748
5355.212
5194.539
8391.720
11012.438
10929.019
10528.155
10544.658
10040.310
10342.776
3498.645
2728.395
2547.807
6063.830
9900.000
1826.484
15752.829
16402.536
19666.183
18637.275
19447.930
27118.644
7206.995
3487.531
1438.997
4372.549
7596.491
9111.111
14640.625
15709.302
20260.504
14269.663
13585.586
16521.236
16378.840
28394.904
34189.055
30148.225
23440.777
28828.371
31350.388
30596.317
34440.379
47969.136
51691.789
40106.383
42600.000
43835.616
54046.997
48494.453
51088.534
56112.224
55395.232
65536.723
62352.941
-1573.566
-1437.001
2313.725
2982.456
3031.746
4656.250
5244.186
8084.034
7853.933
9252.252
8328.185
10331.058
11563.694
13843.284
12501.044
14998.058
15366.025
13358.140
13881.020
11289.973
11700.000
13780.652
10106.383
7200.000
13059.361
16362.054
14104.596
13280.116
14762.859
11229.611
12768.362
9439.428
13793.953
9859.464
IP
FDI
FL
KF
FG
5490.196
5.294
471.000
19.250 7549.020
2000.000
1.333
719.000
-2.286 6684.210
2460.317
2.667 1667.000
-39.900 6666.670
3265.625
3.281 2797.000
24.360 6562.500
2488.372
2.930 2430.000
31.920 4883.720
3739.496
5.336 2471.000 -132.822 3554.620
320.225
4.258 -3292.000
-43.784 4730.340
2135.135
0.950
793.000
-76.622 3792.790
3262.548
1.139
-27.000
-23.155 2438.220
8419.795
1.082 1225.000 -147.722 2163.820
12856.690
0.803
-92.000 -357.146 4019.110
12400.500
1.420 2249.000 -1304.138 3154.230
17008.350
1.342 2795.000 -1330.367 2684.760
15726.210
2.419 5194.000 -1542.468 2687.380
17863.400
4.352 3175.000 491.036 3481.610
17348.840
2.169 2443.000 -762.884 1668.220
13906.520
1.442
108.000 269.178 3203.970
7837.398
1.794 4710.000 -1340.550 6727.640
15644.440
785.210 2725.000 -285.796 9973.190
16787.400 1120.252 2548.000 -1972.789 10720.190
38510.640 1284.191 3402.000 -2547.030 12275.140
51200.000 2012.556 5568.000 1092.899 8359.850
46849.320 2644.592 5636.000 -449.420 10060.870
48128.810 3189.011 9311.000 -3311.572 10444.600
54595.880 3312.410 10152.000 -6100.301 9930.610
62336.720 3307.327 2879.000 -523.204 8938.250
70808.280 6700.446 12673.000 -5338.404 8919.020
75031.370 9259.913 7949.000 3012.112 8510.930
88531.070 12287.030 -8838.000 -7677.150 19950.340
56007.630 -908.394 -34422.000 17029.050 35049.730
16716.020 -6075.280 -15884.000 14760.900 20855.140
12435.860 -12447.800 -14877.000 36681.685 20486.470
MS
3528.882
4229.000
4961.063
7414.688
7779.070
7878.353
7023.000
7220.536
7745.174
8491.468
10780.260
12425.370
13540.710
13827.180
13255.690
13303.880
14311.620
15822.490
15660.490
16188.980
21397.870
23819.000
24055.710
25047.000
29164.030
32927.430
35188.380
40206.400
44261.580
32177.110
38850.690
46233.180
241
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
DGB
RP
R
CG
TT
TD
TI
TN
XMG
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
80.560
305.426
1630.312
-878.049
154.321
3142.857
-387.234
-1772.000
8596.347
8404.700
2245.642
-6082.000
-2138.950
4205.144
-6507.910
11361.210
6322.943
-848.632
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
159.690
352.691
2233.062
462.963
2481.440
4642.553
2772.000
536.073
4650.131
1716.323
10436.140
6814.963
813.676
9332.768
1357.393
1470.075
9400.513
918.725
1071.474
1252.000
3806.906
3961.186
5332.286
1400.888
2852.559
4122.062
5791.904
8450.576
10729.110
8387.190
6130.850
8534.473
9558.884
9594.596
11806.340
14470.090
12294.960
12614.830
15954.850
18483.590
20605.640
20628.560
20899.860
22797.860
28591.520
45782.800
62552.940
60216.650
82522.520
4249.020
5050.877
4879.286
5998.813
7471.605
7917.647
7043.820
6489.640
7414.672
5931.058
11977.389
13349.005
14610.856
10499.806
13019.965
12384.961
13741.360
11519.241
11453.086
11022.497
17793.617
28855.000
22152.511
21017.406
24554.675
27619.013
23384.770
33326.851
41953.107
41367.568
50170.200
38572.691
725.490
912.281
1015.873
1390.625
2290.698
1941.176
1325.843
1436.937
1420.849
1573.379
2248.408
1873.134
1388.309
1172.816
1157.618
962.791
932.011
1407.859
1385.185
1516.310
1870.213
2530.000
1965.297
2315.057
2299.525
2925.254
2147.629
1668.758
1767.232
2162.162
1428.616
1995.439
2822.745
3571.053
4008.254
5448.281
5872.093
10327.731
8943.820
9220.721
9694.981
10225.256
16337.580
20472.637
21085.595
19436.893
20287.215
19702.326
19297.450
11922.764
16030.864
15635.546
18436.170
25278.000
23282.192
24668.407
23229.002
24635.704
26026.052
31124.216
38185.311
29797.774
35814.838
17274.800
956.863
1210.526
1358.730
1846.875
2069.767
2042.017
1707.865
1828.829
1980.695
2105.802
2146.497
2308.458
2319.415
2658.252
2922.942
2928.682
4926.346
5617.886
5825.926
6959.505
8074.468
9623.000
10458.450
11710.180
11986.530
14513.790
15073.480
15812.420
17388.700
11708.110
13700.130
13711.520
287.059
363.158
407.619
554.063
1023.256
428.571
617.978
603.604
555.985
655.290
595.541
786.070
703.549
844.660
908.932
1065.116
2113.314
2922.764
2440.741
1764.904
2193.617
2115.000
2271.233
2604.874
3911.252
6124.093
5526.386
6369.511
6091.525
6858.188
11928.930
25427.590
2890.520
2983.163
3186.000
5992.219
7856.442
18524.560
12560.940
11386.150
11992.970
17278.990
20424.510
27806.420
27737.870
24722.670
28097.650
26721.670
20373.860
18560.670
17450.220
14939.810
16342.000
20404.040
19441.680
19150.040
16116.870
15208.680
16133.490
18189.440
30792.460
18933.390
22694.330
41210.910
242
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
XAG
XG
XSR
MGK
MGI
MGC
MSR
CP
YN
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
5535.553
3948.570
4508.880
4904.740
6902.163
6484.163
2343.598
2760.565
3543.991
4678.985
6512.442
5412.057
2825.173
1208.420
4025.665
4467.569
4743.055
7741.274
7509.462
6330.923
6269.764
6711.360
7434.601
9198.842
8878.877
11143.970
12816.070
12586.410
27038.940
25130.320
19701.500
25870.050
739.200
1341.902
2144.227
2730.794
4107.317
3814.397
2511.478
3066.625
3222.877
4884.462
7419.897
6504.635
4095.548
3418.937
5914.996
6604.088
5882.642
6640.183
9989.501
16271.020
19938.894
20487.070
24782.844
33195.919
34249.821
35720.418
43017.623
42796.044
86275.887
81679.164
67736.983
106740.693
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
130.526
1183.178
2598.153
4512.440
4518.854
3904.224
4496.153
5907.323
5822.407
6224.415
4892.979
4847.813
4930.391
6758.834
7459.997
7271.735
6702.048
5787.978
6200.919
6716.950
12491.949
12464.905
11021.820
13963.077
1494.706
1597.526
2826.667
3287.813
2568.349
2758.387
2589.860
6143.072
4071.151
5240.614
5152.535
6322.224
8052.923
9446.353
11926.960
9587.560
5308.475
7523.431
5675.946
6674.835
5927.617
7749.815
12369.980
13818.450
13229.790
14000.280
15722.470
13862.300
23651.520
18554.760
14036.220
17816.940
1902.353
2145.632
2786.667
2913.750
3204.209
4148.244
4959.758
2775.680
3129.317
4589.157
5731.471
5690.000
6360.384
9469.006
12866.320
10282.310
9285.721
13316.230
16791.250
17682.870
20021.710
22541.730
26833.150
28534.200
30097.780
34022.180
44285.990
46207.660
78838.400
47084.440
43600.370
63981.250
2015.588
1477.211
1786.667
1227.188
2582.512
3565.286
2178.320
1839.694
2926.772
4647.065
3589.408
5074.866
3402.894
3737.765
3672.025
3288.487
1840.710
3196.858
887.185
830.465
997.979
1728.734
1889.759
2153.525
2645.959
2157.749
2630.851
6068.015
9574.637
15866.220
10087.840
28612.680
928.529
855.579
793.333
971.250
546.977
579.403
820.713
864.757
786.734
1367.536
1907.067
1753.751
2330.372
2102.874
2104.634
2443.938
3825.535
3850.454
14160.291
14061.496
14958.383
15835.056
16404.678
18204.463
17412.063
17040.263
20494.485
20554.496
39603.814
36570.525
32886.191
46634.763
46274.510
47228.070
47190.476
51781.250
55023.256
60991.597
49129.213
47135.135
47536.680
51825.939
62146.497
68415.423
74237.996
80912.621
78352.014
79688.372
80535.411
82101.626
85727.160
91164.229
94417.021
106312.000
114188.128
118259.356
125469.889
159335.994
186356.713
208340.025
218740.678
205985.374
253485.973
249122.577
2718.000
3340.000
3794.000
4548.000
6605.000
10708.000
12642.500
15466.700
18705.900
22746.000
32025.400
45445.700
54027.000
59632.600
73697.600
85914.400
94720.800
95823.100
114578.500
142104.800
167494.700
197721.000
227502.300
260786.300
329775.800
382219.700
452380.900
532568.000
627695.400
1002333.000
1107291.100
1290684.300
243
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
EO
-2851.050
-2182.069
-1629.390
-5075.290
-9859.300
-17699.467
-6444.676
-5960.199
-7589.912
-11386.838
-20754.986
-22609.548
-17954.488
-8704.476
-11805.480
-16320.798
-16723.253
-10839.340
-42.774
-1722.120
-2442.450
-3730.402
1186.348
799.748
5084.748
1625.196
13803.022
14000.634
-16365.210
-18350.280
-11931.700
-19042.785
INF
PROB
CPI
P
GASIA ER
RER
(%/Thn) (Indeks 0-1) (Indeks)
(Indeks) (%/Thn) (Rp/$) (Rp/$)
9.90
8.90
2.50
25.80
27.30
33.30
19.70
14.20
11.80
6.70
21.80
16.00
7.10
9.70
11.50
8.80
4.30
8.80
8.90
5.50
6.00
9.50
9.50
4.90
9.80
9.20
8.60
6.50
11.10
77.60
2.00
9.40
0.0510
0.0570
0.0630
0.0640
0.0860
0.1190
0.1780
0.2220
0.2590
0.2930
0.3140
0.4020
0.4790
0.5150
0.5710
0.6450
0.7060
0.7380
0.8100
0.8890
0.9400
1.0000
1.0950
1.1490
1.2620
1.3780
1.4970
1.5940
1.7700
3.1450
3.2080
3.5080
0.0120
0.0110
0.0120
0.0070
0.0090
0.0080
0.1630
0.1620
0.2090
0.0450
0.3430
0.1520
0.1380
0.1580
0.3730
0.5190
0.5020
0.2840
0.4060
0.4340
0.4060
0.2890
0.3400
0.4950
0.4630
0.3510
0.4580
0.4260
0.5330
0.7920
0.4580
0.4860
0.0810
0.0910
0.0950
0.1010
0.1330
0.1870
0.2220
0.2670
0.2960
0.3200
0.3720
0.4390
0.4930
0.5390
0.6030
0.6660
0.6980
0.7380
0.8070
0.8720
0.9280
1.0000
1.0940
1.1770
1.3240
1.4520
1.5820
1.6870
1.6990
1.7210
1.7870
1.8540
14.50
11.30
11.20
13.50
25.40
17.00
1.10
19.10
11.40
12.30
17.40
20.40
19.60
18.80
16.70
14.90
15.40
14.70
13.10
11.60
11.90
10.00
10.80
9.70
11.70
11.40
8.00
7.60
3.60
4.30
4.50
5.00
385
381
420
420
420
423
421
421
421
634
631
634
643
692
994
1076
1131
1655
1652
1729
1770
1843
1954
2062
2087
2162
2308
2383
4650
8025
7100
9595
BOP
IR
IRRD CPIUSA FED
(%/Thn) (%/Thn)
(Indeks) (%/Thn)
3660
-26.950 30.00 20.10 0.7700
3308
15.621 24.00 15.10 0.7900
3537
16.380 24.00 21.50 0.8000
3368
152.460 18.00 -7.80 0.8100
2589
104.580 15.00 -12.30 0.8200
1900
72.333 15.00 -18.30 0.8400
1612
422.684 15.00 -4.70 0.8500
1356 -370.059 15.00 0.80 0.8600
1252
386.478 12.00 0.20 0.8800
1763
794.402 9.00 2.30 0.8900
1527 -180.466 9.00 -12.80 0.9000
1314 2785.162 9.00 -7.00 0.9100
1213 1076.382 9.00 1.90 0.9300
1207 -206.216 9.00 -0.70 0.9400
1582
159.040 17.50 6.00 0.9600
1616 1777.552 18.70 9.90 1.0000
1653 -161.733 17.80 13.50 1.0200
2321
440.230 15.20 6.40 1.0350
2149 2284.716 17.00 8.10 1.0500
2122 1417.780 17.80 12.30 1.0700
2069 3132.900 18.10 12.10 1.0850
2018 2775.558 18.10 8.60 1.0950
1992 2807.898 22.50 13.00 1.1150
1980 6905.638 18.60 13.70 1.1300
1805 7646.768 13.50 3.70 1.1450
1720 2265.776 11.90 2.70 1.1550
1700 8837.332 13.90 5.30 1.1650
1660 7597.004 16.00 9.50 1.1750
3257 -11434.350 20.00 8.90 1.1900
5642 1781.550 70.00 -7.60 1.2100
4907 8612.300 20.00 18.00 1.2350
6495 11696.305 14.00 4.60 1.2550
8.00
7.00
8.00
9.00
9.00
9.00
8.00
8.00
8.00
8.00
8.00
8.00
10.00
8.00
5.00
6.00
4.00
3.50
4.00
4.50
4.50
5.00
5.00
4.00
3.00
4.00
6.00
5.00
5.00
4.00
4.00
4.50
244
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
Y
GY
YP
I
T
G
X
4792.160
6057.020
6790.480
9239.840
11255.810
14739.500
12595.510
13090.090
13652.510
14559.730
21328.030
25440.300
25496.870
24112.620
25276.710
24658.920
27269.120
21871.270
25682.720
25876.270
30574.470
39546.000
37977.170
41298.520
41426.310
48198.840
48773.550
54974.910
63432.770
50526.230
62872.510
58409.350
6562.750
8033.330
7911.030
10655.060
12715.790
16001.680
14897.750
15741.890
15742.860
16262.120
23541.080
27192.290
27111.900
25497.860
28385.990
25743.100
27622.380
22809.210
23153.090
24803.150
27900.000
36055.000
35211.870
37379.460
38659.270
40899.130
38147.630
44556.460
54721.470
50807.000
63964.150
48432.160
9165.270
8273.640
9839.110
13627.750
18865.920
28823.120
17416.010
17213.340
18890.370
28025.610
36955.000
44235.550
39177.440
33254.260
42534.460
43700.650
36821.960
39166.540
39842.160
42389.560
47481.050
54361.300
59119.120
68816.540
65947.610
67861.050
78168.100
80288.840
156599.240
138207.780
121154.630
187784.730
M
NFG
(%/Thn)
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
53294.120 6.00 48501.960 7803.920
58596.490 7.53 52539.470 4982.460
60222.220 7.01 53431.740 5492.060
71062.500 7.04 61822.660 7921.880
76802.330 8.10 65546.520 7732.560
89983.190 7.02 75243.690 11823.530
71025.280 4.98 58429.770 8174.160
69669.820 6.89 56579.730 11387.390
72223.550 7.41 58571.040 11590.730
77631.400 9.19 63071.670 18750.850
101991.720 6.26 80663.690 24420.380
113049.000 9.88 87608.700 26243.780
112791.230 7.59 87294.360 29509.400
115791.460 2.56 91678.840 30724.270
129067.600 3.30 103790.890 33229.420
133200.620 6.13 108541.700 30706.980
134165.440 2.44 106896.320 27787.540
129841.600 3.99 107970.330 19127.370
141454.940 3.59 115772.220 27344.440
159847.920 5.78 133971.650 30568.050
178185.850 7.54 147611.380 48617.020
197721.000 7.37 158175.000 58400.000
207764.660 6.91 169787.490 59908.680
226968.060 6.43 185669.540 64490.860
261312.040 7.00 219885.730 68700.480
277372.790 7.54 229173.950 75616.840
302191.650 8.21 253418.100 85571.140
334107.900 7.82 279132.990 86260.980
354630.170 4.70 291197.400 101299.440
318706.840 -13.01 268180.610 65447.060
345165.550 0.79 282293.040 30509.980
367925.970 4.90 309516.620 22295.330
6341.180 .
6075.950 6531.46
8193.330 6486.14
8400.000 4007.59
8902.050 4729.44
11051.320 2183.52
10548.650 8661.74
11623.200 2341.12
10913.970 1168.72
15844.370 493.98
16380.480 1360.44
18840.840
875.7
20146.570 5026.68
24756.000 4943.72
30569.940 1077.99
25602.300 643.81
20260.440 3168.25
27886.980 4515.9
37514.680 7309.43
39249.660 12895.32
41905.690 11955.27
47855.340 5019.83
57497.570 7532.13
62710.640 8322.54
63385.600 9907.7
67220.470 8666.95
83133.790 7021.02
86692.460 2717.27
151668.370 2759.06
118075.950 18279.59
100610.630 23191.44
157045.640 -1819.4
245
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN
NFP
DR
DMS
SIG
FIS
FOR
IRD
SSP
NSSP
(%/Thn)
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
98.84 .
.
720.33
152.75 700.12
1669.67
180.53 732.06
2419.66 2554.91 2453.63
2061.77
154.28 364.38
2476.34
1371.1
99.28
-3287.74 -3931.4 -855.35
793.95 1451.67 197.54
-25.86
1269.5 524.64
1226.08 1669.84 746.29
-91.2 2658.67 2288.79
2250.42 2278.53 1645.12
2796.34 -2341.92 1115.34
5196.42 -2256.34 286.47
2319.39 2403.62 -571.49
2445.17 1024.41
48.18
-271.83
35.71 1007.74
4711.79 2211.74 1510.88
3510.21 2663.75
-162
3668.25 -2175.13 528.48
4686.19
319.87 5208.9
6487.66 3340.02 2421.13
8280.59 2528.74 236.71
12500.01 2122.05 991.29
13464.41
22.91 4117.03
6186.33
271.3 3763.41
19373.45
1898 2260.95
15319.26 5793.65 5018.02
3449.03 17191.28 4055.18
-40745 16770.14 -12084.5
-26560.6 -2336.29 6673.58
-37781.4 22305.87 7382.49
-1117.65
5596.49
6650.79
11375
13220.93
16521.01
13949.44
11450.45
13258.69
7959.05
15538.22
21788.56
13139.87
7714.56
10964.97
14001.55
16689.8
26602.98
32324.69
34904.39
1595.75
-8600
-3013.7
5918.19
-6101.43
-11248.2
-14696.1
-19636.1
-22994.4
6345.31
-18289.6
-13872.9
-1770.59
-1976.32
-1120.56
-1415.22
-1459.98
-1262.19
-2302.25
-2651.8
-2090.35
-1702.39
-2213.06
-1751.99
-1615.03
-1385.24
-3109.28
-1084.19
-353.26
-937.94
2529.63
1073.12
2674.47
3491
2765.3
3919.06
2767.04
7299.71
10625.92
10418.45
8711.3
-280.76
-1091.65
9977.2
2824.1
2197.69
1645.77
5227.75
9963.88
17771.8
6867.36
5590.14
7976.39
12181.24
20574.52
25394.71
19030.87
8498.26
11964.52
18098.35
16561.52
11279.57
2327.49
3139.9
5575.35
6505.96
1621.55
6105.89
2562.02
640.58
-4965.69
-6403.63
4930.86
20131.83
20544
30739.09
-0.22 .
.
-0.17 700.12
-0.16 732.06
-0.09 2453.63
-0.06 364.38
-0.06
99.28
-0.07 -855.35
-0.07 197.54
-0.04 524.64
-0.01 746.29
-0.01 2288.79
-0.01 1645.12
0.01 1115.34
-0.01 286.47
-0.125 -490.93
-0.127 353.61
-0.138 2638.05
-0.117 632.83
-0.13
-7.68
-0.133 3671.34
-0.136 4821.66
-0.131 649.13
-0.175 8833.06
-0.146 9395.99
-0.105 6362.67
-0.079 -2318.6
-0.079
122
-0.11 9223.17
-0.15 -2452.73
-0.66 -723.27
-0.16 12996.52
-0.095 6533.86
700.118
732.063
2453.625
364.382
99.283
-855.353
197.536
524.638
746.294
2288.787
1645.118
1115.337
286.474
-490.932
193.92
2285.36
-1600.23
-470.641
1189.899
179.109
-2122.87
8296.982
4745.858
4646.347
-12754.7
-6692.96
8409.49
-11785.5
-2080.66
11526.45
-2866.65
246
Lampiran 3. Definisi Operasional Variabel Endogen dan Eksogen
No
Variabel
Definisi Operasional
Satuan
A.
1. SP =
Tabungan Swasta
Variabel Endogen
SP = S − SG
= Tabungan Nasional − Tabungan
Pemerintah
Miliar Rupiah
2. IP =
Investasi Swasta
IP = I kf + Ics
Miliar Rupiah
= Gross Fixed Capital Formation
+ Changes in the Stock of
Investment
CP = Konsumsi Swasta
Miliar Rupiah
3. CP =
Konsumsi Swasta
4. IG =
Pengeluaran Investasi
Pemerintah
5. CG =
Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah
6. TD =
Pajak Langsung
7. TI =
Pajak Tak Langsung
8. TN =
Penerimaan NonPajak
9. TT =
Pajak Perdagangan
Internasional
10. XAG =
Ekspor Komoditi
Pertanian
11. XG =
Ekspor Barang
Manufaktur
12. XSR =
Ekspor Jasa
13. MGK =
Impor Barang Modal
14. MGI =
Impor Barang
IG = Pengeluaran Investasi
Pemerintah
Miliar Rupiah
CG = G − IG
= Total Pengeluaran Pemerintah –
Investasi Pemerintah
TD = Penerimaan Pemerintah dari
Pajak Pendapatan
TI = Penerimaan Pemerintah dari
Pajak Pertambahan Nilai
TN = Penerimaan Pemerintah yang
Berasal dari Non-Pajak
Miliar Rupiah
TT = Penerimaan Pemerintah dari
Pajak Ekspor dan Pajak Impor
Miliar Rupiah
XAG = Ekspor Komoditi Pertanian
Miliar Rupiah
XMG = Ekspor Barang Manufaktur
Miliar Rupiah
XSR = Ekspor Jasa dalam bentuk
Tenaga Kerja Indonesia ke
Luar Negeri
MGK = Impor Barang Modal
Miliar Rupiah
MGI = Impor Bahan Baku dan Bahan
Penolong
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
247
No
Variabel
Intermediary
15. MGC =
Impor Barang
Konsumsi
16. MSR =
Impor Jasa
Definisi Operasional
Satuan
MGC = Impor Barang Konsumsi
Miliar Rupiah
MSR = Foreign Payment for Factor
and Non-Factor Services
Miliar Rupiah
Lampiran 3. Lanjutan
No
Variabel
17.
FG =
Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah
FDI =
Penanaman Modal
Asing Langsung
FL =
Pinjaman Luar Negeri
Swasta
MS =
Jumlah Uang Beredar
IR =
Tingkat Suku Bunga
Nominal Domestik
INF =
Tingkat Inflasi
RER =
Nilai Tukar Riil Mata
Uang
PROB =
Probalilitas Terjadinya
Krisis Ekonomi
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
Y=
Produk Domestik
Bruto Riil
I=
Total Investasi
T=
Total Penerimaan
Pemerintah
G=
Total Pengeluaran
Pemerintah
X=
Total Ekspor
Definisi Operasional
Satuan
FG = Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah
Miliar Rupiah
FDI = Penanaman Modal Asing
Langsung yang Disetujui oleh
Pemerintah
FL = Pinjaman Luar Negeri Swasta
Miliar Rupiah
MS = Jumlah Uang Beredar
Miliar Rupiah
IR = Tingkat Suku Bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI)
%/Tahun
INF = Tingkat Inflasi
%/Tahun
RER = Rp/US$ *
CPIUSA/CPIIndonesia
= Nilai Tukar Riil Efektif
PROB = Angka Indeks Probabilitas
Terjadinya Krisis Ekonomi
Di Indonesia dalam
Penelitian Oh (2000)
Y = YN/P
= PDB Nominal/Deflator
Rp/$
I = IP + IG
= Investasi Swasta + Investasi
Pemerintah
T = TD + TI + TN + TT
Miliar Rupiah
G = IG + CG
Miliar Rupiah
X = XMG + XAG + XG + XSR
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
0-1
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
248
No
30.
31.
32.
Variabel
M=
Total Impor
DR =
Perubahan Cadangan
Devisa
NFG =
Aliran Dana Asing
Netto
ke Sektor Publik
Definisi Operasional
Satuan
M = MGK + MGI + MGC + MSR
Miliar Rupiah
DR = R – R1
Cadangan Devisa Tahun Ini –
Cadangan Devisa Tahun
Sebelumnya
NFG = FG – DR
= Pinjaman Luar Negeri
Pemerintah – Perubahan
Cadangan Devisa
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Lampiran 3. Lanjutan
No
Variabel
33.
NFP =
Aliran Dana Asing
Netto ke Sektor
Swasta
34.
DMS =
Perubahan Jumlah
Uang Beredar
35.
SIG =
Kesenjangan
Tabungan
FIS =
Kesenjangan Fiskal
36.
37.
38.
FOR =
Kesenjangan Valuta
Asing
BOP =
Balance of Payment
39.
IRD =
Perbedaan Tingkat
Suku Bunga Asing
dan Domestik
40.
IRRD =
Tingkat Suku Bunga
Riil Domestik
41.
SSP =
Aliran Dana dari
Sektor Swasta ke
Sektor Publik
Definisi Operasional
Satuan
NFP = FDI + FL – KF
= Penanaman Modal Asing
Langsung + Pinjaman Luar
Negeri Swasta – Pelarian
Modal
MS = MS – MS1
= Jumlah Uang Beredar Tahun
Ini – Jumlah Uang Beredar
Tahun Sebelumnya
SIG = SP – IP
= Tabungan Swasta – Investasi
Swasta
FIS = T – G
= Penerimaan Pemerintah –
Pengeluaran Pemerintah
FOR = X – M
= Total Ekspor – Total Impor
Miliar Rupiah
BOP = FOR + EO
= Kesenjangan Valuta Asing +
Error and Ommissions dalam
Penghitungan Balance of
Payment
IRD = FED – IR
= Tingkat Suku Bunga Federal
Reserves Amerika Serikat di
London – Tingkat Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia
IRRD = IR – INF
= Tingkat Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia –
Tingkat Inflasi
SSP = DMS + DGB
= Perubahan Jumlah Uang
Beredar + Perubahan
Penjualan Obligasi
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
%/Tahun
%/Tahun
Miliar Rupiah
249
Variabel
No
42.
NSSP =
Aliran Dana Netto dari
Sektor Swasta ke
Sektor Publik
Definisi Operasional
Pemerintah
NSSP = SSP – RP
= Aliran Dana dari Sektor
Swasta ke Sektor Publik –
Pengembalian Pinjaman
Dalam Negeri
Satuan
Miliar Rupiah
Lampiran 3. Lanjutan
Variabel
No
B.
Variabel Eksogen
1.
GASIA =
Pertumbuhan
Ekonomi Asia
2.
R=
Cadangan Devisa
KF =
Private Capital Flight
3.
4.
5.
6.
7.
8.
FED =
Tingkat Suku Bunga
Amerika Serikat
EO =
Error and Ommissions
dalam Penghitungan
Balance of Payment
DGB =
Perubahan Penjualan
Obligasi Pemerintah
P=
Indeks Deflator PDB
RP =
Repayments
Definisi Operasional
Satuan
GASIA = Rata-Rata Tahunan
Pertumbuhan Ekonomi di
Singapura, Malaysia dan
Hongkong
R = Cadangan Devisa
%/Tahun
KF = Net Short-Term Bank and NonBank Foreign Assets Acquired
by Private Sector + Error and
Ommissions in BOP
FED = Tingkat Suku Bunga Federal
Reserves Amerika Serikat di
London
EO = Error and Ommissions in BOP
= Net Capital Inflows
Miliar Rupiah
DGB = Perubahan Penjualan
Obligasi Pemerintah
Miliar Rupiah
P = Angka Indeks Deflator PDB
Angka Indeks
RP = Pengembalian Pinjaman Dalam
Negeri
Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
%/Tahun
Miliar Rupiah
Keterangan:
Semua variabel yang dinyatakan dalam satuan nilai Rupiah diriilkan dengan
Deflator PDB (P) tahun dasar 1990. Angka Indeks P tahun dasar 1990 = 1.
250
Lampiran 4. Program Komputer Estimasi Parameter Model
Makroekonomi Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan
SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metode 2SLS
options nodate nonumber;
DATA RATNA;
SET RATNA1;
Y
Y1
SP1
IP1
IG1
CP1
I
TD1
TI1
TT1
TN1
TNT
TNT1
T
YP
YG
G
CG
CG1
XAG1
XG1
XSR1
X
MGK1
MGI1
MGC1
MSR1
M
IR1
MS1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
(YN/P);
LAG(Y);
LAG(SP);
LAG(IP);
LAG(IG);
LAG(CP);
IP+IG;
LAG(TD);
LAG(TI);
LAG(TT);
LAG(TN);
TD+TI+TN;
LAG(TNT);
TNT+TT;
Y-T;
(Y-Y1)/Y1;
CG+IG;
G-IG;
LAG(CG);
LAG(XAG);
LAG(XG);
LAG(XSR);
XMG+XAG+XG+XSR;
LAG(MGK);
LAG(MGI);
LAG(MGC);
LAG(MSR);
MGK+MGI+MGC+MSR;
LAG(IR);
LAG(MS);
251
DMS
RER
RER1
INF1
R1
DR
FG1
NFG
NFP
FDI1
FL1
PROB1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
MS-MS1;
ER*(CPIUSA/CPI);
LAG(RER);
LAG(INF);
LAG(R);
R-R1;
LAG(FG);
FG-DR;
FDI+FL-KF;
LAG(FDI);
LAG(FL);
LAG(PROB);
Lampiran 4. Lanjutan
SIG
FIS
FOR
BOP
IRD
IRRD
SSP
NSSP
=
=
=
=
=
=
=
=
SP-IP;
T-G;
X-M;
FOR+EO;
FED-IR;
IR-INF;
DMS+DGB;
SSP-RP;
RUN;
TITLE 'MODEL THREE-GAP';
PROC SYSLIN 2SLS
ENDOGENOUS
SP
TD
XAG
MGK
FG
IR
DATA=RATNA1 SIMPLE ;
IP
TI
XG
MGI
FDI
INF
CP
TN
XSR
MGC
FL
RER
IG
TT
MSR
MS
PROB
CG
;
INSTRUMENTS
GASIA
DGB
CP1
TN1
MGK1
FG1
INF1
MODEL SP
MODEL IP
MODEL CP
R
P
IG1
TT1
MGI1
FDI1
RER1
KF
RP
CG1
XAG1
MGC1
FL1
PROB1
FED
SP1
TD1
XG1
MSR1
MS1
= IRRD YP SP1 /dw ;
= IRRD R NSSP FL IP1
= SP
Y CP1 /dw ;
EO
IP1
TI1
XSR1
IR1
;
/dw ;
252
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
IG
CG
TD
TI
TN
TT
XAG
XG
XSR
MGK
MGI
MGC
MSR
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
T NSSP NFG IG1 /dw ;
T NSSP NFG CG1 /dw ;
Y TD1
/dw ;
CP IP
TI1
/dw ;
Y NSSP NFG TN1
/dw ;
X M
RER TT1
/dw ;
RER XAG1 /dw ;
RER XG1
/dw ;
RER GASIA XSR1 /dw ;
RER Y MGK1 /dw ;
RER X MGI1 /dw ;
RER Y MGC1 /dw ;
RER Y IRD MSR1 /dw ;
Lampiran 4. Lanjutan
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
FG
FDI
FL
MS
IR
INF
RER
PROB
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
IDENTITY
=
=
=
=
=
=
=
=
RER IRD R Y FG1
/dw ;
RER IRD R Y PROB FDI1 /dw ;
RER IRD R Y PROB FL1
/dw ;
IR
G
MS1
/dw ;
INF IR1
/dw ;
RER IR T
G
INF1
/dw ;
IRRD MS R
BOP RER1
/dw ;
SIG FIS FOR NFG NFP PROB1 /dw ;
Y
I
T
G
X
M
NFG
NFP
DR
DMS
SIG
FIS
FOR
BOP
IRD
IRRD
SSP
NSSP
PROC PRINT ;
RUN;
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
CP+IP+G+X-M;
IP+IG;
TD+TI+TN+TT;
CG+IG;
XMG+XAG+XG+XSR;
MGK+MGI+MGC+MSR;
FG-DR;
FDI+FL-KF;
R-R1;
MS-MS1;
SP-IP;
T-G;
X-M;
FOR+EO;
FED-IR;
IR-INF;
DMS+DGB;
SSP-RP;
253
Lampiran 5. Hasil Estimasi Parameter Model Makroekonomi Three-Gap
Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12
Prosedur SYSLIN Metode 2SLS
MODEL THREE-GAP
SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model: SP
Dependent variable: SP SP
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 6195731701.2 2065243900.4
27 4380327364.9 162234346.85
30 10576059066
Root MSE
Dep Mean
C.V.
12737.12475
31796.16887
40.05868
Variable
DF
Parameter
Estimate
INTERCEP
IRRD
YP
SP1
1
1
1
1
7662.352536
23577
0.013432
0.843857
R-Square
Adj R-SQ
DF
Model
Error
C Total
5 18281227548 3656245509.7
25 1166295633.0 46651825.322
30 19447523181
Parameter
6830.21415
25697.51155
26.57928
0.0001
Variable
Prob > |T|
Label
0.1301
0.3648
0.7260
0.0001
Inter
IRRD
YP
SP1
1.692
31
0.153
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
Root MSE
Dep Mean
C.V.
12.730
1.561
0.922
0.354
4.871
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: IP
Dependent variable: IP IP
Prob>F
0.5858
0.5398
Parameter Estimates
Standard
T for H0:
Error
Parameter=0
4907.844556
25577
0.037935
0.173228
F Value
R-Square
Adj R-SQ
Parameter Estimates
Standard
T for H0:
F Value
Prob>F
78.373
0.0001
0.9400
0.9280
Variable
254
Variable
DF
Estimate
Error
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
IRRD
R
NSSP
FL
IP1
1
1
1
1
1
1
376.260151
-8.613738
0.074199
-1.112474
0.995536
0.935624
2053.476610
14235
0.115364
0.264479
0.208629
0.066938
0.183
-0.001
0.643
-4.206
4.772
13.977
0.8561
0.9995
0.5260
0.0003
0.0001
0.0001
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Label
Inter
IRRD
R
NSSP
FL
IP1
1.770
31
0.108
Lampiran 5. Lanjutan
Model: CP
Dependent variable: CP CP
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 119721734392 39907244797
27 1537524444.0 56945349.777
30 121259258836
Root MSE
7546.21427
Dep Mean 105843.11913
C.V.
7.12962
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
700.799
0.0001
0.9873
0.9859
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
SP
Y
CP1
1
1
1
1
5229.175103
-0.378127
0.412549
0.425291
3286.411240
0.098586
0.064068
0.102634
1.591
-3.836
6.439
4.144
0.1232
0.0007
0.0001
0.0003
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: IG
Dependent variable: IG IG
Variable
Label
Inter
SP
Y
CP1
1.720
31
0.054
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
4 253836372.54 63459093.136
26 135882498.32 5226249.9353
30 389718870.86
Root MSE
Dep Mean
C.V.
2286.09928
10903.61861
20.96643
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
12.142
0.0001
0.6513
0.5977
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
T
NSSP
1
1
1
2832.859427
0.023689
0.110253
1286.044555
0.033242
0.090590
2.203
0.713
1.217
0.0367
0.4824
0.2345
Variable
Label
Inter
T
NSSP
255
NFG
IG1
1
1
0.005395
0.684031
0.089078
0.134079
0.061
5.102
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
0.9522
0.0001
NFG
IG1
2.365
31
-0.237
Lampiran 5. Lanjutan
Model: CG
Dependent variable: CG CG
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
4 4403497558.8 1100874389.7
26 257366025.19 9898693.2765
30 4660863584.0
Root MSE
Dep Mean
C.V.
3146.21889
17823.96752
17.65162
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
111.214
0.0001
0.9448
0.9363
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
T
NSSP
NFG
CG1
1
1
1
1
1
-3151.074086
0.498442
0.061521
0.241284
0.277084
1249.112936
0.082576
0.124618
0.121122
0.116986
-2.523
6.036
0.494
1.992
2.369
0.0181
0.0001
0.6257
0.0570
0.0256
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: TD
Dependent variable: TD TD
Variable
Label
Inter
T
NSSP
NFG
CG1
1.452
31
0.262
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
2 1855524342.7 927762171.33
28 573509798.32 20482492.797
30 2429034141.0
Root MSE
Dep Mean
C.V.
4525.75881
18234.62987
24.81958
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
45.295
0.0001
0.7639
0.7470
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
Y
1
1
3655.623451
0.035387
1758.871123
0.017988
2.078
1.967
0.0470
0.0591
Variable
Label
Inter
Y
256
TD1
1
0.480616
0.192349
2.499
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
0.0186
TD1
1.674
31
-0.089
Lampiran 5. Lanjutan
Model: TI
Dependent variable: TI TI
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 816555553.07 272185184.36
27 39292913.489 1455293.0922
30 855848466.56
Root MSE
Dep Mean
C.V.
1206.35529
6726.63816
17.93400
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
187.031
0.0001
0.9541
0.9490
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
CP
IP
TI1
1
1
1
1
-406.078665
0.026749
0.056261
0.452205
510.193707
0.010705
0.019734
0.181795
-0.796
2.499
2.851
2.487
0.4330
0.0188
0.0083
0.0193
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: TN
Dependent variable: TN TN
Variable
Label
Inter
CP
IP
TI1
1.561
31
0.215
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
4 662884450.29 165721112.57
26 57189711.459 2199604.2869
30 720074161.74
Root MSE
Dep Mean
C.V.
1483.10630
3250.88116
45.62167
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
75.341
0.0001
0.9206
0.9084
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
Y
NSSP
1
1
1
1027.561502
-0.020287
0.119674
662.106456
0.006769
0.059400
1.552
-2.997
2.015
0.1328
0.0059
0.0544
Variable
Label
Inter
Y
NSSP
257
NFG
TN1
1
1
-0.058979
2.454869
0.058570
0.243821
-1.007
10.068
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
0.3232
0.0001
NFG
TN1
1.357
31
0.252
Lampiran 5. Lanjutan
Model: TT
Dependent variable: TT TT
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
4 3470226.8755 867556.71889
26 4380944.6427 168497.87087
30 7851171.5182
Root MSE
Dep Mean
C.V.
410.48492
1691.20271
24.27178
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
5.149
0.0034
0.4420
0.3562
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
X
M
RER
TT1
1
1
1
1
1
598.577042
0.000566
0.001934
0.031594
0.583324
357.777197
0.009246
0.009253
0.092464
0.177245
1.673
0.061
0.209
0.342
3.291
0.1063
0.9516
0.8361
0.7353
0.0029
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: XAG
Dependent variable: XAG XAG
Inter
X
M
RER
TT1
1.911
31
0.036
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
2 1106394324.0 553197162.02
28 315020258.26 11250723.509
30 1421414582.3
Root MSE
Dep Mean
C.V.
Variable
Label
3354.20982
8504.27116
39.44147
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
49.170
0.0001
0.7784
0.7625
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
1
1
-341.497938
1.045601
1266.677747
0.743188
-0.270
1.407
0.7894
0.1705
Variable
Label
Inter
RER
258
XAG1
1
0.814944
0.157655
5.169
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
0.0001
XAG1
1.944
31
-0.011
Lampiran 5. Lanjutan
Model: XG
Dependent variable: XG XG
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
2 20707026324 10353513162
28 3117547874.9 111340995.53
30 23824574199
Root MSE
Dep Mean
C.V.
10551.82428
22489.89955
46.91806
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
92.989
0.0001
0.8691
0.8598
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
XG1
1
1
1
-3165.432449
2.870310
0.992646
4177.054021
2.105892
0.114978
-0.758
1.363
8.633
0.4549
0.1837
0.0001
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: XSR
Dependent variable: XSR XSR
Inter
RER
XG1
2.290
31
-0.243
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 422514070.94 140838023.65
27 51597205.319 1911007.6044
30 474111276.26
Root MSE
Dep Mean
C.V.
Variable
Label
1382.39199
4864.80865
28.41616
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
73.698
0.0001
0.8912
0.8791
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
GASIA
XSR1
1
1
1
1
912.903776
0.144237
4754.296753
0.951878
1130.388472
0.242614
5598.846942
0.084182
0.808
0.595
0.849
11.307
0.4264
0.5571
0.4033
0.0001
Variable
Label
Inter
RER
GASIA
XSR1
259
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
1.902
31
0.008
Lampiran 5. Lanjutan
Model: MGK
Dependent variable: MGK MGK
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 783530732.70 261176910.90
27 140546171.56 5205413.7616
30 924076904.26
Root MSE
Dep Mean
C.V.
2281.53759
8951.44590
25.48792
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
50.174
0.0001
0.8479
0.8310
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
Y
MGK1
1
1
1
1
737.747103
-0.327353
0.038622
0.283621
942.820087
0.369038
0.009050
0.161556
0.782
-0.887
4.268
1.756
0.4407
0.3829
0.0002
0.0905
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: MGI
Dependent variable: MGI MGI
Inter
RER
Y
MGK1
2.115
31
-0.063
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 10915459220 3638486406.8
27 983212136.65 36415264.320
30 11898671357
Root MSE
Dep Mean
C.V.
Variable
Label
6034.50614
20134.73723
29.97062
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
99.917
0.0001
0.9174
0.9082
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
X
MGI1
1
1
1
1
810.543811
-2.834517
0.382828
0.284511
2295.372286
1.146952
0.057709
0.125922
0.353
-2.471
6.634
2.259
0.7267
0.0201
0.0001
0.0321
Variable
Label
Inter
RER
X
MGI1
260
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
1.151
31
0.396
Lampiran 5. Lanjutan
Model: MGC
Dependent variable: MGC MGC
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
3 645195437.25 215065145.75
27 256284458.10 9492016.9665
30 901479895.34
Root MSE
Dep Mean
C.V.
3080.91171
4392.43013
70.14139
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
22.657
0.0001
0.7157
0.6841
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
Y
MGC1
1
1
1
1
-4146.607785
-2.059811
0.011396
0.500243
1298.886333
0.600333
0.006789
0.256280
-3.192
-3.431
1.679
1.952
0.0036
0.0019
0.1048
0.0614
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: MSR
Dependent variable: MSR MSR
Inter
RER
Y
MGC1
1.701
31
-0.067
Analysis of Variance
Sum of
Squares
Mean
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
4 4840754408.0 1210188602.0
26 280606834.61 10792570.562
30 5121361242.7
Root MSE
Dep Mean
C.V.
Variable
Label
3285.20480
11378.25400
28.87266
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
112.132
0.0001
0.9452
0.9368
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
Y
IRD
1
1
1
1
-11492
2.651873
0.090017
1743.806123
2610.607526
0.705174
0.018890
7578.263376
-4.402
3.761
4.765
0.230
0.0002
0.0009
0.0001
0.8198
Variable
Label
Inter
RER
Y
IRD
261
MSR1
1
0.150864
0.205424
0.734
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
0.4693
MSR1
1.698
31
0.131
Lampiran 5. Lanjutan
Model: FG
Dependent variable: FG FG
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
5 1440165376.1 288033075.22
25 102673702.02 4106948.0808
30 1542839078.1
Root MSE
Dep Mean
C.V.
2026.56065
8502.52065
23.83482
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
70.133
0.0001
0.9335
0.9201
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
INTERCEP
RER
IRD
R
Y
FG1
1
1
1
1
1
1
-1705.411360
0.873694
-27471
0.093463
0.013761
0.128429
1775.069168
0.736375
4127.542195
0.072403
0.010633
0.102641
-0.961
1.186
-6.656
1.291
1.294
1.251
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: FDI
Dependent variable: FDI FDI
DF
Model
Error
C Total
6 466624662.99 77770777.166
24 31644812.278 1318533.8449
30 498269475.27
Root MSE
Dep Mean
C.V.
1148.27429
855.16758
134.27477
0.3459
0.2466
0.0001
0.2086
0.2074
0.2224
Inter
RER
IRD
R
Y
FG1
1.346
31
0.310
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
Variable
Prob > |T|
Label
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
58.983
0.0001
0.9365
0.9206
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
IRD
R
1
1
1
1
-2777.314672
1.410836
24249
-0.266214
1178.852035
0.552408
5375.466813
0.046619
-2.356
2.554
4.511
-5.710
0.0270
0.0174
0.0001
0.0001
Variable
Label
Inter
RER
IRD
R
262
Y
PROB
FDI1
1
1
1
0.027902
4694.525197
1.239733
0.007064
2618.771516
0.137853
3.950
1.793
8.993
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
0.0006
0.0856
0.0001
Y
PROB
FDI1
1.675
31
0.149
Lampiran 5. Lanjutan
Model: FL
Dependent variable: FL FL
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
6 2041335558.7 340222593.12
24 308900132.08 12870838.837
30 2350235690.8
Root MSE
Dep Mean
C.V.
3587.59513
586.67742
611.51069
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
26.434
0.0001
0.8686
0.8357
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
INTERCEP
RER
IRD
R
Y
PROB
FL1
1
1
1
1
1
1
1
-5490.723278
-2.704699
45016
-0.751663
0.090389
8101.699014
0.112137
3685.455275
1.511974
10240
0.161925
0.020605
7295.397967
0.125476
-1.490
-1.789
4.396
-4.642
4.387
1.111
0.894
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: MS
Dependent variable: MS MS
DF
Model
Error
C Total
3 4548681858.7 1516227286.2
27 100042260.51 3705268.9078
30 4648724119.2
Root MSE
Dep Mean
C.V.
1924.90751
19199.59306
10.02577
0.1493
0.0863
0.0002
0.0001
0.0002
0.2778
0.3804
Inter
RER
IRD
R
Y
PROB
FL1
1.789
31
0.080
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
Variable
Prob > |T|
Label
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
409.208
0.0001
0.9785
0.9761
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
IR
G
MS1
1
1
1
1
3019.749400
-26210
0.080780
1.035534
1075.011165
3855.267483
0.073375
0.093434
2.809
-6.799
1.101
11.083
0.0091
0.0001
0.2807
0.0001
Variable
Label
Inter
IR
G
MS1
263
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
1.014
31
0.404
Lampiran 5. Lanjutan
Model: IR
Dependent variable: IR IR
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of
Squares
Mean
Square
Model
Error
C Total
2
28
30
0.21278
0.12511
0.33789
Root MSE
Dep Mean
C.V.
0.06684
0.17535
38.11896
F Value
Prob>F
0.10639
0.00447
23.812
0.0001
R-Square
Adj R-SQ
0.6297
0.6033
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
INF
IR1
1
1
1
0.041871
0.580632
0.307098
0.027480
0.087952
0.113425
1.524
6.602
2.707
0.1388
0.0001
0.0114
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: INF
Dependent variable: INF INF
Variable
Label
Inter
INF
IR1
1.099
31
0.437
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of
Squares
Mean
Square
Model
Error
C Total
5
25
30
0.33534
0.24900
0.58434
Root MSE
Dep Mean
C.V.
0.09980
0.13442
74.24503
F Value
Prob>F
0.06707
0.00996
6.734
0.0004
R-Square
Adj R-SQ
0.5739
0.4887
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
RER
IR
T
G
INF1
1
1
1
1
1
1
-0.005179
-0.000003415
1.014395
-0.000004104
0.000003191
0.005633
0.050705
0.000018965
0.234831
0.000007408
0.000009150
0.173182
-0.102
-0.180
4.320
-0.554
0.349
0.033
0.9195
0.8586
0.0002
0.5845
0.7302
0.9743
Variable
Label
Inter
RER
IR
T
G
INF1
264
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
1.178
31
0.364
Lampiran 5. Lanjutan
Model: RER
Dependent variable: RER RER
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
DF
Model
Error
C Total
5 46670543.334 9334108.6667
25 3519732.2470 140789.28988
30 50190275.581
Root MSE
Dep Mean
C.V.
375.21899
2342.98226
16.01459
R-Square
Adj R-SQ
F Value
Prob>F
66.298
0.0001
0.9299
0.9158
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
T for H0:
Parameter=0
Prob > |T|
INTERCEP
IRRD
MS
R
BOP
RER1
1
1
1
1
1
1
774.322578
-1009.597850
0.041281
-0.059054
-0.050483
0.618487
272.641442
783.487555
0.013876
0.009647
0.019351
0.095865
2.840
-1.289
2.975
-6.122
-2.609
6.452
0.0088
0.2093
0.0064
0.0001
0.0151
0.0001
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
Model: PROB
Dependent variable: PROB PROB
DF
Model
Error
C Total
6
24
30
0.79606
0.40736
1.20342
Root MSE
Dep Mean
C.V.
0.13028
0.30426
42.81943
Variable
DF
Parameter
Estimate
INTERCEP
SIG
FIS
FOR
NFG
NFP
PROB1
1
1
1
1
1
1
1
0.080879
0.000003033
-0.000018240
-0.000000173
0.000002641
-0.000002747
0.592731
F Value
Prob>F
0.13268
0.01697
7.817
0.0001
R-Square
Adj R-SQ
0.6615
0.5769
Parameter Estimates
Standard
T for H0:
Error
Parameter=0
0.076474
0.000002283
0.000010107
0.000005227
0.000006968
0.000003164
0.183326
Inter
IRRD
MS
R
BOP
RER1
2.233
31
-0.134
Analysis of Variance
Sum of
Mean
Squares
Square
Source
Variable
Label
1.058
1.328
-1.805
-0.033
0.379
-0.868
3.233
Prob > |T|
0.3008
0.1966
0.0837
0.9739
0.7080
0.3938
0.0035
Variable
Label
Inter
SIG
FIS
FOR
NFG
NFP
PROB1
265
Durbin-Watson
(For Number of Obs.)
1st Order Autocorrelation
1.902
31
0.030
Lampiran 6. Program Komputer Uji Durbin-h dengan Menggunakan
SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data
PROC AUTOREG DATA=RATNA1;
MODEL SP
MODEL IP
MODEL CP
= IRRD YP SP1 /LAGDEP=SP1 METHOD=YW NLAG=1
;
= IRRD R NSSP FL IP1 /LAGDEP=IP1 METHOD=YW NLAG=1 ;
= SP Y CP1 /LAGDEP=CP1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
=
=
=
=
=
=
IG
CG
TD
TI
TN
TT
T NSSP NFG IG1 /LAGDEP=IG1 METHOD=YW NLAG=1 ;
T NSSP NFG CG1 /LAGDEP=CG1 METHOD=YW NLAG=1 ;
Y TD1
/LAGDEP=TD1 METHOD=YW NLAG=1
;
CP IP TI1
/LAGDEP=TI1 METHOD=YW NLAG=1 ;
Y NSSP NFG TN1 /LAGDEP=TN1 METHOD=YW NLAG=1 ;
X M
RER TT1 /LAGDEP=TT1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL XAG
MODEL XG
MODEL XSR
= RER XAG1 /LAGDEP=XAG1 METHOD=YW NLAG=1 ;
= RER XG1 /LAGDEP=XG1 METHOD=YW NLAG=1 ;
= RER GASIA XSR1 /LAGDEP=XSR1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL
MODEL
MODEL
MODEL
=
=
=
=
MGK
MGI
MGC
MSR
RER
RER
RER
RER
Y
X
Y
Y
MGK1 /LAGDEP=MGK1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MGI1 /LAGDEP=MGI1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MGC1 /LAGDEP=MGC1 METHOD=YW NLAG=1 ;
IRD MSR1 /LAGDEP=MSR1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL FG
MODEL FDI
MODEL FL
= RER IRD R Y FG1 /LAGDEP=FG1 METHOD=YW NLAG=1 ;
= RER IRD R Y PROB FDI1 /LAGDEP=FDI1 METHOD=YW NLAG=1;
= RER IRD R Y PROB FL1 /LAGDEP=FL1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL MS
MODEL IR
= IR G MS1
/LAGDEP=MS1 METHOD=YW NLAG=1
= INF IR1 /LAGDEP=IR1 METHOD=YW NLAG=1 ;
;
MODEL INF = RER IR T G INF1 /LAGDEP=INF1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL RER = IRRD MS R BOP RER1 /LAGDEP=RER1 METHOD=YW NLAG=1 ;
MODEL PROB = SIG FIS FOR NFG NFP PROB1 /LAGDEP=PROB1 METHOD=YW NLAG=1;
RUN;
266
Lampiran 7. Hasil Uji Durbin-h dengan Menggunakan SAS/ETS
Versi 6.12 Prosedur Autoreg Data
Dependent Variable = SP
SP
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
4.3803E9
1.6223E8
683.4686
0.5858
3.227197
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IRRD
YP
SP1
1
1
1
1
7662.352536
23577
0.013432
0.843857
4907.8
25576.6
0.0379
0.1732
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
27
12737.12
677.7327
0.5858
0.0006
t Ratio Approx Prob
1.561
0.922
0.354
4.871
0.1301
0.3648
0.7260
0.0001
Variable Label
IRRD
YP
SP1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
1.413E8
21630323
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.153080 |
|********************|
|***
|
Preliminary MSE = 1.3799E8
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.15307988
Std Error
0.193805
t Ratio
-0.790
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
4.1836E9
1.6091E8
685.5017
0.5126
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IRRD
YP
SP1
1
1
1
1
8829.365454
-33691
0.004943
0.737859
5649.3
26780.1
0.0404
0.1766
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
12684.93
678.3318
0.6044
t Ratio Approx Prob
1.563
-1.258
0.122
4.177
0.1302
0.2196
0.9036
0.0003
Variable Label
IRRD
YP
SP1
267
Lampiran 7. Lanjutan
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Dependent Variable = IP
IP
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
1.1663E9
46651825
649.3146
0.9400
0.649721
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IRRD
R
NSSP
FL
IP1
1
1
1
1
1
1
376.260151
-8.613738
0.074199
-1.112474
0.995536
0.935624
2053.5
14234.8
0.1154
0.2645
0.2086
0.0669
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
25
6830.214
640.7106
0.9400
0.2579
t Ratio Approx Prob
0.183
-0.001
0.643
-4.206
4.772
13.977
0.8561
0.9995
0.5260
0.0003
0.0001
0.0001
Variable Label
IRRD
R
NSSP
FL
IP1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
37622440
4073986
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.108286 |
|********************|
|**
|
Preliminary MSE = 37181284
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.10828608
0.202924
-0.534
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
1.1509E9
47953542
652.348
0.9279
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IRRD
R
NSSP
FL
IP1
1
1
1
1
1
1
391.533941
-678.172691
0.089719
-1.115600
1.001262
0.924991
2294.1
14966.2
0.1187
0.2616
0.2185
0.0710
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
24
6924.85
642.3101
0.9408
t Ratio Approx Prob
0.171
-0.045
0.756
-4.264
4.582
13.024
0.8659
0.9642
0.4570
0.0003
0.0001
0.0001
Variable Label
IRRD
R
NSSP
FL
IP1
268
Lampiran 7. Lanjutan
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Dependent Variable = CP
CP
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
1.5375E9
56945350
651.0132
0.9873
0.366669
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
SP
Y
CP1
1
1
1
1
5229.175103
-0.378127
0.412549
0.425291
3286.4
0.0986
0.0641
0.1026
27
7546.214
645.2772
0.9873
0.3569
t Ratio Approx Prob
1.591
-3.836
6.439
4.144
0.1232
0.0007
0.0001
0.0003
Variable Label
SP
Y
CP1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
49597563
2680454
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.054044 |
|********************|
|*
|
Preliminary MSE = 49452700
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.05404407
Std Error
0.195830
t Ratio
-0.276
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
1.5287E9
58794279
654.2706
0.9861
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
SP
Y
CP1
1
1
1
1
5623.146811
-0.390883
0.427380
0.399647
3473.3
0.1012
0.0659
0.1057
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
7667.743
647.1007
0.9874
t Ratio Approx Prob
1.619
-3.863
6.489
3.783
0.1175
0.0007
0.0001
0.0008
Variable Label
SP
Y
CP1
269
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = IG
IG
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
1.3588E8
5226250
579.2369
0.6513
-1.9842
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
T
NSSP
NFG
IG1
1
1
1
1
1
2832.859427
0.023689
0.110253
0.005395
0.684031
1286.0
0.0332
0.0906
0.0891
0.1341
26
2286.099
572.0669
0.6513
0.0236
t Ratio Approx Prob
2.203
0.713
1.217
0.061
5.102
0.0367
0.4824
0.2345
0.9522
0.0001
Variable Label
T
NSSP
NFG
IG1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
4383306
-1039359
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.237118 |
|********************|
*****|
|
Preliminary MSE =
4136856
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
0.23711753
Std Error
0.194296
t Ratio
1.220
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
1.2245E8
4897904
579.5014
0.7707
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
T
NSSP
NFG
IG1
1
1
1
1
1
2271.687772
0.011465
0.141550
-0.012390
0.782437
1067.0
0.0284
0.0877
0.0818
0.1136
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
25
2213.121
570.8975
0.6858
t Ratio Approx Prob
2.129
0.404
1.615
-0.151
6.890
0.0433
0.6898
0.1189
0.8808
0.0001
Variable Label
T
NSSP
NFG
IG1
270
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = CG
CG
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
2.5737E8
9898693
599.0368
0.9448
1.921126
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
T
NSSP
NFG
CG1
1
1
1
1
1
-3151.074086
0.498442
0.061521
0.241284
0.277084
1249.1
0.0826
0.1246
0.1211
0.1170
26
3146.219
591.8669
0.9448
0.0274
t Ratio Approx Prob
-2.523
6.036
0.494
1.992
2.369
0.0181
0.0001
0.6257
0.0570
0.0256
Variable Label
T
NSSP
NFG
CG1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
8302130
2173601
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.261813 |
|********************|
|*****
|
Preliminary MSE =
7733054
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.26181251
Std Error
0.193024
t Ratio
-1.356
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
2.2845E8
9138184
598.8478
0.9196
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
T
NSSP
NFG
CG1
1
1
1
1
1
-3605.317999
0.583812
0.052254
0.239544
0.154918
1519.2
0.0836
0.1138
0.1186
0.1147
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
25
3022.943
590.2439
0.9510
t Ratio Approx Prob
-2.373
6.982
0.459
2.019
1.351
0.0256
0.0001
0.6502
0.0543
0.1889
Variable Label
T
NSSP
NFG
CG1
271
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = TD
TD
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin's t
5.7351E8
20482493
617.0084
0.7639
-0.92512
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<t
28
4525.759
612.7064
0.7639
0.1817
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
t Ratio Approx Prob
Intercept
Y
TD1
1
1
1
3655.623451
0.035387
0.480616
1758.9
0.0180
0.1923
2.078
1.967
2.499
0.0470
0.0591
0.0186
Variable Label
Y
TD1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
18500316
-1639612
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.088626 |
|********************|
**|
|
Preliminary MSE = 18355004
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
0.08862615
Std Error
0.191693
t Ratio
0.462
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
5.6407E8
20891633
619.936
0.7979
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
27
4570.737
614.2001
0.7678
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
Y
TD1
1
1
1
3375.359806
0.030780
0.543606
1650.4
0.0172
0.1850
t Ratio Approx Prob
2.045
1.790
2.938
0.0507
0.0847
0.0067
Variable Label
Y
TD1
272
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = TI
TI
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin's t
39292913
1455293
537.3397
0.9541
1.771322
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>t
27
1206.355
531.6038
0.9541
0.0443
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
CP
IP
TI1
1
1
1
1
-406.078665
0.026749
0.056261
0.452205
510.2
0.0107
0.0197
0.1818
t Ratio Approx Prob
-0.796
2.499
2.851
2.487
0.4330
0.0188
0.0083
0.0193
Variable Label
CP
IP
TI1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
1267513
272411.4
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.214918 |
|********************|
|****
|
Preliminary MSE =
1208967
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.21491797
0.191533
-1.122
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
34607342
1331052
536.8847
0.9375
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
1153.712
529.7147
0.9596
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
CP
IP
TI1
1
1
1
1
-860.162485
0.041736
0.071436
0.211382
567.0
0.0105
0.0200
0.1752
t Ratio Approx Prob
-1.517
3.964
3.570
1.206
0.1413
0.0005
0.0014
0.2385
Variable Label
CP
IP
TI1
273
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = TN
TN
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin's t
57189711
2199604
552.4089
0.9206
1.538332
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>t
26
1483.106
545.239
0.9206
0.0685
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
Y
NSSP
NFG
TN1
1
1
1
1
1
1027.561502
-0.020287
0.119674
-0.058979
2.454869
662.1
0.00677
0.0594
0.0586
0.2438
t Ratio Approx Prob
1.552
-2.997
2.015
-1.007
10.068
0.1328
0.0059
0.0544
0.3232
0.0001
Variable Label
Y
NSSP
NFG
TN1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
1844829
465371.7
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.252257 |
|********************|
|*****
|
Preliminary MSE =
1727436
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.25225730
0.193532
-1.303
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
52673533
2106941
553.3586
0.9045
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
25
1451.531
544.7547
0.9268
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
Y
NSSP
NFG
TN1
1
1
1
1
1
940.083512
-0.019145
0.100209
-0.059756
2.428513
810.4
0.00785
0.0553
0.0599
0.2705
t Ratio Approx Prob
1.160
-2.440
1.811
-0.997
8.978
0.2570
0.0221
0.0822
0.3282
0.0001
Variable Label
Y
NSSP
NFG
TN1
274
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = TT
TT
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
4380945
168497.9
472.7665
0.4420
1.235711
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
X
M
RER
TT1
1
1
1
1
1
598.577042
0.000566
0.001934
0.031594
0.583324
357.8
0.00925
0.00925
0.0925
0.1772
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
26
410.4849
465.5966
0.4420
0.1083
t Ratio Approx Prob
1.673
0.061
0.209
0.342
3.291
0.1063
0.9516
0.8361
0.7353
0.0029
Variable Label
X
M
RER
TT1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
141320.8
5068.111
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.035862 |
|********************|
|*
|
Preliminary MSE =
141139
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.03586246
0.199871
-0.179
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
4371204
174848.2
476.1328
0.4198
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
X
M
RER
TT1
1
1
1
1
1
632.066899
0.000035260
0.001584
0.026715
0.559603
370.8
0.00965
0.00966
0.0963
0.1830
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
25
418.1485
467.5289
0.4432
t Ratio Approx Prob
1.705
0.004
0.164
0.277
3.058
0.1006
0.9971
0.8711
0.7838
0.0052
Variable Label
X
M
RER
TT1
275
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = XAG
XAG
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
3.1502E8
11250724
598.4351
0.7784
-0.13171
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
XAG1
1
1
1
-341.497938
1.045601
0.814944
1266.7
0.7432
0.1577
28
3354.21
594.1332
0.7784
0.4476
t Ratio Approx Prob
-0.270
1.407
5.169
0.7894
0.1705
0.0001
Variable Label
RER
XAG1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
10161944
-115158
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.011332 |
|********************|
|
|
Preliminary MSE = 10160639
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
0.01133230
Std Error
0.192438
t Ratio
0.059
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
3.1495E8
11664722
601.8621
0.7822
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
XAG1
1
1
1
-329.753066
1.014104
0.822861
1278.4
0.7525
0.1594
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
27
3415.366
596.1261
0.7784
t Ratio Approx Prob
-0.258
1.348
5.161
0.7984
0.1890
0.0001
Variable Label
RER
XAG1
276
Lampiran 7. Lanjutan
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Dependent Variable = XG
XG
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
3.1175E9
1.1134E8
669.4922
0.8691
-1.75869
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
XG1
1
1
1
-3165.432449
2.870310
0.992646
4177.1
2.1059
0.1150
28
10551.82
665.1903
0.8691
0.0393
t Ratio Approx Prob
-0.758
1.363
8.633
0.4549
0.1837
0.0001
Variable Label
RER
XG1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
1.0057E8
-2.44E7
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.242662 |
|********************|
*****|
|
Preliminary MSE = 94644258
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
0.24266171
Std Error
0.186698
t Ratio
1.300
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
2.8294E9
1.0479E8
669.9809
0.9157
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
XG1
1
1
1
-1395.447251
1.509914
1.059193
3419.3
1.7649
0.0932
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
27
10236.89
664.2449
0.8812
t Ratio Approx Prob
-0.408
0.856
11.363
0.6864
0.3998
0.0001
Variable Label
RER
XG1
277
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = XSR
XSR
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
51597205
1911008
545.7849
0.8912
0.05316
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
GASIA
XSR1
1
1
1
1
912.903776
0.144237
4754.296753
0.951878
1130.4
0.2426
5598.8
0.0842
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
27
1382.392
540.0489
0.8912
0.4788
t Ratio Approx Prob
0.808
0.595
0.849
11.307
0.4264
0.5571
0.4033
0.0001
Variable Label
RER
GASIA
XSR1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
1664426
14037.92
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.008434 |
|********************|
|
|
Preliminary MSE =
1664308
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.00843409
Std Error
0.196109
t Ratio
-0.043
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
51592658
1984333
549.2162
0.8897
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
GASIA
XSR1
1
1
1
1
910.126730
0.147670
4750.670436
0.950645
1154.5
0.2485
5714.1
0.0863
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
1408.664
542.0462
0.8912
t Ratio Approx Prob
0.788
0.594
0.831
11.011
0.4376
0.5575
0.4133
0.0001
Variable Label
RER
GASIA
XSR1
278
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = MGK
MGK
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
1.4055E8
5205414
576.849
0.8479
-0.80559
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
Y
MGK1
1
1
1
1
737.747103
-0.327353
0.038622
0.283621
942.8
0.3690
0.00905
0.1616
27
2281.538
571.113
0.8479
0.2102
t Ratio Approx Prob
0.782
-0.887
4.268
1.756
0.4407
0.3829
0.0002
0.0905
Variable Label
RER
Y
MGK1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
4533747
-286601
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.063215 |
|********************|
*|
|
Preliminary MSE =
4515630
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
0.06321505
Std Error
0.195724
t Ratio
0.323
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
1.3962E8
5369832
580.081
0.8630
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
Y
MGK1
1
1
1
1
780.242894
-0.357185
0.036819
0.323249
908.0
0.3597
0.00900
0.1616
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
2317.29
572.9111
0.8489
t Ratio Approx Prob
0.859
-0.993
4.090
2.000
0.3981
0.3298
0.0004
0.0560
Variable Label
RER
Y
MGK1
279
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = MGI
MGI
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
9.8321E8
36415264
637.1529
0.9174
3.090383
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
X
MGI1
1
1
1
1
810.543811
-2.834517
0.382828
0.284511
2295.4
1.1470
0.0577
0.1259
27
6034.506
631.417
0.9174
0.0010
t Ratio Approx Prob
0.353
-2.471
6.634
2.259
0.7267
0.0201
0.0001
0.0321
Variable Label
RER
X
MGI1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
31716521
12552854
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.395783 |
|********************|
|********
|
Preliminary MSE = 26748316
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.39578283
Std Error
0.180102
t Ratio
-2.198
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
6.7194E8
25843822
628.9569
0.8872
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
X
MGI1
1
1
1
1
2321.324754
-3.730740
0.470402
0.058208
2785.7
1.3136
0.0469
0.1078
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
5083.682
621.787
0.9435
t Ratio Approx Prob
0.833
-2.840
10.025
0.540
0.4123
0.0086
0.0001
0.5938
Variable Label
RER
X
MGI1
280
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = MGC
MGC
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin's t
2.5628E8
9492017
595.4723
0.7157
-0.49193
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<t
27
3080.912
589.7363
0.7157
0.3135
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
t Ratio Approx Prob
Intercept
RER
Y
MGC1
1
1
1
1
-4146.607785
-2.059811
0.011396
0.500243
1298.9
0.6003
0.00679
0.2563
-3.192
-3.431
1.679
1.952
0.0036
0.0019
0.1048
0.0614
Variable Label
RER
Y
MGC1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
8267241
-555551
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.067199 |
|********************|
*|
|
Preliminary MSE = 8229908
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
0.06719908
Std Error
0.195673
t Ratio
0.343
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
2.528E8
9722993
598.4862
0.7346
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
3118.171
591.3162
0.7196
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
Y
MGC1
1
1
1
1
-3857.247339
-1.845429
0.010566
0.595956
1246.1
0.5891
0.00648
0.2511
t Ratio Approx Prob
-3.096
-3.133
1.629
2.373
0.0047
0.0043
0.1153
0.0253
Variable Label
RER
Y
MGC1
281
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = MSR
MSR
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin's t
2.8061E8
10792571
601.7169
0.9452
1.90026
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>t
26
3285.205
594.547
0.9452
0.0347
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
Y
IRD
MSR1
1
1
1
1
1
-11492
2.651873
0.090017
1743.806123
0.150864
2610.6
0.7052
0.0189
7578.3
0.2054
t Ratio Approx Prob
-4.402
3.761
4.765
0.230
0.734
0.0002
0.0009
0.0001
0.8198
0.4693
Variable Label
RER
Y
IRD
MSR1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
9051833
1183989
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.130801 |
|********************|
|***
|
Preliminary MSE =
8896966
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.13080098
0.198282
-0.660
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
2.7078E8
10831387
604.0636
0.9342
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
25
3291.107
595.4597
0.9471
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
Y
IRD
MSR1
1
1
1
1
1
-13095
3.006966
0.101513
782.711859
0.019755
2784.0
0.7505
0.0200
7782.5
0.2159
t Ratio Approx Prob
-4.704
4.007
5.076
0.101
0.091
0.0001
0.0005
0.0001
0.9207
0.9278
Variable Label
RER
Y
IRD
MSR1
282
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = FG
FG
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
1.0267E8
4106948
573.9836
0.9335
2.104736
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IRD
R
Y
FG1
1
1
1
1
1
1
-1705.411360
0.873694
-27471
0.093463
0.013761
0.128429
1775.1
0.7364
4127.5
0.0724
0.0106
0.1026
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
25
2026.561
565.3796
0.9335
0.0177
t Ratio Approx Prob
-0.961
1.186
-6.656
1.291
1.294
1.251
0.3459
0.2466
0.0001
0.2086
0.2074
0.2224
Variable Label
RER
IRD
R
Y
FG1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
3312055
1027436
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.310211 |
|********************|
|******
|
Preliminary MSE =
2993333
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.31021107
Std Error
0.194054
t Ratio
-1.599
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Variable
Intercept
RER
IRD
R
YG
FG1
DF
1
1
1
1
1
1
B Value
-2300.996832
1.228877
-26003
0.074508
780.817545
0.116677
90457756
3769073
573.5919
0.9057
Std Error
2256.7
0.8649
3836.2
0.0883
4309.3
0.0953
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
24
1941.41
563.554
0.9414
t Ratio Approx Prob
-1.020
1.421
-6.778
0.844
0.181
1.224
0.3181
0.1682
0.0001
0.4069
0.8577
0.2328
Variable Label
RER
IRD
R
YG
FG1
283
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = FDI
FDI
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
31644812
1318534
540.9311
0.9365
1.294885
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IRD
R
Y
PROB
FDI1
1
1
1
1
1
1
1
-2777.314672
1.410836
24249
-0.266214
0.027902
4694.525197
1.239733
1178.9
0.5524
5375.5
0.0466
0.00706
2618.8
0.1379
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
24
1148.274
530.8932
0.9365
0.0977
t Ratio Approx Prob
-2.356
2.554
4.511
-5.710
3.950
1.793
8.993
0.0270
0.0174
0.0001
0.0001
0.0006
0.0856
0.0001
Variable Label
RER
IRD
R
Y
PROB
FDI1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
1020800
152179.3
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.149078 |
|********************|
|***
|
Preliminary MSE = 998113.7
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.14907843
0.206184
-0.723
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
30680689
1333943
543.4284
0.9276
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IRD
R
Y
PROB
FDI1
1
1
1
1
1
1
1
-2646.676486
1.409931
25286
-0.260108
0.027443
4529.429531
1.254434
1306.1
0.5773
5334.7
0.0516
0.00785
2636.0
0.1461
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
23
1154.964
531.9565
0.9384
t Ratio Approx Prob
-2.026
2.442
4.740
-5.041
3.496
1.718
8.587
0.0545
0.0227
0.0001
0.0001
0.0019
0.0992
0.0001
Variable Label
RER
IRD
R
Y
PROB
FDI1
284
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = FL
FL
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
3.089E8
12870839
611.5629
0.8686
0.622858
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IRD
R
Y
PROB
FL1
1
1
1
1
1
1
1
-5490.723278
-2.704699
45016
-0.751663
0.090389
8101.699014
0.112137
3685.5
1.5120
10240.1
0.1619
0.0206
7295.4
0.1255
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
24
3587.595
601.525
0.8686
0.2667
t Ratio Approx Prob
-1.490
-1.789
4.396
-4.642
4.387
1.111
0.894
0.1493
0.0863
0.0002
0.0001
0.0002
0.2778
0.3804
Variable Label
RER
IRD
R
Y
PROB
FL1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
9964520
797572.9
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.080041 |
|********************|
|**
|
Preliminary MSE =
9900682
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.08004127
0.207845
-0.385
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Yule-Walker Estimates
3.0596E8
DFE
13302395
Root MSE
614.7063
AIC
0.8565
Total Rsq
MODEL THREE-GAP
23
3647.245
603.2344
0.8698
Autoreg Procedure
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IRD
R
Y
PROB
FL1
1
1
1
1
1
1
1
-4857.529806
2.456814
43075
-0.721920
0.088263
6717.343925
0.113600
3937.9
1.5972
10370.9
0.1684
0.0215
7571.6
0.1248
t Ratio Approx Prob
-1.234
1.538
4.153
-4.287
4.109
0.887
0.910
0.2298
0.1376
0.0004
0.0003
0.0004
0.3842
0.3722
Variable Label
RER
IRD
R
Y
PROB
FL1
285
Lampiran 7. Lanjutan
MODEL THREE-GAP
Dependent Variable = MS
MS
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
1.0004E8
3705269
566.3107
0.9785
2.63561
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IR
G
MS1
1
1
1
1
3019.749400
-26210
0.080780
1.035534
1075.0
3855.3
0.0734
0.0934
27
1924.908
560.5748
0.9785
0.0042
t Ratio Approx Prob
2.809
-6.799
1.101
11.083
0.0091
0.0001
0.2807
0.0001
Variable Label
IR
G
MS1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
3227170
1304657
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.404273 |
|********************|
|********
|
Preliminary MSE =
2699732
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.40427294
Std Error
0.179375
t Ratio
-2.254
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
72086016
2772539
559.7635
0.9645
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IR
G
MS1
1
1
1
1
3359.812098
-29500
0.128854
0.978932
1216.5
3425.6
0.0624
0.0818
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
26
1665.094
552.5935
0.9845
t Ratio Approx Prob
2.762
-8.612
2.064
11.969
0.0104
0.0001
0.0491
0.0001
Variable Label
IR
G
MS1
286
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = IR
IR
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
0.125105
0.004468
-72.614
0.6297
3.140086
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
INF
IR1
1
1
1
0.041871
0.580632
0.307098
0.0275
0.0880
0.1134
28
0.066843
-76.916
0.6297
0.0008
t Ratio Approx Prob
1.524
6.602
2.707
0.1388
0.0001
0.0114
Variable Label
INF
IR1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
0.004036
0.001765
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.437282 |
|********************|
|*********
|
Preliminary MSE = 0.003264
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
1
Coefficient
-0.43728196
Std Error
0.173075
t Ratio
-2.527
Yule-Walker Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
0.090303
0.003345
-79.0734
0.7335
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
INF
IR1
1
1
1
0.057776
0.638248
0.183822
0.0310
0.0755
0.1069
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
27
0.057832
-84.8094
0.7327
t Ratio Approx Prob
1.861
8.449
1.720
0.0736
0.0001
0.0969
Variable Label
INF
IR1
287
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = INF
INF
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
0.248999
0.00996
-40.9749
0.5739
2.640371
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IR
T
G
INF1
1
1
1
1
1
1
-0.005179
-0.000003415
1.014395
-0.000004104
0.000003191
0.005633
0.0507
0.000019
0.2348
7.408E-6
9.15E-6
0.1732
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>h
25
0.0998
-49.5789
0.5739
0.0024
t Ratio Approx Prob
-0.102
-0.180
4.320
-0.554
0.349
0.033
0.9195
0.8586
0.0002
0.5845
0.7302
0.9743
Variable Label
RER
IR
T
G
INF1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
0.008032
0.002921
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.363698 |
Preliminary MSE =
|********************|
|*******
|
0.00697
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.36369837
0.190145
-1.913
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Yule-Walker Estimates
0.18709
DFE
0.007795
Root MSE
-46.2608
AIC
0.7155
Total Rsq
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
RER
IR
T
G
INF1
1
1
1
1
1
1
-0.018340
-0.000000927
1.063198
-0.000007048
0.000007153
-0.208599
0.0622
0.00002
0.2096
7.891E-6
9.67E-6
0.1605
24
0.088292
-56.2987
0.6798
t Ratio Approx Prob
-0.295
-0.046
5.072
-0.893
0.740
-1.299
0.7707
0.9639
0.0001
0.3807
0.4667
0.2061
Variable Label
RER
IR
T
G
INF1
288
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = RER
RER
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin h
3519732
140789.3
469.4153
0.9299
-0.88261
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IRRD
MS
R
BOP
RER1
1
1
1
1
1
1
774.322578
-1009.597850
0.041281
-0.059054
-0.050483
0.618487
272.6
783.5
0.0139
0.00965
0.0194
0.0959
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB<h
25
375.219
460.8113
0.9299
0.1887
t Ratio Approx Prob
2.840
-1.289
2.975
-6.122
-2.609
6.452
0.0088
0.2093
0.0064
0.0001
0.0151
0.0001
Variable Label
IRRD
MS
R
BOP
RER1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
113539.7
-15220.2
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
-0.134051 |
|********************|
***|
|
Preliminary MSE = 111499.5
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
0.13405143
0.202282
0.663
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Yule-Walker Estimates
3349667
DFE
139569.5
Root MSE
471.3321
AIC
0.9441
Total Rsq
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
IRRD
MS
R
BOP
RER1
1
1
1
1
1
1
605.434585
-1173.116582
0.033419
-0.052904
-0.058538
0.677648
252.5
731.7
0.0130
0.00906
0.0191
0.0890
24
373.59
461.2942
0.9333
t Ratio Approx Prob
2.398
-1.603
2.580
-5.839
-3.071
7.613
0.0246
0.1220
0.0164
0.0001
0.0052
0.0001
Variable Label
IRRD
MS
R
BOP
RER1
289
Lampiran 7. Lanjutan
Dependent Variable = PROB
PROB
MODEL THREE-GAP
Autoreg Procedure
Ordinary Least Squares Estimates
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Durbin's t
0.407359
0.016973
-22.2814
0.6615
0.43487
DFE
Root MSE
AIC
Total Rsq
PROB>t
24
0.130282
-32.3193
0.6615
0.3339
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Variable
DF
B Value
Std Error
Intercept
SIG
FIS
FOR
NFG
NFP
PROB1
1
1
1
1
1
1
1
0.080879
0.000003033
-0.000018240
-0.000000173
0.000002641
-0.000002747
0.592731
0.0765
2.283E-6
0.00001
5.227E-6
6.968E-6
3.164E-6
0.1833
t Ratio Approx Prob
1.058
1.328
-1.805
-0.033
0.379
-0.868
3.233
0.3008
0.1966
0.0837
0.9739
0.7080
0.3938
0.0035
Variable Label
SIG
FIS
FOR
NFG
NFP
PROB1
Estimates of Autocorrelations
Lag
Covariance
0
1
0.013141
0.000397
Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1.000000 |
0.030221 |
|********************|
|*
|
Preliminary MSE = 0.013129
Estimates of the Autoregressive Parameters
Lag
Coefficient
Std Error
t Ratio
1
-0.03022150
0.208419
-0.145
SSE
MSE
SBC
Reg Rsq
Yule-Walker Estimates
0.406636
DFE
0.01768
Root MSE
-18.9015
AIC
0.6472
Total Rsq
23
0.132966
-30.3734
0.6621
NOTE: Durbin h cannot be obtained. The t-statistic is given.
Intercept
SIG
FIS
FOR
NFG
NFP
PROB1
1
1
1
1
1
1
1
0.081519
0.000003159
-0.000019070
-5.659006E-8
0.000003114
-0.000002823
0.570597
0.0792
2.357E-6
0.00001
5.397E-6
7.168E-6
3.257E-6
0.1892
1.029
1.340
-1.840
-0.010
0.434
-0.867
3.015
0.3141
0.1932
0.0786
0.9917
0.6681
0.3951
0.0062
SIG
FIS
FOR
NFG
NFP
PROB1
290
Lampiran 8. Program Komputer Validasi Model Makroekonomi
Three-Gap Indonesia dengan Menggunakan SAS/ETS
Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton
options nodate nonumber;
DATA RATNA;
SET RATNA1;
Y
Y1
SP1
IP1
IG1
CP1
I
TD1
TI1
TT1
TN1
TNT
TNT1
T
YP
YG
G
CG
CG1
XAG1
XG1
XSR1
X
MGK1
MGI1
MGC1
MSR1
M
IR1
MS1
DMS
RER
RER1
INF1
R1
DR
FG1
NFG
NFP
FDI1
FL1
PROB1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
(YN/P);
LAG(Y);
LAG(SP);
LAG(IP);
LAG(IG);
LAG(CP);
IP+IG;
LAG(TD);
LAG(TI);
LAG(TT);
LAG(TN);
TD+TI+TN;
LAG(TNT);
TNT+TT;
Y-T;
(Y-Y1)/Y1;
CG+IG;
G-IG;
LAG(CG);
LAG(XAG);
LAG(XG);
LAG(XSR);
XMG+XAG+XG+XSR;
LAG(MGK);
LAG(MGI);
LAG(MGC);
LAG(MSR);
MGK+MGI+MGC+MSR;
LAG(IR);
LAG(MS);
MS-MS1;
ER*(CPIUSA/CPI);
LAG(RER);
LAG(INF);
LAG(R);
R-R1;
LAG(FG);
FG-DR;
FDI+FL-KF;
LAG(FDI);
LAG(FL);
LAG(PROB);
291
Lampiran 8. Lanjutan
SIG
FIS
FOR
BOP
IRD
IRRD
SSP
NSSP
=
=
=
=
=
=
=
=
SP-IP;
T-G;
X-M;
FOR+EO;
FED-IR;
IR-INF;
DMS+DGB;
SSP-RP;
RUN;
TITLE 'SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996';
PROC SIMNLIN DATA=RATNA1 STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=B ;
ENDOGENOUS
SP
CG
TD
DMS
XAG
MGK
FG
MS
SIG
IP
G
TI
SSP
XG
MGI
NFG
IR
FIS
CP
IG
I
TN
NSSP
XSR
MGC
FDI
IRD
FOR
TT
T
X
MSR
FL
IRRD
Y
M
NFP
INF
EO
GASIA
KF
P
;
INSTRUMENTS
FED
DGB
PARM
A11
A12
A13
A14
7662.352536
23577
0.013432
0.843857
B11
B12
B13
B14
B15
B16
376.260151
-8.613738
0.074199
-1.112474
0.995536
0.935624
C11
C12
C13
C14
5229.175103
-0.378127
0.412549
0.425291
R
RP
;
BOP
RER
DR
PROB
292
Lampiran 8. Lanjutan
D11
D12
D13
D14
D15
2832.859427
0.023689
0.110253
0.005395
0.684031
E11
E12
E13
E14
E15
-3151.074086
0.498442
0.061521
0.241284
0.277084
F11 3655.623451
F12 0.035387
F13 0.480616
G11
G12
G13
G14
-406.078665
0.026749
0.056261
0.452205
H11
H12
H13
H14
H15
1027.561502
-0.020287
0.119674
-0.058979
2.454869
I11
I12
I13
I14
I15
598.577042
0.000566
0.001934
0.031594
0.583324
J11 -341.497938
J12 1.045601
J13 0.814944
K11 -3165.432449
K12 2.87031
K13 0.992646
L11
L12
L13
L14
912.903776
0.144237
4754.296753
0.951878
M11 737.747103
M12 -0.327353
293
Lampiran 8. Lanjutan
M13 0.038622
M14 0.283621
N11
N12
N13
N14
810.543811
-2.834517
0.382828
0.284511
O11
O12
O13
O14
-4146.607785
-2.059811
0.011396
0.500243
P11
P12
P13
P14
P15
-11492
2.651873
0.090017
1743.806123
0.150864
Q11
Q12
Q13
Q14
Q15
Q16
-1705.41136
0.873694
-27471
0.093463
0.013761
0.128429
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
-2777.314672
1.410836
24249
-0.266214
0.027902
4694.525197
1.239733
S11
S12
S13
S14
S15
S16
S17
-5490.723278
-2.704699
45016
-0.751663
0.090389
8101.699014
0.112137
T11
T12
T13
T14
3019.7494
-26210
0.08078
1.035534
294
Lampiran 8. Lanjutan
U11 0.041871
U12 0.580632
U13 0.307098
V11
V12
V13
V14
V15
V16
-0.005179
-0.000003415
1.014395
-0.000004104
0.000003191
0.005633
W11
W12
W13
W14
W15
W16
774.322578
-1009.59785
0.041281
-0.059054
-0.050483
0.618487
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
0.080879
0.000003033
0.00001824
-0.000000173
0.000002641
-0.000002747
0.592731
;
SP1
IP1
CP1
IG1
CG1
TD1
TI1
TN1
TT1
XAG1
XG1
XSR1
MGK1
MGI1
MGC1
MSR1
FG1
FDI1
FL1
MS1
IR1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
LAG(SP);
LAG(IP);
LAG(CP);
LAG(IG);
LAG(CG);
LAG(TD);
LAG(TI);
LAG(TN);
LAG(TT);
LAG(XAG);
LAG(XG);
LAG(XSR);
LAG(MGK);
LAG(MGI);
LAG(MGC);
LAG(MSR);
LAG(FG);
LAG(FDI);
LAG(FL);
LAG(MS);
LAG(IR);
295
Lampiran 8. Lanjutan
INF1
RER1
PROB1
Y1
=
=
=
=
LAG(INF);
LAG(RER);
LAG(PROB);
LAG(Y);
SP
= A11 + A12*IRRD + A13*YP + A14*SP1 ;
IP
= B11 + B12*IRRD + B13*R + B14*NSSP + B15*FL + B16*IP1
CP
= C11 + C12*SP + C13*Y + C14*CP1
IG
= D11 + D12*T + D13*NSSP + D14*NFG + D15*IG1
CG
= E11 + E12*T + E13*NSSP + E14*NFG + E15*CG1 ;
TD
= F11 + F12*Y + F13*TD1
TI
= G11 + G12*CP + G13*IP + G14*TI1
TN
= H11 + H12*Y + H13*NSSP + H14*NFG + H15*TN1
TT
= I11 + I12*X + I13*M + I14*RER + I15*TT1
XAG
= J11 + J12*RER + J13*XAG1
;
XG
= K11 + K12*RER + K13*XG1
;
XSR
= L11 + L12*RER + L13*GASIA + L14*XSR1
MGK
= M11 + M12*RER + M13*Y + M14*MGK1
;
MGI
= N11 + N12*RER + N13*X + N14*MGI1
;
MGC
= O11 + O12*RER + O13*Y + O14*MGC1
;
MSR
= P11 + P12*RER + P13*Y + P14*IRD + P15*MSR1
FG
= Q11 + Q12*RER + Q13*IRD + Q14*R + Q15*Y + Q16*FG1 ;
FDI
= R11 + R12*RER + R13*IRD + R14*R + R15*Y + R16*PROB
+ R17*FDI1 ;
FL
= S11 + S12*RER + S13*IRD + S14*R + S15*Y + S16*PROB
+ S17*FL1 ;
MS
= T11 + T12*IR + T13*G + T14*MS1 ;
IR
= U11 + U12*INF + U13*IR1 ;
;
;
;
;
;
;
;
;
;
296
Lampiran 8. Lanjutan
INF
= V11 + V12*RER + V13*IR + V14*T + V15*G + V16*INF1
RER
= W11 + W12*IRRD + W13*MS + W14*R + W15*BOP + W16*RER1
PROB = X11 + X12*SIG + X13*FIS + X14*FOR + X15*NFG
+ X16*NFP + X17*PROB1
;
Y
= CP+IP+G+X-M;
SIG
FIS
FOR
= SP - IP ;
= T - G ;
= X - M ;
I
T
G
X
M
NFG
NFP
DR
DMS
BOP
IRD
IRRD
SSP
NSSP
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
IP+IG;
TD+TI+TN+TT;
CG+IG;
XMG+XAG+XG+XSR;
MGK+MGI+MGC+MSR;
FG-DR;
FDI+FL-KF;
R-R1;
MS-MS1;
FOR+EO;
FED-IR;
IR-INF;
DMS+DGB;
SSP-RP;
RANGE TAHUN=1990 TO 1996;
RUN;
;
;
297
Lampiran 9. Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia,
Tahun 1990-1996 dan Tahun 1997-2000 Menggunakan
SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Model Summary
Model Variables
Endogenous
Parameters
RANGE Variable
Equations
42
42
114
TAHUN
42
Number of Statements
66
Program Lag Length
1
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Summary
Dataset Option
DATA=
OUT=
Variables Solved
Simulation Lag Length
Solution RANGE
First
Last
Dataset
RATNA1
B
42
1
TAHUN
1990
1996
Solution Method
NEWTON
CONVERGE=
1E-8
Maximum CC
3.662E-14
Maximum Iterations
1
Total Iterations
7
Average Iterations
1
Observations Processed
Read
8
Lagged
1
Solved
7
First
22
Last
28
298
Lampiran 9. Lanjutan
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1990 To 1996
Descriptive Statistics
Variable
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
Nobs
N
Mean
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
50225
58421
145466
12857
71278
25844
38701
25463
12740
4132
2265
44599
2687
4610
646.8724
9824
33464
6700
67795
12965
33218
2754
17992
66928
9309
7027
4347
7738
13745
5548
2282
30058
0.1636
-0.1179
0.0807
0.0829
1839
0.4031
-8197
5898
866.6696
258205
Actual
Std
5457
11190
39726
2954
11514
4337
3171
2691
2401
1863
401.8621
6170
1721
4982
8090
2415
8445
575.7741
9344
2511
8928
1501
1884
13762
823.4712
2433
2630
3302
6903
2806
1951
6304
0.0365
0.0353
0.0436
0.0186
153.8642
0.0767
8297
3514
4994
50417
Predicted
Mean
Std
54834
48250
116498
11167
59417
20035
31202
20521
9525
683.1137
1766
32495
1869
3791
-171.5193
4279
16169
9587
47842
11368
24121
-5416
9863
39935
8344
6062
-12467
4052
-6755
12588
2282
28820
0.1766
-0.1309
0.0378
0.1388
608.1327
0.3802
6584
1294
7906
203856
6892
13104
4755
960.4558
12336
1129
1834
734.1831
1165
2735
50.4960
1383
133.7781
5573
8497
1557
4320
2209
5026
1030
1195
797.2181
1623
1268
294.3563
1948
12692
1744
14289
2964
1951
4103
0.006890
0.0156
0.006292
0.0126
509.7471
0.0367
9681
1498
5066
11706
Label
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
299
Lampiran 9. Lanjutan
Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1990 To 1996
Statistics of Fit
Variable
N
Mean
Error
Mean %
Error
Mean Abs
Error
Mean Abs %
Error
RMS
Error
RMS %
Error
R-Square
Label
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
4609
-10171
-28968
-1690
-11862
-5810
-7500
-4942
-3215
-3449
-498.5745
-12104
-818.3918
-818.3918
-818.3918
-5545
-17295
2887
-19953
-1597
-9097
-8170
-8130
-26993
-965.2292
-965.2292
-16813
-3686
-20500
7040
0
-1238
0.0131
-0.0131
-0.0429
0.0560
-1231
-0.0230
14781
-4604
7040
-54349
9.1783
-18.0848
-15.6712
-8.6122
-16.7316
-20.2324
-18.8391
-18.8876
-24.0999
-61.7099
-19.9541
-25.8426
86.6915
-29.9237
0.3056
-50.5755
-45.4994
45.4484
-27.4449
-9.8901
-22.7864
-333.0105
-44.3719
-38.1712
-9.6725
-11.5390
-331.3094
-33.8251
-145.6043
173.2789
0
-2.9631
12.8656
19.8872
-33.9744
79.0588
-68.3446
-2.6582
-152.5193
-77.6489
241.1498
-18.8876
5212
10171
30905
2553
11862
5810
7500
4942
3215
3449
509.1039
12104
1571
1571
1571
5545
17443
3018
19953
2132
9195
8170
8130
26993
1062
1062
16813
4068
20500
7040
0
2070
0.0342
0.0342
0.0473
0.0560
1231
0.0644
14781
4604
7040
54846
10.29261
18.08479
17.45029
20.58996
16.73160
20.23243
18.83913
18.88764
24.09993
61.70992
20.58511
25.84259
146.30807
61.44263
25.71389
50.57545
46.22018
47.38200
27.44485
16.79719
23.22102
333.01050
44.37195
38.17119
10.83065
13.46775
331.30941
47.07123
145.60432
173.27893
0
6.33174
22.83673
32.88026
50.21686
79.05883
68.34456
15.64870
205.07056
77.64886
314.39067
19.13899
5685
11493
44063
2934
13285
7604
8435
5359
3511
5212
617.0148
13723
1851
1851
1851
6631
20836
3749
23781
2214
12603
8242
8555
29745
1324
1324
21924
5060
25938
7259
0
2656
0.0393
0.0393
0.0602
0.0609
1284
0.0804
16223
5491
7259
67819
11.1074
20.6893
23.1884
24.1569
18.9785
24.9641
20.5410
19.7160
25.4937
85.7818
23.6903
27.7972
278.0371
76.2601
29.7121
57.2129
52.7892
59.5849
31.7922
17.4136
29.5170
341.7360
45.9703
39.9953
13.2114
16.5021
377.8350
54.9508
183.4520
206.8918
0
7.4284
27.4829
39.8078
55.2315
97.5321
72.2031
18.9719
252.7866
83.4703
423.3876
22.7457
-0.2660
-0.2307
-0.4353
-0.1510
-0.5532
-2.5865
-7.2529
-3.6260
-1.4955
-8.1276
-1.7503
-4.7720
-0.3500
0.8389
0.9389
-7.7921
-6.1019
-48.4670
-6.5566
0.0930
-1.3247
-34.1587
-23.0656
-4.4501
-2.0167
0.6545
-80.0486
-1.7385
-15.4706
-6.8092
1.0000
0.7929
-0.3483
-0.4426
-1.2241
-11.4747
-80.2539
-0.2810
-3.4600
-1.8492
-1.4653
-1.1110
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
300
Lampiran 9. Lanjutan
Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1990-1996
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1990 To 1996
Theil Forecast Error Statistics
MSE Decomposition Proportions
Inequality Coef
Variable
N
MSE
Corr
(R)
Bias
(UM)
Reg
(UR)
Dist
(UD)
Var
(US)
Covar
(UC)
U1
U
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
32318762
132086347
1941581275
8606671
176490240
57815968
71149556
28723014
12327845
27162104
380707
188319673
3426733
3426733
3426733
43969826
434129604
14056376
565548027
4901897
158842412
67925040
73187315
884778271
1753411
1753411
480681812
25600348
672782680
52693951
0
7054303
0.00154
0.00154
0.00362
0.00371
1648818
0.00646
263176576
30151921
52693951
4599477353
0.856
0.899
0.833
0.518
0.855
-.816
-.341
0.700
0.857
-.673
0.244
-.516
-.515
0.948
0.978
-.953
-.926
-.575
-.881
0.894
-.358
0.631
-.343
0.252
-.400
0.924
-.943
-.006
-.217
0.782
.
0.969
-.433
-.100
-.249
-.361
0.813
0.055
0.687
0.394
0.928
0.643
0.657
0.783
0.432
0.332
0.797
0.584
0.791
0.850
0.838
0.438
0.653
0.778
0.195
0.195
0.195
0.699
0.689
0.593
0.704
0.520
0.521
0.983
0.903
0.823
0.531
0.531
0.588
0.531
0.625
0.940
.
0.217
0.111
0.111
0.509
0.844
0.919
0.082
0.830
0.703
0.940
0.642
0.131
0.060
0.354
0.032
0.030
0.323
0.102
0.040
0.055
0.502
0.005
0.095
0.260
0.180
0.086
0.290
0.291
0.393
0.266
0.258
0.104
0.000
0.060
0.005
0.190
0.044
0.411
0.104
0.318
0.010
.
0.489
0.287
0.203
0.070
0.086
0.077
0.140
0.052
0.000
0.003
0.080
0.212
0.156
0.214
0.636
0.173
0.093
0.107
0.110
0.106
0.060
0.342
0.127
0.544
0.624
0.719
0.011
0.020
0.014
0.030
0.222
0.375
0.017
0.037
0.172
0.278
0.425
0.001
0.365
0.058
0.050
.
0.294
0.602
0.686
0.422
0.070
0.004
0.778
0.118
0.296
0.056
0.278
0.055
0.024
0.540
0.396
0.003
0.153
0.022
0.114
0.106
0.024
0.278
0.104
0.630
0.087
0.041
0.014
0.034
0.163
0.028
0.383
0.323
0.006
0.001
0.151
0.137
0.115
0.181
0.081
0.069
0.000
.
0.588
0.488
0.217
0.329
0.008
0.066
0.212
0.006
0.116
0.000
0.279
0.288
0.193
0.028
0.272
0.200
0.264
0.188
0.035
0.056
0.538
0.069
0.118
0.174
0.717
0.763
0.286
0.277
0.244
0.268
0.096
0.156
0.011
0.096
0.025
0.332
0.354
0.231
0.388
0.306
0.059
.
0.194
0.401
0.673
0.162
0.148
0.015
0.706
0.164
0.181
0.059
0.079
0.1126
0.1937
0.2937
0.2232
0.1843
0.2907
0.2173
0.2095
0.2715
1.1640
0.2689
0.3052
0.5926
0.2839
0.2462
0.6581
0.6063
0.5578
0.3480
0.1681
0.3682
2.6720
0.4733
0.4366
0.1418
0.1794
4.4004
0.6081
1.7112
1.1850
0.0000
0.0867
0.2350
0.3210
0.6668
0.7199
0.6961
0.1963
1.4441
0.8152
1.5432
0.2585
0.0538
0.1054
0.1653
0.1205
0.1002
0.1645
0.1204
0.1162
0.1559
0.7340
0.1519
0.1771
0.3705
0.1432
0.1203
0.4545
0.4084
0.2269
0.2043
0.0901
0.2159
0.9639
0.3050
0.2752
0.0749
0.0966
0.9914
0.3990
0.8643
0.3819
0.0000
0.0445
0.1142
0.1545
0.4683
0.2721
0.4912
0.1016
0.7257
0.6361
0.5224
0.1454
Label
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
301
Lampiran 9. Lanjutan
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000
SIMNLIN Procedure
Model Summary
Model Variables
Endogenous
Parameters
RANGE Variable
Equations
42
42
114
TAHUN
42
Number of Statements
66
Program Lag Length
1
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Summary
Dataset Option
DATA=
OUT=
Variables Solved
Simulation Lag Length
Solution RANGE
First
Last
Dataset
RATNA1
B
42
1
TAHUN
1997
2000
Solution Method
NEWTON
CONVERGE=
1E-8
Maximum CC
1.3222E-14
Maximum Iterations
1
Total Iterations
4
Average Iterations
1
Observations Processed
Read
5
Lagged
1
Solved
4
First
29
Last
32
302
Lampiran 9. Lanjutan
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1997 To 2000
Descriptive Statistics
Variable
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
Actual
Nobs
N
Mean
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
31220
43423
231834
11465
54888
43016
54481
30268
14127
12577
1838
58810
1507
4089
-1302
24435
85608
12485
150937
18515
58376
16035
38924
131850
24085
10603
-1786
-18505
-35490
2664
13483
40381
0.3100
-0.2663
0.0598
0.2503
5075
0.5673
-12203
4329
19086
346607
Std
37810
35901
23147
2145
36157
4992
6833
9354
2370
8950
317.5274
5963
9173
7101
9618
3252
16144
1201
28512
3955
16289
8857
5828
27038
7319
12017
10502
11058
33027
10271
10842
6297
0.2615
0.2641
0.1064
0.3527
1375
0.1530
12914
5824
10636
20812
Predicted
Mean
Std
68621
52456
199519
15074
67530
51953
67027
29584
15016
44049
1916
90566
13339
15921
10531
9489
42433
8988
89318
17627
44692
-2636
24126
83810
6206
-7276
10300
-405.6955
-5304
-10915
13483
66351
-0.1153
0.1590
0.1685
-0.2838
986.8162
0.9191
16165
23539
5508
324510
7328
25695
11524
3524
22290
21573
24928
1036
2078
42864
51.5344
40507
7773
10813
13561
1786
1592
1078
8470
565.1681
3586
1616
2237
6440
4824
12664
2921
6054
17719
4994
10842
20436
0.2031
0.2026
0.0909
0.2926
459.2942
0.5160
32495
16414
3904
22130
Label
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
303
Lampiran 9. Lanjutan
Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1997-2000
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1997 To 2000
Statistics of Fit
Variable
N
Mean
Error
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
37401
9033
-32315
3609
12642
8937
12546
-683.7309
889.0684
31472
78.0517
31756
11832
11832
11832
-14946
-43175
-3498
-61619
-887.6484
-13684
-18671
-14797
-48041
-17879
-17879
12086
18100
30186
-13578
0
25971
-0.4253
0.4253
0.1088
-0.5340
-4088
0.3519
28368
19210
-13578
-22097
Mean %
Mean Abs Mean Abs %
Error
Error
Error
-2522
64.3385
-13.0280
36.2563
49.3214
23.0831
25.5995
7.3308
7.8232
200.4637
6.8133
54.8259
52.6940
-683.9654
-392.0196
-60.8241
-48.9790
-27.6458
-39.9684
-1.7164
-19.9525
-118.2854
-37.3084
-35.0641
-74.1693
148.2925
-360.5325
-108.2389
-34.0889
-344.7749
0
64.9591
-177.9150
-240.5854
78.0542
-621.6340
-77.1639
76.8583
-170.3452
-1580
-63.0148
-6.2937
39702
9792
32315
4578
14369
14642
17860
6665
1359
31472
216.6539
33930
11832
11832
11832
14946
43175
3498
61619
2670
13684
18671
14797
48041
17879
17879
13099
18100
30186
13578
0
25971
0.4253
0.4253
0.1262
0.5340
4088
0.4579
29910
19210
13578
22097
2525
65.19499
13.02801
43.84792
51.02678
36.72765
35.31133
27.29527
11.24882
200.46369
13.27355
58.25335
141.02756
838.68933
422.26709
60.82408
48.97898
27.64584
39.96838
13.99261
19.95249
118.28543
37.30841
35.06405
74.16926
427.90519
360.53252
108.23887
75.90342
350.03634
0
64.95907
177.91499
240.58545
213.52003
621.63401
77.16388
92.71839
195.54632
1807
63.01479
6.29366
RMS
Error
RMS %
Error
53586
13097
42718
5374
17649
21968
26763
7869
2203
43067
286.8168
47498
14045
14045
14045
15196
45677
3691
64266
3402
18407
20410
15503
51297
18882
18882
15967
18977
33178
15513
0
30585
0.4786
0.4786
0.1614
0.6235
4376
0.6259
40554
22502
15513
27517
3583
91.7496
16.9991
53.7189
70.5394
56.6476
54.8098
37.2927
18.6955
224.6411
18.8756
81.3087
155.3877
1482
590.9326
61.1608
49.7828
28.9875
40.3845
16.9057
24.7384
119.0670
37.9138
35.9273
76.5577
607.6636
510.3389
111.2949
76.1654
539.7379
0
74.3571
216.9511
308.8165
306.6534
814.6619
78.6104
129.4384
265.3542
2698
67.6806
7.8150
R-Square Label
-1.6781
0.8225
-3.5414
-7.3695
0.6823
-24.8163
-19.4538
0.0564
-0.1525
-29.8716
-0.0879
-83.6112
-2.1256
-4.2158
-1.8430
-28.1097
-9.6740
-11.5977
-5.7740
0.0138
-0.7027
-6.0808
-8.4338
-3.7992
-7.8742
-2.2917
-2.0819
-2.9267
-0.3455
-2.0412
1.0000
-30.4552
-3.4642
-3.3795
-2.0720
-3.1663
-12.5078
-21.3154
-12.1482
-18.9068
-1.8362
-1.3310
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
304
Lampiran 9. Lanjutan
Hasil Validasi Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia, Tahun 1997-2000
SIMULASI DASAR MODEL THREE-GAP Tahun 1997-2000
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1997 To 2000
Theil Forecast Error Statistics
MSE Decomposition Proportions
Inequality Coef
Variable
N
MSE
Corr
(R)
Bias
(UM)
Reg
(UR)
Dist
(UD)
Var
(US)
Covar
(UC)
U1
U
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2871491834
171543659
1824854168
28882111
311478765
482588045
716266337
61925547
4853359
1854796336
82264
2256059032
197252942
197252942
197252942
230908320
2086352091
13624610
4130149428
11571159
338809586
416581497
240353803
2631402924
356524949
356524949
254941288
360110537
1100756574
240640864
0
935419665
0.22901
0.22901
0.02606
0.38875
19153543
0.39176
1644598087
506329847
240640864
757211155
-.867
0.991
-.698
-.273
0.994
-.217
-.226
0.342
0.459
0.997
0.059
0.027
0.478
0.593
0.767
0.322
-.646
0.290
0.912
0.355
0.652
-.334
0.401
0.980
0.392
0.840
-.429
0.863
0.984
0.540
.
0.425
0.428
0.435
0.031
0.349
-.910
-.428
0.123
0.629
0.642
0.613
0.487
0.476
0.572
0.451
0.513
0.166
0.220
0.008
0.163
0.534
0.074
0.447
0.710
0.710
0.710
0.967
0.893
0.898
0.919
0.068
0.553
0.837
0.911
0.877
0.897
0.897
0.573
0.910
0.828
0.766
.
0.721
0.790
0.790
0.454
0.734
0.873
0.316
0.489
0.729
0.766
0.645
0.420
0.428
0.315
0.439
0.448
0.798
0.734
0.057
0.152
0.466
0.010
0.541
0.044
0.166
0.145
0.002
0.052
0.029
0.056
0.045
0.109
0.038
0.000
0.115
0.008
0.014
0.162
0.025
0.149
0.001
.
0.253
0.027
0.025
0.221
0.056
0.115
0.647
0.436
0.241
0.027
0.087
0.093
0.096
0.113
0.111
0.039
0.037
0.046
0.936
0.685
0.000
0.916
0.012
0.247
0.124
0.145
0.031
0.055
0.073
0.025
0.886
0.338
0.125
0.089
0.008
0.095
0.089
0.265
0.065
0.023
0.233
.
0.026
0.183
0.185
0.325
0.211
0.013
0.037
0.075
0.030
0.207
0.268
0.243
0.455
0.056
0.049
0.463
0.427
0.343
0.838
0.013
0.465
0.645
0.397
0.007
0.052
0.059
0.007
0.076
0.001
0.073
0.745
0.357
0.094
0.040
0.121
0.013
0.001
0.169
0.052
0.160
0.087
.
0.160
0.011
0.012
0.007
0.007
0.033
0.252
0.175
0.166
0.141
0.002
0.270
0.069
0.372
0.500
0.024
0.407
0.437
0.154
0.824
0.001
0.281
0.156
0.283
0.238
0.231
0.026
0.030
0.101
0.008
0.187
0.090
0.069
0.049
0.002
0.090
0.103
0.258
0.038
0.013
0.147
.
0.119
0.199
0.198
0.539
0.259
0.094
0.432
0.336
0.105
0.093
0.353
1.1844
0.2452
0.1836
0.4627
0.2793
0.5081
0.4884
0.2511
0.1543
2.9152
0.1543
0.8046
1.7370
1.9018
1.6659
0.6178
0.5266
0.2946
0.4202
0.1807
0.3065
1.1482
0.3950
0.3831
0.7581
1.2709
1.7226
0.9107
0.7279
1.6706
0.0000
0.7506
1.2465
1.3635
1.4704
1.5789
0.8395
1.0745
2.4500
3.3855
0.7320
0.0793
0.4694
0.1187
0.0988
0.1991
0.1323
0.2232
0.2137
0.1291
0.0749
0.5950
0.0760
0.3042
0.6099
0.5432
0.5802
0.4442
0.3535
0.1712
0.2649
0.0933
0.1755
0.9832
0.2443
0.2354
0.5830
0.6739
0.8034
0.7272
0.5367
0.7378
0.0000
0.2795
0.8053
0.8142
0.5458
0.8041
0.6972
0.3901
0.8275
0.6590
0.5609
0.0409
Label
SP
IP
CP
IG
I
CG
G
TD
TI
TN
TT
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
FG
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
MS
IR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
305
Lampiran 10. Program Komputer Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal
dan Moneter Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS
Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metode Newton
options nodate nonumber;
DATA RATNA;
SET RATNA1;
Y
Y1
SP1
IP1
IG1
CP1
I
TD1
TI1
TT1
TN1
TNT
TNT1
T
YP
YG
G
CG
CG1
XAG1
XG1
XSR1
X
MGK1
MGI1
MGC1
MSR1
M
IR1
MS1
DMS
RER
RER1
INF1
R1
DR
FG1
NFG
NFP
FDI1
FL1
PROB1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
(YN/P);
LAG(Y);
LAG(SP);
LAG(IP);
LAG(IG);
LAG(CP);
IP+IG;
LAG(TD);
LAG(TI);
LAG(TT);
LAG(TN);
TD+TI+TN;
LAG(TNT);
TNT+TT;
Y-T;
(Y-Y1)/Y1;
CG+IG;
G-IG;
LAG(CG);
LAG(XAG);
LAG(XG);
LAG(XSR);
XMG+XAG+XG+XSR;
LAG(MGK);
LAG(MGI);
LAG(MGC);
LAG(MSR);
MGK+MGI+MGC+MSR;
LAG(IR);
LAG(MS);
MS-MS1;
ER*(CPIUSA/CPI);
LAG(RER);
LAG(INF);
LAG(R);
R-R1;
LAG(FG);
FG-DR;
FDI+FL-KF;
LAG(FDI);
LAG(FL);
LAG(PROB);
306
Lampiran 10. Lanjutan
SIG
FIS
FOR
BOP
IRD
IRRD
SSP
NSSP
TD
TI
TT
FG
SP
IR
R
MS
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
SP-IP;
T-G;
X-M;
FOR+EO;
FED-IR;
IR-INF;
DMS+DGB;
SSP-RP;
1.15*TD;
1.15*TI;
1.15*TT;
0.85*FG;
1.15*SP;
0.85*IR;
1.15*R;
1.15*MS;
RUN;
TITLE 'SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996';
PROC SIMNLIN DATA=RATNA STAT SIMULATE OUTPREDICT THEIL OUT=B ;
ENDOGENOUS
CG
DMS
XAG
MGK
SIG
IP
G
SSP
XG
MGI
NFG
IRD
FIS
CP
IG
TN
NSSP
XSR
MGC
FDI
IRRD
FOR
T
X
MSR
FL
INF
Y
I
M
RER
;
NFP
PROB
BOP
DR
INSTRUMENTS
CPI
DGB
TD
CPIUSA
GASIA
TI
PARM
A11
A12
A13
A14
7662.352536
23577
0.013432
0.843857
FED
P
EO
RP
TT
KF
FG
R
SP
IR
MS
;
307
Lampiran 10. Lanjutan
B11
B12
B13
B14
B15
B16
376.260151
-8.613738
0.074199
-1.112474
0.995536
0.935624
C11
C12
C13
C14
5229.175103
-0.378127
0.412549
0.425291
D11
D12
D13
D14
D15
2832.859427
0.023689
0.110253
0.005395
0.684031
E11
E12
E13
E14
E15
-3151.074086
0.498442
0.061521
0.241284
0.277084
F11 3655.623451
F12 0.035387
F13 0.480616
G11
G12
G13
G14
-406.078665
0.026749
0.056261
0.452205
H11
H12
H13
H14
H15
1027.561502
-0.020287
0.119674
-0.058979
2.454869
I11
I12
I13
I14
I15
598.577042
0.000566
0.001934
0.031594
0.583324
J11 -341.497938
J12 1.045601
J13 0.814944
308
Lampiran 10. Lanjutan
K11 -3165.432449
K12 2.87031
K13 0.992646
L11
L12
L13
L14
912.903776
0.144237
4754.296753
0.951878
M11
M12
M13
M14
737.747103
-0.327353
0.038622
0.283621
N11
N12
N13
N14
810.543811
-2.834517
0.382828
0.284511
O11
O12
O13
O14
-4146.607785
-2.059811
0.011396
0.500243
P11
P12
P13
P14
P15
-11492
2.651873
0.090017
1743.806123
0.150864
Q11
Q12
Q13
Q14
Q15
Q16
-1705.41136
0.873694
-27471
0.093463
0.013761
0.128429
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
-2777.314672
1.410836
24249
-0.266214
0.027902
4694.525197
1.239733
S11
S12
S13
S14
-5490.723278
-2.704699
45016
-0.751663
309
Lampiran 10. Lanjutan
S15 0.090389
S16 8101.699014
S17 0.112137
T11
T12
T13
T14
3019.7494
-26210
0.08078
1.035534
U11 0.041871
U12 0.580632
U13 0.307098
V11
V12
V13
V14
V15
V16
-0.005179
-0.000003415
1.014395
-0.000004104
0.000003191
0.005633
W11
W12
W13
W14
W15
W16
774.322578
-1009.59785
0.041281
-0.059054
-0.050483
0.618487
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
0.080879
0.000003033
0.00001824
-0.000000173
0.000002641
-0.000002747
0.592731
;
SP1
IP1
CP1
IG1
CG1
TD1
TI1
TN1
TT1
XAG1
XG1
XSR1
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
LAG(SP);
LAG(IP);
LAG(CP);
LAG(IG);
LAG(CG);
LAG(TD);
LAG(TI);
LAG(TN);
LAG(TT);
LAG(XAG);
LAG(XG);
LAG(XSR);
310
Lampiran 10. Lanjutan
MGK1
MGI1
MGC1
MSR1
FG1
FDI1
FL1
MS1
IR1
INF1
RER1
PROB1
/* SP
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
LAG(MGK);
LAG(MGI);
LAG(MGC);
LAG(MSR);
LAG(FG);
LAG(FDI);
LAG(FL);
LAG(MS);
LAG(IR);
LAG(INF);
LAG(RER);
LAG(PROB);
= A11 + A12*IRRD + A13*YP + A14*SP1 ;
*/
IP
= B11 + B12*IRRD + B13*R + B14*NSSP + B15*FL + B16*IP1 ;
CP
= C11 + C12*SP + C13*Y + C14*CP1
IG
= D11 + D12*T + D13*NSSP + D14*NFG + D15*IG1
CG
= E11 + E12*T + E13*NSSP + E14*NFG + E15*CG1 ;
;
/* TD
= F11 + F12*Y + F13*TD1
/* TI
= G11 + G12*CP + G13*IP + G14*TI1
TN
;
*/
;
= H11 + H12*Y + H13*NSSP + H14*NFG + H15*TN1
/* TT
*/
;
= I11 + I12*X + I13*M + I14*RER + I15*TT1 ;
XAG
= J11 + J12*RER + J13*XAG1
;
XG
= K11 + K12*RER + K13*XG1
;
XSR
= L11 + L12*RER + L13*GASIA + L14*XSR1 ;
MGK
= M11 + M12*RER + M13*Y + M14*MGK1
;
MGI
= N11 + N12*RER + N13*X + N14*MGI1
;
MGC
= O11 + O12*RER + O13*Y + O14*MGC1
;
MSR
= P11 + P12*RER + P13*Y + P14*IRD + P15*MSR1
/* FG
;
*/
;
= Q11 + Q12*RER + Q13*IRD + Q14*R + Q15*Y + Q16*FG1 ; */
311
Lampiran 10. Lanjutan
FDI
= R11 + R12*RER + R13*IRD + R14*R + R15*Y
+ R16*PROB + R17*FDI1 ;
FL
= S11 + S12*RER + S13*IRD + S14*R
+ S15*Y + S16*PROB + S17*FL1
;
/* MS
= T11 + T12*IR + T13*G + T14*MS1 ;
/* IR
= U11 + U12*INF + U13*IR1 ;
*/
*/
INF
= V11 + V12*RER + V13*IR + V14*T
+ V15*G + V16*INF1 ;
RER
= W11 + W12*IRRD + W13*MS + W14*R + W15*BOP + W16*RER1 ;
PROB = X11 + X12*SIG + X13*FIS + X14*FOR + X15*NFG
+ X16*NFP + X17*PROB1
;
Y
= CP+IP+G+X-M;
SIG
FIS
FOR
= SP - IP ;
= T - G ;
= X - M ;
I
T
G
X
M
=
=
=
=
=
IP+IG;
TD+TI+TN+TT;
CG+IG;
XMG+XAG+XG+XSR;
MGK+MGI+MGC+MSR;
NFG
NFP
DR
DMS
BOP
IRD
IRRD
SSP
NSSP
=
=
=
=
=
=
=
=
=
FG-DR;
FDI+FL-KF;
R-R1;
MS-MS1;
FOR+EO;
FED-IR;
IR-INF;
DMS+DGB;
SSP-RP;
RANGE TAHUN=1990 TO 1996;
RUN;
312
Lampiran 11. Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter
Tahun 1990-1996, Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12
Prosedur SIMNLIN Metode Newton
SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Model Summary
Model Variables
Endogenous
Parameters
RANGE Variable
Equations
35
35
114
TAHUN
35
Number of Statements
59
Program Lag Length
1
SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Summary
Dataset Option
DATA=
OUT=
Variables Solved
Simulation Lag Length
Solution RANGE
First
Last
Dataset
RATNA1
B
35
1
TAHUN
1990
1996
Solution Method
NEWTON
CONVERGE=
1E-8
Maximum CC
8.7096E-15
Maximum Iterations
1
Total Iterations
7
Average Iterations
1
Observations Processed
Read
8
Lagged
1
Solved
7
First
22
Last
28
313
Lampiran 11. Lanjutan
SIMULASI SKENARIO KEBIJAKAN T FG SP IR R MS Tahun 1990-1996
SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range TAHUN = 1990 To 1996
Descriptive Statistics
Actual
Variable
IP
CP
IG
I
CG
G
TN
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
Predicted
Nobs
N
Mean
Std
Mean
Std
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
58421
145466
12857
71278
25844
38701
4132
44599
2687
4610
646.8724
9824
33464
6700
67795
12965
33218
2754
17992
66928
7027
4347
7738
13745
5548
2282
-0.1179
0.0807
0.0829
1839
0.4031
-8197
5898
866.6696
258205
11190
39726
2954
11514
4337
3171
1863
6170
1721
4982
8090
2415
8445
575.7741
9344
2511
8928
1501
1884
13762
2433
2630
3302
6903
2806
1951
0.0353
0.0436
0.0186
153.8642
0.0767
8297
3514
4994
50417
51998
129256
12373
64371
34762
47136
18455
59328
3090
5013
1050
4539
16871
9623
48839
12572
23884
-5487
13303
44271
2460
-7172
7728
2215
9249
5453
-0.0933
0.0987
0.0404
810.6820
0.6375
5761
12192
4568
232957
18888
26190
1331
19428
15852
16915
23919
28240
1979
4940
8056
1165
3060
2266
3798
2645
1420
567.3903
5109
6974
2667
5687
4776
2863
3946
2282
0.0301
0.0629
0.0784
373.7566
0.2376
15634
11555
9034
51517
Label
IP
CP
IG
I
CG
G
TN
T
DMS
SSP
NSSP
XAG
XG
XSR
X
MGK
MGI
MGC
MSR
M
NFG
FDI
FL
NFP
BOP
DR
IRD
IRRD
INF
RER
PROB
SIG
FIS
FOR
Y
Download