Memperkecil Risiko Usaha Tani

advertisement
Memperkecil Risiko Usaha Tani
Suara Pembaruan : 10 Oktober 2001
ering orang mengatakan, tidak ada bisnis yang tanpa mengandung risiko.
Risiko usaha muncul akibat adanya ketidakpastian dari berbagai faktor atau
aspek yang terkait dengan usaha yang sedang dijalankan.
Risiko dan keuntungan berjalan searah. Artinya, keuntungan usaha yang besar
biasanya juga disertai dengan risiko usaha yang tinggi. Itulah sebabnya
konsultan bisnis sering dibuat bingung jika ada yang bertanya, jenis usaha apa
yang dapat memberikan keuntungan tinggi tetapi dengan risiko yang kecil.
Pada masa lalu, keuntungan dan risiko yang bergerak searah ini sering dapat
dihindari oleh pengusaha yang dekat dengan kekuasaan. Untuk memperkecil
risiko bisnis yang sedang dijalankan, berbagai fasilitas dan perlindungan diminta
dari pemerintah. Lebih parahnya, "efisiensi" ini bukan dalam rangka perbaikan
distribusi pendapatan atau pun perbaikan kesejahteraan masyarakat golongan
miskin, namun demi keuntungan segelintir orang saja.
Dalam mata ajaran ekonomi dasar sering diasumsikan bahwa tujuan utama
seorang pengusaha adalah memaksimumkan keuntungan. Berdasarkan asumsi
ini kemudian dikembangkan teori produksi, teori biaya, sampai pada teori tingkah
laku perusahaan di berbagai bentuk struktur pasar.
Daya prediksi teori yang didasarkan pada asumsi keuntungan maksimum
tersebut memang cukup kuat. Namun, jika teori tersebut digunakan untuk
memprediksi keputusan bisnis yang akan diambil petani, ternyata hasilnya sering
meleset.
Petani, terutama yang berlahan sempit, sangat sensitif terhadap risiko usaha.
Bagi mereka, dampak kegagalan usaha tani dalam satu musim panen akan
sangat besar. Taraf hidup di sekitar garis kemiskinan menyebabkan kemampuan
petani untuk menanggung risiko kegagalan usaha taninya menjadi sangat kecil.
Panen yang gagal dapat berakibat keluarga petani terjerat utang untuk waktu
yang lama, atau bahkan dapat kehilangan lahan yang dimilikinya. Sebab,
bagaimanapun keadaannya, petani harus memberi makan keluarganya dan
memenuhi kebutuhan pokok lainnya.
Itulah sebabnya, petani sangat berhati-hati mengadopsi teknologi baru. Mereka
sulit diajak menanam jenis tanaman yang ia sendiri tidak yakin keberhasilannya.
Besarnya keuntungan yang diharapkan dari suatu jenis usaha tani belum tentu
dapat menggerakkan petani untuk beralih dari usaha tani yang selama ini
digelutinya.
Petani memang tetap bereaksi terhadap insentif keuntungan, tetapi masih lebih
rendah kadarnya jika dibandingkan dengan reaksinya terhadap insentif dengan
risiko turunnya usaha tani. Tetapi, proses produksi usaha tani sangat bergantung
pada variabel-variabel yang berada di luar kontrol petani.
Produksi usaha tani dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik-biologis yang
sampai saat ini belum dapat sepenuhnya diatur oleh petani. Sejak musim tanam
sampai panen, tanaman memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda.
Variasi curah hujan, kelembaban, penyinaran matahari, maupun suhu di setiap
tahapan perkembangan tanaman, akan secara langsung berpengaruh terhadap
tinggi-rendahnya produktivitas usaha tani.
Pengetahuan tentang pola iklim, makro maupun mikro, diperlukan untuk dapat
melakukan prediksi yang baik akan ketersediaan air, suhu, kelembaban, maupun
lamanya penyinaran matahari, yang semuanya ini sangat penting bagi proses
fotosintesa tanaman.
Pengetahuan pola iklim yang tepat tersebut terlebih lagi diperlukan bagi tanaman
semusim. Petani perlu mengetahui dengan tepat kapan waktunya musim tanam
dimulai. Keterlambatan penanaman dapat berakibat rendahnya produktivitas
atau bahkan kegagalan panen.
Pada masa lalu, pola iklim relatif dianggap lebih teratur daripada sekarang ini.
Kapan musim kemarau dimulai, atau kapan musim hujan akan berlalu, sering
dapat secara tepat diprediksi oleh petani. Petani dengan pengalamannya selama
bertahun-tahun dapat menduga kapan sebaiknya mulai menggarap lahannya
agar tanah siap ditanami pada saat yang tepat. Alam memberikan tanda-tanda
yang dapat dibaca oleh petani. Tetapi kini, fenomena alam ini semakin pudar
keteraturannya dan semakin lemah daya ramalnya.
Menurunkan Risiko
Untuk memperkecil risiko usaha tani yang diakibatkan oleh ketidakteraturan pola
iklim, terutama dalam kaitannya dengan ketersediaan air untuk tanaman,
berbagai cara dapat ditempuh. Pertama, meningkatkan kinerja jaringan irigasi
yang sudah ada, yaitu dengan memperbaiki kualitasnya. Banyak sarana irigasi
yang berfungsi di musim hujan, namun di musim kemarau tidak ada air yang
mengalir. Sudah cukup lama, banyak sarana irigasi yang tidak dirawat
sebagaimana mestinya, sehingga kapasitasnya jauh menurun.
Kedua, bagi daerah yang lahannya berpotensi tinggi, namun dibatasi oleh
ketersediaan air, perlu dibangun sarana dan prasarana irigasi. Tentunya,
pembangunan sarana dan prasarana itu tetap memperhatikan hasil uji kelayakan
manfaat, biaya ekonomi, maupun sosialnya. Prioritas perlu diberikan bagi daerah
yang berpotensi, namun penduduknya miskin.
Ketiga, perlu perbaikan sistem informasi tentang iklim yang relevan bagi
pengambilan keputusan usahatani. Perlu informasi yang cepat dan dini kapan
seharusnya petani di suatu daerah mulai menyiapkan lahannya, atau kapan
musim tanam suatu komoditas harus dilakukan. Informasi ini tentunya juga
diperlukan bagi pelaku bisnis di sepanjang rantai agribisnis sejak dari hulu
sampai ke hilir.
Risiko usaha tani dapat juga diperkecil dengan menciptakan benih atau pun bibit
unggul yang relatif tahan terhadap perubahan lingkungan. Namun, untuk tahap
sekarang, risiko dapat diperkecil jika benih yang dibeli petani memang memiliki
kualitas yang baik, seperti yang dijanjikan oleh produsen benih.
Perlu adanya jaminan mutu yang dapat dipegang oleh petani. Tidak seperti input
manufaktur yang dapat diamati dan diketahui kualitasnya sebelum digunakan,
mutu benih atau bibit sering terbukti baik atau jelek setelah benih tersebut
menjadi tanaman dan berproduksi.
Oleh sebab itu, sertifikasi mutu yang dapat diandalkan, dan bertanggungjawab
jika ternyata mutunya buruk, perlu diadakan.
Risiko yang dihadapi petani tidak saja muncul dari ketidakpastian tentang jumlah
produksi yang dapat diperolehnya, tetapi risiko dapat juga muncul dari adanya
ketidakpastian harga produk.
"Goncangan kecil" berupa penurunan sisi permintaan atau pun peningkatan
pada sisi penawaran sudah cukup membuat harga produk pertanian terhempas.
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk memperkecil risiko harga ini.
Pertama, memperbaiki mekanisme pembentukan harga di setiap tingkatan
lembaga pemasaran. Perbaikan informasi harga, standardisasi produk,
transparansi, dan mengurangi berbagai hambatan pasar, merupakan berbagai
upaya yang dapat dilakukan.
Kedua, meningkatkan posisi tawar petani di pasar. Perbaikan kelembagaan
petani, peningkatan aksesibilitas petani terhadap sumber pendanaan, pasar
produk, maupun pasar input, dapat menjadi penguat posisi tawar petani.
Ketiga, memberikan jaminan harga minimal yang dapat diperoleh petani bagi
produk yang dihasilkannya. Hal ini tentunya memerlukan kebijakan harga yang
rasional yang tetap memperhitungkan aspek efisiensi dan juga sekaligus aspek
distributifnya.
Memang, tidak mungkin menghapus risiko usaha tani sepenuhnya. Yang dapat
dilakukan pemerintah adalah membantu petani untuk memperkecil risiko tersebut
dengan kebijakan yang tepat.
Download