Perempuan di Media Online: Representasi Perempuan dalam Website www.kompas.com Monika Sri Yuliarti Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak The pattern of consumption of mass media in today's society is changing. This is partly due to the developments in information technology. Now, the world is experiencing the digital age, where all aspects of life and the relationship humans have a very close relationship with the internet technology, where it was thanks to the Internet era, when it began to give birth to online media. The online media eventually become the people's choice in meeting their needs for information. At the level of academic and scientific research related to the impact of mass media on society as a mass media users have been carried out. From the research that has been there is, in general, resulted in findings that impact negatively trend and strong enough for the people who act as a mass audience. Look at this, the contents of the mass media should be a concern, so the impact is a positive impact. Newspapers, as one form of print media, today has been pretty much the mengkonvergensikan products with online media forms as well. With online media, of information submitted more up to date than the printed version of the newspaper only. This paper is the result of a study document, in this case is the article on the online newspaper with local and national scope. In this study analyzed data is the contents of the article of the rubric "women" contained on the website www.kompas.com. Selection of the website as the research object is motivated by the coverage of different online media, the scope of local and national scope. Furthermore, they are also a source of information that is fairly large in scope respectively. The results are expected to enrich the depth information based on the reference and academic perspective, of how women are represented in the media, especially in this context is the online media. Research on the representation of women in the media spelled already pretty much done. However, this study also incorporate aspects of locality and nationality, which can be known how the local media and national media presented online represent women through the articles contained within the rubric of "woman". Keywords: representation, women, online media. Pendahuluan Setiap hari, manusia melakukan proses komunikasi, bahkan saat tidak disadari sekalipun. Komunikasi yang dilakukan tersebut bisa berupa komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi publik, maupun komunikasi massa. Bentuk komunikasi yang dilakukan pun bermaca-macam, mulai dari komunikasi secara langsung atau face to face maupun komunikasi dengan menggunakan perantara saluran atau media tertentu. Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk dari level komunikasi yang memiliki cakupan paling luas di antara level-level yang lainnya. Komunikasi massa ini merupakan komunikasi tak langsung yang membutuhkan media sebagai perantara untuk menghubungan antara sumber pesan atau komunikator dengan sasaran pesan atau komunikan. Perkembangan media massa sendiri dewasa ini semakin pesat. Jika pada masa lampau proses transfer pesan secara massa hanya bisa dilakukan melalui media cetak, pada perkembangan selanjutnya proses komunikasi massa juga bisa dilakukan dengan menggunakan media audio dan media audio visual. Selanjutnya, pada akhir tahun 1990-an, muncullah internet yang pada akhirnya memunculkan gaya berkomunikasi secara massa yang berbeda. Berawal dari kemunculan internet itulah, muncul istilah old media dan new media. Yang disebut dengan old media adalah media-media komunikasi massa yang muncul sebelum era internet, yaitu media cetak (misal: buku, surat kabar, tabloid, dan majalah), media audio (misal: radio, musik yang direkam dalam compact disc atau CD) serta musik yang direkam dalam mp3), dan media audio visual (misal: televisi, film yang diputar di bioskop maupun yang direkam dalam video compact disc atau VCD serta digital video disc atau DVD). Sementara itu, yang disebut dengan new media adalah media-media komunikasi massa yang melibatkan unsur internet, seperti portal berita online, misalnya. Dewasa ini, muncul pula konvergensi antara old media dengan new media, seperti streaming radio, website surat kabar, website stasiun televisi, dan website program-program yang terdapat dalam stasiun televisi. Kemudian, apa sesungguhnya yang disebut dengan internet itu? Setidaknya terdapat tiga hal utama jika berkaitan dengan internet. Pertama, internet merupakan keterhubungan melalui sistem alamat global (global address system). Kedua, dalam internet terdapat penggunaan bentuk umum protokol transmisi. Yang ketiga, internet memungkinkan terjadinya komunikasi publik dan komunikasi pribadi (Wood & Smith, 2005: 37). Berdasarkan dengan hal tersebut maka bisa diketahui bahwa dengan internet, keterhubungan antar manusia akan semakin besar. Selain itu, penjelasan di atas juga menunjukkan bahwa konsep yang dicetuskan oleh McLuhan mengenai global village akan semakin menjadi hal yang sangat masuk akal dan memungkinkan, di mana dunia yang sangat luas dan besar ini merupakan desa global yang penduduknya mampu menerima informasi yang sama dalam waktu yang bersamaan, tanpa adanya kendala waktu yang sebelumnya ditemui. Perkembangan media komunikasi massa yang melibatkan teknologi baru tersebut memunculkan karakteristik yang berbeda. Salah satu karakter yang berbeda adalah masyarakat sekarang lebih leluasa untuk memilih informasi apa yang diinginkan atau dibutuhkannya. Dengan adanya perbedaan karakteristik tersebut, tentu isi media menjadi suatu hal yang amat penting. Salah satu tema yang menjadi isi media adalah tema mengenai perempuan. Dewasa ini, tema mengenai perempuan sudah semakin banyak dimunculkan di media massa. Berbicara mengenai perempuan di media tentu tak bisa dilepaskan dari permasalahan gender (Littlejohn & Foss, 2005: 323). Gender menjadi salah satu isu yang menarik dalam isi media. Dari tahun ke tahun, terdapat tren yang berbeda mengenai bagaimana gender direpresentasikan di media. Pada tahun 1970-an misalnya. Kala itu, isu gender dimunculkan sehubungan dengan kemunculan aliran gerakan feminisme. Beberapa aliran gerakan feminisme di antaranya adalah feminisme liberal dan feminisme radikal. Feminisme liberal lebih menitikberatkan fokusnya pada gagasan mengenai keadilan yang berhubungan dengan jaminan hak kesetaraan bagi semua manusia, baik itu pria maupun wanita. Sebaliknya, feminisme radikal meyakini bahwa penindasan terhadap perempuan sesungguhnya lebih dari sekedar ketidaksetaraan dalam bidang politik saja, melainkan sudah menjalar pada struktur sosial, yaitu patriarkal (Littlejohn & Foss, 2005: 323). Riset terkait dengan representasi perempuan di media juga telah banyak dilakukan, baik secara spesifik meneliti mengenai representasi perempuan pada media online atau media massa lain. Riset ini sendiri akan lebih fokus pada representasi perempuan dalam artikel pada website surat kabar Kompas (www.kompas.com). Riset ini penting dilakukan karena salah satu fungsi media massa adalah sebagai media sosialisasi nilai yang akan diturunkan dari satu generasi ke generasi yang lain (Dominick, 2005: 41-42). Pemilihan website Kompas didasari alasan, pertama, memiliki nama dan reputasi yang baik sebagai surat kabar nasional. Alasan kedua, pemilihan obyek ini adalah, Kompas merupakan media massa yang melakukan konvergensi antar old media dan new media. Tinjauan Pustaka Era media massa dewasa ini telah memasuki era new media (media baru), atau tak jarang digunakan pula istilah media online. Dalam era ini, keterlibatan teknologi memegang peranan yang sangat besar. Keterlibatan teknologi tersebut memunculkan pola konsumsi yang berbeda di kalangan masyarakat. Media massa yang semula memiliki arti bahwa masyarakat secara massal bisa mengaksesnya secara bersama-sama, dengan media baru, maka media massa menjadi seolah-olah media pribadi. Hal ini terjadi karena dengan mengkonsumsi isi media online, maka masyarakat memiliki keistimewaan untuk memilih sendiri mana yang ingin dikonsumsi dan mana yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Gunter (2003: 1), yang menyatakan ekspansi media massa ke dalam era online tidak saja memunculkan kompetisi antara sesama produsen media massa, melainkan juga memberikan dampak di kalangan masyarakat pengguna media massa tersebut. Masyarakat atau dalam hal ini adalah khalayak media massa, cenderung mnejadi lebih terfragmentasi jika dibandingkan dengan mereka saat mengkonsumi media massa konvensional. Selain itu, dampak yang diakibatkan dari penggunaan media online tersebut juga semakin signifikan karena semakin terdapatnya keterbukaan dalam mendapatkan informasi. Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bahwa tema perempuan merupakan salah satu tema yang banyak diangkat untuk dijadikan sebagai isi dari produk media. Berbicara mengenai perempuan tentu tak bisa dipisahkan dari kajian mengenai feminisme. Kajian mengenai feminisme memang berasal dari negara Barat. Aris (dalam Syahri, 2009: 201) menulis bahwa tidak dapat dipungkiri, gerakan feminis di Barat adalah reaksi terhadap situasi dan kondisi yang terjadi pada lingkungan sosial masyarakat di sana. Beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab utama gerakan tersebut adalah adanya pandangan “sebelah-mata” terhadap perempuan atau yang juga biasa disebut dengan misogyny, serta adanya bermacam-macam anggapan buruk atau stereotype yang dilekatkan kepada perempuan serta aneka citra negatif yang mengejawantah dalam tata-nilai masyarakat, kebudayaan, hukum, dan politik. Feminisme sendiri merupakan sebuah gerakan yang berisi tuntutan adanya kesetaraan antara wanita dan pria. Gerakan ini muncul karena pada masanya, wanita tidak mendapatkan hak yang setara dengan kaum pria, sehingga pembahasan mengenai feminisme ini bertujuan untuk mengekspos kekuatankekuatan dan batasan-batasan dari pembagian dunia berdasarkan jenis kelamin ini. Banyak teori feminis memberi penekanan pada adanya pengekangan dari hubungan jenis kelamin di bawah dominasi patriarki. Sehubungan dengan hal tersebut, maka feminisme banyak mempelajari mengenai distribusi kekuasaan di antara jenis-jenis kelamin. Asumsi awal dari teori feminisme ini adalah bahwa jenis kelamin merupakan sebuah kategori umum dari pengalaman. Teori ini bertujuan untuk menentang asumsi-asumsi yang berlaku tentang jenis kelamin di masyarakat dan untuk menemukan cara-cara yang lebih liberal bagi wanita dan pria untuk eksis di dunia. Kritik feminis sudah semakin populer dalam studi komunikasi. Para ilmuwan komunikasi feminis meneliti cara-cara bagaimana bias bahasa kaum pria mempengaruhi hubungan antar jenis kelamin, cara-cara bagaiman dominasi kaum pria telah membatasi komuikasi bagi wanita, cara-cara bagaimana kaum wanita telah mengakomodasi dan menolak pola-pola pembicaraan dan bahasa kaum pria, kekuatan-kekuatan dari bentuk-bentuk komunikasi kaum wanita. Beberapa riset mengenai perempuan di media massa telah banyak dilakukan, di antaranya adalah “Peningkatan Gender dalam Jurnalisme”, penulis Iwan Awaluddin Yusuf. Dalam riset ini diperoleh temuan bahwa media massa dan jurnalisme di Indonesia masih kurang sensitif terhadap isu kesetaraan gender, utamanya dalam hal: (1) bagaimana jurnalis menyampaikan fakta; (2) posisi media; (3) posisi jurnalis dan produk jurnalistik (Yusuf, 2004: 351). Riset selanjutnya mengenai perempuan di media massa adalah “Wajah Perempuan dalam Media Massa”, penulis Nurul Arifin. Temuan dalam riset tersebut adalah bahwa dengan kekuatannya, media massa di Indonesia cenderung membentuk dan menampilkan realitas tersendiri tentang wanita. Namun, sayangnya realitas tersebut tidak disertai dengan sensitivitas gender dalam berbagai penyajian (Arifin, 2001: 199). Abrar (2004: 392) juga melakukan riset mengenai perempuan dengan judul "Tantangan dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Pers di Indonesia". Risetnya ini menghasilkan rekomendasi terkait dengan cara-cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan suasana baru di mana pers Indonesia lebih menghargai keberadaan perempuan, yaitu dengan: (1) mengamandemen UU No. 40 tahun 1999; (2) meningkatkan pengawasan pelaksanaan KEWI; (3) meningkatkan jumlah wartawati; (4) menggusur budaya diskriminatif; dan (5) menciptakan suasana adil gender. Habsari (2013) melakukan riset mengenai Stereotype dan labelling perempuan dalam media cetak. Dari riset tersebut diperoleh temuan bahwa Representasi beberapa perempuan yang terlibat dalam tindak kejahatan korupsi dalam sampul majalah Tempo merupakan penggambaran visualisasi perempuan secara variatif dan mempunyai penekanan pada khalayak yang dituju. Lebih lanjut, sistem kapitalisme dan budaya patriarki yang menghegemoni media di Indonesia saat ini memposisikan perempuan dalam konstruksi nilai-nilai feminitas yang tidak menguntungkan perempuan. Dari beberapa riset yang telah dilakukan tersebut bisa diketahui bahwa riset mengenai representasi perempuan di media massa sesungguhnya telah banyak dilakukan, namun belum ada yang menganalisis mengenai representasi perempuan pada media online yang merupakan bentuk konvergensi dengan media massa kuno atau konvensional. Untuk itulah, riset ini muncul sehingga diharapkan bisa memberikan temuan yang bermanfaat untuk melengkapi temuan-temuan riset yang telah ada. Dalam representasi, terdapat suatu permasalahn penting, utamanya dalam kaitannya dengan bagaimana realitas atau obyek tersebut ditampilkan. Fiske (dalam Eriyanto, 2001) menyebutkan bahwa terdapat tiga proses dalam menampilkan obyek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang. Level pertama akan berhubungan dengan peristiwa yang ditandai sebagai realitas. Dalam bahasa gambar, hal ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Selanjutnya level kedua akan berhubungan dengan waktu saat kita memandang sesuatu sebagai realitas dan bagaimana realitas itu digambarkan. Sehubungan pada level yang kedua ini, maka yang digunakan disini adalah perangkat secara teknis, misalnya adalah kata atau kalimat, yang mana pada akhirnya kata dan kalimat ini akan membawa makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Terakhir, level ketiga, akan berhubungan dengan bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Selain itu, level terakhir ini juga berhubungan dengan bagaimana kode-kode representasi dihubungakan dan diorganisikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Lebih lanjut, representasi dalam teori konstruksi sosial merupakan representasi simbolik, di mana bahasa memiliki peran penting dalam proses obyektivasi terhadap tanda-tanda yang ada. Hal ini terjadi karena karena bahasa mampu membangun bangunan-bangunan representasi simbolis seperti halnya dalam kehidupan nyata (Berger & Luckmann, 1966: 55). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka representasi perempuan akan bisa diketahui dengan mengelaborasi simbol-simbol yang ada pada obyek yang dianalisis. Menurut Hall (1997: 25), terdapat tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk menjelaskan peran bahasa dalam representasi. Ketiga pendekatan tersebut adalah the reflective, the intentional dan the contructionist approach. Pada the reflective approach, makna ditujukan untuk mengelabui obyek yang dimaksudkan, baik itu orang, ide ataupun suatu kejadian di dunia yang nyata, dan fungsi bahasa sebagai cermin, untuk merefleksikan maksud sebenarnya seperti keadaan yang sebenarnya di dunia. Sedangkan intentional approach merupakan pendekatan yang berkaitan erat dengan pembicara atau penulis yang menekankan pada diri sendiri mengenai pemaknaan yang unik di dunia ini melalui bahasa. Kata-kata yang dihasilkan memiliki makna sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis. Metode Penelitian Riset ini merupakan riset deskriptif kualitatif, yaitu riset yang mendeskripsikan kondisi, proses, hubungan mengenai hal-hal pokok yang ditemukan pada sasaran penelitian, serta fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat secara rinci dan mendalam. Penelitian deskriptif kualitatif ini juga bertujuan untuk menggambarkan suatu kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang dijadikan sebagai obyek penelitian (Bungin, 2007). Obyek penelitian adalah artikel-artikel yang terdapat dalam website kompas, utamanya yang terdapat pada rubrik wanita. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen. Teknik analisis data akan dilakukan secara induktif interaktif, di mana proses analisis bisa dilakukan sesegera mungkin, tanpa harus menunggu proses pengumpulan data dilakukan. Lebih lanjut, interaktif di sini maksudnya adalah ada interaksi atau sintesa yang akan dilakukan terkait dengan data-data yang nanti terkumpul. Metode analisis yang akan digunakan dalam riset ini adalah analisis wacana. Cook (dalam Eriyanto, 2001: 9) menjelaskan bahwa analisis wacana berhubungan erat dengan tiga hal; yaitu teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, konteks adalah situasi dan hal dari luar yang berpengaruh, dan wacana adalah adanya interaksi antara teks dan konteks. Metode analisis wacana yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana model Sara Mills. Sara Mills lebih melihat bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks (posisi subyek-obyek). Dalam arti siapa yang menjadi subyek penceritaan dan siapa yang menjadi obyek penceritaan. Dengan demikian akan didapatkan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Selain itu Sara Mills juga menggunakan metode posisi penulispembaca. Dalam kaitannya dengan posisi penulis-pembaca ini, maka analisis yang dilakukan berhubungan dengan bagaimana penulis menampilkan diri yang pada saatnya akan menentukan bagaimana respon atau penerimaan pembaca. Pembahasan Pada website Kompas, menu untuk menuju pada rubrik perempuan bisa diakses dari halaman muka, dengan tag “female”. Selanjutnya, setelah masuk ke dalam menu “female”, maka akan terlihat beberapa sub menu-sub menu selanjutnya, yaitu “home”, “ibu & anak”, “etalase”, “cantik & gaya”, “karier”, “relationship”, “bugar dan sehat”, “beranda”, dapur”, “konsultasi”, dan “kolom”. 1. Posisi Subyek-Obyek Berkaitan dengan posisi subyek-obyek, maka hal-hal yang akan dianalisis adalah siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subyek), siapa yang diposisikan sebagai obyek yang diceritakan (obyek), serta aktor dan kelompok sosial mana yang mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri serta gagasannya. Dilihat dari posisi subyek-obyek, artikel-artikel yang terdapat pada rubrik perempuan dalam website kompas (yang dalam hal ini disebut dengan rubrik “female”) menunjukkan bahwa memang artikel-artikel tersebut ditujukan untuk kaum perempuan, di mana perempuan diposisikan sebagai obyek yang diceritakan. Namun demikian, pembagian sub-sub tema cukup menunjukkan bahwa kaum perempuan tidak hanya ditampilkan dalam urusan domestik saja, walaupun sub tema yang menyangkut dengan urusan domestik masih cukup mendominasi. Kasiyan (2008: 56-57) menyatakan bahwa fenomena dan realitas peran domestik yang dikenakan kepada perempuan pada akhirnya mengejawantahkan konsep ‘pengiburumahtanggaan’ atau ‘domestikasi’ atas perempuan di masyarakat. Konsep ini jika dicermati cenderung bermakna diskriminatif bagi perempuan dalam representasinya. Dalam rubrik “female” website kompas, domestikasi perempuan tampak dari sub tema-sub tema sebagai berikut: (1) “ibu & anak”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “kehamilan & menyusui” dan “parenting”; (2) “etalase”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “produk baru”, “info kegiatan”, dan “direktori”; (3) “cantik & gaya”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “kecantikan”, “fashion”, “galeri”; (4) “relationship”, kemudian dibagi lagi menjadi “rahasia pria”, “anda & dia”, dan “seks”; (5) “bugar & sehat”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “diet” dan “bugar”; (6) “beranda”, yang dibagi lagi menjadi “isu wanita” dan “gaya hidup”; (7) “dapur”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “koleksi resepsi” dan “tips memasak”; dan (8) “konsultasi”, yang dalam hal domestikasi perempuan kemudian lebih dispesifikkan lagi ke dalam “konsultasi gizi”. Sementara itu, selain menampilkan domestikasi perempuan, rubrik “female” website Kompas juga menampilkan perempuan di ranah publik. Hal ini bisa diamati dari sub tema-sub tema yang ada, seperti: (1) “karier”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “dunia kerja” dan “keuangan” dan (2) “konsultasi”, yang dalam hal representasi perempuan dalam konteks ruang publik dibagi lagi menjadi “konsultasi keuangan”, “pengembangan diri”, dan “fashion”. Dari pemaparan di atas bisa diketahui bahwa secara umum, representasi perempuan pada rubrik perempuan di kompas secara umum masih cenderung merepresentasikan wacana perempuan di ranah domestik, walaupun perempuan di ranah publik juga sudah ditampilkan, dengan pembagian sub tema yang cukup jelas. Dalam kaitannya dengan posisi subyek- obyek, artikel-artikel yang terdapat pada rubrik “female” website Kompas berdasarkan sub tema-sub tema yang ada, perempuan tidak selalu diposisikan sebagai pencerita. Hal ini bisa dilihat dari artikel dengan judul “Tak Ingin Rambut Rontok? Jangan Diet Berkepanjangan!” padasub tema “kecantikan” (http://female.kompas.com/read/2014/11/20/133000320/Tak.Ingin.Rambut.Ronto k.Jangan.Diet.Berkepanjangan.). Artikel ini berisi mengenai tips yang harus dijalankan oleh seorang perempuan mengenai salah satu bahaya melakukan diet terlalu ketat. Pada artikel ini, posisi pencerita awalnya seolah-olah menggambarkan seorang perempuan. Namun, pada bagian selanjutnya artikel ini memamaparkan hasil penelitian dari seorang ahli yang adalah seorang pria. Sehingga, keseluruhan isi dari artikel tersebut juga seolah-olah merupakan saran pria kepada kaum perempuan bagaimana caranya agar diet yang ia lakukan tidak memberikan dampak yang buruk bagi unsur kecantikan perempuan yang lain, yaitu rambut yang rontok. Contoh lain yang menampakkan bahwa perempuan tidak direpresentasikan sebagai pihak pencerita adalah pada artikel yang berjudul “Ajari Bayi Tidur Sendiri dengan Metode 'Menangis'” yang terdapat pada sub tema “Ibu & Anak” (http://female.kompas.com/read/2014/09/21/200000620/Ajari.Bayi.Tidur.Sendiri. dengan.Metode.Menangis.). Artikel ini berisi mengenai teknik menidurkan bayi dengan membiarkannya menangis sebelum tidur. Posisi pencerita dalam artikel ini juga ditampilakan sebagai seorang pria, karen pada artikel ini juga memasukka materi mengenai sumber pemberitaan dari kaum pria, yaitu penulis buku tentang bayi dan juga dokter serta peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan tema yang terdapat dalam artikel. Kedua contoh di atas merupakan contoh yang diambil dari artikel yang merepresentasikan perempuan di ranah domestik. Untuk artikel yang merepresentasikan perempuan di ranah publik juga sesungguhnya tidak jauh berbeda. Seperti hal nya pada artikel yang terdapat pada sub bagian “karier”. Pada bagian ini terdapat artikel yang menunjukkan bawa pihak pencerita dalam artikel ini bukanlah digambarkan sebagai seorang peremuan, melainkan seorang lakilaki. Artikel ini berjudul “Studi Membuktikan, Olahraga Bisa Buat Performa Kerja Melesat” (http://female.kompas.com/read/2014/11/27/141500520/Studi.Membuktikan.Olah raga.Bisa.Buat.Performa.Kerja.Melesat.). Seperti halnya artikel yang lain, untuk meyakinkan pembacanya, artikel ini juga memasukkan hasil studi yang dilakukan oleh peneliti, di mana peneliti tersebut adalah seorang laki-laki. Terlebih lagi dalam artikel tersebut tertulis: “Olahraga memang memiliki segudang manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti menurunkan tekanan darah, menyehatkan jantung, dan bentuk tubuh pun menjadi lebih menarik”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kaum pria lah yang seolah-olah berbicara, karena merekalah yang mengklaim diri mereka paling mengerti bagaimana bentuk tubuh perempuan yang menarik menurut versi mereka, walaupun sesungguhnya artikel ini terdapat pada sub bagian “karier”, sub bagian yang merupakan ranah publik, di mana tidak ada unsur domestikasi di dalamnya. Namun pada kenyataannya, setelah membaca artikel tersebut, semakin jelas bahwa walaupun terdapat sub bagian yang bukan merupakan domestikasi perempuan, tetap saja isi dari artikel tersebut memasukkan unsur domestikasi, bahkan dalam hal pencerita yang digambarkan sebagai seorang pria, bukan seorang perempuan. Artikel lain yang berada pada sub bagian ranah publik, yaitu “konsultasi” terutama pada bagian “konsultasi fashion” juga menampilkan pencerita yang seorang pria. Pada artikel yang berjudul “Kebaya Berhijab untuk Wisuda” (http://female.kompas.com/read/2013/08/21/1326550/Kebaya.Berhijab.untuk.Wis uda). Dalam artikel tersebut, identitas yang berkonsultasi adalah seorang perempuan muda, sementara konsultan yang menjawab pertanyaan adalah seorang pria, ia juga seorang desainer yang memang memiliki reputasi baik dalam bidang fashion. Dengan memasang seorang pria sebagai konsultasn, maka artikel tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa pria lah yang menjadi subyek pencerita dan berperan lebih aktif dibandingkan dengan perempuan yang salam hal ini menjadi obyek pencerita. Dari semua analisis terkait dengan posisi subyek-obyek di atas, maka jika dilihat dari kelompok sosial yang ditampilkan, setiap artikel memiliki kekhasannya masing-masing. Namun, karena setiap artikel pasti sudah jelas tema dan pembahasannya, tentu saja kelompok sosial yang ditampilkan pada masingasing artikel pun sudah sangat spesifik, tergantung dari artikelnya tersebut. Misalnya saja pada artikel terakhir, artikel mengenai konsultasi fashion. Pada artikel ini perempuan yang ditampilkan adalah perempuan yang sesuai dengan tema dari sub bagian ini, yaitu konsultasi fashion. Pada artikel ini yang melakukan konsultasi adalah seorang perempuan dengan usia 17 tahun. Sehingga ketika konsultan memberikan jawabannya pun maka kelompok sosial yang terwakili adalah kelompok sosial yang sama dengan gadis berusia 17 tahun yang memakai jilbab, dan mencoba mencari saran mengenai busana yang akan ia kenakan dalam wisudanya. Dengan spesifiknya artikel tersebut, maka semakin spesifik pula kelompok sosial yang terwakili dalam artikel tersebut. 2. Posisi Penulis-Pembaca Dalam kaitannya dengan posisi penulis-pembaca, artikel-artikel yang terdapat dalam rubrik “female” pada website Kompas secara umum didominasi oleh tulisan saduran dari website lain. Namun, gaya bahasa yang digunakan sudah disesuaikan dengan sasaran atau target dari website tersebut. Representasi perempuan yang ditampilkan dalam artikel-artikel yang ada dalam rubrik “female” website Kompas memposisikan penulis sebagai pemberi saran yang memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai topik-topik dalam artikelartikel yang ada. Penulis umumnya memasukkan hasil riset tertentu yang mendukung isi artikel sehingga artikel tersebut lebih memiliki nilai plus dan semakin menunjukkan fakta-fakta yang mampu semakin meyakinkan para pembacanya. Dengan posisi penulis yang sedemikian rupa, hal ini memungkinkan posisi pembaca juga seakan menjadi inferior, karena begitu banyaknya data dan hasil penelitian yang ikut ditampilkan oleh penulis. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang terdapat pada bagian sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan temuan bahwa website Kompas yang lingkupnya adalah nasional (pun website ini bisa juga memiliki lingkup yang lebih luas karena ia pun bisa diakses secara global dari siapapun dan lokasi manapun) cenderung merepresentasikan perempuan pada ranah domestik, walau terdapat sub bagian yang mampu mewakili ranah publik seorang perempuan. Namun secara umum, dengan kuantitas yang tidak berimbang dan tidak signifikan, representasi perempuan dalam ranah domestik masih terlihat mendominasi. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut maka bisa diberikan rekomendasi betapa pentingnya menggalakkan pembelajaran penggunaan media online di kalangan masyarakat agar masyarakat bisa secara lebih bijak melakukan pengkonsumsiannya. Selain itu, media online literacy yang dimaksud mampu mengoptimalkan transfer pesan yang terjadi dari media kepada khalayaknya. Referensi Abrar, Ana Nadhya. (2004). Tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam pers di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 7, nomor 3, Maret 2004, Hal 377-392. Arifin, Nurul. (2001). Wajah perempuan dalam media massa. dalam Mediator, vol 2, Hal 199-202. Berger, Peter L. & Luckmann, Thomas. (1991). The social construction of reality: A treatise in the sociology of knowledge. London: Penguin Books. Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Dominick, Joseph R. (2004). The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, 8th edition. Boston: McGray Hill. Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. Habsari, Sinung U.H. (2013). Studi Awal Metodel Kajian Bias Gender dalam Jurnalistik: Stereotype & Labelling Perempuan dalam Media Massa Cetak. Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 47-58. Hall, Stuart. (ed.). (1997). The Work of Representation dalam Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage Publications. Kasiyan, 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Yogyakarta: Ombak Syahri, Moch. (2009). Konstruksi Feminisme di Media Massa. Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 43, Edisi Khusus, 2009, hlm. 201-218 Wood, Andrew F. & Smith, Matthew J. (2005). Online Communication: Linking technology, identity, & culture. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Association. Yusuf, Iwan Awaluddin. (2004). Peningkatan kepekaan gender dalam jurnalisme. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 7, nomor 3, Maret 2004, hal 351376. female.kompas.com http://female.kompas.com/read/2013/08/21/1326550/Kebaya.Berhijab.untuk.Wisu da http://female.kompas.com/read/2014/09/21/200000620/Ajari.Bayi.Tidur.Sendiri.d engan.Metode.Menangis.). http://female.kompas.com/read/2014/11/20/133000320/Tak.Ingin.Rambut.Rontok .Jangan.Diet.Berkepanjangan http://female.kompas.com/read/2014/11/27/141500520/Studi.Membuktikan.Olahr aga.Bisa.Buat.Performa.Kerja.Melesat