Perempuan di Media Online: Representasi Perempuan dalam

advertisement
Perempuan di Media Online:
Representasi Perempuan dalam Website www.kompas.com
Monika Sri Yuliarti
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
The pattern of consumption of mass media in today's society is changing. This is
partly due to the developments in information technology. Now, the world is
experiencing the digital age, where all aspects of life and the relationship humans
have a very close relationship with the internet technology, where it was thanks to
the Internet era, when it began to give birth to online media. The online media
eventually become the people's choice in meeting their needs for information. At
the level of academic and scientific research related to the impact of mass media
on society as a mass media users have been carried out. From the research that
has been there is, in general, resulted in findings that impact negatively trend and
strong enough for the people who act as a mass audience. Look at this, the
contents of the mass media should be a concern, so the impact is a positive
impact.
Newspapers, as one form of print media, today has been pretty much the
mengkonvergensikan products with online media forms as well. With online
media, of information submitted more up to date than the printed version of the
newspaper only. This paper is the result of a study document, in this case is the
article on the online newspaper with local and national scope. In this study
analyzed data is the contents of the article of the rubric "women" contained on the
website www.kompas.com.
Selection of the website as the research object is motivated by the coverage of
different online media, the scope of local and national scope. Furthermore, they
are also a source of information that is fairly large in scope respectively. The
results are expected to enrich the depth information based on the reference and
academic perspective, of how women are represented in the media, especially in
this context is the online media. Research on the representation of women in the
media spelled already pretty much done. However, this study also incorporate
aspects of locality and nationality, which can be known how the local media and
national media presented online represent women through the articles contained
within the rubric of "woman".
Keywords: representation, women, online media.
Pendahuluan
Setiap hari, manusia melakukan proses komunikasi, bahkan saat tidak
disadari sekalipun. Komunikasi yang dilakukan tersebut bisa berupa komunikasi
interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi publik, maupun komunikasi
massa. Bentuk komunikasi yang dilakukan pun bermaca-macam, mulai dari
komunikasi secara langsung atau face to face maupun komunikasi dengan
menggunakan perantara saluran atau media tertentu. Komunikasi massa
merupakan salah satu bentuk dari level komunikasi yang memiliki cakupan paling
luas di antara level-level yang lainnya.
Komunikasi massa ini merupakan komunikasi tak langsung yang
membutuhkan media sebagai perantara untuk menghubungan antara sumber pesan
atau komunikator dengan sasaran pesan atau komunikan. Perkembangan media
massa sendiri dewasa ini semakin pesat. Jika pada masa lampau proses transfer
pesan secara massa hanya bisa dilakukan melalui media cetak, pada
perkembangan selanjutnya proses komunikasi massa juga bisa dilakukan dengan
menggunakan media audio dan media audio visual. Selanjutnya, pada akhir tahun
1990-an,
muncullah
internet
yang
pada
akhirnya
memunculkan
gaya
berkomunikasi secara massa yang berbeda.
Berawal dari kemunculan internet itulah, muncul istilah old media dan new
media. Yang disebut dengan old media adalah media-media komunikasi massa
yang muncul sebelum era internet, yaitu media cetak (misal: buku, surat kabar,
tabloid, dan majalah), media audio (misal: radio, musik yang direkam dalam
compact disc atau CD) serta musik yang direkam dalam mp3), dan media audio
visual (misal: televisi, film yang diputar di bioskop maupun yang direkam dalam
video compact disc atau VCD serta digital video disc atau DVD). Sementara itu,
yang disebut dengan new media adalah media-media komunikasi massa yang
melibatkan unsur internet, seperti portal berita online, misalnya. Dewasa ini,
muncul pula konvergensi antara old media dengan new media, seperti streaming
radio, website surat kabar, website stasiun televisi, dan website program-program
yang terdapat dalam stasiun televisi.
Kemudian, apa sesungguhnya yang disebut dengan internet itu?
Setidaknya terdapat tiga hal utama jika berkaitan dengan internet. Pertama,
internet merupakan keterhubungan melalui sistem alamat global (global address
system). Kedua, dalam internet terdapat penggunaan bentuk umum protokol
transmisi. Yang ketiga, internet memungkinkan terjadinya komunikasi publik dan
komunikasi pribadi (Wood & Smith, 2005: 37).
Berdasarkan dengan hal tersebut maka bisa diketahui bahwa dengan
internet, keterhubungan antar manusia akan semakin besar. Selain itu, penjelasan
di atas juga menunjukkan bahwa konsep yang dicetuskan oleh McLuhan
mengenai global village akan semakin menjadi hal yang sangat masuk akal dan
memungkinkan, di mana dunia yang sangat luas dan besar ini merupakan desa
global yang penduduknya mampu menerima informasi yang sama dalam waktu
yang bersamaan, tanpa adanya kendala waktu yang sebelumnya ditemui.
Perkembangan media komunikasi massa yang melibatkan teknologi baru
tersebut memunculkan karakteristik yang berbeda. Salah satu karakter yang
berbeda adalah masyarakat sekarang lebih leluasa untuk memilih informasi apa
yang diinginkan atau dibutuhkannya. Dengan adanya perbedaan karakteristik
tersebut, tentu isi media menjadi suatu hal yang amat penting. Salah satu tema
yang menjadi isi media adalah tema mengenai perempuan. Dewasa ini, tema
mengenai perempuan sudah semakin banyak dimunculkan di media massa.
Berbicara mengenai perempuan di media tentu tak bisa dilepaskan dari
permasalahan gender (Littlejohn & Foss, 2005: 323).
Gender menjadi salah satu isu yang menarik dalam isi media. Dari tahun
ke
tahun,
terdapat
tren
yang
berbeda
mengenai
bagaimana
gender
direpresentasikan di media. Pada tahun 1970-an misalnya. Kala itu, isu gender
dimunculkan sehubungan dengan kemunculan aliran gerakan feminisme.
Beberapa aliran gerakan feminisme di antaranya adalah feminisme liberal dan
feminisme radikal. Feminisme liberal lebih menitikberatkan fokusnya pada
gagasan mengenai keadilan yang berhubungan dengan jaminan hak kesetaraan
bagi semua manusia, baik itu pria maupun wanita. Sebaliknya, feminisme radikal
meyakini bahwa penindasan terhadap perempuan sesungguhnya lebih dari sekedar
ketidaksetaraan dalam bidang politik saja, melainkan sudah menjalar pada struktur
sosial, yaitu patriarkal (Littlejohn & Foss, 2005: 323).
Riset terkait dengan representasi perempuan di media juga telah banyak
dilakukan, baik secara spesifik meneliti mengenai representasi perempuan pada
media online atau media massa lain. Riset ini sendiri akan lebih fokus pada
representasi perempuan dalam artikel pada website surat kabar Kompas
(www.kompas.com). Riset ini penting dilakukan karena salah satu fungsi media
massa adalah sebagai media sosialisasi nilai yang akan diturunkan dari satu
generasi ke generasi yang lain (Dominick, 2005: 41-42).
Pemilihan website Kompas didasari alasan, pertama, memiliki nama dan
reputasi yang baik sebagai surat kabar nasional. Alasan kedua, pemilihan obyek
ini adalah, Kompas merupakan media massa yang melakukan konvergensi antar
old media dan new media.
Tinjauan Pustaka
Era media massa dewasa ini telah memasuki era new media (media baru),
atau tak jarang digunakan pula istilah media online. Dalam era ini, keterlibatan
teknologi memegang peranan yang sangat besar. Keterlibatan teknologi tersebut
memunculkan pola konsumsi yang berbeda di kalangan masyarakat. Media massa
yang semula memiliki arti bahwa masyarakat secara massal bisa mengaksesnya
secara bersama-sama, dengan media baru, maka media massa menjadi seolah-olah
media pribadi. Hal ini terjadi karena dengan mengkonsumsi isi media online,
maka masyarakat memiliki keistimewaan untuk memilih sendiri mana yang ingin
dikonsumsi dan mana yang tidak diinginkan.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Gunter (2003: 1), yang
menyatakan ekspansi media massa ke dalam era online tidak saja memunculkan
kompetisi antara sesama produsen media massa, melainkan juga memberikan
dampak di kalangan masyarakat pengguna media massa tersebut. Masyarakat atau
dalam hal ini adalah khalayak media massa, cenderung mnejadi lebih
terfragmentasi jika dibandingkan dengan mereka saat mengkonsumi media massa
konvensional. Selain itu, dampak yang diakibatkan dari penggunaan media online
tersebut juga semakin signifikan karena semakin terdapatnya keterbukaan dalam
mendapatkan informasi.
Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bahwa tema perempuan
merupakan salah satu tema yang banyak diangkat untuk dijadikan sebagai isi dari
produk media. Berbicara mengenai perempuan tentu tak bisa dipisahkan dari
kajian mengenai feminisme. Kajian mengenai feminisme memang berasal dari
negara Barat. Aris (dalam Syahri, 2009: 201) menulis bahwa tidak dapat
dipungkiri, gerakan feminis di Barat adalah reaksi terhadap situasi dan kondisi
yang terjadi pada lingkungan sosial masyarakat di sana. Beberapa hal yang
dianggap sebagai penyebab utama gerakan tersebut adalah adanya pandangan
“sebelah-mata” terhadap perempuan atau yang juga biasa disebut dengan
misogyny, serta adanya bermacam-macam anggapan buruk atau stereotype yang
dilekatkan kepada perempuan serta aneka citra negatif yang mengejawantah
dalam tata-nilai masyarakat, kebudayaan, hukum, dan politik.
Feminisme sendiri merupakan sebuah gerakan yang berisi tuntutan adanya
kesetaraan antara wanita dan pria. Gerakan ini muncul karena pada masanya,
wanita tidak mendapatkan hak yang setara dengan kaum pria, sehingga
pembahasan mengenai feminisme ini bertujuan untuk mengekspos kekuatankekuatan dan batasan-batasan dari pembagian dunia berdasarkan jenis kelamin ini.
Banyak teori feminis memberi penekanan pada adanya pengekangan dari
hubungan jenis kelamin di bawah dominasi patriarki. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka feminisme banyak mempelajari mengenai distribusi kekuasaan di
antara jenis-jenis kelamin.
Asumsi awal dari teori feminisme ini adalah bahwa jenis kelamin
merupakan sebuah kategori umum dari pengalaman. Teori ini bertujuan untuk
menentang asumsi-asumsi yang berlaku tentang jenis kelamin di masyarakat dan
untuk menemukan cara-cara yang lebih liberal bagi wanita dan pria untuk eksis di
dunia. Kritik feminis sudah semakin populer dalam studi komunikasi. Para
ilmuwan komunikasi feminis meneliti cara-cara bagaimana bias bahasa kaum pria
mempengaruhi hubungan antar jenis kelamin, cara-cara bagaiman dominasi kaum
pria telah membatasi komuikasi bagi wanita, cara-cara bagaimana kaum wanita
telah mengakomodasi dan menolak pola-pola pembicaraan dan bahasa kaum pria,
kekuatan-kekuatan dari bentuk-bentuk komunikasi kaum wanita.
Beberapa riset mengenai perempuan di media massa telah banyak
dilakukan, di antaranya adalah “Peningkatan Gender dalam Jurnalisme”, penulis
Iwan Awaluddin Yusuf. Dalam riset ini diperoleh temuan bahwa media massa dan
jurnalisme di Indonesia masih kurang sensitif terhadap isu kesetaraan gender,
utamanya dalam hal: (1) bagaimana jurnalis menyampaikan fakta; (2) posisi
media; (3) posisi jurnalis dan produk jurnalistik (Yusuf, 2004: 351). Riset
selanjutnya mengenai perempuan di media massa adalah “Wajah Perempuan
dalam Media Massa”, penulis Nurul Arifin. Temuan dalam riset tersebut adalah
bahwa dengan kekuatannya, media massa di Indonesia cenderung membentuk dan
menampilkan realitas tersendiri tentang wanita. Namun, sayangnya realitas
tersebut tidak disertai dengan sensitivitas gender dalam berbagai penyajian
(Arifin, 2001: 199).
Abrar (2004: 392) juga melakukan riset mengenai perempuan dengan
judul "Tantangan dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Pers di
Indonesia". Risetnya ini menghasilkan rekomendasi terkait dengan cara-cara yang
bisa dilakukan untuk menciptakan suasana baru di mana pers Indonesia lebih
menghargai keberadaan perempuan, yaitu dengan: (1) mengamandemen UU No.
40 tahun 1999; (2) meningkatkan pengawasan pelaksanaan KEWI; (3)
meningkatkan jumlah wartawati; (4) menggusur budaya diskriminatif; dan (5)
menciptakan suasana adil gender.
Habsari (2013) melakukan riset mengenai Stereotype dan labelling
perempuan dalam media cetak. Dari riset tersebut diperoleh temuan bahwa
Representasi beberapa perempuan yang terlibat dalam tindak kejahatan korupsi
dalam sampul majalah Tempo merupakan penggambaran visualisasi perempuan
secara variatif dan mempunyai penekanan pada khalayak yang dituju. Lebih
lanjut, sistem kapitalisme dan budaya patriarki yang menghegemoni media di
Indonesia saat ini memposisikan perempuan dalam konstruksi nilai-nilai feminitas
yang tidak menguntungkan perempuan.
Dari beberapa riset yang telah dilakukan tersebut bisa diketahui bahwa
riset mengenai representasi perempuan di media massa sesungguhnya telah
banyak dilakukan, namun belum ada yang menganalisis mengenai representasi
perempuan pada media online yang merupakan bentuk konvergensi dengan media
massa kuno atau konvensional. Untuk itulah, riset ini muncul sehingga diharapkan
bisa memberikan temuan yang bermanfaat untuk melengkapi temuan-temuan riset
yang telah ada.
Dalam representasi, terdapat suatu permasalahn penting, utamanya dalam
kaitannya dengan bagaimana realitas atau obyek tersebut ditampilkan. Fiske
(dalam Eriyanto, 2001) menyebutkan bahwa terdapat tiga proses dalam
menampilkan obyek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang. Level
pertama akan berhubungan dengan peristiwa yang ditandai sebagai realitas.
Dalam bahasa gambar, hal ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti
pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi.
Selanjutnya level kedua akan berhubungan dengan waktu saat kita
memandang sesuatu sebagai realitas dan bagaimana realitas itu digambarkan.
Sehubungan pada level yang kedua ini, maka yang digunakan disini adalah
perangkat secara teknis, misalnya adalah kata atau kalimat, yang mana pada
akhirnya kata dan kalimat ini akan membawa makna tertentu ketika diterima oleh
khalayak. Terakhir, level ketiga, akan berhubungan dengan bagaimana peristiwa
tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis.
Selain itu, level terakhir ini juga berhubungan dengan bagaimana kode-kode
representasi dihubungakan dan diorganisikan ke dalam koherensi sosial seperti
kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Lebih lanjut, representasi dalam teori konstruksi sosial merupakan
representasi simbolik, di mana bahasa memiliki peran penting dalam proses
obyektivasi terhadap tanda-tanda yang ada. Hal ini terjadi karena karena bahasa
mampu membangun bangunan-bangunan representasi simbolis seperti halnya
dalam kehidupan nyata (Berger & Luckmann, 1966: 55). Dalam kaitannya dengan
penelitian ini, maka representasi perempuan akan bisa diketahui dengan
mengelaborasi simbol-simbol yang ada pada obyek yang dianalisis.
Menurut Hall (1997: 25), terdapat tiga pendekatan yang bisa digunakan
untuk menjelaskan peran bahasa dalam representasi. Ketiga pendekatan tersebut
adalah the reflective, the intentional dan the contructionist approach. Pada the
reflective
approach,
makna
ditujukan
untuk
mengelabui
obyek
yang
dimaksudkan, baik itu orang, ide ataupun suatu kejadian di dunia yang nyata, dan
fungsi bahasa sebagai cermin, untuk merefleksikan maksud sebenarnya seperti
keadaan yang sebenarnya di dunia. Sedangkan intentional approach merupakan
pendekatan yang berkaitan erat dengan pembicara atau penulis yang menekankan
pada diri sendiri mengenai pemaknaan yang unik di dunia ini melalui bahasa.
Kata-kata yang dihasilkan memiliki makna sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh penulis.
Metode Penelitian
Riset ini merupakan riset deskriptif kualitatif, yaitu riset yang
mendeskripsikan kondisi, proses, hubungan mengenai hal-hal pokok yang
ditemukan pada sasaran penelitian, serta fenomena realitas sosial yang ada di
masyarakat secara rinci dan mendalam. Penelitian deskriptif kualitatif ini juga
bertujuan untuk menggambarkan suatu kondisi, situasi, atau fenomena realitas
sosial yang ada di masyarakat yang dijadikan sebagai obyek penelitian (Bungin,
2007). Obyek penelitian adalah artikel-artikel yang terdapat dalam website
kompas, utamanya yang terdapat pada rubrik wanita.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen. Teknik
analisis data akan dilakukan secara induktif interaktif, di mana proses analisis bisa
dilakukan sesegera mungkin, tanpa harus menunggu proses pengumpulan data
dilakukan. Lebih lanjut, interaktif di sini maksudnya adalah ada interaksi atau
sintesa yang akan dilakukan terkait dengan data-data yang nanti terkumpul.
Metode analisis yang akan digunakan dalam riset ini adalah analisis
wacana. Cook (dalam Eriyanto, 2001: 9) menjelaskan bahwa analisis wacana
berhubungan erat dengan tiga hal; yaitu teks, konteks, dan wacana. Teks adalah
semua bentuk bahasa, konteks adalah situasi dan hal dari luar yang berpengaruh,
dan wacana adalah adanya interaksi antara teks dan konteks. Metode analisis
wacana yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana model
Sara Mills.
Sara Mills lebih melihat bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam
teks (posisi subyek-obyek). Dalam arti siapa yang menjadi subyek penceritaan dan
siapa yang menjadi obyek penceritaan. Dengan demikian akan didapatkan
bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara
keseluruhan. Selain itu Sara Mills juga menggunakan metode posisi penulispembaca. Dalam kaitannya dengan posisi penulis-pembaca ini, maka analisis yang
dilakukan berhubungan dengan bagaimana penulis menampilkan diri yang pada
saatnya akan menentukan bagaimana respon atau penerimaan pembaca.
Pembahasan
Pada website Kompas, menu untuk menuju pada rubrik perempuan bisa
diakses dari halaman muka, dengan tag “female”. Selanjutnya, setelah masuk ke
dalam menu “female”, maka akan terlihat beberapa sub menu-sub menu
selanjutnya, yaitu “home”, “ibu & anak”, “etalase”, “cantik & gaya”, “karier”,
“relationship”, “bugar dan sehat”, “beranda”, dapur”, “konsultasi”, dan “kolom”.
1. Posisi Subyek-Obyek
Berkaitan dengan posisi subyek-obyek, maka hal-hal yang akan dianalisis
adalah siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subyek), siapa yang diposisikan
sebagai obyek yang diceritakan (obyek), serta aktor dan kelompok sosial mana
yang mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri serta
gagasannya.
Dilihat dari posisi subyek-obyek, artikel-artikel yang terdapat pada rubrik
perempuan dalam website kompas (yang dalam hal ini disebut dengan rubrik
“female”) menunjukkan bahwa memang artikel-artikel tersebut ditujukan untuk
kaum perempuan, di mana perempuan diposisikan sebagai obyek yang
diceritakan. Namun demikian, pembagian sub-sub tema cukup menunjukkan
bahwa kaum perempuan tidak hanya ditampilkan dalam urusan domestik saja,
walaupun sub tema yang menyangkut dengan urusan domestik masih cukup
mendominasi. Kasiyan (2008: 56-57) menyatakan bahwa fenomena dan realitas
peran
domestik
yang
dikenakan
kepada
perempuan
pada
akhirnya
mengejawantahkan konsep ‘pengiburumahtanggaan’ atau ‘domestikasi’ atas
perempuan di masyarakat. Konsep ini jika dicermati cenderung bermakna
diskriminatif bagi perempuan dalam representasinya. Dalam rubrik “female”
website kompas, domestikasi perempuan tampak dari sub tema-sub tema sebagai
berikut: (1) “ibu & anak”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “kehamilan &
menyusui” dan “parenting”; (2) “etalase”, yang kemudian dibagi lagi menjadi
“produk baru”, “info kegiatan”, dan “direktori”; (3) “cantik & gaya”, yang
kemudian
dibagi
lagi
menjadi
“kecantikan”,
“fashion”,
“galeri”;
(4)
“relationship”, kemudian dibagi lagi menjadi “rahasia pria”, “anda & dia”, dan
“seks”; (5) “bugar & sehat”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “diet” dan
“bugar”; (6) “beranda”, yang dibagi lagi menjadi “isu wanita” dan “gaya hidup”;
(7) “dapur”, yang kemudian dibagi lagi menjadi “koleksi resepsi” dan “tips
memasak”; dan (8) “konsultasi”, yang dalam hal domestikasi perempuan
kemudian lebih dispesifikkan lagi ke dalam “konsultasi gizi”.
Sementara itu, selain menampilkan domestikasi perempuan, rubrik
“female” website Kompas juga menampilkan perempuan di ranah publik. Hal ini
bisa diamati dari sub tema-sub tema yang ada, seperti: (1) “karier”, yang
kemudian dibagi lagi menjadi “dunia kerja” dan “keuangan” dan (2) “konsultasi”,
yang dalam hal representasi perempuan dalam konteks ruang publik dibagi lagi
menjadi “konsultasi keuangan”, “pengembangan diri”, dan “fashion”.
Dari pemaparan di atas bisa diketahui bahwa secara umum, representasi
perempuan pada rubrik perempuan di kompas secara umum masih cenderung
merepresentasikan wacana perempuan di ranah domestik, walaupun perempuan di
ranah publik juga sudah ditampilkan, dengan pembagian sub tema yang cukup
jelas. Dalam kaitannya dengan posisi subyek- obyek, artikel-artikel yang terdapat
pada rubrik “female” website Kompas berdasarkan sub tema-sub tema yang ada,
perempuan tidak selalu diposisikan sebagai pencerita.
Hal ini bisa dilihat dari artikel dengan judul “Tak Ingin Rambut Rontok?
Jangan
Diet
Berkepanjangan!”
padasub
tema
“kecantikan”
(http://female.kompas.com/read/2014/11/20/133000320/Tak.Ingin.Rambut.Ronto
k.Jangan.Diet.Berkepanjangan.). Artikel ini berisi mengenai tips yang harus
dijalankan oleh seorang perempuan mengenai salah satu bahaya melakukan diet
terlalu
ketat.
Pada
artikel
ini,
posisi
pencerita
awalnya
seolah-olah
menggambarkan seorang perempuan. Namun, pada bagian selanjutnya artikel ini
memamaparkan hasil penelitian dari seorang ahli yang adalah seorang pria.
Sehingga, keseluruhan isi dari artikel tersebut juga seolah-olah merupakan saran
pria kepada kaum perempuan bagaimana caranya agar diet yang ia lakukan tidak
memberikan dampak yang buruk bagi unsur kecantikan perempuan yang lain,
yaitu rambut yang rontok.
Contoh lain yang menampakkan bahwa perempuan tidak direpresentasikan
sebagai pihak pencerita adalah pada artikel yang berjudul “Ajari Bayi Tidur
Sendiri dengan Metode 'Menangis'” yang terdapat pada sub tema “Ibu & Anak”
(http://female.kompas.com/read/2014/09/21/200000620/Ajari.Bayi.Tidur.Sendiri.
dengan.Metode.Menangis.). Artikel ini berisi mengenai teknik menidurkan bayi
dengan membiarkannya menangis sebelum tidur. Posisi pencerita dalam artikel ini
juga ditampilakan sebagai seorang pria, karen pada artikel ini juga memasukka
materi mengenai sumber pemberitaan dari kaum pria, yaitu penulis buku tentang
bayi dan juga dokter serta peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan tema
yang terdapat dalam artikel.
Kedua contoh di atas merupakan contoh yang diambil dari artikel yang
merepresentasikan
perempuan
di
ranah
domestik.
Untuk
artikel
yang
merepresentasikan perempuan di ranah publik juga sesungguhnya tidak jauh
berbeda. Seperti hal nya pada artikel yang terdapat pada sub bagian “karier”. Pada
bagian ini terdapat artikel yang menunjukkan bawa pihak pencerita dalam artikel
ini bukanlah digambarkan sebagai seorang peremuan, melainkan seorang lakilaki. Artikel ini berjudul “Studi Membuktikan, Olahraga Bisa Buat Performa
Kerja
Melesat”
(http://female.kompas.com/read/2014/11/27/141500520/Studi.Membuktikan.Olah
raga.Bisa.Buat.Performa.Kerja.Melesat.).
Seperti halnya artikel yang lain, untuk meyakinkan pembacanya, artikel ini
juga memasukkan hasil studi yang dilakukan oleh peneliti, di mana peneliti
tersebut adalah seorang laki-laki. Terlebih lagi dalam artikel tersebut tertulis:
“Olahraga memang memiliki segudang manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti
menurunkan tekanan darah, menyehatkan jantung, dan bentuk tubuh pun menjadi
lebih menarik”.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kaum pria lah yang seolah-olah
berbicara, karena merekalah yang mengklaim diri mereka paling mengerti
bagaimana bentuk tubuh perempuan yang menarik menurut versi mereka,
walaupun sesungguhnya artikel ini terdapat pada sub bagian “karier”, sub bagian
yang merupakan ranah publik, di mana tidak ada unsur domestikasi di dalamnya.
Namun pada kenyataannya, setelah membaca artikel tersebut, semakin jelas
bahwa walaupun terdapat sub bagian yang bukan merupakan domestikasi
perempuan, tetap saja isi dari artikel tersebut memasukkan unsur domestikasi,
bahkan dalam hal pencerita yang digambarkan sebagai seorang pria, bukan
seorang perempuan.
Artikel lain yang berada pada sub bagian ranah publik, yaitu “konsultasi”
terutama pada bagian “konsultasi fashion” juga menampilkan pencerita yang
seorang pria. Pada artikel yang berjudul “Kebaya Berhijab untuk Wisuda”
(http://female.kompas.com/read/2013/08/21/1326550/Kebaya.Berhijab.untuk.Wis
uda). Dalam artikel tersebut, identitas yang berkonsultasi adalah seorang
perempuan muda, sementara konsultan yang menjawab pertanyaan adalah seorang
pria, ia juga seorang desainer yang memang memiliki reputasi baik dalam bidang
fashion. Dengan memasang seorang pria sebagai konsultasn, maka artikel tersebut
seolah-olah menunjukkan bahwa pria lah yang menjadi subyek pencerita dan
berperan lebih aktif dibandingkan dengan perempuan yang salam hal ini menjadi
obyek pencerita.
Dari semua analisis terkait dengan posisi subyek-obyek di atas, maka jika
dilihat dari kelompok sosial yang ditampilkan, setiap artikel memiliki
kekhasannya masing-masing. Namun, karena setiap artikel pasti sudah jelas tema
dan pembahasannya, tentu saja kelompok sosial yang ditampilkan pada masingasing artikel pun sudah sangat spesifik, tergantung dari artikelnya tersebut.
Misalnya saja pada artikel terakhir, artikel mengenai konsultasi fashion. Pada
artikel ini perempuan yang ditampilkan adalah perempuan yang sesuai dengan
tema dari sub bagian ini, yaitu konsultasi fashion. Pada artikel ini yang melakukan
konsultasi adalah seorang perempuan dengan usia 17 tahun. Sehingga ketika
konsultan memberikan jawabannya pun maka kelompok sosial yang terwakili
adalah kelompok sosial yang sama dengan gadis berusia 17 tahun yang memakai
jilbab, dan mencoba mencari saran mengenai busana yang akan ia kenakan dalam
wisudanya. Dengan spesifiknya artikel tersebut, maka semakin spesifik pula
kelompok sosial yang terwakili dalam artikel tersebut.
2. Posisi Penulis-Pembaca
Dalam kaitannya dengan posisi penulis-pembaca, artikel-artikel yang
terdapat dalam rubrik “female” pada website Kompas secara umum didominasi
oleh tulisan saduran dari website lain. Namun, gaya bahasa yang digunakan sudah
disesuaikan dengan sasaran atau target dari website tersebut. Representasi
perempuan yang ditampilkan dalam artikel-artikel yang ada dalam rubrik
“female” website Kompas memposisikan penulis sebagai pemberi saran yang
memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai topik-topik dalam artikelartikel yang ada.
Penulis umumnya memasukkan hasil riset tertentu yang mendukung isi
artikel sehingga artikel tersebut lebih memiliki nilai plus dan semakin
menunjukkan fakta-fakta yang mampu semakin meyakinkan para pembacanya.
Dengan posisi penulis yang sedemikian rupa, hal ini memungkinkan posisi
pembaca juga seakan menjadi inferior, karena begitu banyaknya data dan hasil
penelitian yang ikut ditampilkan oleh penulis.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang terdapat pada bagian sebelumnya, maka
penelitian ini menghasilkan temuan bahwa website Kompas yang lingkupnya
adalah nasional (pun website ini bisa juga memiliki lingkup yang lebih luas
karena ia pun bisa diakses secara global dari siapapun dan lokasi manapun)
cenderung merepresentasikan perempuan pada ranah domestik, walau terdapat sub
bagian yang mampu mewakili ranah publik seorang perempuan. Namun secara
umum, dengan kuantitas yang tidak berimbang dan tidak signifikan, representasi
perempuan dalam ranah domestik masih terlihat mendominasi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka bisa diberikan rekomendasi betapa
pentingnya menggalakkan pembelajaran penggunaan media online di kalangan
masyarakat
agar
masyarakat
bisa
secara
lebih
bijak
melakukan
pengkonsumsiannya. Selain itu, media online literacy yang dimaksud mampu
mengoptimalkan transfer pesan yang terjadi dari media kepada khalayaknya.
Referensi
Abrar, Ana Nadhya. (2004). Tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender
dalam pers di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 7, nomor
3, Maret 2004, Hal 377-392.
Arifin, Nurul. (2001). Wajah perempuan dalam media massa. dalam Mediator, vol
2, Hal 199-202.
Berger, Peter L. & Luckmann, Thomas. (1991). The social construction of reality:
A treatise in the sociology of knowledge. London: Penguin Books.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Dominick, Joseph R. (2004). The Dynamics of Mass Communication: Media in
the Digital Age, 8th edition. Boston: McGray Hill.
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKiS.
Habsari, Sinung U.H. (2013). Studi Awal Metodel Kajian Bias Gender dalam
Jurnalistik: Stereotype & Labelling Perempuan dalam Media Massa Cetak.
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 47-58.
Hall, Stuart. (ed.). (1997). The Work of Representation dalam Representation:
Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage
Publications.
Kasiyan, 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan.
Yogyakarta: Ombak
Syahri, Moch. (2009). Konstruksi Feminisme di Media Massa. Jurnal Asy-Syir’ah
Vol. 43, Edisi Khusus, 2009, hlm. 201-218
Wood, Andrew F. & Smith, Matthew J. (2005). Online Communication: Linking
technology, identity, & culture. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Association.
Yusuf, Iwan Awaluddin. (2004). Peningkatan kepekaan gender dalam jurnalisme.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 7, nomor 3, Maret 2004, hal 351376.
female.kompas.com
http://female.kompas.com/read/2013/08/21/1326550/Kebaya.Berhijab.untuk.Wisu
da
http://female.kompas.com/read/2014/09/21/200000620/Ajari.Bayi.Tidur.Sendiri.d
engan.Metode.Menangis.).
http://female.kompas.com/read/2014/11/20/133000320/Tak.Ingin.Rambut.Rontok
.Jangan.Diet.Berkepanjangan
http://female.kompas.com/read/2014/11/27/141500520/Studi.Membuktikan.Olahr
aga.Bisa.Buat.Performa.Kerja.Melesat
Download