BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

advertisement
7 BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian Kualitas
Pada masa sekarang, kuallitas tidak hanya merupakan usaha untuk memenuhi
persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan atau usaha untuk mengurangi produk yang
rusak, tetapi lebih luas dari hal tersebut. Kualitas merupakan usaha menyeluruh yang
meliputi setiap usaha perbaikan organisasi dalam memuaskan pelanggan (Bounds, 1994).
Menurut W. Edwards Deming, kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang
menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, menurut Crosby, kualitas adalah nihil cacat,
kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan dan menurut Juran, kualitas merupakan
kesesuaian terhadap spesifikasi (Yamit, 2004, p.7).
Kotler (2001, p.310), kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau
tersirat.
Tjiptono (2001, p.51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yanng berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
Garin dan Davis (2004) menyatakan, bahwa kualitas adalah satu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses, dan tugas, serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu
standar mutu dimana setiap unsur saling berhubungan serta dapat mempengaruhi kinerja
dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil
akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan
8 kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas
tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
2.1.1. Kualitas Produk
2.1.1.1. Pengertian Produk
Menurut Mc.Carty (Simamora,2003, p.139), produk yaitu suatu tawaran dari
sebuah perusahaan yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan.
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.166), Produk adalah barang atau
jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.
Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p.7), Product is anything that can be
offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a
want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar
untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang bisa memuaskan keinginan
dan kebutuhan.
Menurut Kotler (2002, p.18), produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam standar
internasional, produk adalah barang atau jasa yang berarti :
- Hasil kegiatan atau proses (produk wujud dan terwujud, seperti jasa, program
komputer, desain, petunjuk pemakaian)
- Suatu kegiatan proses (seperti pemberian jasa atau pelaksanaan proses
produksi). Pentingnya suatu produk fisik bukan terletak pada kepemilikannya
tetapi pada jasa yang dapat diberikannya.
Menurut Angipora (2002, p.26), Produk merupakan kombinasi barang dan jasa
yang ditawarkan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pasar.
Dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa barang nyata tetapi
bisa berupa jasa, maka produk dapat memeberikan kepuasan yang berbeda sehingga
9 perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan luas terhadap produk yang
dihasilkan
Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p.349), produk konsumen meliputi :
Convenience product adalah produk – produk yang pembeliannya sering, harus
ada segera, dan usaha konsumen membanding – bandingkan produk sebelum
memperoleh produk yang sesuai rendah. Biasanya, produk demikian harganya murah dan
tersedia luas, Ada yang dibeli secara teratur dan tanpa terencana.
Shopping Product adalah barang yang laku pembeliannya, pembeli membanding
– bandingkan karakteristik produk dengan produk lain dalam hal harga, kualitas, desain
dan gaya, sebelum mengambil keputusan. Contohnya : pakaian, perabotan, dan barang –
barang elektronik. Shopping product dapat dibedakan menjadi produk homogen (Kualitas
Produk sama, pembeli hanya untuk membandingkan harga) dan heterogen (fitur produk
lebih penting dari pada harga).
Speciality Product adalah produk konsumen dengan karakteristik unik atau
identifikasi merek yang dicari oleh kelompok pembeli tertentu, sehingga mereka mau
mengeluarkan usaha khusus untuk memperolehnya, misalnya mobil Ferrari, mobil Pajero,
dan lainnya. Harga tidak menjadi masalah, bagi pembeli langka suatu produk semakin
tinggi nilainya.
Unsought Product merupakan barang – barang yang belum dikenal oleh pembeli
atau sudah dikenal tetapi tidak pernah memikirkan untuk membelinya walaupun memiliki
kemampuan untuk membeli. Misalnya produk – produk baru seperti laser anti anjing,
pistol gas air mata dan lainnya.
Menurut Kotler dan Armstrong (2005, p.91), mendefinisikan lima tingkatan
untuk satu produk, yaitu :
Core Product level adalah keputusan atau keinginan dasar yang dapat
memuaskan konsumen dengan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.
10 Generic Product Level adalah versi dasar dari produk yang memuat hanya
atribut atau karakteristik yang secara mutlak diperlukan agar dapat berfungsi tanpa
membedakan fitur.
Expented Product Level adalah sekumpulan atribut atau karakteristik yang
pembeli biasanya harapkan atau setuju ketika mereka membeli suatu produk.
Augmented Product Level, mencakup atribut produk tambahan, manfaat, atau
jasa yang berkaitan yang membedakan dengan produk pesaing.
Potencial Produk Level, mencakup seluruh tambahan dan transformasi yang
dialami suatu produk pada akhirnya pada masa yang akan datang.
Dan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya
berupa barang nyata tetapi bisa berupa jasa, maka produk dapat memberikan kepuasan
yang berbeda sehingga perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan luas
terhadap produk yang dihasilkan.
2.1.1.2. Pengertian Kualitas Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2006,p.299), product quality is the ability of a
product to perform its function, it includes the product’s several durability, reliability,
precision, ease of operation and repair, and other valued attributes.
Dari pengertian diatas, kualitas produk adalah kemampuan produk untuk
menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan dari produk, keandalan,
kemudahan, dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai – nilai yang lainnya. Kualitas
produk dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang internal dan sudut
pandang eksternal. Dari sudut pandang pemasaran kualitas diukur dengan persepsi
pembeli, sesuai dengan pernyataan Kotler dan Armstrong (2001,p.279), “From
marketing point of view, quality should be measured in terms of buyers perceptions”.
11 Maka sudut pandang yang digunakan untuk melihat kualitas produk adalah sudut
pandang eksternal.
Menurut Adam dan Ebert (2002,p.256) yang dikutip dalam Jurnal Widya
Manajemen dan Akuntansi “Analis Persepsi Konsumen terhadap Kualitas Produk Keramik
merek Milan di Surabaya”,Vol.3 No.2, Agustus 2003 : pp. 140 – 159, menyatakan bahwa
“Quality is the customer’s perception”. Artinya bahwa pelanggan menilai baik buruknya
kualitas suatu produk itu berdasarkan persepsinya. Suatu produk dikatakan berkualitas
jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Kualitas ditentukan oleh pelanggan
dan pengalaman mereka terhadap produk dan jasa. Jika suatu
produk kualitasnya
kurang baik maka konsumen akan melakukan Brand Switching
Berdasarkan teori tersebut, maka disimpulkan bahwa Kualitas Produk adalah
kemampuan suatu produk dalam menjalankan fungsinya, yang merupaka suatu
pengertian gabungan dari daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan pemeliharaan
serta atribut – atribut lainnya.
2.1.1.3. Dimensi Kualitas Produk
Menurut Durianto (2004, p.38), Konsep Produk, produsen dalam memasarkan
produk harus berpikir melalui tahapan dimensi, yaitu :
- Kinerja adalah dimensi paling dasar dan berhubungan dengan fungsi utama
suatu produk. Konsumen akan kecewa jika harapan mereka akan dimensi ini
tidak terpenuhi.
- Keandalan, hal berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang
berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu
tertentu.
- Fitur, dapat dikatakan sebagai aspek sekunder. Karena perkembangan fitur ini
hampir tidak terbatas sejalan dengan perkembangan teknologi, maka fitur
12 menjadi target para produsen untuk berinovasi dalam rangka memuaskan
pelanggan.
- Keawetan adalah dimensi kualitas produk keempat yang menunjukkan suatu
pengukuran terhadap siklus produk, baik secara teknis maupun waktu. Produk
disebut awet kalau bertahan setelah berulang kali digunakan atau sudah lama
sekali digunakan.
- Konsistensi, dimensi ini menunjukkan seberapa jauh suatu prduk dapat
menyamai standar atau spesifikasi tertentu.
- Desain adalah dimensi yang unik dan banyak menawarkan aspek emosional
dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan.
2.1.2. Ketersediaan Produk
Persediaan merupakan salah satu aset yang paling mahal di banyak perusahaaan,
Mencerminkan sebanyak 40% dari total modal yang diinvestasikan. Persediaan harus
dikelola dengan baik karena sangat sensitif dengan kekunoan, pencurian, pemborosan.
Manajer operasi diseluruh dunia telah lama menyadari bahwa manajemen persediaan
yang baik itu sangatlah penting. Di satu pihak suatu perusahaan dapat mengurangi biaya
dengan cara menurunkan tingkat persediaan di tangan. Di pihak lain, konsumen akan
merasa tidak puas bila suatu produk stoknya habis. Oleh karena itu, perusahaan harus
mencapai keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen
Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau
sumber daya – sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap
pemenuhan permintaan (Hani Handoko, 2000 p.333)
Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p.103), Persediaan adalah sumberdaya
menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan
proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur,
13 kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupu kegiatan konsumsi pangan pada sistem
rumah tangga.
Menurut Barry Render Jay Heizer (2001, p.314), persediaan (inventory) dapat
memiliki fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan. Ada 6
penggunaan persediaan, yaitu :
1.
Untuk memberikan suatu stok barang – barang agar dapat memenuhi
permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen.
2.
Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya, bila permintaan
produksi tinggi hanya pada musim panas, suatu perusahaan dapat
membentuk stok dalam musim dingin, sehingga biaya kekurangan stok
dan kehabisan stok dapat dihindari. Demikian pula, bila pasokan suatu
perusahaan
berfluktuasi,
persediaan
bahan
baku
ekstra
mungkin
diperlukan untuk “memesangkan” proses produksinya.
3.
Untuk megambil keuntungan dari potongan jumlah, karena pembelian
dalam jumlah besar dapat secara substansial menurunkan biaya produk.
4.
Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
5.
Untuk menghindari dari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, masalah mutu atau pengiriman yang tidak tepat.
“Stok pengaman” misalnya, barang ditangan ekstra, dapat mengurangi
risiko kehabisan stok.
6.
Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan
menggunakan “barang dalam proses” dalam persediaannya. Hal ini
karena perlu waktu untuk memproduksi barang dan kerena sepanjang
berlangsungnya proses, terkumpul persediaan – persediaan.
2.1.2.1.
Jenis Persediaan
Menurut Arens, dkk (2003,p. 592), persediaan dapat dikelompokkan menjadi :
14 “ Inventory takes many different from depending upon the nature of business, for
retail or whole sale business the nost important inventory is merchandise inventory on hand,
available for sale. For hospital it includes food, drugs, and medical supplies part, and supplies
for use in production goods in the process of being manufactured, and finished goods
available for sale”.
Mulyadi (2001, p.553) mengelompokkan persediaan sebagai berikut :
“ Dalam perusahaan manufaktur persediaan terdiri dari : persediaan produk jadi,
persediaan produk dalam proses, persediaan produk
bahan baku, persediaan bahan
penolong, persediaan bahan habis pakai pabrik, persediaan suku cadang. Dalam perusahaan
dagang persediaan hanya terdiri dari satu golongan saja yaitu persediaan barang dagangan”.
Perusahaan mempertahankan 4 jenis persediaan :
1.
Persediaan bahan mentah
2.
Persediaan barang dalam proses (Work in process – WIP)
3.
Persediaan MRO (perlengkapan pemeliharaan/perbaikan/operasi)
4.
Persediaan barang jadi
Persediaan dalam operasi normal setiap perusahaan merupakan komponen yang
sangat aktif, yang dibeli dan dijual kembali secara terus menerus. Pada perusahaan dagang
biasanya persediaan barang dagangan dalam bentuk yang siap pakai untuk dijual kembali
kepada pembeli dan melaporkan harga perolehan dari barang dagangan yang belum terjual
sebagai persediaan, Mulyadi (2001, p.553)
2.1.1.2
Fungsi Siklus Persediaan
Siklus persediaan menyangkut arus fisik barang – barang (physical flow of goods),
dan arus biaya – biaya yang berhubungan (related cost), Menurut Arens, dkk (2003, p.599 –
600) fungsi yang terdapat dalm siklus persediaan sebagai berikut :
“ Function in the cycle and internal control for the inventory and warehousing cycle are :
1. Process purchase order
15 2. Receive new material
3. Store raw material
4. Process the goods
5. Store finished goods
6. Ship finished goods
Berikut akan dijelaskan :
Mengolah Order Pembelian:
Permintaan pembelian (purchase requisition) digunakan untuk meminta bagian
pembelian agar melakukan pesanan atas barang tertentu yang dibutuhkan oleh bagian lain.
Permintaan pembelian ini mungkin dilakukan oleh petugas bagian penyimpanan persediaan
atau secara otomatis oleh komputer jika persediaan yang ada telah mencapai batas minimal
tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen. Permintaan pembelian yang valid
akan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan order pembelian (purchase order) oleh
bagian pembelian, dimana order pembelian ini digunakan untuk melakukan pemesanan
pembelian atas barang yang diminta.
1. Menerima Bahan Baku
Bahan baku yang diterima atau barang dagangan pada perusahaan dagang,
hendaknya diperiksa terlebih dahulu baik mengenai kualitasnya maupun
kuantitasnya. Bagian penerimaan barang membuat laporan penerimaan barang
(receiving report) dan laporan penerimaan barang. Ini merupakan salah satu
dokumen yang diperlukan sebelum pembayaran atas pesanan yang dilakukan.
Setelah pemesanan selesai dilakukan, barang dikirim kebagian penyimpanan
atau bagian gudang dan dokumen penerimaan barang dikirim kebagian
pembelian, gudang, dan hutang.
16 2. Menyimpan Bahan Baku
Pada saat bahan baku atau barang dagangan yang telah dipesan diterima, maka
barang – barang tersebut disimpan ditempat penyimpanan dan dikeluarkan jika
diperlukan dalam proses produksi atau penjualan kepada pembeli. Bahan baku
atau barang dagangan ini dikeluarkan jika ada dokumen permintaan barang
dagangan yang telah disetujui, atau order penjualan, atau dokumen – dokumen
lain yang menunjukkan jenis dan jumlah barang yang dibutuhkan. Dokumen
permintaan barang ini digunakan untuk memperbaharui catatan persediaan yang
menggunakan sistem pencatatan perpetual.
3. Mengolah Barang Jadi
Fungsi pengolahan barang ini tidak sama anatara perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain. Dalam perusahaan dagang tidak ada fungsi pengolahan
barang sedangkan dalam perusahaan manufaktur terdapat fungsi ini. Penentuan
jenis dan jumlah barang yang diproduksi didasarkan atas permintaan pelanggan.
Peramalan besarnya jumlah penjualan, tingkat persediaan barang yang telah
ditetapkan, dan lain – lain.
4. Menyimpan Barang Jadi
Barang jadi yang dihasilkan dari proses produksi atau barang dagangan yang
telah dikirim oleh supplier disimpan digudang dan dikeluarkan jika dijual atau
dibeli kepada pelanggan. Dalam perusahaan yang memiliki pengendalian internal
yang baik., barang dagangan dikendalikan
secara fisik sehingga tidak
sembarangan orang dapat masuk ke gudang, tapi hanya orang – orang yang
memiliki akses saja yang bisa masuk gudang barang dagangan.
17 5. Mengirim Barang Jadi
Sebelum barang jadi atau barang daganngan dikeluarkan dari gudang untuk
dikirim, perlu ada pengotorisasian pengeluaran dalam bentuk dokumen
pengiriman, dan juga harus dicek oleh pegawai yang berwenang.
Menurut La Midjan dan Azhar Susanto (2001, p.152) persediaan menciptakan
siklus persediaan yang terdiri dari prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur penerimaan barang
2. Prosedur penyimpanan barang
3. Prosedur pengeluaran barang
2.1.2
Pengertian Merek
Kotler menyatakan bahwa (2003,p.418), merek adalah “Brand is a name, sign,
symbol, or design or a combination of them, intended of identify goods or services or one
seller or group of seller and to differentiate them from those of competitors.”
Menurut Durianto (2004,p.1) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol disain
ataupun kombinasinya yang mengindentifikasikan suatu produk / jasa yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan
produk yang ditawarkan perusahaan pesaing. Merek menjadi sangat penting saat ini karena
beberapa faktor (Durianto,2004,p.2) :
a.
Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi
menjadi konsisten dan stabil.
b.
Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa diliat bahwa
suatu merek yang kuat dapat diterima seluruh dunia dan budaya.
c.
Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin
kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand
association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut.
18 d.
Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
e.
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan. Dengan adanya merek
konsumen dapat mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain
sehubungan dengan kualitas, keputusan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat
pada merek tersebut.
f.
Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
2.1.2.2
Tipe – Tipe Merek
Ada tiga tipe merek menurut Whitwell sebagaimana yang dikutip oleh Tjiptono
(2005,p.22), yaitu :
1.
Attribute Brands, yakni merek – merek yang memiliki citra yang mampu
mengkomunikasikan keyakinan / kepercayaan terhadap atribut fungsional produk.
Kerapkali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara
obyektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga merek cenderung memilih
merek – merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya. Contohnya, merek
Harvard Business School menjadi kualitas analisis yang tinggi dan komprehensif.
2.
Aspirational Brands, yakni merek – merek yang menyampaikan citra tentang
tipe orang yang membeli merek yang bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak
menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup
yang didambakan. Keyakinan yang dipegang konsumen adalah bahwa dengan
memiliki merek semacam ini, akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya
dengan kelompok aspirasi tertentu (misalnya, golongan kaya, prestisius, dan
popular). Dalam hal ini status, pengakuan sosial,dan identitas jauh lebih penting
daripada sekedar nilai fungsional produk. Salah satu contoh merek tipe ini adalah
Rolex.
3.
Experience Brands, mencerminkan merek – merek yang menyampaikan citra
asosiasi dan emosi bersama (shared association and emotions). Tipe ini memiliki
19 citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi
antara merek dan konsumen individual. Kesuksesan sebuah experience brand
ditentukan
oleh
kemmpuan
merek
bersangkutan
dalam
mengekspresikan
individualitas dan pertumbuhan personal. Contohnya Nike dengan “Just Do It”
attitude yang dikomunikasikan secara konsisten.
2.1.2.3
Perilaku Konsumen Terhadap Merek
Meurut Aeker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2003,p.422) tingkat perilaku
konsumen terhadap merek dibedakan atas lima tingkat, yaitu :
1.
Konsumen yang sering menggati merek khususnya karena alasan harga.
Tidak memiliki loyalitas merek.
2.
Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk
mengganti merek.
3.
Konsumen yang puas akan suatu merek dan akan merasa rugi bila
mengganti suatu merek lain.
4.
Konsumen yang meberikan nilai yang tinggi pada suatu merek,
menghargainya dan menjadikan merek bagian dari dirinya atau seperti teman.
5.
2.1.2.4
Konsumen yang setia terhadap merek.
Ekuitas Merek
Menurut Durianto (2004,p.4), mendifinisikan “ekuitas merek adalah seperangkat aset
dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah
atau mengurangi nilai yang diberikan suatu produk atau jasa baik pada perusahaan maupun
pelanggan”.
Agar aset dan liabilitas mendasari Brand Equity maka aset dan liabilitas merek harus
berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan nama
dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar Brand Equity
akan berubah pula.
20 Menurut Durianto (2004,p.4) ekuitas merek dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu :
1.
Brand awareness (kesadaran merek)
Menunjukkan kesanggupan calon seorang pembeli untuk mengenali atau
meningkatkan bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2.
Brand association (asosiasi merek)
Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatau kesan tertentu
dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis,
harga, pesaing, selbritis,dll.
3.
Perceived quality
Mencerminkan
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.
4.
Brand loyality (loyalitas merek)
Mencerminkan tingkat ketertarikan konsumen dengan suatu merek produk.
5.
Other proprietary brand assets (aset – aset merek lainnya)
Aset – aset merek lainnya seperti hak paten, merek daganng dan saluran
dirtribusi.
2.1.3
Perpindahan Merek (Brand Switching)
Menurut Dharmmesta (2001, h.83) Brand Switching Behaviour adalah perilaku
perpindahan merek yang dilakukan konsumen karena beberapa alsan tertentu, atau diartikan
juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain.
Brand Switching adalah perpindahan merek yang digunakan oleh pelanggan untuk
tipa waktu penggunaan. Tingkat Brand Switching ini juga menggunakan sejauh mana sebuah
merek memiliki pelanggan yang loyal. Semakin tinggi tingkat Brand Switching, maka semakin
tidak loyal tingkat pelanggan kita. Itu berarti semakin beresiko juga merek yang kita kelola
karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan, Sumarni (2010, h.56).
21 Menurut Waluyo (2003, h.78 ), pengambilan keputusan perpindahan merek yang
dilakukan konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan yang diterima konsumen muncul
karena pengaharapan konsumen tidak sama atau lebih tinggi dari kinerja yang diterimanya
dari pemasar.
Ketidakpuasan terjadi ketika konsumen menganggap suatu produk tidak dapat
memenuhi atau mewujudkan keinginan, harapan, dan kebutuhan konsumen. Ketidakpuasan
konsumen berakibat fatal terhadap perusahaan karen bisa mengakibatkan hilangnya
sebagian pangsa pasar yang otomatis akan mengakibatkan menurunnya profit perusahaan,
konsumen yang merasa tidak puas dapat melakukan tindakan beralih merek (Brand
Switching) demi tercapainya tingkat kepuasan yang mereka dambakan Shani (2009, h. 89).
Penilaian konsumen terhadap merek dapat timbul dari berbagai variabel, seperti
pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya dan pengetahuan konsumen tentang
produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen
terhadap merek produk tersebut.
Komitmen merek dapat didefinisikan sebagai kesertaan emosional atau perasaan.
Ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan
konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian
merek lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media
cetak, media audio. Beatty, Kahle dan Homer (2001) dalam Dharmmesta (2001, h.83)
Perilaku perpinahan merek ini merupakan suatu keptusan membeli yang didasari
pada faktor – faktor internal dan eksternal dari konsumen (Vann trijp et al, 2003, p.282).
Seperti halnya perilaku pembelian, perilaku perpindahan merek ini akan memiliki rute berpikir
dari stimulan yang dirasakan sampai dengan tercipta keputusan perpindahan merek.
(Vann trijp et al, 2003, p.282 – 283), memilih dua faktor yang mempengaruhi
konsumen dalam melakukan perpindahan merek yaitu faktor internal dan eksternal dimana
faktor internal merupakan faktor yang muncul dari dalam diri konsumen, sementara faktor
22 eksternal leboih pada faktor situasi atau lingkungan luar konsumen. Berangkat dari sini dapat
dipilah bahwa yang merupakan faktor internal yang mempengaruhi perpindahan merek
adalah keinginan pada diri konsumen untuk mencari variasi
Dimensi yang dapat mengukur faktor internal konsumen dalam memotivasi dirinya
untuk melakukan perpindahan merek adalah pengetahuan konsumen pada mengenai merek
pada produk kategori (Vann trijp et al, 2003, p.286).
Menurut Keaveney sebagaimana yang dikutip Prasetijo dan Ihalauw (2005,p.97 – 98)
menemukan beberapa hal sebagai hasil penelitiannya bahwa pergeseran merek karena :
a.
Persepsi negatif terhadap kualitas produk
b.
Harga
c.
Ketidakpuasan dengan kinerja produk secara keseluruhan
d.
Layanan dan kenyamanan yang tidak memadai ditempat penjualan
e.
Hambatan fisik maupun psikologis untuk mendapatkan produk
f.
Memang ada maksud (intention) untuk berhenti mengkonsumsi brand yang
biasa dipakai dan ingin memakai brand lain
Setiap faktor bisa berperan karena stimulus yang diterima konsumen tidak lagsung
dibuang begitu saja mereka meperhatikan stimulus itu karena dalam memori nya sudah ada
data yang serupa dan bila ini terjadi, orang cenderung untuk menghubungkan keduanya
untuk membentuk interpretasi perilaku sebagai menifestasi bagi interpretasi yang baru itu
bisa berupa kebingungan, keyakinan, kemudian mengacu kepada pergantian merek.
Lu Hsu dan Hsien Chang berpendapat seperti yang dikutip Dwi Ermayanti
dalam
jurnal eksekutif nomor 2 volume 3 (2006) bahwa “ Consumer switch brands not simply
because they are dissatisfied with the current brands, but may because they want to try new
brands, they attracted by the discount offered by other brands, or because the current
brands are out of stocks “ yang dapat diartikan bahwa konsumen berpindah merek bukan
hanya karena tidak terpuaskan dengan merek yang mereka pakai, tetapi bisa saja karena
23 mereka ingin mecoba merek baru, (Dua kalimat merah tsb digunakan sebagai indikator
internal ditambah 1 yang diatas tentang pengetahuan merek diantara produk kategori yang
sudah ditandai kalimat merah.) mereka tertarik oleh diskon yang ditawarkan oleh merek lain,
bisa juga karena “merek yang sedang dipakai habis.” Selain adanya “penawaran diskon bisa
juga “merek pesaing melakukan perubahan harga”.(Tiga kalimat merah dijadikan factor
eksternal.
2.1.4
Pengaruh antara Kualitas Produk dan Brand Switching
Menurut Adam dan Ebert (2002,p.256) yang dikutip dalam Jurnal Widya Manajemen
dan Akuntansi “Analis Persepsi Konsumen terhadap Kualitas Produk Keramik merek Milan di
Surabaya”,Vol.3 No.2, Agustus 2003 : pp. 140 – 159, menyatakan bahwa “Quality is the
customer’s perception”. Artinya bahwa pelanggan menilai baik buruknya kualitas suatu
produk itu berdasarkan persepsinya. Suatu produk dikatakan berkualitas jika memenuhi
kebutuhan dan keinginan pembeli. Kualitas ditentukan oleh pelanggan dan pengalaman
mereka terhadap produk dan jasa. Jika suatu produk kualitasnya kurang baik maka
konsumen akan melakukan brand switching.
Dapat disimpulkan bahwa Kualitas Produk dapat menyebabkan Brand Switching.
2.1.4.2
Pengaruh antara Ketersediaan Produk dan Brand Switching
Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p.103 - 104), yang dikutip dalam buku
persediaan perencanaan dan pengendalian produksi, edisi pertama, cetakan kedua, Penerbit
GunA Widya, Surabaya. Menyatakan bahwa persediaan adalah sumber daya menganggur
(idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih
lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem distribusi ataupun kegiatan
konsumsi pangan pada sistem rumah tangga.
Masalah utama persediaan adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang
ekonomis, yang akan menjawab persoalan berapa jumlah produk dan kapan produk itu
dipesan, terlalu lama sampainya produk menjadikan perusahaan kekurangan persediaan
24 produk dan sedikitnya pembelian produk karena konsumen berpindah merek kepada
perusahaan yang persediaan produknya cukup.
Dapat disimpulkan bahwa Ketersediaan Produk yang kurang dapat menyebabkan
Brand Switching
25 2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kualitas Produk (X1) •
Kinerja •
Keandalan •
Fitur •
Keawetan •
Konsistensi Ketersediaan Produk (X2) •
Jenis Produk •
Distribusi Lancar •
Persediaan Stok •
Harga Lebih Murah Brand Switching (X3) •
Faktor Internal •
Faktor Eksternal 26 2.3.
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007,p51), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Dikatakan, sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, namun belum didasarkan pada fakta – fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.
Hipotesis dari penelitin ini berdasarkan rumusan masalah, yaitu:
1. H1: Kualitas Produk berpengaruh secara signifikan terhadap Brand Switching.
2. H2 :Ketersediaan Produk berpengaruh secara signifikan terhadap Brand Switching.
3. H3 :Kualitas Produk dan Ketersediaan Produk berpengaruh secara signifikan
terhadap Brand Switching.
Download