bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hasil survei Nielsen menunjukkan bahwa mayoritas pengguna internet
menghabiskan waktunya di media sosial daripada situs lainnya (Lubis, 2014). Di
Indonesia sendiri, pada tahun 2014, dari sekitar 71 juta pengguna internet dan 70 juta
di antaranya memiliki akun media sosial. Sedangkan menurut We Are Social sebuah
agensi social marketing, pada tahun 2015 pengguna aktif internet di Indonesia
sebanyak 72,7 juta dan 74 juta pengguna aktif media sosial (Simon, 2015). Melihat
hasil survei tersebut terjadi penetrasi dimana pengguna aktif media sosial melebihi
pengguna internet.
Media sosial tidak hanya dijadikan ruang aktualisasi diri, lebih dari itu kini
media sosial memiliki fungsi lain yaitu dijadikan media promosi bagi pelaku bisnis.
Kelebihan media sosial yang dapat berkomunikasi tanpa adanya batas ruang dan
waktu, menjadikan pelaku bisnis lebih mudah untuk menyasar konsumennya. Media
sosial memang layak dijadikan pangsa pasar yang tinggi karena minat dari pengguna
media sosial memang sangat banyak, terutama kalangan anak muda.
Media sosial kini berperan penting dalam komunikasi pemasaran. Dengan
melakukan promosi melalui media sosial, pelaku bisnis dapat mengetahui respon
langsung atas promosinya tersebut yang juga dapat menimbulkan aktivitas yang
dikenal dengan online shopping. Online shopping pertama kali diciptakan oleh
Michael Aldrich, pada tahun 1979, hingga pada akhirnya berkembang pesat sampai
sekarang (Chandra, 2012:1). Online shopping adalah sebuah teknologi yang berkaitan
dengan jual-beli suatu produk atau jasa, melalui sebuah sistem elektronik seperti
internet atau jaringan komputer lainnya.
Kemunculan media sosial turut memudahkan kegiatan online shopping di
kalangan masyarakat. Beberapa media sosial telah dimanfaatkan sebagai media
1
pemasaran produk maupun jasa. Melalui media sosial para pelaku bisnis dapat
berhubungan langsung dengan konsumen atau calon konsumen dan mengikuti
perkembangan pengalaman mereka dengan produk yang ditawarkan. Komentar
konsumen yang merasa puas atau cenderung membandingkan dengan produk lain
dapat dengan mudah diketahui oleh pelaku bisnis. Setelah Facebook dan Twitter
berhasil dijadikan media pemasaran, saat ini media sosial bernama Instagram telah
dijadikan media pemasaran bagi pelaku online shop.
Instagram merupakan sebuah media sosial berbasis foto yang diluncurkan
pada tahun 2010. Setiap tahun pengguna aktif Instagram mengalami peningkatan.
Pada tahun 2015, Instagram baru saja merilis jumlah pengguna aktifnya yang saat ini
mencapai lebih dari 400 juta orang dan lebih dari 80 juta foto yang dibagikan ke
seluruh dunia. Angka pengguna Instagram saat ini berhasil melampaui angka
pengguna aplikasi Twitter yang berada di kisaran 316 juta pengguna. Situs berbagi
foto ini juga mencatat kenaikan jumlah upload foto dan klip video setiap bulan 300
juta sejak awal tahun ini. Sementara pertumbuhan tertinggi dicatat di Brazil, Jepang
dan ketiga adalah Indonesia (Triwijarnako, 2015).
Setelah sukses menjadi aplikasi yang banyak diminati pengguna internet,
Instagram menjadi media sosial yang memiliki beberapa peluang. Dengan
kelebihannya sebagai aplikasi berbasis foto, media sosial yang berlogo polaroid ini
dapat dimanfaatkan sebagai tools yang bermanfaat untuk memasarkan produk. Tidak
sedikit online shop di Indonesia yang menggunakan Instagram sebagai media
pemasaran. Instagram dianggap lebih efektif dibandingkan Facebook dan Twitter,
karena fitur Instagram yang hanya menampilkan foto dirasa memudahkan pemasar
untuk mengiklankan produknya.
Pelaku online shop tidak hanya sekedar memasarkan produknya saja, tetapi
mereka juga membutuhkan iklan untuk bisa menjangkau pasar target yang lebih luas.
Di dalam media sosial Instagram para pelaku online shop memiliki caranya sendiri
untuk mengiklankan produknya. Uniknya, cara beriklan ini hanya dapat dilakukan
2
melalui media sosial Instagram saja. Shoutout for shoutout (SFS) merupakan salah
satu istilah yang digunakan pelaku online shop untuk mengiklankan produk.
Shoutout for shoutout (SFS) adalah suatu kondisi dimana sesama online shop
saling mempromosikan satu sama lain. Dengan demikian followers suatu online shop
akan memperoleh informasi mengenai online shop terpercaya lainnya melalui
publikasi yang dilakukan oleh online shop pertama tersebut. Tentu saja dengan cara
SFS ini para pemilik online shop dapat mengiklankan produknya dengan mudah dan
tidak perlu mengeluarkan biaya. Online shop tidak hanya melakukan SFS satu atau
dua kali dalam sehari, tetapi bisa berkali-kali.
SFS merupakan cara yang unik dan hanya bisa diterapkan di media sosial
Instagram. Adanya fitur foto di Instagram, mempermudah pemilik online shop dapat
mengiklankan produknya dan mudah menjangkan konsumennya. Akan tetapi, SFS
memunculkan kontradiktif antara pelaku online shop dengan konsumennya. Bagi
pelaku online shop SFS sangat membantu mereka dalam memasarkan produknya
dengan hanya mengunggah foto dan memberi caption. Akan tetapi bagi konsumen,
SFS yang awalnya sangat membantu mereka untuk mendapatkan informasi produk
kini mulai mengganggu timeline mereka. SFS dianggap mengotori timeline konsumen
karena terlalu banyak foto produk yang di unggah dan bukan produk milik online
shop tersebut, melainkan foto produk online shop lain yang sedang diiklankan.
Peneliti melihat adanya pandangan negatif dari konsumen terhadap SFS,
sehingga perlu adanya penelitian mengenai apakah SFS mengganggu para konsumen
atau tidak. Mungkin bagi pelaku online shop, SFS dapat menguntungkan bagi mereka
karena tanpa harus mengeluarkan uang, mereka dapat menngiklankan produknya.
Sedangkan konsumen merupakan pasar target yang nantinya akan membeli produk
yang ditawarkan belum tentu merasa diuntungkan dengan SFS tersebut. Iklan sendiri
memiliki nilai yang akan diterima oleh konsumen baik dari segi visual maupun pesan
dari iklan itu sendiri.
Melihat fenomena diatas maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana
konsumen di Indonesia menilai sebuah iklan di Instagram. Nilai iklan akan
3
memengaruhi bagaimana perilaku konsumen nantinya. Selain itu, nilai iklan akan
memengaruhi
strategi
yang
akan
digunakan
oleh
pelaku
bisnis
dalam
mempromosikan produknya, baik itu barang atau jasa. Beriklan di media sosial
masih merupakan sesuatu yang baru bagi banyak pelaku bisnis terutama pelaku
online shop, sehingga mereka hanya mempunyai gagasan yang samar-samar tentang
kelebihan dan keterbatasan berikilan media sosial.
Fokus dalam penelitian ini melihat bagimana SFS (shoutout for shoutout)
dapat memengaruhi adertising value di media sosial Instagram. Advertising value
didefinisikan sebagai evaluasi subjektif dari nilai relatif atau utilitas dari iklan kepada
konsumen. Dari advertising value nantinya akan melihat ukuran subjektif dari
kegunaan atau kepuasan yang dihasilkan oleh komoditas. Advertising value akan
diukur dengan empat dimensi yang terdiri dari entertainment, irritation,
informativeness, dan credibility. Peneliti akan melakukan penelitian terhadap audiens
yang memiliki akun Instagram dan menjadi pengikut akun online shop yang
melakukan SFS.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh SFS (shoutout for
shoutout) terhadap advertising value di media sosial Instagram?”.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami pengaruh SFS terhadap advertising value.
2. Memberikan gambaran aktivitas SFS sebagai fenomena baru dalam dunia
komunikasi pemasaran di media sosial.
3. Mendeskripsikan efektivitas pemanfaatan Instagram sebagai kanal komunikasi
pemasaran online shop
4
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini akan bermanfaat bagi:
1. Praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap advertising values. Faktorfaktor tersebut dapat digunakan dalam rangka menilai efektifitas dari iklan yang
telah dikembangkan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan dan evaluasi dalam menentukan kebijakan strategi iklan online
shop di masa yang akan datang.
2. Akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi untuk
penelitian-penelitian berikutnya dan dapat dikembangkan dengan topik sejenis.
E. OBJEK PENELITIAN
Penelitian ini mengarah pada pengaruh SFS terhadap advertising value
dalam media sosial Instagram, sehingga objek dari penelitian ini adalah pengguna
Instagram di Indonesia yang mengikuti akun online shop. Online shop yang dimaksud
disini adalah online shop yang melakukan SFS.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Promosi
Promosi merupakan salah satu bagian dari kegiatan komunikasi
pemasaran yang dilaksanakan oleh pelaku bisnis kepada pembeli atau
konsumen. Menurut Kotler (2002:41) promosi adalah berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan yang menonjolkan keistimewaan produknya yang
membujuk konsumen sasaran agar membelinya. Promosi penjualan biasanya
merupakan alat jangka pendek yang digunakan untuk merangsang peningkatan
permintaan secepatnya (Lamb, Hair, McDaniel, 2001). Sasaran promosi
biasanya lebih mempengaruhi perilaku dibandingkan dengan sikap. Promosi
5
dilakukan bertujuan untuk memperkenalkan produk dan menstimulus
konsumen untuk mencoba atau membeli produk tersebut.
Banyak orang menganggap bahwa promosi dan pemasaran mempunyai
arti yang sama, dimana sebenarnya promosi merupakan salah satu bagian dari
pemasaran. Promosi dapat dilakukan dengan cara konvensional atau dengan
cara online melalui internet. Menurut Kotler, promotion mix merupakan salah
satu bagian dari kegiatan promosi yang memiliki lima macam kegiatan, yaitu;
periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), humas (public
relations), publisitas (publicity), pemasaran langsung(direct marketing), dan
penjualan personal (personal selling).
Menurut Buchari Alma (2002:145) dalam bukunya Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa mengatakan bahwa tujuan promosi penjualan
adalah sebagai berikut:
 Menarik perhatian para pembeli baru
 Memberi hadiah atau penghargaan kepada konsumen atau pelanggan
lama
 Meningkatkan daya pembelian ulang dari konsumen lama
 Menghindarkan konsumen dari peralihan ke merek lain
 Mempopulerkan merek atau meningkatkan loyalitas
 Meningkatkan volume penjualan jangka pendek dalam rangka
memperluas pangsa pasar jangka panjang
Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (10:467) unsur-unsur promosi
atau bauran promosi terdisi dari:
 Advertising
Periklanan adalah komunikasi non individu dengan sejumlah
biaya, melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga
nirlaba serta individu.
6
 Sales Promotion
Promosi penjualan adalah salah satu kegiatan promosi untuk
melakukan rangsangan kepada konsumen untuk melakukan pembelian.
 Personal Selling
Penjualan perseorangan adalah interaksi antara individu, saling
bertemu
atau
tatap
muka
yang
ditujukan
untuk
menciptakan,
memperbaiki, menguasai, atau mempertahankan hubungan pertukaran
yang saling menguntungkan dengan pihak lain.
 Direct Mareting
Salah satu kegiatan penjualan secara langsung kepada konsumen
untuk melakukan pembelian.
 Public Relations
Usaha untuk merangsang permintaan terhadap suatu produk
secara nonpersonal dengan membuat berita yang bersifat tentang produk
tersebut dalam media cetak maupun hasil wawancara yang disiarkan
dalam media tersebut.
a. social media promotion
Media sosial tidak lagi memiliki fungsi sebagai media eksistensi
diri saja, namun saat ini media sosial telah menjadi bagian dari pemasaran.
Kini media sosial telah dimanfaatkan sebagai promotion tools bagi para
pelaku bisnis. Media sosial memungkinkan membangun hubungan sosial
yang lebih personal dan dinamis dibandingkan dengan pemasaran
tradisional. Kelebihan media sosial yang dapat menjangkau pasar lebih luas
dianggap menguntungkan bagi pelaku bisnis.
Kegiatan promosi melalui media sosial dipusatkan pada usaha
menciptakan konten (posting, tulisan, gambar, video) yang menarik
7
perhatian dan mendorong pembaca untuk membagi (share) konten tersebut
melalui jaringan sosial mereka. Pengaruh dari media sosial memang
berbeda-beda, akan tetapi pada umumnya informasi yang berasal dari media
sosial akan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
Keuntungan dalam menggunakan media sosial sebagai sarana promosi,
antara lain:
 Media sosial dapat membangun hubungan pelanggan dan menawarkan
jangkauan yang luas.
 Memiliki potensi viral marketing.
 Traffic yang dihasilkan dapat ditargetkan.
 Promosi melalui media sosial tidak membutuhkan biaya yang tinggi.
2. Advertising Value
Advertising value merupakan konstruksi baru yang diciptakan oleh
Robert H. Ducoffe melalui beberapa penelitiannya terkait dengan advertising.
Ducoffe merupakan asisten profesor marketing di Baruch College, City
University of NewYork. Penelitian tentang advertising value telah dilakukan
sejak tahun 1996 dimana saat itu web sedang dalam perkembangan. Penelitian
pertamanya berjudul “Advertising Value and Advertising on The Web” yang
dilakukan pada tahun 1996. Ducoffe menggunakan beberapa literatur untuk
menciptakan konstruksi advertising value. Tidak hanya literatur iklan saja yang
digunakan, tetapi komunikasi massa, dan ekonomi telah digunakan untuk
mengungkap bagaimana pengaruh positif dan negatif pada advertising value.
Ducoffe (1995) mengajukan pendekatan advertising value atau nilai
iklan secara menyeluruh bagi konsumen untuk memahami efektivisitas iklan
dari berbagai medium yang ada. Pendekatan ini didasarkan pada pandangan
bahwa iklan pada dasarnya merupakan pertukaran komunikasi (communication
exchange) antara pengiklan dan konsumen/audiens iklan. Pertukaran ini terjadi
8
kedua belah pihak memberi dan menerima nilai (value). Konsumen tentunya
akan menaruh perhatian pada iklan hanya bila merasa ada nilai yang
diperolehnya.
Advertising Value didefinisikan sebagai evaluasi subyektif mengenai
seberapa berharga dan berguna periklanan bagi konsumen atau cara pandang
periklanan sebagai pengukuran subyektif kegunaan atau kepuasan keinginan
yang berakibat terhadap komoditas (Ducoffe, 1995). Advertising value dapat
dilihat dari sikap konsumen yang berbeda dan memiliki kepentingan. Hubungan
antara iklan dan advertising value serta ukuran untuk mencapai pasar nyata
akan diperlukan untuk menentukan apakan suatu iklan bernilai atau tidak.
Selain itu juga memungkinkan untuk mempengaruhi konsumen agar melakukan
pembelian.
Menurut Ducoffe, terdapat tiga faktor yang merupakan titik tolak
untuk bagaimana konsumen menafsirkan nilai dari suatu advertising, yaitu:
informativeness, entertainment dan irritation. Sedangkan Brackett dan Carr
(2001) lebih lanjut menambahkan dimensi lain yaitu credibility yang
merupakan faktor yang kuat untuk pembentukan nilai-nilai.
a. entertainment
Secara umum memang banyak iklan yang sifatnya memberikan
hiburan sambil menyisipkan informasi-informasi. Menurut McQuail dalam
Ducoffe (1996:23), suatu advertising bisa dikatakan memberikan hiburan
jika “able to fulfill audience needs for escapism, diversion, aesthetic
enjoyment, or emotional release”.
Fungsi utama media digital bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhan pengguna, tetapi juga untuk menghibur. Makna hiburan disini
mengacu pada sejauh mana media menjadi menyenangkan dan menghibur
bagi para pengguna media. Semakin menarik tampilan sebuah produk, maka
9
semakin banyak yang tertarik dan tidak menutup kemungkinan pada
akhirnya mereka membeli produk yang ditawarkan oleh pelaku bisnis.
Entertainment juga merupakan faktor penting untuk iklan online,
karena dengan menggunakan pesan atau visual yang menghibur akan
mendapatkan perhatian dari konsumen. Terdapat dua faktor yang dapat
mengukur dimensi entertainment yaitu dapat menghibur dan menyenangkan
(Brackett and Carr, 2011).
Tingkat hiburan dalam iklan tidak sekedar untuk mengukur
keberhasilan sebuah iklan, tetapi penting juga untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Entertainment dalam iklan disebut sebagai untuk memenuhi
kenikmatan estetika, pengalihan yang menyenagkan, atau kesenangan
emosional. Dengan kata lain, entertainment dianggap sebagai pendapat
konsumen dalam hal bagaimana mereka tertarik dan senang dalam menerima
sebuah iklan.
Ducoffe (1996) juga menjelaskan bahwa dimensi entertainment
dalam advertising value memiliki sifat sebagai berikut:
 Hiburan menunjukkan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan
konsumen seperti pelarian pengalihan, kenikmatan estetika, atau
pelepasan emosional. Ketiganya dapat digunakan untuk melibatkan
pelanggan lebih dalam dan membuat mereka lebih akrab dengan
produk atau layanan yang diiklankan (Ducoffe 1996; McQuail 1983).
 Iklan media yang dapat menghibur konsumen dapat meningkatkan
pengalaman dan pertukaran iklan bagi konsumen itu sendiri (Alwitt
and Prabhaker 1992).
b. informativeness
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ducoffe (1996:22) mengenai
advertising value, informativeness berarti kemampuan iklan untuk
10
menginformasikan tentang produk kepada konsumen sehingga menghasilkan
kepuasan terbesar bagi konsumen itu sendiri. Ducoffe juga menjelaskan
bahwa informativeness akan menghasilkan nilai bagi konsumen karena iklan
berupaya untuk menyediakan informasi yang lengkap. Informativeness yang
menunjukkan kelengkapan informasi, konsumen akan menyetujui iklan
tersebut memiliki nilai informasi yang tinggi dan menghasilkan kepuasan
bagi konsumen.
Selain memberikan hiburan, media juga mampu memberikan
informasi. Dalam era informasi ini, masyarakat menggunakan internet untuk
mendapatkan informasi. Informativeness mengacu pada kemampuan iklan
untuk menginformasikan konsumen tentang produk dan layanan. Peran
informasi dalam sebuah iklan sangatlah penting, karena pada akhirnya
konsumen akan mendapatkan informasi mengenai produk atau jasa yang
diiklankan. Pesan iklan dianggap berharga ketika informasi tersebut dapat
diterima dan menciptakan beberapa manfaat bagi konsumen (Oh & Xu,
2003).
Informativeness diukur dengan item seperti sumber informasi yang
berharga, pengetahuan produk yang relevan, memberikan informasi terkini
atau up-to-date, dan memiliki sumber informasi yang baik dari produk yang
diiklankan. Dalam hal apapun, konsumen yang mengakses iklan online sama
seperti dengan konsumen normal lainya yang menginginkan konten iklan
sesuai dengan kepentingan mereka. Terlebih, konsumen yang mengakses
iklan online tentu saja akan lebih tertarik dan membutuhkan pesan yang upto-date.
SFS yang dilakukan oleh para pemilik online shop tentu saja
diharapkan memiliki nilai informasi bagi konsumen. Informasi yang terdapat
di dalam SFS dapat melalui foto produk maupun caption yang telah dibuat
oleh pemilik online shop. Pesan iklan di SFS biasanya berupa caption yang
telah dibuat oleh pemilik online shop, tetapi tidak menutup kemungkinan
11
bahwa informasi yang diberikan tidak memberikan keuntungan bagi
konsumen.
c. irritation
Irritation dapat didefinisikan sebagai perluasan yang tidak
terkendali dari konten yang mengganggu bagi pengguna. Ducoffe mencatat
bahwa iklan yang tidak baik dapat mengganggu, mengalihkan perhatian
konsumen dan mengubah pengalaman manusia. Advertising dikatakan
mengganggu jika menggunakan teknik yang mengganggu, menyinggung,
menghina, dan terlalu manipulatif (Ducoffe, 1996:23).
Irritation merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap
evaluasi konsumen dari sebuah nilai iklan. Iklan juga dapat memberikan
berbagai informasi yang membingungkan dan dapat mengganggu konsumen.
Sehingga irritation sangat perlu diperhatikan dalam sebuah nilai iklan. Jika
iklan tersebut mengganggu konsumen baik dari segi visual maupun pesan,
iklan tersebut akan menurunkan nilai bagi penerimanya.
Tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat iklan yang akan
menimbulkan irritation bagi konsumen. Jika terdapat irritation dalam sebuah
iklan maka akan menurunkan nilai iklan dengan beberapa alasan, yaitu:
 Adanya kritik yang mengatakan bahwa iklan mengalihkan perhatian
konsumen. Pengguna internet bertujuan untuk mencari informasi, jika
terdapat iklan yang menurut mereka mengganggu maka nilai iklan
akan turun.
 Cara yang digunakan pengiklan, baik bahasa yang digunakan maupun
tampilan gambar tidak sesuai dan kurang dapat diterima oleh
konsumen. Meskipun kalimat yang digunakan terbatas, tetapi jika
kalimat tersebut dapat mengganggu maka perhatian konsumen
terhadap iklan tersebut akan menurun.
12
 Konsumen kurang dapat memahami apa yang disampaikan oleh
pengiklan, baik dari bahasa yang digunakan maupun visual yang
ditampilkan.
Konsumen yang merasa terganggu oleh sebuah iklan akan
mengalami penurunan efisiensi iklan. Dengan kata lain, irritation dalam
iklan memiliki efek negative terhadap iklan. Irritation sendiri dapat diukur
dengan item seperti adanya penghinaan di dalam pesan iklan, terlalu banyak
tampilan, dan membuat jengkel para konsumen. Iklan di media sosial tidak
menutup kemungkinan dapat menimbulkan iritasi bagi konsumen. Informasi
yang diberikan dalam iklan di mesia sosial bisa saja membingungkan dan
mengganggu, sehingga dapat menimbulkan reaksi negatif.
c. credibility
MacKenzie dan Lutz (1989) mendefinisikan kredibilitas iklan
sebagai persepsi konsumen terhadap keandalan dan kepercayaan dari iklan
pada umumnya. Selain itu kredibilitas juga dianggap sebagai harapan
konsumen yang berkaitan dengan keadilan dan fakta dari sebuah iklan.
Misalnya, jika konsumen tidak menemukan kredibilitan dalam sebuah iklan
maka ini akan berpengaruh negatif bagi nilai iklan.
Tentu saja kredibilitas sangat penting untuk dilihat dalam iklan
online, karena hal tersebut berkaitan dengan fakta dan kepercayaan dari iklan
tersebut. Pesan dan visual yang ditampilkan oleh pengiklan tentu saja dapat
memengaruhi konsumen dalam menilai sebuah kredibilitas dalam iklan.
Tidak menutup kemungkinan bahwa pesan dan visual yang ditampilkan
tidak sesuai fakta dan akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap iklan
tersebut.
13
Kredibilitas iklan juga didefinisikan sebagai sejauh mana konsumen
merasakan klaim yang dibuat oleh pengiklan untuk dapat dipercaya.
kredibilitas iklan akan menghasilkan nilai bagi konsumen karena mereka
bisa mempercayai pesan maupun visual yang ditampilkan dalam sebuah
iklan. Skala kredibilitas dapat diukur melalui bagaimana iklan tersebut dapat
dipercaya dan kredibel.
Iklan dalam media sosial diharapkan memiliki kredibilitas yang
tinggi, karena di dalam media sosial terdapat banyak eskposur yang tidak sah
dari produk, merek, maupun informasi tentang perusahaan itu sendiri.
Informasi tersebut bisanya dibuat oleh produsen sendiri sehingga tidak
menutup kemungkinan dapat membingungkan konsumen. Ketika iklan
tersebut membuat bingung konsumen maka akan timbul rasa percaya yang
kurang dari konsumen. Oleh karena itu kredibilitas dalam iklan online,
khususnya media sosial harus diperhatikan oleh para pelaku bisnis.
3. SFS dan Instagram Promotion
Pemasaran dengan strategi promosi melalui internet, khusunya media
sosial dapat meningkatkan penjualan secara luas dan tidak memerlukan biaya
pemasaran yang mahal. Konsumen juga akan lebih mudah untuk mencaro
informasi mengenai produk yang ingin mereka beli tanpa perlu tatap muka
secara langsung. Melalui media sosial, pola komunikasi masyarakat tidak lagi
terbatas oleh ruang dan waktu. Media sosial mempercepat arus komunikasi
dengan mendorong kontribusi dan umpan balik dari semua orang dan
menciptakan komunikasi dua arah.
Instagram bukan satu-satunya media sosial yang dimanfaatkan sebagai
media pemasaran. Sebelumnya, Facebook dan Twitter telah lebih dulu menjadi
media sosial yang dimanfaatkan sebagai media pemasaran. Melihat peluang
Instagram yang memiliki fitur lebih simpel dan memiliki peminat yang banyak,
pelaku bisnis mulai menggunakan Instagram utnuk memasarkan produknya.
14
Berpindahnya pemasaran ke media sosial Instagram ini memunculkan adanya
konsep promosi yang baru dan unik, yaitu SFS (Shoutout for Shoutout).
Melihat peluang Instagram yang memiliki banyak jumlah pengguna,
para pelaku bisnis, khusunya pemilik online shop yang awalnya menggunakan
Facebook sebagai media pemasaran kini berpindah ke Instagram. Menurut para
pemilik online shop, Instagram lebih simpel dibandingkan Facebook.
Sebelumnya para pemilik online shop hanya melakukan pemasaran produknya
melalui akun mereka saja. Bagi para pemilik online shop, memasarkan
produknya melalui akun mereka sangatlah kurang. Mereka juga membutuhkan
iklan untuk dapat memperkenalkan online shop miliknya serta produknya
dijual.
Berpindahnya pemasaran ke media sosial Instagram memunculkan
adanya fenomena baru dalam kegiatan komunikasi pemasaran, yaitu SFS
(Shoutout for Shoutout). SFS ini merupakan konsep promosi yang termasuk
dalam bagian dari model pemasaran 3.0 (marketing 3.0) yang menekankan
aspek partisipasi dalam melakukan promosi melalui akun Instagram. SFS
merupakan sebuah aktivitas untuk saling mempromosikan produk melalui akun
Instagram satu dengan yang lainnya. SFS tersebut digunakan sebagai salah satu
strategi komunikasi pemasaran yang digunakan oleh online shop saat ini di
Indonesia. Strategi komunikasi pemasaran melalui system SFS kini mulai
banyak digunakan oleh pemilik online shop di Instagram. Selain dapat
mempromosikan akun online shop dan barang jualannya, SFS mampu
menambah jumlah pengikut (followers).
SFS sendiri memiliki dua jenis yaitu SFS Slot dan SFS
personal/kroyokan. SFS Slot merupakan sebuah sistem SFS dimana dalam
sekali posting terdapat empat hingga sembilan online shop yang bergabung
untuk melakukan SFS, kemudian foto dari online shop yang akan ditampilkan,
digabungkan dalam satu frame untuk diunggah menjadi satu unggahan.
Sedangkan untuk SFS jenis personal atau kroyokan, sistem untuk mengunggah
15
foto dilakukan satu per satu, sehingga satu online shop dapat mengunggah lebih
dari lima foto dalam jarak waktu yang berdekatan (Mada, 2014).
Keunikan dari sistem SFS ini adalah hanya bisa dilakukan melalui
media sosial Instagram. SFS juga memaksimalkan fitur yang disediakan oleh
Instagram seperti hastag. Bagi pemilik akun online shop, tentu saja fitur yang
disediakan oleh Instagram dapat memaksimalkan kegiatan promosi mereka,
termasuk SFS.
Gambar 1.1: contoh gambar SFS pada Instagram (dok.pribadi)
Diatas merupakan contoh SFS dalam media sosial Instagram. Dapat
dilihat bahwa gambar pertama menunjukkan online shop miraclebikini
mempromosikan online shop Xaverana dengan menampilkan foto produk dan
dilengkapi dengan keterangan pada caption. Sedangkan pada gambar kedua
online shop merchystore mempromosikan online shop syute_softlens. Kedua
online shop tersebut tidak lupa untuk menyertai nama online shop yang sedang
dipromosikan.
16
Dari sekian banyak fitur yang tersedia di Instagram, SFS ini hanya
menggunakan fitur foto, caption, hastag, dan tagging people. Hingga saat ini
belum ada penggunaan fitur video dalam SFS. Karena video dianggap lebih
memakan waktu dalam memberikan informasi kepada audiens. Sedangkan fitur
foto hanya sekali melihat audiens akan lebih mudah memahami dan mengingat.
SFS kini tidak hanya saling mempromosikan online shop satu dengan
yang lain, tetapi SFS mengalami perkembangan dengan munculnya SFS paid
promote. Tidak seperti SFS biasanya, SFS paid promote dilakukan dengan cara
membayar kepada satu online shop yang dianggap memiliki banyak followers.
Harga yang ditetapkan untuk SFS paid promote berbeda-beda dan tergantung
pada aturan yang diberikan oleh online shop yang akan mempromosikan.
SFS paid promote dan SFS pada awalnya memiliki fungsi dan manfaat
yang sama, namun hanya berbeda di caranya saja. Audiens yang mendapatkan
SFS akan menerima hal yang sama baik SFS paid promote maupun SFS pada
awalnya.
4. Teori S-O-R (Stimulus Organism Response)
Teori S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response
yang awalnya berasal dari psikologi. Obyek material dari psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponenkomponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Teori S-O-R ini
merupakan pengembangan dari teori S-R. Dalam teori S-O-R ini yang
membedakan dengan teori S-R adalah keberadaan elemen organism (O)
sehingga elemen organism (O) dalam teori ini telah lebih diperhatikan. Menurut
Rokeach dalam Katherine Miller (2002:238), terdapat elemen organism (O)
yang menengahi stimulus (S) dan response (R), sehingga tercipta teori S-O-R.
Teori ini melihat bahwa pesan yang media berikan akan menghasilkan respon
yang bervariasi dari setiap individu yang menerimanya.
17
Menurut McQuail (1981:48) teori S-O-R mempunyai elemen-elemen
utama yaitu sebuah isi pernyataan yaitu stimulus (S), seorang komunikan
organism (O), dan efeknya berupa response (R). Asumsi dasar dari teori ini
adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera, dan langsung
terhadap komunikan. Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya
perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang
berkomunikasi dengan organism. Teori ini juga mengatakan bahwa perilaku
dapat berubah hanya apabila stimulus (S) yang diberikan benar-benar melebihi
dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti
stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organism.
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin
diterima, mungkin juga ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada
perhatian dari komunikan dan kemudian diteruskan pada proses selanjutnya
dimana komunikan menjadi mengerti. Setelah komunikan mengolahnya dan
menerimanya maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
18
ORGANISM
Perhatian
STIMULUS
RESPONSE
Pengertian
Penerimaan
Gambar 1.2 model teori S-O-R (Sumber : Effendy (2003: 255))
Pada gambar di atas dapat kita lihat bagaimana proses sebuah stimulus
hingga mencapai response. Response merupakan feedback yang dihasilkan oleh
organism yaitu individu-individu yang menerima pesan. Setiap individu akan
memeberikan yang berbeda-beda sesuai dengan proses yang telah dialami oleh
individu tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perhatian, pengertian, dan
penerimaan dari organism akan memengaruhi bagaimana response yang akan
diberikan oleh setiap individu.
G. KERANGKA KONSEP
Dunia pemasaran kini mengalami perkembangan setelah munculnya media
sosial. Platform media sosial yang dikenal sebagai tempat eksistensi diri, kini mulai
menjadi media pemasaran. Para pelaku bisnis tentu saja membutuhkan promosi agar
produk yang dijual dapat menjangkau pasar target atau konsumen.
Dengan adanya fenomena komunikasi pemasaran baru yang disebut dengan
SFS (Shoutout for Shoutout) melalui media sosial Instagram, para pemilik online
shop menggunakan sistem tersebut untuk mempromosikan akun dan produk mereka.
Saat ini pemilik online shop menggunakan sistem SFS untuk menjangkau pasar yang
lebih luas. Melalui SFS, mereka menampilkan foto produk serta informasi tentang
akun online shop maupun produknya. Fitur caption dan hastag yang terdapat di
Instagram tentu saja dimaksimalkan oleh pemilik online shop dalam siste SFS.
19
Variabel X
SFS
Variabel M
Variabel Y
Perilaku Konsumen
Advertising Value
Informativeness
Frekuensi
Intensitas
Perilaku Belanja
Online
Konten
1.3 Gambar Kerangka Konsep
Entertainment
Irritation
Credibility
SFS dimanfaatkan para pemilik online shop sebagai sistem promosi produk
dan akun mereka. Sistem ini hanya dapat dilakukan di media sosial Instagram saja.
Keuntungan menggunakan sistem SFS ini sangat dirasakan bagi pemilik online shop.
Diantara konsumen yang memiliki akun Instagram, tentunya mereka akan mengikuti
setidaknya satu akun online shop. Bagi para konsumen, SFS salah satu cara yang
dapat memberikan mereka informasi tentang produk dan akun online shop lainnya.
Melalui SFS maka konsumen akan mendapatkan informasi tentang produk
dan akun online shop selain yang mereka ikuti. SFS yang merupakan alat promosi
dapat dikategorikan dalam iklan. Melihat SFS yang dilakukan oleh pemilik online
shop, diharapkan SFS tersebut dapat memberikan manfaat dan nilai bagi konsumen.
Dalam penelitian ini SFS merupakan variabel independen (X) yang memiliki
dimensi frekuensi, intensitas, dan konten akan berpengaruh kepada variabel dependen
yaitu advertising value (Y) yang memiliki dimensi entertainment, informativeness,
irritation, dan credibility. Namun dalam penelitian ini tentu saja tidak hanya
memperhatikan dua variabel saja, tetapi adanya variabel antara yang akan
memengaruhi bentuk response dari setiap individu. Karena pada dasarnya penelitian
ini akan menggunakan dasar teori dari teori S-O-R. Variabel antara disini adalah
perilaku konsumen dimana akan melihat perilaku belanja online dari responden.
Peneliti melihat bahwa kedua perilaku tersebut akan memengaruhi variabel dependen
yaitu bagaimana audiens akan menerima nilai dari SFS.
20
H. OPERASIONALISASI KONSEP
Tabel 1.1
Operasionalisasi Konsep
Variabel
SFS (Shoutout for
Shoutout) (X)
Dimensi
Frekuensi
Intensitas
Konten
Perilaku Konsumen
(M)
Perilaku
Penggunaan
Instagram
Advertising Value
(Y)
Indikator
Frekuensi konsumen dalam melihat iklan SFS.
Memahami isi iklan melalui SFS.
- Ketertarikan responden terhadap konten SFS melalui foto.
- Ketertarikan responden terhadap konten SFS melalui caption.
- Frekuensi dalam menggunakan media sosial Instagram.
- Aktifitas saat menggunakan Instagram
- Durasi atau lamanya waktu yang dihabiskan dalam
menggunakan media sosial Instagram.
Skala
Interval
Interval
Interval
Perilaku Belanja
Online
- Frekuensi berbelanja online dalam waktu satu bulan.
- Pengalaman saat berbelanja online.
- Jumlah pengeluaran belanja online dalam waktu tertentu.
Interval
Entertainment
- Perasaan senang saat menerima iklan SFS.
- Perasaan terhibur saat menerima iklan SFS
- Perasaan nyaman saat menerima iklan SFS.
- SFS menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
- Informasi yang diberikan melalui SFS membantu konsumen
tetap up-to-date tentang produk yang mereka butuhkan.
- SFS adalah sumber yang bagus untuk mendapatkan informasi
produk maupun jasa sewaktu-waktu.
Interval
Informativeness
21
Interval
Interval
Irritation
Credibility
- Merasa terganggu saat mendapatkan SFS di timeline Instagram.
- Terlalu banyak SFS yang dipost setiap online shop.
- Konten SFS yang mengganggu privasi.
- Informasi yang diberikan melalui SFS dapat dipercaya.
- Informasi yang diberikan SFS sesuai dengan fakta atau
memiliki tingkat kebenaran yang tinggi.
- Menggunakan SFS sebagai referensi pencarian produk yang
diinginkan.
22
Interval
Interval
I. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variable
dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau memberi suatu
operasional yang diperlukan untuk mengukur variable tersebut (Nasir,1999). Definisi
operasional variable berfungsi untuk membantu peneliti dalam meperjelas data yang
dicari dan membantu orang lain mengerti maksud konsep yang akan peneliti gunakan
dalam penelitian.
1. Variabel SFS (Shoutout for Shoutout) (X)
Variabel SFS (Shoutout for Shoutout) berperan sebagai variabel
independen (X), yaitu variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan pada variabel dependen. Penggunaan ini akan diukur melalui tiga
dimensi yaitu:
a. frekuensi
: jumlah atau seberapa banyak konsumen dalam melihat
sebuah iklan dengan waktu yang telah ditentukan.
b. intensitas
: keadaan tingkatan atau ukuran. Aspek intensitas digunakan
untuk mengukur seberapa dalam orang yang melakukan
sesuatu tindakan dengan mengingat peristiwa yang terjadi
sesudah atau sebelumnya.
c. konten
: konten merupakan isi dari sebuah iklan yang berupa pesan
maupun visual.
2. Variabel Perilaku Konsumen (M)
a. perilaku belanja online
: bagaimana perilaku seseorang ketika
melakukan belanja online.
3. Variabel Advertising Value (Y)
Variabel advertising value berperan sebagai variabel dependen (Y).
Sesuai yang telah diuraikan pada kerangka pemikiran, dimensi yang digunakan
dalam variabel ini adalah:
23
a. informativeness
: Isi dari iklan bersifat menginformasikan atau
memberikan informasi yang jelas mengenai suatu
produk atau jasa kepada konsumen yang dituju.
b. entertainment
: Perasaan menyenangkan atau terhibur yang dirasakan
oleh konsumen dalam melihat sebuah iklan.
c. irritation
: Sesuatu yang berupa gangguan yang menyebabkan
ketidaknyamanan bagi penerima iklan.
d. credibility
: Kepercayaan terhadap informasi sebuah iklan dan
memiliki kebenaran yang tinggi.
J. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Ho
: SFS (shoutout for shoutout) tidak memiliki hubungan korelasional dengan
advertising value di benak pengikut akun online shop di Instagram.
Ha
: SFS (shoutout for shoutout) memiliki hubungan korelasional dengan
advertising value di benak pengikut akun online shop di Instagram.
K. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian eksplanatif. Jenis penelitan
eksplanatif adalah mencari hubungan sebab dan akibat antara dua atau lebih konsep
(variabel) yang akan diteliti. Penelitian ini cocok untuk menjelaskan hubungan antara
SFS dengan advertising value.
1. Populasi dan Sampel
a. populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciricirinya akan diduga. Sedangkan menurut Sugiyono (2002:55) menyebut
populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
24
yang mempunyai kuantitas dan karakteristk tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Sample adalah
sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengguna media sosial
Instagram di Indonesia.
Menurut data dari We Are Social, jumlah pengguna Instagram di
Indonesia pada tahun 2015 adalah 17.850.000 orang. Sehingga populasi
dalam penelitian ini sebanyak 17.850.000 sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh We Are Social.
b. sampel
Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang diambil sebagai
sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sedangkan menurut
Suharismi Arikunto, sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau
wakil populasi yang diteliti). Dalam menentukan responden, maka penelitian
ini
akan
menggunakan
jenis
sampling
nonprobabilitas.
Sampling
nonprobabilitas adalah sampel yang tidak melalui teknik random. Dalam
jenis sampel ini dibagi lagi menjadi beberapa teknik. Teknik yang akan
digunakan dalam menentukan responden adalah sampling purposif.
Sampel pada penelitian ini akan ditentukan melalui rumus Slovin,
dengan toleransi kesalahan 1%, 5%, dan 10% dengan masing-masing
berpengaruh terhadap jumlah sampel. Untuk penelitian sosial dan sejenisnya
toleransi kesalahan yang digunakan adalah 10%. Akan tetapi penelitian ini
akan dilaksanakan melalui online, untuk mengurangi derajat kesalahan maka
peneliti menggunakan toleransi kesalahan 5%. Data untuk penelitian ini akan
diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada pemilik akun Instagram
yang mengikuti akun online shop. Ukuran sampel yang akan diteliti adalah
sebagai berikut:
25
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, dalam penelitian ini
sebesar 5%.
Berdasarkan rumus diatas, dari populasi sebesar 17.850.000 diperoleh
hasil yang telah dibulatkan yaitu 400 orang. Maka sampel untuk penelitian
ini adalah 400 orang pengguna Instagram dan mengikuti akun online shop.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Menurut Singarimbun (1989) pengertian survei adalah penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok. Penelitian dengan metode survei bertujuan
untuk memahami karakteristik dari suatu populasi sehingga nantinya akan dapat
menerangkan suatu fenomena atau peristiwa sosial.
Metode survei dipilih oleh peneliti sesuai dengan titik berat-nya yang
diletakkan pada penelitian rasional; mempelajari hubungan antara variabel.
Kelebihan lain dari metode ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi
untuk populasi yang besar.
26
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel merupakan suatu teknik atau metodologi
yang dipergunakan untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau anggotaanggota populasi untuk digunakan sebagai sampel yang representatif. Penelitian
ini akan ditentukan dengan menggunakan teknik non propability sampling .
Teknik pengambilan sampel ini tidak memberi peluang atau kesempatan sama
bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis yang
digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah teknik purposive sampling.
Menurut Sugiyono (2001: 61), purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan menurut Margono
(2004:128), pemilihan sekelompok subjek dalam
purposive sampling
didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang
erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kata
lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu
yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria responden dalam
penelitian ini adalah pengguna Instagram yang mengikuti akun online shop,
karena tidak semua pengguna Instagram mengikuti akun online shop.
Sistem penyebaran kuesioner akan dilakukan dengan sistem snowball.
Peneliti akan menyebarkan kepada beberapa responden yang mengikuti akun
online shop melalui grup Line dan Facebook. Kemudian peneliti juga meminta
bantuan kepada responden untuk menyebarkan kuesioner sesuai dengan kriteria
yang telah diuraikan di atas.
4. Data dan teknik pengumpulan data
Penelitian ini akan memanfaatkan data primer maupun data sekunder.
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber pertama dan akan
diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data
dengan mengirimkan suatu daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi
(Sukandarrumidi, 2004:78). Kuesioner akan disebarkan secara online hingga
mencapai jumlah responden sebanyak 400 orang.
27
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua sesuai
dengan kebutuhan peneliti. Data ini akan diperoleh dari berbagai macam
informasi seperti buku-buku literasi yang terkait dengan penelitian ini. Data
sekunder diharapkan dapat berperan membantu melengkapi data penelitian.
5. Uji Validitas
Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas yang tinggi bila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan juga dapat mengungkap data dari variabel
yang diteliti secara tepat. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah
instrument penelitian yang digunakan benar-benar valid untuk mengukur
variabel yang diteliti.
Pada penelitian ini, uji validitas akan dilakukan terhadap 30 kuesioner
awal yang terkumpul. Kemudian peneliti akan menguji validitas dengan
menggunakan Pearson test, yaitu membandingkan angka rhitung dengan nilai
korelasi tabel (rtabel). Hasil uji validitas akan ditampilkan pada bab 4.
6. Uji Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi, keajegan, dan kepercayaan alat
ukur. Secara empirik tinggi atau rendahnya reliabilitas ditunjukan melalui
koefisien reliabilitas (Anwar, 2010). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila
alat tersebut mampu menunjukan sejauhmana pengukuran memberi hasil yang
relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subjek yang sama.
Peneliti akan menggunakan SPSS untuk menguji reliabilitas melalui
uji Cronbach alpha yaitu dengan membelah item sebanyak jumlah itemnya.
Semakin besar koefisien reliabilitas berarti semakin kecil kesalahan pengukuran
maka semakin teliabel alat ukur tersebut. Sebaliknya, semakin kecil koefisien
reliabilitas berarti semakin besar kesalahan pengukuran maka semakin tidak
reliabel alat ukur tersebut (Sugiyono, 2010). Instrumen dianggap konsisten jika
koefisien Cronbach alpha mendekati angka 1 (dengan rentang 0 hingga 1).
Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada bab 4.
28
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian adalah
analisis korelasi dan analisis regresi linier sederhana.
a. analisis deskriptif (statistika deskriptif)
Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan
informasi yang berguna. Teknis analisis data ini hanya memberikan
informasi mengenai data yang dipunya dan sama sekali tidak menarik
kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Dedy
Kuswanto, 2012:27). Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean
dan cross tabulation.
b. analisis Kolerasi (pearson correlation test)
Analisis korelasi dalam penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan antar variabel. Teknik analisis korelasional yang akan digunakan
dalam peneliti adalah Pearson Correlation Test, peneliti akan menganalisis
berdasarkan koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah pengukuran
statistic kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefisien
berkisar antara +1 hingga -1. Koefisien korelasimenunjukkan kekuatan
hubungan linear dana rah hubungan dua variabel acak. Sarwono (2006:87)
memberikan kriteria sebagai berikut:
0 :
>0 – 0,25
>0,25 – 0,5
>0,5 – 0,75
> 0,75 – 0,99
1 :
Tidak ada korelasi
: Korelasi sangat lemah
: Korelasi cukup
: Korelasi kuat
: Korelasi sangat kuat
Korelasi sempurna
29
c. analisis regresi linier sederhana
Sugiyono (2010) mengatakan bahwa analisis regresi linier
sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu buah
variabel independen, variaben anteseden/antara, dan variabel dependen.
Perhitungan uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan SPSS. Formula
persamaan linier adalah berikut:
Y = a0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X1.X2
Keterangan:
Y
= Variabel dependen
X1
= Variabel anteseden
X2
= Variabel independen
a
= Konstanta (nilai Y apabila X=0)
b1
= Koefisien regresi untuk X1
b2
= Koefisien regresi untuk X2
b3
= Koefisien regresi untuk X3
30
Download