BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil survei Nielsen menunjukkan bahwa mayoritas pengguna internet menghabiskan waktunya di media sosial daripada situs lainnya (Lubis, 2014). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2014, dari sekitar 71 juta pengguna internet dan 70 juta di antaranya memiliki akun media sosial. Sedangkan menurut We Are Social sebuah agensi social marketing, pada tahun 2015 pengguna aktif internet di Indonesia sebanyak 72,7 juta dan 74 juta pengguna aktif media sosial (Simon, 2015). Melihat hasil survei tersebut terjadi penetrasi dimana pengguna aktif media sosial melebihi pengguna internet. Media sosial tidak hanya dijadikan ruang aktualisasi diri, lebih dari itu kini media sosial memiliki fungsi lain yaitu dijadikan media promosi bagi pelaku bisnis. Kelebihan media sosial yang dapat berkomunikasi tanpa adanya batas ruang dan waktu, menjadikan pelaku bisnis lebih mudah untuk menyasar konsumennya. Media sosial memang layak dijadikan pangsa pasar yang tinggi karena minat dari pengguna media sosial memang sangat banyak, terutama kalangan anak muda. Media sosial kini berperan penting dalam komunikasi pemasaran. Dengan melakukan promosi melalui media sosial, pelaku bisnis dapat mengetahui respon langsung atas promosinya tersebut yang juga dapat menimbulkan aktivitas yang dikenal dengan online shopping. Online shopping pertama kali diciptakan oleh Michael Aldrich, pada tahun 1979, hingga pada akhirnya berkembang pesat sampai sekarang (Chandra, 2012:1). Online shopping adalah sebuah teknologi yang berkaitan dengan jual-beli suatu produk atau jasa, melalui sebuah sistem elektronik seperti internet atau jaringan komputer lainnya. Kemunculan media sosial turut memudahkan kegiatan online shopping di kalangan masyarakat. Beberapa media sosial telah dimanfaatkan sebagai media 1 pemasaran produk maupun jasa. Melalui media sosial para pelaku bisnis dapat berhubungan langsung dengan konsumen atau calon konsumen dan mengikuti perkembangan pengalaman mereka dengan produk yang ditawarkan. Komentar konsumen yang merasa puas atau cenderung membandingkan dengan produk lain dapat dengan mudah diketahui oleh pelaku bisnis. Setelah Facebook dan Twitter berhasil dijadikan media pemasaran, saat ini media sosial bernama Instagram telah dijadikan media pemasaran bagi pelaku online shop. Instagram merupakan sebuah media sosial berbasis foto yang diluncurkan pada tahun 2010. Setiap tahun pengguna aktif Instagram mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, Instagram baru saja merilis jumlah pengguna aktifnya yang saat ini mencapai lebih dari 400 juta orang dan lebih dari 80 juta foto yang dibagikan ke seluruh dunia. Angka pengguna Instagram saat ini berhasil melampaui angka pengguna aplikasi Twitter yang berada di kisaran 316 juta pengguna. Situs berbagi foto ini juga mencatat kenaikan jumlah upload foto dan klip video setiap bulan 300 juta sejak awal tahun ini. Sementara pertumbuhan tertinggi dicatat di Brazil, Jepang dan ketiga adalah Indonesia (Triwijarnako, 2015). Setelah sukses menjadi aplikasi yang banyak diminati pengguna internet, Instagram menjadi media sosial yang memiliki beberapa peluang. Dengan kelebihannya sebagai aplikasi berbasis foto, media sosial yang berlogo polaroid ini dapat dimanfaatkan sebagai tools yang bermanfaat untuk memasarkan produk. Tidak sedikit online shop di Indonesia yang menggunakan Instagram sebagai media pemasaran. Instagram dianggap lebih efektif dibandingkan Facebook dan Twitter, karena fitur Instagram yang hanya menampilkan foto dirasa memudahkan pemasar untuk mengiklankan produknya. Pelaku online shop tidak hanya sekedar memasarkan produknya saja, tetapi mereka juga membutuhkan iklan untuk bisa menjangkau pasar target yang lebih luas. Di dalam media sosial Instagram para pelaku online shop memiliki caranya sendiri untuk mengiklankan produknya. Uniknya, cara beriklan ini hanya dapat dilakukan 2 melalui media sosial Instagram saja. Shoutout for shoutout (SFS) merupakan salah satu istilah yang digunakan pelaku online shop untuk mengiklankan produk. Shoutout for shoutout (SFS) adalah suatu kondisi dimana sesama online shop saling mempromosikan satu sama lain. Dengan demikian followers suatu online shop akan memperoleh informasi mengenai online shop terpercaya lainnya melalui publikasi yang dilakukan oleh online shop pertama tersebut. Tentu saja dengan cara SFS ini para pemilik online shop dapat mengiklankan produknya dengan mudah dan tidak perlu mengeluarkan biaya. Online shop tidak hanya melakukan SFS satu atau dua kali dalam sehari, tetapi bisa berkali-kali. SFS merupakan cara yang unik dan hanya bisa diterapkan di media sosial Instagram. Adanya fitur foto di Instagram, mempermudah pemilik online shop dapat mengiklankan produknya dan mudah menjangkan konsumennya. Akan tetapi, SFS memunculkan kontradiktif antara pelaku online shop dengan konsumennya. Bagi pelaku online shop SFS sangat membantu mereka dalam memasarkan produknya dengan hanya mengunggah foto dan memberi caption. Akan tetapi bagi konsumen, SFS yang awalnya sangat membantu mereka untuk mendapatkan informasi produk kini mulai mengganggu timeline mereka. SFS dianggap mengotori timeline konsumen karena terlalu banyak foto produk yang di unggah dan bukan produk milik online shop tersebut, melainkan foto produk online shop lain yang sedang diiklankan. Peneliti melihat adanya pandangan negatif dari konsumen terhadap SFS, sehingga perlu adanya penelitian mengenai apakah SFS mengganggu para konsumen atau tidak. Mungkin bagi pelaku online shop, SFS dapat menguntungkan bagi mereka karena tanpa harus mengeluarkan uang, mereka dapat menngiklankan produknya. Sedangkan konsumen merupakan pasar target yang nantinya akan membeli produk yang ditawarkan belum tentu merasa diuntungkan dengan SFS tersebut. Iklan sendiri memiliki nilai yang akan diterima oleh konsumen baik dari segi visual maupun pesan dari iklan itu sendiri. Melihat fenomena diatas maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana konsumen di Indonesia menilai sebuah iklan di Instagram. Nilai iklan akan 3 memengaruhi bagaimana perilaku konsumen nantinya. Selain itu, nilai iklan akan memengaruhi strategi yang akan digunakan oleh pelaku bisnis dalam mempromosikan produknya, baik itu barang atau jasa. Beriklan di media sosial masih merupakan sesuatu yang baru bagi banyak pelaku bisnis terutama pelaku online shop, sehingga mereka hanya mempunyai gagasan yang samar-samar tentang kelebihan dan keterbatasan berikilan media sosial. Fokus dalam penelitian ini melihat bagimana SFS (shoutout for shoutout) dapat memengaruhi adertising value di media sosial Instagram. Advertising value didefinisikan sebagai evaluasi subjektif dari nilai relatif atau utilitas dari iklan kepada konsumen. Dari advertising value nantinya akan melihat ukuran subjektif dari kegunaan atau kepuasan yang dihasilkan oleh komoditas. Advertising value akan diukur dengan empat dimensi yang terdiri dari entertainment, irritation, informativeness, dan credibility. Peneliti akan melakukan penelitian terhadap audiens yang memiliki akun Instagram dan menjadi pengikut akun online shop yang melakukan SFS. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh SFS (shoutout for shoutout) terhadap advertising value di media sosial Instagram?”. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan memahami pengaruh SFS terhadap advertising value. 2. Memberikan gambaran aktivitas SFS sebagai fenomena baru dalam dunia komunikasi pemasaran di media sosial. 3. Mendeskripsikan efektivitas pemanfaatan Instagram sebagai kanal komunikasi pemasaran online shop 4 D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini akan bermanfaat bagi: 1. Praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap advertising values. Faktorfaktor tersebut dapat digunakan dalam rangka menilai efektifitas dari iklan yang telah dikembangkan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan evaluasi dalam menentukan kebijakan strategi iklan online shop di masa yang akan datang. 2. Akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya dan dapat dikembangkan dengan topik sejenis. E. OBJEK PENELITIAN Penelitian ini mengarah pada pengaruh SFS terhadap advertising value dalam media sosial Instagram, sehingga objek dari penelitian ini adalah pengguna Instagram di Indonesia yang mengikuti akun online shop. Online shop yang dimaksud disini adalah online shop yang melakukan SFS. F. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Promosi Promosi merupakan salah satu bagian dari kegiatan komunikasi pemasaran yang dilaksanakan oleh pelaku bisnis kepada pembeli atau konsumen. Menurut Kotler (2002:41) promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang menonjolkan keistimewaan produknya yang membujuk konsumen sasaran agar membelinya. Promosi penjualan biasanya merupakan alat jangka pendek yang digunakan untuk merangsang peningkatan permintaan secepatnya (Lamb, Hair, McDaniel, 2001). Sasaran promosi biasanya lebih mempengaruhi perilaku dibandingkan dengan sikap. Promosi 5 dilakukan bertujuan untuk memperkenalkan produk dan menstimulus konsumen untuk mencoba atau membeli produk tersebut. Banyak orang menganggap bahwa promosi dan pemasaran mempunyai arti yang sama, dimana sebenarnya promosi merupakan salah satu bagian dari pemasaran. Promosi dapat dilakukan dengan cara konvensional atau dengan cara online melalui internet. Menurut Kotler, promotion mix merupakan salah satu bagian dari kegiatan promosi yang memiliki lima macam kegiatan, yaitu; periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), humas (public relations), publisitas (publicity), pemasaran langsung(direct marketing), dan penjualan personal (personal selling). Menurut Buchari Alma (2002:145) dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa mengatakan bahwa tujuan promosi penjualan adalah sebagai berikut: Menarik perhatian para pembeli baru Memberi hadiah atau penghargaan kepada konsumen atau pelanggan lama Meningkatkan daya pembelian ulang dari konsumen lama Menghindarkan konsumen dari peralihan ke merek lain Mempopulerkan merek atau meningkatkan loyalitas Meningkatkan volume penjualan jangka pendek dalam rangka memperluas pangsa pasar jangka panjang Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (10:467) unsur-unsur promosi atau bauran promosi terdisi dari: Advertising Periklanan adalah komunikasi non individu dengan sejumlah biaya, melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga nirlaba serta individu. 6 Sales Promotion Promosi penjualan adalah salah satu kegiatan promosi untuk melakukan rangsangan kepada konsumen untuk melakukan pembelian. Personal Selling Penjualan perseorangan adalah interaksi antara individu, saling bertemu atau tatap muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai, atau mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak lain. Direct Mareting Salah satu kegiatan penjualan secara langsung kepada konsumen untuk melakukan pembelian. Public Relations Usaha untuk merangsang permintaan terhadap suatu produk secara nonpersonal dengan membuat berita yang bersifat tentang produk tersebut dalam media cetak maupun hasil wawancara yang disiarkan dalam media tersebut. a. social media promotion Media sosial tidak lagi memiliki fungsi sebagai media eksistensi diri saja, namun saat ini media sosial telah menjadi bagian dari pemasaran. Kini media sosial telah dimanfaatkan sebagai promotion tools bagi para pelaku bisnis. Media sosial memungkinkan membangun hubungan sosial yang lebih personal dan dinamis dibandingkan dengan pemasaran tradisional. Kelebihan media sosial yang dapat menjangkau pasar lebih luas dianggap menguntungkan bagi pelaku bisnis. Kegiatan promosi melalui media sosial dipusatkan pada usaha menciptakan konten (posting, tulisan, gambar, video) yang menarik 7 perhatian dan mendorong pembaca untuk membagi (share) konten tersebut melalui jaringan sosial mereka. Pengaruh dari media sosial memang berbeda-beda, akan tetapi pada umumnya informasi yang berasal dari media sosial akan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Keuntungan dalam menggunakan media sosial sebagai sarana promosi, antara lain: Media sosial dapat membangun hubungan pelanggan dan menawarkan jangkauan yang luas. Memiliki potensi viral marketing. Traffic yang dihasilkan dapat ditargetkan. Promosi melalui media sosial tidak membutuhkan biaya yang tinggi. 2. Advertising Value Advertising value merupakan konstruksi baru yang diciptakan oleh Robert H. Ducoffe melalui beberapa penelitiannya terkait dengan advertising. Ducoffe merupakan asisten profesor marketing di Baruch College, City University of NewYork. Penelitian tentang advertising value telah dilakukan sejak tahun 1996 dimana saat itu web sedang dalam perkembangan. Penelitian pertamanya berjudul “Advertising Value and Advertising on The Web” yang dilakukan pada tahun 1996. Ducoffe menggunakan beberapa literatur untuk menciptakan konstruksi advertising value. Tidak hanya literatur iklan saja yang digunakan, tetapi komunikasi massa, dan ekonomi telah digunakan untuk mengungkap bagaimana pengaruh positif dan negatif pada advertising value. Ducoffe (1995) mengajukan pendekatan advertising value atau nilai iklan secara menyeluruh bagi konsumen untuk memahami efektivisitas iklan dari berbagai medium yang ada. Pendekatan ini didasarkan pada pandangan bahwa iklan pada dasarnya merupakan pertukaran komunikasi (communication exchange) antara pengiklan dan konsumen/audiens iklan. Pertukaran ini terjadi 8 kedua belah pihak memberi dan menerima nilai (value). Konsumen tentunya akan menaruh perhatian pada iklan hanya bila merasa ada nilai yang diperolehnya. Advertising Value didefinisikan sebagai evaluasi subyektif mengenai seberapa berharga dan berguna periklanan bagi konsumen atau cara pandang periklanan sebagai pengukuran subyektif kegunaan atau kepuasan keinginan yang berakibat terhadap komoditas (Ducoffe, 1995). Advertising value dapat dilihat dari sikap konsumen yang berbeda dan memiliki kepentingan. Hubungan antara iklan dan advertising value serta ukuran untuk mencapai pasar nyata akan diperlukan untuk menentukan apakan suatu iklan bernilai atau tidak. Selain itu juga memungkinkan untuk mempengaruhi konsumen agar melakukan pembelian. Menurut Ducoffe, terdapat tiga faktor yang merupakan titik tolak untuk bagaimana konsumen menafsirkan nilai dari suatu advertising, yaitu: informativeness, entertainment dan irritation. Sedangkan Brackett dan Carr (2001) lebih lanjut menambahkan dimensi lain yaitu credibility yang merupakan faktor yang kuat untuk pembentukan nilai-nilai. a. entertainment Secara umum memang banyak iklan yang sifatnya memberikan hiburan sambil menyisipkan informasi-informasi. Menurut McQuail dalam Ducoffe (1996:23), suatu advertising bisa dikatakan memberikan hiburan jika “able to fulfill audience needs for escapism, diversion, aesthetic enjoyment, or emotional release”. Fungsi utama media digital bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pengguna, tetapi juga untuk menghibur. Makna hiburan disini mengacu pada sejauh mana media menjadi menyenangkan dan menghibur bagi para pengguna media. Semakin menarik tampilan sebuah produk, maka 9 semakin banyak yang tertarik dan tidak menutup kemungkinan pada akhirnya mereka membeli produk yang ditawarkan oleh pelaku bisnis. Entertainment juga merupakan faktor penting untuk iklan online, karena dengan menggunakan pesan atau visual yang menghibur akan mendapatkan perhatian dari konsumen. Terdapat dua faktor yang dapat mengukur dimensi entertainment yaitu dapat menghibur dan menyenangkan (Brackett and Carr, 2011). Tingkat hiburan dalam iklan tidak sekedar untuk mengukur keberhasilan sebuah iklan, tetapi penting juga untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Entertainment dalam iklan disebut sebagai untuk memenuhi kenikmatan estetika, pengalihan yang menyenagkan, atau kesenangan emosional. Dengan kata lain, entertainment dianggap sebagai pendapat konsumen dalam hal bagaimana mereka tertarik dan senang dalam menerima sebuah iklan. Ducoffe (1996) juga menjelaskan bahwa dimensi entertainment dalam advertising value memiliki sifat sebagai berikut: Hiburan menunjukkan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan konsumen seperti pelarian pengalihan, kenikmatan estetika, atau pelepasan emosional. Ketiganya dapat digunakan untuk melibatkan pelanggan lebih dalam dan membuat mereka lebih akrab dengan produk atau layanan yang diiklankan (Ducoffe 1996; McQuail 1983). Iklan media yang dapat menghibur konsumen dapat meningkatkan pengalaman dan pertukaran iklan bagi konsumen itu sendiri (Alwitt and Prabhaker 1992). b. informativeness Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ducoffe (1996:22) mengenai advertising value, informativeness berarti kemampuan iklan untuk 10 menginformasikan tentang produk kepada konsumen sehingga menghasilkan kepuasan terbesar bagi konsumen itu sendiri. Ducoffe juga menjelaskan bahwa informativeness akan menghasilkan nilai bagi konsumen karena iklan berupaya untuk menyediakan informasi yang lengkap. Informativeness yang menunjukkan kelengkapan informasi, konsumen akan menyetujui iklan tersebut memiliki nilai informasi yang tinggi dan menghasilkan kepuasan bagi konsumen. Selain memberikan hiburan, media juga mampu memberikan informasi. Dalam era informasi ini, masyarakat menggunakan internet untuk mendapatkan informasi. Informativeness mengacu pada kemampuan iklan untuk menginformasikan konsumen tentang produk dan layanan. Peran informasi dalam sebuah iklan sangatlah penting, karena pada akhirnya konsumen akan mendapatkan informasi mengenai produk atau jasa yang diiklankan. Pesan iklan dianggap berharga ketika informasi tersebut dapat diterima dan menciptakan beberapa manfaat bagi konsumen (Oh & Xu, 2003). Informativeness diukur dengan item seperti sumber informasi yang berharga, pengetahuan produk yang relevan, memberikan informasi terkini atau up-to-date, dan memiliki sumber informasi yang baik dari produk yang diiklankan. Dalam hal apapun, konsumen yang mengakses iklan online sama seperti dengan konsumen normal lainya yang menginginkan konten iklan sesuai dengan kepentingan mereka. Terlebih, konsumen yang mengakses iklan online tentu saja akan lebih tertarik dan membutuhkan pesan yang upto-date. SFS yang dilakukan oleh para pemilik online shop tentu saja diharapkan memiliki nilai informasi bagi konsumen. Informasi yang terdapat di dalam SFS dapat melalui foto produk maupun caption yang telah dibuat oleh pemilik online shop. Pesan iklan di SFS biasanya berupa caption yang telah dibuat oleh pemilik online shop, tetapi tidak menutup kemungkinan 11 bahwa informasi yang diberikan tidak memberikan keuntungan bagi konsumen. c. irritation Irritation dapat didefinisikan sebagai perluasan yang tidak terkendali dari konten yang mengganggu bagi pengguna. Ducoffe mencatat bahwa iklan yang tidak baik dapat mengganggu, mengalihkan perhatian konsumen dan mengubah pengalaman manusia. Advertising dikatakan mengganggu jika menggunakan teknik yang mengganggu, menyinggung, menghina, dan terlalu manipulatif (Ducoffe, 1996:23). Irritation merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap evaluasi konsumen dari sebuah nilai iklan. Iklan juga dapat memberikan berbagai informasi yang membingungkan dan dapat mengganggu konsumen. Sehingga irritation sangat perlu diperhatikan dalam sebuah nilai iklan. Jika iklan tersebut mengganggu konsumen baik dari segi visual maupun pesan, iklan tersebut akan menurunkan nilai bagi penerimanya. Tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat iklan yang akan menimbulkan irritation bagi konsumen. Jika terdapat irritation dalam sebuah iklan maka akan menurunkan nilai iklan dengan beberapa alasan, yaitu: Adanya kritik yang mengatakan bahwa iklan mengalihkan perhatian konsumen. Pengguna internet bertujuan untuk mencari informasi, jika terdapat iklan yang menurut mereka mengganggu maka nilai iklan akan turun. Cara yang digunakan pengiklan, baik bahasa yang digunakan maupun tampilan gambar tidak sesuai dan kurang dapat diterima oleh konsumen. Meskipun kalimat yang digunakan terbatas, tetapi jika kalimat tersebut dapat mengganggu maka perhatian konsumen terhadap iklan tersebut akan menurun. 12 Konsumen kurang dapat memahami apa yang disampaikan oleh pengiklan, baik dari bahasa yang digunakan maupun visual yang ditampilkan. Konsumen yang merasa terganggu oleh sebuah iklan akan mengalami penurunan efisiensi iklan. Dengan kata lain, irritation dalam iklan memiliki efek negative terhadap iklan. Irritation sendiri dapat diukur dengan item seperti adanya penghinaan di dalam pesan iklan, terlalu banyak tampilan, dan membuat jengkel para konsumen. Iklan di media sosial tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan iritasi bagi konsumen. Informasi yang diberikan dalam iklan di mesia sosial bisa saja membingungkan dan mengganggu, sehingga dapat menimbulkan reaksi negatif. c. credibility MacKenzie dan Lutz (1989) mendefinisikan kredibilitas iklan sebagai persepsi konsumen terhadap keandalan dan kepercayaan dari iklan pada umumnya. Selain itu kredibilitas juga dianggap sebagai harapan konsumen yang berkaitan dengan keadilan dan fakta dari sebuah iklan. Misalnya, jika konsumen tidak menemukan kredibilitan dalam sebuah iklan maka ini akan berpengaruh negatif bagi nilai iklan. Tentu saja kredibilitas sangat penting untuk dilihat dalam iklan online, karena hal tersebut berkaitan dengan fakta dan kepercayaan dari iklan tersebut. Pesan dan visual yang ditampilkan oleh pengiklan tentu saja dapat memengaruhi konsumen dalam menilai sebuah kredibilitas dalam iklan. Tidak menutup kemungkinan bahwa pesan dan visual yang ditampilkan tidak sesuai fakta dan akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap iklan tersebut. 13 Kredibilitas iklan juga didefinisikan sebagai sejauh mana konsumen merasakan klaim yang dibuat oleh pengiklan untuk dapat dipercaya. kredibilitas iklan akan menghasilkan nilai bagi konsumen karena mereka bisa mempercayai pesan maupun visual yang ditampilkan dalam sebuah iklan. Skala kredibilitas dapat diukur melalui bagaimana iklan tersebut dapat dipercaya dan kredibel. Iklan dalam media sosial diharapkan memiliki kredibilitas yang tinggi, karena di dalam media sosial terdapat banyak eskposur yang tidak sah dari produk, merek, maupun informasi tentang perusahaan itu sendiri. Informasi tersebut bisanya dibuat oleh produsen sendiri sehingga tidak menutup kemungkinan dapat membingungkan konsumen. Ketika iklan tersebut membuat bingung konsumen maka akan timbul rasa percaya yang kurang dari konsumen. Oleh karena itu kredibilitas dalam iklan online, khususnya media sosial harus diperhatikan oleh para pelaku bisnis. 3. SFS dan Instagram Promotion Pemasaran dengan strategi promosi melalui internet, khusunya media sosial dapat meningkatkan penjualan secara luas dan tidak memerlukan biaya pemasaran yang mahal. Konsumen juga akan lebih mudah untuk mencaro informasi mengenai produk yang ingin mereka beli tanpa perlu tatap muka secara langsung. Melalui media sosial, pola komunikasi masyarakat tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Media sosial mempercepat arus komunikasi dengan mendorong kontribusi dan umpan balik dari semua orang dan menciptakan komunikasi dua arah. Instagram bukan satu-satunya media sosial yang dimanfaatkan sebagai media pemasaran. Sebelumnya, Facebook dan Twitter telah lebih dulu menjadi media sosial yang dimanfaatkan sebagai media pemasaran. Melihat peluang Instagram yang memiliki fitur lebih simpel dan memiliki peminat yang banyak, pelaku bisnis mulai menggunakan Instagram utnuk memasarkan produknya. 14 Berpindahnya pemasaran ke media sosial Instagram ini memunculkan adanya konsep promosi yang baru dan unik, yaitu SFS (Shoutout for Shoutout). Melihat peluang Instagram yang memiliki banyak jumlah pengguna, para pelaku bisnis, khusunya pemilik online shop yang awalnya menggunakan Facebook sebagai media pemasaran kini berpindah ke Instagram. Menurut para pemilik online shop, Instagram lebih simpel dibandingkan Facebook. Sebelumnya para pemilik online shop hanya melakukan pemasaran produknya melalui akun mereka saja. Bagi para pemilik online shop, memasarkan produknya melalui akun mereka sangatlah kurang. Mereka juga membutuhkan iklan untuk dapat memperkenalkan online shop miliknya serta produknya dijual. Berpindahnya pemasaran ke media sosial Instagram memunculkan adanya fenomena baru dalam kegiatan komunikasi pemasaran, yaitu SFS (Shoutout for Shoutout). SFS ini merupakan konsep promosi yang termasuk dalam bagian dari model pemasaran 3.0 (marketing 3.0) yang menekankan aspek partisipasi dalam melakukan promosi melalui akun Instagram. SFS merupakan sebuah aktivitas untuk saling mempromosikan produk melalui akun Instagram satu dengan yang lainnya. SFS tersebut digunakan sebagai salah satu strategi komunikasi pemasaran yang digunakan oleh online shop saat ini di Indonesia. Strategi komunikasi pemasaran melalui system SFS kini mulai banyak digunakan oleh pemilik online shop di Instagram. Selain dapat mempromosikan akun online shop dan barang jualannya, SFS mampu menambah jumlah pengikut (followers). SFS sendiri memiliki dua jenis yaitu SFS Slot dan SFS personal/kroyokan. SFS Slot merupakan sebuah sistem SFS dimana dalam sekali posting terdapat empat hingga sembilan online shop yang bergabung untuk melakukan SFS, kemudian foto dari online shop yang akan ditampilkan, digabungkan dalam satu frame untuk diunggah menjadi satu unggahan. Sedangkan untuk SFS jenis personal atau kroyokan, sistem untuk mengunggah 15 foto dilakukan satu per satu, sehingga satu online shop dapat mengunggah lebih dari lima foto dalam jarak waktu yang berdekatan (Mada, 2014). Keunikan dari sistem SFS ini adalah hanya bisa dilakukan melalui media sosial Instagram. SFS juga memaksimalkan fitur yang disediakan oleh Instagram seperti hastag. Bagi pemilik akun online shop, tentu saja fitur yang disediakan oleh Instagram dapat memaksimalkan kegiatan promosi mereka, termasuk SFS. Gambar 1.1: contoh gambar SFS pada Instagram (dok.pribadi) Diatas merupakan contoh SFS dalam media sosial Instagram. Dapat dilihat bahwa gambar pertama menunjukkan online shop miraclebikini mempromosikan online shop Xaverana dengan menampilkan foto produk dan dilengkapi dengan keterangan pada caption. Sedangkan pada gambar kedua online shop merchystore mempromosikan online shop syute_softlens. Kedua online shop tersebut tidak lupa untuk menyertai nama online shop yang sedang dipromosikan. 16 Dari sekian banyak fitur yang tersedia di Instagram, SFS ini hanya menggunakan fitur foto, caption, hastag, dan tagging people. Hingga saat ini belum ada penggunaan fitur video dalam SFS. Karena video dianggap lebih memakan waktu dalam memberikan informasi kepada audiens. Sedangkan fitur foto hanya sekali melihat audiens akan lebih mudah memahami dan mengingat. SFS kini tidak hanya saling mempromosikan online shop satu dengan yang lain, tetapi SFS mengalami perkembangan dengan munculnya SFS paid promote. Tidak seperti SFS biasanya, SFS paid promote dilakukan dengan cara membayar kepada satu online shop yang dianggap memiliki banyak followers. Harga yang ditetapkan untuk SFS paid promote berbeda-beda dan tergantung pada aturan yang diberikan oleh online shop yang akan mempromosikan. SFS paid promote dan SFS pada awalnya memiliki fungsi dan manfaat yang sama, namun hanya berbeda di caranya saja. Audiens yang mendapatkan SFS akan menerima hal yang sama baik SFS paid promote maupun SFS pada awalnya. 4. Teori S-O-R (Stimulus Organism Response) Teori S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response yang awalnya berasal dari psikologi. Obyek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponenkomponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Teori S-O-R ini merupakan pengembangan dari teori S-R. Dalam teori S-O-R ini yang membedakan dengan teori S-R adalah keberadaan elemen organism (O) sehingga elemen organism (O) dalam teori ini telah lebih diperhatikan. Menurut Rokeach dalam Katherine Miller (2002:238), terdapat elemen organism (O) yang menengahi stimulus (S) dan response (R), sehingga tercipta teori S-O-R. Teori ini melihat bahwa pesan yang media berikan akan menghasilkan respon yang bervariasi dari setiap individu yang menerimanya. 17 Menurut McQuail (1981:48) teori S-O-R mempunyai elemen-elemen utama yaitu sebuah isi pernyataan yaitu stimulus (S), seorang komunikan organism (O), dan efeknya berupa response (R). Asumsi dasar dari teori ini adalah media massa menimbulkan efek yang terarah, segera, dan langsung terhadap komunikan. Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organism. Teori ini juga mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (S) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organism. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima, mungkin juga ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan dan kemudian diteruskan pada proses selanjutnya dimana komunikan menjadi mengerti. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. 18 ORGANISM Perhatian STIMULUS RESPONSE Pengertian Penerimaan Gambar 1.2 model teori S-O-R (Sumber : Effendy (2003: 255)) Pada gambar di atas dapat kita lihat bagaimana proses sebuah stimulus hingga mencapai response. Response merupakan feedback yang dihasilkan oleh organism yaitu individu-individu yang menerima pesan. Setiap individu akan memeberikan yang berbeda-beda sesuai dengan proses yang telah dialami oleh individu tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perhatian, pengertian, dan penerimaan dari organism akan memengaruhi bagaimana response yang akan diberikan oleh setiap individu. G. KERANGKA KONSEP Dunia pemasaran kini mengalami perkembangan setelah munculnya media sosial. Platform media sosial yang dikenal sebagai tempat eksistensi diri, kini mulai menjadi media pemasaran. Para pelaku bisnis tentu saja membutuhkan promosi agar produk yang dijual dapat menjangkau pasar target atau konsumen. Dengan adanya fenomena komunikasi pemasaran baru yang disebut dengan SFS (Shoutout for Shoutout) melalui media sosial Instagram, para pemilik online shop menggunakan sistem tersebut untuk mempromosikan akun dan produk mereka. Saat ini pemilik online shop menggunakan sistem SFS untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Melalui SFS, mereka menampilkan foto produk serta informasi tentang akun online shop maupun produknya. Fitur caption dan hastag yang terdapat di Instagram tentu saja dimaksimalkan oleh pemilik online shop dalam siste SFS. 19 Variabel X SFS Variabel M Variabel Y Perilaku Konsumen Advertising Value Informativeness Frekuensi Intensitas Perilaku Belanja Online Konten 1.3 Gambar Kerangka Konsep Entertainment Irritation Credibility SFS dimanfaatkan para pemilik online shop sebagai sistem promosi produk dan akun mereka. Sistem ini hanya dapat dilakukan di media sosial Instagram saja. Keuntungan menggunakan sistem SFS ini sangat dirasakan bagi pemilik online shop. Diantara konsumen yang memiliki akun Instagram, tentunya mereka akan mengikuti setidaknya satu akun online shop. Bagi para konsumen, SFS salah satu cara yang dapat memberikan mereka informasi tentang produk dan akun online shop lainnya. Melalui SFS maka konsumen akan mendapatkan informasi tentang produk dan akun online shop selain yang mereka ikuti. SFS yang merupakan alat promosi dapat dikategorikan dalam iklan. Melihat SFS yang dilakukan oleh pemilik online shop, diharapkan SFS tersebut dapat memberikan manfaat dan nilai bagi konsumen. Dalam penelitian ini SFS merupakan variabel independen (X) yang memiliki dimensi frekuensi, intensitas, dan konten akan berpengaruh kepada variabel dependen yaitu advertising value (Y) yang memiliki dimensi entertainment, informativeness, irritation, dan credibility. Namun dalam penelitian ini tentu saja tidak hanya memperhatikan dua variabel saja, tetapi adanya variabel antara yang akan memengaruhi bentuk response dari setiap individu. Karena pada dasarnya penelitian ini akan menggunakan dasar teori dari teori S-O-R. Variabel antara disini adalah perilaku konsumen dimana akan melihat perilaku belanja online dari responden. Peneliti melihat bahwa kedua perilaku tersebut akan memengaruhi variabel dependen yaitu bagaimana audiens akan menerima nilai dari SFS. 20 H. OPERASIONALISASI KONSEP Tabel 1.1 Operasionalisasi Konsep Variabel SFS (Shoutout for Shoutout) (X) Dimensi Frekuensi Intensitas Konten Perilaku Konsumen (M) Perilaku Penggunaan Instagram Advertising Value (Y) Indikator Frekuensi konsumen dalam melihat iklan SFS. Memahami isi iklan melalui SFS. - Ketertarikan responden terhadap konten SFS melalui foto. - Ketertarikan responden terhadap konten SFS melalui caption. - Frekuensi dalam menggunakan media sosial Instagram. - Aktifitas saat menggunakan Instagram - Durasi atau lamanya waktu yang dihabiskan dalam menggunakan media sosial Instagram. Skala Interval Interval Interval Perilaku Belanja Online - Frekuensi berbelanja online dalam waktu satu bulan. - Pengalaman saat berbelanja online. - Jumlah pengeluaran belanja online dalam waktu tertentu. Interval Entertainment - Perasaan senang saat menerima iklan SFS. - Perasaan terhibur saat menerima iklan SFS - Perasaan nyaman saat menerima iklan SFS. - SFS menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. - Informasi yang diberikan melalui SFS membantu konsumen tetap up-to-date tentang produk yang mereka butuhkan. - SFS adalah sumber yang bagus untuk mendapatkan informasi produk maupun jasa sewaktu-waktu. Interval Informativeness 21 Interval Interval Irritation Credibility - Merasa terganggu saat mendapatkan SFS di timeline Instagram. - Terlalu banyak SFS yang dipost setiap online shop. - Konten SFS yang mengganggu privasi. - Informasi yang diberikan melalui SFS dapat dipercaya. - Informasi yang diberikan SFS sesuai dengan fakta atau memiliki tingkat kebenaran yang tinggi. - Menggunakan SFS sebagai referensi pencarian produk yang diinginkan. 22 Interval Interval I. DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variable dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau memberi suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variable tersebut (Nasir,1999). Definisi operasional variable berfungsi untuk membantu peneliti dalam meperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti maksud konsep yang akan peneliti gunakan dalam penelitian. 1. Variabel SFS (Shoutout for Shoutout) (X) Variabel SFS (Shoutout for Shoutout) berperan sebagai variabel independen (X), yaitu variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan pada variabel dependen. Penggunaan ini akan diukur melalui tiga dimensi yaitu: a. frekuensi : jumlah atau seberapa banyak konsumen dalam melihat sebuah iklan dengan waktu yang telah ditentukan. b. intensitas : keadaan tingkatan atau ukuran. Aspek intensitas digunakan untuk mengukur seberapa dalam orang yang melakukan sesuatu tindakan dengan mengingat peristiwa yang terjadi sesudah atau sebelumnya. c. konten : konten merupakan isi dari sebuah iklan yang berupa pesan maupun visual. 2. Variabel Perilaku Konsumen (M) a. perilaku belanja online : bagaimana perilaku seseorang ketika melakukan belanja online. 3. Variabel Advertising Value (Y) Variabel advertising value berperan sebagai variabel dependen (Y). Sesuai yang telah diuraikan pada kerangka pemikiran, dimensi yang digunakan dalam variabel ini adalah: 23 a. informativeness : Isi dari iklan bersifat menginformasikan atau memberikan informasi yang jelas mengenai suatu produk atau jasa kepada konsumen yang dituju. b. entertainment : Perasaan menyenangkan atau terhibur yang dirasakan oleh konsumen dalam melihat sebuah iklan. c. irritation : Sesuatu yang berupa gangguan yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi penerima iklan. d. credibility : Kepercayaan terhadap informasi sebuah iklan dan memiliki kebenaran yang tinggi. J. HIPOTESIS Berdasarkan kerangka konsep yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : SFS (shoutout for shoutout) tidak memiliki hubungan korelasional dengan advertising value di benak pengikut akun online shop di Instagram. Ha : SFS (shoutout for shoutout) memiliki hubungan korelasional dengan advertising value di benak pengikut akun online shop di Instagram. K. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian eksplanatif. Jenis penelitan eksplanatif adalah mencari hubungan sebab dan akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti. Penelitian ini cocok untuk menjelaskan hubungan antara SFS dengan advertising value. 1. Populasi dan Sampel a. populasi Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciricirinya akan diduga. Sedangkan menurut Sugiyono (2002:55) menyebut populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek 24 yang mempunyai kuantitas dan karakteristk tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Sample adalah sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengguna media sosial Instagram di Indonesia. Menurut data dari We Are Social, jumlah pengguna Instagram di Indonesia pada tahun 2015 adalah 17.850.000 orang. Sehingga populasi dalam penelitian ini sebanyak 17.850.000 sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh We Are Social. b. sampel Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sedangkan menurut Suharismi Arikunto, sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Dalam menentukan responden, maka penelitian ini akan menggunakan jenis sampling nonprobabilitas. Sampling nonprobabilitas adalah sampel yang tidak melalui teknik random. Dalam jenis sampel ini dibagi lagi menjadi beberapa teknik. Teknik yang akan digunakan dalam menentukan responden adalah sampling purposif. Sampel pada penelitian ini akan ditentukan melalui rumus Slovin, dengan toleransi kesalahan 1%, 5%, dan 10% dengan masing-masing berpengaruh terhadap jumlah sampel. Untuk penelitian sosial dan sejenisnya toleransi kesalahan yang digunakan adalah 10%. Akan tetapi penelitian ini akan dilaksanakan melalui online, untuk mengurangi derajat kesalahan maka peneliti menggunakan toleransi kesalahan 5%. Data untuk penelitian ini akan diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada pemilik akun Instagram yang mengikuti akun online shop. Ukuran sampel yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 25 Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, dalam penelitian ini sebesar 5%. Berdasarkan rumus diatas, dari populasi sebesar 17.850.000 diperoleh hasil yang telah dibulatkan yaitu 400 orang. Maka sampel untuk penelitian ini adalah 400 orang pengguna Instagram dan mengikuti akun online shop. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Menurut Singarimbun (1989) pengertian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian dengan metode survei bertujuan untuk memahami karakteristik dari suatu populasi sehingga nantinya akan dapat menerangkan suatu fenomena atau peristiwa sosial. Metode survei dipilih oleh peneliti sesuai dengan titik berat-nya yang diletakkan pada penelitian rasional; mempelajari hubungan antara variabel. Kelebihan lain dari metode ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. 26 3. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel merupakan suatu teknik atau metodologi yang dipergunakan untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau anggotaanggota populasi untuk digunakan sebagai sampel yang representatif. Penelitian ini akan ditentukan dengan menggunakan teknik non propability sampling . Teknik pengambilan sampel ini tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2001: 61), purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan menurut Margono (2004:128), pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah pengguna Instagram yang mengikuti akun online shop, karena tidak semua pengguna Instagram mengikuti akun online shop. Sistem penyebaran kuesioner akan dilakukan dengan sistem snowball. Peneliti akan menyebarkan kepada beberapa responden yang mengikuti akun online shop melalui grup Line dan Facebook. Kemudian peneliti juga meminta bantuan kepada responden untuk menyebarkan kuesioner sesuai dengan kriteria yang telah diuraikan di atas. 4. Data dan teknik pengumpulan data Penelitian ini akan memanfaatkan data primer maupun data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber pertama dan akan diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan mengirimkan suatu daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi (Sukandarrumidi, 2004:78). Kuesioner akan disebarkan secara online hingga mencapai jumlah responden sebanyak 400 orang. 27 Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua sesuai dengan kebutuhan peneliti. Data ini akan diperoleh dari berbagai macam informasi seperti buku-buku literasi yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diharapkan dapat berperan membantu melengkapi data penelitian. 5. Uji Validitas Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas yang tinggi bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan juga dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui apakah instrument penelitian yang digunakan benar-benar valid untuk mengukur variabel yang diteliti. Pada penelitian ini, uji validitas akan dilakukan terhadap 30 kuesioner awal yang terkumpul. Kemudian peneliti akan menguji validitas dengan menggunakan Pearson test, yaitu membandingkan angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel). Hasil uji validitas akan ditampilkan pada bab 4. 6. Uji Reliabilitas Reliabilitas mengacu pada konsistensi, keajegan, dan kepercayaan alat ukur. Secara empirik tinggi atau rendahnya reliabilitas ditunjukan melalui koefisien reliabilitas (Anwar, 2010). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat tersebut mampu menunjukan sejauhmana pengukuran memberi hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subjek yang sama. Peneliti akan menggunakan SPSS untuk menguji reliabilitas melalui uji Cronbach alpha yaitu dengan membelah item sebanyak jumlah itemnya. Semakin besar koefisien reliabilitas berarti semakin kecil kesalahan pengukuran maka semakin teliabel alat ukur tersebut. Sebaliknya, semakin kecil koefisien reliabilitas berarti semakin besar kesalahan pengukuran maka semakin tidak reliabel alat ukur tersebut (Sugiyono, 2010). Instrumen dianggap konsisten jika koefisien Cronbach alpha mendekati angka 1 (dengan rentang 0 hingga 1). Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada bab 4. 28 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian adalah analisis korelasi dan analisis regresi linier sederhana. a. analisis deskriptif (statistika deskriptif) Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Teknis analisis data ini hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunya dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Dedy Kuswanto, 2012:27). Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan cross tabulation. b. analisis Kolerasi (pearson correlation test) Analisis korelasi dalam penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Teknik analisis korelasional yang akan digunakan dalam peneliti adalah Pearson Correlation Test, peneliti akan menganalisis berdasarkan koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah pengukuran statistic kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefisien berkisar antara +1 hingga -1. Koefisien korelasimenunjukkan kekuatan hubungan linear dana rah hubungan dua variabel acak. Sarwono (2006:87) memberikan kriteria sebagai berikut: 0 : >0 – 0,25 >0,25 – 0,5 >0,5 – 0,75 > 0,75 – 0,99 1 : Tidak ada korelasi : Korelasi sangat lemah : Korelasi cukup : Korelasi kuat : Korelasi sangat kuat Korelasi sempurna 29 c. analisis regresi linier sederhana Sugiyono (2010) mengatakan bahwa analisis regresi linier sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu buah variabel independen, variaben anteseden/antara, dan variabel dependen. Perhitungan uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan SPSS. Formula persamaan linier adalah berikut: Y = a0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X1.X2 Keterangan: Y = Variabel dependen X1 = Variabel anteseden X2 = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y apabila X=0) b1 = Koefisien regresi untuk X1 b2 = Koefisien regresi untuk X2 b3 = Koefisien regresi untuk X3 30