Templat tugas akhir S1

advertisement
DINAMIKA FRAKSI Pinorganik PADA ULTISOL JASINGA YANG
DIBERI PERLAKUAN KAPUR, KOMPOS, ARANG, DAN
FOSFAT ALAM: Pmudah larut, Al-P, DAN Fe-P
SHEVI DWI NURLISTA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Fraksi Pinorganik
pada Ultisol Jasinga yang Diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat
Alam: Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Shevi Dwi Nurlista
NIM A14120002
ABSTRAK
SHEVI DWI NURLISTA. Dinamika Fraksi Pinorganik pada Ultisol Jasinga yang
Diberi Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam: Pmudah larut, Al-P, dan
Fe-P. Dibimbing oleh SYAIFUL ANWAR dan UNTUNG SUDADI.
Kendala utama Ultisol untuk budidaya tanaman adalah tingginya kadar Aldd,
kemasaman, dan fiksasi fosfor (P). Tanaman membutuhkan P sebagai hara makro
kedua setelah nitrogen, namun ketersediaannya dalam tanah masam seperti Ultisol
sangat rendah. Bentuk atau fraksi P di dalam tanah bermacam-macam, baik
inorganik maupun organik. Tanaman menyerap P dalam bentuk inorganik, namun
tidak semua Pinorganik tanah tersedia bagi tanaman. Aplikasi amelioran berupa kapur
dan bahan organik serta fosfat alam (FA) merupakan usaha yang diharapkan untuk
meningkatkan ketersediaan P tanah. Penelitian ini bertujuan mempelajari dinamika
tiga fraksi Pinorganik tanah, yaitu Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P pada Ultisol Jasinga yang
diberi perlakuan kapur, kompos, arang, dan pupuk fosfat alam. Percobaan pot berisi
250 g BKM tanah Ultisol Jasinga dilakukan menurut Rancangan Acak Lengkap dua
perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan pertama adalah delapan jenis ameliorasi
yang terdiri atas kontrol, dolomit setara ¼ Aldd, dolomit setara ½ Aldd, dolomit
setara 1 Aldd, kompos 5%, kompos 10%, arang sekam padi 4%, dan arang kayu
sengon 4%. Ultisol Jasinga yang digunakan memiliki Al-dd 17,52 cmol(+).kg-1 dan
P tersedia (Bray 1) 1,77 mg.kg-1. Kompos dibuat dari kulit kakao dan pukan sapi
(2:1). Arang dibuat dengan teknik pirolisis. Perlakuan kedua adalah penambahan
FA yang terdiri dari dua taraf yaitu tanpa dan dengan FA 400 mg.kg-1 P. Terdapat
48 satuan percobaan yang diinkubasi selama empat minggu dalam kondisi kadar air
kapasitas lapang. Fraksionasi P mengikuti metode Chang dan Jackson. Analisis data
didasarkan atas kadar dan persentase fraksi Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P terhadap
kadar total Pinorganik tanah yang merupakan penjumlahan kadar dari enam fraksi
Pinorganik tanah, yaitu Pmudah larut, Al-P, Fe-P, Fe-Plarut pereduksi, Fe- dan Al-Pterselubung,
serta Ca-P. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan ameliorasi dan
pemupukan FA sangat nyata mempengaruhi dinamika fraksi Pmudah larut, Al-P, dan
Fe-P. Konsentrasi ketiga fraksi meningkat dengan pemberian FA. Namun demikian,
peningkatan fraksi Pmudah larut dikarenakan penambahan FA diturunkan oleh
penambahan amelioran terutama pengapuran setara ½ dan 1 Al-dd. Persentase
fraksi Pmudah larut tertinggi (22,4%) dapat dicapai hanya dengan pemberian FA,
sedangkan kadar fraksi Pmudah larut tertinggi (1,2 mg.kg-1) diperoleh pada perlakuan
interaksi arang sekam padi 4% dan FA. Pengapuran ternyata tidak terlalu mampu
menurunkan Al-P mungkin dikarenakan tingginya Al-dd tanah, kecuali pada taraf
setara 1 Aldd tanpa penambahan FA. Penambahan kompos dan arang yang
meningkatkan Al-P khususnya dengan penambahan FA. Fraksi Fe-P relatif
meningkat dengan pengapuran, dan sebaliknya relatif menurun dengan
penambahan kompos dan arang. Kadar fraksi Fe-P terendah (3,6 mg.kg-1) dicapai
pada perlakuan arang sekam padi 4% tanpa FA, sedangkan persentase fraksi Fe-P
terendah (13,7%) dicapai pada perlakuan kompos 5% tanpa FA.
Kata kunci: Ameliorasi, dolomit, Al-dapat ditukar, fraksionasi P, pukan sapi, kulit
kakao.
ABSTRACT
SHEVI DWI NURLISTA. Dynamics of Inorganic-P Fraction in Ultisol Jasinga
Treated by Lime, Compost, Biochar, and Rock Phosphate: Psoluble, Al-P, and Fe-P.
Supervised by SYAIFUL ANWAR and UNTUNG SUDADI.
The major obstacle of Ultisols for plant cultivation is the high levels of
exchangeable-Al, acidity, and fixation of phosphorus (P). Plants need P as second
macro nutrient, but its availability is very low in acid soils such as Ultisols.
Fractions of P in soil are various, both inorganic and organic. Plants absorb P in
inorganic form, but not all of inorganic soil-P is available for plants. Application of
ameliorant such as lime, organic matter, and rock phosphate (RP) are expected to
increase the availability of soil P. This research is aimed to learn the dynamics of
three different soil inorganic-P fractions, i.e. Psoluble, Al-P, and Fe-P on Ultisols
Jasinga that treated with dolomite, compost, biochar, and rock phosphate. Unit of
experiment is pot contained 250 g soil (105 ºC) designed in completely randomized
form with two treatments and three replications. The first treatment was
amelioration that consists of eight types, i.e. controls, dolomite equal to ¼ exch-Al,
dolomite equal to ½ exch-Al, dolomite equal to 1 exch-Al, 5% compost, 10%
compost, 4% biochar of rice husk, and 4% biochar of sengon wood. The Ultisol
Jasinga used is 17,52 cmol(+).kg-1 in exchangeable Al and 1,77 mg.kg-1 in available
P (Bray 1). Compost was made from cocoa peel and cow dung (2:1). Biochar was
made by pyrolysis technique. Second treatment is the addition of RP, i.e. without
and with 400 mg.kg-1 P RP. There were 48 experimental units incubated for four
weeks in field capacity water content. P fractionation was conducted with the
method of Chang and Jackson. Data were analyzed based both on the concentration
and the percentage of Psoluble, Al-P, and Fe-P fractions to the total on soil inorganicP (the sum of six soil inorganic-P fractions of Psoluble, Al-P, Fe-P, Fe-Preducible, Feand Al-Poccluded, and Ca-P). The result shows that interaction of amelioration and
RP fertilization very significantly affects the dynamics of Psoluble, Al-P, and Fe-P
fractions. Concentrations of the three fractions increase with addition of RP. The
increase of Psoluble fraction by addition of RP, however, is decreased by
ameliorations especially by dolomite equal to ½ and 1 exch-Al. The highest
percentage of Psoluble (22,4%) can be achieved only by addition of RP, while the
highest concentration of Psoluble fraction (1,2 mg.kg-1) occurs by addition of biochar
of rice husk and RP. Liming, in fact, cannot decreases Al-P fraction probably
because of the high soil exch-Al, except at rate equal to 1 exch-Al without RP.
Addition of compost and biochar increase Al-P especially with addition of RP. FeP fraction relatively increases with liming, but contrarily relatively decreases with
addition of compost and biochar. The lowest Fe-P concentration (3,6 mg.kg-1)
occurs by addition of 4% rice husk biochar without RP, while the lowest Fe-P
percentage (13,7%) was obtained by treatment of 5% compost without RP.
Keywords: Amelioration, dolomite, exchangeable-Al, P fractionation, cow dung,
cocoa peel.
DINAMIKA FRAKSI Pinorganik PADA ULTISOL JASINGA
YANG DIBERI PERLAKUAN KAPUR, KOMPOS, ARANG,
DAN FOSFAT ALAM: Pmudah larut, Al-P, DAN Fe-P
SHEVI DWI NURLISTA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penyusunan
skripsi yang diberi judul Dinamika Fraksi Pinorganik pada Ultisol Jasinga yang Diberi
Perlakuan Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam: Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P.
Sholawat serta salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi
teladan bagi penulis dalam menghadapi tantangan selama perjalanan penelitian dan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Dr Ir Syaiful Anwar, MSc sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi kepada penulis
dengan penuh kesabaran selama masa perkuliahan, penelitian serta
penyelesaian skripsi ini.
2. Dr Ir Untung Sudadi, MSc sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, dan nasehat dalam
penulisan skripsi.
3. Dr Ir Budi Nugroho, MSi sebagai Dosen Penguji atas koreksi, saran, dan
nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
4. Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan beasiswa berupa
biaya tugas akhir.
5. Ayahanda Sugeng Triono, Ibunda Lies Fauziah, Kakak Yulisesa Eka
Fazriani, dan Adik Rahmitha Tria Amanda serta keluarga yang telah
memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang yang melimpah.
6. SAR Team (Pesta, Ka Metha, Astu, dan Ajiz) yang telah memberikan
dukungan, semangat dan kerjasama yang solid dalam penelitian ini.
7. Sahabat-sahabat tersayang Sukma Wulandari, SP, Duita Sari, Clara
Juliana Rahayu, SP, Erfah Hikmatulloh, Ana Amalia, S.T, Tri
Purnamasari, Asti Dwi A, S.Pd, Eka Andriani, S.T, Hasna Soraya, S.TP,
Atikah Untari, S.Pd, Dea Dendramaya, S.Kom, Ajrina Sri, dan Abraham
Kurnia yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa.
8. Teman-teman Divisi Kimia dan Kesuburan Tanah dan rekan-rekan Ilmu
Tanah Angkatan 49 yang telah memberikan dukungan dan doa.
9. Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Komisi
Pendidikan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan serta pihakpihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
selama penelitian.
Saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan dalam
perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2017
Shevi Dwi Nurlista
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Fosfor dalam Tanah
2
Peranan Fosfor bagi Tanaman
3
Pengapuran
3
Kompos
4
Arang
4
BAHAN DAN METODE
5
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Bahan dan Alat
5
Pelaksanaan Penelitian
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Ultisol Jasinga, Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam
8
8
Pengaruh Perlakuan terhadap Fraksi Pmudah larut
10
Pengaruh Perlakuan terhadap Fraksi Al-P
12
Pengaruh Perlakuan terhadap Fraksi Fe-P
14
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Dosis perlakuan yang diuji pada setiap satuan percobaan
Hasil analisis Ultisol Jasinga
Hasil analisis kompos dan arang
Hasil analisis pupuk fosfat alam
Pengaruh perlakuan terhadap fraksi Pmudah larut
Pengaruh perlakuan terhadap fraksi Al-P
Pengaruh perlakuan terhadap fraksi Fe-P
6
8
9
10
10
12
14
DAFTAR GAMBAR
1 Inkubasi tanah dalam satuan percobaan selama empat minggu pada
kondisi kadar air 100% kapasitas lapang
2 Bagan alir analisis fraksionasi Pinorganik Tanah: Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P
3 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut dalam mg.kg-1
4 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut dalam % Pinorganik
5 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P dalam mg.kg-1
6 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P dalam % Pinorganik
7 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P dalam mg.kg-1
8 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P dalam % Pinorganik
6
7
11
11
13
13
14
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut
dalam mg.kg-1
2 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut
dalam % Pinorganik
3 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P dalam
mg.kg-1
4 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P dalam
% Pinorganik
5 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P dalam
mg.kg-1
6 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P dalam
% Pinorganik
19
19
19
20
20
20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya pertanian di Indonesia sering dihadapkan pada masalah kesuburan
tanah akibat kemasaman yang tinggi dan masalah turunannya seperti yang terjadi
pada Ultisol. Penyebaran Ultisol yang luas, yaitu mencapai 45.794.000 ha atau
sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia, berpotensi untuk dikembangkan
sebagai lahan pertanian (Subagyo et al. 2004). Sebagian besar bahan induk Ultisol
adalah batuan sedimen masam yang memiliki tingkat perkembangan lanjut.
Pencucian basa-basa yang berlangsung intensif saat proses hancuran iklim
menyebabkan tanah bereaksi masam hingga sangat masam (pH 5-3), kejenuhan
aluminium (Al), dan fiksasi P tinggi, miskin hara terutama P, kapasitas tukar kation
rendah dan kadar bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006). Kondisi
demikian juga terjadi pada Ultisol Jasinga. Pemanfaatan Ultisol Jasinga sebagai
media tanam pembibitan kakao juga dihadapkan pada beberapa kendala sifat kimia
tanah sehingga menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan bibit kakao. Salah
satu upaya pengelolaan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan
Ultisol Jasinga sebagai media tanam bibit kakao yaitu ameliorasi dan pemupukan.
Aplikasi amelioran berupa kapur dan bahan organik serta pemupukan P
merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktifitas tanah
sebagai media pembibitan. Pengapuran bertujuan untuk menaikkan pH tanah,
meningkatkan ketersediaan hara esensial, serta menurunkan aktivitas Al, Fe, dan
Mn yang bersifat racun bila berlebihan (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Bahan
organik mempunyai peran yang penting karena berpengaruh terhadap ketersediaan
hara bagi tanaman dan mempunyai beberapa fungsi penting, yaitu fungsi hara,
fungsi biologi, fungsi fisik, fungsi kimia, dan fungsi fisiologis (Anwar dan Sudadi
2013). Bahan organik biasa diberikan ke tanah dalam bentuk kompos. Selain
kompos, akhir-akhir ini penggunaan arang sebagai amelioran untuk mengatasi
permasalahan tanah masam banyak diteliti. Arang (biochar) adalah substansi hitam
berpori dengan kadar karbon tinggi (sekitar 70-80%) yang dapat dibuat dari limbah
pertanian seperti batok kelapa, sekam padi, kulit kakao, dan bonggol jagung yang
terbentuk melalui pembakaran tidak sempurna atau kondisi kurang oksigen
(pyrolisis) pada suhu 300-500 ºC (Lehmann et al. 2006). Hasil penelitian Chan et
al. (2007) mengungkapkan bahwa perubahan nyata dari kualitas tanah, termasuk
meningkatnya pH, C-organik, dan KTK terlihat pada pemberian arang dalam
jumlah banyak (>50ton/ha). Lebih lanjut diketahui bahwa penambahan arang dapat
mengurangi pencucian kation basa, N, P, K, dan unsur mikro (Laird et al. 2010).
Selain itu, penambahan arang juga dapat meningkatkan ketersediaan P (Hao-Gie et
al. 2011; Hovi et al. 2013).
Fosfor (P) merupakan hara esensial makro kedua dari pupuk setelah N yang
dibutuhkan oleh tanaman. Tanaman membutuhkan hara P dalam jumlah banyak
namun ketersediaannya dalam tanah sangat rendah. Pada umumnya kadar P tersedia
tanah tidak lebih dari 0,01% dari total P. Hal tersebut disebabkan koloid tanah
mengikat sebagian besar fraksi P (Simanungkalit 2006). Fosfor di dalam tanah
dijumpai dalam bentuk Pinorganik dan Porganik. Pada tanah masam, P terikat
membentuk senyawa Al-P dan Fe-P, sedangkan pada tanah alkalin membentuk
2
senyawa Ca-P yang ketiganya bersifat sukar larut. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan P tanah yaitu dengan penambahan
fosfat alam (FA). Fosfat alam (rock phosphate) mempunyai tingkat kelarutan tinggi
pada kondisi masam. Kelarutan FA akan meningkat dengan meningkatnya
kemasaman tanah dan efektif digunakan pada tanah masam dengan retensi atau
fiksasi P tinggi. Oleh karena itu, FA sesuai digunakan sebagai sumber pupuk P pada
tanah masam (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari dinamika tiga fraksi Pinorganik tanah,
yaitu Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P pada Ultisol Jasinga yang diberi perlakuan dolomit,
kompos, arang, dan pupuk FA.
TINJAUAN PUSTAKA
Fosfor (P) dalam Tanah
Bentuk fosfor (P) di dalam tanah terbagi menjadi Porganik dan Pinorganik. Fosfor
organik terdapat dalam sisa-sisa tanaman, hewan, dan jaringan jasad renik,
sedangkan fosfor inorganik tanah terdiri dari mineral apatit, komlpeks fosfat Fe dan
Al, dan P terjerap pada partikel liat. Kelarutan senyawa Porganik maupun Pinorganik di
dalam tanah pada umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P tanah
yang berada dalam larutan tanah. Total P tanah berkisar antara 0,02 sampai 0,15%
atau setara dengan 200 sampai 2000 kg P ha-1. Jumlah total P tersebut termasuk P
yang berada dalam bahan organik tanah. Kadar P total di dalam tanah umumnya
rendah dan berbeda-beda antar tanah. Tanah muda biasanya lebih tinggi kadar
fosfornya daripada tanah yang tua (Brady 1990). Menurut Hartono et al. (2000)
ketersediaan P dalam tanah dapat ditingkatkan dengan pemupukan dan aplikasi
bahan organik yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik dan mampu
mengkhelat Al/Fe sehingga ion P dapat dilepaskan dan tersedia untuk tanaman.
Derajat kemasaman tanah (pH) merupakan faktor utama yang menentukan
bentuk-bentuk Pinorganik di dalam tanah. Fosfor yang terdapat pada tanah masam
adalah P yang diikat oleh Al dan Fe melalui pertukaran ligan atau terpresipitasi oleh
Al3+ dan Fe3+ (Al-P dan Fe-P). Sedangkan P pada tanah alkalin berada dalam bentuk
Ca-P (Hardjowigeno 2007). Lebih lanjut, Anwar dan Sudadi (2013) menyatakan
pada kisaran pH 3-4, kelarutan hidroksi Al dan Fe sangat rendah. Pada pH lebih
rendah dari 5, P dalam larutan tanah mudah sekali difiksasi oleh Al, Fe, dan Mn
terlarut. Bentuk-bentuk P baik yang difiksasi oleh Al, Fe, dan Mn hidrusoksida
maupun terlarut, sering disingkat berturut-turut sebagai Al-P, Fe-P, dan Mn-P.
Sebaliknya pada kondisi alkalin, bentuk fosfat yang tidak larut atau stabil adalah
Ca-P. Dengan meningkatnya pH dari kondisi sangat masam, kelarutan Al-P dan FeP meningkat dan mencapai maksimum pada pH sekitar 6,5, kemudian menurun lagi.
3
Peranan Fosfor bagi Tanaman
Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah yang relatif banyak karena unsur ini secara langsung bertanggung
jawab baik dalam proses metabolisme maupun sebagai katalis reaksi-reaksi
biokimia penting di dalam tanaman (Soepardi 1983). Tanaman menyerap fosfor
dalam bentuk inorganik, fosfor inorganik terdapat dalam tiga bentuk H2PO4-,
HPO42-, dan PO43-. Ion orthofosfat primer (H2PO4-) dan ion orthofosfat sekunder
(HPO42-) adalah dua bentuk P utama yang dapat tersedia bagi tanaman, sedangkan
PO43- sulit diserap oleh tanaman. Menurut Brady (1990) P adalah komponen
pembentuk adenosindifosfat (ADP) dan adenosintrifosfat (ATP), dua senyawa yang
terlibat dalam transformasi energi yang paling signifikan pada tanaman. ATP
merupakan sintesis dari ADP baik melalui respirasi maupun fotosintesis. ATP
merupakan gugus fosfat berenergi tinggi yang mendorong proses biokimia yang
membutuhkan energi. Pada saat pertumbuhan vegetatif, kadar optimal P dalam
tanaman adalah 0,3-0,5% dari berat kering tanaman (Rosmarkam 2002).
Ketersediaan P bagi tanaman menjadi sangat penting karena perannya dalam
merangsang pertumbuhan akar terutama pada awal pertumbuhan, pembelahan sel,
mempercepat proses pematangan buah, pembentukan bunga, perbaikan kualitas
tanaman, dan sebagai pengangkut energi hasil metabolisme dalam tanaman
(Soepardi 1983). Fosfor bersifat mobil dalam tanaman, sebagian besar P
dipindahkan ke biji dan/atau buah, ketika tanaman menua atau masak. Sebagian P
juga dapat ditranslokasikan dari jaringan tua ke bagian tanaman yang masih muda
dan aktif, ketika tanaman megalami kekahatan (Havlin et al. 2005).
Pengapuran
Pengapuran merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Menurut Tisdale et al. (1985), bila diberikan pada takaran
yang tepat, pengapuran memberikan pengaruh yang positif, antara lain: (1)
mengurangi aktivitas ion H pada tanah dengan pH < 4,5, sehingga pH dapat
ditingkatkan, (2) peningkatan pH tanah selanjutnya diikuti oleh penurunan
kelarutan logam-logam berat selain Mo, serta (3) meningkatkan muatan negatif
tanah sehingga KTK tanah ditingkatkan. Dengan demikian, pengapuran dapat
meningkatkan kapasitas retensi tanah terhadap logam berat. Bahan kapur yang ada
dan diperdagangkan di Indonesia bermacam-macam, namun yang umum digunakan
adalah dari golongan karbonat, baik dalam bentuk dolomit maupun kalsit. Dolomit
selain mengandung Ca juga mengandung Mg, sehingga dolomit akan berpengaruh
baik bagi tanah yang memiliki kadar Mg yang rendah (Soepardi 1983).
Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai
terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian
bahan kapur membentuk ion CO32- serta ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Selanjutnya, ion
CO32- yang terbentuk menarik ion H+ dari komplek jerapan membentuk H2CO3.
Lebih lanjut, ion Ca2+ dan Mg2+ segera mengisi komplek jerapan dengan reaksi
sebagai berikut :
(CaMg)CO3
(CaMg)2+ + CO32-
CO32- + H2X
H2CO3 + X2-
4
(CaMg)2+ + X2-
(CaMg)X, di mana X adalah komplek jerapan.
Dengan demikian, yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO32sebab ion Ca2+ sendiri tidak sanggup melepaskan H+ dari komplek jerapan (Kussow
1971). Anwar dan Sudadi (2013) menyatakan bahwa dibanding dengan netralisasi
ion H, netralisasi terhadap Al agak berbeda setelah terjadi pelarutan bahan kapur
2akan terjadi hidrolisis terhadap CO3 dan akan terjadi kenaikan pH larutan.
CO32- + 2H2O
H2CO3 + 3OH-
AlX + 3OH-
Al(OH)3 + X3-
Ion OH yang dihasilkan akan bereaksi dengan Al dapat ditukar membentuk
Al(OH)3. Kedudukan Al pada tapak jerapan akan ditempati oleh Ca. Asam karbonat
yang dihasilkan tidak bertahan lama, karena akan terjadi disosiasi:
H2CO3
H2O + CO2
Dengan demikian, tanah tidak cenderung menjadi bersifat masam. Secara
keseluruhan, reaksi yang terjadi terhadap Aldd adalah:
3CaCO3 + 3H2O + 2AlX
3CaX2 + 2Al(OH)3 + 3CO2
Rekomendasi pengapuran lebih logis jika berdasarkan jumlah aluminium dapat
dipertukarkan (Kamprath 1970).
Kompos
Bahan organik tanah berasal dari jaringan makhluk hidup. Pemberian bahan
organik dapat dilakukan melalui pemberian pupuk kandang, pupuk hijau,
pengembalian sisa-sisa tanaman, dan kompos. Cara pemberiannya yaitu
dimasukkan ke dalam tanah secara langsung atau dibenamkan ke dalam tanah
(Hardjowigeno 2007). Kompos merupakan pupuk organik buatan manusia yang
dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun
hewan). Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi
(penguraian) secara biologis dan senyawa-senyawa organik yang terjadi karena
adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu. Kompos tidak
hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik. Kompos yang sudah jadi dan siap digunakan untuk
memupuk tanaman mengandung sebagian besar dari tiga golongan unsur hara
antara lain (1) unsur hara makro primer yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak, seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K), (2) unsur hara
makro sekunder yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedang, seperti
Sulfur (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg), (3) unsur hara mikro yaitu unsur
hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng
(Zn), Klor (Cl), Mangan (Mn), Boron (B), dan Molibdenum (Mo) (Yuwono 2005).
Arang
Arang (biochar) merupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal
dalam bidang pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas tanah.
Bahan utama untuk pembuatan biochar adalah limbah-limbah pertanian dan
5
perkebunan seperti sekam padi, tempurung kelapa, kulit buah kakao, serta kayukayu yang berasal dari tanaman hutan industri (Glaser et al. 2002). Arang hayati
yang terbentuk dari pembakaran akan menghasilkan karbon aktif, yang
mengandung mineral seperti kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) dan karbon
inorganik. Ruang pori pada arang dapat berfungsi sebagai pengikat dan
penyimpanan unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga tidak mudah tercuci
(Steiner et al. 2007). Beberapa hasil penelitian yang telah banyak dilakukan
menunjukkan bahwa biochar yang diaplikasikan ke dalam tanah secara nyata
berpotensi meningkatkan beberapa sifat kimia tanah seperti pH tanah (Nigussie et
al. 2012), KTK, dan beberapa senyawa seperti Corganik, Ntotal, serta dapat mereduksi
aktivitas senyawa Fe dan Al yang berdampak terhadap peningkatan Ptersedia (Rondon
et al. 2007; Novak et al. 2009; Baronti et al. 2010). Perbaikan sifat kimia yang
diakibatkan oleh penambahan biochar secara tidak langsung berdampak positif pula
terhadap pertumbuhan tanaman yang tumbuh di atasnya.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2016 di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas contoh tanah Ultisol Jasinga, aquadest,
kompos kulit kakao+kotoran sapi, dolomit, arang sekam padi, arang kayu sengon,
fosfat alam (FA), HCl, NH4Cl, NH4F, NaOH, bahan untuk pewarnaan dan
penetapan kadar P dalam larutan menurut metode Murphy dan Riley (1962), yaitu
H2SO4, (NH4)6Mo7O24 (ammonium molybdate), C6H8O6 (ascorbic acid), dan
C8H4K2O12Sb3.H2O (antimony potassium tartrate) serta P-B dan P-C. Contoh tanah
Ultisol Jasinga diambil dari kebun campuran milik warga di Desa Neglasari,
Kecamatan Jasinga, Bogor. Kompos, arang sekam padi, dan arang kayu sengon
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Industri, Sukabumi. Kompos dibuat dari
limbah kulit kakao dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 2:1. Arang sekam
padi dan arang kayu sengon diproduksi dengan cara pirolis (kondisi kurang
oksigen). Alat yang digunakan dalam inkubasi tanah dan analisis laboratorium
meliputi pot, neraca analitik, tabung sentrifus 50 ml, alat-alat gelas, pipet
volumetrik, shaker, kertas saring, botol plastik, dan spectrophotometer.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan dan Persiapan Sampel Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada hamparan lahan kebun campuran
secara komposit pada kedalaman ±20 cm dari lima titik acak. Contoh tanah
dimasukkan ke karung dan digabungkan kemudian dikering-udarakan, dipilah dari
bahan kasar seperti serasah dan perakaran, dihaluskan hingga lolos saringan 5 mm.
6
Rancangan Penelitian dan Inkubasi
Percobaan menggunakan RAL dua perlakuan dengan tiga ulangan.
Perlakuan pertama adalah ameliorasi yang terdiri dari delapan jenis meliputi kontrol
(K), kapur ¼ Aldd (T1), kapur ½ Aldd (T2), kapur 1 Aldd (T3), kompos 5% (T4),
kompos 10% (T5), arang sekam padi 4% (T6), dan arang kayu sengon 4% (T7).
Perlakuan kedua adalah penambahan FA yang terdiri dari dua taraf yaitu tanpa (P0)
dan dengan FA (P1, 400 ppm P). Terdapat 48 satuan percobaan pot inkubasi berisi
tanah kering udara setara 250 g BKM. Perlakuan ditujukan untuk media pembibitan
kakao. Dosis perlakuan masing-masing satuan percobaan disajikan pada Tabel 1.
Perlakuan ditujukan sebagai media pembibitan kakao.
Tabel 1 Dosis perlakuan yang diuji pada setiap satuan percobaan
Kode Perlakuan
K
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
P0
P1
Perlakuan
Dosis (g/pot)
Jenis Ameliorasi
Kontrol
Kapur ¼ Aldd
0,52
Kapur ½ Aldd
1,04
Kapur 1 Aldd
2,08
Kompos 5%
15,37
Kompos 10%
30,75
Arang sekam padi 4%
10,70
Arang kayu sengon 4%
11,20
Fosfat Alam
Tanpa FA
FA 400 ppm P
1,05
Dosis (ton/ha)
4,17
8,35
16,70
123,00
246,00
85,60
89,60
8,36
Tanah diinkubasi selama empat minggu. Selama masa inkubasi,
kelembaban tanah pada setiap pot percobaan dipertahankan dengan menambahkan
aquadest agar tetap dalam kondisi kadar air 100% kapasitas lapang.
Gambar 1 Inkubasi tanah selama empat minggu dalam satuan percobaan pada
kondisi kadar air kapasitas lapang
Fraksionasi Pinorganik
Analisis fraksionasi Pinorganik tanah dilakukan berdasarkan perbedaan
kelarutannya dalam pelarut yang berbeda. Contoh tanah diekstraksi menurut
metode Chang dan Jackson (1957 dalam Sulaeman et al. 2009). Terdapat enam
fraksi Pinorganik tanah yang ditetapkan dengan metode ini, yaitu: (1) Pmudah larut, (2)
Al-P, (3) Fe-P, (4) Fe-Plarut pereduksi, (5) Fe-P dan Al-Pterselubung, serta (6) Ca-P.
Tulisan ini menyajikan dinamika tiga fraksi pertama dari keenam fraksi tersebut.
Tahapan analisis fraksionasi Pinorganik disajikan pada Gambar 2.
7
Penetapan Pinorganik untuk fraksi Pmudah larut diawali dengan menimbang tanah
sekitar 2,5 g (berat basah) ke dalam tabung sentrifus 50 ml. Kemudian ditambahkan
larutan pengekstrak sebanyak 25 ml 1 N NH4Cl dan dikocok selama 30 menit.
Selanjutnya tabung sentrifus didekantasi selama 15 menit dengan kecepatan 2500
rpm. Residu tanah dalam tabung sentrifus disimpan untuk fraksi berikutnya.
Supernatan dan deret standar 0-2 ppm PO4 dipipet sebanyak 10 ml ke dalam tabung
reaksi. Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan larutan MR sebanyak 2 ml
kemudian dikocok hingga homogen dan didiamkan selama 30 menit. Kadar fosfat
diukur menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang 889 nm.
Penetapan Al-P dilakukan dengan menambahkan larutan pengekstrak
sebanyak 25 ml 0,5 N NH4F pada residu tanah fraksi Pmudah larut. Kemudian tabung
sentrifus dikocok selama 1 jam dan didekantasi selama 10 menit dengan kecepatan
2500 rpm. Residu tanah dalam tabung sentrifus disimpan untuk fraksi berikutnya.
Supernatan dan deret standar 0-15 ppm PO4 dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung
reaksi. Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan P-B dan 3-5 tetes
larutan P-C selanjutnya dikocok hingga homogen dan didiamkan selama 30 menit.
Kadar fosfat diukur menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang
660 nm.
Residu tanah fraksi Al-P dalam tabung sentrifus dicuci dengan larutan NaCl
jenuh sebanyak 2 x 12,5 ml, lalu larutan pencucinya disentrifusi dan dibuang.
Kemudian contoh tanah dalam tabung ditambahkan larutan pengekstrak sebanyak
25 ml 0,1 N NaOH. Setelah penambahan larutan pengekstrak, contoh tanah dikocok
selama 17 jam. Sampel dikocok menggunakan shaker selama 2 x 2 jam dengan jeda
30 menit, kemudian dikocok kembali selama 13 jam. Sampel selanjutnya
didekantasi selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Ekstrak yang telah
disaring ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 3-5 tetes untuk menghilangkan keruh
pada larutan, sehingga koloid mengendap. Supernatan dan deret standar 0-10 ppm
PO4 dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 4 ml H2O.
Pewarnaan pada penetapan Fe-P dilakukan dengan menambahkan larutan MR
sebanyak 1 ml kemudian dikocok hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit.
Kadar fosfat diukur menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang
889 nm.
2,5 g contoh tanah
Tabung sentrifus, 25 ml 1 N NH4Cl, kocok 30 menit, dekantasi.
Ekstrak NH4Cl-P
Pmudah larut (NH4Cl-P)
Tanah
Tambahkan 25 ml 0,5 N NH4F, kocok 1 jam, dekantasi.
Ekstrak NH4F-P
Al-P (NH4F-P)
Tanah
Cuci 2x12,5 ml NaCl jenuh, sentrifusi, buang larutan pencuci.
Tambahkan 25 ml 0,1 N NaOH, kocok 17 jam.
Jika larutan keruh, endapkan dengan H2SO4 pekat.
Ekstrak NaOH-P
Fe-P (NaOH-P)
Fraksionasi Fe-P larut pereduksi, Fe- dan Al-P terselubung, dan Ca-P
Gambar 2 Bagan alir analisis fraksionasi Pinorganik Tanah: Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P
8
Analisis Data
Data hasil fraksionasi Pinorganik diolah dan disajikan dalam satuan mg.kg-1 dan
persentase terhadap kadar total enam fraksi. Data hasil percobaan diolah dengan
analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan (SK) 95% menggunakan
software SAS versi 9.4. Pada perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata
dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Ultisol Jasinga, Kapur, Kompos, Arang, dan Fosfat Alam
Berdasarkan hasil analisis pendahuluan, harkat sifat kimia dan fisik Ultisol
Jasinga menurut kriteria Balai Penelitian Tanah (2005) menunjukkan tergolong
sangat masam dengan pH H2O 3,90 dan pH KCl 3,49. Beberapa sifat kimia yang
menentukan kesuburan tanah termasuk dalam harkat sangat rendah, yaitu Ptersedia
(1,77 mg.kg-1) dan Cadd (1,62 cmol(+).kg-1). Sifat kimia yang tergolong dalam harkat
sedang yaitu Ntotal (0,26%) dan Mgdd (1,68 cmol(+).kg-1). Sifat kimia yang tergolong
dalam harkat rendah yaitu Corganik (1,60%), Kdd (0,27 cmol(+).kg-1), Nadd (0,20
cmol(+).kg-1), dan rasio C/N (6,15). Kadar basa-basa yang relatif rendah
mengakibatkan kejenuhan basa tanah tergolong rendah. Sebaliknya, harkat Aldd dan
KTK tergolong pada kriteria tinggi, yaitu 17,52 cmol(+).kg-1 dan 26,36 cmol(+).kg-1.
Ultisol Jasinga tergolong pada kelas tekstur klei berat dengan persentase fraksi pasir,
debu, dan liat masing-masing 22,16, 25,09, dan 52,75%.
Tabel 2 Hasil analisis Ultisol Jasinga
No
Sifat Tanah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
pH (H2O)
pH (KCl)
Corganik (%)
Ntotal (%)
Ptersedia (mg.kg-1)
Kdd (cmol(+).kg-1)
Cadd (cmol(+).kg-1)
Mgdd (cmol(+).kg-1)
Nadd (cmol(+).kg-1)
Aldd (cmol(+).kg-1)
KTK (cmol(+).kg-1)
Kejenuhan Al (%)
C/N
P2O5 (mg.kg-1)
K2O (mg.kg-1)
Kelas Tekstur
Pasir%
Debu%
Liat%
Metode
pH meter
pH meter
Walkley dan Black
Kjeldahl
Bray I
N NH4OAC, pH 7
N NH4OAC, pH 7
N NH4OAC, pH 7
N NH4OAC, pH 7
25 % HCl
25 % HCl
Pipet
-
Ultisol
Nilai
Harkat*
3,90
sangat masam
3,49
sangat masam
1,60
0,26
sedang
1,77
sangat rendah
0,27
rendah
1,62
sangat rendah
1,68
sedang
0,20
rendah
17,52
26,36
tinggi
82,29
tinggi
6,15
rendah
181,37
sangat tinggi
100
sangat tinggi
klei berat**
22,16
25,09
52,75
-
Keterangan: *Kriteria penilaian sifat tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2005)
**Berdasarkan segitiga tekstur
9
Hasil analisis komposisi dolomit (CaMg(CO3)2) didapatkan kadar CaO
31,79% dan kadar MgO 23%. Daya netralisasi dolomit yang ditetapkan secara
titrasi adalah 96,88%. Kompos yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari
limbah kulit kakao yang dicampur dengan kotoran sapi dengan perbandingan 2:1.
Berdasarkan karakteristik kompos yang mengacu pada Permentan
No.70/permentan/SR.140/10/2011, diketahui bahwa kompos yang digunakan
memenuhi persyaratan teknis untuk pupuk organik padat, kecuali kadar air yang
lebih tinggi dari standar mutu. Parameter lain seperti nilai C/N rasio, kadar hara
makro, dan hara mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn tersedia telah sesuai dengan standar
mutu. Hasil analisis arang sekam padi dan arang kayu sengon disajikan pada Tabel
3. Nilai pH arang sekam padi dan arang kayu sengon adalah 7,0 dan 7,9. Tingginya
pH disebabkan oleh pengaruh campuran abu dalam arang yang dihasilkan dalam
proses penggarangan. Arang yang baik untuk kegiatan budidaya pertanian memiliki
pH 6 mendekati 7, sedangkan batasan pH arang menurut standar SNI bekisar 6,8 –
7,5. Kondisi pH yang terlalu tinggi (alkalin) akan merugikan tanaman, karena hara
mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Tabel 3 Hasil analisis kompos dan arang
No
Sifat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
pH (H2O)
Kadar air (%)
Corganik (%)
Ntotal (%)
Nisbah C/N
P2O5 (%)
K2O (%)
N+P2O5+K2O (%)
Catotal (%)
Mgtotal (%)
Natotal (%)
Fetersedia (mg.kg-1)
Mntersedia (mg.kg-1)
Cutersedia (mg.kg-1)
Zntersedia (mg.kg-1)
Metode
LOI**
Kjeldahl
25% HCl
Pengabuan basah
Pengabuan basah
Pengabuan basah
Pengabuan basah
DTPA
DTPA
DTPA
DTPA
Kompos
8,50
24,33
38,73
1,87
20,71
1,31
4,98
8,16
1,03
0,97
1,43
1,52
961
33
180
Standar Arang
mutu* sekam
4-9
7,00
8-20
7,53
- 40,24
0,83
15-25 48,48
0,15
0,48
≥4
1,46
0,17
0,13
0,14
≤ 500 31,02
≤ 5000 43,18
≤ 500
3,48
≤ 5000 41,45
Arang
sengon
7,90
13,93
92,34
0,73
126,49
0,10
0,77
1,60
0,60
0,16
0,25
15,38
65,55
0,56
37,69
Keterangan: *Standart mutu sesuai Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011
**Loss On Ignition
Arang kayu sengon memiliki kadar air (13,93%) lebih tinggi daripada arang
sekam padi (7,53%). Kadar C arang kayu sengon (92,34%) lebih tinggi
dibandingkan arang sekam padi (40,24%). Sifat higroskopis dari karbon
mempengaruhi keberadaan air di dalam arang. Subadra et al. (2005) menyatakan
bahwa unsur karbon memiliki afinitas yang tinggi terhadap air. Volume dan
banyaknya pori yang terbentuk pada proses penggarangan mempengaruhi kadar air.
Berdasarkan SNI 02-3776-2005 mengenai Spesifikasi Persyaratan Mutu FA untuk
Pertanian, FA yang digunakan pada penelitian ini termasuk FA mutu C dengan
kadar hara P sebagai P2O5 total 21,89% dan P2O5 larut asam sitrat 2% 16,67%.
Kadar logam Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) telah memenuhi standar mutu.
10
Tabel 4 Hasil analisis pupuk fosfat alam
No Sifat (satuan)
1
2
3
4
P total sebagai P2O5 (%)
P larut asam sitrat 2% (%)
Kadar air (%)
Kandungan logam
Cadmium (mg.kg-1)
Timbal (mg.kg-1)
Kadar
21,89
16,67
1,82
16
42
Mutu A
Min 28
Min 7
Maks 5
Persyaratan SNI*
Mutu B
Mutu C
Min 24
Min 14
Min 6
Min 3,5
Maks 5
Maks 5
Maks 100
Maks 500
Maks 100
Maks 500
Mutu D
Min 10
Min 2,5
Maks 5
Maks 100 Maks 100
Maks 500 Maks 500
Keterangan: *Standart mutu sesuai SNI 02-3776-2005
Pengaruh Perlakuan terhadap Fraksi Pmudah larut
Hasil analisis ragam pengaruh jenis ameliorasi dan FA terhadap fraksi
Pmudah larut (Lampiran 1 dan 2) menunjukkan bahwa perlakuan jenis ameliorasi,
fosfat alam (FA), dan interaksi jenis ameliorasi dan FA berpengaruh sangat nyata
terhadap dinamika fraksi Pmudah larut. Data rataan fraksi Pmudah larut disajikan pada
Tabel 5. Berdasarkan persentase terhadap total Pinorganik, fraksi Pmudah larut tertinggi
(22,4%) dicapai pada perlakuan tanpa amelioran dengan penambahan 400 ppm FA.
Perlakuan arang sekam padi 4% tanpa FA dapat meningkatkan fraksi Pmudah larut
menjadi 8,0% dari semula 4,6% tanpa ameliorasi. Kadar fraksi Pmudah larut tertinggi
tanpa FA (1,2 mg.kg-1) maupun dengan FA (9,8 mg.kg-1) dicapai pada perlakuan
arang sekam padi 4%. Interaksi perlakuan kapur dengan FA menurunkan kadar dan
persentase fraksi Pmudah larut, sedangkan perlakuan kapur tanpa FA cenderung tidak
berpengaruh menurunkan kadar dan persentase fraksi Pmudah larut terhadap total
Pinorganik. Penurunan kadar dan persentase fraksi Pmudah larut juga terjadi pada
perlakuan kompos dan arang kayu sengon 4% dengan FA. Penambahan FA
meningkatkan fraksi Pmudah larut di semua perlakuan.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap fraksi Pmudah larut
Bahan Amelioran
Kontrol
Kapur 1/4 Aldd
Kapur 1/2 Aldd
Kapur 1 Aldd
Kompos 5%
Kompos 10%
Arang sekam padi 4%
Arang sengon 4%
-FA
+FA
……mg.kg-1……
0,6 gh
9,4 a
0,7 gh
6,2 c
0,4 h
4,3 e
0,3 h
2,2 f
0,7 gh
6,4 c
1,1 g
4,9 d
1,2 g
9,8 a
0,5 h
7,8 b
Fraksi Pmudah larut
Fosfat Alam (FA)
-FA
+FA
....….…%………..
4,6 fgh
22,4 a
5,1 fg
12,5 c
1,6 i
6,9 ef
2,2 hi
3,2 ghi
4,4 fgh
11,1 cd
4,3 fgh
8,9 de
8,0 e
15,9 b
3,1 ghi
12,1 c
Keterangan: Angka pada kolom ke-2 dan ke-3 serta kolom ke-4 dan ke-5 yang diikuti oleh huruf
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Kadar fraksi Pmudah larut pada perlakuan arang sekam padi 4%, baik tanpa
ataupun dengan FA, adalah yang tertinggi dibandingkan pada perlakuan lainnya
(Gambar 3). Djuniwati (2007) menyatakan bahwa penambahan bahan organik
meningkatkan ketersediaan P melalui proses mineralisasi Porganik menjadi Pinorganik
11
Pmudah larut (mg.kg-1)
dengan bantuan mikrob tanah. Jasad mikrob (bakteri dan fungi) dan atau
mikrofauna dan mikroflora tanah maupun akar dan residu tanaman menghasilkan
enzim fosfatase yang berfungsi enzimatik untuk mempercepat mineralisasi Porganik
menjadi Pinorganik, baik orthofosfat primer (H2PO4-) maupun orthofosfat sekunder
(HPO42-). Akan tetapi, persentase Pmudah larut terhadap total Pinorganik (15,9%) pada
perlakuan interaksi arang sekam padi 4% dan FA lebih rendah dibandingkan pada
perlakuan tanpa ameliorasi dengan FA (22,4%) (Gambar 4). Dengan demikian,
perlakuan penambahan FA tanpa bahan amelioran telah cukup untuk meningkatkan
kadar fraksi Pmudah larut.
9,8
9,4
10
7,8
8
6,4
6,2
6
4,9
4,3
4
2,2
2
0,7
0,6
0,4
0,3
1,2
0,7
1,1
Kompos
5%
Kompos
Arang
Arang
10%
sekam 4% sengon 4%
0,5
0
Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1
Aldd
Aldd
Aldd
Tanpa FA
Dengan FA (400 ppm P)
Gambar 3 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut dalam mg.kg-1
Pmudah larut (%)
25
22,4
20
15,9
15
12,5
8,9
10
5
12,1
11,1
4,6
6,9
5,1
1,6
2,2
3,2
8,0
4,4
4,3
Kompos
5%
Kompos
Arang
Arang
10% sekam 4% sengon 4%
3,1
0
Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1
Aldd
Aldd
Aldd
Tanpa FA
Dengan FA (400 ppm P)
Gambar 4 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut dalam % Pinorganik
Kemasaman dan kejenuhan Aluminium yang tinggi dapat dinetralisir
dengan pengapuran. Umumnya pengapuran bertujuan untuk menurunkan kadar Al
serta meningkatkan pH tanah dari sangat masam dan atau masam ke pH agak netral
atau netral. Selain pengapuran, diketahui pula bahwa pemberian kompos, arang
sekam padi, dan arang kayu sengon juga dapat meningkatkan pH tanah. Kirom
(2015) menyatakan bahwa kompos dan dosis arang berpengaruh sangat nyata
meningkat-kan pH, sedangkan jenis arang tidak berpengaruh meningkatkan pH
tanah. Dalam penelitian ini, pengapuran meningkatkan pH tanah, namun tidak
meningkatkan kadar dan persentase fraksi Pmudah larut. Hal tersebut terjadi karena
adanya proses netralisasi yang mampu mengendapankan Al(OH)3 dan Fe(OH)3
serta meningkatkan Ca, Mg, dan kation-kation, sehingga diduga anion fosfat yang
12
terlarut dan atau yang berasal dari FA bereaksi cepat membentuk fraksi P sukar
larut.
Dinamika fraksi Pmudah larut yang terjadi antara lain disebabkan oleh
peningkatan pH tanah yang bervariasi setelah pengaplikasian amelioran dan FA.
Nilai pH sangat mempengaruhi ketersediaan P. Ketersediaan P tanah maksimum
dicapai pada kisaran pH 6,5. Ketersediaan Pinorganik sangat ditentukan oleh: (1) pH
tanah, (2) kadar Fe, Al, dan Mn larut, (3) kadar Fe, Al hidrooksida, (4) kadar Ca
dan CaCO3, (5) jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik, serta (6) aktivitas
mikrob. Faktor pertama sampai keempat saling terkait karena pH tanah secara
drastis mempengaruhi reaksi P dengan berbagai ion dan mineral (Brady 1990).
Pengaruh Perlakuan terhadap Fraksi Al-P
Hasil analisis ragam pengaruh jenis ameliorasi dan FA terhadap fraksi Al-P
(Lampiran 3 dan 4) menunjukkan bahwa perlakuan jenis ameliorasi, fosfat alam
(FA), dan interaksi jenis ameliorasi dan FA berpengaruh sangat nyata terhadap
dinamika fraksi Al-P. Data rataan fraksi Al-P disajikan pada Tabel 6. Kadar fraksi
Al-P terendah (0,2 mg.kg-1) dicapai pada perlakuan kapur 1 Aldd tanpa FA.
Berdasarkan persentase terhadap total Pinorganik, pengapuran 1 Aldd tanpa FA
menurunkan fraksi Al-P menjadi 1,6%.
Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap fraksi Al-P
Bahan Amelioran
Kontrol
Kapur 1/4 Aldd
Kapur 1/2 Aldd
Kapur 1 Aldd
Kompos 5%
Kompos 10%
Arang sekam padi 4%
Arang sengon 4%
Fraksi Al-P
Fosfat Alam (FA)
-FA
+FA
-FA
+FA
-1
.……mg.kg …….
....……%………..
0,6 e
6,1 d
4,6 gh
14,2 de
0,7 e
7,1 cd
5,1 gh
14,3 de
0,7 e
6,5 cd
2,5 h
10,2 ef
0,2 e
6,4 cd
1,6 h
9,5 efg
1,3 e
9,1 c
8,0 fg
15,8 de
4,9 d
14,4 b
19,0 cd
25,4 ab
2,3 e
14,2 b
15,6 d
22,9 bc
0,8 e
18,5 a
4,8 gh
28,9 a
Keterangan: Angka pada kolom ke-2 dan ke-3 serta kolom ke-4 dan ke-5 yang diikuti oleh huruf
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Pengaruh interaksi perlakuan ameliorasi dan FA terhadap dinamika kadar
fraksi Al-P (Gambar 5) menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis dolomit yang
diberikan semakin efektif penurunan fraksi Al-P. Penurunan kadar fraksi Al-P pada
perlakuan dolomit 1 Aldd tanpa FA (menjadi 0,2 mg.kg-1) diduga berkaitan dengan
peningkatan pH tanah dan penurunan Aldd. Penurunan kadar Aldd pada perlakuan
dolomit disebabkan oleh terbentuknya endapan Al hidroksida akibat tingginya ion
OH- terlarut sejalan dengan meningkatnya pH tanah. Berdasarkan total fraksi
Pinorganik, perlakuan dolomit 1 Aldd tanpa FA menghasilkan persentase paling rendah
yaitu 1,6% dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 6).
13
Al-P (mg.kg-1)
20
18,5
14,4
15
10
14,2
9,1
7,1
6,1
6,5
6,4
4,9
5
0,6
0,7
0,7
2,3
1,3
0,2
0,8
0
Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1
Aldd
Aldd
Aldd
Tanpa FA
Kompos
5%
Kompos Arang
Arang
10% sekam 4% sengon 4%
Dengan FA (400 ppm P)
Gambar 5 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P dalam mg.kg-1
Pupuk, bahan organik, dan FA merupakan sumber utama pupuk P. Fosfat
alam yang digunakan mampu meningkatkan ketersediaan P tanah. Kelarutan FA
dipengaruhi oleh kemasaman tanah, kadar Ca, kadar mineral apatit, ukuran partikel,
dan mineral pengikut (Djuniwati 2012). Dalam penelitian ini, penambahan FA
meningkatkan kadar maupun persentase fraksi Al-P terhadap total Pinorganik tanah.
Sebagian anion fosfat yang berasal dari FA diduga mudah terjerap Al menjadi fraksi
Al-P tidak larut (Al(OH)2.H2PO4).
30
Al-P (%)
25
22,9
19,0
20
14,2
15
10,2
4,6
5,1
15,6
15,8
14,3
10
5
28.9
25,4
2,5
9,5
8,0
4,8
1,6
0
Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1
Aldd
Aldd
Aldd
Tanpa FA
Kompos
5%
Kompos
Arang
Arang
10%
sekam 4% sengon 4%
Dengan FA (400 ppm P)
Gambar 6 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P dalam % Pinorganik
Interaksi kompos dan arang dengan FA meningkatkan kadar dan persentase
fraksi Al-P lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan kapur. Semakin tinggi kadar
oksida Fe dan Al, maka semakin besar fiksasi P. Fosfor yang ditambahkan ke dalam
tanah akan terjerap dengan cepat dan kemudian terfiksasi atau dapat juga
mengendap membentuk senyawa yang berkelarutan rendah. Proses fiksasi P banyak
dijumpai di tanah masam (Sanchez 1976). Proses pertukaran ligan diduga
mempengaruhi peningkatan kadar dan persentase fraksi Al-P. Gugus OH pada salah
satu ikatan koordinasi Al digantikan oleh fosfat, lalu diikuti dengan perubahan
struktur oksida seperti monodentat dan bidentat, dimana ion fosfat menjadi
jembatan ikatan antara kedua kation Al.
14
Pengaruh Perlakuan terhadap Fraksi Fe-P
Hasil analisis ragam pengaruh jenis ameliorasi dan FA terhadap fraksi Fe-P
(Lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa perlakuan jenis ameliorasi, fosfat alam
(FA), dan interaksi jenis ameliorasi dan FA berpengaruh sangat nyata terhadap
dinamika fraksi Fe-P. Data rataan fraksi Fe-P disajikan pada Tabel 7. Perlakuan
arang sekam padi 4% tanpa FA sangat nyata menurunkan fraksi Fe-P hingga kadar
terendah (3,6 mg.kg-1) paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Keberadaan
fraksi-fraksi P di dalam tanah tidak statis karena dipengaruhi oleh kesetimbangan
erapan-pelepasan dan kesetimbangan pengendapan-pelarutan yang terus berubah
(Parfitt et al. 1989).
Tabel 7 Pengaruh perlakuan terhadap fraksi Fe-P
Fraksi Fe-P
Fosfat Alam (FA)
-FA
+FA
-FA
+FA
.……mg.kg-1………
....……%………..
5,6 fgh
11,1 cd
39,9 ab
25,5 def
4,8 gh
15,0 b
35,0 bc
30,3 cde
13,3 bc
21,4 a
47,5 a
34,0 bcd
4,4 h
16,2 b
28,3 cde
24,2 efg
4,4 h
7,9 efg
26,9 cdef
13,7 h
7,8 efg
8,7 def
31,2 cde
15,4 gh
3,6 h
10,0 de
24,0 efg
16,3 gh
3,8 h
11,8 cd
23,4 efg
18,3 fgh
Bahan Amelioran
Kontrol
Kapur 1/4 Aldd
Kapur 1/2 Aldd
Kapur 1 Aldd
Kompos 5%
Kompos 10%
Arang sekam padi 4%
Arang sengon 4%
Keterangan: Angka pada kolom ke-2 dan ke-3 serta kolom ke-4 dan ke-5 yang diikuti oleh huruf
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Gambar 7 menunjukkan bahwa kadar fraksi Fe-P paling menurun pada
perlakuan interaksi ameliorasi tanpa FA, kecuali perlakuan kapur ½ Aldd.
Penambahan FA menyebabkan kadar fraksi Fe-P meningkat di semua perlakuan.
Interaksi ameliorasi dengan FA menyebabkan terjadinya reaksi penjerapan fosfat
dalam larutan tanah pada permukaan mineral klei, hidroksida, karbonat bahkan
apatit. Reaksi tersebut menyebabkan terbentuknya Fe hidroksida atau strengit
(FePO4.2H2O) yang sukar larut.
Fe-P (mg.kg-1)
25
21,4
20
15,0
15
16,2
13,3
11,8
11,1
10
7,9
5,6
5
4,8
4,4
7,8
4,4
10,0
8,7
3,6
3,8
0
Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1
Aldd
Aldd
Aldd
Tanpa FA
Kompos
5%
Kompos
Arang
Arang
10% sekam 4% sengon 4%
Dengan FA (400 ppm P)
Gambar 7 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P dalam mg.kg-1
15
Pengapuran dengan penambahan FA meningkatkan persentase fraksi Fe-P
terhadap total Pinorganik secara kuadratik positif. Pada dosis kapur ¼ dan ½ Aldd
persentase fraksi Fe-P meningkat, namun persentase fraksi Fe-P menurun saat dosis
kapur ditambahkan menjadi 1 Aldd. Interaksi perlakuan kompos, arang sekam padi
4%, dan arang kayu sengon 4% dengan FA dapat menurunkan persentase fraksi FeP terhadap total Pinorganik. Perombakan bahan organik yang menghasilkan asamasam organik dan CO2 dapat menyebabkan penurunan kadar fraksi Fe-P. Berbeda
dengan dua fraksi sebelumnya yaitu Pmudah larut dan Al-P, penambahan FA relatif
menurunkan persentase fraksi Fe-P terhadap total Pinorganik (Gambar 8).
47,5
50
Fe-P (%)
40
30
39,9
35,0
34,0
30,3
28,3
25,5
31,2
24,2
20
26,9
24,0
15,4
13,7
23,4
16,3
18,3
10
0
Kontrol Kapur 1/4 Kapur 1/2 Kapur 1
Aldd
Aldd
Aldd
Tanpa FA
Kompos
5%
Kompos
Arang
Arang
10% sekam 4% sengon 4%
Dengan FA (400 ppm P)
Gambar 8 Pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P dalam % Pinorganik
Anwar dan Sudadi (2013) menjelaskan bahwa dekomposisi bahan organik
menghasilkan asam-asam organik yang selanjutnya membentuk koloid organik
dengan tapak muatan. Tapak-tapak reaktif ini terdiri dari gugus-gugus fungsional
senyawa organik yang terkandung di dalamnya. Secara umum, dua gugus
fungsional yaitu gugus hidroksil (R-OH) dan karboksil (R-COOH) mengendalikan
reaksi dengan bahan organik. Asam-asam organik seperti asam malonat, asam
oksalat, dan asam tartat menghasilkan anion organik yang mempunyai sifat dapat
mengikat ion Al, Fe, dan Ca dari larutan tanah, kemudian membentuk senyawa
komplek yang sukar larut sehingga kadar ion-ion Al, Fe, dan Ca bebas dalam
larutan tanah yang dapat menjerap fosfat akan berkurang sehingga ketersediaan
fosfat meningkat. Selain itu, asam-asam organik juga dapat mengkhelat Al dan Fe
sehingga P terlepas dari Al-P dan Fe-P dan menjadi tersedia bagi tanaman (Barker
dan Pilbeam 2007).
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Interaksi perlakuan ameliorasi dan pemupukan FA sangat nyata mempengaruhi dinamika fraksi Pmudah larut, Al-P, dan Fe-P. Persentase fraksi Pmudah larut
terhadap total fraksi Pinorganik tertinggi dapat dicapai hanya dengan pemberian FA,
sedangkan kadar fraksi Pmudah larut tertinggi diperoleh pada perlakuan interaksi arang
sekam padi 4% dan FA. Pengapuran setara 1 Aldd tanpa FA paling berpengaruh dan
sangat nyata dalam menurunkan kadar dan persentase terhadap total Pinorganik dari
fraksi Al-P. Kadar fraksi Fe-P terendah dicapai pada perlakuan arang sekam padi
4% tanpa FA, sedangkan persentase terhadap total Pinorganik dari fraksi Fe-P yang
terendah dicapai pada perlakuan kompos 5% tanpa FA.
Saran
Apabila terdapat alternatif, sebaiknya tidak menggunakan Ultisol Jasinga
atau tanah lain yang memiliki kejenuhan Al tinggi sebagai media pembibitan
tanaman, seperti untuk pembibitan kakao.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anwar S, Sudadi U. 2013. Kimia Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Handbook of Plant Nutrition. ISBN 0-8247-5904-4.
CRC Press. pp. 613.
Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soils. 10th ed. New York (US):
MacMillan Publishing Company.
Chan KY, Zwieten VL, Meszaros I, Downie A, Joseph S. 2007. Agronomic values
of greenwaste biochar as a soil amandement. Australian J Soil Res. 45(8):
629-634.
Djuniwati S, Pulunggono HB, Suwarno. 2007. Pengaruh pemberian bahan organik
(Centrosema pubescens) dan FA terhadap aktivitas fosfatase dan fraksi P
tanah Latosol di Darmaga Bogor. J Tanah Lingk. 9(1):10-15.
Djuniwati S, Nugroho B, Pulunggono HB. 2012. The changes of P-fractions and
solubility of phosphate rock in Ultisol treated by organic matter and
phosphate rock. J Trop Soils. 17(3):203-210.
Glaser B, Lehmann J, and Zech W. 2002. Ameliorating physical and chemical
propertikes of highly weathered soil in the tropics with biochar. A review.
Biology and Fertility of Soils. 35:219-230.
Hao-Gie C, Kuang WM, Ming-Lai F, En C. 2011. Enhancing phosphorus
availability in phosphorus-fertilized zones by reducing phosphate absorb on
ferrihydrite using rice straw-derived biochar. J Soil Sediments.11(7):11351141.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Hartono A, Vlek PLG, Moawad A, dan Rachim A. 2000. Changes in phosphorus
fraction on an acidic soil induced by phosphorus fertilizer, organic matter,
and lime. J Tanah Lingk. 3(2):1-7.
Havlin JL, Beaton JD, Nelson SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizer:
An Introduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Pearson Pretice
Hall. p: 528.
Hovi J, Soinne H, Tameong P, Turtola E, Helenius J. 2013. Phosphorus sorption in
biochar amended soils [internet]. [diunduh 21 september 2016]. Tersedia
pada: https://tuhat.halfinky.fi.
Kamprath EJ. 1970. Aluminum excahangeable as a criterion liming for leached
mineral soils. Soil Sci. Soc Amer Proc. 34:252-256.
Kussow WR. 1971. Introduction to Soil Chemistry. Soil Fertility Project. Bogor
(ID): Dept. Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. p. 112.
Laird D, Fleming P, Wang B, Hartono R, Karlen D. 2010. Biochar impact on
nutrient leaching from a Midwestern agricultural soil. Geoderma. 158:436442.
Lehman J, Rondon M. 2006. Biochar soil management on highly weathered soils
in the humid tropics. In Uphoff N (Ed). Biological Approaches to
Sustainable Soil Systems. Boca Ranton (US): CRC Press.
Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor (ID):
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.
18
Murphy J, Riley JP.1962. A modified single solution method for the determination
of phosphate in natural water. Anal Chim Acta. 27:31-36.
Novak JM, Busscher WJ, Laird DL, Ahmedna M, Watts DW, Niandou MAS. 2009.
Impact of biochar amendment on fertility of a southeastern Coastal Plain
Soil. Soil Science. 174:105-112.
Nigussie A, Kissi E, Misganaw M, and Ambaw G. 2012. Effect of biochar
application on soil properties and nutrient uptake of lettuces (Lactuca
sative) grown in Chlomium polluted soils. American-Eurasian J. Agri. Sci.
12(3): 369-376.
Parfitt RL, Hume LJ, Sparlin GP. 1989. Loss of availability of phosphate in New
Zealand soils. Soil Sci 40:371-382.
Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia. J Litbang Pertanian 25(2):39-47.
Rondon MA, Lehmann J, Raminez J, Hurtado M. 2007. Biological nitrogen fixation
by common beans (Phaseolus vulgaris. L.) increases with biochar additions.
Biology and Fertility of Soils. 43:699-708.
Rosmarkam A dan Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Sanchez PA. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropic in IRRI. Soil
and Rice. Los Banos (PH). P. 421-470.
Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W. 2006.
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor (ID): Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Siregar AK. 2015. Pengaruh Kompos dan Arang terhadap Ketersediaan Unsur
Mikro Fe dan Mn pada Ultisol Jasinga [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, IPB.
Steiner C, Teixeira WG, Lehmann J, Nehls T, de Macedo JLV, Blum WEH, Zech
W. 2007. Long term effect of manure, charcoal, and mineral fertilization on
crop production and fertility on a highly weathered Central Amazonian
upland soil. Plant Soil. doi: 10.1007/s11104-007-9193-9.
Subadra I, Setiaji B, dan Tahir I. 2005. Active carbon production from coconut shell
with (NH4)HCO3 activator as an absorbent in virgin coconut oil purification.
Prosiding Seminar Nasional DIES ke-50 FMIPA UGM: Yogyakarta, 17
September 2005. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ. Press.
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia.
Hlm. 21−66. Dalam Adimihardja A, Amien LI, Agus F, Djaenudin D. (Ed.).
Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2009. Petunjuk Teknis Edisi 2 Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
Yuwono D. 2005. Kompos. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
19
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut
dalam mg.kg-1
Sumber keragaman
Ulangan
Jenis ameliorasi (JA)
Fosfat alam (FA)
Interaksi JA*FA
Galat
Total
**Berpengaruh
derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas Kuadrat (JK) Tengah (KT)
2
0,23
0,11
7
79,57
11,37
1
387,03
387,03
63,81
9,12
7
2,87
0,10
30
47
533,51
F hitung
Pr > F
1,19 0,3184
118,70 <0,0001**
4041,62 <0,0001**
95,19 <0,0001**
sangat nyata pada taraf uji 1%
Lampiran 2 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Pmudah larut
dalam % Pinorganik
Sumber keragaman
Ulangan
Jenis ameliorasi (JA)
Fosfat alam (FA)
Interaksi JA*FA
Galat
Total
derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas Kuadrat (JK) Tengah (KT)
2
17,97
8,81
7
545,14
77,87
1
664,57
664,57
245,58
35,08
7
60,52
2,01
30
47
1533,46
F hitung
Pr > F
4,37
38,60
329,43
17,39
0,2160
<0,0001**
<0,0001**
<0,0001**
Lampiran 3 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P
dalam mg.kg-1
Sumber keragaman
Ulangan
Jenis ameliorasi (JA)
Fosfat alam (FA)
Interaksi JA*FA
Galat
Total
**Berpengaruh
derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas Kuadrat (JK) Tengah (KT)
2
19,28
9,64
7
337,53
48,22
1
938,01
938,01
186,81
26,69
7
67,39
2,25
30
47
1549,02
sangat nyata pada taraf uji 1%
F hitung
Pr > F
4,29
21,46
417,55
11,88
0,0230
<0,0001**
<0,0001**
<0,0001**
20
Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Al-P
dalam % Pinorganik
Sumber keragaman
Ulangan
Jenis ameliorasi (JA)
Fosfat alam (FA)
Interaksi JA*FA
Galat
Total
**Berpengaruh
derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas Kuadrat (JK) Tengah (KT)
2
50,26
25,13
7
1562,75
223,25
1
1200,48
1200,48
351,14
50,16
7
227,96
7,59
30
47
3392,61
F hitung
Pr > F
3,31
29,38
157,98
6,60
0,0504
<0,0001**
<0,0001**
<0,0001**
sangat nyata pada taraf uji 1%
Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P
dalam mg.kg-1
Sumber keragaman
Ulangan
Jenis ameliorasi (JA)
Fosfat alam (FA)
Interaksi JA*FA
Galat
Total
**Berpengaruh
derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas Kuadrat (JK) Tengah (KT)
2
9,92
4,96
7
520,87
74,41
1
555,43
555,43
132,28
18,90
7
88,72
2,96
30
47
1307,22
F hitung
Pr > F
1,68
25,16
187,80
6,93
0,2041
<0,0001**
<0,0001**
0,0001**
sangat nyata pada taraf uji 1%
Lampiran 6 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap dinamika fraksi Fe-P
dalam % Pinorganik
Sumber keragaman
Ulangan
Jenis ameliorasi (JA)
Fosfat alam (FA)
Interaksi JA*FA
Galat
Total
**Berpengaruh
derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas Kuadrat (JK) Tengah (KT)
2
5,76
2,88
7
2381,86
340,26
1
1153,83
1153,83
251,18
35,88
7
667,55
22,25
30
47
4460,19
sangat nyata pada taraf uji 1%
F hitung
Pr > F
0,13
15,29
51,85
1,61
0,8791
<0,0001**
<0,0001**
0,1701
21
RIWAYAT HIDUP
Shevi Dwi Nurlista dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 September 1994,
putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sugeng Triono dan Ibu Lies
Fauziah. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Padurenan VI, Kota Legenda
(2000-2006). Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP
Yadika 8 Jatimulya (2006-2009) dan sekolah menengah atas di SMA Daya Utama
(2009-2012). Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan dengan kompetensi mayor
Manajemen Sumberdaya Lahan.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi HMIT (Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah) pada masa jabatan 2013-2014 sebagai anggota dari divisi
Kewirausahaan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Kimia
Tanah semester genap tahun akademik 2015/2016. Penulis aktif mengikuti
kepanitiaan diberbagai kegiatan sebagai anggota maupun ketua divisi baik di ruang
lingkup departemen maupun fakultas seperti Masa Perkenalan Departemen ITSL
(2014), Pekan Seni dan Olahraga Tanah (2013 dan 2014), Seminar Nasional Ilmu
Tanah (2015), Masa Perkenalan Fakultas Pertanian (2014), dan Seri-A Fakultas
Pertanian (2015). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan seminar
keilmuan pertanian khususnya bidang ilmu tanah.
Download