PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS DAN PUPUK KANDANG

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Lahan Kritis
Pengertian lahan kritis menurut Dephut (2009) yaitu suatu lahan baik yang
berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan,
sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan
atau yang diharapkan. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan
sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata
air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau
tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah
longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan.
Luas lahan kritis di Indonesia berdasarkan data Direktorat PDAS, Ditjen
RLPS (2006), berupa lahan kritis (agak kritis, kritis dan sangat kritis) adalah
seluas 77.806.880,78 Ha, sedangkan yang prioritas untuk ditangani adalah lahan
dalam kategori sangat kritis dan sangat kritis seluas 30.196.799,92 Ha. Sedangakn
untuk wilayah Sumatera Utara luas lahan kritis berdasarkan data (Dephut, 2007)
yaitu seluas 6.745.587,5 ha sedangakan untuk lahan sangat kritis seluas
19.002.250,3 ha.
Karakteristik Lahan Kritis
Salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya
mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun
intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah
yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak
dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman
yang juga menjadi tidak maksimal. Terdapat tiga permasalahan utama
Universitas Sumatera Utara
pengusahaan lahan kering, yaitu: 1) erosi (terutama bila lahan miring dan tidak
tertutup vegetasi secara rapat), 2) kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai
akibat dari proses erosi yang berlanjut) dan 3) ketersediaan air (sangat terbatas
karena tergantung dari curah hujan). Aspek lainnya adalah makin menurunnya
produktifitas lahan sehingga berpengaruh terhadap vegetasi yang berada pada
ruang lingkupnya. Ciri utama lahan kritis ialah gundul, berkesan gersang, dan
bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya
berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah yang ditandai oleh
tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara P, K, C dan Mg, rendahnya
kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa dan kandungan bahan organik,
tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap
erosi. Selain itu, pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang
yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki pH
tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah tinggi, ditemukan
rizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya
tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang yang
menyebabkan gangguan pertumbuhan pada lahan tersebut. Masalah utama yang
dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi
masam dan miskin unsur hara.
Rehabilitasi Lahan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Dephut (2006), adalah
upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan
lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung
sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsip penerapannya upaya pemulihan lahan telah banyak dilakukan
dengan variasi metode, baik secara vegetatif, mekanis maupun konvensional yang
kesemuanya bermuara pada tujuan yang sama yaitu agar lahan tersebut dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Salah satu cara untuk memulihkan
fungsi lahan agar berfungsi kembali yaitu dengan pemberian bahan organik
(pemupukan), cara ini berkaitan dengan peningkatan kesuburan tanah melalui
kandungan unsur hara yang diketahui sangat penting terhadap proses pertumbuhan
tanaman.
Menurut Syukur dan Harsono (2008), fungsi penting bahan organik antara
lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, dan
asam organik untuk menghancurkan material, mensuplai nutrisi, meningkatkan
KPK dan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral, dan energi bagi
organisme. Keuntungan pupuk NPK antara lain nutrisi tinggi, mengandung unsur
kompleks, sesuai pada tanah marginal, dan dapat bersifat slow release. Stockdale
dkk. (2001) dalam Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber
hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik
yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati,
dan limbah rumah tangga/perkotaan. Sumber hara yang juga diperkenankan dalam
sistem pertanian organik adalah bahan galian tambang berupa kapur, batuan
fosfat, bio-super (campuran batuan dan mikroorganisme yang membantu proses
pelapukan dan pelepasan hara).
Universitas Sumatera Utara
Metode Rehabilitasi Lahan dengan Bahan Organik
1. Pupuk Kandang
Sebagian besar masyarakat umumnya mengartikan pupuk kandang adalah
hasil akhir pembuangan (kotoran) hewan dan telah banyak diaplikasikannya
dalam kegiatan bercocok tanam. Pupuk kandang merupakan hasil samping yang
cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan
cair dari hewan ternak yang
bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah.
Menurut Arsyad (1989) menyatakan bahwa bahan organik yang telah
lapuk mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Sementara
Musnamar (2002), bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air 80-90%
dari berat totalnya.
Penambahan bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang
mempunyai kadar liat yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi
lebih lemah, distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang
air meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya
unsur hara,
juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah
yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot
volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.
2. Pupuk Kompos
Kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan
atau dekomposisi akibat adanya interaksi mikroorganisme yang
bekerja di
dalamnya. Bahan – bahan organik yang biasa dipakai bisa berupa dedaunan,
rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang
telah gugur, air
kencing hewan, dan sampah dapur. Menurut Sutejo (2004),
Universitas Sumatera Utara
pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah. Pada tanah pasiran,
pemberian kompos dapat meningkatkan daya ikat partikel tanah. Sedangkan pada
tanah yang berat dapat mengurangi ikatan partikel tanah sehingga strukturnya
menjadi remah. Kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas
mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu,
kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah
baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah
melalui proses peningkatan humus.
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos
Unsur Hara
Jumlah
Nitrogen (N)
1,33 %
Fosfor
0,85%
Kalium
0,36%
Zat Besi
2,1%
Seng
28,5 ppm
Timah
575 ppm
Tembaga
65 ppm
Kadmium
5 ppm
Kalsium
5,61 %
pH
7,2
Humus
53,7 ppm
Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan Budi (2005) dalam Suhut dan Salundik ( 2006)
Penggunaan Briket Pupuk
Salah satu bentuk aplikasi pupuk selain dengan penggunaan secara
langsung ialah dengan metode pemadatan (briket). Penggunaan pupuk briket pada
lahan yang marginal dapat meningkatkan kadar bahan organik tanahnya, serta
dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Menurut Herawady (2004),
Universitas Sumatera Utara
pemberian briket kompos serta air dapat memperbaiki sifat fisik tanah serta
mampu menyimpan air jika dicampurkan ke dalam media tumbuh. Sementara
menurut Annafi (2004), briket orgaik (kompos dan kandang) selain dapat
digunakan sebagai media tanam dan pupuk organik juga dapat menjadi alternatif
pemberian kompos terhadap tanah dan tanaman, jika di digunakan pada lahan
lahan marginal, dapat meningkatkan bahan organik tanahnya dan dapat
meningkatkan kapasitas menyimpan air.
Fungsi Air Bagi Tanaman
Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi
sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium
transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan
menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan
permukaan (Gardner dkk., 1991).
Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi
antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan.
Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman seperti:
1. Sebagai komponen sel terbesar
2. Pelarut unsur hara dan media transportasi
3. Media yang baik untuk reaksi biokimia
4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis
5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgor, misalnya daun
6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan
7. Media pada penyebaran anakan atau propagul, misalnya kelapa
Universitas Sumatera Utara
8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air, misalnya
pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stomata dan bunga mekar.
9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan
10. Menstabilkan suhu
11. Penting dalam proses evolisi, baik tumbuhan di daerah kering (xerofit),
sedang (mesofit) dan lembab (hidrofit).
(Gardner dkk., 1991).
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang
diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman
yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang
tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan
mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu
(Sumarno, 2004).
Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan
berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap
kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula
hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif
yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Gardner dkk., 1991).
Kekurangan air tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tesebut.
Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak
dapat dihitung kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman
yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari
kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara
lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun.
Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau
mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas
stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup
penyesuaian osmotik (Sinaga, 2008).
Hubungan Tanaman dan Air Tanah
Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun
60-90% dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda,
hal ini bergantung pada habitat dan jenis spesies tumbuhan tersebut (Fitter dan
Hay, 1981).
Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada
kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman
disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air
yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju
absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh
laju transpirasi, sistem perakaran dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan
mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai
mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser
Universitas Sumatera Utara
ke lapisan bawah. Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air
tersedia (Hakim dkk., 1986).
Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai
resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap
cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap
cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga
terjadinya dehidrasi tidak menyebabkan kerusakan yang tetap (permanent) dan
dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri
fisiologis yang dapat menghindari atau menunda tingkatan pengeringan
(desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995).
Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ
Tanaman
Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan organ tanaman antara lain:
a. Pembelahan dan pembesaran sel
Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas
daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan
proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan
(senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3
menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel
(contohnya seperti perluasan daun).
Universitas Sumatera Utara
b. Perangkat fotosintesis
Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh
pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel
yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun.
c. Sistem reproduksi
Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut.
Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan,
pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa
irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode
pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji.
d. Layu dan menggulungnya daun
Respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya
respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik
karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis.
Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu
kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan
oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar
tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat
terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000).
Rendahnya ketersediaan hara pada keadaan kekeringan menunjukkan
bahwa kekeringan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini
ditunjukkan oleh menurunnya total serapan hara tanaman. Jika konsentrasi hara
dalam tanaman yang sedang tumbuh dengan berbagai suplai air adalah konstan,
Universitas Sumatera Utara
padahal kekeringan menghambat pertumbuhan, berarti total serapan hara menjadi
berkurang. Jika konsentrasi menurun, maka ketersediaan hara tanah lebih
dihambat daripada pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi bila sebagian besar hara
berada pada permukaan tanah (lapisan tanah) yang menjadi kering, sedangkan
akar tanaman memperoleh air (untuk pertumbuhan) dari lapisan yang lebih dalam
(Haryati, 2000).
Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah,
Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman
Bahan organik adalah bagian dari tubuh tanah yang merupakan suatu
sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang
mengalami perubahan bentuk secara terus menerus. Perubahan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia serta biologi.
Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat fisik tanah mencakup :
(1) memperbaiki dan membantu pembentukan struktur tanah yang baik, (2)
meningkatkan porositas tanah, (3) memperbaiki drainase tanah, (4) meningkatkan
kapasitas menahan air, (5) menjaga kelembaban tanah, (6) meningkatkan
kemampuan infiltrasi tanah, dan (7) menurunkan erobilitas tanah (Herawady,
2004).
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah
dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Peristiwa penguapan air dari
tanaman disebut transpirasi, dan jika keduanya terjadi bersama sama disebut
evapotranspirasi.
Kehilangan air pada tanah dapat dikurangi dengan menambahkan bahan
organik. Bahan organik mampu meningkatkan kemampuan meretensi air tanah
sehingga air dapat tinggal lebih lama di dalam tanah.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan tanaman saat dimulai dari kecambah hingga dewasa
dipengaruhi oleh bahan organik. Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah
mampu merangsang pertumbuhan kecambah tanaman. Bahan organik yang
terdekomposisi mampu melepas unsur hara dan asam asam yang membantu
pertumbuhan. Asam-asam tersebut mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Humus yang bersal dari bahan organik terdekomposisi sempurna bila terlarut
dalam air akan mengeluarkan enzim yang mampu merangsang pertumbuhan
tanaman ( Herawady, 2004).
Taksonomi Sukun
Sukun (A. communis) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam
famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan
Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter (Dephut, 1998).
Taksonomi tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivision
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Subclass
: Hamamelidae
Ordo
: Urticales
Family
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Spesies
: Artocarpus communis Forst
(Dephut, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik Sukun
Tanaman sukun memiliki kulit kayu berserat kasar, dan semua bagian
tanaman bergetah encer. Daunnya lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar.
Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih
dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang
biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa
disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk
sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas
yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1998).
Syarat Tumbuh Sukun
Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis
tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih
600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit
maupun curah hujan yang tinggi antara 1800 – 2250 mm per tahun dengan
kelembaban 60% – 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup
banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh lebih baik di
tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C – 380C (Irwanto, 2006).
Kegunaan Tanaman Sukun
Kegunaan dari tanaman sukun adalah sebagai berikut:
1. Buahnya dapat digunakan sebagai bahan makananan pokok (cadangan
pangan).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun dengan Beberapa Bahan
Pangan Lainnya dalam 100 gram
Jenis Bahan
Pangan
Tepung sukun
Buah Sukun
tua
Beras
Jagung
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kentang
Energi
(Kal)
302
108
Protein (g)
Lemak (g)
3,6
1,3
0,8
0,3
Karbohidrat
(g)
78,9
28,2
360
129
146
123
83
6,8
4,1
1,2
1,8
2,0
0,7
1,3
0,3
0,7
0,1
78,9
30,3
34,7
27,9
19,1
2. Bunganya dapat diramu sebagai obat. Bunganya juga dapat menyembuhkan
sakit gigi.
3. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan dapat juga diramu sebagai
obat, yaitu menurunkan tekanan darah.
4. Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan
sebagai bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan
peralatan rumah tangga lainnya. Serat kulit kayu bagian dalam dari tanaman
muda dan ranting dapat digunakan sebagai material serat pakaian.
(Irwanto, 2006).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Padang Lawas Utara adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera
utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Ibukota
kabupaten ini adalah Gunung Tua yang luasnya 3.918,05 km2 dan memiliki 9
kecamatan dimana salah satu kecamatannya adalah kecamatan Halongonan
tepatnya desa Hutaimbaru yang merupakan lokasi penelitian dilaksanakan. Padang
Lawas Utara yang sebagian besar masih berupa lahan kritis yang tersebar pada
Universitas Sumatera Utara
berbagai kecamatan, sehingga perlu dilakuan suatu tindakan yang dapat
menjadikan lahan tersebut dapat berfungsi dengan baik (Pramono, 2002).
Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 010 38’ 28,5’’ LU dan
0990 53’ 28,6’’BT. Daerah ini memiliki topografi dataran sampai bergelombang
dan berbahan induk batuan sedimen halus hingga kasar dan jenis tanahnya
sebagian besar adalah ultisol. Berdasarkan curah hujan pada tahun 1994 hingga
2000 memperlihatkan bahwa curah hujan tahunan berkisar 1077 mm hingga 3400
mm dengan bulan basah mulai dari September hingga mei. Menurut klasifikasi
Oldmen, daerah ini termasuk beriklim tipe C1 yaitu jumlah bulan basah (>200
mm) adalah 4-5 bulan dan jumlah bulan kering (>100 mm) adalah 7-8 bulan.
(Pramono, 2002).
Gambar 1. Peta Tipe Iklim Di Kabupaten Tapanuli Selatan (lokasi penelitian
adalah bagian peta yang diarsir lebih tebal)
Universitas Sumatera Utara
Download