BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Kredit
2.1.1. Definisi Kredit
Menurut Supramono (2009:152), kata “kredit” berasal dari bahasa
Romawi yaitu Credere yang artinya “percaya” . Dengan kata lain kredit dapat
dikatakan sebagai kepercayaan yang diberikan oleh debitor (orang yang
meminjam uang) kepada kreditor (orang yang memberikan pinjaman uang)
untuk memberikan sejumlah pinjaman uang yang telah disepakati oleh
keduabelah pihak mengenai jumlah dan waktu pengembalian hutang pada
waktu yang telah ditentukan.
Menurut pasal 1 ayat 11 UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan UU RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan bahwa Kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2.1.2 Macam-macam Kredit
Dalam UU Perbankan hanya mengatur tentang lembaga yang
memberikan
kredit,
sehingga
pembentuk
undang-undang
kurang
memperhatikan tentang masalah kredit . Ketentuan yang menyangkut kredit
hanya satu pasal diatur pada pasal 8 UU Perbankan. Oleh karena itu dalam
undang-undang tersebut tidak dijumpai tentang macam-macam kredit.
Meskipun demikian dalam praktik perbankan kredit-kredit yang
10
pernah diberikan kepada nasabahnya Menurut Aman dalam Supramono
(2009:154) dapat dilihat dari beberapa segi antara lain dari segi jangka waktu
, kegunaan, pemakaian dan sektor yang dibiayai.
1. Segi Jangka Waktu
a. Kredit Jangka Pendek
Yang disebut kredit Jangka pendek adalah kredit yang memiliki
jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun.
Kredit ini dapat digunakan untuk keperluan modal kerja.
b. Kredit Jangka Menengah
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu antara satu
tahun sampai tiga tahun.
c. Kredit Jangka Panjang
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu di atas tiga
tahun atau lima tahun.
2. Segi Kegunaan
a. Kredit Modal Kerja
Merupakan kredit yang diberikan untuk kepentingan kelancaran
modal kerja nasabah. Kredit ini mempunyai sasaran untuk membiayai
biaya operasional usaha nasabah.
b. Kredit Investasi
Kata investasi dapat diartikan dengan penanaman modal . Dengan
mendasarkan pengertian tersebut , maka kredit investasi adalah kredit
yang diberikan bank kepada nasabah untuk kepentingan penanaman
modal yang bersifat ekspansi , modernisasi maupun rehabilitasi
perusahaan . Hal ini bertujuan untuk memajukan usaha nasabah .
11
c. Kredit Profesi
Kredit profesi adalah kredit yang diberikan bank kepada nasabah
semata-mata untuk kepentingan profesi yang digelutinya .
3. Segi Pemakaian
a. Kredit Produktif
Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha, produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
b. Kredit Konsumtif
Kredit konsumtif adalah dana yang diberikan oleh bank yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga sehari-hari , digunakan
untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada
pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan.
c. Kredit Perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan
perdagangan dan untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini
diberikan kepada pemasok atau agen-agen perdagangan yang akan
membeli barang dalam jumlah tertentu.
4. Segi Sektor yang Dibiayai
a. Kredit Perdagangan
b. Kredit pemborongan
c. Kredit pertanian
d. Kredit peternakan
e. Kredit perhotelan
f. Kredit percetakan
g. Kredit pengangkutan
12
h. Kredit perindustrian
2.1.3 Prasyarat Kredit
Kredit diberikan oleh orang atau lembaga yang didasarkan atas unsurunsur :
a. Adanya dua pihak yaitu pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit
(nasabah) yang telah memiliki kesepakatan untuk melakukan hubungan
kerjasama yang saling menguntungkan.
b. Adanya rasa percaya diantara keduabelah pihak yang didasarkan atas
penilaian atau credit rating yang telah dilakukan sebelumnya.
c. Adanya persetujuan/perjanjian , berupa kesepakatan kedua belah pihak
untuk memenuhi kewajiban yang telah disepakati.
d. Penyerahan Barang, Jasa, atau Uang dari pemberi kredit kepada
penerima kredit.
e. Menyepakati waktu pengembalian pinjaman diantara kedua belah pihak
dalam pemenuhan kewajiban (pembayaran pinjaman).
f. Menentukan resiko yang dapat muncul pada kedua pihak dalam
pemenuhan janji yang telah disepakati , dapat berupa resiko gagal bayar
(risk of default), gagal usaha atau ketidakmanpuan bayar . Pada pihak
nasabah timbul resiko kegagalan komitmen , keamanan atau kecurangan
di pihak kreditor.
g. Adanya kompensasi , biasanya berupa bunga , provisi , admin fee atau
pinalty sebagai kompensasi kepada pemberi kredit . Bunga dapat dalam
bentuk modal (cost of capital), biaya umum (overhead), atau risk
premium .
13
2.1.4 Tujuan Kredit
Tujuan
pemberian
kredit
dapat
dibedakan
atas
kepentingan
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
a. Pemerintah
Bagi pemerintah pemberian kredit harus sesuai dengan kebijakan
moneter,
selektif,
dan
diarahkan
pada
sektor-sektor
yang
diprioritaskan dalam pembangunan.
b. Masyarakat
Bagi masyarakat pemberian kredit diutamakan bagi pemenuhan
kebutuhan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
c. Dunia usaha
Bagi
dunia
usaha,
pemberian
kredit
dimaksudkan
untuk
meningkatkan gairah pengusaha dalam kegiatan perekonomian
sehingga dapat mencapai tujuan dari usaha itu sendiri untuk mencapai
laba yang maksimal.
2.1.5 Fungsi Kredit
1.
Meningkatkan daya guna barang
Pemberian kredit dapat meningkatkan daya guna barang dengan
cara:
a. Pengolahan bahan baku menjadi barang siap pakai oleh para
pengusaha sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari barang itu
sendiri dengan cara melakukan pinjaman uang sebagai modal awal .
b. Pemberian kredit penjualan barang siap pakai yang telah masuk
ke pasar. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat membeli
barang tersebut dengan biaya yang lebih terjangkau .
14
2. Meningkatkan daya guna uang
Daya guna uang itu sendiri dapat ditingkatkan apabila kita dapat
mengelolanya dengan baik yaitu dengan cara orang yang memiliki
kelebihan modal/uang memberikan pinjaman kepada orang yang
sedang membutuhkan modal/uang melalui lembaga keuangan .
3. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Peredaran dan lalu lintas uang dapat terlaksana jika uang yang
hendak dipinjamkan kepada kreditor disalurkan melalui rekening
giro bank karena rekening giro dapat menimbulkan uang giral.
4. Menstabilkan moneter
Stabilitas keadaan moneter dapat terlaksana apabila pemberian
kredit dilakukan secara selektif , terarah , dan berdasarkan
prioritas sehingga tingkat jumlah uang yang beredar sesuai
dengan peraturan pemerintah dan rasio kas lembaga keuangan
bank /non bank yang telah ditentukan.
5. Meningkatkan kegairahan berusaha
Perusahaan yang memperoleh manfaat kredit dari lembaga
keuangan bank/non bank dapat meningkatkan usahanya dan
meningkatkan produktivitas, dan akhirnya meningkatkan laba.
6. Meratakan pendapatan
Meratakan pendapatan dapat dilakukan dengan cara melakukan
perluasan terhadap proyek-proyek baru yang didukung oleh
peminjaman modal secara kredit. Maka proyek-proyek baru
tersebut akan membutuhkan tenaga kerja yang secara tidak
langsung artinya memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
15
lainnya . Disamping itu , bagi para nasabah yang menabungkan
uangnya pada lembaga keuangan bank akan memperoleh
keuantungan beruba bunga atas tabungannya tersebut .
7. Memperluas hubungan internasional
Bagi negara maju yang telah memiliki kestabilan ekonomi dan
keuangan dapat memberikan bantuan kepada negara berkembang.
Di sisi lain bagi para pengusaha dari negara maju dapat
melakukan ekspansi dengan membuka pabrik/lapangan pekerjaan
pada negara berkembang.
2.1.6
Syarat-syarat pemberian kredit
Menurut Supramono (2009:158) , pemberian kredit kepada orang atau
perusahaan yang memerlukan harus mempertimbangkan hal-hal yang
dikenal dengan istilah 5C, yakni :
1.
Character (Karakter)
Karakter merupakan tinjauan dari sifat pemohon kredit . Dengan
mengetahui karakter dari pemohon kredit diharapkan debitor dapat
memberikan kepercayaan calon kreditor yang dapat dipercaya dan
memiliki itikad baik untuk mengembalikan sejumlah pinjaman yang
diberikan sesuai perjanjian yang disepakati keduabelah pihak .
2. Capacity (Kemampuan)
Kemampuan atau capacity yaitu pengukuran debitor terhadap calon
kreditor atas kemampuannya dalam mengembalikan sejumlah pinjaman
yang telah disepakati dengan tepat waktu . Hal ini dapat ditinjau dari
usaha yang digeluti oleh calon kreditor untuk diberikan penilaian atas
16
kemampuan bayar dari laba yang dihasilkan usahanya ataupun dari
jumlah tabungan yang dimilikinya .
3. Capital (Modal)
Modal merupakan sejumlah uang/fasilitas yang dimiliki calon kreditor.
Modal tersebut berasal dari pinjaman lembaga bank/non bank untuk
mendorong kinerja perusahaannya . Maka dari itu fungsi dari kredit itu
sendiri untuk meningkatkan usaha dari kreditor .
4. Collateral (Jaminan)
Jaminan (collateral) adalah harta tetap /surat-surat berharga yang dimiliki
sebelumnya oleh calon kreditor yang akan dijadikan jaminan atas
sejumlah pinjaman yang akan dipinjam dari lembaga keuangan bank . Hal
ini merupakan penjamin apabila kreditor mengalami gagal bayar maka
harta yang telah dijaminkan akan disita oleh pihak pemberi kredit .
5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Kondisi ekonomi merupakan peramalan atas keadaan masa depan yang
akan terjadi . Semua pihak mengharapkan gambaran dimasa depan adalah
cerah sehingga keduabelah pihak antara kreditor dan debitor sama-sama
diuntungkan dengan adanya perjanjian yang telah disepakati . Kondisi
ekonomi juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi , sosial , politik ,
kebijakan pemerintah , keadaan ekonomi dunia , bencana alam , perang ,
dll .
2.1.7 Kebaikan dan Keburukan Kredit
1. Kebaikan kredit
17
a. Meningkatkan produktivitas dari modal atau uang itu sendiri . Pemilik
modal dapat meningkatkan produktivitas modal dengan
meminjamkan uangnya kepada pengusaha yang memerlukannya
sehingga meningkatkan kegiatan perekonomian.
b. Memperlancar tukar-menukar sebagai alat pembayaran . Dengan
kredit kita dapat menggunakan berbagai kemudahan dalam
bertransaksi , baik dengan menggunakan kartu kredit atau
menggunakan uang giral seperti giro .
c. Meningkatkan peredaran barang yaitu dengan adanya kredit dapat
meringankan pembayaran yang dilakukan secara angsuran untuk
barang yang dibutuhkan oleh masyarakat . Sehingga banyak
kebutuhan yang harus dipenuhi secara bersamaan dapat terpenuhi
karena keringan pembayaran dengan sistem angsuran .
2.
Keburukan kredit
a. Hidup konsumtif yaitu membelanjakan barang-barang yang
diingininya tanpa melihat kebutuhannya , sehingga banyak uang yang
dikeluarkan tiap bulannya hanya untuk membayar angsuran dari
berbagai barang . Pola pikir terhadap keterjangkauan setiap barang
akibat dari pembelian kredit membuat masyarakat menjadi sangat
berdaya beli tinggi namun kemampuan bayar yang rendah .
b. Bertambahnya jumlah uang yang beredar yang dapat menyebabkan
inflasi. Sehingga saking tingginya jumlah uang yang beredar di
masyarakat mengakibatkan harga-harga menjadi naik sementara nilai
uang tersebut turun.
18
c. Spekulasi yaitu dengan mengharapkan untung yang besar pengusaha
membeli atau memperbesar usaha dengan cara meminjam. Akibat
buruk akan terjadi bila perusahaan ternyata mengalami kerugian
karena perusahaan tidak mampu lagi melunasi segala kewajibannya.
2.2. Risiko
2.2.1. Definisi Risiko
Ada banyak definisi tentang risiko (risk). Risiko adalah peristiwa
yang harus dihadapi setiap pengambilan keputusan . Risiko merupakan suatu
dugaan atas kemungkinan buruk yang akan terjadi apabila terjadi kegagalan
dalam mengambil keputusan yang tepat atau tidak terjadinya sesuatu yang
diharapkan.
Menurut Trieschmann,Hoyt,&Sommer (2009:4) menjelaskan risiko
adalah keadaaan yang tidak pasti dimasa depan . Keadaan itu dapat
menyebabkan kerugian ataupun tidak mengalami rugi dan juga tidak
mengalami keuntungan (stagnan) . Pandangan mengenai peramalan masa
depan sangat mempengaruhi strategi yang digunakan perusahaan agar
berguna bagi kepentingan perusahaan dimasa yang akan datang .
Menurut Djohanputro (2008,p31), risiko adalah ketidakpastian yang
telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya . Namun banyak orang juga
mengartikannya sebagai ketidakpastian yang dapat dikuantitaskan sehingga
menyebabkan kerugian .
19
2.2.2.Klasifikasi Risiko
Menurut Trieschmann,Hoyt,&Sommer (2009:4), klasifikasi resiko
perusahaan di atas dapat digambarkan dalam suatu skema sebagai berikut :
RISK
SPECULATIVE
PURE
STATIC
DYNAMIC
STATIC
S
S
S
O
O
O
DYNAMIC
S
O
Keterangan :
S : Subjective
O : Objective
Gambar 2.1 Klasifikasi Risiko menurut Trieschmann,Hoyt,&Sommer 2009
Risiko dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Pure (Risiko Murni)
Risiko murni adalah risiko yang dihadapi perusahaan dan dipastikan
hanya terdapat satu kemungkinan yaitu mengalami kerugian.
20
b. Speculative (Risiko Spekulatif)
Risiko spekulatif adalah risiko yang dihadapi perusahaan namun
dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu perusahaan dapat mengalami
keuntungan atau kerugian.
b. Static (statik)
Risiko Statik adalah risiko yang timbul karena tidak disebabkan oleh
adanya perubahan dan perkembangan lingkungan sosial , seperti
risiko hari tua , risiko kematian dan sebagainya . Risiko yang akan
terjadi seiring dengan waktu berjalan .
c. Dinamic (dinamis)
Risiko dinamis adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan
kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi , ilmu
teknologi , seperti risiko keuangan .
Pada dasarnya, risiko merupakan ketidakpastian akibat dari
keputusan kondisi saat ini . Karena keputusan dalam perusahaan dibuat oleh
semua lapisan manajemen , bahkan oleh semua karyawan sesuai dengan
wewenang masing-masing , risiko bisa muncul di seluruh lapisan manajemen
dan dalam beragam bentuk.
Keragaman tersebut menyebabnya sulitnya mengidentifikasi seluruh
risiko dalam suatu perusahaan, apalagi mengklasifikasikannya.
21
Menurut Djohanputro (2008:61) , risiko dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Klasifikasi Risiko menurut Djohanputro (2008)
2.3. Risiko Kredit
2.3.1. Definisi Risiko Kredit
Menurut Djohanputro (2008:62), mendefinisikan risiko kredit sebagai
risiko dimana debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang
dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau turunnya
kualitas debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal
bayar semakin tinggi.
22
2.3.2. Dimensi Risiko Kredit
Suatu ukuran nilai dari risiko kredit terdiri dari faktor kuantitas
exposure kredit dan kualitas exposure kredit. Kuantitas exposure kredit
tercermin dari besarnya syatu pinjaman. Semakin besar pinjaman maka semakin
besar juga tingkat exposure kredit. Kualitas exposure kredit tercermin dari
kemungkinan gagal bayar oleh debitur atau pembeli secara kredit dan kualitas
dari jaminan yang diberikan oleh debitur atau pembeli kredit. Semakin rendah
kualitas jaminan maka semakin rendah kualitas kredit dan semakin tinggi risiko
kredit yang dihadapi .Menurut Djohanputro (2008:117) ukuran nilai suatu risiko
kredit tercermin dalam dimensi risiko yang dapat dilihat pada Gambar 2.3
.
Gambar 2.3 Dimensi risiko menurut Djohanputro (2008:117)
Kuantitas dan kualitas risiko kredit pada kerangka risiko kredit pada
Gambar 2.4 . Penyebab gagal bayar pada risiko kredit yaitu kebangkrutan
nasabah dan kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah. Apabila nasabah
berada pada ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi maka memiliki
potensi gagal bayar dan menurunkan peringkat nasabah. Penurunan peringkat
23
nasabah disebabkan penurunan kinerja nasabah. Kelemahan kontrak kredit
menyebabkan
pelanggaran
kontrak
kredit
dan
berpotensi
dalam
meningkatkan risiko kredit.
Gambar 2.4 . Kerangka Resiko Kredit
2.3.3. Bentuk dan Jenis Risiko Kredit
Menurut Djohanputro (2008:118), ada tiga jenis risiko dalam risiko
kredit yaitu :
1. Risiko Gagal Bayar
Ukuran risiko gagal bayar adalah probabilitas terjadinya gagal bayar pada
periode tertentu. Untuk mengukur probabilitas gagal bayar, perusahaan
dapat melakukan pemeringkatan (rating).
2. Risiko Exposure
Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit
yang menghadapi risiko gagal bayar. Bagi perbankan, kredit merupakan
komitmen dalam bentuk line of credit yang termasuk bagian dari
24
exposure. Bagi perusahaan perdagangan, besarnya transaksi secara kredit
merupakan besarnya eksposur.
Menurut
Djohanputro
(2008:120)
jenis-jenis
status
kredit
yang
berimplikasi terhadap besarnya exposure, yaitu :
a. Kesepakatan transaksi yang dapat dikembalikan (revocable)
Dimana perusahaan dapat membatalkan transaksi tanpa menunggu
kesepakatan dari konsumen. Perusahaan dalam hal ini mengidentifikasi
adanya risiko gagal bayar dari konsumen maka dilakukan pembatalan.
b. Kesepakatan bersifat irrevocable
Dimana perusahaan tidak dapat membatalkan kesepakatan secara sepihak
kecuali berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian.
Hal ini terjadi apabila konsumen sudah mentransfer pembayaran
sedangkan perusahaan belum menerima pembayaran tersebut.
d. Status terselesaikan (settled).
Hal ini terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke dalam rekening
perusahaan.
e. Status gagal (failed).
Hal ini terjadi pada saat ditetapkan, konsumen dinyatakan gagal bayar.
3. Risiko Recovery
Risiko recovery berkaitan dengan terjadinya gagal bayar dari konsumen.
Tingkat
recovery
adalah
sejauh
mana
perusahaan
dapat
tetap
mengupayakan agar nilai kredit dengan status gagal bayar tersebut dapat
diupayakan berapapun nilai nominal yang dapat diperoleh. Semakin kecil
kemungkinan perolehan dari kredit macet, semakin besar risiko recovery.
25
Semakin kecil risiko yang terkait dengan jaminan dan eksekusinya,
semakin kecil risiko recovery dan semakin besar tingkat recovery. Risiko
recovery dinyatakan dalam bentuk persentase kemungkinan recovery dari
kredit macet. Risiko-risiko yang merupakan bagian dari risiko recovery
yaitu :
a. Risiko jaminan
Risiko ini terkait dengan kejelasan status hukum jaminan, fluktuasi
nilai likuidasi jaminan dan kemudahan eksekusi.
b. Risiko jaminan pihak ketiga
Selain jaminan dalam bentuk asset, ada jaminan berupa kepercayaan.
Jaminan ini memiliki kegagalan eksekusi yang sangat tinggi.
c. Risiko hukum
Risiko ini berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan mengubah
kontrak dan status pinjaman untuk mengakomodasikan kepentingan
dan kemampuan perusahaan dan debitur. Perubahan kontrak berupa
reschedule pinjaman, pemotongan pinjaman, dan penukaran pinjaman
menjadi setoran modal (debt to equity swap). Kegagalan untuk
melakukan
renegosiasi
menyebabkan
tindakan
hukum
harus
ditempuh.
Perusahaan juga perlu menetapkan kebijakan mengenai diversifikasi
pinjaman . Diversifikasi pinjaman dapat dikaitkan dengan sistem pembatasan
, namun kebijakan diversifikasi itu sendiri dapat berupa :
a. Sebaran kredit berdasarkan perusahaan
b. Sebaran kredit berdasarkan industri berupa ketetapan mengenai
persentase pinjaman untuk industri tertentu
26
c. Sebaran berdasarkan ukuran perusahaan , ketetapan mengenai
persentase untuk masing-masing kelas ukuran perusahaan
d. Sebaran berdasarkan sektor ketetapan mengenai persentase pinjaman
untuk masing-masing sektor.
2.4. Manajemen Risiko
2.4.1. Definisi Manajemen Risiko
Menurut
Dorfman
pengembangan
pikiran
(2008:44),
terhadap
manajemen
perencanaan
risiko
untuk
adalah
menghadapi
kemungkinan terjadinya kerugian dimasa depan . Tujuan adanya program
manajemen risiko adalah untuk mencegah terjadinya kerugian dimasa depan
dan melindungi harta perusahaan itu sendiri .
Trieschmann,Hoyt,&Sommer (2009:57), manajemen risiko adalah
cara-cara
yang
digunakan
manajemen
untuk
menangani
berbagai
permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. Proses manajemen risiko
dimulai dengan mengidentifikasi, mengukur dan menangani risikorisiko yang
dihadapi perusahaan.
Menurut Djohanputro (2008:43), mendefinisikan manajemen risiko
korporat terintegrasi merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam
mengidentifikasi,
mengukur,
memetakan,
mengembangkan
alternatif
penanganan risiko dan dalam memonitor serta mengendalikan penanganan
risiko.
Secara lebih spesifik, Lam (2003:24) mendefinisikan manajemen
risiko
kredit
sebagai
proses
yang
berkenaan
dengan
identifikasi,
27
mengkuantifikasi, mengawasi, dan mengendalikan risiko kredit, transaksi
kredit dan tingkat portofolio kredit.
2.4.2. Siklus Manajemen Risiko
Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari
lima tahap sesuai dengan Gambar 5.
Gambar 2.5 Siklus Manajemen Risiko
Tahap 1. Identifikasi Risiko
Pada tahap ini, mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh
perusahaan. Langkah pertama dalam proses identifikasi risiko adalah dengan
melakukan analisis pihak berkepentigan (stakeholders).
Langkah kedua dapat menggunakan 7S dari McKenzie, yaitu shared value,
strategy, structure, staff, skills, system dan style.
Tahap 2. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu kuantitas risiko dan
kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai atau
eksposure yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan
kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi,
semakin tinggi pula risikonya.
28
Tahap 3. Pemetaan Risiko
Pemetaan risiko bertujuan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan
kepentingannya bagi perusahaan. Penetapan prioritas disebabkan karena
keterbatasan sumber daya untuk menghadapi semua risiko. Pemetaan
bertujuan untuk memilah-milah risiko yang mampu memberi kontribusi
positif dan risiko yang merusak nilai perusahaan bila dikelola.
Tahap 4. Model Pengelolaan Risiko
Model pengelolaan risiko yang dapat diterapkan perusahaan berupa
pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan modal risiko, dan struktur
organisasi pengelolaan.
Tahap 5. Monitor dan Pengendalian
Monitor dan pengendalian penting dilaksanakan karena :
1. Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko
berjalan sesuai dengan rencana.
2. Manajemen perlu memastikan model pengelolaan risiko cukup efektif,
artinya model yang diterapkan sesuai dan mencapai tujuan pengelolaan
risiko.
3. Risiko itu sendiri berkembang. Monitor dan pengendalian bertujuan untuk
memantau
perkembangan
terhadap
kecenderungan-kecenderungan
berubahnya profil risiko.
Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis pada
perubahan prioritas risiko.
Menurut Dorfman (2007), proses manajemen risiko yang menjadi tanggung
jawab manajer risiko sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi risiko dengan menggunakan alat seperti risk workshop,
scenario, dan risk assesment.
29
2.
Mengelompokkan risiko berdasarkan kategorinya.
3.
Mengukur risiko.
4.
Menilai dan mengukur pengendalian.
5.
Mitigasi
risiko
berupa
program
pengarah
untuk
menghilangkan,
mengurangi, menetapkan atau justru meningkatkan risiko yang ada.
6.
Memantau risiko dengan menetapkan frekuensi pemantauan berdasarkan
tinggi rendahnya risiko yang ada.
2.5.
Analisis Internal Risiko Kredit
Menurut Lam (2003:117), analisis internal risiko kredit atau model portofolio
kredit digunakan untuk mengukur risiko kredit dari exposure individual dan menghitung
besarnya kerugian yang dihadapi. Analisis internal risiko kredit terdiri dari beberapa
model, antara lain :
1. Financial Models, terdiri dari The RiskMetric Group’s dan KMV’s Portofolio
Manager yang mengacu pada analisis terhadap struktur modal. Analisis pada
model ini berdasarkan pada kemungkinan tingkat kegagalan debitur (peminjam)
yang ditinjau dari nilai asset. Model ini digunakan untuk menganalisis nilai
foreign currency swaps dan option pricing.
2. Econometric Model, yaitu McKinsey and Company’s CreditPortofolioView
yang mengukur tingkat kegagalan (default rate) untuk debitur individu atau
kelompok dengan memperhitungkan perilaku variabel makroekonomi.
3. Actuarial Model, yaitu CreditRisk+ Model. CreditRisk+ Model didasari
oleh pendekatan portofolio untuk membentuk pola risiko kegagalan kredit
dari informasi jumlah exposure dan kualitas kredit. Pengukuran CreditRisk+
Model menggunakan recovery rates, tingkat gagal bayar (default rates), dan
volatilitas gagal bayar (default rates volatilities).
30
Metode CreditRisk+ adalah model credit default risk yang berarti tidak
mengasumsikan penyebab
terjadinya gagal bayar (default). Metode
CreditRisk+ bersifat default model yang berarti semua portofolio exposure
menunjukkan risiko gagal bayar kredit konsumen. Metode CreditRisk+
diperkenalkan oleh Credit Suisse Group Boston pada Desember 1996. Model
ini bisa diterapkan untuk menghitung risiko kredit, dimana distribusi
kerugian dari portofolio kredit dicerminkan oleh frekuensi dari default kredit
(frequency of event) dan nilai dari kredit yang gagal (severity of loan losses).
2.6.
Lembaga Pembiayaan
Jenis usaha pembiayaan (multifinance) terdiri dari sewa guna usaha, modal
ventura, perdagangan surat berharga, anjak piutang, usaha kartu kredit dan
pembiayaan konsumen melalui SK Menteri Keuangan No.84/PMK.012/2006 Bab II
Pasal 2 tentang kegiatan usaha perusahaan pembiayaan. Menurut Keputusan Menteri
Keuangan No.84/PMK.012/2006 (2006), lembaga pembiayaan (multifinance) adalah
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan
yang termasuk dalam bidang usaha pembiayaan. (www.bapepam.go.id)
Menurut Triandaru & Budisantoso (2009:189) perusahaan pembiayaan
melakukan kegiatan yang meliputi :
a. Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)
untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
31
Finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna
usaha pada akhir masa konrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek
sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
Operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa guna
usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna.
Sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas
barang moda objek transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan
sewa guna usaha.
b. Modal Ventura
Perusahaan modal ventura (venture capital company) adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke
dalam suatu perusahaan pasangan usaha (investee company) untuk jangka
waktu tertentu. Penyertaan modal dalam setiap perusahaan pasangan
usaha bersifat sementara dan tidak dapat melebihi jangka waktu sepuluh
tahun.
c. Perdagangan Surat Berharga
Perusahaan perdagangan surat berharga (securities company) adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan surat berharga.
d. Anjak Piutang
Perusahaan anjak piutang (factoring company) adalah badan usaha yang
melakukan
kegiatan
pembiayaan
dalam
bentuk
pembelian
atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu
perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
e. Usaha Kartu Kredit
32
Perusahaan kartu kredit (credit card company) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit. Pemegang kartu kredit adalah nasabah yang
mendapat pembiayaan dari perusahaan kartu kredit
f. Pembiayaan Konsumen
Perusahaan pembiayaan konsumen (consumers finance company) adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran
angsuran atau berkala oleh konsumen.
Perusahaan pembiayaan dapat melakukan lebih dari satu kegiatan
pembiayaan. Perusahaan pembiayaan dapat berbentuk Perseroan Terbatas
(PT) atau koperasi. Perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan Surat
Sanggup Bayar (Promissory Note). Perusahaan pembiayaan hanya dapat
menerbitkan Surat Sanggup Bayar sebagai jaminan atas hutang kepada bank
yang menjadi krediturnya .
2.7
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai faktor penyebab dari kredit macet perusahaan
perbankan telah banyak dilakukan . Namun bagi perusahaan multifinance
sendiri masih jarang . Beberapa penelitian banyak ditemukan di Indonesia
dan negara lain sebagian besar mengenai penyebab terjadinya kredit macet
pada perbankan. Beberapa penelitian terdahulu ini digunakan sebagai sumber
dari penelitian ini ataupun sebagai bahan pendukung untuk melengkapi
penelitian ini.
Dalam Jurnal berjudul “Analysis of Factors Contributing to Bad
33
Debts In the city of Pontianak (Credit Assessment Kupeda At PT. Bank Main
Branch West Kalimantan)”,Oktarizka,Puja.(2012) membahas faktor-faktor
penyebab dari terjadinya kredit macet pada bank yang memberikan fasilitas
kredit kepada nasabah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menghasilkan
simpulan dari faktor penyebab dari kredit macet baik dari internal maupun
eksternal perusahaan.
34
Download