BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun karena penerapan deteksi dini mamografi, insiden kanker payudara di negara yang kurang berkembang tampaknya semakin meningkat. Di Indonesia, kanker payudara merupakan keganasan dengan insiden terbanyak kedua setelah kanker leher rahim dan terdapat kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tjindarbumi dan Mangunkusumo, 2002). Peningkatan angka insiden inipun terjadi di Bali. Sebelum tahun 2005 kanker payudara menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker leher rahim, namun sejak tahun 2005 sampai sekarang, berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologik, kanker payudara menempati urutan pertama kanker terbanyak pada wanita di Bali (Anonim, 2010). Skrining kanker payudara yang belum memasyarakat di Bali serta keterbatasan sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat menyebabkan sebagian besar kasus kanker payudara datang pada stadium lanjut dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Karsinoma payudara merupakan kanker yang berasal dari epitel kelenjar payudara. Diagnosis karsinoma payudara dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis, pencitraan, dan histopatologik. Selain memberikan diagnosis suatu malignansi atau tidak, pemeriksaan morfologi juga dapat memberikan berbagai informasi tentang parameter prognosis ataupun prediktif terapi. Sebagian besar kematian pada penderita kanker payudara disebabkan karena adanya metastasis, meskipun berbagai kemajuan telah dicapai dalam hal terapi pasien kanker payudara. Di Amerika Serikat, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat angka kasus baru karsinoma payudara pada wanita sebesar 226.870 kasus dengan angka kematian karena kanker pada pasien kanker payudara sebesar 39.510 kasus (Siegel et al., 2012). Berbagai faktor telah dikaitkan sebagai faktor prognosis, termasuk kemungkinan metastasis jauh dan relaps penyakit, mulai dari faktor klinis, patologik, sampai molekuler. Faktor-faktor tersebut diantaranya usia, status limfonodi, ukuran tumor, grade histologik, tipe histologik tumor, dan status reseptor hormon, invasi vaskuler, angiogenesis, ekspresi HER2, potret genetik menggunakan pemeriksaan microarray DNA (Tavassoli dan Eusebi, 2009). Status limfonodi aksila merupakan indikator prognostik adanya metastasis jauh yang terpenting. The 9th St Gallen International Breast Cancer Conference 2005 Expert Concensus mengajukan rekomendasi kategori risiko pada penderita karsinoma payudara. Status nodal merupakan kriteria terpenting untuk menentukan kategori risiko. Status nodal negatif merupakan kondisi utama untuk masuk dalam kategori risiko rendah. Keterlibatan 4 atau lebih limfonodi aksila mengindikasikan risiko tinggi. Namun, pasien dengan keterlibatan 1-3 limfonodi aksila memerlukan everekspresi HER2 yang kuat untuk bisa dimasukkan dalam kategori risiko tinggi, sementara pasien dengan keterlibatan 1-3 limfonodi aksila tanpa everekspresi HER2 dimasukkan dalam kategori risiko intermediate (Goldhirsch et al., 2005). The 13th St Gallen International Breast Cancer Conference 2013 Expert Concensus mengajukan rekomendasi tentang terapi lokal dan regional pada early breast cancer dan merekomendasikan prosedur pembedahan yang kurang ekstensif. Diseksi aksila tidak dikerjakan pada pasien dengan mikrometastasis pada sentinel node serta pasien dengan 1-2 sentinel node yang positif secara makroskopis yang akan menjalani breast conserving therapy dan terapi radiasi (Goldhirsch et al., 2013). Seiring dengan mulai banyak dilakukannya skrining kanker payudara dengan mamografi, maka ke depan akan semakin banyak ditemukannya kasus early breast cancer, dan operasi tanpa diseksi aksila akan semakin banyak dilakukan sehingga evaluasi status limfonodi aksila tidak bisa dilakukan. Diperlukan parameter-parameter baru yang berkorelasi dengan risiko metastasis pada karsinoma payudara, selain parameter-parameter prognostik lain yang sudah ada. Beberapa tahun terakhir pada karsinoma payudara mulai diteliti gambaran histopatologi baru yaitu tumor budding pada karsinoma payudara. Tumor budding merupakan suatu gambaran morfologi yang belakangan dimasukkan dalam gambaran morfologi tambahan yang harus dilaporkan pada hasil pemeriksaan histopatologik, khususnya pada karsinoma kolorektal (Lugli et al., 2012). Tumor budding didefinisikan sebagai sel kanker tunggal atau dalam kelompok kecil (1-5 sel) pada tepi invasi tumor. Grade tumor budding ditentukan dengan menghitung jumlah dari tumor budding pada bagian invasi terluar tumor. Tumor budding dengan derajat yang tinggi merefleksikan progresi malignan dan merupakan faktor prognosis untuk angka survival yang rendah (Masuda et al., 2012). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa derajat tumor budding dapat berperan sebagai faktor prognosis pada beberapa keganasan, diantaranya pada karsinoma kolorektal, karsinoma payudara, dan tumor epithelial lainnya (Kanazawa et al., 2008; Liang et al., 2013; Karamitopoulou et al., 2013; Teramoto et al., 2013). Penelitian Liang et al. (2013) menujukkan bahwa high grade tumor budding berhubungan dengan adanya invasi limfovaskuler, tumor yang berukuran lebih besar, dan luaran klinis yang jelek. Metastasis merupakan proses yang kompleks, mulai dari penetrasi sel ganas ke luar membran basal menuju stroma disekitarnya, angiogenesis, intravasasi sel ganas dan kemudian ikut dalam sirkulasi, ekstravasasi sel ganas, hingga akhirnya tumbuh menjadi massa tumor baru di tempat yang jauh dari tumor primernya. Pada saat awal invasi, sel kanker mengalami perubahan fenotif dari sel yang mempunyai bentuk epitelial menjadi sel yang berbentuk spindel, tersusun lebih longgar, dan lebih motil. Perubahan ini disebut epithelial - mesenchymal transition (EMT). Sementara di tempat implantasi yang baru, sel karsinoma akan kembali menjadi fenotif awalnya yaitu fenotif sel epitel. Perubahan ini disebut mesenchymal - epithelial transition (MET). Tumor budding dianggap berhubungan dengan proses invasi kanker dan metastasis dan dihipotesiskan merupakan representasi histologik dari EMT (Prall, 2007). Pada studi in vitro, EMT dapat dilihat melalui perubahan beberapa marka molekuler yang di antaranya E-cadherin dan MMP-9. E-cadherin adalah molekul adesi pada sel epitel yang bergantung kalsium yang diekspresikan pada adherens junctions. Pada peristiwa EMT, sel karsinoma yang memiliki molekul adesi E-cadherin, akan berubah menjadi sel dengan fenotif mesenkimal dan kehilangan ekspresi E-cadherin. Beberapa penelitian tentang E-cadherin pada kasus karsinoma payudara telah dilakukan. Salah satu penelitian yang menilai hubungan ekspresi E-cadherin dengan faktor prognosis yaitu penelitian oleh Younis et al. (2007). Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara ekspresi E-cadherin yang kuat dengan kasus dengan status limfonodi aksila negatif. Ekspresi E-cadherin yang hilang pada kanker payudara stadium lanjut mendukung pendapat bahwa hilangnya ekspresi E-cadherin merupakan marka agresivitas tumor. MMP-9 (matrix metalloproteinase-9) adalah endopeptidase yang bergantung seng dengan berat molekul 92 kDa yang meningkatkan degradasi kolagen tipe IV. Kolagen tipe IV merupakan komponen utama dari membran basal. Pada proses EMT terjadi peningkatan ekspresi MMP-9. Beberapa penelitian tentang ekspresi MMP-9 pada kanker payudara telah dilakukan. Penelitian oleh Wu, et al. (2014) menunjukkan bahwa MMP-9 yang terekspresi pada epitel dan limfonodi berhubungan positif dengan metastasis limfonodi. Penelitian yang lain oleh Yousef, et al. (2014) menunjukkan bahwa ekspresi MMP-9 pada sel kanker payudara meningkat jika dibandingkan dengan jaringan payudara normal. Terdapat korelasi positif antara level peningkatan ekspresi MMP-9 dengan peningkatan grade histologik tumor. Dan lebih jauh, ekspresi MMP-9 bervariasi antar subtipe molekuler kanker payudara, dan overekspresi MMP-9 merupakan petanda dari kanker payudara triple negative dan kanker payudara dengan HER2 positif. Terakhir, overekspresi MMP-9 berhubungan dengan insiden metastasis dan relaps. Pada penelitian ini meneliti hubungan high grade tumor budding dengan ekspresi E-cadherin dan MMP-9 untuk membuktikan teori bahwa tumor budding merupakan manifestasi histologik dari peristiwa EMT, serta menilai high grade tumor budding sebagai faktor risiko terjadinya metastasis pada karsinoma payudara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Apakah ada hubungan negatif antara grade tumor budding dengan ekspresi E-cadherin pada karsinoma payudara ? b. Apakah ada hubungan positif antara grade tumor budding dengan ekspresi MMP-9 pada karsinoma payudara ? c. Apakah karsinoma payudara dengan high grade tumor budding dengan risiko terjadinya metastasis yang lebih tinggi dibandingkan dengan karsinoma payudara dengan low grade tumor budding? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan umum Untuk membuktikan teori bahwa tumor budding merupakan manifestasi histologik dari peristiwa EMT yang ditandai dengan ekspresi E-cadherin yang rendah dan MMP-9 yang tinggi, serta menguji nilai dari gambaran morfologi tumor budding sebagai faktor prognosis pada karsinoma payudara. 1.3.2 Tujuan khusus a. Untuk menganalisis bahwa grade tumor budding berkorelasi negatif dengan ekspresi E-cadherin pada karsinoma payudara. b. Untuk menganalisis bahwa grade tumor budding berkorelasi positif dengan ekspresi MMP-9 pada karsinoma payudara. c. Untuk menganalisis bahwa karsinoma payudara dengan high grade tumor budding meningkatkan risiko terjadinya metastasis dibandingkan dengan karsinoma payudara dengan low grade tumor budding. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademik Memberikan informasi tentang hubungan antara penurunan ekspresi Ecadherin dan peningkatan ekspresi MMP-9 dengan high grade tumor budding pada karsinoma payudara, yang akan memperkuat teori tentang tumor budding merupakan manifestasi histologik dari EMT. 1.4.2 Manfaat praktis Sebagai dasar pengembangan pemeriksaan histopatologik karsinoma payudara, khusunya sebagai faktor prognostik baru prediktor metastasis pada karsinoma payudara selain faktor prognostik yang telah ada, yang selanjutnya akan menjadi dasar mengambil keputusan dalam manajemen pasien karsinoma payudara.