BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/lendir (Karyana dan Putra, 2011). Sedangkan menurut Kemenkes RI (2011) diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada bayi muda yang mendapat air susu ibu (ASI) digolongkan diare jika mengalami buang air besar dengan frekuensi lima sampai enam kali sehari dengan konsistensi tinja cair (Sinuhaji, 2007). 2.1.2 Epidemiologi Penelitian WHO mendapatkan bahwa episode diare pada bayi dan balita berkisar antara dua sampai delapan kali per tahun. Sekitar 15 – 20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare. Sebagian besar diare berlangsung antara dua sampai lima hari. Namun sekitar 5–2% berlangsung lebih dari lima hari bahkan dapat lebih dari dua minggu dan menjadi diare kronik. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2 %. 8 2 Berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global terdapat dua juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Pada tahun 2012 angka kematian karena diare mencapai 1,53% dari total kasus diare di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). 2.1.3 Etiologi Diare Kemenkes RI mengelompokkan penyebab diare secara klinis dalam enam golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorbsi, alergi terhadap makanan/minuman, keracunan, imunodefisiensi, dan keadaan psikologis (cemas, rasa takut). Penyebab yang paling sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Di negara berkembang seperti Indonesia, patogen penting penyebab diare akut pada anak antara lain rotavirus, escherichia coli, enterotoksigenik, shigella, campylobacter jejuni dan cryptosporidium. 2.1.4 Patogenesis Diare Bentuk yang paling umum dari diare adalah diare akut. Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat ringan hingga berat. Diare pada anak – anak biasanya disebabkan oleh infeksi. Ada dua prinsip patomekanisme terjadinya diare akut cair, yaitu : (1) sekretorik (2) osmotik. Infeksi usus dapat menyebabkan diare melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering terjadi dan keduanya dapat terjadi pada satu penderita. Diare sekretorik disebabkan sekresi air 3 dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili usus gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Diare osmotik disebabkan meningkatnya osmolaritas intra luminal, misalnya absorbsi larutan dalam lumen kolon yang buruk. Sebagai diare yang disebabkan Rotavirus akan menyebabkan gangguan pemecahan karbohidrat golongan disakarida karena kerusakan mikrovili. Adanya karbohidrat yang tidak dapat diabsorbsi, setelah mencapai usus besar akan difermentasi bakteri menjadi asam organik sehingga menyebabkan suasana hiperosmolar yang kemudian dapat mengakibatkan sekresi air ke dalam lumen usus. 2.1.5 Klasifikasi Diare Pembagian diare dapat didasarkan pada etiologi, mekanisme gangguan, derajat dehidrasi, dan juga menurut lamanya. Pembagian diare menurut mekanismenya meliputi diare akibat gangguan sekresi dan akibat gangguan osmotik. Diare berdasarkan waktunya meliputi diare akut dan diare kronik. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari sedangkan diare yang berlangsung lebih dari 14 hari disebut diare kronik. Istilah diare kronik biasanya dipakai untuk diare yang penyebabnya adalah non infeksi sedangkan diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan penyebab infeksi. 4 Berdasarkan derajat dehidrasi, diare dapat dibedakan menjadi diare tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi ringan, diare dengan dehidrasi sedang dan diare dengan dehidrasi berat. 2.1.6 Cara Penularan dan faktor resiko diare 1. Cara penularan diare Menurut Subagyo dan Santoso (2010), cara penularan diare melalui fekal oral yaitu melalui makanan (food) dan minuman (fluid) yang tercemar enteropatogen atau kontak langsung tangan (finger) dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja (feces) penderita atau tidak langsung melalui lalat (flies). 2. Faktor resiko diare Berdasarkan konsep segitiga epidemiologi, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit diklasifikasikan menjadi: a. Agen penyakit (etiologi): terdiri dari agen kimia, fisik dan biologis atau agen infeksius. b. Faktor pejamu (intrinsik): mempengaruhi pajanan, kerentanan dan respon terhadap penyakit terdiri atas faktor usia, status imunologi, tidak memberikan ASI eksklusif, status gizi, dan perilaku kesehatan. Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden tertinggi pada kelompok umur 6–11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Terdapat hubungan timbal balik antara status gizi dan kejadian diare, dimana kejadian diare meningkat pada anak dengan status gizi rendah, dan kejadian diare dapat memperparah penurunan status gizi. 5 Perilaku kesehatan individu berawal dari pengetahuan yang dimilikinya. Rendahnya tingkat pengetahuan orang tua diduga menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian diare. Menurut Khalili (dikutip dari Sulisnadewi, 2010) menjelaskan bahwa pendidikan orang tua adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan manjemen diare pada anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang tepat pada anak diare karena kurangnya pengetahuan dan kurangnya kemampuan menerima informasi. c. Faktor lingkungan (ektrinsik): mempengaruhi keberadaan agen, pajanan atau kerentanan terhadap agen. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, tidak memadainya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, serta sarana pembuangan limbah yang tidak memadai. 2.1.7 Penatalaksanaan Diare 1. Penatalaksanaan anak diare di rumah Penatalaksanaan anak diare di rumah mengacu pada program lima langkah tuntaskan diare. a. Memberikan oralit Penanganan utama pada penderita diare adalah memberikan cairan. Pemberian cairan yang kurang dari kebutuhan tubuh dan pengeluaran cairan yang terus menerus lewat feces akan mengakibatkan dehidrasi bahkan kematian. Oralit diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan mengganti cairan dan 6 elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Bila tidak tersedia dapat diberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur dan air matang.. Cara pembuatan larutan oralit adalah satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc). Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc larutan oralit setiap kali buang air besar. Anak lebih dari 1 tahun diberi 100200 cc larutan oralit setiap kali buang air besar. Apabila anak muntah, maka pemberian oraalit dihentikan selama kurang lebih sepuluh menit, kemudian lanjutkan pemberian dengan cara sedikit demi sedikit atau satu sendok makan setiap dua sampai tiga menit. Pemberian minuman yang terlalu manis dan minuman bersoda sebaiknya dihindari karena dapat memperparah terjadinya diare. b. Memberikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya.. Pemberian zinc dilakukan dengan cara melarutkan tablet zinc dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Zinc diberikan selama sepuluh hari berturut-turut dengan dosis balita umur < 6 bulan setengah tablet (10 mg)/hari sedangkan balita umur ≥ 6 bulan satu tablet (20 mg)/hari. 7 c. Meruskan pemberian ASI dan makanan ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia enam bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan berat badan. d. Memberikan antibiotik secara selektif Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik. Obat-obatan antidiare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali atas saran dokter. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. 8 e. Memberikan nasihat pada ibu/pengasuh Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang cara memberikan cairan maupun obat di rumah dan kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan yaitu apabila ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, tampak sangat haus, diare makin sering atau belum membaik dalam tiga hari. Ibu juga diberikan edukasi untuk mencegah terjadinya iritasi kulit di sekitar anus dengan cara mengamati tanda-tanda iritasi kulit setiap kali mengganti popok, membersihkan anus setiap kali buang air besar, menjaga anus tetap kering dengan menggunakan kain lembut dan mengganti kain atau popok bayi setiap buang air. Untuk memutus rantai penularan diare ajarkan ibu untuk melakukan cuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir pada saat setelah membersihkan kotoran anak, dan sebelum menyiapkan makanan atau minuman. 2. Penatalaksanaan anak diare di rumah sakit Pada dasarnya penatalaksanaan anak diare selama di rumah sakit sama dengan penatalaksanaan anak diare di rumah yaitu mengacu pada lima langkah tuntaskan diare. Peran ibu dibutuhkan untuk menunjang perawatan anak karena ibu menunggui anaknya selama di rawat di rumah sakit. Selain cairan diberikan lewat minuman, cairan melalui infus juga diberikan pada pasien diare untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan. Peran ibu dibutuhkan untuk ikut memantau aliran infus, dan melaporkan kepada petugas perawat jika infus tidak menetes, atau tetesan terlalu cepat. 9 3. Perawatan setelah pulang dari rumah sakit Menurut WHO (2005) adapun tujuan dari perencanaan pulang pasien yaitu : a. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan dan kemungkinan komplikasi dan pembatasan yang akan diberlakukan pada pasien di rumah b. Mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga untuk merawat kebutuhan pasien dan memberikan lingkungan yang aman untuk pasien dirumah c. Meyakinkan bahwa rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya dibuat dengan tepat Perawatan anak diare setelah pulang dari rumah sakit yaitu melanjutkan pemberian suplemen zinc sampai hari ke 14, melakukan kontrol ulang ke fasilitas pelayanan kesehatan, melanjutkan pemberian makanan dengan porsi lebih banyak dari biasanya sampai dua minggu setelah diare, serta melakukan upaya pencegahan terhadap penyebaran diare. 2.2.8 1. Pencegahan diare Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi : a. Memberikan ASI yang benar b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI yang benar c. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih 10 d. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar e. Buang air besar di jamban f. Membuang tinja bayi dengan benar 2. Memperbaiki daya tahan pejamu Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain: a. Memberi ASI paling tidak sampai usia dua tahun b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping asi dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak c. Memberikan imunisasi campak. 2.1.9 1. Komplikasi Diare Dehidrasi Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan yaitu: a. Dehidrasi ringan : Meningkatnya rasa haus, anak gelisah atau rewel, menurunnya elastisitas kulit, mulut dan lidah yang kering, air mata sedikit, mata yang cekung. b. Dehidrasi sedang : Gelisah dan rewel, mata cekung, air mata sangat sedikit, mulut dan lidah kering, rasa haus dan ingin minum banyak, turgor kulit kurang/buruk (kembali lambat). 11 c. Dehidrasi berat: tangan dan kaki yang dingin dan lembab, anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas, ketidakmampuan untuk minum, hilagnnya elastisitas kulit secara sepenuhnya, tidak ada air mata, lapisan lendir yang sangat kering pada mulut, pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni. 2. Kejang Kejang dapat terjadi pada anak yang mengalami dehidrasi atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut disebabkan oleh hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada anak dengan gizi buruk, hiperpireksia, hipernatremia atau hiponatremia. 3. Gangguan pada keseimbangan elektrolit Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik. Ketidakseimbangan elektrolit dapat berupa hipernatremia, hiponatremia, hyperkalemia dan hiponatremia. 2.2 Konsep Pengetahuan 2.2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: (1) tahu, (2) memahami, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis dan (6) evaluasi. 12 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), dan Nursalam & Pariani (2001) yaitu : 1. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima dan menyesuaikan hal-hal yang baru. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan (Nursalam & Pariani, 2001). Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip dari Nursalam dan Pariani (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah, adapun bentuk pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, dan magister yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Undang-undang nomer 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional). 13 2. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas. 3. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan dengan mengulang kembali pengetahuan dalam mengatasi masalah di masa lalu. Pengalaman ibu balita dengan kejadian diare mempengaruhi dalam penanganan diare selanjutnya. 4. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin dewasa semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuan pun akan bertambah (Nursalam, 2001). 2.2.3 Cara Mengukur Pengetahuan Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner, untuk menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden (Notoatmodjo, 2003). Pada dasarnya kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur. Salah satu bentuk kuesioner adalah 14 bentuk tertutup dengan multiple choice test. Adapun cara pemberian skor atau nilai yaitu skor sama dengan jumlah jawaban yang benar (Arikunto, 1999). Menurut Notoatmodjo (2003), indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Jika yang diukur pengetahuan tentang penyakit diare maka indikator yang digunakan meliputi pengertian diare, penyebab diare, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi yang berkaitan dengan penyakit tersebut. 2.2.4 Cara Mencari Pengetahuan Ada berbagai cara untuk mencari atau memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah yang dikelompokkan sebagai berikut : 1. Cara Tradisional Untuk memperoleh pengetahuan, cara kuno atau tradisional dipakai orang memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah untuk metode penemuan secara sistematik dan logis (Notoadmodjo, 2003). a. Cara Coba-Salah (trial and error) Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada seseorang yang menghadapi persoalan, maka upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Bahkan sekarang ini metode 15 coba-coba masih sering dipergunakan terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui cara memecahkan masalah (Notoatmodjo, 2003). b. Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi berikutnya. Dimana pengetahuan, diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, otoritas ilmu pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar maka diperlukan berpikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003). d. Melalui Jalan Pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi dan deduksi (Notoatmodjo, 2003). 2. Cara Modern Dalam Memperoleh Pengetahuan Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian. Cara ini mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau 16 kemasyarakatan kemudian hasil pengamatannya tersebut dikumpulkan dan diklarisifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2003). Sebagian masyarakat masih ada yang beranggapan bahwa penyakit diare banyak disebabkan karena bertambahnya kepandaian anak, salah makan, masuk angin. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan masyarakat yang disebabkan kurangnya mendapat informasi atau tidak mengetahui tentang penyebab terjadinya diare. 2.3 2.3.1 Pendidikan Kesehatan Definisi Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya lebih luas dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Promosi kesehatan meliputi pendidikan/penyuluhan kesehatan, dan di pihak lain pendidikan/penyuluhan kesehatan merupakan bagian penting dari promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana acara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit (Notoatmodjo, 2012). 17 2.3.2 Tujuan pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat dari perilaku yang tidak sehat menjadi sehat (WHO, 1992). Pada dasarnya pendidikan kesehatan merupakan proses belajar mengajar, proses penyampaian pengetahuan tentang kesehatan kepada sasaran, dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan akan terbentuk sikap dan perilaku kesehatan pada sasaran. Menurut Notoatmodjo (2012) tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk mencapai tiga hal, yaitu: 1. Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat 2. Peningkatan perilaku kesehatan masyarakat 3. Peningkatan status kesehatan masyarakat 2.3.3 Media pendidikan kesehatan 1. Definisi Media Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar (Kholid, 2012). Menurut Schramm (dalam Kholid, 2012), media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. 2. Fungsi Media Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif seperti adanya komputer dan internet. Media atau alat peraga dalam pendidikan kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa dan dicium, 18 untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi. Menurut Kholid (2012), fungsi media diantaranya adalah: a. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang promosi. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam promosi oleh para audience tentang suatu objek, melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada audience. b. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara audience dengan lingkungannya. c. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. d. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis. e. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru. f. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar. g. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkret sampai dengan abstrak. 3. Jenis media pendidikan Media atau alat bantu juga sering disebut alat peraga, yang disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Pada garis besarnya ada tiga macam alat bantu (alat peraga) atau media yaitu: a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses penerimaan pesan. 19 Alat ini ada dua bentuk yaitu yang diproyeksikan, contohnya slide, dan alat yang tidak diproyeksikan seperti gambar dan bagan. b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya radio, dan kepingan Compact Disc (CD). c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi, video cassete dan DVD. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA). d. Multi media, salah satu contohnya adalah media power point. Power point merupakan program aplikasi presentasi yang popular dan paling banyak digunakan saat ini untuk berbagai kepentingan presentasi, baik pembelajaran, presentasi produk, meeting, seminar dan lokakarya. Melalui media potensi siswa peserta didik dapat diakomodasi sehingga kadar hasil belajar akan meningkat. Salah satu media yang diunggulkan mampu meningkatkan hasil belajar ialah bersifat multimedia yaitu gabungan dari berbagai unsur media seperti teks, gambar, animasi dan video (Susilana, 2009). Kelebihan multimedia diantaranya : 1) Informasi/materi pengajaran melalui teks mudah diingat dengan baik jika disertai gambar. Sistem kognitif manusia terdiri dari dua subsistem yaitu visual dan dan verbal, jadi dengan adanya gambar dalam teks dapat meningkatkan memori oleh karena adanya dual coding dalam memori. 2) Bagian penting dari multimedia adalah animasi yang dapat digunakan untuk menarik perhatian peserta didik. Menurut penelitian, peserta didik yang 20 memliki latar belakang pendidikan rendah cenderung memerlukan bantuan salah satunya animasi untuk menangkap konsep materi yang disampaikan (Reiber, 1994 dalam Susilana 2009). Menurut penelitian para ahli, indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% pengetahuan manusia diperoleh melalui mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera yang lain. (Notoatmodjo, 2012). 4. Metode pendidikan kesehatan Metode atau teknik pendidikan kesehatan suatu kombinasi antara cara-cara atau metode dan alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan pendidikan kesehatan. Pada garis besarnya hanya ada dua metode dalam pendidikan kesehatan, yaitu: a. One way method Menitikberatkan pendidik yang aktif, sedangkan pihak sasaran tidak diberi kesempatan untk aktif. Yang termasuk metode ini adalah ceramah, siaran radio, pemutaran film, selebaran dan pameran. b. Two way method Pada metode ini terjadi terjadi komunikasi dua arah antara pendidik dan sasaran. Yang termasuk dalam metode ini adalah wawancara, demonstrasi, wawancara, simulasi, curah pendapat, bermain peran dan tanya jawab. 21 2.3.4 Peran perawat dalam pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang di dalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Suliha, 2002 dalam Sulisnadewi 2011). Peran perawat sebagai pendidik sangat strategis dilaksanakan pada saat pasien sedang di rumah sakit (DPP PPNI, 2005). Peran perawat yang dimaksud yaitu membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan, dan tindakan medik yang diterima sehingga klien dapat menerima langsung tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Dengan peran tersebut perawat mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan kesehatan adalah memberikan informasi yang diperlukan pasien, mengklarifikasi informasi dari dokter dan mungkin menjadi sumber utama dalam mengatasi masalah kesehatan (Kruger, 1991 dalam Potter&Perry, 2009). Menurut Hartini (2008), peran perawat dalam pendidikan kesehatan terhadap ibu yang anaknya menderita diare adalah: 1. Memberikan pengertian tentang diare dan tanda yang muncul pada diare. 2. Memberikan pengertian tentang tatalaksana perawatan diare dalam hal pemberian cairan rehidrasi, pemberian makanan dan rujukan yang harus segera dilakukan keluarga. 3. Pencegahan diare yaitu dengan upaya mencegah penyebaran kuman pathogen yang dapat disebarkan melalui jalan orofekal seperti air, makanan dan tangan yang tercemar.