9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai kompensasi dalam kaitannya dengan produktivitas karyawan yang kemudian menjadi referensi yang relevan dengan penelitian ini antara lain : 1. I.B. Denny Ary Djodhi Penelitian ini berjudul Pengaruh Kompensasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. X). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur berupa kuisioner yang item-item pertanyaan didasarkan pada beberapa referensi tentang pengukuran kompensasi dan produktivitas. Analisa dilakukan secara deskriptif untuk melihat gambaran kompensasi dan produktivitas, sedang untuk melihat pengaruh kompensasi terhadap produktivitas dilakukan dengan uji korelasi kanonik. Hasil dari analisa menunjukkan bahwa gambaran kompensasi yang dipandang kurang oleh karyawan PT. X adalah masalah kompensasi langsung. Untuk pengaruh kompensasi terhadap kinerja, hanya jenis kompensasi non-finansial yang berpengaruh positif terhadap kinerja pada level staff biasa. Namun pada level senior staff kompensasi tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Untuk kompensasi finansial dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap produktivitas baik di level staff maupun di level senior staff. 2. Yuniarti Tandi Rapang Penelitian ini berjudul Pengaruh Kompensasi Terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Petra Jaya Lestari (Menurut Persepsi Karyawan). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data studi literature dan penelitian langsung ke lapangan dengan cara melakukan wawancara dan peninjauan secara langsung terhadap aktivitas perusahaan. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kompensasi dengan produktivitas kerja , hal itu dilakukan 10 dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman, dengan pengujian hipotesis. Dimana penulis mengadakan penelitian terhadap alat yang dapat memotivasi karyawan dalam bekerja yaitu kompensasi dan pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. Berdasarkan hasil analisa data, diperoleh bahwa pelaksanaan kompensasi sudah berjalan dengan efektif, dilihat dari nilai ratarata yaitu sebesar 4.566 yang termasuk dalam kategori yang sangat baik. Untuk produktivitas kerja karyawan terlihat baik, dengan nilai rata-rata 4.702 termasuk dalam kategori sangat baik. Sedangkan besar pengaruh pelaksanaan kompensasi terhadap produktivitas kerja karyawan dilihat dari nilai koefisien korelasi rank spearman (rs) sebesar 0,71, artinya antara pelaksanaan kompensasi dengan produktivitas kerja karyawan memiliki hubungan yang cukup kuat. Kemudian diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 50,41% dan sisanya 49,59% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 2.2 Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Henry Simamora (2004 : 4) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah “pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengolahan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan”. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya manusia merupakan hal yang vital bagi perusahaan yang mana ketika sumber daya manusia ini dikelola dengan baik sehingga dapat diberdayakan secara maksimal akan mampu menunjang efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Sedangkan Gary Dessler (2003 : 5) mengemukakan bahwa “Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian”. Adapun Schuler, et al. seperti yang dikutip dalam Edy Sutrisno (2009 : 6) mengartikan manajemen sumber daya manusia sebagai : Pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya 11 manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi serta kegiatan untuk memastikan bahwa Sumber Daya Manusia tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi, dan masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia menitik beratkan pada bagaimana mengelola karyawan sebagai aset utama perusahaan karena keberhasilan perusahaan tergantung dari kinerja efektif dari karyawan itu sendiri. Manajemen sumber daya manusia dapat disimpulkan sebagai pengelolaan organisasional yang meliputi praktik dan kebijakan baik secara individual maupun kolektif terhadap aset manusia sehingga memberikan kontribusi optimal dalam mencapai tujuan organisasi. 2.2.2 Metode Pendekatan MSDM Malayu S.P. Hasibuan (2006 : 16) mengemukakan bahwa dalam mempelajari MSDM ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Pendekatan Mekanis Mekanisasi merupakan proses penggantian peranan tenaga kerja manusia dengan mesin untuk menjalankan pekerjaan. Pendekatan mekanis ini menitikberatkan analisisnya kepada spesialisasi, efektivitas, standardisasi, dan memperlakukan karyawan sama halnya dengan mesin. Keuntungan spesialisasi ini, pekerja semakin terampil dan efektivitas semakin besar. Kelemahannya, pekerjaan membosankan karyawan, mematikan kreativitas, dan kebanggaan karyawan atas pekerjaannya akan semakin berkurang. Standardisasi diterapkan cukup mendalam sehingga terjadi pemindahan pekerjaan dari manusia kepada mesin antar komponen yang satu dengan komponen yang lainnya dapat saling dipertukarkan serta spesialisasi mesin- mesin, peralatan, tata letak, dan pabrik padahal karyawan itu mempunyai pikiran, perasaan, cita-cita, harga diri, dan sebagainya. 12 2. Pendekatan Paternalis Pada pendekatan paternalis, manajer dalam mengarahkan bawahannya bertindak seperti bapak terhadap anaknya. Para bawahan diperlakukan dengan baik, fasilitas-fasilitas diberikan, dan bawahan dianggap anak- anaknya. Pendekatan ini menyebabkan karyawan menjadi manja, malas sehingga produktivitas menjadi menurun. Kondisi yang memberikan kebebasan terhadap karyawan akan berdampak negatif bagi perusahaan apabila tidak ada harmonisasi yang terjalin antara atasan dan bawahan. Dari kondisi tersebut, pendekatan sistem sosial hadir guna memberikan penjelasan mengenai cara untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada dalam perusahaan. 3. Pendekatan Sistem Sosial Pendekatan sistem sosial ini memandang bahwa perusahaan adalah suatu sistem yang kompleks yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks. Manajer menyadari dan mengakui bahwa tujuan organisasi/ perusahaan akan tercapai jika tercipta lingkungan yang harmonis yang akan melahirkan kerjasama yang baik antara pihak atasan dan pihak bawahan dalam suatu organisasi. Pemikiran ini didasari oleh adanya saling ketergantungan, interaksi, dan keterkaitan antara sesama karyawan. Setiap sistem senantiasa berkaitan, baik dengan sebuah sistem yang lebih luas dan lebih tinggi tingkatannya, maupun dengan subsistem sendiri yang mewakili integrasi berbagai sistem dari berbagai tingkatan yang lebih rendah. Perusahaan akan tumbuh dan berkembang jika sistem sosial terintegrasi dalam satu sistem yang harmonis serta berinteraksi dengan baik. Pendekatan sistem sosial ini hendaknya menekankan kepada kesadaran atau tugas dan tanggung jawab setiap individu maupun kelompok yang didasari oleh sebuah pemahaman bersama dari sebuah sistem nilai sehingga kinerja karyawan lebih optimal. 13 2.2.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Setelah melihat uraian tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, terlihat bahwa MSDM memiliki tiga aspek utama. Husein Umar (2005 : 45) mengemukakan hal tersebut meliputi : 1. Fungsi Manajerial dari Manajemen Sumber Daya Manusia 2. Fungsi Operasional dari Manajemen Sumber Daya Manusia 3. Peranan dan kedudukan Manajemen Sumber Daya manusia Berikut pengertian dan cakupan fungsi-fungsi tersebut : 1. Fungsi Manajerial dari Manajemen Sumber daya Manusia Fungsi Manajerial adalah fungsi yang mempunyai kepemimpinan terhadap sumber daya manusia lain. Dalam wewenang hal ini direktur, kepala bagian, atau supervisor adalah orang-orang yang mempunyai posisi manajerial yang menjalankan fungsi-fungsi dari manajemen yang merupakan suatu proses kegiatan yang didalamnya terdiri atas proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap karyawan pada suatu perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Kelima fungsi ini merupakan suatu sistem yang saling terkait dan berlangsung secara terus- menerus. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Perencanaan yaitu usaha untuk memikirkan dan menetapkan sebelumnya tentang apa yang akan ditempatkan guna mengurus suatu hasil yang diinginkan. Jadi, jelaslah di sini bahwa betapa besarnya peranan perencanaan dalam manajemen. Lebih jauh lagi, Manajemen Sumber Daya Manusia akan membantu pencapaian tujuan organisasi karena dengan adanya perencanaan sumber daya manusia akan melancarkan aktivitas perusahaan secara efektif dan efisien. b. Pengorganisasian yaitu rangkaian usaha pengelompokan kegiatan- kegiatan yang diwadahkan dalam unit kerja untuk melaksanakan rencana dan menetapkan hubungan antar unit kerja secara horisontal dan vertikal. 14 Perlu diingat bahwa dalam fungsi ini, orang-orang ditempatkan dalam setiap unit tertentu adalah mereka yang mempunyai kemampuan pada bidang tersebut agar tugas yang diberikan dapat tercapai seperti perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. c. Penyusunan adalah fungsi manajemen berupa penyusunan sumber daya manusia pada suatu organisasi, dimulai dari perekrutan tenaga kerja, pengembangan sampai pada usaha agar setiap karyawan dapat memberi daya guna maksimal bagi organisasi. Jadi, fungsi penyusunan ini adalah suatu usaha untuk mengisi, memilih, dan menyusun sumber daya manusia dalam struktur yang telah dibentuk pada tahap pengorganisasian. d. Pengarahan yaitu fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberikan bimbingan, saran, perintah, dan pengarahan kepada sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya masing-masing agar tugas yang diberikan dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. e. Pengawasan yaitu rangkaian usaha pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan organisasi untuk menjamin agar setiap pekerjaan berlangsung sesuai dengan rencanan, dalam arti jika terjadi penyimpangan segera diambil langkah-langkah konkret. Berdasarkan langkah-langkah tersebut, pihak manajemen dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan melalui penggunaan sumber daya manusia yang dimiliki yang saling bekerja sama dan berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hal ini membuktikan bahwa manajemen tidak akan terlaksana tanpa adanya sumber daya manusia. 2. Fungsi Operasional dari Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi Operasional adalah fungsi yang tidak memiliki wewenang perintah melainkan hanya menerima tugas dan menjalankan dibawah 15 pengawasan fungsi manajerial. Fungsi-fungsi tersebut masing-masing telah dijelaskan, selanjutnya akan diuraikan tentang fungsi kedua dari Manajemen Sumber Daya Manusia tersebut. Fungsi operasional meliputi: a. Fungsi Pengadaan (Procurement) yaitu fungsi untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Yang terpenting di sini adalah kualitas sumber daya manusia yang diterima sesuai dengan kebutuhan akan tugas yang hendak dilaksanakan. b. Fungsi Pengembangan (Development Function) adalah suatu fungsi yang berusaha untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang sudah diterima. Hal ini perlu diperhatikan mengingat tidak semua sumber daya manusia yang diterima oleh perusahaan, sekaligus terampil untuk menyelesaikan tugas serta memiliki disiplin kerja sebagaimana yang diharapkan. Perubahan teknologi dan lingkungan organisasi merupakan aspek penting yang menuntut manajer agar mengembangkan kemampuannya secara terusmenerus, khususnya dalam bidang manajemen. c. Pemberian Balas Jasa (Compensation Function) adalah usaha untuk menghargai usaha karyawan terutama secara nyata menunjukkan hasil keringat yang baik berdasarkan penilaian yang objektif. Pemberian balas jasa yang tidak adil atau tidak merata akan menyebabkan rendahnya motivasi bagi karyawan yang pada akhirnya menyebabkan turunnya kinerja disebabkan mereka kurang diperlakukan secara adil oleh pimpinan sehingga menjadi malas dan tidak rela menyumbangkan segala potensi yang dimilikinya secara maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi. d. Fungsi Integrasi (Integration Function) adalah usaha untuk menyelaraskan antara tujuan perusahaan dengan tujuan individu maupun kelompok yang ada dalam organisasi. Pentingnya fungsi ini mengingat motivasi setiap individu untuk bergabung dalam perusahaan dengan tujuan individu atau kelompok yang ada dalam suatu perusahaan bervariasi sehingga perlu untuk diselaraskan. Bila dijalankan dengan baik, fungsi ini dapat 16 meningkatkan semangat kerja dan kinerja karyawan. e. Fungsi Pemeliharaan (Maintenance Function), yaitu usaha untuk sedapat mungkin memperbaiki kondisi-kondisi kerja sehubungan dengan kelima fungsi operasional dalam Manajemen Suber Daya Manusia. f. Fungsi Separasi (Separation Function) merupakan fungsi operasional Manajemen Sumber Daya Manusia yang terakhir. Jika fungsi pertama adalah pengadaan pekerja, fungsi ini adalah sebaliknya yaitu menyangkut pada fungsi pemberhentian atau memberi pensiun kepada pekerja yang sudah ada demi mempertahankan kinerja perusahaan. Berkaitan dengan uraian di atas, baik fungsi manajerial maupun fungsi operasional menunjukkan bahwa keduanya merupakan suatu sistem yang tidak dapat terpisahkan. Kedua sistem ini harus dapat dijalankan dan dikembangkan secara selaras agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. 3. Peranan dan kedudukan Manajemen Sumber Daya Manusia Hingga saat ini belum ada perusahaan yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya tanpa memerlukan sumber daya manusia. Terdapat kecenderungan bahwa semakin besar suatu perusahaan, semakin besar pula kebutuhan sumber daya manusianya. Hal ini dapat kita lihat dalam praktik dunia bisnis. Walaupun suatu perusahaan sudah menggunakan mesin yang berteknologi tinggi, modern, serta otomatis, perusahaan tetap saja membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah yang harus memadai. Sumber daya manusia yang terampil hanya akan didapatkan jika perusahaan mau bertanggung jawab untuk mengembangkan para pekerjanya dengan melaksanakan aktivitas yang mendukung peningkatan kompetensi karyawan. 17 2.3 Kompensasi 2.3.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi adalah pemberian imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan atau pensiun (Effendi, Syahrial, Khoirulsyah, 2009). Sedangkan Simamora (2002:78) mengartikan kompensasi adalah pembayaran-pembayaran dan jasajasa yang melindungi dan melengkapi gaji pokok. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian tunjangan yang disesuaikan dengan topik bahasan ini adalah tambahan pendapatan di luar gaji sebagai bantuan atau sokongan. Pada dasarnya terdapat dua cara untuk membuat pembayaran keuangan kepada karyawan, yaitu pembayaran langsung dan pembayaran tidak langsung. Pembayaran langsung adalah pembayaran dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi dan bonus. Sedangkan pembayaran tidak langsung adalah pembayaran dalam bentuk tunjangan-tunjangan keuangan seperti asuransi. Hariandja adalah jenis (2002) kompensasi menyatakan lain bahwa dimana kompensasi hampir semua remunerasi organisasi memberikannya yang sangat luas dan penting, termasuk juga peningkatan kesejahteraan yang pemberiannya tidak didasari pada kinerja pegawai tetapi didasarkan pada keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai seorang manusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan kehidupannya secara normal dan dapat bekerja lebih baik, seperti rasa aman dari kemungkinan terjadinya risiko diberlakukannya pemutusan hubungan kerja, mengalami gangguan kesehatan, kebutuhan untuk beristirahat dari pekerjaan, kebutuhan untuk berinteraksi secara akrab dengan orang lain, dan lain-lain. Siagian (2005:92) menyatakan tujuan dari pemberian kompensasi adalah ikatan kerjasama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, pengaruh serikat buruh, dan kebutuhan sosial. Kebijakan remunerasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi 18 birokrasi. Hal ini dilatarbelakangi kesadaran bahwa dalam mewujudkan clean and good government tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai. Dalam hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan hidup para pegawai, suatu organisasi harus secara efektif memberikan kompensasi sesuai dengan beban kerja yang diterima pegawai. Kompensasi merupakan salah satu faktor baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai. Karena itu semestinya pemberian kompensasi kepada pegawai perlu mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen perusahaan agar motivasi para pegawai dapat dipertahankan dan kinerja pegawai diharapkan akan terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai variabel yang berpengaruh terhadap kompensasi dan kinerja pegawai. Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan pegawai sedangkan kompensasi itu sendiri adalah merupakan salah satu faktor untuk mendorong pegawai agar memiliki kinerja yang tinggi. Sedangkan indikator kompensasi menurut Cascio dalam Simamora (2002:78) adalah honorarium, tunjangan, bonus dan imbalan. Kompensasi merupakan salah satu faktor baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi dan kinerja pegawai. Karena itu semestinya pemberian kompensasi kepada pegawai perlu mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen perusahaan agar motivasi para pegawai dapat dipertahankan dan kinerja karyawan diharapkan akan terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diadakan penelitian mengenai variabel yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan pegawai sedangkan kompensasi itu sendiri adalah 19 merupakan salah satu faktor untuk mendorong pegawai agar memiliki kinerja yang tinggi. Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2001: 147), yang mengatakan: "compensation, at the end of the motivation cycle is the incentives defined as anything that will alleviate a need and reduce a drive, thus attaining an incective will tend to restore physiological and psychological balance and will reduce or cut off the drive. Eating food, obtainig friends willtend to restore drinking water, and the balance and reduce the corresponding drivers, food, water, and friends are the compensation in these examples" Yang berarti: Kompensasi, pada bagian akhir dari lingkaran motivasi adalah insentif yang didefinisikan sebagai apapun yang dapat meringankan pemenuhan kebutuhan dan mengurangi gerakan maka dengan merealisasikan insentif akan cenderung mengembalikan/atau memulihkan aspek psikologi dan keseimbangan psikologi itu sendiri akan mengurangi dan memisahkan. Mengkonsumsi makanan, meminum minuman/air mineral dan mendapatkan teman baru juga akan cenderung mengembalikan keseimbangan dan jika mengurangi hal tersebut, dapat juga disebut insentif. Kompensasi menurut Jones: bases pay on production (i.e., printers delwered or revenue targets achieved) heal insurance and social security : - Pokok yang harus dibayarkan pada suatu produksi para pegawai atau untuk target pendapatan. - Pemasukan untuk Federal dan negara seperti asuransi kesehatan dan keamanan sosial. Tidak semua pegawai berkehendak untuk dipisahkan dalam waktu yang panjang dari keluarga, teman-temannya dan sistem yang menunjang kesenangan di rumah. Begitu pula, dorongan bergerak untuk kewajibankewajiban asing yang teratur dikurangi hal-hal ini meliputi pula pembayaran 20 pelayanan, terhadap perumahan, mobil, supir dan perangsang lainnya. Davis dan Newston (2000:135-134) mengemukakan bahwa kompensasi mengingatkan antara prestasi individu, kelompok atau organisasi yaitu dapat meliputi: upah potongan, komisi, bonus, bagi laba dan bagi produksi. Sedangkan Siagian (2005:265) mengemukakan digolongkan kedalam: (1) Sistem bahwa kompensasi sistem pada kompensasi tingkat individu (Piecework, bonus, komisi, kurva kematangan, dan kompensasi bagi para eksekutif), (2) Sistem kompensasi pada kelompok (kompensasi produksi , bagian keuntungan, dan pengurangan biaya). Selanjutnya Robbins (2003:246) mengemukakan kompensasi yang mengandung pengertian yang sama dengan upah variabel yaitu suatu bagian dari didasarkan pada suatu ukuran upah seseorang karyawan yang kinerja individual atau organisasi. Upah variabel tersebut terdiri dari upah berdasarkan potongan, bonus, berbagai laba dan berbagai hasil. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem kompensasi adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai atas dasar prestasi kerjanya. Sistem kompensasi tersebut meliputi: (1) Upah potongan (piecework), (2) Komisi, (3) Bonus, (4) Bagian laba, (5) Bagi produksi. 1. Upah potongan (piecework), yaitu pemberian kompensasi berdasarkan jumlah hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar penghitungan ialah bahwa makin banyak unit produksi yang dihasilkan, makin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Sistem ini tidak dapat diterapkan pada pegawai bagian administrasi, atau pada pekerjaan yang telah ditentukan. 2. Komisi yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai disamping memperoleh gaji keberhasilannya pokok, juga diberikan kompensasi karena melaksanakan tugas, atau pegawai yang memperoleh penghasilannya semata-mata berupa komisi. Bonus, yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja Sedemikian rupa sehingga tingkat produktivitas yang berlaku 21 terlampaui. Bonus dibayar secara eksklusif kepada para eksekutif atau kepada semua pegawai. Ada tiga cara pemberian bonus yaitu: Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, jika jumlah produksinya melebihi jumlah yang telah ditetapkan, pegawai menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasilkan. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu, yaitu jika pegawai dapat menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu, lebih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dan ketiga, berdasarkan ada atau tidaknya tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh organisasi. 3. Tuntutan serikat kerja, yaitu sangat memungkinkan serikat pekerja berperan dalam mengajukan tuntutan tingkat gaji upah yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku disebabkan oleh berbagai faktor kebutuhan pekerja untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggotanya. Peranan dan tuntutan serikat kerja perlu diperhitungkan, karena apabila tidak, para pekerja memungkinkan akan melancarkan berbagai kegiatan yang dapat merugikan organisasi dan pegawai itu sendiri. 4. Produktivitas, yaitu apabila para pegawai merasa tidak memperoleh kompensasi yang wajar, sangat mungkin pegawai tidak akan bekerja keras, sehingga produktivitasnya rendah dan dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi. 5. Kebijakan organisasi mengenai upah dan gaji, yaitu yang tercermin pada jumlah uang yang dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Berarti bukan hanya gaji pokok yang penting, akan tetapi berbagai komponen lain dari kebijakan organisasi seperti anak, tunjangan tunjangan jabatan, tunjangan istri, tunjangan transportasi, bantuan pengobatan, bonus, tunjangan kemahalan dan sebagainya. 6. Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu daerah atau negara, misalnya tingkat upah minimum, upah lembur, mempekerjakan wanita, 22 mempekerjakan anak dibawah umur, keselamatan kerja, hak cuti, jumlah jam kerja dalam seminggu, hak berserikat dan sebagainya. Semua sistem kompensasi yang baik tidak bisa dilihat dari satu sudut kepentingan organisasi sebagai pemakai tenaga kerja saja atau kepentingan pegawai saja, tetapi kepentingan dari berbagai pihak yang turut terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Sedangkan sistem kompensasi merupakan salah satu alat untuk memotivasi para mewujudkan tujuan organisasi yang karyawan untuk telah ditetapkan itu. Kompensasi umumnya diberikan sebagai imbalan atas perilaku kerja individual, tetapi dapat pula diberikan kepada kelompok. Sistem kompensasi menghubungkan antara kompensasi dan unjuk kerja bukan senioritas ataupun jumlah jam kerja. Menurut Robbins (2003:193) menyatakan bahwa program kompensasi yang efektif harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Sederhana: aturan-aturan dalam sistem kompensasi harus ringkas, jelas dan mudah dipahami. 2. Spesifik: jangan hanya mengatakan "hasil lebih banyak" atau "hentikan kecelakaan". Para pegawai perlu mengetahui secara tepat tentang apa yang harus mereka kerjakan. 3. Terjangkau: setiap pegawai harus mempunyai peluang yang wajar untuk memperoleh kompensasi. 4. Terukur: sasaran-sasaran membangun rencana-rencana yang atau terukur program adalah dasar kompensasi. untuk Program kompensasi akan menjadi tidak ada manfaatnya bila hasil/prestasi kerja spesifik tidak dapat dikaitkan dengan rupiah yang dikeluarkan. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan kompensasi remunerasi dalam penelitian ini adalah Kompensasi adalah pemberian imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan atau pensiun. Adapun indikatornya yang digunakan dalam penelitian ini adalah honorarium, 23 tunjangan, bonus dan imbalan. 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kompensasi yang dikemukakan Davis dan Newston (2000:135-134) antara lain : 1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja Meskipun hukum ekonomi tidaklah bisa ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga kerja, tetapi tidak bisa diingkari bahwa hukum penawaran dan permintaan tetap mempengaruhi untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan (skill) tinggi, dan jumlah tenaga kerjanya langka. Maka upah cenderung tinggi sedangkan untuk jabatan-jabatan yang mempunyai “penawaran” yang melimpah upah cenderung menurun 2. Kemampuan Untuk Membayar Meskipun mungkin serikat buruh menuntut kompensasi yang tinggi, tetapi realisasi pemberian kompensasi akan tergantung juga ada tidaknya kemampuan membayar dari perusahaan. Tingginya kompensasi akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, dan akhirnya sampai mengakibatkan kerugian perusahaan, maka jelas perusahaan akan tidak mampu memenuhi fasilitas karyawan. 3. Organisasi Buruh Ada tidaknya organisasi buruh, serta lemah kuatnya organisasi buruh akan ikut mempengaruhi tingkat kompensasi. Adanya serikat buruh yang kuat, yang berarti posisi “bargaining” karyawan juga kuat, sehingga menaikkan tingkat kompensasi, demikian pula sebaliknya. 4. Produktivitas Kompensasi sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi karyawan. Semakin tinggi prestasi karyawan seharusnya semakin besar pula kompensasi yang akan karyawan terima. Prestasi ini biasa dinyatakan sebagai produktivitas. Hanya yang menjadi masalah nampaknya belum ada kesepakatan dalam menghitung produktivitas. 24 5. Pemerintah Pemerintah dengan peraturan-peraturannya juga mempengaruhi tinggi rendahnya kompensasi. Peraturan tentang kompensasi minimum merupakan batas bawah tingkat kompensasi yang akan dibayar. 6. Biaya Hidup Faktor lain yang perlu diperhitungkan juga adalah biaya hidup. Di kota- kota besar, dimana biaya hidup tinggi, kompensasi juga cenderung tinggi. Bagaimanapun nampaknya biaya hidup merupakan “batas kompensasi” dari para karyawan. 7. Posisi Jabatan Karyawan Karyawan yang menduduki jabatan yang lebih tinggi akan menerima gaji/ kompensasi yang lebih besar begitupun sebaliknya. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab yang besar harus mendapatkan apresiasi yang lebih besar pula. 8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. 9. Kondisi Perekonomian Nasional Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat kompensasi akan semakin besar karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi) maka tingkat upah rendah, karena banyak terdapat pengangguran (disqueshed unemployment). 10. Jenis dan Sifat Pekerjaan Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko (finansial dan keselamatan) yang besar maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya dan begitupun sebaliknya. 25 2.4 Manajemen Kinerja 2.4.1 Pengertian Manajemen Kinerja Manajemen adalah suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Proses tersebut terdapat dalam fungsi kegiatan operasional, keuangan, sumber daya manusia maupun sarana prasarana. Menurut Veithzal istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola sumber daya manusia. Manajemen adalah proses pendayagunaan peningkatan kinerja terhadap sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses ini melibatkan organisasi, arahan, koordinasi dan evaluasi orang-orang guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Esensi manajemen adalah aktivitas bekerja dengan orang lain agar mencapai berbagai hasil. Melalui manajemen dilakukan proses pengintegrasian berbagai sumber daya dan tugas untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan (Simamora 2002). Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja para organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh para manajer. Pada dasarnya manajemen kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan secara sinergi antara manajer, individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan didalam organisasi. Proses ini lebih didasarkan pada prinsip manajemen berdasarkan sasaran (management by objective) daripada manajemen berdasarkan perintah, meskipun hal tersebut juga mencakup kebutuhan untuk menekankan pada harapan kinerja yang tinggi melalui kontrak semacam itu (Surya Dharma, 2010 : 1). Manajemen kinerja adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya (Robert Bacal, 2002). Manajemen ini meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang: - Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan 26 - Seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi - Apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan dengan baik” - Bagaimana karyawan mempertahankan, dan penyelianya memperbaiki, maupun bekerja sama mengembangkan untuk kinerja karyawan yang sudah ada sekarang. - Bagaimana prestasi kerja akan diukur. - Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya Manajemen kinerja didasarkan kepada kesepakatan tentang sasaran, persyaratan pengetahuan, keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan. Dengan demikian manajemen kinerja mencakup pengkajian ulang terhadap kinerja secara berkesinambungan dan dilakukan secara bersama berdasarkan kesepakatan mengenai sasaran, persyaratan pengetahuan, keahlian, kompetensi, rencana kerja dan pengembangan, serta mengimplementasian rencana peningkatan dan pengembangan lebih lanjut. Secara khusus manajemen kinerja ditujukan untuk meningkatkan aspekaspek kinerja yang meliputi : (1) Sasaran yang dicapai; (2) Kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap, dan (3) Efektifitas kerja. Konsep manajemen kinerja merupakan salah satu perkembangan yang penting dalam lingkup manajemen. Manajemen kinerja mulai terlihat terbentuknya pada tahun 1980-an, berkembang dari kesadaran diperlukannya suatu pendekatan yang lebih berkesinambungan dan terpadu untuk mengelola dan memberikan imbalan bagi kinerja. Seringkali, suatu sistem penilaian kinerja dikembangkan secara tidak tersistem dan diimplementasikan secara sporadis sehingga kurang memberikan suatu hasil yang diharapkan (Surya Dharma, 2010 : 2). Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar baik 27 dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifatsifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang pegawai dan apakah ia bisa berkinerja atau lebih efektif di masa yang akan datang. Begitu pentingnya masalah kinerja pegawai ini, sehingga tidak salah bila inti pengelolaan sumber daya manusia adalah bagaimana mengelola kinerja SDM. Mengelola manusia dalam konteks organisasi berarti mengelola manusia agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai ini perlu dikelola secara baik untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga menjadi suatu konsep manajemen kinerja (performance management). Menurut definisinya, manajemen kinerja adalah suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi SDM. Dalam manajemen kinerja kemampuan SDM sebagai kontributor individu dan bagian dari kelompok dikembangkan melalui proses bersama antara manajer dan individu yang lebih berdasarkan kesepakatan daripada intruksi. Kesepakatan ini meliputi tujuan (objectives), persyaratan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, serta pengembangan kinerja dan perencanaan pengembangan pribadi. Manajemen kinerja bertujuan untuk dapat memperkuat budaya yang berorientasi pada kinerja melalui pengembangan keterampilan, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh SDM dan membentuk suatu kerangka kerja dalam pengembangan kinerja. Manajemen kinerja juga dapat menggalang partisipasi aktif setiap anggota organisasi untuk mencapai sasaran organisasi melalui penjabaran sasaran individu maupun kelompok sekaligus mengembangkan potensinya agar dapat mencapai sasarannya. Berdasarkan tugasnya, manajemen kinerja dapat dijadikan landasan bagi promosi, mutasi dan evaluasi, sekaligus penentuan kompensasi dan penyusunan program pelatihan. Manajemen kinerja juga dapat dijadikan umpan 28 balik untuk pengembangan karir dan pengembangan pribadi SDM. Tujuan dari sistem manajemen kinerja yang efisien dan efektif adalah untuk : 1. Menerjemahkan visi dan misi organisasi kedalam tujuan dan hasil yang jelas dan dapat diukur yang menentukan keberhasilan dan dipahami bersama oleh tiap orang dalam organisasi dan pelanggan dan stakeholder. 2. Menyediakan alat untuk menilai, mengelola dan meningkatkan kesehatan dan keberhasilan keseluruhan organisasi. 3. Melanjutkan pergeseran dari orientasi pengendalian dan ketaatan menjadi pendekatan stratejik yang berkelanjutan kepada manajemen. 4. Menyediakan sebuah sistem manajemen kinerja yang mendalam dan dapat diduga hasilnya dengan memasukkan ukuran-ukuran kualitas, biaya, ketepatan waktu, layanan pelanggan serta kepuasan, motivasi dan keahlian pegawai. 5. Mengganti sistem penilaian kinerja yang ada dengan sebuah pendekatan yang sesuai dengan manajemen kinerja. Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Didalamnya terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan bertujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal : 1. Fungsi pokok pekerjaan bawahan 2. Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi 3. Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan. 4. Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektifitas pelaksanaan pekerjaan bawahan. 5. Bagaimana mengukur efektifitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan. 6. Berbagai hambatan efektifitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan 29 hambatan-hambatan tersebut. Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikitsedikit “mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM. Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu : 1. adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya. 2. Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract). 3. Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu : a. Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diinginkan. b. Pelaksanaan, dimana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan 30 baru maka lakukan perubahan tersebut. c. Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. 4. Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak selalu bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja harus ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja lebih dahulu sebelum reward and punishment ini harus hati-hati, karena dalam banyak hal pembinaan jauh lebih bermanfaat. 5. Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, dimana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan sekerja, dan pengguna jasa, karena pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, namun dengan berpikir bersama mampu untuk mengubah sikap subyektif itu menjadi mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih obyektif dari pada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat dalam konsep penilaian 360 derajat. 6. Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counselling, and empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia didalam manusia. 7. Menerapkan konsep SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi yang berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi itu tersebut kepada hal-hal yang penting. 31 Tahap-tahap dalam manajemen kinerja meliputi tahap penentuan obyektif, penentuan sasaran yang berorientasi pada perilaku, menyiapkan dukungan yang diperlukan, evaluasi dan pengembangan serta memberi penghargaan. Proses manajemen kinerja melibatkan perencanaan, coaching dilakukan evaluasi, dukungan dan pengarahan secara berkesinambungan melalui diskusi dua arah dalam proses review dilakukan evaluasi terhadap pencapaian dan terhadap pencapaian dan terhadap sasaran yang ditentukan dan hasilnya dijadikan sebagai umpan balik, mengidentifikasi butir-butir kekuatan untuk mengembangkan kinerja di masa mendatang, serta mengidentifikasi butir-butir kelemahan sebagai koreksi dan pengembangan. Langkah ini sebagai jawaban terhadap dua persoalan utama yaitu apakah kita sudah mengerjakan hal yang benar dan apakah sudah mengerjakan dengan baik. Persoalan utama dalam pengukuran kinerja adalah kita telah mengukur hal yang strategis dan memberi nilai tambah terhadap strategi organisasi secara keseluruhan. Masalah lain yang perlu diwaspadai adalah terlalu berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses, sistem remunerasi yang tidak mendukung kinerja, dan pengukuran yang tidak berdasarkan pada team business structure. Dalam pelaksanaan manajemen kinerja terdapat lima komponen pokok, yaitu : 1. Perencanaan kinerja, dimana atasan dan bawahan berupaya merumuskan memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan konstribusinya terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 2. Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan yang timbul. 3. Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realiasasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan 32 melalui formulir penilaian kinerja, observasi langsung maupun tanya jawab dengan pihak-pihak terkait. 4. Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama sebagai kinerja bawahan pada periode tersebut. 5. Diagnosis sebagai hambatan efektifitas kinerja bawahan dan tidak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan guna menyingkirkan hambatanhambatan tersebut guna meningkatkan kinerja bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini, bawahan tidak merasa “dipermasalahkan” atas kegagalan mencapai target kinerja yang telah disepakati dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja bawahan adalah persoalan atasan juga. Setiap organisasi mempunyai satu atau beberapa tujuan yang memberikan arah dan menyatukan unsur-unsur yang terdapat didalam organisasi tersebut. Dimana tujuan yang akan dicapai dimasa yang akan datang tersebut adalah suatu keadaan yang lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan inilah diperlukan serangkaian kegiatan, yang dikenal dengan proses manajemen (Vetazhal, 2004), yaitu : 1. Perencanaan (Planning). Berupa tindakan pengambilan keputusan yang mengandung data/informasi, asumsi maupun fakta kegiatan yang akan dipilih dan akan dilakukan pada masa mendatang. 2. Pengorganisasian (Organizing). Bentuk tindakan-tindakan yang dapat mempersatukan kumpulan kegiatankegiatan manusia, yang mempunyai pekerjaan masing-masing, saling berhubungan satu dengan yang lainnya dengan tata cara tertentu dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka mendukung tercapainya tujuan penggunaan sumber daya secara optimal. 3. Penggerakan (Actuating) atau Manajemen Staf. 33 4. Kepemimpinan (Leadership) Pimpinan organisasi dapat menggunakan memimpin dalam bentuk organisasi dan integrasi. 5. Pengendalian (Controlling) Berupa tindakan pengukuran kualitas penampilan dan penganalisaan serta pengevaluasian penampilan yang diikuti dengan tindakan perbaikan yang harus diambil terhadap penyimpangan yang terjadi, tindakan tersebut antara lain : - Menetapkan standar pencapaian hasil kerja. - Standar mutu pelayanan. - Melakukan review atas hasil kerja. - Melakukan tindakan perbaikan. 6. Pengawasan (supervision) Melakukan audit terhadap kemungkinan adanya ketidakcocokan dalam pelaksanaan ataupun sistem prosedur yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan risiko yang tidak baik bagi organisasi. 2.4.2 Perkembangan Manajemen Kinerja Perkembangan beberapa pendekatan manajemen kinerja : 1. Merit-Rating sebagai teknik informasi 2. Manajemen berorientasi sasaran (Management Based Oriented – MBO) ATASAN Tindakan individu : Bersama menetapkan sasaran kinerja BAWAHAN - Bawahan melaksanakan tugas - Supervisor memberikan dukungan Bersama menilai pencapaian sasaran MBO Gambar 2.4.1 Proses Manajemen Berorientasi Sasaran (MBO) 34 Gambar tersebut menunjukkan kerjasama antara atasan dan bawahan dalam menetapkan sasaran yang akan dicapai melalui kebersamaan ini pada gilirannya dapat digunakan untuk penetapan sasaran evaluasi kinerja melalui pendekatan yang partisipatif (Surya Dharma, 2010 : 8). 3. Tujuan Evaluasi Kinerja. a. Pengembangan b. Pemberian Penghargaan c. Motivasi d. Perencanaan SDM e. Kompensasi f. Komunikasi (Ivancevich, 1992) 4. Manajemen Kinerja Bertujuan membangun harapan jelas dan pemahaman: a. Fungsi kerja esensial diharapkan karyawan. b. Seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi. c. Apa arti konkritnya "melakukan pekerjaan dengan lebih baik". d. Bagaimana karyawan dan penyelianya bekerja sama mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan kinerja karyawan sekarang. e. Bagaimana prestasi kerja diukur. f. Hambatan kinerja dan mengatasinya 5. Falsafah Manajemen Kinerja a. Teori motivasi; b. Konsep efektivitas organisasi dan kontribusi manajemen kinerja terhadap efektivitas organisasi c. Keyakinan bagaimana mengelola kinerja. 6. Proses, Rencana dan Sasaran Kinerja 6.1 Proses Manajemen Kinerja Prinsip dasar manajemen kinerja efektif: 35 a. Manajemen kinerja dimiliki dan dimotori manajemen lini dan bukan dari bagian sumber daya manusia b. Penekanan nilai dan target organisasi c. Manajemen kinerja pemecahan sekumpulan masalah, tetapi harus dikembangkan khusus organisasi d. Manajemen kinerja berlaku semua staff, bukan hanya sekelompok manajerial saja 6.2 Rencana dan Kesepakatan Kinerja Menentukan arah dan bentuk pengukuran, pengembangan proses manajemen kinerja, umpan-balik, penilaian. 6.3 Kompetensi dan Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Indikator dikategorikan positif bagi kepemimpinan: a. Mencapai kinerja tinggi kelompok b. Menentukan sasaran, rencana dan harapan jelas c. Memantau kinerja terus dan memberi umpan balik baik d. Menjaga hubungan efektif dengan individu dan tim keseluruhan e. Mengembangkan rasa memiliki tujuan bersama dalam tim f. Membangun moril dan efektif memberi motivasi individu g. Tidak dapat mencapai kinerja tinggi dari tim h. Gagal mengklarifikasikan sasaran/standar kinerja i. Tidak memberi perhatian cukup kepada kebutuhan individu dan kelompok j. Tidak memantau/memberi umpan balik efektif terhadap kinerja k. Tidak konstesten memberi imbalan kinerja baik dan mengambil tindakan bagi mereka berkinerja kurang. 7. Unit Analisis Evaluasi Kinerja : 1. Evaluasi Kinerja Tingkat Organisasi Manajemen kinerja tingkat organisasi, berkaitan dengan usaha mewujudkan visi organisasi 36 2. Evaluasi Kinerja Tingkat Individu Pada organisasi manajemen kinerja individu mengalir dan diintegrasikan oleh proses keseluruhan. 3. Evaluasi Kinerja Tingkat Kelompok Penekanan lebih besar diberikan kepada kerja sama tim baik, Manajemen Kinerja, Pemantauan dan Evaluasi Beberapa Metode Evaluasi Manajemen Kinerja, Program Penelitian, Kompensasi dan Kinerja : 1. Fungsi Pelatihan Kinerja Manajemen kinerja berkepentingan isi (content) prosedur melengkapi kesepakatan kinerja dan formulir evaluasi, prosedur melengkapi dan menentukan sasaran menggunakan garis panduan kompetensi, menetapkan tingkat atribut dan panduan kompetensi, menggunakan ukuran, indikator kinerja dan keahlian memberikan umpan balik, conseling dan coaching. 2. Analisis Kebutuhan Pelatihan dan Kinerja Pelatihan berhubungan dengan kinerja dan peningkatan keahlian dan kompetensi dapat memberikan dampak langsung kepada kinerja individu / tim. 3. Fungsi Kompensasi Kinerja Gaji/upah berdasarkan kinerja (Performance Related Pay) dianggap banyak organisasi sebagai fundamental manajemen kinerja. 2.4.3 Perencanaan Kinerja 1. Perencanaan Strategis, Proses Perencanaan Strategis : a. Mendefinisikan Tujuan b. Mendefinisikan Lingkup Produk/ Jasa c. Menilai Sumber Daya Internal d. Menilai Lingkungan Eksternal e. Menganalisis Pengaturan Internal 37 f. Menilai Keuntungan Kompetitif g. Mengembangkan Strategi Kompetitif h. Mengkomunikasikan Strategi dengan Stakeholder i. Mengimplentasikan Strategi j. Mengevaluasi Manfaat 2. Tujuan Dan Sasaran Kinerja a. Tujuan Kinerja: sebagai apa yang diharapkan untuk dicapai suatu organisasi, fungsi, departemen dan individu dalam periode waktu tertentu. b. Tingkat Tujuan 1) Corporate Level 2) Senior Management Level 3) Business-Unit, Funcional (Departemen Level) 4) Team Level 5) Individual Level 3. Karakteristik Tujuan yang Efektif a. Consistence (konsisten) b. Precise (tepat) c. Challenging (menantang) d. Measurable (dapat diukur) e. Achievable (dapat dicapai) f. Agreed (disetujui) g. Time-related (dihubungkan dengan waktu) h. Teamwork-oriented (berorientasi pada kerja sama tim) 4. Tujuan Memfasilitasi Kinerja a. The goal content (muatan tujuan) b. Goal commitment (komitmen pada tujuan) c. Work behavior (perilaku kerja) 38 d. Feedback aspects (aspek umpan balik), (Kathryn M. Bartol ft David C. Martin, 1991:164) 2.4.4 Pelaksanaan Kinerja 1. Lingkungan Kinerja 2. Memahami Kinerja a. Pernyataan tentang maksud dan nilai-nilai b. Manajemen strategis c. Manajemen sumber daya manusia d. Pengembangan organisasi e. Konteks organisasi f. Desain kerja g. Fungsionalisasi h. Budaya i. Kerjasama 3. Perilaku Mendorong Kinerja Perilaku adalah cara seseorang bertindak/melakukan. Karena dapat menentukan apa yang akan dilakukan dalam setiap situasi, anda dapat menentukan kinerja anda. Kinerja tingkat tinggi adalah hasil dari melakukan sesuatu yang benar pada waktu tepat. Prinsip yang perlu dijalankan untuk perubahan perilaku: a. Perilaku mendorong kinerja b. Penghubung perilaku dan kinerja adalah pekerjaan spesifik c. Memulai perubahan dengan mengetahui perilaku sekarang d. Ekspert yang sebenarnya adalah orang yang melakukan pekerjaan e. Kepemilikan atas perubahan penting untuk sukses f. Proses perubahan terbaik melalui pendekatan AT (Ask Them) dan bukan TT (Tell Them) g. Keberhasilan perubahan perilaku berdasar data yang dapat diamati dan terukur (Robin Stuart-Kottze, 2006:19) 39 4. Model Kinerja Menurut satelit model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan. Faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: a. Personal Factors: ditunjukkan tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. b. Leadership Factor: ditentukan kualitas dorongan bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. c. Team Factors: ditunjukkan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. d. Sistem Factors: ditunjukkkan adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. e. Contextual tekanan Situasional lingkungan Factors: internal ditunjukkan tingginya dan external tingkat (Armstrong &. Baron1998:16). 5. Indikator Kinerja Indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya ditetapkan secara lebih kualitatif atas dasar prilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja menganjurkan sudut pandang prospektif (melihat ke belakang). Hal ini menunjukkan aspek kinerja yang perlu diobservasi. 6. Kinerja Organisasi Kinerja organisasi merupakan produk banyak faktor, termasuk stuktur organisasi, pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis dan proses sumber daya manusia. Kinerja memerlukan strategi, tujuan dan integrasi. 7. Kinerja Individual dalam Kelompok Kinerja dapat lebih baik dan meningkat. 40 a. Fasilitasi Sosial Merupakan kecendrungan bahwa kehadiran orang lain kadang kadang meningkatkan kinerja individu dan pada waktu lainnya menghalanginya (Greenberg 8: Baron, 2003:284). b. Social Loafing Kecenderungan bagi anggota kelompok untuk menggunakan lebih sedikit usaha individu pada tugas tambahan apabila ukuran kelompok meningkat (Greenberg 8: Baron, 2003:248) sebagai berikut: 1. Make each performer identifiable: membuat masing-masing orang yang melakukan kinerja dapat diidentifikasi. 2. Make work tasks more important and interesting: membuat tugas pekerjaan menjadi lebih penting dan menarik. 3. Reward individual for contributting to their group's performance: memberikan penghargaan kepada individu yang memberikan kontribusi pada kinerja kelompok. 4. Use punishment threats: menggunakan ancaman hukuman 2.4.5 Review Kinerja 1. Memahami Review Review merupakan kelanjutan dari penilaian sehingga merupakan satu kesatuan, sedangkan evaluasi juga mengandung makna menilai, tetapi dalam pembahasan selanjutnya, evaluasi diarahkan pada penilaian akhir periode/akhir kinerja. a. Pengertian review Meninjau kembali/segala sesuatu yang telah dilakukan sebelumnya, yang menyangkut kebijakan, strategi, perencanaan dan pelaksanaan. b. Tipe review 1) Self-assesment review Pekerja diberi kesempatan mengukur sendiri kinerjanya. melakukan review/kinerjanya sendiri, 41 2) Top-down review Review secara tradisional, dilakukan atasan untuk melihat seberapa jauh bawahannya sudah melakukan pekerjaan. 3) Peer review Penilain yang diminta dari rekan sekerja setingkat sehingga saling bertindak sebagai mentor dan membantu memperbaiki kinerja. 4) Subordinate review Bawahan memberi penilaian atas kinerja atasannya langsung. 5) Stakeholder review Review yang dilakukan oleh mereka yang mernpunyai hubungan kerja dengan organisasi, seperti: pelanggan dan pemasok. 6) 360-degree review Review yang dilakukan semua orang/pihak yang mempunyai hubungan kerja dengan pekerja, oleh atasan, rekan sekerja, stakeholder dan bawahan. c. Menetapkan sasaran Dalam lingkungan di mana review dilakukan, dengan, alasan diuji untuk memastikan ukuran kinerja, bersifat spesifik (specific), dapat diukur (measurable), disepakati bersama (agreed upon), relevan (relevant), dan mempunyai batas waktu (timebound), (SMART). d. Frekuensi review 1) Tingkat komplikasi program 2) Tingkat antusiasme manajer terhadap program 3) Jumlah staf tersedia untuk mengkoordinasi program 4) Jumlah orang yang dinilai manajer 5) Keterampilan penilai (Kirkpatrick, 2006.22) e. Segmen pekerjaan signifikan 42 f. Mengembangkan orang Berdasarkan review terhadap kinerja bawahan dapat diketahui pengembangan kemampuan pekerja seperti apa yang diperlukan dan membantu mencapai sasarannya. g. Menghargai keberhasilan Review kinerja yang efektif memungkinkan, manajer menghargai prestasi bawahan dan mendorong perbaikan kinerja terus menerus. h. Mempersiapkan Review a. Persiapan b. Penilaian kinerja c. Identifikasi tujuan d. Merencanakan ke depan e. Menciptakan lingkungan positif f. Bersikap objektif g. Merencanakan struktur h. Mempersiapkan wawancara Tujuan yang diinginkan untuk diselesaikan dalam wawancara: (1) mencatat kesepakatan kinerja pekerja (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan. (3) mengidentifikasi bidang kinerja yang perlu diperbaiki (4) menyepakati rencana perbaikan kinerja untuk satu bidang/lebih yang perlu perbaikan. (5) menyepakati apa yang diharapkan untuk periode. Perangkap dalam penilaian : 1) The hallo effect Kecenderungan manajer menilai lebih tinggi orang yang menjadi favorit. • Effect of record • Compatibility • Effect of recency • The won-assets person • The blind-sport effect 43 • The high-potencial effect • The no-complain bias 2) The horn effect Kecenderungan menilai orang lebih rendah dari keadaan sebenarnya, karena: • The manager is perfectionist • The employee is contrary • The oddball effect • Membership in a weak tim • The guilt-by-association effect • The dramatic-incident effect • The personality-trait effect • The self-comparasion effect 2. Mengelola Review a. Introdusi sesi b. Menyepakati agenda c. Mendorong diskusi d. Bersikap praktis e. Membaca tanda f. Mengukur komitmen g. Menangani situasi sulit h. Menghadapi masalah kerja : 1) Kemampuan 2) Pelatihan 3) Motivasi 4) Gangguan 5) Pengasingan i. Mendiskusikan pengembangan j. Mendiskusikan aspirasi dan potensi 44 k. Merencanakan tindakan l. Menyimpulkan review 3. Tindak Lanjut Review a. Monitoring progress Hasil review jangka panjang bermanfaat, progress harus dimonitor dengan ketat. 1) Quick update Review spontan, singkat, dan informal tanpa agenda. 2) Ad-hock review Review singkat antara 10-15 menit untuk mendiskusikan topik tertentu 3) Check point review Rapat direncanakan untuk memonitor tonggak ukuran seperti telah disepakati pekerja. 4) Evaluation review Pertemuan formal dilakukan setiap akhir proyek untuk mengukur efektivitasnya. b. Implementasi rencana pengembangan c. Mendorong Teamwork d. Evaluasi diri 2.5 Produktivitas 2.5.1 Pengertian Produktivitas Produktivitas kerja merupakan perbandingan antara pengukuran output dengan pengukuran dari berbagai sumber daya yang digunakan (input) untuk menghasilkan output tersebut. Pengukuran kontroversial, dari dimana produktivitas hasil yang sudah lama menjadi dikeluarkan selalu hal yang bernilai kecil (dirasakan tidak sesuai), hal ini dikarenakan mereka melihat banyak hal yang 45 kurang sempurna. Produktivitas merupakan konsep yang tersulit dalam dunia bisnis dan ekonomi, hal ini dikarenakan kurangnya teori definisi kerja (khususnya di level perusahaan). Pihak manajemen sekarang sangat memperhatikan produktivitas dikarenakan ia merupakan elemen penting dari efisiensi ketika mulai dibandingkan dengan pesaing lain (Craig 1972). Ada beberapa alasan utama mengapa produktivitas seharusnya diukur : • Untuk tujuan strategis guna membandingkannya dengan pesaing lain dalam bisnis yang sama. • Untuk tujuan taktis, untuk memberikan masukan kepada manajemen guna mengontrol produktivitas perusahaan dari fungsi ataupun produknya. • Untuk tujuan perencanaan, untuk membandingkan keuntungan yang dicapai dari penggunaan berbagai masukan ataupun perbedaan proporsi dari input yang sama. • Untuk tujuan internal manajemen, seperti pedoman untuk melakukan tawar- menawar dengan karyawan. Selain itu, produktivitas kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi. Semakin besar motivasi dan komitmen seseorang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, akan semakin tinggi tingkat produktivitas yang dapat dicapainya. Hal lain yang juga sangat berpengaruh kepada tingkat produktivitas seseorang adalah tingkat kemampuan seseorang (personal skill) di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Semakin tinggi kemampuan seseorang, serta ditunjang oleh motivasi dan komitmen yang tinggi, akan semakin tinggi pula tingkat produktivitas yang dapat dihasilkannya. 2.5.2 Kinerja Karyawan Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior” (2001, p6) menyebutkan bahwa secara sederhana kinerja karyawan adalah 46 fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), tetapi masih ada bagian yang masih hilang dari fungsi tersebut selain kecerdasan dan keahlian dari seorang individu yang keduanya merupakan bagian dari kemampuan dan motivasi dari setiap karyawan, yaitu kesempatan. ability Performance Motivation Opportunity Gambar 2.2 Model dari Kinerja Motivasi kerja dan kemampuan merupakan faktor dalam diri yang berpengaruh terhadap pembentukan kinerja. Vroom (1964) dan Sustermeister (1976) mengusulkan persamaan dari kinerja (performance) sebagai berikut: Performance = Ability x Motivation Untuk meningkatkan performa kerja/kinerja maka komponen dari kemampuan atau motivasi harus ditingkatkan. Kinerja individu sangat penting dalam mewujudkan suatu sinergi yang diperlukan dalam tim kerja - dari buku 47 "Personnel or Human Resource Management yang oleh ditulis Robert L. Mathis dan John H Jackson, yang menyatakan bahwa individual performance tergantung • Kemauan karyawan untuk berusaha • Pelatihan karyawan • Kemampuan karyawan untuk melakukan hal yang diperlukan Ada tiga perspektif dalam melihat kinerja individu yaitu productivity, innovation, dan loyalty. Performa individu karyawan dapat disamakan dengan efisiensi (Mathis, 1991). Ability: - Personality Factors - Interest Effort Incentives : - Willingness to work - Presence at work - Self discipline to do the job Training: - Knows what is expected - Have skills necessary - Know how to handle problems Performance Gambar 2.3 Komponen Kerja Individu Produktivitas dari individu memiliki komponen yang terdiri dari kemampuan dimana terdapat unsur talenta, faktor internal perorangan, dan keinginan dari setiap individu, komponen kedua yaitu usaha yang terdiri dari insentif, kemampuan untuk bekerja dan kedisiplinan sedangkan komponen ketiga yaitu latihan bahwa karyawan dapat mengetahui apa yang diharapkan dari pekerjaannya serta mempunyai keahlian untuk mengatasi masalah dalam pekerjaannya. 2.5.3 Pengukuran Produktivitas Produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Secara fisik produktivitas diukur 48 secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang, berat, lamanya waktu, dan jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas diukur atas dasar nilainilai kemampuan, sikap, perilaku, disiplin, motivasi dan komitmen terhadap pekerjaan / tugas. Pengukuran produktivitas merupakan suatu proses yang sangat penting karena akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan perbaikan produktivitas secara keseluruhan dalam proses manajemen. Menurut Gasperesz dalam Tjutju Yuniarsih (2009:163) ada beberapa kondisi prasyarat dalam pengukuran produktivitas antara lain : 1. Pengukuran harus dimulai pada permulaan program perbaikan produktivitas. Berbagai masalah yang berkaitan dengan produktivitas serta peluang untuk memperbaikinya 2. Pengukuran produktivitas dilakukan pada sistem industry secara keseluruhan 3. Pengukuran produktivitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalam proses industri. Dengan demikian pengukuran produktivitas bersifat partisipatif 4. Pengukuran produktivitas seharusnya dapat memunculkan data. Data itu nantinya dapat ditunjukkan atau ditampilkan dalam bentuk peta-peta, diagram-diagram, tabel-tabel perhitungan statistik Setiap organisasi apapun bentuknya, perlu mengetahui tingkat produktivitas pegawai/karyawannya. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengukur tingkat perbaikan produktivitas kerja pegawainya dari waktu ke waktu dengan cara membandingkannya dengan produktivitas standar yang telah ditetapkan oleh pimpinan. Gasperesz dalam Tjutju Yuniarsi (2009:164) mengemukakan ada beberapa manfaat dalam pengukuran produktivitas dalam suatu organisasi yang antara lain : a. Organisasi dapat menilai efisiensi konversi penggunaan sumber daya, agar dapat meningkatkan produktivitas 49 b. Perencanaan sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien melalui pengukuran produktivitas, baik dalam perencanaan jangka panjang maupun jangka pendek c. Tujuan ekonomis dan non ekonomis organisasi dapat diorganisasikan kembali dengan cara memberikan prioritas yang tepat, dipandang dari sudut produktivitas d. Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat dimodifikasi kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang e. Strategi untuk meningkatkan produktivitas organisasi dapat ditetapkan berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas (productivity gap) yang ada di antara tingkat produktivitas yang diukur (actual productivity). Dalam hal ini tingkat produktivitas akan memberikan informasi dalam mengidentifikasi masalah atau perubahan yang terjadi sebelum tindakan korektif diambil f. Pengukuran produktivitas menjadi informasi yang bermanfaat dalam membandingkan tingkat produktivitas antar organisasi yang sejenis, serta bermanfaat pula untuk informasi produktivitas organisasi pada skala nasional atau global g. Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan organisasi h. Pengukuran produktivitas akan menciptakan tindakan-tindakan kompetitif berupa upaya peningkatan produktivitas secara terus menerus 2.6 Hubungan Antara Kompensasi dan Produktivitas Peningkatan produktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan kepada karyawannya dengan cara menyempurnakan sumber daya manusia. Adapun cara menyempurnakan sumber daya manusia tersebut ialah melalui pembentukan motivasi sebagai salah satu faktor yang secara langsung dapat 50 berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas karyawan. Dan salah satu cara memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas mereka adalah dengan pemberian kompensasi yang sesuai dari perusahaan. Motivasi akan timbul dari diri karyawan untuk bekerja sebaik mungkin bila upah yang diberikan mereka rasakan tepat adanya. Dengan demikian kompensasi dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja karyawan. Sebaliknya, pemberian kompensasi yang tidak tepat tidak akan meningkatkan produktivitas kerja bahkan dapat menurunkan semangat dan kegairahan kerja mereka. Dengan kompensasi yang diterima oleh karyawan, mereka berharap dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka secara minimal, misalnya kebutuhan makan, minum, pakaian dan perumahan. Oleh karena itu, dalam proses pemberian kompensasi kepada para karyawan setiap perusahaan harus memperhatikannya sedemikian rupa sehingga kompensasi terendah yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan pokok para karyawan mereka. Hal tersebut erat pengaruhnya karena jika kebutuhan pokok dari karyawan tidak dapat dipenuhi, maka hal tersebut akan menurunkan produktivitas mereka. Untuk itu diperlukan pemberian kompensasi yang adil dan layak sehingga karyawan akan merasa diperhatikan oleh perusahaan. Bila karyawan merasa diperhatikan umumnya karyawan akan berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi perusahaan, sehingga peningkatan kerja mereka yang terakumulasi akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan tujuan perusahaan pun akan dapat dicapai. Dari hasil uraian tersebut dapat kita lihat bahwa pemberian kompensasi kepada karyawan erat hubungannya terhadap harapan akan peningkatan produktivitas perusahaan atau sebuah organisasi. 2.7 Hubungan Antara Manajemen Kinerja dan Produktivitas Peningkatan kinerja terhadap sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses ini melibatkan organisasi, arahan, koordinasi 51 dan evaluasi orang-orang guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Esensi manajemen adalah aktivitas bekerja dengan orang lain agar mencapai berbagai hasil. Melalui manajemen dilakukan proses pengintegrasian berbagai sumber daya dan tugas untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan (Simamora 2002). Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar baik dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifatsifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang pegawai dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif di masa yang akan datang. Begitu pentingnya masalah kinerja pegawai ini, sehingga tidak salah bila inti pengelolaan sumber daya manusia adalah bagaimana mengelola kinerja SDM. Mengelola manusia dalam konteks organisasi berarti berarti mengelola manusia agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai ini perlu dikelola secara baik untuk mencapai tujuan organisasi, dan menjadi suatu konsep manajemen kinerja (performance management) sehingga peningkatan kerja karyawan akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan tujuan perusahaan pun akan dapat dicapai. Dari hasil uraian tersebut dapat kita lihat bahwa manajemen kinerja kepada karyawan erat hubungannya terhadap harapan akan peningkatan produktivitas perusahaan atau sebuah organisasi. 2.8 Kerangka Pikir Proses pemberian kompensasi yang dilakukan secara adil dan layak oleh perusahaan kepada para karyawan mereka diharapkan mampu memberi 52 motivasi kepada karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka. Dan pada akhirnya nanti akumulasi dari peningkatan produktivitas kerja para karyawan ini akan mengindikasikan peningkatan produktivitas perusahaan. Dari uraian singkat tersebut, maka penulis menjabarkan kerangka pikir yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini dalam gambar 2.4 di bawah ini: Gambar 2.4 PT. Surya Madistrindo Manajemen Kinerja Kompensasi Finansial Langsung Non Finansial Tidak Langsung Pekerjaan Produktivitas 2.9 Hipotesis Dengan mengacu pada uraian latar belakang dan permasalahan, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 2.9 Hipotesis Dengan mengacu pada uraian latar belakang dan permasalahan, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: H1 : Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Surya Madistrindo Area office Bogor H2 : Manajemen Kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Surya Madistrindo Area office Bogor H3 : Kompensasi dan Manajemen Kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Surya Madistrindo Area office Bogor Lingkungan 53 H4 : Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan langsung dan tidak langsung terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Surya Madistrindo Regional Office Bogor H5 : Manajemen kinerja berpengaruh positif dan signifikan langsung dan tidak langsung terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Surya Madistrindo Regional Office Bogor