5 BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Pengukuran Kinerja 1. Definisi Pengukuran Kinerja Menurut Anthony dan Govindarajan (2005 : 187), pengukuran kinerja adalah: Suatu sistem pengukuran kinerja yang menyediakan suatu mekanisme untuk mengaitkan strategi dengan tindakan. Sistem tersebut beroperasi berdasarkan asumsi bahwa ukuran-ukuran keuangan saja tidak cukup untuk mengoperasikan suatu organisasi dan bahwa perlu diberikan perhatian khusus pada pengembangan ukuran-ukuran non keuangan yang canggih. Menurut Sony (2004 : 23), mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: Feedback from the accountant to management that provides information about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities. Sony (2004 : 23) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: ”the activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain.” Secara umum pengukuran kinerja disimpulkan sebagai suatu usaha formal yang dilaksanakan manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan. Yang menjadi ukuran disini adalah bagaimana kemampuan suatu organisasi, bagian organisasi, dan 6 karyawan dalam mencapai efektifitas operasional berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Sony (2004 : 29), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut: a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan terhadap pelanggan; b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal; c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste); d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih samar menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi; e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut. B. Pengukuran Kinerja dengan Konsep Tradisional 1. Konsep Tradisional Sistem manajemen tradisional mengandalkan pengukuran keuangan jangka pendek sebagai tolok ukur kinerja perusahaan. Sistem pengendalian manajemen dan operasional perusahaan dibentuk di sekitar ukuran dan target keuangan yang berhubungan dengan kemajuan perusahaan dalam mencapai tujuan strategi jangka panjang. Jadi, penekanan oleh sebagian besar perusahaan yang memakai ukuran perspektif tradisional masih ditempatkan 7 pada jangka pendek yang akan meninggalkan suatu kesenjangan antara pengembangan suatu strategi dan implementasinya. Dalam lingkungan usaha yang masih berskala kecil, dapat dipastikan bahwa transaksi hanya dilakukan dengan pihak eksternal (tidak ada transaksi internal). Dalam konteks persaingan “one man show” ini, peran tolok ukur dari informasi keuangan masih representatif karena hampir seluruh aktivitas operasional masih controllable. Pengukuran kinerja, secara obyektif dapat dilakukan dengan membandingkan harga output (exit value) dengan harga input (entry value). 2. Analisis Laporan Keuangan Dalam mengevaluasi kinerja, pengukurannya menggunakan analisis laporan keuangan. Hasil analisis laporan keuangan digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan serta memprediksi kemungkinan kondisi kinerja perusahaan bagi para pengguna laporan keuangan. Laporan keuangan berisi informasi penting untuk para pengguna laporan keuangan yang diperlukan secara tetap untuk mengukur kondisi dan efisiensi operasi perusahaan. Analisa laporan keuangan bersifat relatif karena didasarkan pengetahuan dan menggunakan rasio atau nilai relatif. Menurut Dermawan (2007 : 37), analisis rasio adalah “suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status perusahaan.” 8 Ada tiga jenis rasio perbandingan, antara lain: a. Cross Sectional Analysis (Analisis Perusahaan Sejenis Pada Waktu Yang Sama), yaitu membandingkan rasio-rasio keuangan beberapa perusahaan pada suatu saat yang sama termasuk membandingkan rasiorasio dengan perusahaan lain yang sejenis atau dapat pula dibandingkan dengan rasio rata-rata industri. b. Time Series Analysis (Analisis Deret Berkala), yaitu membandingkan kinerja keuangan perusahaan dalam beberapa periode dengan menggunakan analisis rasio keuangan. c. Combined Analysis (Analisis Gabungan), yaitu gabungan antara Cross Sectional Analysis dan Time Series Analysis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis rasio, yaitu: a. Pos-pos dalam Neraca harus menggunakan pedoman sebagai berikut: 1) Pos-pos sebelah aktiva harus menggunakan pedoman: pos yang lebih likuid berada di sebelah atas makin ke bawah makin tidak likuid. Contoh: kas/bank, surat berharga yang bisa diperjualbelikan, piutang, persediaan, aktiva-aktiva tetap dan aktiva lain-lain. 2) Pos-pos sebelah passiva harus menggunakan pedoman: pos yang berjangka waktu lebih pendek berada di sebelah atas, makin ke bawah pos-posnya berjangka waktu lebih lama. Contoh: utang jangka pendek (utang lancar), utang jangka panjang, ekuitas (modal). Urutan ini harus dipatuhi karena kalau tidak akan sangat memengaruhi hasil analisa. b. Untuk mendapatkan gambaran posisi keuangan, kinerja operasional perusahaan dan perkembangan usaha maka diperlukan analisa rasio yang lengkap baik rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio utang (leverage), rasio kemampuan menghasilkan laba (profitability ratio), dan analisa trend. 9 c. Laporan keuangan yang dibandingkan harus dalam periode yang sama. Jika tidak maka dampak musiman dapat menghasilkan kesimpulan yang salah dan karenanya dapat menyebabkan pembuatan keputusan yang salah. d. Agar gambarannya lebih objektif maka sebaiknya laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan yang sudah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. e. Perlu diyakini bahwa data laporan keuangan yang digunakan menggunakan asas konsistensi, yaitu disusun dengan metode yang sama, seperti metode penilaian persediaan dan metode penyusutan aktiva tetap harus menggunakan metode yang sama Kalau tidak menggunakan metode yang sama akan timbul distorsi dalam hasil analisa rasio baik untuk waktu yang sama (cross sectional) maupun pada waktu berurutan (time series). C. Pengukuran Kinerja dengan Konsep Balanced Scorecard 1. Definisi Balanced Scorecard Definisi balanced scorecard menurut Rudianto (2006 : 371) adalah “alat manajemen kontemporer yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan”. Menurut Armila Krisna Warindrani (2006 : 144), balanced scorecard yaitu “suatu framework untuk mengomunikasikan misi dan strategi kemudian menginformasikan kepada seluruh anggota organisasi tentang faktor-faktor yang menjadi penentu sukses organisasi saat ini dan di masa datang”. 10 Hansen dan Mowen (2006 : 509) mendefinisikan balanced scorecard sebagai berikut: Balanced scorecard adalah sistem manajemen strategis yang mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi. Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur). Sedangkan menurut Anthony dan Govindarajan (2005 : 173) yaitu: Balanced scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja yang diukur dari empat perspektif berikut ini yaitu keuangan, pelangga, bisnis internal, serta inovasi dan pembelajaran. 2. Konsep Balanced Scorecard Terdapat empat perspektif balanced scorecard yang dikaitkan dengan strategi perusahaan yaitu (1) perspektif finansial (shareholder – pemegang saham), (2) perspektif pelanggan (customer), (3) perspektif proses bisnis internal (internal business process), dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth). Perspektif finansial untuk melihat pandangan pemegang saham tentang kinerja keuangan perusahaan, perspektif pelanggan untuk melihat bagaimana pandangan pelanggan tentang pelayanan perusahaan, perspektif proses bisnis internal mengungkapkan tentang apa yang harus diunggulkan perusahaan, perpektif pembelajaran dan pertumbuhan mengungkapkan tentang kemampuan perusahaan dalam melakukan menciptakan terobosan–terobosan yang berkesinambungan. perbaikan dan 11 Jadi, balanced scorecard memberi manajemen suatu pengetahuan, keterampilan, dan sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar dan berkembang terus menerus (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) dalam berinovasi untuk membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisien (perspektif proses bisnis internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke pasar (perspektif pelanggan) dan selanjutnya akan mengarah pada nilai saham yang terus menerus meningkat (perspektif finansial). a. Perspektif Keuangan Kinerja keuangan adalah prestasi manajemen yang diukur dari sudut keuangan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan. Rumus nilai perusahaan: 1) Laba operasi bersih dibagi biaya modal 2) Return On Investment (ROI) harus lebih besar dari pada biaya modal. Untuk mewujudkan kedua rumus tersebut, manajer dan karyawan harus bekerja secara efektif, efisien, dan produktif. Kinerja keuangan yang lazim digunakan oleh perusahaan antara lain adalah analisis likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, aktivitas, pertumbuhan, dan analisis penilaian, kebangkrutan, dan analisis Du-Pont. Ukuran-ukuran kinerja keuangan itu dewasa ini dianggap telah usang, karena lingkungan bisnis berubah cepat atau lingkungan bisnis sangat dinamis perkembangannya. Manajemen harus tahap demi tahap harus mengurangi ketergantungan analisisnya pada analisis keuangan, 12 kemudian beralih ke analisis yang berkaitan dengan manusia, baik secara internal (karyawan atau buruh) maupun secara eksternal (pelanggan), karena yang menghasilkan laba adalah manusia dalam hal ini karyawan atau buruh. b. Perspektif Pelanggan Memaksimumkan nilai pelanggan yaitu meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan pelanggan kepada produk atau jasa perusahaan dengan jalan perusahaan menyajikan produk berkualitas, harga terjangkau, distribusi cepat, dan layanan purna jual yang lebih baik dari pada pesaing. Intinya adalah kepuasan pelanggan. Ukuran kinerja yang digunakan adalah kenaikan pendapatan pelanggan lama dan bertambahnya pelanggan baru. Tindakan ini akan menghasilkan ekuitas perusahaan (firm equity). Ada beberapa hal yang dapat diukur oleh perusahaan di dalam perspektif pelanggan ini, yaitu: 1) Market Share (Pangsa Pasar), pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan. 2) Customer Retention (Retensi Pelanggan), mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. 3) Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan), mengukur tingkat kepuasan pelanggan. 13 4) Customer Acquisition (Akuisisi Pelanggan), mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. 5) Customer Profitability (Profitabilitas Pelanggan), mengukur laba bersih dari seorang pelanggan segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut. Dalam pengukuran tersebut, diperlukan semacam alat yang dapat dijadikan alat ukur dalam perspektif pelanggan tersebut, antara lain: 1) Service/Product Atributes (Atribut Produk/Jasa), meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, kualitas dan waktu. Para pelanggan memiliki pilihan yang berbeda–beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas yang baik, harga yang murah maupun waktu yang singkat. Untuk itulah perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. 2) Customer Relationship (Hubungan Pelanggan), menggambarkan faktor–faktor yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Kenyamanan sangat mempengaruhi hal ini, jadi jika pelanggan sudah merasa nyaman diharapkan dapat terjadi hubungan yang baik antara perusahaan dengan pelanggan. 3) Image and Reputation (Citra dan Reputasi), menyangkut perasaan pelanggan terhadap citra perusahaan. Membangun citra dan reputasi 14 yang tercipta dari profesionalitas dapat dilakukan guna menciptakan citra dari perusahaan yang baik. Khusus mengenai kepuasan pelanggan, suatu perusahaan yang mampu bertahan hidup lama dan selalu berkembang, salah satu sebab utamanya adalah pelanggannya loyal dan selalu bertambah. Perusahaan yang demikian adalah perusahaan yang menghargai: 1) Waktu Perusahaan harus mengelola waktu dalam tiga dimensi yaitu perolehan input, proses bisnis internal, dan proses bisnis eksternal. Cepatnya waktu memperoleh input, proses bisnis internal (proses produksi), dan proses bisnis eksternal (pemasaran) merupakan efisiensi biaya. Perusahaan yang memiliki biaya operasi yang efisien dapat menetapkan harga kompetitif dan akan memperoleh laba maksimum. Laba tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan perusahaan. 2) Mutu Perusahaan harus meningkatkan mutu produk/jasa yang dihasilkan sepanjang zaman. Mutu merupakan salah satu syarat utama kepuasan pelanggan. Mutu yang tinggi suatu produk/jasa akan selalu dicari oleh konsumen, dan dengan demikian dapat menambah pelanggan baru. Salah satu ukuran mutu adalah bahwa produk tahan lama, tidak mudah rusak dan jika mudah rusak diperbaiki, dan mempunyai kegunaan ganda. 15 3) Harga Perusahaan harus berpikir serius tentang penghasilan (income) pelanggannya, karena penghasilan merupakan kekuatan daya beli. Perusahaan harus selalu riset tentang penghasilan pelanggannya. Jika pelanggannya penghasilannya naik, ia harus menyajikan produk yang makin berkualitas, karena penghasilan naik berarti konsumsi naik; tetapi jika pelanggannya penghasilannya turun, ia harus menyajikan produk dengan mempertahankan kualitas (bukan menurunkan kualitas), agar mereka tetap mampu membelinya. 4) Kecepatan Distribusi Pelanggan ingin cepat memperoleh produk/jasa yang dibutuhkan. Sebagai contoh, jika perusahaan lambat mendistribusikan produk/jasanya walaupun dengan harga murah dan kualitas tinggi, maka perusahaan akan kehilangan pelanggan dan pangsa pasar, dan pelanggan akan berpindah ke produk/jasa yang tersedia. 5) Layanan Purna Jual Pelanggan ingin cepat dilayani jika produk/jasa yang digunakan rusak. Kelambatan melayani pengaduan atau keluhan pelanggan akan mengakibatkan pelanggan pindah ke produk subtitusi yang memiliki layanan purna jual yang baik. Lima unsur tersebut di atas yaitu waktu, mutu, harga, kecepatan distribusi, dan layanan purna jual merupakan unsur utama kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan menjadi pelanggan setia, dan 16 pelanggan setia berarti “aset perusahaan” yang mampu meningkatkan nilai perusahaan. Makin tinggi nilai perusahaan, makin dicari investor, dan perusahaan dapat mempertahankan dan mengembangkan kelangsungan hidup perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan adalah tujuan utama setiap perusahaan, dan hal itu hanya bisa direalisasikan jika perusahaan mempunyai pelanggan yang setia dan karyawan yang setia. Dua unsur inilah yang merupakan tiang utama kelangsungan hidup perusahaan. c. Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal adalah aktivitas mengoptimalkan penggunaan harta perusahaan dalam mencipta produk atau jasa dan menemukan metode kerja baru yang efektif dan efisien. Faktor sumber daya manusia menjadi lokomotif untuk menggerakkan peralatan perusahaan dengan metode kerja yang efektif dan efisien. Hubungan kemampuan sumber daya manusia, peralatan, modal kerja, dan metode kerja merupakan kapital organisasi (organizational capital). Intinya adalah efektivitas dan efisiensi. Cara untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses bisnis internal adalah melalui riset partisipasi aktif melihat perilaku pelanggan, wawancara, dan survey dengan menggunakan kuesioner. Cara riset observasi dan wawancara bertujuan untuk mendapatkan makna, dan cara survey bertujuan untuk mencari hubungan sebab dan akibat yang diukur dengan menggunakan statisitk. Proses bisnis internal dapat diukur dengan efektivitas, efisiensi dan produktivitas , biaya mutu, dan lain-lain. 17 Keberhasilan proses bisnis internal ditentukan oleh loyalitas karyawan, karena yang menjalankan semua kegiatan itu adalah karyawan. Oleh sebab itu dalam melihat perspektif perusahaan, secara internal harus dilihat dari sudut perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan. Kaplan dan Norton menjelaskan bahwa setiap bisnis mempunyai rantai nilai proses bisnis internal yang terdiri dari inovasi, operasi, dan layanan purrna jual. d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Meningkatkan laba dan nilai perusahaan dapat dilakukan dengan memaksimumkan kemampuan, motivasi, produktivitas, dan loyalitas sumber daya manusia. Potensi sumber daya manusia ini disebut kapital manusia (human capital). Ukuran utama yang sering digunakan untuk pekerja (karyawan) adalah: 1) Kepuasan Pekerja Unsur-unsur kepuasan kerja meliputi: keterlibatan dalam mengambil keputusan; penghargaan karena telah melakukan pekerjaan dengan baik; akses yang memadai kepada informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik; dorongan aktif untuk bekerja kreatif dan menggunakan inisiatif; tingkat dukungan dari fungsi staf, dan; kepuasan keseluruhan dengan perusahaan. Hakikatnya kepuasan pekerja adalah imbalan layak dan dihargai sebagai manusia, bukan diperlakukan sebagai alat produksi. 18 2) Retensi Pekerja Retensi pekerja adalah mempertahankan selama mungkin pekerja bekerja dalam suatu perusahaan. Kalau mungkin pekerja bekerja seumur hidup, artinya mereka tidak pindah kerja, dan itu menunjukkan tingkat loyalitas pekerja tinggi sekali. Untuk merealisasikannya, perusahaan harrus mengadakan investasi jangka panjang untuk pekerja yaitu dengan cara melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat). Dua macam loyalitas pekerja yaitu: a) Pekerja tidak mampu mendapatkan pekerjaan dengan imbalan yang lebih baik. Artinya, pekerja terpaksa loyal karena tidak ada jalan lain yang lebih baik. Loyalitas yang demikian adalah loyalitas tidak produktif. b) Pekerja produktif dengan imbalan dan penghargaan baik. Loyalitas ini disebut juga loyalitas produktif. 3) Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah suatu ukuran hasil yang dituangkan dalam perhitungan: efektivitas dibagi efisiensi, atau output dibagi input. Produktivitas kerja dapat diukur dari dua sisi yaitu: (1) nilai penjualan dibagi jumlah pekerja, dan (2) laba bersih dibagi jumlah pekerja. Hakikatnya pendapatan perusahaan (revenue of firm) dan laba bersih perusahaan (earning after tax of firm) adalah karya pekerja. Tanpa pekerja, modal dan alat kerja tidak ada artinya apa-apa. 19 3. Peran Balanced Scorecard Pada tahapan manajemen strategis, sistem balanced scorecard memiliki peran yang signifikan pada tahap formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi. Sistem balanced scorecard juga berperan memperluas ukuran kinerja personel dalam tahap implementasi dan pemantauan. a. Peran dalam Perumusan Strategi Tahap perumusan strategi dilakukan dengan berbagai macam analisis. Sistem balanced scorecard hendaknya berperan untuk memperluas perspektif yang dicakup, misalnya pada analisis SWOT, untuk menentukan grand strategy. Selanjutnya, dalam menentukan sasaransasaran dan tujuan-tujuan strategisnya pun diterjemahkan ke dalam empat perspektif balanced scorecard. Untuk setiap sasaran strategis hendaknya ditetapkan inisiatif strategisnya untuk mewujudkan sasaran tersebut. Sistem balanced scorecard membuat sasaran dan inisiatif strategis yang nanti akan diterapkan dalam tahap perencanaan strategis menjadi komprehensif dan koheren. b. Peran dalam Implementasi Strategi Dalam tahap penyusunan program, inisiatif strategis yang komprehensif kemudian dijabarkan ke dalam program-program jangka panjang, disertai taksiran sumber daya yang diperlukan untuk dan yang akan diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Dalam tahap penyusunan program jangka pendek, program-program yang komprehensif tersebut kemudian dijabarkan menjadi rencana kegiatan jangka pendek, 20 disertai dengan taksiran sumber daya yang diperlukan untuk dan yang akan diperoleh dari kegiatan tersebut. Oleh karena penjabaran programprogramnya komprehensif, maka rencana kegiatan yang dihasilkan juga hendaknya komprehensif. Penggunaan sistem balanced scorecard yang menjadikan sasaransasaran strategis menjadi komprehensif akan memotovasi personel untuk mencari berbagai inisiatif dalam mewujudkan sasarannya itu. Dengan demikian, inisiatif strategis yang dihasilkan juga mencakup empat perpsektif yang komprehensif. Pada tahap implementasi, rencana kegiatan yang tercantum dalam dokumen anggaran dilaksanakan dan digunakan untuk mengukur kinerja personel pada empat perspektif itu. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja personel tersebut dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam anggaran dan target yang ditetapkan dalam perencanaan strategis. Hasil perbandingan antara hasil pengukuran kinerja dan target anggaran digunakan mengevaluasi kinerja jangka pendek personel, sedangkan untuk hasil perbandingan antara hasil pengukuran kinerja dan target yang ditetapkan dalam perencanaan strategis digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka panjang personel. 21 4. Keunggulan Balanced Scorecard Beberapa keunggulan utama sistem balanced scorecard, antara lain: a. Memotivasi karyawan untuk berpikir dan bertindak strategis Misalnya dalam hal keuangan, untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, karyawan perlu menempuh langkah-langkah strategis dalam hal permodalan yang memerlukan langkah besar dan berjangka panjang. Selain itu, sistem ini juga menuntut karyawan untuk mencari inisiatif-inisiatif strategis dalam mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. b. Menghasilkan business plan yang komprehensif Sistem balanced scorecard merumuskan sasaran strategis melalui keempat perspektif. Ketiga perspektif nonkeuangan hendaknya dipicu karena ketiganya ini merupakan pemicu sesungguhnya bagi kinerja keuangan. Misalnya perspektif pelanggan, sasaran yang perlu diwujudkan adalah firm equity. Pencapaian sasaran strategisnya diharapkan akan menghasilkan peningkatan proses produktivitas dalam menghasilkan produk dan jasa bagi pelanggan secara efektif dan efisien, sehingga perusahaan akan memperoleh pelipatgandaan kinerja keuangan. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, sasaran strategis yang perlu diwujudkan adalah human capital. Melalui pencapaian sasaran strategis human capital ini, pengetahuan yang dikuasai oleh karyawan diharapkan akan meningkatkan kualitas proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi pelanggan. 22 c. Menghasilkan business plan yang koheren Sistem balanced scorecard dapat menghasilkan dua macam koherensi, yaitu: 1) Koherensi antara visi dan misi perusahaan dengan program dan rencana laba jangka pendek Tahap perumusan strategi dalam manajemen strategis menghasilkan dokumen penting, antara lain pernyataan visi, misi, falsafah, dan tujuan organisasi, serta strategi induk yang dipilihnya. Kemudian, semua ini diterjemahkan menjadi sasaran-sasaran dalam keempat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam tahap perencanaan strategis ini pula dipilih inisiatif-inisiatif strategis untuk mewujudkan sasaran strategis, kemudian ditaksir biaya dan aktiva yang diperlukan. Program yang akan dilaksanakan dalam tahun tertentu, dijabarkan ke dalam langkah-langkah tahunan beserta dengan taksiran sumber daya yang dibutuhkan. Koherensi berbagai keluaran yang dihasilkan oleh empat tahap perencanaan mulai dari tahap perumusan strategi, perencanaan strategi, penyusunan program sampai dengan penyusunan anggaran, hendaknya tercipta. 2) Koherensi antara berbagai sasaran strategis Di samping memperluas sasaran strategis, balanced scorecard hendaknya juga memberikan jaringan untuk menghubungkan berbagai sasaran strategis. Pertama, perusahaan hendaknya mampu 23 memberikan kepuasan kepada stakeholder utama, yaitu investor dan customers. Investor dipuaskan oleh shareholders value, dan customers dipuaskan oleh firm equity. Shareholder value adalah nilai perusahaan dipandang dari persepsi investors. Firm equity ditentukan oleh brand equity (yaitu nilai produk dipandang dari customers) dan firm culture (kultur perusahaan yang menentukan kualitas hubungan perusahaan dengan customers). Untuk memuaskan kedua stakeholders tersebut, perusahaan memerlukan modal berupa human capital dan organizational capital. Human capital dibangun melalui employee capability dan employee commitment. Human capital juga dimanfaatkan untuk membangun organizational capital untuk mengahsilkan proses secara efektif. Proses yang efektif akan menurunkan biaya produksi secara signifikan, serta akan meningkatkan produktivitas, sehingga melipatgandakan pendapatan. Firm equity akan melipatgandakan pendapatan penjualan, sehingga jika digabung dengan penurunan biaya dari proses yang efektif tersebut akan dapat diwujudkan pelipatgandaan shareholders. d. Keseimbangan Sasaran strategis yang dirumuskan dalam perencanaan strategis perlu diarahkan ke dalam empat perspektif secara seimbang. Dua perspektif, yaitu perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan perspektif yang berfokus kepada orang. Perspektif pelanggan diwujudkan untuk menghasilkan value yang terbaik 24 bagi pelanggan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan diwujudkan melalui pembangunan kualitas sumber daya manusia. Perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal merupakan perspektif yang berfokus kepada proses-proses untuk menghasilkan produk-produk barang dan jasa dan proses untuk menghasilkan financial returns bagi investors. Perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berorientasi ke dalam perusahaan, sedangkan perspektif keuangan dan perspektif pelanggan berorientasi ke luar perusahaan. Sasaran strategis harus diarahkan ke empat perspektif secara seimbang melalui: 1) Seimbang antara fokus ke perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, 2) Seimbang antara fokus ke perspektif internal dan eksternal perusahaan. Keseimbangan perlu dilakukan karena keseimbangan sasaran strategis yang dirumuskan akan menjanjikan shareholders value yang berlipat ganda dan berjangka panjang. Jika perusahaan berfokus kepada fokus internal, maka perusahaan akan ditinggalkan oleh para pelanggan dan para investor. Jika perusahaan berfokus ke luar perusahaan, maka perusahaan akan ditinggalkan oleh SDM-nya. Jika sasaran strategis terlalu condong kepada proses yang people centric, maka proses yang demikian berdampak berat terhadap perspektif keuangan. Jika sasaran strategis terlalu condong kepada process centic (dititikberatkan ke perspektif proses 25 dan keuangan), maka perusahaan akan memperoleh komitmen rendah dari SDM-nya sehingga kondisi berdampak berat pada perspektif keuangan. e. Menghasilkan sasaran-sasaran strategis yang terukur Sistem balanced scorecard hendaknya menghasilkan sasaransasaran strategis dengan ukuran tertentu. Ukuran-ukuran ini diperlukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah dirumuskan dan untuk mengukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategis tersebut. D. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang penerapan balanced scorecard telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Irawati (2009) dengan judul EVALUASI PENERAPAN BALANCED SCORECARD PADA PT. BANK NIAGA. Hasil penelitiannya adalah : 1. Secara umum dapat terlihat bahwa usaha yang dilakukan PT. Bank Niaga untuk mencapai visi tersebut belum dapat terlaksana dimana saat ini PT. Bank Niaga belum mampu menjadi lima bank terbesar di Indonesia. Berdasarkan misi yang telah dibuat oleh PT. Bank Niaga dinilai telah mampu untuk menentukan target sebagai bank retail sesuai segmentasi pasar yang telah ditentukan dan dapat memberikan layanan yang cepat, mudah, dan cepat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan seperti pengembangan e-banking serta delivery channel-nya. 26 2. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan dua indikator rasio keuangan yaitu: Return On Investment (ROI) dan rasio efisiensi. Secara umum pada kinerja keuangan menunjukkan hasil yang kurang maksimal atau kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari indikator ROI yang mengalami peningkatan pada tahun 2007 hanya sebesar 0,16% dan indikator rasio efisiensi yang juga hanya mengalamai peningkatan sebesar 1,26%. 3. Kinerja pelanggan atau nasabah diukur dengan menggunakan indikator peningkatan penjualan bersih, profit serta jumlah pelanggan pada PT. Bank Niaga. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum perusahaan telah mampu meningkatkan penjualan, profit serta jumlah pelanggan dimana PT. Bank Niaga sangat memperhatikan kepuasan pelanggan atau nasabah dan diharapkan prestasi ini dapat lebih ditingkatkan seiring dengan pesatnya peta persaingan antar bank yang mengutamakan kepuasan pelanggan. 4. Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu: produktivitas karyawan dan retensi karyawan secara umum telah menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat produktivitas karyawan yang mengalami peningkatan sebesar Rp 51.246,30 per karyawan. Meskipun jika dilihat dari indikator retensi karyawan mengalami peningkatan sebesar 1,26% yang berarti bahwa kemampuan perusahaan untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan karyawan dapat dikategorikan belum berhasil. Dalam hal ini pihak manajemen perusahaan perlu mengadakan evaluasi dan mencari informasi, perihal apa 27 yang menyebabkan tingkat retensi karyawan mengalami peningkatan. Sehingga diharapkan di masa yang akan datang tingkat retensi karyawan dapat menurun, yang berarti bahwa keharmonisan hubungan dengan karyawan semakin meningkat. Hal ini akan berdampak pada tingkat loyalitas dan tingkat produktivitas karyawan yang tinggi. 28