17 PENDAHULUAN Latar Belakang Begomovirus dilaporkan telah menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi dengan luas serangan yang tinggi pula. Serangan Begomovirus di Indonesia yaitu pada pertanaman cabai pertama kali dilaporkan pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat oleh Hidayat et al. (2006). Selanjutnya Sulandari et al. (2006) melaporkan bahwa kejadian penyakit pada pertanaman cabai yang disebabkan oleh Begomovirus berlangsung sejak awal tahun 2000 dan telah menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi di beberapa daerah yaitu: Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kehilangan hasil pada cabai besar saat itu mencapai 100% dan pada cabai kecil 50-70%. Hingga saat ini Begomovirus masih menjadi patogen penting yang menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi pada pertanaman cabai di Indonesia. Begomovirus penyebab penyakit pada tanaman cabai di beberapa daerah di Indonesia tersebut selanjutnya disebut Pepper Yellow Leaf Curl Indonesia Virus (PYLCIV). Begomovirus merupakan anggota Famili Geminiviridae yaitu pada Subkelompok III (ICTVdB 2006). Begomovirus merupakan anggota geminivirus dengan jumlah spesies yang paling melimpah yaitu lebih dari seratus spesies dengan tanaman dikotil sebagai inangnya dan ditularkan oleh vektor kutu kebul Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae). Secara morfologi, Begomovirus memiliki partikel yang tidak beramplop, berbentuk ikosahedral simetri dan ditemukan selalu berpasangan atau geminate (kembar), dengan ukuran partikel masing-masing sekitar 15-30 nm (Fauquet 2005). Asam nukleat Begomovirus berupa utas tunggal DNA (ssDNA). Genom berbentuk sirkuler dan ditemukan dalam bentuk monopartit (terdiri dari satu genom) atau bipartit (terdiri dari dua genom) (ICVdB 2006; Van Regenmortel et al. 2000; Voyles 2002). Diketahui bahwa Begomovirus memiliki keragaman genetik yang tinggi. Santoso (2008) melaporkan adanya keragaman genetik di antara isolat-isolat Begomovirus yang berasal dari daerah-daerah di Jawa dan Sumatera melalui analisis teknik PCR-RFLP. Selanjutnya berdasarkan analisis filogenetik diketahui bahwa isolat-isolat Begomovirus terbagi menjadi tiga kelompok berbeda. Isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan ToLCV- 18 Java (Tobacco Leaf Curl Virus-Java), isolat Malang dan Blitar berkerabat dekat dengan AYVV-China (Ageratum Yellow Vein Virus-China) sedangkan isolat Kaliurang berkerabat dengan TYLCV-China (Tomatto Yellow Leaf Curl VirusChina) atau ToLCV-Laos (Tobacco Leaf Curl Virus-Laos). Trisno (2010) juga melaporkan mengenai keragaman genetik 11 isolat Begomovirus pada tanaman cabai di Sumatera Barat yang terbagi menjadi tiga kelompok. Keragaman genetik yang tinggi ini di duga karena adanya kejadian rekombinasi genetik di antara isolat-isolat Begomovirus. Sifat penularan Begomovirus melalui vektor dengan penularan secara tunggal atau bersamaan dengan strain yang berbeda maupun geminivirus lainnya pada tanaman inang yang sama maupun berkerabat dekat turut menentukan peluang terjadinya rekombinasi genetik yang tinggi antar isolatisolat Begomovirus. Implikasi dari keragaman genetik yang tinggi ini menjadi bahan pertimbangan bagi para pemulia tanaman untuk merakit tanaman yang tahan terhadap Begomovirus, yaitu untuk merakit varietas yang tahan terhadap beberapa isolat Begomovirus atau merakit beberapa varietas tahan untuk isolat Begomovirus tertentu. Selain itu informasi mengenai keragaman genetik ini bermanfaat dalam pengembangan metode deteksi Begomovirus yang tepat dan cepat. Beberapa metode deteksi geminivirus yang telah dikembangkan antara lain: teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan RFLP-PCR (Restriction Fragment Length Polymorphism-PCR), uji serologi dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dan teknik hibridisasi DNA yang menggunakan pelacak DNA (DNA probe). Teknik PCR merupakan metode yang umum digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus (Yuwono 2006; Aidawati et al. 2005; Palmer et al. 1998). Amplifikasi geminivirus, umumnya menggunakan primer universal yaitu PAL1v 1978 dan PAR1c 715 dengan ukuran fragmen DNA yang diharapkan sebesar 1,6 kb (Rojas et al. 1993; Rusli 2000; Sudiono 2001). Selain itu dapat juga digunakan primer spesifik yaitu AV1 yang akan mengamplifikasi daerah penyandi gen protein selubung (coat protein) dengan ukuran fragmen 780 bp (Santoso 2008; Meliyansah 2010; Fauziah 2010). Metode deteksi dengan teknik RFLP-PCR, dengan prinsip dasar PCR dan enzim restriksi, selain mampu mendeteksi keberadaan geminivirus juga mampu menunjukkan 19 perbedaan strain antar virus sehingga dapat digunakan untuk menelusuri hubungan genetik dan keragaman virus (Gilbertson et al. 1993), seperti yang dilakukan oleh Sudiono et al. (2004) yang menemukan adanya 2 strain Begomovirus yang berbeda yang menyerang cabai di Jawa Barat. Teknik ELISA merupakan teknik deteksi virus berdasarkan pada pengujian serologi. Beberapa keunggulan teknik ELISA yaitu memberikan hasil pengujian yang sensitif, mampu menyajikan data kuantitatif dan prosedur ELISA dapat dibuat otomatisasi (Agrios 2005). Akan tetapi teknik ini memiliki kelemahan yaitu penyediaan antigen yang spesifik membutuhkan alokasi waktu yang lama dengan biaya yang tidak murah. Khususnya untuk geminivirus, sampai saat ini ketersediaan antiserum dan stabilitasnya masih menjadi faktor penghambat utama untuk memanfaatkan teknik ini sebagai alat deteksi yang efektif dan efisien. Hal tersebut disebabkan oleh sifat fisik dan kimia partikel virus yang membuatnya sulit untuk dimurnikan dalam bentuk yang stabil, sifat imunogenik dari virion yang lemah, homologi protein selubung terutama bagi virus-virus yang ditularkan oleh B. tabaci (Roberts et al. 1984). Teknik deteksi geminivirus berbasis asam nukleat dengan prinsip hibridisasi menggunakan pelacak DNA telah banyak digunakan untuk menjawab kelemahan dari teknik deteksi PCR maupun ELISA. Prinsip teknik deteksi ini yaitu terjadinya komplementasi asam nukleat antara asam nukleat pelacak dengan genom virus. Beberapa kelebihan teknik deteksi ini dibandingkan dengan teknik deteksi geminivirus lainnya yaitu tingkat spesifisitas yang tinggi, relatif mudah dan pelaksanaannya cepat dengan jumlah sampel yang banyak (Aidawati 2006; Rubio et al. 2003). Selain spesifisitas yang tinggi, teknik ini mampu menunjukkan korelasi positif antara akumulasi DNA virus yang dideteksi dengan intensitas gejala (Rom et al. 1993; Rubio et al. 2003). Pelacak DNA yang digunakan dalam teknik deteksi hibridisasi dapat bersifat universal maupun spesifik terhadap Geminivirus. Spesifisitas pelacak DNA memegang peranan sangat penting dalam pengembangannya sebagai alat deteksi yang efektif dan efisien. Semakin spesifik pelacak DNA yang digunakan akan menambah keakuratan hasil deteksi (Keller & Manak 1992). Aidawati (2006) telah menggunakan teknik deteksi hibridisasi dot-blot menggunakan pelacak DNA yaitu klon partial DNA Tobacco Leaf Curl Virus (TobLCV), yang 20 mencakup sebagian daerah ORF V1 yang menyandikan protein selubung dan ORF C1 yang menyandikan gen replikasi, yang dilabel dengan digoxigenin, yang bersifat universal terhadap geminivirus dan mampu mendeteksi keberadaan geminivirus pada sap tanaman hingga faktor pengenceran 10-2. Untuk menjawab kebutuhan akan teknik deteksi berbasis pada uji asam nukleat dengan teknik hibridisasi Dot-Blot yang efektif dan efisien, maka dalam penelitian ini telah dikonstruksi suatu pelacak DNA yang bersifat spesifik terhadap Begomovirus dengan memanfaatkan gen protein selubung Begomovirus. Gen protein selubung Begomovirus yang disandikan oleh ORF AV1 pada DNA A Begomovirus merupakan daerah genom yang berfungsi sebagai pembentuk selubung protein, penularan dengan vektor serta untuk pergerakan virus. Selain itu gen protein selubung memiliki daerah genom yang mempunyai runutan susunan DNA dengan derajat kesamaan yang tinggi (conserved) antar anggota geminivirus. Oleh karena sifatnya tersebut, daerah genom tersebut banyak digunakan sebagai dasar pemilihan primer untuk mengamplifikasi DNA geminivirus dalam pengembangan teknik deteksi dan identifikasi Begomovirus (Morin et al. 2000; Astier et al. 2001; Fraquet et al. 2005; Santoso 2008). Teknik deteksi yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan kelak bermanfaat sebagai alat deteksi penyakit yang disebabkan oleh geminivirus khususnya Begomovirus sekaligus juga bermanfaat untuk menyeleksi genotipe tanaman yang rentan, resisten maupun toleran terhadap Begomovirus. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengkarakterisasi dan memperoleh klon rekombinan gen protein selubung (coat protein) Begomovirus yang akan digunakan sebagai pelacak DNA pada pengembangan sistem deteksi penyakit tanaman yang disebabkan oleh Begomovirus.