perencanaan kredit investasi dalam

advertisement
PERENCANAAN KREDIT INVESTASI
DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL
MENENGAH PAKAN TERNAK
(STUDI KASUS PT AFI)
Oleh
RONALD G TAMPUBOLON
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ABSTRAK
Ronald G Tampubolon. Perencanaan Kredit Investasi dalam pengembangan Industri
Kecil Menengah Pakan Ternak (Studi Kasus PT AFI). Di bawah Bimbingan
Ma’mun Sarma, sebagai Ketua dan Sri Hartoyo, sebagai Anggota.
Pada umumnya, IKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang
sifatnya tertutup dalam menjalankan usahanya hanya dengan mengandalkan modal
sendiri (equity) dengan jumlahnya sangat terbatas. Untuk mendukung pengembangan
usaha, maka kredit dari Perbankan merupakan salah satu sumber dana yang sangat
penting, baik untuk modal kerja maupun investasi pembiayaan pembangunan atau
pembelian barang modal.
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persyaratan
untuk memperoleh kredit dan secara khusus untuk (1) mempelajari faktor-faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha PT AFI, (2)
menganalisis rencana pengembangan usaha dan pentingnya sumber dana dari luar
berupa kredit investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi PT AFI.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan pelaku
usaha untuk melihat proses dan kebijakan manajemen, dalam pencapaian kinerja
perusahaan yang merupakan faktor-faktor internal yang meliputi (1) Aspek Umum,
(2) Aspek Manajemen, (3) Aspek Produksi, (4) Aspek Pemasaran, dan (5) Aspek
Keuangan. Sedangkan metode analisis yang digunakan mencakup : (1) Analisis
Keuangan, dengan menggunakan analisa (a) Rasio Likuiditas, (b) Rasio Leverage, (c)
Rasio Aktivitas, (d) Rasio Rentabilitas, dan (e) Rasio Coverage, dan (2) Penilaian
Investasi dengan menggunakan metode : (a) Payback Period, (b) Net Present Value,
(c) Internal Rate of Return, dan (d) Profitability Index. Sedangkan data eksternal yang
mendukung perkembangan usaha, diperoleh dari hasil kajian yang meliputi UndangUndang, Instruksi Presiden, Peraturan dari Lembaga-Lembaga Negara, Bank
Indonesia dan bahan bacaan, buku-buku literatur, laporan, internet, serta artikel hasil
penerbitan sumber karya ilmiah.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor-faktor eksternal seperti
kenaikan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak sudah
mulai berkurang, dan masih terbukanya peluang pasar karena kebutuhan pakan masih
besar. Sedangkan berdasarkan factor-faktor internal menunjukkan perkembangan
yang positif, diantaranya (1) Analisis Keuangan, yang didasarkan pada penjualan
hasil dari peramalan yang didasarkan pada data penjualan selama lima tahun terakhir,
diperoleh Proyeksi Keuangan yaitu (a) Rasio Likuiditas 2,23 kali memenuhi
persyaratan minimal, (b) Rasio Leverage 2,01 kali, memenuhi persyaratan maksimal,
(c) Rasio Aktivitas menunjukkan trend positif, (d) Rasio Rentabilitas menunjukkan
trend yang positif, dan (e) Rasio Coverage menunjukkan trend positif. Sedangkan
berdasarkan (2) Penilaian Investasi diperoleh hasil : (a) Payback Period 4 tahun 3
bulan ; (b) Net Present Value > 0, berarti proyek layak ; (c) Internal Rate of Return >
dari Rate of Return, berarti proyek layak ; dan (d) Profitability Index > 1, berarti
proyek layak. Sedangkan berdasarkan analisa sensitivitas dengan asumsi penjualan
turun 10% dan produksi turun 10%, serta biaya penjualan, umum dan administrasi
naik 2%, ternyata belum mempengaruhi sensitivitas kelayakan proyek. Semua kondisi
ini tentu akan menjadi nilai positif bagi perbankan, yang dalam menjalankan usahanya
dituntut menerapkan manajemen risiko yaitu, supaya beroperasi secara lebih hati-hati
(prudential), khususnya menghindari terjadinya risiko gagal bayar dari counterparty.
RINGKASAN
Ronald G Tampubolon. Perencanaan Kredit Investasi dalam pengembangan Industri
Kecil Menengah Pakan Ternak (Studi Kasus PT AFI). Di bawah Bimbingan
Ma’mun Sarma, sebagai Ketua dan Sri Hartoyo, sebagai Anggota.
Ketika terjadi krisis ekonomi, Industri Kecil Menengah (IKM) terbukti
tangguh karena tetap mampu bertahan. IKM merupakan salah satu pilar dan lokomotif
pembangunan ekonomi untuk memberdayakan sumber daya dan mendorong
tumbuhnya pengembangan kewirausahaan yang mampu meningkatkan ekonomi
kerakyatan.
Kenyataannya
banyak
IKM
yang
mengalami
kesulitan
untuk
berkembang, karena berbagai kelemahan diantaranya terbatasnya permodalan, sarana
dan prasarana.
Pada umumnya, IKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang
sifatnya tertutup dalam menjalankan usahanya hanya dengan mengandalkan modal
sendiri (equity) dengan jumlahnya sangat terbatas. Untuk mendukung pengembangan
usaha, maka kredit dari Perbankan merupakan salah satu sumber dana yang sangat
penting, baik untuk modal kerja maupun investasi pembiayaan pembangunan atau
pembelian barang modal.
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persyaratan
untuk memperoleh kredit dan secara khusus untuk (1) mempelajari faktor-faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha PT AFI, (2)
menganalisis rencana pengembangan usaha dan pentingnya sumber dana dari luar
berupa kredit investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi PT AFI.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan pelaku
usaha untuk melihat proses dan kebijakan manajemen, dalam pencapaian kinerja
perusahaan yang merupakan faktor-faktor internal yang meliputi (1) Aspek Umum,
(2) Aspek Manajemen, (3) Aspek Produksi, (4) Aspek Pemasaran, dan (5) Aspek
Keuangan. Sedangkan metode analisis yang digunakan mencakup : (1) Analisis
Keuangan, dengan menggunakan analisa (a) Rasio Likuiditas, (b) Rasio Leverage, (c)
Rasio Aktivitas, (d) Rasio Rentabilitas, dan (e) Rasio Coverage, dan (2) Penilaian
Investasi dengan menggunakan metode : (a) Payback Period, (b) Net Present Value,
(c) Internal Rate of Return, dan (d) Profitability Index. Sedangkan data eksternal yang
mendukung perkembangan usaha, diperoleh dari hasil kajian yang meliputi UndangUndang, Instruksi Presiden, Peraturan dari Lembaga-Lembaga Negara, Bank
Indonesia dan bahan bacaan, buku-buku literatur, laporan, internet, serta artikel hasil
penerbitan sumber karya ilmiah.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor-faktor eksternal seperti
kenaikan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak sudah
mulai berkurang, dan masih terbukanya peluang pasar karena kebutuhan pakan masih
besar. Sedangkan berdasarkan factor-faktor internal menunjukkan perkembangan
yang positif, diantaranya (1) Analisis Keuangan, yang didasarkan pada penjualan
hasil dari peramalan yang didasarkan pada data penjualan selama lima tahun terakhir,
diperoleh Proyeksi Keuangan yaitu (a) Rasio Likuiditas 2,23 kali memenuhi
persyaratan minimal, (b) Rasio Leverage 2,01 kali, memenuhi persyaratan maksimal,
(c) Rasio Aktivitas menunjukkan trend positif, (d) Rasio Rentabilitas menunjukkan
trend yang positif, dan (e) Rasio Coverage menunjukkan trend positif. Sedangkan
berdasarkan (2) Penilaian Investasi diperoleh hasil : (a) Payback Period 4 tahun 3
bulan ; (b) Net Present Value > 0, berarti proyek layak ; (c) Internal Rate of Return >
dari Rate of Return, berarti proyek layak ; dan (d) Profitability Index > 1, berarti
proyek layak. Sedangkan berdasarkan analisa sensitivitas dengan asumsi penjualan
turun 10% dan produksi turun 10%, serta biaya penjualan, umum dan administrasi
naik 2%, ternyata belum mempengaruhi sensitivitas kelayakan proyek. Semua kondisi
ini tentu akan menjadi nilai positif bagi perbankan, yang dalam menjalankan usahanya
dituntut menerapkan manajemen risiko yaitu, supaya beroperasi secara lebih hati-hati
(prudential), khususnya menghindari terjadinya risiko gagal bayar dari counterparty.
Ada beberapa rekomendasi/saran yang disarankan dari hasil penelitian ini,
baik untuk pihak PT AFI, maupun pihak-pihak lain, yaitu :
a. Agar rencana pengembangan usaha melalui penambahan kapasitas produksi dapat
dilaksanakan, disarankan perusahaan untuk mengajukan permohonan kredit
investasi ke bank.
b. Perusahaan tetap mempertahankan dan meningkatkan kondisi keuangan, sehingga
apabila kredit investasi disetujui oleh bank untuk penambahan penambahan pabrik
dan mesin baru dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi dapat
dilaksanakan, maka persyaratan kondisi pinjaman (financial covenant), dapat
dipenuhi, yaitu memelihara Current Ratio minimal 1,2 kali dan Debt Equityt Ratio
maksimum 2,5 kali.
c. Pertumbuhan industri tepung ikan dan pasokan jagung produksi dalam negeri
yang menjadi kebutuhan pokok bagi industri pakan, masih belum sejalan,
sehingga sebagian besar bahan baku masih diimpor, oleh sebab itu dibutuhkan
peran dari investor, maupun Pemerintah untuk mengembangkan industri tersebut.
d. Produksi pakan tidak bisa terlepas dari struktur budidaya dan populasi ternak,
karena pada dasarnya pakan mewakili 60-70% dari seluruh biaya yang
dibutuhkan. Keadaan ini tentu menjadikan pakan ternak memiliki nilai strategis
dan masih memberikan peluang yang cukup luas, oleh sebab itu Pemerintah
diharapkan akan memberikan perhatian lebih serius dan konsisten pada usaha
perikanan budidaya.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa laporan akhir yang
berjudul :
“Perencanaan Kredit Investasi dalam pengembangan Industri Kecil
Menengah Pakan Ternak (Studi Kasus PT AFI)”
merupakan hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali
yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum
pernah dipublikasikan.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Januari 2007
Ronald G Tampubolon
F.052044055
PERENCANAAN KREDIT INVESTASI
DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL
MENENGAH PAKAN TERNAK
(STUDI KASUS PT AFI)
RONALD G TAMPUBOLON
Laporan Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Laporan Akhir :
Perencanaan Kredit Investasi dalam
Pengembangan Industri Kecil Menengah
Pakan Ternak
(Studi Kasus PT AFI)
Nama Mahasiswa
:
Ronald G Tampubolon
Nomor Pokok.
:
F.052044055
Program Studi
:
Industri Kecil Menengah
Menyetujui,
Februari 2007
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec
Ketua
Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Industri Kecil Menengah,
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing,DEA
Tanggal Ujian : 3 Januari 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balige pada tanggal 14 Januari 1965 sebagai anak sulung
dari enam bersaudara dari ayah Paul Tampubolon dan Ibu Solodina (alm). Pendidikan
Sarjana ditempuh di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi
Industri Kecil Menengah.
Sejak tahun 1994, Penulis bekerja pada BNI sebagai analis kredit dengan
pangkat Senior Asisten Manager dan ditempatkan di Cabang Palu Sulawesi Tengah,
dan sejak tahun 1997 dipindahkan ke Divisi Pengendalian Keuangan. Pada tahun
1998, penulis dipromosikan menjadi Manajer.
Penulis menikah pada tahun 1999 dan telah dikaruniai dengan dua orang putra,
Jogi (7 tahun) dan Jordy (5 tahun).
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga laporan akhir berjudul Perencanaan Kredit Investasi
dalam pengembangan Industri Kecil Menengah Pakan Ternak (Studi Kasus PT AFI),
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs),
Institut Pertanian Bogor (IPB), dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing
atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian
laporan akhir
2.
Bapak Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah
mengorbankan waktu dan pikirannya dalam melaksanakan bimbingan dan
memberikan perhatian penuh dalam penyusunan laporan ini.
3.
Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu
dan membuka cakrawala dan wawasan untuk menggali informasi lebih
mendalam dalam proses penyampaian materi studi.
4.
Seluruh staf dan pimpinan PT AFI, khsususnya Bapak Yosdi, yang telah
memberikan kesempatan dan banyak membantu penulis dalam penyediaan data
maupun penjelasan, sehingga tulisan ini dapat dirampungkan.
5.
Anak-anakku tercinta, yang selama mengikuti perkuliahan maupun dalam proses
penyusunan laporan akhir ini telah merelakan begitu banyak kehilangan waktu
untuk dapat selalu bersama-sama.
6.
Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan dukungan
kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput
dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan
diterima bagi perbaikan dan penyempurnaannya.
Jakarta,
Januari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………………………………………………………………...
ii
RINGKASAN …………………………………………………………...…
iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….
viii
PRAKATA ………………………………………………………………..
ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..
xv
I.
II.
PENDAHULUAN
………………………………………………...
1
A.
Latar Belakang .........................………………..........................
1
B.
Perumusan Masalah ……………………..................................
7
C.
Tujuan …………….………………..........................................
7
LANDASAN TEORI …………………...........................................
8
A.
Sumber dan Kebutuhan Dana ………………………………...
8
B.
Kredit …………………………………………………………
9
1.
Pengertian ........................................................................
9
2.
Jenis Kredit ……………………………………………..
10
3.
Kredit Investasi ………………………………………...
11
4.
Penetapan Kondisi Pinjaman ...........................................
13
5.
Segmentasi Kredit ...........................................................
14
Laporan Keuangan ...................................................................
15
1.
Analisis Aspek Keuangan ...............................................
15
a.
Jenis-Jenis Rasio Keuangan ...................................
15
b.
Penilaian Investasi ..................................................
20
Peramalan ........................................................................
22
C.
2.
xi
METODE KAJIAN .........................................................................
24
A.
Pengumpulan Data ……………………...................................
24
B.
Metode Analisis …………………………................................
25
HASIL DAN PEMBAHASAN ………….......................................
26
A.
Keadaan Umum …………………............................................
26
1.
Sejarah Perusahaan ……………………………………..
26
2.
Perizinan Usaha ………………………………………..
26
3.
Susunan Pengurus dan kepemilikan saham ……………
26
Hal yang Dikaji …………………...........................................
27
1.
Aspek Manajemen ……………………………………..
27
2.
Aspek Produksi ………………………………………...
30
3.
Aspek Pemasaran ………………………………………
37
4.
Aspek Keuangan ……………………………………….
43
a.
Neraca …………………………………………….
43
b.
Laba/Rugi …………………………………………
44
c.
Analisa Rasio ……………………………………..
45
5.
Peramalan Penjualan …………………………………...
49
6.
Proyeksi ………………………………………………...
50
7.
Penilaian Proyek Investasi ……………………………..
53
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
56
A
Kesimpulan ……………………….……………..………………….
56
B
Saran …………………………..........................................................
58
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….....
59
LAMPIRAN …………………………………………………....................
62
III.
IV.
B.
xii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Jumlah Kredit yang Disalurkan Berdasarkan Jenis Kredit .................
3
2. Kebutuhan Pakan Ternak …………………………………………..
4
3. Perkembangan Produksi Perikanan pada Tahun 2001-2005 ……….
5
4. Jenis Kredit Dilihat dari Tujuan Penggunaan Dananya …................
11
5. Segmentasi Kredit ………………………..........................................
14
6. Susunan Pengurus dan Kepemilikan Saham ……………………….
27
7. Komposisi dan Jumlah Karyawan Tetap ………………………........
29
8. Komposisi dan Jumlah Karyawan Tidak Tetap ………...............…..
29
9. Target Produksi …………………………………………………….
33
10. Bahan Pembantu dan Sumber Pemenuhannya ………………….….
33
11. Bahan Baku dan Sumber Pemenuhannya ….......................................
33
12. Perusahaan dan Kapasitas Produksi Pesaing ……………………….
40
13. Jumlah Grosir dan Pelanggan ………………………………………
41
14. Laporan Neraca …………………………………………………….
43
15. Laporan Laba Rugi ………………………………………................
44
16. Rasio tahun 2003-2005 ………………………………………………
45
17. Peramalan Penjualan Tahun 2006-2015 …………………………....
50
18. Laporan Neraca Proyeksi …………………………………………..
51
19. Laporan Laba Rugi Proyeksi ……………………………………….
52
20. Rasio Proyeksi ………………………………………………..........
53
21. Aset, Produksi dan Penjualan ….……………………………..........
53
22. Analisa Sensitivitas ………………………………………………...
55
xiii
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Konsep 5 C ..........................................................................................
10
2. Struktur Organisasi …………………………………………………
28
3. Flowchart Proses Produksi untuk Pakan Terapung ………………...
34
4. Flowchart Proses Produksi untuk Pakan Tenggelam ........................
35
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Peramalan Penjualan ………………………………………………..
62
2. Proyeksi Cashflow ………………………………………….............
63
3. Asumsi Penyusunan Cashflow ……………………...........................
64
4. Proyeksi Rugi/Laba dan Neraca ……………………………...........
65
5. Perhitungan Produksi dan Penjualan ...................................................
66
6. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Normal …………………
67
7. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Penjualan Turun 10% ….
68
8. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Produksi Turun 10% ….
69
9. Penilaian Proyeksi Investasi pada Kondisi Biaya Penjualan,
Administrasi dan Umum naik 2% ………………………………….
10. Kuesioner …………………………………………........…………...
70
xv
71
1
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada dasarnya harus diakui bahwa Industri Kecil dan Menengah (IKM)
memang terbukti tangguh, karena ketika terjadi krisis ekonomi yang menimpa
beberapa belahan bumi termasuk Indonesia, ternyata IKM terbukti tetap mampu
bertahan. Selain itu IKM, ternyata merupakan salah satu pilar dan lokomotif
pembangunan ekonomi nasional yang berperan dalam memberdayakan semua
sumber daya yang ada, serta
mendorong tumbuhnya pengembangan
kewirausahaan yang mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan (Hubeis, 2005).
Sebaliknya krisis yang terjadi justru menyebabkan tumbangnya sejumlah usaha
besar (konglomerat) yang selama ini diperlakukan sebagai pilar ekonomi (trickle
down effect). Kondisi ini mengakibatkan adanya pergeseran pendekatan
perekonomian ke arah IKM, atau yang sering disebut dengan ekonomi
kerakyatan, yaitu suatu ekonomi yang berbasis kepada rakyat di mana rakyat
lebih banyak berperan sebagai unit produksi yang aktif (desentralisasi dengan
adanya power sharing) dan kemandirian (Syarief, 2006).
Jika dilihat dari jumlah pelaku (Kemenkop, 2006), maka pada tahun
2004 peranan dari IKM adalah 99,99 %, dimana 99,85% oleh Usaha Kecil dan
sisanya (0,14%) oleh Usaha Menengah, sedangkan Usaha Besar hanya 0,01%.
Namun jika dilihat dari sudut Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2004, maka
produksi yang dihasilkan oleh Usaha Besar adalah 44,12%, sedangkan sisanya
(55,88%) adalah IKM, yaitu Usaha Kecil 40,36%, dan Usaha Menengah
15,52%. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembangunan dunia usaha
nasional, peranan IKM sudah terbukti besar, meskipun dalam PDB peranannya
memang belum proporsional.
Kondisi ini sudah barang tentu tidak diharapkan akan demikian
selamanya, tetapi harus berkembang. Untuk mewujudkan perekonomian
nasional yang kokoh, justru diharapkan bahwa usaha kecil perlu diberdayakan
agar dapat menjadi usaha kecil yang tangguh dan mandiri, serta dapat
berkembang menjadi usaha menengah (Kemenkop, 1998) dan untuk
mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh, maka usaha menengah
perlu ditingkatkan jumlahnya dan diberdayakan menjadi usaha yang tangguh,
2
mandiri dan ungggul, sehingga peranannya dalam penyerapan tenaga kerja,
eskpor dan pembentukan produk domestik bruto semakin meningkat
(Kemenkop, 1999).
Apabila diperhatikan kondisi di lapangan, ternyata banyak juga IKM
yang mengalami kesulitan untuk berkembang, karena berbagai kelemahan yang
dimiliki, yang pada umumnya disebabkan oleh antara lain : manajemen (SDM)
yang terbatas ; lemahnya kemampuan penetrasi pasar ; lemahnya permodalan ;
iklim usaha yang kurang kondusif ; terbatasnya sarana dan prasarana ; sifat
produk dengan lifetime pendek (Hubeis, 2005). Perlu diketahui bahwa, IKM
pada umumnya adalah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang
sifatnya tertutup yang menjalankan usahanya dengan mengandalkan modal
sendiri (equity) dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Untuk
mendukung pengembangan usaha maka kredit adalah merupakan salah satu
sumber dana (permodalan) yang sangat penting, baik untuk modal kerja maupun
untuk membiayai pembangunan atau pembelian barang modal. Oleh sebab itu
harus disadari, bahwa pada hakekatnya pengembangan IKM bukan hanya
tanggungjawab pengusaha itu sendiri, melainkan merupakan tanggungjawab
bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Bantuan permodalan tentu saja sangat diharapkan melalui peran serta
dari perbankan. Hal ini memang telah menjadi komitmen perbankan, yaitu
bahwa untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah diperlukan
bantuan teknis ; tujuan pemberian bantuan teknis oleh Bank Indonesia adalah
membantu pengembangan UMKM dalam bentuk : (a) pelatihan; dan atau (b)
penyediaan informasi (BI, 2005a). Selain itu, peranan Perbankan Nasional perlu
ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat dengan tetap memperhatikan pembiayaan kepada usaha kecil
sejalan dengan perkembangan yang terjadi di bidang sosial dan ekonomi, bank
dianjurkan menyalurkan sebagian dananya melalui pemberian KUK (BI, 2001).
Sesuai dengan komitmennya, maka dana perbankan yang telah disalurkan dalam
bentuk kredit untuk beberapa periode terakhir, dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Jumlah Kredit yang Disalurkan Berdasarkan Jenis Kredit
Tahun 2004
Jenis Kredit
Non
KUK
KUK
Nilai (Rp. M)
• Modal Kerja
• Investasi
• Konsumtif
Jumlah
Non
KUK
Tahun 2005
KUK
% Tase
Non
KUK
KUK
Nilai (Rp. M)
Non
KUK
KUK
% Tase
230.293 55.444 80,60% 19,40%
286.576 64.242 81,69% 18,31%
97.731 19.133 83,63% 16,37%
113.090 19.373 85,37% 14,63%
131.908 19.038 87,39% 12,61%
183.953 22.436 89,13% 10,87%
459.932 93.615 83,09% 16,91%
583.619 106.051 84,62% 15,38%
Sumber : Bank Indonesia, 2006 (Data diolah kembali)
Catatan : KUK = maks. kredit s/d Rp.500 juta
Non KUK = maks. Kredit > Rp.500 juta
Kredit yang diartikan sebagai “kepercayaan” (credere), sebagaimana
terlihat pada Tabel 1, pada dasarnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kredit
konsumtif yang merupakan jenis kredit yang diberikan, misalnya untuk membeli
kendaraan, peralatan, dan lain-lain yang sifatnya untuk tujuan konsumtif ; kredit
modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk menambah modal kerja untuk
membiayai seperti pembelian bahan baku, biaya-biaya produksi, biaya
pemasaran, dan lain-lain dalam jangka waktu pendek, biasanya satu tahun ; dan
kredit investasi yaitu merupakan kredit jangka menengah atau jangka panjang
untuk pembelian barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk
rehabilitasi, modernisasi, maupun ekspansi proyek yang sudah ada atau
pendirian proyek baru. Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa
berdasarkan jenis kredit, jumlah Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan maksimum
kredit s/d Rp.500 juta,- pada tahun 2004 sebesar 16,91% dan pada tahun 2005
sebesar 15,38%. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis kredit, maka jumlah
Kredit Investasi pada tahun 2004 mencapai 16,37% dan pada tahun 2005
mencapai 14,63%.
Sebagaimana diketahui bahwa pakan tidak bisa terlepas dari struktur
budidaya dan populasi ternak, karena pada dasarnya pakan mewakili 60-70%
dari seluruh biaya yang dibutuhkan (Infovet, 2006). Keadaan ini tentunya
menjadikan pakan ternak memiliki nilai strategis dan masih memberikan
peluang yang cukup luas, tetapi juga sekaligus menjadi kendala tersendiri bagi
upaya pengembangan industri peternakan nasional, khususnya penyediaan bahan
baku pakan.
4
Produksi bahan baku pakan ternak dalam negeri harus ditingkatkan
untuk mengantisipasi kebutuhan pakan ternak Indonesia sebanyak 13 juta ton
pada 2010. Jika tidak dilakukan pembenahan produksi bahan baku pakan,
terutama jagung, maka kebutuhan bahan baku pakan harus meningkatkan impor.
Peningkatan kebutuhan pakan pada 2010 tersebut harus diikuti dengan
ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Peningkatan menjadi 13 juta ton pada
tahun 2010 tersebut dengan asumsi peningkatan kebutuhan setiap tahun rata-rata
10%. Inilah perlu dukungan semua pihak, terutama pemerintah, untuk
mendorong peningkatan produksi bahan baku pakan yang selama ini diimpor
(Suara Pembaruan, 2004).
Industri pakan ternak yang kini bernaung di bawah Gabungan
Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) memiliki anggota sejumlah 47
perusahaan, di mana per bulan minimal mampu memproduksi 10.000 ton.
Sementara kapasitas produksi per tahun mencapai 11 juta ton (Sihombing,
2005). Apabila dilihat dari sudut kebutuhan pakan ternak, maka kebutuhan
berdasarkan jenis ternak dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kebutuhan Pakan Ternak
Jenis Ternak
• Unggas
• Aquakultur
• Babi
• Sapi Perah
• Lainnya
Sumber : Infovet, 2006.
Persentase
Kebutuhan
Pakan
83%
7%
6%
3%
1%
Di bidang perikanan (aquakultur) pada tahun 2009, Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan pencapaian produksi perikanan
mencapai 10 juta ton. Pada tahun 2004 produksi perikanan Indonesia baru
mencapai 6 juta ton, namun dari total produksi perikanan tersebut, hanya 1,4
juta ton yang berasal dari budidaya perikanan. Hal ini karena pemerintah lebih
menekankan perkembangan penangkapan ikan, padahal potensi budidaya
perikanan lebih besar dibandingkan perikanan tangkap, yaitu mencapai 57 juta
ton. Sementara, potensi perikanan tangkap hanya 6,5 juta ton. Rendahnya
produksi budidaya perikanan, antara lain disebabkan faktor pencemaran
5
lingkungan dan tidak tersedianya benih unggul. Untuk peningkatan produksi
dapat dicapai dengan pemberian kredit dan pelatihan (Kusuma, 2004).
Untuk tahun 2005, produksi perikanan Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Perikanan pada Tahun 2001-2005
Tahun (ton)
Uraian
2001
2002
2003
2004*)
4,276,720
3,966,480
4,378,495
4,073,506
4,691,796
4,383,103
4,881,810
4,571,510
4,970,010
4,658,010
3.85
4.12
1.81
1.89
310,240
304,989
308,693
310,300
312,000
0.15
0.55
Budi daya
1,076,750 1,137,153
- Laut
221,010
234,859
- Tambak
454,710
473,128
- Kolam
222,790
254,625
- Karamba
39,340
40,742
- Jaring
Apung
40,710
47,172
1,224,192
249,242
501,977
281,262
40,304
1,468,610
420,919
559,612
286,182
53,694
1,698,600
519,200
643,600
307,900
65,600
12.22
25.15
9.16
8.52
14.47
15.66
23.35
15.01
7.59
22.17
57,628
62,371
72,300
15.55
15.92
Tangkap
- Laut
- Perairan
Umum
- Sawah
Jumlah
2005**)
Kenaikan
Rata2004 Rata
2005
(%)
(%)
98,190
86,627
93,779
85,832
90,000
-1.78
4.86
5,353,470
5,515,648
5,915,988
6,350,420
6,668,610
5.66
5.01
a
Sumber : Sihombing, 2006 .
Keterangan : *) angka sementara, **) angka perkiaraan
Dalam suatu kesempatan, Presiden berjanji akan memberikan perhatian
lebih serius pada usaha perikanan budidaya, terutama pembangunan
infrastruktur dan finansial. Alasannya, kedua hal tersebut merupakan persoalan
yang sedang dihadapi dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Khusus untuk perikanan budidaya, perlu ditunjang dengan usaha pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi beserta peningkatan pengetahuan dari para
pembudidaya (Jan, 2005).
Pada tahun 2006 target yang ingin dicapai Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP) antara lain produksi perikanan 7,7 ton atau meningkat
dibanding tahun 2005, yang terdiri atas produksi perikanan tangkap 5,1 ton dan
produksi perikanan budi daya 2,6 ton. Nilai ekspor komoditas perikanan
ditargetkan USD 3,2 miliar atau meningkat 33,3 % dari tahun 2005 yang
mencapai USD 2.399 miliar. Konsumsi ikan ditargetkan 28 kg/kapita/tahun.
Produksi udang pada tahun 2006 ditargetkan mencapai 350.000 ton, selanjutnya
6
diprediksi pada tahun 2007 sebesar 410.000 ton, tahun 2008 sebesar 470.000 ton
dan tahun 2009 sebesar 500.000 ton. Untuk merealisasikan hal ini ada sekitar
28.300 ha tambak udang diseluruh Indonesia akan direvitalisasi atau
dioptimalkan oleh DKP tahun 2006 (Business News, 2006).
Sehubungan dengan hal tersebut, PT AFI yang didirikan tahun 1990 di
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, adalah merupakan salah satu IKM yang bergerak
di bidang industri pakan ternak berencana untuk meningkatkan kapasitas
produksinya. Kapasitas produksi, PT. AFI yang memproduksi pakan ternak
khususnya pakan udang dan ikan, baru mencapai +
8.000 ton per tahun.
Perusahaan sudah terbukti cukup tangguh karena dapat melewati krisis ekonomi
yang terjadi. Sejak didirikan kondisi perusahaan menunjukkan perkembangan
yang positif, yang dapat terlihat dari trend penjualan yang mengalami
peningkatan selama tiga tahun terakhir, sebagamana yang disajikan oleh PT
AFI, yaitu : Rp.16.350 juta,- ; Rp.18.419 juta,- dan Rp.18.900 juta,- dengan
persentase kenaikan mencapai : 23,25% ; 12,65% dan 2,61%.
Dalam rangka peningkatan kapasitas produksi, perusahaan berencana
untuk melakukan pembangunan pabrik tambahan dan pembelian mesin produksi
yang baru. Untuk merealisasikan rencana tersebut, perusahaan akan melakukan
pembiayaan dengan menggunakan sebagian besar dana yang bersumber dari
modal sendiri. Namun karena keterbatasan modal sendiri, maka perusahaan
memerlukan sumber dana lainnya, yaitu mengajukan kredit jangka panjang
dalam bentuk kredit investasi ke bank.
B.
Perumusan Masalah
1. Apakah suatu usaha IKM, dari usaha kecil dapat tumbuh menjadi usaha
menengah (dapat melakukan perluasan usaha) dengan bantuan modal dari
luar ?.
2. Apakah persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
sumber dana dari luar, khususnya kredit investasi dari perbankan ?.
C.
Tujuan
1. Mempelajari faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
perkembangan usaha PT AFI.
2. Menganalisis rencana pengembangan usaha dan pentingnya sumber dana
dari luar berupa kredit investasi, dalam rangka meningkatkan kapasitas
produksi PT AFI.
7
II. LANDASAN TEORI
A.
Sumber dan Kebutuhan Dana
Dalam pembangunan ekonomi kerakyatan, usaha menengah sebagai
bagian dari IKM, mempunyai peranan yang penting dan strategis untuk
mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh, dan untuk mewujudkan
struktur dunia usaha nasional yang kokoh, maka usaha menengah perlu
ditingkatkan jumlahnya dan diberdayakan menjadi usaha yang tangguh, mandiri
dan unggul, sehingga peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan
pembentukan produk domestik bruto semakin meningkat (Kemenkop, 1999).
Di sisi lain, sebagai usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya
tertutup, IKM pada umumnya menjalankan usahanya dengan mengandalkan
modal sendiri (equity) dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sehingga
untuk mewujudkan hal tersebut, usaha IKM membutuhkan sumber dana untuk
tambahan modal kerja, maupun proyek investasi. Khusus untuk merealisasikan
proyek dibutuhkan dana untuk investasi. Dana tersebut diklasifikasikan atas
dasar aktiva tetap seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin-mesin. Setelah
jumlah dana yang dibutuhkan diketahui, selanjutnya perlu ditentukan adalah
dalam bentuk apa dana tersebut didapat. Yang jelas, yang akan dipilih adalah
sumber dana yang mempunyai biaya yang paling rendah dan tidak menimbulkan
masalah. Beberapa sumber dana yang penting (Umar, 2005) antara lain :
1. Modal pemilik perusahaan yang disetorkan
2. Saham yang diperoleh dari penerbitan saham di pasar modal
3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan di jual di pasar modal
4. Kredit yang diterima dari bank
5. Sewa guna (leasing) dari lembaga non bank
Diantara beberapa sumber dana di atas, maka kredit yang bersumber
dari perbankan merupakan salah satu sumber dana yang paling umum dikenal.
8
B.
Kredit (Pinjaman)
1.
Pengertian
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga (BI, 2005b).
Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko
yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi
keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal
perbankan telah menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha
perbankan. Oleh karena itu agar mampu beradaptasi dalam lingkungan
bisnis perbankan, Bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko agar
dapat beroperasi secara lebih berhati-hati, antara lain dengan menghitung
besarnya risiko kredit yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya (BI, 2003).
Risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi
seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang
merugikan. Sedangkan risiko kredit adalah risiko bahwa debitur tidak
dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam
kesepakatan, atau turunnya kualitas debitur, sehingga persepsi mengenai
kemungkinan gagal bayar semakin tinggi (Kountur, 2004).
Besarnya risiko kredit terdiri dari besarnya eksposur kredit dan
kualitas eksposur kredit. Besarnya eksposur kredit sama dengan besarnya
pinjaman itu sendiri, sedangkan kualitas eksposur dicerminkan oleh
kemungkinan gagal bayar oleh debitur dan kualitas dari jaminan yang
diberikan oleh debitur, semakin rendah kualitas kredit, maka semakin
tinggi risiko kredit. Ukuran risiko gagal bayar adalah kemungkinan
terjadinya gagal bayar pada periode tertentu yang dilakukan dengan
pemeringkatan. Setiap bank memiliki model pemeringkatan sendirisendiri, namun secara umum ada lima faktor yang sering digunakan yang
sering dikenal dengan 5C (character, capacity, capital, collateral,
condition), sebagaimana disajikan dalam Gambar 1 (Djohanputro, 2004).
9
Catatan masa lalu
Character
Willingness to pay
Moral hazard
Capacity
Rasio lancar, kas, efesiensi
Trend kinerja keuangan
Capital
Rasio pinjaman/ekuitas
Nilai jaminan
Collateral
Status hukum jaminan
Kemudahan likuidasi
Condition
of
Economy
Gambar 1.
2.
Kondisi makro
Intervensi pihak tertentu
Konsep 5 C : character, capacity, capital, collateral,
condition (Djohanputro, 2004).
Jenis Kredit
Berdasarkan tujuan penggunaannya, Bank Indonesia (1999)
membedakan kredit menjadi :
a. kredit konsumtif merupakan jenis kredit yang diberikan misalnya
untuk membeli kendaraan, peralatan, dan lain-lain yang sifatnya
untuk tujuan konsumtif
b. kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk menambah
modal kerja untuk membiayai seperti pembelian bahan baku, biayabiaya produksi, biaya pemasaran, dan lain-lain dalam jangka waktu
pendek, biasanya satu tahun
c. kredit investasi merupakan kredit jangka menengah atau jangka
panjang untuk pembelian barang-barang modal beserta jasa yang
diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, maupun ekspansi proyek
yang sudah ada atau pendirian proyek baru.
10
Menurut (Jusuf, 2004) disebutkan bahwa kredit merupakan sumber
dana yang dimanfaatkan untuk membeli (membiayai) aktiva, baik aktiva
lancar maupun aktiva tetap. Inti kebutuhan kredit yang tepat, ditentukan
oleh tujuan penggunaan dana yang tergantung pada jenis aktiva yang
dibiayai. Dalam Tabel 4 terdapat beberapa perbedaan jenis kredit
dihubungkan dengan kebutuhan kredit.
Tabel 4. Jenis kredit dilihat dari tujuan penggunaan dananya
Uraian
• Jangka waktu
Aktiva Tetap
Bersifat
Aktiva Lancar
jangka Jangka panjang, pendek/
panjang
transaksional (musiman)
• Jenis kredit
Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
• Jangka waktu
Jangka
kebutuhan dana
kredit
panjang, Jangka
pendek
atau
lebih jangka
panjang
tetapi
umumnya
tidak
umumnya
dari satu tahun
pada
lebih dari satu tahun
• Sifat penggunaan
Non Revolving
• Sumber pemba-
Aliran dana yang Perusahaan
yaran pokok
berasal dari laba menurunnya
pinjaman
bersih
Revolving
dilikuidasi/
aktiva
lancar, aliran dana yang
berasal
dari
tambahan,
aktiva
bisnis
penjualan
lainnya
aktiva
(mis
tetap),
mengambil
kredit
:
atau
dari
bank lain
Sumber : Jusuf, 2004.
3.
Kredit Investasi
Menurut kamus perbankan, Kredit Investasi adalah kredit jangka
menengah dan panjang yang diberikan untuk membiayai proyek baru
ataupun proyek perluasan suatu perusahaan (investment loan). Sedangkan
menurut (Muljono, 2001), Kredit Investasi merupakan kredit yang
dikeluarkan oleh bank untuk pembelian barang modal, yaitu tidak habis
dalam satu cycle, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan
11
kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang
cukup panjang, setelah melalui beberapa perputaran.
Ciri-ciri kredit investasi adalah : (a) bersifat tidak berputar (non
revolving), yaitu pokok pinjaman yang telah dilunaskan tidak dapat ditarik
lagi untuk pembelian barang investasi lainnya ; (b) merupakan kredit
jangka panjang (lebih dari satu tahun) ; (c) pencairannya selalu dikaitkan
dengan suatu investasi tertentu, misalnya untuk pembangunan pabrik ; (d)
terdapat pola pembayaran angsuran yang teratur, misalnya setiap bulan
dengan sistem cicilan tetap (Jusuf, 2004).
Investasi dilakukan dengan menggunakan dana yang terbatas
sumbernya. Agar penggunaan dana yang langka sumbernya tersebut dapat
memberikan manfaat/imbalan/keuntungan sebaik-baiknya, perlu dilakukan
pembahasan proyek investasi. Maksud dari pembahasan proyek yang
utama adalah menetapkan potensi penghasilan proyek, yaitu menilai
apakah akan menghasilkan cukup dana untuk dapat membayar kembali
semua capital cost dalam jangka waktu yang diminta dan selanjutnya
proyek akan tetap hidup dan berkembang (Sutojo, 1997).
Disamping prospek usaha, maka secara finansial penanaman modal
untuk suatu proyek investasi dapat disetujui oleh perbankan, jika telah
dilakukan perhitungan penilaian dengan mempertimbangkan (Hadiwidjaja,
2000) hal berikut :
a. Besarnya investasi (project cost)
b. Umur ekonomi proyek
c. Potensi proyek dalam memperoleh penghasilan dan menghimpun dana
tunai
d. Jangka waktu kredit yang dapat diberikan.
e. Kemampuan pembiayaan sendiri nasabah (self financing)
Menurut (Sutojo, 1997), apakah bank akan meluluskan permintaan
kredit investasi yang diajukan kepada nasabah, akan tergantung dari hasil
pertimbangan berikut :
12
a. faktor internal bank, misalnya melihat Dana Pihak Ketiga (DPK)
yang dimiliki oleh bank, yaitu yang merupakan sumber dana yang
akan disalurkan menjadi kredit kepada debitur.
b. kredibilitas calon debitur yang mengajukan permintaan kredit, yang
sering dinilai dengan menggunakan 5C.
c. prospek masa depan proyek yang akan dibiayai dengan kredit,
misalnya
dikelola
oleh
manajemen
profesional
yang
dapat
menghasilkan keuntungan layak, didukung oleh sumber daya
memadai, dan lain-lain.
4.
Penetapan kondisi pinjaman
Dalam upaya untuk mengendalikan risiko kredit, bank sering
menetapkan sejumlah kondisi yang berkaitan dengan kredit yang
diberikan. Penetapan kondisi ini terutama penting untuk kredit jangka
panjang (long term loan), yaitu pinjaman yang mempunyai jangka waktu
lebih dari satu tahun, sebab dengan memberikan kredit jangka panjang,
bank menghadapi risiko dan pengaruh terhadap likuiditas yang lebih besar.
Pelanggaran terhadap kondisi-kondisi yang telah disepakati dapat
mengakibatkan bank membatalkan perjanjian dan pemberian kredit yang
telah dilakukan. Oleh sebab itu sebelum perjanjian kredit ditandatangani,
maka seluruh kondisi harus disetujui terlebih dulu oleh kedua belah pihak.
Adapun kondisi tersebut adalah yang disebut dengan covenant
(Jusuf, 2005), yaitu kondisi-kondisi yang telah dinegosiasikan dan
disetujui oleh bank dan debitur. Dari sudut bank, covenant membantu
menurunkan
atau
mengendalikan
risiko
dari
transaksi
dengan
menspesifikasikan hal-hal tertentu yang harus tidak boleh dilakukan oleh
debitur, yang terdiri dari :
a.
Affirmative covenants, yaitu sejumlah kondisi atau tindakan yang
harus dilakukan oleh debitur, seperti :
1) Debitur harus menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit
oleh auditor sekali setahun dan laporan interim setengah tahun,
biasanya home stattement.
2) Agunan harus diasuransikan melalui maskapai asuransi yang
disetujui bank, dan sebagainya.
13
b.
Negative covenants, yaitu covenants yang melarang debitur untuk
melakukan sesuatu tindakan, seperti :
1) Debitur tidak boleh melakukan pergantian manajemen tanpa izin
tertulis dari bank.
2) Debitur tidak boleh mengambil kredit dari bank atau institusi
keuangan lainnya tanpa izin tertulis dari bank, dan sebagainya.
c.
Financial covenants, yaitu sejumlah persyaratan kondisi keuangan
yang harus dipenuhi oleh debitur, seperti :
1) Memelihara Current Ratio minimal 1,2 kali
2) Maksimum Leverage Ratio adalah 2,5 kali
5.
Segmentasi Kredit
Di dalam pelaksanaan pemberian kredit kepada Nasabah, bank
mendasarkan pada segmen usaha, yaitu Usaha Kecil, Menengah dan
Korporasi. Adapun Usaha Kecil adalah usaha yang memenuhi kriteria
yaitu : memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp.1 milyar, dengan plafond kredit keseluruhan
maksimum Rp. 500 juta, sedangkan Usaha Menengah adalah usaha dengan
kriteria yaitu : memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta
sampai dengan Rp.10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, sedangkan berapa plafond kredit, tidak diatur (BI, 2005a).
Sehubungan dengan tidak adanya aturan berapa besar plafond
kredit yang dapat diberikan kepada Usaha Menengah, maka untuk
memudahkan pengelolaan nasabah, bank menetapkan jumlah plafond
kredit, seperti yang diterapkan oleh Bank BNI yang membagi segmen
menjadi Usaha Kecil (Retail Market) dan Usaha Menengah (Middle
Market), dengan kriteria sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Segmentasi Kredit (Dalam Rp.Milyar)
Segmentasi
Asset
Sales
Plafond Kredit
Retail Market
<6
<8
<5
Middle Market
>6 s/d < 60
>8 s/d < 80
>5 s/d < 50
Sumber : BNI, 2006.
14
C.
Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang
posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan, dalam rangka membuat keputusan-keputusan
ekonomi dan menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Komponen Laporan
Keuangan secara lengkap terdiri dari : (1) neraca ; (2) laporan laba/rugi ; (3)
laporan arus kas ; (4) laporan perubahan ekuitas ; (5) catatan atas laporan
keuangan (IAI, 2002).
Dua kiteria dasar yang terdapat dalam laporan keuangan untuk mengukur
kondisi keuangan perusahaan adalah Laporan Neraca dan Laba/Rugi.
Pembahasan mengenai Neraca dan Laba/Rugi merupakan suatu hal yang sangat
penting, meskipun dalam perkembangannya ada analisa keuangan yang
menekankan pada sumber dana dan cashflow (Rangkuti, 2005).
1.
Analisis Aspek Keuangan
Tujuan menganalisis aspek keuangan adalah untuk menentukan
rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan,
dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti
ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar
kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai
apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar, 2005).
a.
Jenis-Jenis Rasio Keuangan
Secara umum rasio atas laporan keuangan dapat dibagi
menjadi lima golongan (Jusuf, 2005) sebagai berikut :
1)
Rasio Likuiditas
Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk
bagian dari kewajiban jangka panjang yang telah berubah
menjadi kewajiban jangka pendek, misalnya kredit investasi
yang telah berubah menjadi kredit jangka pendek). Rasio yang
paling banyak digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan
15
adalah
Current
menunjukkan
Ratio,
sejauhmana
yaitu
merupakan
Kewajiban
rasio
Lancar
yang
(Current
Liabilities) dijamin pembayarannya oleh Aktiva Lancar
(Current Asset). Semakin besar rasio yang diperoleh, maka
semakin lancar pembayaran hutang jangka pendeknya.
Aktiva Lancar
Current Ratio =
(CR)
2)
x
1 kali
Kewajiban Lancar
Rasio Leverage
Rasio yang menunjukkan sejauhmana perusahaan
dibiayai oleh utang (dana pihak luar). Rasio ini menunjukkan
indikasi tingkat keamanan dari pemberi pinjaman (kreditur)
dalam hal ini bank. Rasio yang paling banyak digunakan untuk
menghitung leverage perusahaan adalah Deb to Equity Ratio
(DER), yaitu perbandingan antara Total Kewajiban (Total
Utang) dengan Total Modal Sendiri (Equity). Rasio ini
menunjukkan sejauhmana Modal Sendiri menjamin seluruh
Utang. Rasio ini juga sebagai perbandingan antara dana pihak
luar dengan dana pemilik perusahaan yang dimasukkan ke
perusahaan. Jika rasio ini cukup besar, maka pihak kreditur
(termasuk bank) harus berhati-hati, karena DER yang tinggi
menggambarkan semakin rendahnya tingkat keamanan dana
yang ditempatkan dalam bisnis tersebut.
Total Kewajiban
DER
=
x
1 kali
Modal Sendiri
3)
Rasio Aktivitas
Rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektivitas
manajemen dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya,
Efektivitas manajemen dalam mengelola bisnis umumnya
dihitung dengan menggunakan rasio-rasio berikut :
16
a)
Rasio Asset Turnover (Perputaran Aktiva)
Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen
mengelola seluruh investasi (aktiva) guna menghasilkan
penjualan. Semakin besar rasio yang dihasilkan, akan
semakin baik, karena merupakan gambaran bahwa
manajemen dapat memanfaatkan setiap Rupiah Aktiva
untuk menghasilkan Penjualan.
Penjualan Bersih
Asset Turnover
=
x 1 kali
Aktiva
b)
Rasio Account Receivable Turnover (Perputaran
Piutang Dagang)
Rasio ini menunjukkan berapa kali Piutang
Dagang perusahaan berputar dalam satu tahun. Bila
dikatakan bahwa piutang dagang berputar sekian kali,
sama saja maksudnya bahwa piutang dagang akan tertagih
kembali (menjadi tunai) dalam waktu lebih kurang dari
360/sekian kali. Perputaran Piutang menunjukkan adanya
indikasi : jumlah dana yang tertanam dalam bentuk
piutang dagang sebelum akhirnya berubah menjadi
bentuk tunai berhubungan dengan penyediaan dana yang
diperlukan untuk membiayai piutang tersebut, yaitu
indikasi kualitas penagihan piutang
oleh perusahaan.
Indikasi kualitas piutang dagang yang memburuk, karena
masalahnya kemungkinan terjadi pada kualitas pelanggan
yang tidak mampu atau tidak mau membayar. Jika nilai
rasio yang dihasilkan semakin besar, akan menunjukkan
tingkat perputaran piutang dagang semakin cepat.
Perputaran
Piutang
Dagang
Penjualan
=
x 1 kali
Piutang Dagang
17
c)
Rasio Inventory Turnover (Perputaran Persediaan )
Perputaran Persediaan menunjukkan berapa kali
persediaan barang perusahaan berputar dalam setahun.
Perputaran Persediaan merupakan indikator keberhasilan
manajemen dalam mengelola persediaan barang. Jika
nilai
rasio
perputaran
persediaan
besar,
akan
menunjukkan bahwa perusahaan telah berjalan dengan
baik, karena memiliki tingkat persediaan rendah akibat
dapat diserap oleh pasar.
Harga Pokok Penjualan
Perputaran
Persediaan
=
x 1 kali
Persediaan
4)
Rasio Rentabilitas
Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
mencetak laba. Untuk para pemegang saham (pemilik
perusahaan) rasio ini menunjukkan tingkat penghasilannya
dalam
investasi.
Rasio
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba terdiri dari :
a)
Rasio Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Rasio ini menunjukkan berapa persen keuntungan
yang dicapai dengan menjual produk. Dalam kondisi
normal, Gross Profit Margin seharusnya positif, karena
menunjukkan
apakah
perusahaan
dapat
menjual
barangnya di atas harga pokoknya. Gross Profit Margin
negatif, merupakan sebagai pertanda bahwa perusahaan
tersebut rugi dalam bisnis utamanya.
Gross
Profit
Margin
b)
Laba Kotor
=
x
100 %
Penjualan
Rasio Tingkat Pengembalian Investasi (Return On
Investment atau ROI)
Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian dari
bisnis atas seluruh investasi yang telah dilakukan. Hasil
18
rasio yang semakin besar menunjukkan perolehan laba
yang semakin besar
Laba Bersih
ROI
=
x
100 %
Total Aktiva
c)
Rasio Tingkat Pengembalian Modal (Return On Equity
atau ROE)
Rasio ini mengukur berapa besar pengembalian
yang diperoleh pemegang saham (pemilik) atas modalnya
yang disetorkan untuk bisnis tersebut. ROE merupakan
indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan bisnis
dalam memperkaya pemegang saham. Semakin besar
rasio yang dihasilkan, maka keuntungan yang diperoleh
pemegang saham akan semakin besar.
Laba Bersih
ROE
=
x
100 %
Modal Sendiri
5)
Rasio Coverage
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban kreditnya dengan sumber dana
yang diperoleh dari bisnis. Dalam memberikan kredit, bank
sangat memperhatikan kelancaran pembayaran kewajiban
dalam kondisi normal, yaitu dalam kondisi perusahaan yang
dibiayai berjalan terus (going concern). Dalam mengukur
tingkat keamanan bank dalam pemberian kredit, rasio yang
banyak dipergunakan adalah Times Interest Earned Ratio atau
(EBIT Coverage Ratio) Earning Before Interest And Taxed
Coverage Ratio. Rasio ini mengukur tingkat kemampuan
perusahaan untuk membayar pokok maupun bunga pinjaman.
Semakin besar rasio yang dihasilkan, maka semakin besar pula
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban kreditnya.
19
EBIT
Coverage =
Ratio
b.
Laba Sebelum Bunga dan Pajak
x 100 %
Beban Bunga
Penilaian Investasi
Penilaian
penanaman
modal
dalam
Proyek
Investasi
dilakukan untuk meyakini apakah proyek investasi secara teknis dan
ekonomis feasible, sehingga secara finansial viable. Studi kelayakan
terhadap aspek keuangan perlu menganalisis bagaimana prakiraan
aliran kas akan terjadi. Pada umumnya metode yang biasa
dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu
investasi adalah sebagaimana disajikan di bawah ini.
1)
Payback Period
Payback period adalah suatu periode yang diperlukan
untuk
menutup
kembali
pengeluaran
investasi
dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period
merupakan rasio antara nilai investasi dengan cash inflow-nya,
yang hasilnya merupakan satuan waktu (Margaretha, 2004).
Nilai Investasi
Payback Period
=
x 1 tahun
Kas Masuk Bersih
Kriteria penilaian :
i) jika hanya ada 1 usulan, pilihan yang umurnya < umur
investasi
ii) jika lebih dari 1 usulan, maka yang diterima adalah yang
umurnya < umur investasi dan terendah
2)
Net Present Value (NPV)
NPV adalah selisih antara Present Value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih
(aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) dimasa
20
mendatang. Penilaian proyek investasi berdasarkan NPV adalah
suatu metode penilaian penanaman modal dalam proyek
investasi dengan menggunakan ukuran : present value aliran
kas netto, (Proceeds = EAT + Depreciation) setelah
diperhitungkan dengan Present Value Cost of Capital. Proyek
investasi dikatakan menguntungkan apabila present value dari
aliran kas netto lebih besar dari pada present value atas
penanaman modal atau net present value-nya positif PV
Proceeds – PV Capital Outlay > 0 (Umar, 2005).
n
CFt
NPV = Σ
t=1
dimana :
- I0
(1 + K)
t
CFt = aliran kas per tahun pada
periode t
I0
= investasi awal pada tahun 0
K
= suku bunga (discount rate)
Kriteria penilaian :
i) Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
ii) Jika NPV < 0, maka proyek ditolak
3)
Internal Rate of Return (IRR)
Metode yang digunakan untuk mencari tingkat bunga
yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan
dimasa mendatang, atau penerimaan kas dengan mengeluarkan
investasi awal. IRR adalah tingkat bunga yang menjadikan
jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal (P.V. of Capital
Outlays). Penilaian penanaman modal dalam proyek investasi
berdasarkan IRR adalah suatu metode penilaian proyek
investasi dengan menggunakan ukuran: aliran kas netto
(proceeds) diperhitungkan dengan tingkat bunga tertentu (IRR)
(Umar, 2005).
21
n
Io =
CFt
Σ
(1 + IRR) t
t=1
dimana :
t
n
Io
CFt
IRR
=
=
=
=
=
tahun ke
jumlah tahun
nilai investasi awal
aliran kas bersih
tingkat suku bunga yang dicari
harganya
Rumus IRR untuk interpolasi adalah :
P 2 – P1
IRR = P1 – C1 x C2 – C1
dimana : P1 = tingkat bunga ke 1
P2 = tingkat bunga ke 2
C1 = NPV ke 1
C2 = NPV ke 2
Kriteria penilaian :
Jika IRR yang didapatkan ternyata lebih besar dari rate of
return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima
4)
Profitability Index (PI)
Penilaian penanaman modal dalam proyek investasi
berdasarkan metode PI atau Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
adalah dengan menghitung melalui perbandingan antara nilai
sekarang (present value) dari rencana penerimaan kas bersih
dimasa mendatang dengan nilai sekarang dari investasi yang
telah dilaksanakan (Pramudya, 2005).
PV Kas Masuk
PI
=
PV Kas Keluar
Kriteria penilaian :
i) Jika PI > 1,
maka
usulan
proyek
dikatakan
menguntungkan
ii) Jika PI < 1, maka usulan proyek tidak menguntungkan
22
2.
Peramalan
Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan
keputusan manajemen, karena selaku organisasi harus selalu menentukan
sasaran dan tujuan. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan
usaha manajemen untuk mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang
belum pasti (Makridakis, 2003).
Peramalan dikelompokkan dalam peramalan kualitatif yang
didasarkan kepada pengalaman empiris sehingga relatif bersifat subjektif,
dan peramalan kuantitatif yang didasarkan kepada keadaan aktual yang
diolah dengan metode tertentu (Ma’arif, 2003)
Peranan peramalan sangat penting dalam menyusun perencanaan
produksi. Penerapan metode peramalan yang tepat dan terarah dapat
menunjang perusahaan untuk melakukan penjualan yang optimal dalam
rangka meraih tingkat keuntungan yang diharapkan. Salah satu metode
peramalan kuantitatif yang sering digunakan adalah Analisis Deret Waktu
(Umar, 2005), dengan rumus berikut :
^
Yt = a + bt
dimana :
Y
= nilai-nilai data hasil ramalan
n
= jumlah data deret waktu
t
= waktu tertentu yang telah ditransformasikan
dalam bentuk kode
23
III.
A.
METODE KAJIAN
Pengumpulan Data
1.
Pengumpulan Data Primer
Data primer disebut juga data penelitian lapangan atau studi
lapangan dari obyek yang diteliti dengan cara interview atau wawancara
langsung dengan pelaku usaha (pemilik atau manajemen perusahaan)
untuk melihat proses dan kebijakan manajemen (Lampiran10), dalam
pencapaian kinerja perusahaan yang merupakan faktor-faktor internal
berikut :
a. Aspek Umum
Hal ini meliputi sejarah, legalitas yang dimiliki, dan lain-lain
b. Aspek Manajemen
Hal ini meliputi struktur organisasi, kejelasan wewenang dan
tanggungjawab, jumlah karyawan dan lain-lain
c. Aspek Produksi
Hal ini meliputi fasilitas pabrik, mesin-mesin, kapasitas produksi,
perencanaan, dan lain-lain
d. Aspek Pemasaran
Hal ini meliputi pangsa pasar, impor, persaingan, dan lain-lain
e. Aspek Keuangan
Hal ini meneliti ratio-ratio keuangan penting yang meliputi rasio
likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio rentabilitas dan rasio
coverage
2.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data eksternal maupun internal yang
diperoleh dari Undang-Undang, Instruksi Presiden, Peraturan dari
Lembaga-Lembaga Negara, Bank Indonesia dan bahan bacaan, buku-buku
literatur, laporan, internet, serta artikel hasil penerbitan sumber karya
ilmiah.
24
B.
Metode Analisis
Metode kerja yang digunakan untuk mengolah dan menganalisa data
adalah analisis kuantitatif dan kualitatif, yaitu :
1.
Metode deskriptif, yaitu dengan data yang terkumpul yang terdiri dari
data perusahaan seperti data umum maupun data keuangan, yang antara
lain berasal dari catatan-catatan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.
2.
Metode Analisis
a. Analisis Keuangan, yaitu menganalisa data-data dan laporan
keuangan beberapa periode antara lain neraca dan laporan rugi laba
dengan analisa rasio seperti :
1)
Rasio Likuiditas
2)
Rasio Leverage
3)
Rasio Aktivitas
4)
Rasio Rentabilitas
5)
Rasio Coverage
b. Metode Peramalan
Peranan peramalan sangat penting dalam menyusun perencanaan
produksi. Penerapan metode peramalan yang tepat dan terarah dapat
menunjang perusahaan untuk melakukan penjualan yang optimal
dalam rangka meraih tingkat keuntungan yang diharapkan.
c. Metode Penilaian Investasi
Penilaian penanaman modal dalam proyek investasi dilakukan untuk
meyakini apakah proyek investasi secara teknis dan ekonomis layak,
dan secara financial viable, dengan menggunakan metode seperti :
1)
Payback Period
2)
Net Present Value (NPV)
3)
Internal Rate of Return (IRR)
4)
Profitability Index (PI)
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Keadaan Umum
1.
Sejarah Perusahaan
PT AFI adalah merupakan salah satu perusahaan IKM yang
bergerak dalam produksi pakan ternak, antara lain : pakan udang, ikan,
unggas dan lain-lain. Perusahaan ini berlokasi di Kp. Kedep, Kec. Gunung
Putri, Bogor, Jawa Barat, yang menempati areal seluas ± 20.000 M2.
Sesuai dengan Akte Pendirian No.109 tanggal 13-03-1990, pada
awalnya perusahaan ini merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA), yang
disahkan oleh Menkeh pada tahun 1991 dan diumumkan dalam Berita
Negara RI pada tanggal 19-11-1991, dengan susunan pemegang saham
yaitu 70% dipegang oleh Allied Aquatic Development Ltd. Hongkong dan
30 % dipegang oleh Sdr. Muwarto. Dalam perkembangannya, sesuai Akte
Perubahan No. 38 tanggal 15-09-1994 kepemilikan saham berubah
menjadi sebesar 95% milik Allied Aquatic Development Ltd Hongkong dan
sebesar 5% menjadi milik Sdr. WW. Kemudian sesuai dengan Akta No.
27 tgl. 27-07-1996 tentang Keputusan Rapat yang menyetujui pemindahan
kepemilikan 95% saham dari Allied Aquatic Development Ltd Hongkong
kepada Sdr. WW. sesuai dengan Surat Persetujuan Menteri Negara
Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM No.15/V/PMDN/1996 tanggal 2608-1996, sehingga status PT AFI berubah dari PMA menjadi Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN).
2.
Perizinan Usaha
Untuk mendukung operasional perusahaan, adapun perizinan yang
dimiliki adalah : NPWP, SIUP, TDP, SK Domisili Perusahaan, APIT, Izin
Gangguan, Surat persetujuan Meneg Penggerak Dana Investasi/Ketua
BKPM tentang pengalihan status perusahaan dari PMA menjadi PMDN.
26
3.
Susunan Pengurus dan kepemilikan saham
Berdasarkan Surat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
No. 15/V/PMDN/1996 tgl.26-08-1996, maka status perusahaan dari PMA
berubah menjadi PMDN yang diikuti dengan penjualan seluruh saham
kepada
Sdr. WW. sehingga susunan pemegang saham dan pengurus
perusahaan adalah seperti dalam Tabel 6.
Tabel 6. Susunan Pengurus dan kepemilikan saham
Nama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
WW
RW
EJ
Mt
LET
ME
Total
Sumber : PT AFI, 2006.
B.
Jabatan
Direktur Utama
Share Holder
Share Holder
Komisaris Utama
Direktur
Komisaris
Share
Saham
(%)
92,4
1,9
5,7
0
0
0
100,0
Hal yang Dikaji
1.
Aspek Manajemen
a.
Manajemen dan Organisasi
Salah satu covenant yang menjadi pertimbangan bank untuk
meminimalisir risiko dalam memberikan kredit adalah Negative
covenants, yaitu melarang debitur untuk melakukan suatu tindakan
pergantian manajemen tanpa izin tertulis dari bank. Dari daftar
pengurus dan pemegang saham sebagaimana disajikan di atas,
ternyata bahwa diantara manajemen dan pemilik (pemegang) saham
masih terdapat ikatan keluarga, sehingga hal ini menjadi nilai positif
bagi bank. Sedangkan jika dilihat dari reputasi (integritas)
manajemen juga masih positif, karena disamping telah mempunyai
pengalaman > 10 tahun, juga tidak terdaftar di dalam daftar black list
Bank Indonesia.
27
Manajemen dan organisasi disusun dengan sederhana, namun
telah cukup efisien dalam menjaga kelancaran produksi dan
pengelolaan perusahaan, sehingga perusahaan dapat dijalankan dan
dikendalikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pembagian
wewenang dan tanggung jawab telah dibagi dengan jelas. Komisaris
perusahaan mengawasi jalannya perusahaan, sedangkan direksi akan
mengatur
operasional
perusahaan
yang
meliputi
penentuan
kebijakan, keuangan dan koordinasi dengan instansi terkait. Dalam
pelaksanaannya Direktur dibantu oleh manajer produksi, manajer
akunting dan keuangan, manajer SDM dan manajer pemasaran.
Struktur organisasi telah disusun berdasarkan organisasi
secara sederhana, di mana secara keseluruhan telah mencakup fungsi
dan tanggungjawab dalam perusahaan. Dengan struktur ini
pembagian pekerjaan, wewenang dan tanggungjawab cukup jelas,
sebagaimana yang terlihat dalam Gambar 2.
Komisaris
Direksi
Manager
Marketing
Wakil
Market
ing
Supervisor
Manager Keuangan &
Akuntansi
Chief
Keuangan
&
Akuntansi
Manager
SDM
Manager
Produksi
Quality
Control
Personalia/
/Umum
Super
visor
Staf
Staf
Staf
Staf
Staf
Gambar 2. Struktur Organisasi (PT AFI, 2006).
b.
Komposisi Karyawan
Komposisi dan status karyawan didasarkan kepada jenis
pekerjaan yang terdiri dari : (1) karyawan tingkat manajerial ; (2)
karyawan staff kantor ; (3) tenaga ahli produksi (skilled labour) ; (4)
28
tenaga produksi biasa (unskilled labour). Komposisi dan jumlah
karyawan dengan status pegawai tetap dan tidak tetap adalah
sebagaimana terlihat dalam Tabel 7 dan 8. Sekitar + 15% diantara
karyawan tersebut memiliki latar belakang pendidikan sarjana (S1)
dan rata-rata telah mempunyai masa kerja lebih dari sepuluh tahun.
Disamping karyawan tetap tersebut, perusahaan juga masih merekrut
pegawai dengan status borongan dan karyawan harian. Sistem
penggajian/pengupahan dilakukan secara bulanan untuk karyawan
tetap dan mingguan untuk tenaga kerja borongan dan harian.
Besarnya upah disesuaikan dengan tugas dan jabatan masing-masing,
sedangkan untuk tenaga kerja borongan diberikan sesuai dengan
Upah Minimum Propinsi (UMP).
Tabel 7. Komposisi dan jumlah karyawan tetap
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Jabatan
Manajer Akunting & Keuangan
Manajer Pemasaran
Manajer Produksi
Manajer Teknik
Kepala Pabrik
Quality Control
Staf Quality Control
Staf ADM & Umum
Staf Marketing
Staf Keuangan
Staf Akuntansi
Staf SDM
Security
Driver
Umum
Operator
Packing
Gudang
Engineering
Total
Sumber : PT AFI 2006.
Jumlah
Karyawan
(orang)
1
1
1
1
1
1
2
5
4
2
2
2
6
4
4
6
6
6
5
60
29
Tabel 8. Komposisi dan jumlah karyawan tidak tetap
No
1.
2.
Status
Jumlah
Karyawan
(orang)
Karyawan Borongan
Karyawan Harian
80
20
Sumber : PT AFI, 2006.
2.
Aspek Produksi
a.
Fasilitas Pabrik
Pabrik berlokasi di daerah/lokasi industri, sehingga tidak
terlalu berpengaruh terhadap dampak lingkungan yang menempati
lahan seluas + 12.000 m2. Selain untuk pabrik di lokasi tersebut juga
terdapat bangunan kantor, mess karyawan, kantin, pos jaga dan
sarana ibadah. Konstruksi bangunan pabrik yang digunakan saat ini,
adalah dengan menggunakan pondasi pasangan batu kali, lantai cor
beton, rangka atap baja, penutup seng dan dinding batu bata yang di
plester dan di cat dengan tinggi mencapai + 20 m2 dan luas + 3.000
m2, serta bangunan lainnya mencapai + 480 m2. Sedangkan untuk
rencana pembangunan gedung pabrik baru sebagai upaya untuk
mendukung peningkatan kapasitas produksi, juga akan dibangun
dengan konstruksi yang sama dengan pabrik sebelumnya, dengan
tinggi + 20 m2 dan luas + 6.000 m2.
Pemilihan
lokasi pabrik dan kantor didasarkan
atas
pertimbangan berikut :
1) tersedianya tenaga kerja yang cukup
2) letak yang strategis, baik untuk pengangkutan
bahan baku,
barang jadi, maupun untuk kegiatan pemasaran
3) merupakan daerah peruntukan industri, sehingga masalah
dampak lingkungan dapat dihindari
4) tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.
30
b.
Mesin-mesin
1)
Mesin-mesin yang digunakan saat ini
Mesin-mesin yang digunakan hingga saat ini, masih
dalam kondisi baik dan terawat, terdiri dari :
i) 1 (satu) unit mesin pakan ikan terapung Line Shrimp Fedd
Processing Equipment (line 1) dengan merek Bea Hsum,
buatan Taiwan tahun 1990 dengan kapasitas 1.000 kg/jam
ii) 1 (satu) unit mesin pakan ikan terapung Line Shrimp Fedd
Processing Equipment (line 2) dengan merek Local, buatan
Taiwan tahun 2000 dengan kapasitas 750 kg/jam
iii) 1 (satu) unit mesin pakan tenggelam Line Shrimp Fedd
Processing Equipment (line 1) dengan merek Idah, buatan
Taiwan tahun 2000 dengan kapasitas 750 kg/jam
iv) 1 (satu) unit mesin pakan tenggelam Line Mini Shrimp
Fedd Processing Equipment (line 2) dengan merek Bea
Hsum, buatan Taiwan tahun 1990 dengan kapasitas 500
kg/jam
2)
Rencana pembelian mesin baru
Untuk mendukung mesin-mesin yang sudah ada saat ini,
dan agar kapasitas produksi dapat meningkat, maka perusahaan
berencana untuk membeli mesin-mesin baru dengan nilai
Rp.12.705 juta. Mesin yang direncanakan akan dibeli adalah
mesin buatan China dengan kapasitas + 3.000 s/d 4.000 kg/jam,
dengan umur ekonomis 10 tahun, yang terdiri dari :
i)
ii)
iii)
iv)
v)
vi)
vii)
viii)
1 (satu) line receiving & precleaning process
1 (satu) line griding process
1 (satu) line proportioning & mixing process
1 (satu) line extruding process
1 (satu) line shinking process
1 (satu) line bagging process
1 (satu) line seedling shrimp feed process
1 (satu) line aircompressing & liquid adding process
Sumber dana untuk pembelian mesin-mesin tersebut
adalah
self
financing
dan
juga
direncanakan
dengan
31
mengajukan kredit investasi Rp.8.000 juta, melalui perbankan.
Dengan plafond kredit sebesar Rp.8.000 juta, jika dilihat dari
segmen usaha, maka pihak bank akan menggolongkannya
sebagai segmen usaha menengah.
c.
Produk yang dihasilkan
1)
Produksi saat ini
Berdasarkan sifatnya, produk yang dihasilkan terbagai
dalam dua, yaitu pakan terapung dan pakan tenggelam, dan
sesuai dengan peruntukannya terdiri dari enam jenis yaitu : (a)
Pakan Ikan Terapung ; (b) Pakan Ikan Tenggelam ; (c) Pakan
Udang Intensif ; (d) Pakan Udang Semi Intensif ; (e) Pakan
Ayam ; dan (f) Pakan-pakan ternak lainnya.
Kapasitas produksi pada tahun 2005 untuk 1 (satu) shift
(7 jam/hari) dengan jumlah 24 hari kerja selama satu bulan atau
288 hari kerja selama satu tahun adalah mencapai + 8.900 ton,
yang terdiri dari pakan terapung dan pakan tenggelam masingmasing sebanyak 4.457 ton, dengan berbagai merek dagang,
antara lain :
a) Pakan Udang (tenggelam) dengan merek dagang Haima
Super, Kendi Mas, Ecobest, Naga Mas, Power, Mascot dan
Kapal Layar
b) Pakan Ikan (tenggelam) dengan merek dagang Haima
Super, Kendi Mas, Ecobest, Prima, 888, 999 dan Kapal
Layar
c) Pakan ikan (terapung) dengan merek dagang Mascot, Kapal
Layar, Prima, Ecobest, Kendi Mas, Haima Super, 888 dan
999
d) Pesanan/makloon dari perusahaan lain untuk pakan ayam,
udang, ikan dan pakan lainnya.
Dalam
pengembangan
perusahaan
manajemen
perusahaan cukup inovatif untuk menciptakan produk-produk
baru, seperti saat ini masih dalam tahap penelitian untuk
pengembangan pakan unggas, pakan babi, pakan sapi dan
32
pakan lainnya. Disamping produksi untuk dijual sendiri, juga
menerima pesanan/makloon dari perusahaan lain.
2)
Target produksi
Jika tambahan mesin dapat terealisasi, maka perusahaan
merencanakan akan dapat meningkatkan produksi sebagaimana
disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Target Produksi
Tahun
Pakan
Terapung
(ton)
2006
4.998,60
2007
5.610,24
2008
6.147,32
2009
6.605,55
2010
7.095,00
2011
7.527,99
2012
7.959,17
2013
8.491,45
2014
9.046,56
2015
9.656,00
Sumber : PT AFI, 2006.
d.
Pakan
Tenggelam
(ton)
4.621,00
4.904,20
5.300,40
5.679,99
5.996,80
6.347,82
6.754,07
7.189,39
7.599,30
7.948,81
Jumlah (ton)
9.619,60
10.514,44
11.447,72
12.285,54
13.091,81
13.875,82
14.713,24
15.680,84
16.645,86
17.604,81
Proses Produksi
1)
Bahan Baku
Suplai bahan baku dan bahan pembantu diperoleh dari
bahan lokal (dalam negeri) dan impor. Untuk bahan baku impor
diperoleh dengan impor langsung, maupun melalui pasar lokal
yang memang masih cukup tersedia melalui importir, seperti :
PT Enseval Putera, PT Nutri I , PT Politama dan lain-lain.
Adapun jenis-jenis bahan pembantu dan bahan baku serta
sumbernya, sebagaimana terlihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11.
Tabel 10. Bahan pembantu dan sumber pemenuhannya
Nama Bahan
Zak Pakan Ikan
Zak Pakan Udang
Benang
Label
Sumber
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
33
Tabel 11. Bahan baku dan sumber pemenuhannya
Nama Bahan
Sumber
Aqua Stab
Aquatec
Bungkil Keledai
Bungkil Kopra
Calcium Carbonat
Choline Choride
Crude Palm Oil
Impor
Lokal
Impor
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Dedek
Elot
Feather Meal
Fish Oil
Lokal
Lokal
Impor
Impor/
Lokal
Impor
Lokal
Lokal
Lokal
Impor
Lokal
Lignobond
Lysin
Meat Bone Meal
Mineral Ikan
Molband
Nocotin Acid
Nama Bahan
Sumber
Onggok
Lokal
Petis
Lokal
Premik Udang
Lokal
Protosan
Lokal
Remis
Lokal
Sagu
Lokal
Squid Liver
Lokal
Powder
Squid Solubel Paste Impor
Tapioka
Lokal
Tepung Ikan
Lokal
Tepung Ikan Steam Lokal
Tepung Jagung
Tepung Terigu
Tepung Udang
Vitamin
Wheat Brand Pollar
Yeast
Lokal
Lokal
Lokal
Impor
Lokal
Lokal
Sumber : PT AFI, 2006.
2)
Pengolahan Produksi
Bahan baku berupa fish meal, tepung terigu, kedele,
tapioka dan lain lain diaduk dan dimasukkan ke dalam single
mixing, kemudian diolah di double mixing dengan ditambahkan
beberapa vitamin yang selanjutnya menghasilkan pelet. Pelet
yang sudah ada dimasukkan ke dalam oven dan hasilnya
dipisahkan untuk pakan udang dan ikan berdasarkan ukuran
packing, lalu dilakukan pemeriksaan sample oleh Quality
Controll.
Produk finishing
di packing berdasarkan ukuran,
yaitu 10 kg, 25 kg, 30 kg, dan 50 kg. Setelah itu dimasukkan ke
gudang dan langsung dikirim ke PT MAM untuk dipasarkan.
Adapun alur (flowchart) proses produksi adalah sebagaimana
terlihat dalam Gambar 3 dan 4.
34
Raw
Material
Purpurizer
Dryer
Packing
Single
Mixing
Ham
mer
Dust
Collector &
Blower
Gambar 3.
Raw
Material
Single
Mixing
Ham
mer
Dust
Collector &
Blower
Gambar 4.
Dust
Collector &
Blower
Coller +
Blower
Finish
Good/
Warehouse
Shifter
Double
Mixing
Coatin
Extruder
Flowchart proses produksi untuk pakan terapung
(PT AFI, 2006)
Double
Mixing
Peletizing
Oven
Shifter
Packing
Finish
Good/
Warehouse
Coller +
Blower
Flowchart proses produksi untuk pakan tenggelam
(PT AFI, 2006)
35
3)
Pengawasan Mutu
Sebagaimana
disebutkan
dalam
pidato
sambutan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dalam
acara pembukaan temu nasional kebijakan pakan udang/ikan
dan penanganan permasalahan antibiotika pada budidaya di
Jakarta tanggal 24 Agustus 2004 (DKP, 2004), bahwa dalam
praktek budidaya ikan/udang di lapangan, masih ditemukan
indikasi adanya ketidaksesuaian mutu (nilai nutrisi) pakan yang
beredar di pasaran dengan mutu pakan yang tercantum dalam
label kemasannya, disamping itu masih ada beberapa pakan
yang mengandung jenis antibiotik tertentu yang dilarang
penggunaannya dikhawatirkan akan terakumulasi dalam daging
ikan atau udang yang mengkonsumsinya.
Dalam
hal
pengawasan
kualitas
pakan,
maka
pengawasan dilaksanakan oleh Quality Control bersama
dengan petugas produksi melalui laboratorium, yaitu :
i) Kontrol mutu produksi yang meliputi :
•
Bentuk pakan
•
Potongan pakan
•
Kadar air
•
Water stability
•
Mutu kandungan pakan
ii) Kontrol mutu produk kemasan yang meliputi :
•
Kecocokan isi (nilai nutrisi) pakan dengan mutu pakan
yang tercantum dalam label kemasannya
•
Jahitan kemasan pakan
•
Timbangan pakan
•
Produk yang akan dikemas harus sesuai dengan jenis
zaknya
Untuk lebih menjamin kualitas pakan, secara periodik
dilakukan pengujian di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak
(BPMPT) Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan
Departemen Pertanian, yang bertujuan antara lain untuk
36
menyusun
formula
pakan,
mengevaluasi
mutu
pakan,
memeriksa nutrisi yang dapat tercerna, dan untuk memastikan
nilai nutrisi dari pakan tersebut, yang dilakukan dengan cara :
a) pengujian pakan secara fisik ; b) pengujian pakan secara
kemik, seperti : analisis proksimat (air, abu, serat kasar, protein
kasar, karbohidrat), analisis serat, penentuan kecernaan, serta
untuk mengetahui ada/tidak adanya suatu nutrien organik
maupun non-organik didalam pakan.
Hasil pengawasan Quality Control dilaporkan ke
Bagian Penjualan melalui sistem administrasi yang rapi dalam
bentuk Laporan Hasil Produksi setiap hari.
3.
Aspek Pemasaran
a.
Kebutuhan pakan
Indonesia terdiri atas perairan yang berpotensi besar untuk
dapat dimanfaatkan sebagai lahan untuk kegiatan budidaya ikan,
udang
ataupun
biota
air
lainnya.
Namun
kekayaan
dan
keanekaragaman sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan
secara optimal, baik di bidang budidaya air tawar, air payau maupun
air laut. Perkiraan potensi sumber daya perikanan budidaya adalah
sebesar 26.606.000 ha, yang terdiri atas potensi budidaya laut
24.528.000 ha, air payau 913.000 ha dan air tawar 1.165.000 ha.
Namun pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru
mencapai 0,002% untuk budidaya laut, 45,42% untuk budidaya air
payau dan 25,00% untuk budidaya air tawar. Produksi ikan hasil
tangkapan yang hampir mencapai maximum sustainable yield,
diakibatkan telah jenuhnya tingkat pemanfaatan penangkapan di
berbagai perairan dan bahkan telah terjadi penangkapan dengan
tingkat yang berlebih. Oleh karenanya pembangunan perikanan
budidaya perlu dioptimalkan untuk menjadi tumpuan dalam
pembangunan perikanan. Pada tahun 2009 Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP) menargetkan pencapaian produksi perikanan
mencapai 10 juta ton. Saat ini produksi perikanan Indonesia baru
37
mencapai 6 juta ton. Indonesia memiliki peluang yang besar untuk
meningkatkan produksi perikanannya, karena memiliki total potensi
perikanan mencapai 65 juta ton. Dari total produksi perikanan
tersebut, hanya 1,4 juta ton yang berasal dari budidaya perikanan, hal
ini
karena
pemerintah
lebih
menekankan
perkembangan
penangkapan ikan. Padahal, potensi budidaya perikanan lebih besar
dibandingkan perikanan tangkap, yaitu mencapai 57 juta ton.
Sementara, potensi perikanan tangkap hanya 6,5 juta ton. Rendahnya
produksi budidaya perikanan antara lain disebabkan faktor
pencemaran lingkungan dan tidak tersedianya benih unggul.
Peningkatan produksi dapat dicapai dengan pemberian kredit dan
pelatihan (Kusuma, 2004).
Dalam pidato sambutan
Republik Indonesia
Menteri Kelautan dan Perikanan
dalam acara pembukaan temu nasional
kebijakan pakan udang/ikan bulan Agustus tahun 2004 lalu,
disebutkan bahwa pakan memiliki peran strategis dalam perikanan
budidaya, karena memiliki dampak fisiologis, ekonomis serta
berdampak pada ekosistem atau lingkungan. Selain berpengaruh
langsung
terhadap
kecepatan
pertumbuhan
ikan/udang
yang
mengkonsumsi-nya, secara ekonomis biaya penyediaan pakan dalam
perikanan budidaya mencapai 40-60 % dari biaya produksi. Salah
satu sarana produksi terpenting dalam menentukan keberhasilan
usaha
budidaya
perikanan
adalah
ketersediaan
pakan
yang
berkualitas baik pakan benih maupun pakan pada usaha budidaya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pakan udang/ikan yang
beredar di masyarakat, sangat bervariasi baik dalam jenis maupun
kualitasnya (DKP, 2004).
b.
Ketersediaan Pakan
1)
Impor Pakan Ternak
Salah satu penyebab lemahnya daya saing produk
udang lokal karena diproduksi secara tidak efisien. Misalnya
mengefisienkan proses usaha, menekan biaya transportasi,
38
mengurangi pungutan resmi maupun tidak resmi. Selain itu
kemampuan untuk menjaga harga pakan agar tidak tinggi. Tapi
yang jauh lebih penting adalah menekan harga pakan. Dalam
komponen biaya produksi, harga pakan menempati urutan
tertinggi.
Tingginya harga pakan, bisa dimaklumi, sebab
sebagian besar bahan baku (sekitar 60%-70%) terdiri dari
tepung ikan dan semuanya masih diimpor. Akibatnya, jika
pemerintah terus berteriak lantang meminta petambak udang
menggenjot produksi, namun tidak dibarengi dengan upaya
mendorong tumbuhnya industri tepung ikan dalam negeri,
yang menjadi kebutuhan pokok bagi industri pakan udang,
maka upaya menggenjot produksi pun menjadi dilematis.
Memang banyak alasan yang dikemukakan, diantaranya alasan
klasik yang paling sering dikemukakan pemerintah maupun
produsen pakan udang adalah kandungan protein. Yang
dibutuhkan untuk industri pakan udang minimal 60%,
sementara kandungan protein ikan yang menjadi bahan baku
tepung ikan untuk pakan ternak di perairan Indonesia hanya
50%.
Kebutuhan tepung ikan untuk industri pakan udang dan
ikan selama ini diimpor dari Chili dan Peru, karena kandungan
protein tinggi di atas 60%. Tetapi dengan kondisi seperti itu,
membuat harga pakan sangat rentan, karena bergantung pada
fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap kurs dolar AS. Apalagi,
seperti yang kerap dikeluhkan para petambak dan pembudi
daya ikan, harga pakan segera naik ketika kurs dolar AS
menguat. Tetapi, harga pakan tidak kunjung turun ketika dolar
AS kembali normal. Alasannya, di gudang masih banyak
bahan baku yang dibeli saat dolar AS tinggi. Pentingnya
menekan harga pakan dengan cara mengurangi impor, karena
pakan juga penting untuk mendukung usaha produksi
perbenihan. Sampai saat ini, menurut data Ditjen Perikanan
Budidaya DKP, total kebutuhan pakan benih (di luar ikan hias)
39
pada 2003 mencapai 985,44 ton, sebesar 678,87 ton di
antaranya atau sekitar 68,89% dari total kebutuhan pakan
benih di impor.
Hingga Juli 2004, besarnya impor pakan benih telah
mencapai 1.038,68 ton dan selama tiga tahun terakhir hingga
2004 terjadi peningkatan impor pakan benih ikan/udang
mencapai rata-rata 175,5% per tahun. Melihat besarnya
kebutuhan pakan untuk usaha budi daya dan pembenihan baik
udang maupun ikan, maka pemerintah sangat berkepentingan
untuk mendorong industri tepung ikan dalam negeri. Dengan
menekan impor, maka sektor perikanan dengan sendirinya
menekan tingkat penghamburan devisa negara, sekaligus ikut
membuka lapangan kerja baru dan untuk mendorong
munculnya industri pakan udang atau ikan di dalam negeri,
pemerintah perlu menghitung secara cermat usulan pengusaha
produsen pakan dan perlu memberikan insentif kepada
investor yang berminat menggarap industri tepung ikan di
dalam negeri untuk mengurangi ketergantungannya terhadap
produk impor (Nurudin, 2004).
2)
Tingkat Persaingan produk dalam negeri
Kondisi dan tingkat persaingan dalam usaha industri
produsen pakan ternak cukup tajam, perusahaan yang bergerak
dalam bisnis ini, hingga saat ini masih di dominasi oleh
perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), diantaranya
sebagaimana terlihat dalam daftar perusahaan dan kapasitas
produksi pesaing dalam Tabel 12.
40
Tabel 12. Perusahaan dan kapasitas produksi pesaing
Nama Perusahaan
PT Japfa Comfeed Ind
PT Charoen Phokphand
PT Dharmala Agrifood
PT Cargill Indonesia
PT Sierad Feedmill
PT Buana Superior Feed
PT Gold Coin Indonesia
PT Cipendawa Farm Ent
PT Metro Inti Sejahtera
PT Bamaindo Foodstuf
PT Inti Guna Sanjaya
PT Pehaja
PT Agri Bima Corp
PT Teluk Betung Pell Coy
Sumber :
Lokasi Pabrik
Tangerang,
Surabaya, Cirebon
Medan, Sidoarjo,
Tangerang
Cilacap
Bgr, Malang, Sby,
Smg, U Pandang
Tangerang
Bekasi
Bekasi
Bekasi
Bekasi
Sidoarjo
Surakarta
Medan
Sukabumi
Lampung
Kapasitas
Produksi
(ton/tahun)
1.845.000
1.570.000
480.000
400.000
220.000
210.000
150.000
120.000
86.000
72.000
61.000
50.000
50.000
35.000
Businessnews, Indocommercial, 2006 (data
diolah kembali)
Pada tahun 2006 kapasitas produksi PT AFI sebesar
9.620 ton. Dibandingkan dengan pesaing, maka kapasitas
produksi PT AFI masih jauh dari kapasitas produksi pesaing.
Namun walaupun demikian, hal ini masih memberikan peluang,
karena strategi produksi PT AFI yang lebih fokus pada pakan
ikan (tenggelam dan terapung), sedangkan pesaing pada
umumnya lebih dominant pada pakan unggas.
c.
Alur Pemasaran
Untuk memasarkan produk, pemasaran dipegang oleh agen
tunggal yaitu PT Misutama AM (PT MAM) yang merupakan group
usaha, dan untuk menjangkau penjualan ke berbagai daerah
konsumen, PT MAM telah mempunyai cabang-cabang dibeberapa
kota, antara lain : Jakarta, Surabaya, Semarang (Kendal), Cirebon,
41
Pamanukan, Lampung, Palembang, Medan dan Makassar, dengan
siklus distribusi sbb :
PT. AFI
PT. MAM
Grosir/
Toko
Petani
tambak/
konsumen
Beberapa grosir/toko dan pelanggan yang telah dimiliki diberbagai
tempat, adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Grosir dan Pelanggan
Cabang
Jumlah
Jumlah
Grosir
Langganan
Surabaya
5
150
Lampung
7
300
Semarang
1
150
Medan
1
150
Makasar
1
70
Cirebon
1
100
Pamanukan
1
70
Pontianak
1
60
Sumber : PT AFI, 2006
d.
Dampak penyakit dan kenaikan harga bahan bakar minyak
Produksi industri pakan ternak pada tahun 2006 diperkirakan
tidak berbeda jauh dari jumlah produksi tahun lalu menyusul tren
permintaan pasar belum tumbuh nyata, karena adanya faktor
eksternal berupa adanya virus flu burung (avian influenza), maupun
dengan kenaikan bahan bakar
minyak (BBM). Pada semester
pertama tahun 2006 produksi pakan ternak mencapai 3,4 juta ton, dan
pada semester kedua diperkirakan akan naik yang disebabkan
masyarakat sudah lebih tahu tentang flu burung agar tidak membuat
masyarakat tidak makan unggas. Selain itu, akibat kenaikan daya
beli, pengaruh buruk kenaikan harga BBM pada tahun lalu pada daya
beli masyarakat, kini sudah mulai berkurang, kini daya beli
masyarakat sudah membaik dan pendapatan mulai meningkat. Di sisi
lain pengusaha pakan masih belum bisa menghindari untuk tidak
mengimpor bahan baku pakan, terutama jagung, sebab pasokan
jagung produksi dalam negeri masih belum cukup, kendati sudah
42
ditambah oleh produksi jagung hibrida di Gorontalo. Sebab
produksinya hanya 150.000 ton. Impor jagung tahun ini diperkirakan
satu juta ton, sampai Agustus 2006, impor jagung sudah mencapai
800.000 ton, namun impor jagung untuk pakan ternak pada 2005
sempat turun dari tahun sebelumnya.
Menurut (Subijanto, 2004), pada tahun 2004, impor jagung
tercatat 1,08 juta ton, sementara ekspornya 32.000 ton. Lalu pada
2005 impor turun menjadi 400.000 ton, dan ekspornya naik menjadi
60.000 ton. Sementara, total produksi jagung Indonesia (2005)
menurut catatan United State Departement Agriculture (USDA)
sebanyak 7,5 juta ton, dengan pemakaian benih jagung hibrida
sekitar 19%.
Menurut data BPS, produksi jagung 2005 (angka sementara)
sebesar 12,41 juta ton pipilan kering atau naik sebesar 1,18 juta ton
(10,58%) dibandingkan dengan produksi jagung 2004. Peningkatan
produksi jagung disebabkan oleh kenaikan luas panen dan
produktivitas baik di Jawa maupun di luar Jawa. Produksi jagung
2006 (ramalan I) diperkirakan sebesar 12,35 juta ton pipilan kering,
berkurang sebanyak 60.522 ton (0,49%) dibandingkan produksi 2005
(angka sementara). Dari angka konsumsi tersebut, selama ini
permintaan jagung terbesar diserap oleh industri pakan ternak, yakni
sebesar 4,92 juta ton, sementara konsumsi masyarakat 4,21 juta ton
dan industri olahan sebanyak 2,7 juta ton (Sihombing, 2006b).
4.
Aspek Keuangan
Laporan keuangan yang dipergunakan untuk mengukur kondisi
keuangan perusahaan, umumnya adalah Neraca dan Laporan Laba/Rugi.
Adapun kondisi keuangan maupun pertumbuhan perusahaan untuk periode
3 (tiga) tahun terakhir, disajikan di bawah ini.
a.
Neraca
Neraca
bertujuan
untuk
mengetahui
posisi
keuangan
perusahaan pada saat tertentu pada umumnya (akhir tahun). Neraca
memuat semua informasi mengenai sumber dana dan equity, baik
43
yang bersumber dari kreditur maupun pemilik, namun neraca tidak
memuat informasi mengenai penyebab dan kapan berubahnya.Oleh
karena itu analisis perbandingan untuk periode waktu yang berbeda
diperlukan, sehingga dapat diketahui kecenderungan dan perubahan
yang timbul, seperti terlihat dalam Tabel 14.
Tabel 14. Laporan Neraca
(Rp. Juta)
Keterangan
Tahun
2003
2004
2005
1 Kas dan Bank
670
203
2 Piutang Dagang
650
964
1.401
2.424
23
75
5 Total Aktiva Lancar (1 + … 4)
2.744
3.666
6 Harta Tetap (net)
5.282
5.252
7 Total Aktiva (5 + 6)
8.026
8.918
986
863
3 Persediaan
4 Harta Lancar Lainnya
8 Hutang Dagang
9 Hutang Bank Jk. Pendek
-
10 Hutang Lancar Lainnya
-
11 Bag.Lancar Hutang Jk Panjang
-
12 Total Kewajiban Lancar (8 + … 11)
986
863
-
-
14 Hutang Jk.Pjg Kpd.Pmgng Saham
2.153
2.153
15 Total Kewajiban Jk. Panjang (13 + 14)
2.153
2.153
16 Modal
4.887
5.902
17 Total Hutang dan Modal (12 + 15 + 16)
8.026
8.918
13 Hutang Bank Jk. Panjang
351
2.416
1.525
583
4.875
3.502
8.377
797
437
255
1.489
6.888
8.377
Sumber : PT AFI, 2006
b.
Laba/Rugi
Laporan Laba/Rugi memuat hasil dari kegiatan operasional
perusahaan pada periode tertentu, biasanya dimulai dari awal tahun
sampai dengan akhir tahun. Dalam Laporan Laba/Rugi diperoleh
informasi mengenai inflow asset (revenues) dan outflow asset
(expenses), maupun kenaikan atau penurunan yang dihasilkan oleh
semua kegiatan tersebut, yang menjelaskan berapa pendapatan dan
pengeluaran pada periode tertentu. Laporan Laba/Rugi dapat
44
menjawab pertanyaan tentang besarnya laba atau kerugian yang
dihasilkan oleh perusahaan maupun variabel-variabel pendapatan
atau pengeluaran apa yang perlu diperhatikan. Namun, laporan ini
tidak dapat menggambarkan bagaimana kecenderungan keuangan
perusahaan pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu
perbandingan beberapa laporan laba/rugi untuk beberapa waktu (data
time series) berikut perubahannya diperlukan, sebagaimana disajikan
dalam Tabel 15.
Tabel 15. Laporan Laba/Rugi
(Rp. Juta)
Tahun
Keterangan
1 Penjualan Bersih
2 Harga Pokok Penjualan
3 Biaya Penjualan, Umum & Adm.
4 Laba Operasional (1-2-3)
5 Biaya Penyusutan
6 Biaya Bunga
7 Biaya/Pendapatan Lain-lain
8 Laba Sebelum Pajak (EBT) (4-5-6+7)
9 Biaya Pajak
10 Laba Setelah Pajak (EAT) (8-9)
2003
16.350
13.295
1.815
1.240
274
115
851
47
804
2004
2005
18.419 18.900
14.413 14.057
2.398 2.164
1.608 2.679
417
784
12
142
41
1.049 1.842
49
564
1.000 1.278
Sumber : PT AFI, 2006
c.
Analisa Rasio
Analisa rasio keuangan merupakan teknik untuk mengetahui
secara cepat kinerja keuangan perusahaan yang bertujuan untuk :
mengevaluasi situasi yang terjadi saat ini dan memprediksi kondisi
keuangan masa yang akan datang. Berdasarkan neraca dan laba rugi
pada Tabel 14 dan 15, dapat dilakukan analisa rasio beberapa pospos yang penting, sebagaimana disajikan dalam Tabel 16.
45
Tabel 16. Rasio pada tahun 2003 - 2005
Tahun
Rasio
2003 2004
2005
1. Liquidity
(CR)
2. Leverage
(DER)
3. Activity :
a. Asset TO
b. A/R TO
c. Inventory TO
4. Profitability
a. GPM
b. ROI
c. ROE
5. Coverage
x
2,78
4,25
x
0,23
0,18
x
x
2,04
25,15
2,07
19,11
x
11,67
7,60
%
%
%
%
18,69
10,02
12,29
75,71
21,75
11,21
13,24
107,56
Keterangan
3,27 Ketentuan
minimal 1,2 x
0,22 Ketentuan
maksimal 2,5 x
2,26 Positif
7,82 Menurun, karena ada perubahan strategi penagihan piutang menjadi 2
bulan
12,39 Positif
25,62
15,26
18,91
177,05
Positif
Positif
Positif
Positif
Berdasarkan rasio keuangan tersebut di atas dapat dijelaskan
sebagaimana di bawah ini.
1)
Rasio likuiditas (liquidity ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek atau
sering disebut dengan Current Ratio (CR), yang diperoleh
dengan
membandingkan
antara
Aktiva
Lancar
dengan
Kewajiban Lancar. Jika rasio ini semakin besar, maka akan
semakin baik.
Data di atas menunjukkan bahwa, selama tiga tahun
terakhir perusahaan mempunyai kemampuan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek masing-masing pada tahun 2003
sebesar 2,78 kali, tahun 2004 sebesar 4,25 kali dan tahun 2005
sebesar 3,27 kali, dengan kata lain kewajiban lancar tahun
2003, 2004 dan 2005, dijamin oleh aktiva lancar masingmasing sebanyak 2,78 kali, 4,25 kali dan 3,27 kali.
46
2)
Rasio hutang (leverage ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur sampai
seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh pihak luar (dengan
hutang).
Rasio
menghitung
yang
leverage
paling
banyak
perusahaan
digunakan
adalah
DER,
untuk
yaitu
perbandingan antara Total Kewajiban (Total Utang) dengan
Total Modal Sendiri (Equity). Jika rasio ini semakin kecil, akan
semakin baik.
Data di atas menunjukkan bahwa, pada tahun 2003,
2004 dan 2005 perusahaan hanya dibiayai oleh pihak luar
sebesar masing-masing 0,23 kali, 0,18 kali dan 0,22 kali.
Dengan kata lain pembiayaan perusahaan masih lebih
didominasi oleh modal sendiri.
3)
Rasio aktivitas (activity ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam mengelola sumber dana perusahaan. Rasio
yang paling banyak digunakan adalah :
a)
Rasio Asset Turnover (Perputaran Aktiva)
Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen
mengelola seluruh investasi (aktiva) guna menghasilkan
penjualan, yaitu dengan membandingkan antara Penjualan
Bersih dengan Total Aktiva. Jika rasio ini semakin besar,
akan semakin baik. Data di atas menunjukkan bahwa,
pada tahun 2003, 2004 dan 2005, manajemen perusahaan
telah
mampu
mengelola
seluruh
investasi
untuk
menghasilkan penjualan, masing-masing sebesar 2,04
kali, 2,07 kali dan 2,26 kali.
b)
Rasio Account Receivable Turnover (Perputaran
Piutang Dagang)
Perputaran Piutang menunjukkan jumlah dana
yang tertanam dalam bentuk piutang dagang sebelum
akhirnya berubah menjadi bentuk tunai, ini berhubungan
47
dengan
penyediaan
membiayai
dana
piutang
membandingkan
antara
yang
diperlukan
untuk
tersebut,
yaitu
dengan
Penjualan
dengan
Piutang
Dagang. Rasio ini menunjukkan berapa kali piutang
dagang perusahaan berputar dalam satu tahun.
Data di atas menunjukkan bahwa, selama tiga
tahun terakhir yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005,
perusahaan dapat melakukan penagihan piutang dagang
masing-masing sebanyak 25,15 kali, 19,11 kali dan 7,82
kali. Dengan kata lain, misalnya pada tahun 2005 :
piutang dagang akan tertagih kembali (menjadi tunai)
dalam jangka waktu 360/7,82 = 46,04 hari
c)
Rasio Inventory Turnover (Perputaran Persediaan )
Perputaran Persediaan menunjukkan berapa kali
persediaan barang perusahaan berputar dalam setahun,
yaitu dengan membandingkan antara Harga Pokok
Penjualan dengan Persediaan.
Data di atas menunjukkan bahwa, selama tiga
tahun terakhir yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005,
perputaran persediaan perusahaan adalah masing-masing
sebesar 9,48 kali, 7,6 kali dan 12,39 kali. Dengan kata
lain misalnya dalam tahun 2005 : pengendapan persediaan
mencapai 360/12,39 = 29,06 hari.
4)
Rasio rentabilitas (profitability ratio)
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba terdiri dari :
i)
Rasio Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Rasio ini menunjukkan berapa persen keuntungan
yang dicapai dengan menjual produk, yaitu dengan
membandingkan antara Laba Kotor dengan Penjualan.
48
Data di atas menunjukkan bahwa, selama tiga
tahun terakhir yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005,
perusahaan mampu menghasilkan margin laba kotor
masing-masing 18,69%, 21,75% dan 25,62 %. Dengan
kata lain misalnya pada tahun 2005 : bahwa atas setiap
Rp.1
penjualan
yang
dilakukan,
perusahaan
akan
memperoleh laba kotor Rp.0,2562
ii)
Rasio Tingkat Pengembalian Investasi (ROI)
Rasio ini menunjukkan tingkat pengembalian dari
bisnis atas seluruh investasi yang telah dilakukan, yaitu
dengan membandingkan antara Laba Bersih dengan Total
Aktiva.
Data menunjukkan bahwa, selama tiga tahun
terakhir yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005, tingkat
pengembalian dari bisnis atas seluruh investasi yang
dilakukan, mencapai 10,02%, 11,21% dan 15,26 %.
Dengan kata lain misalnya pada tahun 2005 : dengan
investasi Rp.1,- akan memperoleh laba Rp.0,1526
iii)
Rasio Tingkat Pengembalian Modal (ROE)
Rasio ini mengukur berapa besar pengembalian
yang diperoleh pemegang saham (pemilik) atas modalnya
yang disetorkan untuk bisnis tersebut, yaitu dengan
membandingkan antara Laba Bersih dengan Modal
Sendiri.
Data
di
atas
menunjukkan
bahwa
tingkat
pengembalian modal selama tiga tahun terakhir, yaitu
tahun 2003, 2004 dan 2005 mencapai sebesar 12,29%,
13,24% dan 18,91 %. Dengan kata lain misalnya pada
tahun 2005 : maka atas setiap Rp.1,- modal sendiri, bisnis
tersebut memperoleh laba Rp.0,1891
49
5)
Coverage ratio
Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kreditnya dengan sumber dana
yang diperoleh dari bisnis. Dalam mengukur tingkat keamanan
bank dalam pemberian kredit. Rasio yang banyak dipergunakan
adalah Times Interest Earned Ratio atau EBIT Coverage Ratio,
yaitu dengan membandingkan antara Laba Sebelum Bunga dan
Pajak dengan Pinjaman (Kredit) yang diterima.
Data di atas menunjukkan bahwa, selama tiga tahun
terakhir, yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005, perusahaan
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban masingmasing 75,71%, 107,56% dan 177,05 %.
5.
Peramalan Penjualan
Terbukanya peluang sebagai akibat masih besarnya kebutuhan
pakan dalam negeri membuat PT AFI berencana untuk meningkatkan
kapasitas produksi sekaligus penjualannya. Untuk merealisasikan hal
tersebut, maka untuk meramalkan permintaan mendatang, perusahaan
menggunakan metode peramalan, dimana dengan penggunaan metode
peramalan diharapkan akan dapat menunjang perusahaan untuk menyusun
perencanaan produksi, sehingga dapat melakukan penjualan yang optimal
untuk meraih keuntungan yang diharapkan.
Metode peramalan kuantitatif yang digunakan adalah Metode
Analisis Deret Waktu, dimana dengan menggunakan data historis
penjualan selama 5 (lima) tahun terakhir (2000-2005), maka diperoleh
nilai intercept/konstant (a) sebesar 14.031,50 dan koefisien arah regresi (b)
atau X Coeffisient(s) sebesar 2.465,4, sedangkan R Squared adalah sebesar
0,9637, sehingga persamaan adalah sebagai berikut :
Yt = 14.031,50 + 2.645,40 t
50
Dengan persamaan di atas, maka dapat
dilakukan peramalan
berapa penjualan untuk masa mendatang, yaitu sebagaimana disajikan
dalam Lampiran 1 dan Tabel 17.
Tabel 17. Peramalan Penjualan tahun 2006 - 2015
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Penjualan
(Rp.juta)
22,660.40
25,125.80
27,591.20
30,056.60
32,522.00
34,987.40
37,452.80
39,918.20
42,383.60
44,849.00
Penjualan yang diperoleh dari hasil peramalan tersebut, digunakan
dalam penyusunan proyeksi laporan keuangan, maupun dalam penentuan
proceed untuk menilai rencana peningkatan kapasitas produksi dengan
menambah pabrik dan mesin baru apakah layak atau tidak.
6.
Proyeksi
a.
Aliran Kas (Cashflow)
Cashflow merupakan suatu perkiraan mengenai keluar/masuk
dana tunai. Selain untuk mendeteksi kebutuhan jangka pendek atau
musiman, cashflow juga berguna dalam menentukan struktur
pinjaman jangka panjang. Dengan menyusun cashflow, maka akan
didapatkan : (1) menentukan jumlah dana yang dibutuhkan
sehubungan dengan investasi jangka panjang, (2) mengetahui jangka
waktu yang diperlukan sebelum sanggup mulai melakukan pencicilan
pokok pinjaman, (3) mengetahui kemampuan perusahaan untuk
melakukan pencicilan pokok pinjaman per periode. Dengan demikian
dapat ditentukan berapa lama suatu kredit harus dicicil. Cashflow dan
skenario/asumsi penyusunan cashflow untuk beberapa tahun ke
depan, sebagaimana disajikan dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3.
51
b.
Neraca Proyeksi
Dengan adanya kredit investasi secara otomatis akan
mengakibatkan kenaikan jumlah asset perusahaan dari Rp.8.377 juta
pada tahun 2005, menjadi Rp.27.171 juta pada tahun 2006, di
antaranya terdiri dari Piutang Rp.2.866 jt, Persediaan Rp.7.773 juta,
Harta Tetap Rp.14.865 juta, sedangkan Kredit Jangka Pendek sebesar
Rp.3.593 jt, Kredit Jangka Panjang Rp.8.000 jt dan Hutang dagang
Rp.1.416 jt, Hutang kepada pemegang saham Rp.4.705 jt (Lampiran
4), yang terlihat pada Neraca Proyeksi sebagaimana disajikan dalam
Tabel 18.
Tabel 18. Laporan Neraca Proyeksi
Perincian
1 Kas dan Bank
2 Piutang Bersih
3 Persediaan
4 Harta Lancar Lainnya
5 Total Aktiva Lancar (1 + … 4)
6 Harta Tetap (net)
7 Total Aktiva (5 + 6)
8 Hutang Bank Jangka Pendek
9 Hutang Dagang
10 Hutang Lancar Lainya
11 Bagian Lancar Hutang Bank Jk. Panjang
12 Total Hutang Lancar (8 + … 11)
13 Hutang Bank Jangka Panjang
14 Hutang kepada Pemegang Saham
15 Total Hutang JangkaPanjang (13 + 14)
16 Total Hutang (12 + 15)
17 Modal
18 Total Pasiva (16 + 17)
2006
(Rp.Juta)
1,000
2,866
7,773
537
12,177
14,994
27,172
3,593
1,416
445
0
5,453
8,000
4,705
12,705
18,158
9,013
27,171
Sumber : PT AFI, 2006
c.
Laba Rugi Proyeksi
Berdasarkan proyeksi tersebut maka disusun laporan laba rugi
proyeksi, yaitu dengan penjualan sebesar Rp.22.660 juta , Harga
52
Pokok Penjualan Rp.16.115 juta, menghasilkan
laba operasional
sebesar Rp.3.298 juta, dengan biaya penyusutan dan bunga sebesar
Rp.1.814 juta, pendapatan lainnya Rp.11 juta, serta pajak Rp.445
juta, menghasilkan laba bersih Rp.1.096 juta, sebagaimana disajikan
dalam Lampiran 4 dan Tabel 19.
Tabel 19. Laporan Laba Rugi Proyeksi
Perincian
2006
(Rp. Juta)
1
Penjualan Bersih
22,660
2
Harga Pokok Penjualan
16,115
3
By. penjualan, umum & administrasi
3,246
4
Laba operasional (1-2-3)
3,298
5
Biaya Penyusutan
1,213
6
Pendapatan/Biaya Lain-Lain
7
Biaya Bunga
8
Laba sebelum pajak (EBT) (4-5+6-7)
9
Biaya Pajak
10
11
556
1,541
445
Laba bersih setelah pajak (EAT) (8-9)
1,096
Sumber : PT AFI, 2006
d.
Analisa Rasio
Berdasarkan neraca dan laba rugi proyeksi tersebut, maka
rasio-rasio keuangan tertentu dapat diketahui sebagaimana disajikan
dalam Tabel 20.
Tabel 20. Rasio Proyeksi
Rasio
1. Liquidity
(CR)
2. Leverage
(DER)
3. Activity :
a. Asset TO
b. A/R TO
c. Inventory TO
4. Profitability
a. GPM
b. ROI
c. ROE
5. Coverage
Keterangan
x
ProPersyaratan
yeksi
2,23 Minimal 1,2
x
2,01 Maksimal 2,5
Memenuhi
x
x
x
%
%
%
%
Semakin besar
0,83 semakin baik
7,91
2,07
Semakin besar
28,88 semakin baik
4,03
12,16
377,19 Semakin besar
semakin baik
Memenuhi
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
53
Dengan
mengakibatkan
adanya
pembelian
terjadinya
beberapa
mesin
baru
peningkatan
tersebut,
sebagaimana
disajikan dalam Tabel 21 di bawah ini.
Tabel 21. Aset, Produksi dan Penjualan
Tahun
2005
2006
7.
Aset
(Rp.juta)
8.377
27.171
Produksi
(Ton)
Penjualan
(Rp.juta)
8.900
9.620
18.900
22.660
Penilaian Proyek Investasi
Penilaian penanaman modal dalam proyek investasi dilakukan
untuk meyakini apakah proyek investasi secara teknis dan ekonomis layak
dan secara finansial viable, dengan melakukan studi kelayakan terhadap
aspek keuangan. Berdasarkan proyeksi laporan keuangan tersebut di atas
dilakukan penilaian proyek dengan menggunakan metode sebagaimana
disajikan di bawah ini.
a.
Payback Period
Payback period merupakan suatu periode yang diperlukan
untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan
aliran kas. Dengan kata lain payback period merupakan rasio antara
nilai investasi dengan cash inflow-nya, yang hasilnya merupakan
satuan waktu, dengan kriteria penilaian : jika hanya ada 1 usulan,
pilihan yang umurnya < umur investasi, maka usulan investasi dapat
diterima.
Dengan nilai investasi Rp.12.705 jt,- dan umur ekonomis 10
tahun (Lampiran 6), maka diperoleh payback period selama 4 tahun
3 bulan.
54
b.
Net Present Value
NPV yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas
operasional maupun aliran kas terminal) dimasa yang akan datang.
Penilaian proyek investasi berdasarkan NPV adalah suatu metode
penilaian penanaman modal dalam proyek investasi dengan
menggunakan ukuran : present value aliran kas netto (proceeds=
EAT + Depreciation) setelah diperhitungkan dengan Present Value
cost of capital. Proyek investasi dikatakan menguntungkan jika
present value dari aliran kas netto > dari present value atas
penanaman modal atau net present value-nya positif > 0.
Dengan nilai investasi Rp.12.705 juta, umur ekonomis 10
tahun dan tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 18,5% per tahun
(Lampiran 6), maka diperoleh NPV sebesar Rp.2.248 juta.
c.
Internal Rate of Return
Metode yang digunakan untuk mencari tingkat bunga yang
menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa
yang akan datang. IRR adalah tingkat bunga yang menjadikan jumlah
nilai sekarang dari pengeluaran modal (P.V. of capital outlays).
Penilaian penanaman modal dalam proyek investasi berdasarkan IRR
adalah suatu metode penilaian proyek investasi dengan menggunakan
ukuran : aliran kas netto (proceeds) diperhitungkan dengan tingkat
bunga tertentu (IRR).
Dengan tingkat suku
bunga sebesar 18.50% dan 23.0%
(Lampiran 6), maka diperoleh IRR sebesar 22,85%.
d.
Profitability Index
Penilaian
penanaman
modal
dalam
proyek
investasi
berdasarkan metode PI atau Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) adalah
dengan menghitung melalui perbandingan antara nilai sekarang
(present value) dari rencana penerimaan kas bersih dimasa
55
mendatang dengan nilai sekarang dari investasi yang telah
dilaksanakan (Lampiran 6), diperoleh PI sebesar 1,18.
e.
Analisa Sensitivitas
Berdasarkan analisa cashflow dilakukan penelaahan dengan
uji sensitivitas dengan asumsi, produk turun sebesar 10%, harga
penjualan turun sebesar 10%, dan adanya kenaikan biaya penjualan,
umum dan administrasi 2%, maka diperoleh hasil sebagaimana
disajikan dalam Tabel 22.
Tabel 22. Analisa Sensitivitas
Perubahan (%)
PenjuProBiaya
alan
duksi Penj.Umm
& Adm.
0
0
0
-10
0
0
0
-10
0
0
0
2
PP
(bulan)
51
56
56
58
NPV
(Rp.jt)
2.248
941
941
365
IRR
(%)
22,85
20,49
20,49
19,31
PI
(kali)
1.18
1,07
1,07
1,03
Dari hasil analisa sensitivitas di atas, dapat diketahui bahwa
dengan adanya penurunan penjualan (Lampiran 7), atau adanya
penurunan produksi (Lampiran 8), maupun adanya kenaikan biaya
penjualan, umum dan administrasi (Lampiran 9), ternyata belum
mempengaruhi sensitivitas ataupun kelayakan proyek ini. Hal ini
dapat terlihat dari Payback Period yang masih di bawah umur
ekonomis (10 tahun), NPV dan PI yang positif, serta IRR yang juga
masih positif, karena IRR berada di atas suku bunga (coverage rate)
yang berlaku (18,5%).
56
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan berbagai faktor dan aspek yang telah disebutkan di atas,
dapat disimpulkan berikut ini.
1. Dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal perusahaan, maka
PT AFI layak mendapatkan kredit investasi, yaitu :
a. Faktor Internal
1) Umum
a) Aspek Umum, Walaupun krisis multi dimensi melanda
Indonesia, kontinuitas (going concern) perusahaan masih tetap
berjalan normal.
b) Aspek Manajemen, Pembagian tugas dan tanggung jawab
dibuat dengan jelas, dan dengan pengalaman yang sudah puluhan
tahun, SDM yang dimiliki mampu untuk menjalankan usaha.
c) Aspek Produksi, Pabrik berada di lokasi industri sehingga
dampak terhadap gangguan lingkungan dapat dihindari ; Mesinmesin yang digunakan, masih dalam kondisi yang baik dan
terawat.
d) Aspek Pemasaran, Perusahaan sudah mempunyai beberapa
grosir/toko dan pelanggan tetap.
2) Aspek Keuangan
Berdasarkan hasil peramalan diperoleh penjualan yang menjadi
dasar pembuatan proyeksi keuangan, maupun proceed dalam
menghitung kelayakan proyek yaitu :
•
Peramalan, Berdasarkan metode analisis deret waktu yang
didasarkan pada data historis keuangan selama lima tahun
terakhir, diperoleh jumlah penjualan yang didasarkan pada nilai
intercept/konstant (a) sebesar 14.031,50 dan koefisien arah
regresi (b) atau X Coeffisient(s) adalah sebesar 2.465,4,
sedangkan R Squared adalah sebesar 0,9637.
57
•
Rasio Likuiditas, Proyeksi Current Ratio positif, yaitu sebesar
2,23 kali, dapat memenuhi persyaratan financial covenant,
minimal 1,2 kali.
•
Rasio Leverage, Proyeksi Debt Equity Ratio (DER) sebesar 2,01
kali, dapat memenuhi persyaratan financial covenant maksimum
2,5 kali.
•
Rasio Aktivitas, Proyeksi Perputaran Aktiva sebesar 0,83 kali ;
Proyeksi Perputaran Piutang Dagang sebesar 7,91 kali ; Proyeksi
Perputaran Persediaan sebesar 2,07 kali, semuanya masih positif.
•
Rasio Rentabilitas, Proyeksi Margin Laba Kotor 28,88% ;
Proyeksi ROI 4,03%, Proyeksi ROE 12,16%, semuanya masih
positif.
•
Rasio Coverage, Proyeksi Earning Before Interest and Taxed
Coverage Ratio(EBIT) sebesar 377,19%, positif.
b. Faktor Eksternal
1) Kenaikan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM), kini sudah mulai berkurang.
2) Pada tahun mendatang, kebutuhan pakan masih besar, disisi lain
pengusaha-pengusaha pakan belum dapat memenuhinya, karena
kapasitas produksi masih dibawah kebutuhan.
2. Dengan mempertimbangkan beberapa penilaian investasi, maka pembelian
mesin dan pembangunan pabrik adalah layak atau dapat diterima, yaitu :
1)
Payback Period, Payback Period mencapai sebesar 4 tahun 3 bulan.
2)
Net Present Value (NPV), dengan tingkat bunga sebesar 18,5% NPV
adalah sebesar Rp.2.248 juta,- lebih besar dari 0 (nol), sehingga proyek
dinilai menguntungkan (layak).
3)
Internal Rate of Return (IRR), IRR adalah sebesar 22,85%,
sedangkan rate of return yang ditetapkan adalah sebesar 18,5%,
sehingga investasi dapat diterima.
4)
Profitability Index (PI), usulan proyek menguntungkan, karena
Profitability Index > 1, yaitu sebesar 1,18 kali.
58
5)
Analisa Sensitivitas, hasil analisa sensitivitas yang didasarkan pada
penjualan turun 10% dan produksi turun 10%, serta beban biaya
penjualan, umum dan administrasi naik 2%, ternyata belum
mempengaruhi sensitivitas kelayakan proyek.
B.
Saran
a.
Agar rencana pengembangan usaha melalui penambahan kapasitas
produksi dapat dilaksanakan, disarankan perusahaan untuk mengajukan
permohonan kredit investasi ke bank.
b.
Perusahaan tetap mempertahankan dan meningkatkan kondisi keuangan,
sehingga apabila kredit investasi disetujui oleh bank untuk perluasan
pabrik dan mesin baru dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi
dapat dilaksanakan, maka persyaratan kondisi pinjaman (financial
covenant), dapat dipenuhi, yaitu memelihara Current Ratio minimal 1,2
kali dan Debt Equityt Ratio maksimum 2,5 kali.
c.
Pertumbuhan industri tepung ikan dan pasokan jagung produksi dalam
negeri yang menjadi kebutuhan pokok bagi industri pakan, masih belum
sejalan, sehingga sebagian besar bahan baku masih diimpor, oleh sebab itu
dibutuhkan
peran
dari
investor,
maupun
Pemerintah
untuk
mengembangkan industri tersebut.
d.
Produksi pakan tidak bisa terlepas dari struktur budidaya dan populasi
ternak, karena pada dasarnya pakan mewakili 60-70% dari seluruh biaya
yang dibutuhkan. Keadaan ini tentu menjadikan pakan ternak memiliki
nilai strategis dan masih memberikan peluang yang cukup luas, oleh sebab
itu Pemerintah diharapkan akan memberikan perhatian lebih serius dan
konsisten pada usaha perikanan budidaya.
59
DAFTAR PUSTAKA
[BI] Bank Indonesia. 2001. Peraturan Bank Indonesia No.3/2/PBI/2001 tentang
Pemberian Kredit Usaha Kecil.
--------------------------- 2003. Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
--------------------------- 2005a. Peraturan Bank Indonesia No. 7/39/PBI/2005 tentang
Pemberian Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengambangan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah.
--------------------------- 2005b. Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
--------------------------- 2006. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Uang dan
Bank, http://www.bi.go.id/web/id/Data+Statistik/.
[BNI] Bank Negara Indonesia. 2006. Modul Pelatihan Manajemen Perkreditan
Segmen Korporasi dan Menengah, Persetujuan Kredit. Halaman 6.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004 Pidato Sambutan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Dalam Acara Pembukaan Temu
Nasional Kebijakan Pakan Udang/Ikan dan Penanganan Permasalahan
Antibiotika
pada
Budidaya,
Jakarta,
24
Agustus
2004.
http://www.dkp.go.id/content.php?c=1456.
[IAI] Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan, PSAK Nomor 1
(Revisi 1998). Salemba Empat, Jakarta.
[Kemenkop] Kementerian Koperasi dan UKM. 1998. Peraturan Pemerintahan
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Usaha Kecil.
--------------- 1999. Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan
Usaha Menengah.
--------------- 2006. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2006.
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=25
&Itemid=43.
Business News. 2006. Perikanan Budidaya vs perikanan tangkap, Buletin Business
News No.7317 / Tahun – L, hal.9. Jumat, 27 Januari 2006.
Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi, Penerbit PPM,
Jakarta.
Hadiwidjaja, H. W, RRA. 2000. Analisis Kredit, Penerbit Pionir Jaya Bandung.
Hubeis, M. 2005. Modul Pengantar Industri Kecil Menengah (MAN 541). Sekolah
Pascasarjana, Program Magister Profesional, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Infovet. 2006. Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan Infovet. Edisi, No. 141
April. Halaman 24.
60
Jan. 2005. Usaha Budidaya Kelautan RI Masih Tertinggal, Selasa, 10 Mei 2005.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/10/ekonomi/1737918.htm.
Jusuf, J. 2004. Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Penerbit PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
--------- 2005. Analisis Kredit untuk Account Officer, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Kountur, R. 2004. Manajemen Risiko Operasional : Memahami Cara Mengelola
Risiko Operasional Perusahaan, Penerbit PPM, Jakarta.
Kusuma, M. 2004. Produksi Perikanan 2009 Ditargetkan 10 Juta Ton, Harian Tempo,
Kamis, 16 September 2004.
Ma’arif, MS dan H Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Makridakis. WM. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. (Terjemahan) Binarupa
Aksara, Jakarta.
Margaretha, F. 2004. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan. Investasi dan Sumber
Dana Jangka Panjang. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Muljono, TP. 2001. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil, Penerbit BPFE
Yogyakarta.
Nurudin, A. 2004. Masalah udang disulut pakan impor. Harian Bisnis Indonesia
Kamis, 02 September 2004.
Pramudya, B. 2005. Modul Ekonomi Teknik Lanjut Industri Kecil Menengah
Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Program Magister Profesional, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sihombing, M. 2005. Flu Burung Ancaman Bagi Industri Peternakan. 22 Juli 2005.
http://www.gkbi.info/gkbi-info/?pilih=lihat&id=63
--------------------- 2006a. Setumpuk persoalan hadang industri perikanan. Harian
Bisnis Indonesia. Kamis, 08 Juni 2006.
--------------------- 2006b. Produksi pakan ternak Indonesia diperkirakan stagnan.
Harian Bisnis Indonesia. Rabu, 9 Agustus 2006.
Suara Pembaruan. 2004. Kebutuhan Pakan Ternak pada 2010 Capai 13 Juta Ton.
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/08/26/Ekonomi/eko04.htm.
Subijanto, B. 2004. Permintaan Jagung untuk Pakan Meningkat Tajam.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/26/ekonomi/1231099.htm.
Sutojo, S. 1997. Analisa Kredit Bank Umum, Konsep & Teknik,
Binaman Pressindo, Jakarta.
PT. Pustaka
Syarief, R. 2006. Modul Kapita Selekta Industri Kecil Menengah Pertanian. Sekolah
Pasca Sarjana, Program Magister Profesional, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana
Bisnis Secara Komprehensif. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
63
64
65
66
67
68
69
70
71
Lampiran 10. Kuesioner
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi
Perusahaan
A. ASPEK UMUM
1. Bentuk Badan Usaha
ˆ PT
ˆ CV
ˆ Perorangan
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Alamat Perusahaan
3. Bidang Usaha
ˆ Perdagangan
ˆ Perindustrian
ˆ Pertanian
ˆ Lainnya, sebutkan
4. Izin-izin Usaha yang dimiliki
ˆ Nomor Pokok Wajib P ajak (NPWP)
ˆ Akte Pendirian
ˆ Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
ˆ Surat Ijin Tempat Usaha (SITU)
ˆ Surat Keterangan Domisili Perusahaan
ˆ Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
ˆ Surat Ijin Undang-Undang Gangguan (SIUUG/HO)
ˆ Surat persetujuan Meneg Penggerak dana investasi/ketua BKPM
ˆ Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
ˆ
ˆ Lainnya, sebutkan
5. Umur Perusahaan
ˆ < 3 tahun
ˆ 3 tahun s/d 10 tahun
ˆ Lainnya, sebutkan
72
6. Jumlah Karyawan yang ada pada saat ini
ˆ < 99 orang
ˆ 100 s/d 200 orang
ˆ Lainnya, sebutkan
B. ASPEK PEMASARAN
1. Seberapa besar tingkat permintaan (potensi daya serap) pasar dari produk
ˆ Tinggi
ˆ Sedang
ˆ Rendah
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Seberapa luas area geografi target pasar dari produk (konsentrasi pelanggan)
ˆ Nasional (Dalam Negeri)
ˆ Internasional (Luar Negeri)
ˆ Lainnya, sebutkan
3. Luas pangsa perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis (pesaing
terdekat) ; Tingkat Persaingan
ˆ 20 besar
ˆ > 20 besar
ˆ Lainnya, sebutkan
4. Luasnya jaringan distribusi produk yang dimiliki oleh perusahaan
ˆ Tidak mempunyai cabang/outlet/agen/sales forces
ˆ Mempunyai cabang/outlet/agen/sales forces
ˆ Lainnya, sebutkan
5. Syarat-syarat penjualan produk yang dilaksanakan
ˆ Penjualan tunai ………. %, sebutkan
ˆ Penjualan kredit ……….. %, sebutkan
ˆ Lainnya, sebutkan
73
C. TEKNIS/PRODUKSI
1. Lokasi Usaha cukup baik karena
ˆ Dekat dengan pasar
ˆ Dekat dengan bahan baku
ˆ Dekat dengan tenaga kerja
ˆ Akses ke lokasi cukup baik
ˆ Didukung oleh infrastruktur
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Tingkat kemajuan mesin dan peralatan yang digunakan oleh perusahaan
ˆ Tradisionil
ˆ Sederhana
ˆ Modern
ˆ Lainnya, sebutkan
3. Kapasitas mesin dan peralatan yang terpakai
ˆ Kurang dari 80%
ˆ Lebih dari 80%
ˆ Lainnya, sebutkan
4. Kondisi mesin dan peralatan yang digunakan
ˆ Baik dan terawat
ˆ Baik namun tidak terawat
ˆ Sudah tua
ˆ Lainnya, sebutkan
5. Tingkat ketersediaan pasokan bahan baku
ˆ Terjamin karena tidak tergantung importir tertentu
ˆ Tergantung importir tertentu
ˆ Lainnya, sebutkan
6. Kebutuhan pasokan bahan baku utama yang digunakan pada produk berasal
dari
ˆ Impor < 60%
ˆ Impor > 60%
ˆ Lainnya, sebutkan
7. Cara dan syarat pembelian bahan baku dilakukan dengan
ˆ Tunai ……………….. %, sebutkan
ˆ Kredit ……………… %, sebutkan
ˆ Lainnya, sebutkan
74
D. MANAJEMEN
1. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh manajemen
ˆ S2
ˆ S1
ˆ D3
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Pengalaman manajemen dibidang usaha
ˆ < 5 tahun
ˆ > 5 tahun
ˆ Lainnya, sebutkan
3. Kemampuan manajemen dalam menjalankan usaha, diperoleh dari
ˆ Sekolah formal
ˆ Sekolah informal
ˆ Pengalaman
ˆ Lainnya, sebutkan
4. Apakah Manajemen sudah mempunyai rencana usaha
ˆ Ada, dan disajikan dalam bentuk tertulis
ˆ Ada, tetapi belum disajikan dalam bentuk tertulis
ˆ Tidak ada
ˆ Lainnya, sebutkan
5. Setiap aktivitas usaha dilaksanakan sesuai dengan rencana usaha
ˆ Ya
ˆ Ya, disesuaikan dengan kondisi eksternal dan internal perusahaan
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
6. Perusahaan mempunyai struktur organisasi yang dilengkapi dengan kejelasan
wewenang dan tanggung jawab
ˆ Ada
ˆ Tidak ada
ˆ Lainnya, sebutkan
7. Untuk meningkatkan kemampuan SDM, manajemen memberikan kesempatan
bagi SDM untuk mengikuti pelatihan/kursus yang berhubungan dengan
perusahaan, yang diadakan oleh lembaga formal maupun non formal
ˆ Ya
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
75
E. KEUANGAN
1. Apakah perusahaan mempunyai unit accounting ?
ˆ Ya
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Setiap aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan keuangan (financial)
telah dicatat dan dibukukan setiap hari secara konsisten
ˆ Ya
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
3. Pencatatan dan pembukuan aktivitas keuangan telah dilaksanakan sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku
ˆ Ya
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
4. Pada saat tertentu, hasil dari pencatatan dan pembukuan aktivitas keuangan di
proses, sehingga menghasilkan laporan keuangan berupa
ˆ Neraca (Balance-Sheet)
ˆ Laporan Laba-Rugi (Income Statement)
ˆ Laporan Arus Kas (Cash Flow)
ˆ Lainnya, sebutkan
5. Informasi mengenai perkembangan/trend perusahaan dapat dilihat dari
Laporan Keuangan
ˆ Ya
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
6. Laporan Keuangan yang menjadi sumber informasi mengenai aktivitas
perusahaan disusun oleh
ˆ Perusahaan (Home Statement), lanjutkan ke pertanyaan nomor 7
ˆ Menggunakan Kantor Akuntan Publik (KAP), lanjutkan ke pertanyaan
nomor 8
ˆ Lainnya, sebutkan
7. Laporan Keuangan yang disusun oleh perusahaan (home statement) telah di
review oleh Kantor Akuntan Publik
ˆ Ya
ˆ Tidak
ˆ Lainnya, sebutkan
76
8. Posisi Keuangan 3 (tiga) tahun terakhir, sebutkan
(Dalam Rp.Juta)
Pos-Pos Keuangan
NERACA
Aktiva Lancar
Aktiva Tetap
Aktiva Lain-lain
Total Aktiva
Hutang Lancar
Hutang Janka Panjang
Hutang Lain-lain
Total Hutang
Modal
Total Pasiva
LAPORAN LABA/RUGI
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
Laba Kotor
Biaya Operasional
Biaya Penyusutan
Laba Operasional
3 (Tiga )
Tahun
Terakhir
Posisi
2 (Dua)
Tahun
Terakhir
1 (Satu )
Tahun
Terakhir
77
F. HUBUNGAN DENGAN BANK
1. Pada umumnya aktivitas transaksi penjualan dan pembelian dilaksanakan
melalui
ˆ Langsung dengan tunai/kas kepada pembeli ataupun pemasok
ˆ Aktivitas perbankan
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Perusahaan mempunyai rekening di bank
ˆ Ada
ˆ Tidak ada
ˆ Lainnya, sebutkan
3. Jenis rekening Perusahaan yang ada di bank
ˆ Giro
ˆ Tabungan
ˆ Pembiayaan/Kredit
ˆ Lainnya, sebutkan
4. Lama Perusahan menjadi nasabah bank :
Jenis Produk
Giro
Tabungan
Deposito
Pembiayaan
Lainnya
Lama Menjadi nasabah
ˆ < 1 Tahun
ˆ < 1 Tahun
ˆ < 1 Tahun
ˆ < 1 Tahun
ˆ < 1 Tahun
ˆ 1– 3 Tahun
ˆ 1– 3 Tahun
ˆ 1– 3 Tahun
ˆ 1– 3 Tahun
ˆ 1– 3 Tahun
ˆ > 3 tahun
ˆ > 3 tahun
ˆ > 3 tahun
ˆ > 3 tahun
ˆ > 3 tahun
5. Besarnya pembiayaan yang sudah diperoleh dari bank
Jenis Pembiayaan
Kredit Investasi
Kredit Modal Kerja
Kredit Konsumtif
Lainnya
Besarnya Pembiayaan (Rp. Juta)
ˆ < 500
ˆ < 500
ˆ < 500
ˆ < 500
ˆ 500 – 5.000
ˆ 500 – 5.000
ˆ 500 – 5.000
ˆ 500 – 5.000
ˆ > 5.000
ˆ > 5.000
ˆ > 5.000
ˆ > 5.000
78
G. RENCANA PENGEMBANGAN USAHA
1. Perkembangan perusahaan menunjukkan perkembangan yang positif, hal ini
mengakibatkan manajemen berkeinginan
ˆ Meningkatkan kapasitas dengan cara mengoptimalkan kapasitas peralatan
yang dimiliki
ˆ Meningkatkan kapasitas dengan cara menambah peralatan yang baru
ˆ Lainnya, sebutkan
2. Perusahaan telah memiliki rencana untuk menambah peralatan yaitu dengan
ˆ Menyewa mesin baru
ˆ Membeli mesin baru
ˆ Lainnya, sebutkan
3. Untuk membiayai pembangunan atau pembelian peralatan baru akan
dilaksanakan dengan
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
Pembiayaan Sendiri ………. %, sebutkan
Pinjaman dari Bank ………. %, sebutkan
Leasing …………………… %, sebutkan
Lainnya, sebutkan
4. Pembelian Mesin baru direncanakan akan dibeli dari
ˆ Dalam Negeri
ˆ Luar Negeri
ˆ Lainnya, sebutkan
Download