3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pergerakan Air Dalam Tanah Salah

advertisement
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pergerakan Air Dalam Tanah
Salah satu sifat tanah yang penting adalah kemampuan tanah untuk
melalukan air yang mengalir melalui ruang pori yang disebabkan oleh gaya
gravitasi dan kapilaritas tanah. Di dalam tanah, air jarang dalam keadaan diam,
arah dan kecepatan pergerakannya mempunyai arti yang fundamental untuk
berbagai proses yang terjadi di biosfer (Baver, Gardner and Gardner, 1972).
Pergerakan air jenuh ditentukan oleh dua faktor yaitu (1) daya air yang bergerak
(driving force) dan (2)
kapasitas pori melalukan air (hydraulic conductivity)
(Brady, 1959).
Menurut Hukum Darcy (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1984) volume air
yang mengalir melalui satu satuan irisan melintang suatu luasan persatuan waktu
(q) adalah sebanding dengan hantaran hidrolik (K) dan berkebalikan dengan
panjang kolom tanah (L). Secara sederhana, Persamaan Darcy untuk satu dimensi
adalah: q = K.∆H/L. Hillel (1971) melukiskan fenomena ini identik dengan
Hukum Ohm yang menyatakan bahwa arus atau laju aliran listrik adalah
sebanding dengan gradien suhu.
Air tanah merupakan fase cair tanah yang mengisi sebagian atau seluruh
ruang pori tanah. Air tanah berperan penting dari segi pedogenesis maupun dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, hancuran iklim, pertukaran kation,
dekompsosisi bahan organik, pelarutan unsur hara, dan evapotranspirasi. Kegiatan
jasad-jasad mikro hanya berlangsung dengan baik bila tersedia air dan udara yang
cukup (Haridjaja et al., 1990).
Kadar air tanah optimum bagi pertumbuhan tanaman adalah kondisi air di
mana tanaman dengan mudah dapat menyerap air. Air yang dapat dengan mudah
diambil berada dalam pori-pori yang berukuran sedang. Setelah air itu dipakai
tumbuhan, air yang tersisa berada dalam pori-pori yang lebih halus atau
merupakan lapisan tipis menyelimuti zarah-zarah tanah. Daya tarik antara zarahzarah tanah dengan air sangat kuat dan ikatan ini dapat mengatasi daya hisap
tanaman, akibatnya tidak semua air yang ditahan tanah tersedia bagi tanaman.
Sebagian dari air tetap tertinggal di tanah, lambat laun tanaman layu dan akhirnya
mati sebagai akibat dari kekurangan air (Soepardi, 1983).
4
2.2. Hantaran Hidrolik Tanah
Secara kuantitatif hantaran hidrolik adalah kecepatan bergeraknya suatu
cairan pada media berpori, atau didefinisikan sebagai kecepatan air untuk
melewati tanah pada periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam sentimeter per
jam (Baver, 1959). Sedangkan Hillel mendefinisikan hantaran hidrolik sebagai
rasio daripada fluk terhadap gradien hidrolik. Menurut O’neal (1949) hantaran
hidrolik tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk melalukan air, atau
tingkat kecepatan perkolasi air melalui kolom air tanah di bawah kondisi jenuh.
Hantaran hidrolik tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kapasitas infiltrasi tanah, makin tinggi hantaran hidrolik tanah makin tinggi pula
kapasitas infiltrasi yang akan terjadi. Penetapan hantaran hidrolik tanah baik
vertikal maupun horisontal sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah
dan air. Baver (1959) mengemukakan bahwa tanah dengan hantaran hidrolik
lambat lebih mudah tererosi daripada tanah dengan hantaran hidrolik cepat.
Namun sebaliknya hantaran hidrolik tanah yang terlalu besar akan menurunkan
produktivitas lahan pertanian akibat proses pencucian unsur hara tanah. Oleh
karena itu perlu adanya pengaturan jumlah, waktu aliran, dan kualitas air sejauh
mungkin melalui pengelolaan tanah yang baik.
Permeabilitas tanah merupakan salah satu sifat lapisan tanah yang sangat
berpengaruh terhadap kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang bersifat
permeable relatif kurang peka terhadap erosi dibandingkan dengan tanah yang
permeabilitasnya rendah. Berdasarkan kecepatannya Uhland dan O’neal (1951
dalam Sitorus et al., 1983) mengklasifikasikan hantaran hidrolik tanah ke dalam
beberapa ketegori seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Banyak faktor yang mempengaruhi hantaran hidrolik tanah, terutama
tekstur, struktur, stabilitas agregat, porositas, distribusi ukuran pori, kekontinyuan
pori, dan kandungan bahan organik (Hillel, 1971). Hantaran hidrolik tanah
meningkat bila (a) agregasi butir-butir tanah menjadi remah, (b) adanya saluran
bekas lubang akar tanaman yang terdekomposisi, (c) adanya bahan organik, dan
(d) porositas tanah yang tinggi (Mohr dan Van Bahren, 1954), struktur tanah,
distribusi ukuran pori, dan pori total berhubungan dengan aliran air. Pergerakan
air dalam keadaan jenuh berkorelasi negatif dengan pasir halus dan debu, tetapi
5
berkorelasi positif dengan pasir kasar, stabilitas agregrat, dan kandungan bahan
kation dalam komplek jerapan (Lal, 1975 dalam Lal and Greenland, 1979).
Tabel 1. Klasifikasi Hantaran Hidrolik Tanah (Uhland dan O’neal, 1951)
Kelas
Hantaran Hidrolik Jenuh
(cm/jam)
Sangat lambat
< 0.125
Lambat
0.125 – 0.500
Agak lambat
0.500 – 2.000
Sedang
2.000 – 6.250
Agak cepat
6.250 – 12.500
Cepat
12.500 – 25.500
Sangat cepat
> 25.500
(Sumber: Sitorus et al. 1983)
Faktor lain yang mempengaruhi hantaran hidrolik tanah adalah interaksi
antar ruang pori dan cairannya, mikroorganisme, kualitas air, dan pertukaran
kation (Hillel, 1980). Umumnya pergerakan air dalam tanah tidak konstan karena
adanya variasi proses-proses kimia, fisika, dan biologi tanah. Perubahan dapat
terjadi dalam komposisi kompleks pertukaran ion, juga konsentrasi bahan terlarut
yang memasuki tanah tersebut berbeda dengan konsentrasi larutan tanah. Hal ini
didukung oleh pernyataan Hillel (1971) yang menyatakan bahwa hantaran
hidrolik dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk ruang pori yang dilalui air dan
viskositas cairan tanah, di mana hantaran hidrolik yang mempunyai porositas
tinggi dengan jumlah pori besar sedikit akan lebih rendah daripada tanah-tanah
yang mempunyai porositas rendah dengan jumlah pori yang besar.
Berbagai sifat-sifat tanah tersebut pengaruhnya tidak sama, diduga sifat
fisik mempunyai pengaruh yang paling menentukan terhadap hantaran hidrolik.
Secara umum hantaran hidrolik tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas
total, dan distribusi ukuran pori, kemantapan agregrat serta peristiwa yang terjadi
selama proses aliran.
2.3. Bobot Isi Tanah
Bobot isi (Bulk Density) tanah menunjukkan perbandingan antara berat
tanah kering (oven 105º) dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah,
biasanya dinyatakan dalam gr/cm³ (Hakim et al., 1986). Makin padat suatu tanah
6
makin tinggi bobot isi tanahnya yang berarti semakin sulit meneruskan air atau
ditembus akar tanaman.
Bobot isi juga diartikan bobot kering (oven 105º) suatu unit volume tanah
dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam satuan gram per sentimeter kubik.
Unit volume tanah ini merupakan total volume bahan padat dan volume ruangan
antara partikel-partikel tanah (Soepardi, 1983). Pada umumnya bobot isi tanah
mineral berkisar antara 1,1 – 1,6 gr/cm³ (Hardjowigeno, 2007).
Bobot isi dipengaruhi oleh struktur tanah dan merupakan sifat fisik tanah
yang dapat menunjukkan tingkat kesuburan tanah atau tingkat kepadatan tanah.
Pada keadaan struktur tanah yang baik atau bobot isi tanah yang rendah, peluang
untuk terjadinya stres air menjadi kecil, karena kisaran kadar air tanah yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman menjadi lebar (Wesley, 1973).
Sudharto, Barus, dan Suwardjo (1989) menyatakan bahwa bobot isi
tergantung pada kepadatan tanah. Tanah yang mengalami pemadatan mempunyai
bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang gembur. Bobot isi
akan berpengaruh pula terhadap ruang pori total, pori aerasi, dan air tersedia.
Buckman dan Brady (1969) menambahkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi bobot isi tanah yaitu (1) jumlah ruang pori dan padatan tanah, (2)
struktur tanah, (3) kandungan liat dan kadar air tanah, dan (4) sifat mengembang
dan mengkerut tanah.
2.4. Porositas dan Distribusi Ukuran Pori
Porositas merupakan bagian tanah yang tidak ditempati oleh padatan
tanah, baik bahan mineral maupun bahan organik (Baver, 1959). Sedangkan
menurut Soepardi (1983), porositas merupakan bagian tanah yang ditempati air
dan udara. Ruang pori tanah terdiri dari ruang di antara pertikel pasir, debu, dan
liat serta ruang di antara agregrat-agregrat tanah (Sitorus et al, 1983). Distribusi
ukuran pori menunjukkan presentasi sebaran ukuran pori yang didasarkan pada
persen volume udara tanah pada berbagai nilai kurva pF, sedangkan porositas
dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel (Hillel, 1971).
Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah.
Pori-pori tanah dapat terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar,
cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan
7
tahunan sangat berperan dalam penbentukan saluran untuk pergerakan air dan
udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan
panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil, 2008).
Jumlah ruang pori ditentukan oleh penyusun dan penyusunan zarah tanah.
Tanah yang berhimpitan susunan zarahnya, seperti lapisan bawah yang padat atau
pasir, akan mempunyai jumlah ruang pori yang sedikit. Tanah yang tersusun
secara sarang, seperti tanah lempung berdebu, setiap satuan pori akan dijumpai
banyak ruang pori. Buckman dan Brady (1964) menggolongkan pori tanah
menjadi pori makro dan mikro. Pori makro adalah pori yang memberikan
kesempatan terhadap pergerakan dan perkolasi air secara cepat. Pori mikro
merupakan pori yang dapat menghambat gerakan perkolasi menjadi gerakan
kapiler. Wirjodihardjo (1953) mengemukakan bahwa pori makro adalah ruangan
di antara agregrat-agregrat tanah, sedangkan pori mikro yaitu ruangan-ruangan
yang terdapat di dalam agregrat tanah dan tidak terlihat mata.
Susunan dan distribusi pori menunjukkan jumlah masing-masing pori dan
sangat menentukan pergerakan air, pada pori drainase cepat dan sangat cepat,
udara mudah bergerak dan air mengalami perkolasi secara cepat. Menurut Sitorus,
Haridjaja, dan Brata (1980), pori drainase terdiri dari:
a. Pori drainase sangat cepat; berdiameter >300µm, merupakan bagian pori
yang akan kosong pada pF 1,0.
b. Pori drainase cepat; berdiameter 30 - 300 µm, merupakan bagian pori yang
akan kosong pada pF 1,0 sampai pF 2,0.
c. Pori drainase lambat; berdiameter 9 - 30 µm, merupakan bagian pori yang
akan kosong pada pF 2,0 sampai 2,54.
2.5. Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat
tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk
bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam
pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur
tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah klei
(liat)yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi
8
struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat,
sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan
asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel klei dengan
membentuk komplek klei-logam-humus (Stevenson, 1982).
Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan merubah struktur
tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan
derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus
menjadi sedang atau kasar (Scholes et al., 1994). Bahkan, bahan organik dapat
mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (kersai) dapat membentuk struktur
yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat.
Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik
ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) penambahan bahan organik dapat
meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes.
Melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer oleh miselia jamur dan
actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi liat
(klei); (2) pengikatan secara kimia butir-butir klei melalui ikatan antara bagian–
bagian positif dalam butir klei dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik
yang berantai panjang (polimer); (3) pengikatan secara kimia butir-butir klei
melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam klei dengan gugusan negatif
(karboksil) senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca,
Mg, Fe, dan ikatan hidrogen; (4) Pengikatan secara kimia butir-butir klei melalui
ikatan antara bagian-bagian negatif dalam klei dengan gugus positif (gugus amina,
amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer) (Seta, 1987).
2.6. Sifat Umum Tanah Latosol
Tanah Latosol terbentuk dari bahan induk batu atau abu volkan, pada
topografi berombak hingga bergunung pada ketinggian 10-1000 m dpl dengan
vegetasi utama hutan tropis. Menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1957), Tanah
Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah
pengaruh curah hujan dan suhu tinggi di daerah tropik di mana gaya-gaya
hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada daerah
dengan curah hujan dan suhu sedang.
9
Menurut sistem klasifikasi tanah modifikasi Dudal-Soepraptohardjo dalam
Hardjowigeno (1994): Latosol adalah tanah yang mempunyai distribusi kadar liat
tinggi (lebih atau sama dengan 60%), struktur remah sampai gumpal, gembur, dan
warna homogen pada penampang tanah (lebih dari 150 cm) dengan batas horison
terselubung; kejenuhan basa (NH4OAc) kurang dari 50% sekurang-kurangnya
pada beberapa bagian dari horizon B di dalam penampang 125 cm dari
permukaan; tidak mempunyai horison diagnostik, selain horison A umbrik atau
horizon B kambik (kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru); tidak
memperlihatkan gejala plintik di dalam penampang 120 cm dari permukaan; dan
tidak mempunyai sifat-sifat vertik.
Sifat lain yang menonjol dan penting dari Latosol ialah terbentuknya
struktur granular. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik.
Kapasitas Tukar Kation Latosol rendah, hal ini disebabkan oleh kadar bahan
organik yang rendah dan sebagian akibat dari sifat liat hidro-oksida. Tanah
tersebut miskin akan basa-basa dapat dipertukarkan dan hara tersedia lainnya.
Namun demikian dibandingkan dengan jenis tanah lain Latosol di Indonesia
tergolong tanah yang subur (Kellog,1949). Sifat-sifat Latosol Coklat Kemerahan
umumnya baik, tekstur lempung liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung
berpasir, tata udara tergolong baik, air tersedia rendah sampai tinggi, dan
konsistensi gembur (Soeparto,1982).
Latosol Coklat Kemerahan Darmaga termasuk ke dalam order (ordo)
Inceptisol menurut sistem klasifikasi USDA 1990 (Suwardi dan Wiranegara,
2000). Latosol mempunyai nama lain yang setara yaitu Lateritic Soils, Ferralsols,
Kaolisols, Ferralitic Soil (Buringh, 1970). Tanah Latosol merupakan tanah yang
penyebarannya sangat luas di Indonesia seperti di Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan. Di jawa ditemukan Latosol tua bersolum sangat dalam, telah
berkembang, dan kebanyakan terdapat di atas batuan dan Tufa Volkanik Miosen.
Van der Voort (1950, dalam Mohr dan Van Baren, 1960) mendapat Latosol tua,
berwarna merah, berkembang di atas bahan Tufa Andesitik yang terdapat di
daerah antara Jakarta-Bogor. Tanah ini mempunyai horison A2 sampai kedalaman
10 meter.
10
2.7. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) merupakan bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap sumberdaya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik materil maupun spiritual (Arsyad, 2000). Kebutuhan tersebut
termasuk kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, atau dalam istilah lain
yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Menurut Malingreau (1981),
penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen atau
periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik
kebutuhan kebendaan, spiritual, maupun gabungan keduanya.
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar
yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan juga dibedakan ke dalam garis besar berdasarkan penyediaan
air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan, atau yang terdapat di atas lahan
tersebut. Berdasarkan hal ini dapat dikenal macam-macam penggunaan lahan
seperti tegalan, sawah, kebun, semak, hutan produksi, hutan lindung dan lain-lain.
Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dicontohkan seperti
pemukiman, industri dan lain-lain.
2.8. Pengolahan Tanah
Menurut Utomo dan Soelistyari (1988), pengolahan tanah adalah setiap
usaha manipulasi tanah secara mekanis. Pada dasarnya pengolahan tanah
ditujukan untuk menyiapkan tanah agar sesuai untuk perkembangan tanaman.
Secara terinci, tujuan pengolahan tanah adalah menyiapkan media untuk
pertumbuhan benih atau bibit, memperbaiki sifat kesuburan tanah, memberantas
gulma, dan memotong daur hama dan penyakit tanaman.
Akibat langsung yang terjadi dengan pengolahan yang intensif yaitu
terjadinya pemadatan tanah, terlebih lagi jika pengolahan tanah dilakukan dengan
menggunakan alat-alat berat. Pemadatan tanah yang terjadi menyebabkan
pertumbuhan akar tanaman terhambat dan menghambat pergerakan air dan unsur
hara yang terdapat di dalam tanah. Pemadatan tanah terlihat dari bertambahnya
bobot isi tanah dan berkurangnya porositas yang terdapat di dalam tanah (Islami
dan Utomo,1995).
11
Pemadatan tanah dilatar-belakangi oleh perubahan penggunaan lahan
hutan menjadi lahan pertanian monokultur maupun polikultur yang menurunkan
kandungan bahan organik tanah, diversitas dan kuantitas biologi tanah, dan juga
kualitas air. Lahan pertanian yang jumlah dan keragaman vegetasi dalam suatu
luasan rendah menyebabkan rendahnya kualitas dari bahan organik dan tingkat
penutupan permukaan tanah oleh lapisan serasah. Tingkat penutupan tebal dan
tipisnya lapisan serasah pada pemukaan tanah berhubungan erat dengan laju
dekomposisinya
(pelapukannya).
Semakin
lambat
terdekomposisi
maka
keberadaannya di permukaan tanah menjadi lebih lama (Hairiah et al., 2004).
Download