Brigade Siaga Bencana Kabupaten Bantaeng

advertisement
P O L I C Y
B R I E F
Eksistensi Brigade Siaga Bencana
dalam Pelayanan Kesehatan
Kabupaten Bantaeng
Sulawesi Selatan
Potensi Bencana dan Kebutuhan
untuk Menanggulanginya
kesehatan bagi orang sakit juga menjadi fokus
dalam upaya pengurangan risiko bencana di
Bantaeng.
Bencana merupakan salah satu isu yang cukup
populer baik dalam skala global, nasional maupun
lokal. Salah satu wacana yang sering muncul
adalah persoalan pengurangan risiko bencana
meskipun dalam kasus-kasus tertentu upayaupaya yang terkait dengan penanganan hingga
pemulihan pasca bencana tetap menjadi prioritas
juga. Hal ini terkait dengan keterbatasan potensi
yang dimiliki masyarakat untuk mengahadapi
kerentanan yang ada. Sebagaimana diketahui
bahwa pengurangan risiko terjadinya bencana
dapat dilakukan dengan mengoptimalkan potensi
yang ada di dalam jangkauan masyarakat
setempat.
Di daerah Bantaeng sendiri terdapat sejumlah
kerentanan yang berpeluang meningkatkan risiko
masyarakat baik secara geografis, sosial maupun
budaya. Secara geografis, Bantaeng merupakan
daerah dengan medan yang cukup sulit. Meskipun
tercatat sebagai wilayah terluas di Sulawesi
Selatan yakni sejumlah 29,6% dari wilayah
keseluruhan, namun karakter perbukitan yang
dimiliki membuat beberapa daerah menjadi jauh
dari berbagai macam akses publik. Hal ini tentu
sangat berisiko terhadap terkendalanya berbagai
macam pemenuhan kebutuhan penanganan
kebencanaan. Misalnya dalam hal pelayanan
kesehatan, masyarakat menjadi lebih sering
mengalami keterlambatan penanganan, terlebih
bagi mereka yang tinggal di kawasan pedesaan
yang terpencil. Sementara secara keseluruhan,
fasilitas kesehatan Kabupaten Bantaeng terbilang
baik dengan perbandingan 2.66 : 2,54 pada rasio
per 10.000 penduduk pada tahun 2010. Meskipun
di tahun yang sama, dalam hal ketersediaan
sumber daya tenaga kesehatan diakui di
kabupaten ini relatif masih rendah yakni dengan
perbandingan 10,47 : 16,47 pada rasio per 10.000
penduduk. Oleh karena itu, Kabupaten Bantaeng
Berbasis pada konsep tersebut maka Kabupaten
Bantaeng Sulawesi Selatan ini dapat dikatakan
telah melakukan inisiasi terhadap upaya
mengurangi risiko masyarakatnya terhadap
ancaman bencana dengan mengerahkan
modalitas yang telah dimiliki bersama. Bencana
sendiri dalam hal ini juga tidak selalu
berhubungan dengan peristiwa alam sepeti
gempa bumi, banjir atau longsor. Melainkan
sejumlah risiko seperti kebakaran, keterlambatan
penanganan persalinan atau keterbatasan fasilitas
memilliki sejumlah tantangan untuk mendekatkan
fasilitas kesehatan tersebut terhadap masyarakat
dengan strategi meningkatkan jumlah sumber
daya tenaga kesehatan.
Secara sosial budaya, masyarakat Bantaeng juga
terkendala dengan rendahnya kesadaran tentang
hidup sehat. Kondisi ini diperkuat juga dengan
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang
mayoritas sebagai petani. Oleh karena itu mereka
cenderung mengalami keterlambatan dalam
mengidentifikasi penyakit tertentu sehingga juga
berdampak pada keterlambatan dalam
penanganannya. Sementara kondisi darurat
seperti pertolongan persalinan atau kebakaran
justru sering dialami. Sebagai antisipasi pada
persoalan persalinan, masyarakat pernah
membuat mekanisme ambulans desa namun
ternyata strategi ini tidak dapat berjalan karena
kepercayaan masyarakat setempat bahwa mobil
yang ditumpangi orang sakit hingga meninggal
akan membawa sial.
Berbasis pada kebutuhan, tingkat kerentanan
serta keterbatasan tersebut maka Bupati
Bantaeng Nurdin Abdullah menginisiasi suatu
kebijakan sebagai upaya penanganan darurat.
Dalam praktiknya, kebijakan ini salah satunya
diterjemahkan dalam Brigade Siaga Bencana yang
akhirnya mendapatkan penghargaan sebagai
Kabupaten Sehat oleh menteri kesehatan 2011
dan Grand Award dari FIPO 2011 atas inovasi
pelayanan publik.
Brigade Siaga Bencana: Melayani
dan Menjaga Masyarakat dalam
Kondisi Darurat
Pada dasarnya Brigade Siaga Bencana ini
bertujuan untuk mengatasi kondisi krisis berbasis
kebutuhan komunitas. Dengan mendasarkan
pada konsep emergency (darurat) maka program
ini berupaya untuk mengutamakan kecepatan dan
selalu siaga terhadap berbagai kemungkinan
bencana yang akan terjadi. Oleh karena itu
B r i ga d e s i a ga b e n ca n a i n i s e n a nt i a s a
mendekatkan pelayanan dasar kesehatan kepada
seluruh masyarakat Bantaeng. Pada tahap awal
pembentukan BSB terdapat dua tahapan
persiapan sebelum proses pengoperasian
2
dilakukan. Pertama, pengadaan infrastruktur
sebagai wujud dalam peningkatan sarana dan
prasarana. Hal ini mengingat bahwa kualitas
fasilitas kesehatan di Bantaeng masih relatif
terbatas. Beberapa fasilitas yang diupayakan
tersebut adalah alat kesehatan dan kendaraan
operasional atau ambulans. Ambulans sebagai
saran penting kondisi darurat tersebut mayoritas
difasilitasi oleh pihak luar seperti Dinas Kesehatan
Bantaeng, Asuransi Kesehatan, dan bantuan
Pemerintah Jepang. Sampai saat ini total
ambulans yang dimiliki sejumlah lima unit. Selain
itu tim SAR juga turut berpartisipasi dengan
mengijinkan penggunaan speedboat jika sewaktuwaktu dibutuhkan dalam kondisi darurat.
Kedua adalah peningkatan sumber daya manusia
sebagai pihak yang akan secara langsung
mengoperasionalkan sekaligus menjamin
keberlangsungan program ini. Beberapa orang
yang memiliki potensi dimobilisasi untuk diberi
pelatihan-pelatihan terkait dengan tangggap
darurat. Tenaga medis seperti dokter juga
mendapatkan pelatihan general emergency life
support sementara untuk para perawat dilatih
tentang basic trauma cardiac life support. Materi
pelatihan tersebut ditujukan untuk memberikan
bekal kepada para tenaga medis tentang
pengenalan, pemahaman serta perlakuan bagi
korban dalam situasi darurat.
Pelayanan BSB ini diberlakukan tanpa biaya atau
gratis selama 24 jam dengan jumlah dokter
sebanyak 20, 8 perawat dan 4 pengemudi. Untuk
mengupayakan agar Brigade Siaga bencana ini
dapat benar-benar mampu mengantisipasi
berbagai risiko yang mungkin terjadi maka sistem
tugas bergilir harus dilakukan. Oleh karena itu,
semua staf BSB ini secara konsisten bergantian
menjaga klinik untuk melayani masyarakat. Setiap
hari jadwal tugas dibagi dalam tiga shift jaga yakni
pagi (07.00 WITA-14.30 WITA); siang (14.30 WITA21.30 WITA); dan malam (21.30 WITA-07.00
WITA). Setiap kelompok yang mendapatkan tugas
berjaga selalu terdiri dari 1 dokter, 2 perawat dan 2
pengemudi. Dalam implementasinya, terdapat
lima jenis pelayanan di klinik Brigade Siaga
Bencana ini yaitu: demam disertai batuk pilek,
diare, kecelakaan, pendarahan pada ibu hamil dan
kebakaran. Pada kasus kebakaran, bentuk
penanganan yang diberangkatkan ke lokasi adalah
Eksistensi Brigade Siaga Bencana dalam Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
Informasi
Masyarakat
Emergency
Service
Call centre
Tanggap
Darurat
Menuju
Lokasi
Anamnase
Pemeriksaan Fisik
Tindakan di Lokasi
Tindakan di lokasi
Tindakan di lokasi
obat/pertolongan
di rumah
observasi
observasi
Rujuk ke PKM/BSB
Rujuk ke rumah sakit
dengan pengiriman ambulans yang disertai
dengan mobil serta petugas pemadam kebakaran.
Kemudahan koordinasi antara BSM dan pemadam
kebakaran sangat terbantu oleh keberadaan
kantor BSB dengan pemadam kebakaran.
Untuk standar operasionalnya sendiri, BSB
menggunakan sistem layanan call centre 113 dan
041322724 atau melalu frekuensi radio 145.490
MHz. Setelah mendapatkan laporan, maka tim
BSB akan segera mendatangi pasien. Penanganan
yang diberikan oleh BSB tidak hanya berlaku bagi
pasien yang ada di kota namun seluruh pasien
yang membutuhkan bantuan meskipun tinggal di
daerah pedesaan atau terpencil. Setelah
memeriksa pasien maka tim BSM akan
memberikan diagnosa apakah dapat dirawat jalan
dengan diberikan obat di rumah, dibawa ke kantor
BSB untuk mendapatkan layanan lebih lanjut atau
dirujuk ke puskesmas setempat dan RSUD (Rumah
Sakit Umum Daerah). Berikut adalah skema
operasionalisasi BSB di Kabupaten Bantaeng :
Untuk menjaga konsistensi program, maka BSB ini
dilengkapi juga dengan sistem evaluasi yang
diadakan setiap sebulan sekali melalui pertemuan
rutin antara instansi terkait seperti Dinas
Kesehatan, DISNAKER dan Bapedalda yang
dikoordinatori oleh Dinas Kesehatan. Evaluasi
yang sering dilakukan sering digunakan untuk
membahas tentang capaian program dan targettargetnya. Di samping itu sistem operasional mulai
dari performa tenaga kesehatan sendiri sampai
dengan masalah pembiayaan juga menjadi hal
penting dievaluasi. Oleh karena itu evaluasi
pertama yang pernah dilakukan menghasilkan
suatu rekomendasi untuk meningkatkan
kebijakan dan manajemen pengelolaan terutama
yang terkait dengan penganggaran. Hal ini
dimaksudkan untuk menambah insentif para
tenaga medis karena jam kerja mereka bertambah
namun tingkat kesejahteraannnya tidak ikut
meningkat.
Sebagai upaya untuk mendekatkan akses
terhadap masyarakat maka sosialisasi tentang BSB
ini dilakukan melalui kerja sama dengan Fatayat
NU terutama yang terkait dengan persalinan
aman. Hal ini karena kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh Fatayat NU juga sering
berhubungan dengan isu kesehatan ibu dan anak.
Selain itu, Fatayat NU juga memiliki struktur
organisasi di setiap wilayah dan karakter
keanggotaannya merupakan kelompok sasaran
yakni perempuan usia produktif. Salah satu
Eksistensi Brigade Siaga Bencana dalam Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
3
metode yang digunakan adalah di setiap
pengajian majelis taklim yang diselenggarakan
Fatayat NU, kru BSB akan datang untuk
memberikan penyuluhan kesehatan.
Poin Pembelajaran dari Brigade
Siaga Bencana
Kemunculan BSB di Kabupaten Bantaeng ini
secara umum telah memberikan dampak yang
cukup besar. Dari segi kesehatan, masyarakat
Banteng saat ini sudah berhasil berada di atas
rata-rata. Sejak tahun 2006-2010 indeks
kesehatan Kabupaten Bantaeng senantiasa
berada di atas standar yang diberlakukan di
Provinsi dan bahkan secara nasional (74,5%).
Dalam konteks kebijakan, BSB menunjukan
sebuah capaian yang cukup membanggakan
karena berhasil menyelenggarakan sebuah
pelayanan publik yang insipiratif serta
memberikan manfaat besar bagi masyarakat.
Pembangunan infrastruktur serta kelengkapan
fasilitas yang didukung dengan ketersediaan
sumber daya tenaga medis yang memamadai
benar-benar dapat menjawab kebutuhan
masyarakat selama ini. Mereka dapat merasakan
pelayanan yang tanggap serta cepat tanpa harus
memikirkan persoalan akses maupun biaya yang
mahal. Selama rentang waktu 2009-2011, BSB
telah melakukan pelayanan kepada 3.523 orang.
Pada tahun 2010-2011, 10 jenis pertolongan yang
telah dilayani oleh BSB adalah kecelakaan lalu
lintas 497 orang, ISPA dan asma 113 orang, diare
114 orang, gastritis dan kolik abdomen 24 orang,
suspek typoid dan DBD 171 orang, Myalgia 155
orang, hipertenti dan stroke 77 orang, ISK 23
orang, diabetes 5 orang dan kehamilan partus
319.
Hal menarik yang menjadi dampak substantif BSB
ini adalah semakin meningkatnya persalinan
aman di Kabupaten Bantaeng. Banyaknya
pertolongan terhadap persalinan amat maka
angka kematian ibu dapat dikurangi. Jumlah
kematian ibu pada tahun 2010 sejumlah 11 orang,
namun tahun 2011 berhasil menurun menjadi
hanya 3 orang. Dampak lain dari inisiasi BSB dalam
hal persalinan aman adalah semakin banyaknya
4
kelahiran yang ditolong oleh tenaga medis. Tahun
2009 persalinan yang ditolong non tenaga medis
sejumlah 869 dari 3667 kelahiran. Namun tahun
2010 jumlah tersebut berkurang dari 356
persalinan dari 3080.
Prasyarat Replikasi
Banyaknya manfaat yang diakibatkan dari
program BSB tersebut maka beberapa daerah
yang memiliki kecenderunan risiko, masalah dan
potensi yang sama memiliki peluang untuk
melakukan replikasi. Adapun persyaratan agar
suatu daerah dapat mereplikasi program ini
adalah:
1. Leadership, faktor pemimpin akan sangat
menentukan dalam melakukan mobilisasi
sumber daya, memperkuat jaringan serta
mengembangkan modalitas yang dimiliki.
2. Ketersediaan infrastruktur serta fasilitas
yang memadai.
3. Penganggaran. Hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap keberlanjutan
program serta manajemen pengelolaan
sumber daya yang sudah ada.
4. Jaringan juga faktor penting untuk
diperhitungkan. Hal ini selain untuk
memperkuat modalitas juga dapat
bermanfaat sebagai media sosialisasi agar
masyarakat mendapatkan informasi yang
merata.
5. Sumber daya yang terlatih baik dari segi
pengetahuan maupun ketrampilan untuk
menghadapi kondisi darurat.
6. Stakeholders mapping yang baik. Dalam
kasus ini, Fatayat NU menjadi berperan
penting dalam mendukung program
pemerintah kabupaten.
Kontak:
dr Ichsan (Koordinator BSB)
Brigade Siaga Bencana (BSB)
JL Pahlawan No. 55 Bantaeng
telepon: 113 (hunting) dan 0413-22724
Eksistensi Brigade Siaga Bencana dalam Pelayanan Kesehatan Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
Download