BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan pusat berbagai macam kegiatan antara lain sebagai pusat jasa, perdagangan, pemerintahan, pendidikan, dan pusat pariwisata sehingga dalam perkembangannya akan mengalami perubahan. Kompleksnya kegiatan yang ada di kawasan perkotaan mengakibatkan makin banyak dan beragamnya peluang kerja bagi penduduk. Hal ini menarik penduduk untuk datang dan tinggal di kawasan perkotaan karena di daerah asal (pedesaan) kurang memberikan peluang kerja bagi mereka. Sehingga pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan yang semakin tinggi tidak dapat dielakkan. Meningkatnya jumlah penduduk dalam suatu wilayah mengakibatkan kebutuhan akan ruang semakin tinggi. Sehingga banyak terjadinya alih fungsi lahan dari lahan terbuka hijau seperti tegalan dan lahan kosong menjadi lahan terbangun baik yang digunakan sebagai tempat tinggal pribadi maupun sebagai media kegiatan komersil. Hal ini mengakibatkan kurang diperhatikanya tentang ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu atribut kriteria kota hijau yang harus dipenuhi (www.tempo.co) karena ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan memiliki banyak manfaat, antara lain membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk), pembersih udara yang sangat efektif, pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan berserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Hal ini sering tidak dihiraukan karena lebih mengoptimalkan kepada sektor industri, perdagangan dan jasa yang lebih memberikan banyak keuntungan nyata bagi pendapatan daerah. Sehingga ketersediaan RTH di kawasan perkotaan mengalami penurunan. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau publik yang ada di perkotaan telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis sosial), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk interaksi sosial. Dalam hal ini, diperlukan pemikiran jauh ke depan, yang tidak hanya berorientasi pada pemenuhan tujuan berjangka pendek dan perlu reorientasi visi pembangunan kota lebih 1 mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Strategi pemanfaatan ruang, baik untuk kawasan budidaya maupun kawasan lindung, perlu dilakukan secara kreatif, sehingga konversi lahan dari pertanian produktif ataupun dari kawasan hijau lainnya menjadi kawasan non hijau dan non produktif dapat dikendalikan. Untuk mengendalikan hal tersebut, saat ini pemerintah mengeluarkan Undang-undang tentang Penataan Ruang yang di dalamnya juga mengatur tentang ketersediaan ruang terbuka hijau. Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan yang dimaksudkan untuk menyediakan acuan yang memudahkan pemangku kepentingan baik pemerintah kota, perencana maupun pihak-pihak terkait dalam perencanaan, perancangan, pembangunan, dan pengelolaan ruang terbuka hijau, memberikan panduan praktis bagi pemangku kepentingan ruang terbuka hijau dalam penyusunan rencana dan rancangan pembangunan dan pengelolaan ruang terbuka hijau, memberikan bahan kampanye publik mengenai arti pentingnya ruang terbuka hijau bagi kehidupan masyarakat perkotaan dan memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait tentang perlunya ruang terbuka hijau sebagai pembentuk ruang yang nyaman untuk beraktifitas dan bertempat tinggal. Sebagai perwujudan dari pedoman yang telah dibuat oleh Kementerian Pekerjaan Umum tersebut maka perlu diadakan kegiatan pemantauan rutin mengenai kuantitas ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan agar terjaganya kualitas lingkungan perkotaan itu sendiri Pemerintah daerah juga mencanangkan peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota untuk mengontrol pembangunan kota agar sesuai dengan potensi lahan yang dimiliki. Setiap pembangunan saat ini sudah diimbangi dengan adanya ruang terbuka hijau, agar kota tetap sejuk dan nyaman sehingga memiliki kualitas yang tinggi. Saat ini pembangunan juga harus sesuai dengan peraturan daerah yang tertera di Rencana Tata Ruang Wilayah yang dibuat oleh masing-masing daerah. Namun kenyataannya masih banyak pemanfaatan lahan yang menyimpang, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi kesesuaian pemanfaatan lahan yang dalam hal ini terkait dengan ketersediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Kegiatan pemantauan yang bersifat keruangan dewasa ini lebih banyak menggunakan metode penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Sebab selain lebih mudah dan lebih hemat dari segi biaya, waktu dan tenaga, dengan penginderaan 2 jauh dan sistem informasi geografi dapat mengidentifikasi suatu kenampakan tanpa harus turun langsung ke lapangan. Lillesand dan Kieffer (1999) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji. Penginderaan jauh merupakan teknik atau metode memperoleh data keruangan yang relatif efisien waktu, tenaga maupun materi. Oleh karena itu untuk mengenali persebaran ruang terbuka hijau di Kecamatan Gondokusuman akan menggunakan metode penginderaan jauh. Dengan harapan hasil yang diperoleh sesuai dengan kenyataan di lapangan dan dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Karena tanpa kontak langsung dengan objek, maka metode ini memerlukan perantara antara peneliti dengan objek di lapangan, yaitu citra penginderaan jauh. Citra Quickbird merupakan salah satu jenis citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial tinggi yaitu 0,6 cm untuk yang pankromatik dan 2,44 meter (www.imagecentral.com, 2013) untuk yang multispektral sehingga dirasa sesuai jika digunakan untuk mengamati objek di daerah perkotaan khususnya untuk identifikasi jenis ruang terbuka hijau. Identifikasi dilakukan untuk mengenali jenis ruang terbuka hijau dengan cara interpretasi. Interpretasi merupakan kegiatan menafsirkan objek tertentu pada citra dengan cara mengidentifikasi karakteristik objeknya. Sedangkan Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan alat yang membantu dalam pengolahan data penginderaan jauh (citra) dari perekaman informasi keruangan dalam bentuk digital (input) hingga proses akhir yaitu keluaran (output). Dengan menggunakan SIG pengguna dapat dimudahkan dalam proses pengolahan data untuk menghasilkan informasi baru yang mudah dimengerti oleh pembaca. Sehubungan dengan hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian Tugas Akhir dengan judul : “Pemetaan Kesesuaian Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Quickbird” 3 Gondokusuman Menggunakan Citra 1.2. Perumusan Masalah Gondokusuman merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Yogyakarta, yang terletak di kota bagian utara dengan 5 kelurahan, antara lain : Terban, Kotabaru, Baciro, Demangan dan Klitren (www.wikipedia.com). Gondokusuman merupakan kawasan perkotaan yang pemanfaatan lahannya sangat kompleks, seperti adanya pasar modern (perdangan) terbesar di Yogyakarta, gedung biskop (hiburan), gedung untuk edukasi (pendidikan) baik dari yang negeri formal, swasta formal sampai swasta non-formal, gedung olahraga Kridosono, rumah sakit besar seperti RSU. Panti Rapih dan RS. Bethesda, hotel bintang 4 dan masih banyak lagi. Tentunya hal ini merupakan magnet yang bisa menarik penduduk dari daerah lain untuk berkunjung bahkan ingin menjadi bagian dari kegiatan yang ada di sana. Karena tak dapat dipungkiri kompleksitas kegiatan dapat meningkatkan jumlah peluang kerja. Persentase tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat pesat ini mengakibatkan kebutuhan akan ruang menjadi bertambah, sedangkan lahan sebagai media ruang sendiri tidak dapat bertambah lagi. Sehingga perlu diadakannya perencanaan ruang yang baik bagi suatu kawasan perkotaan yang perkembanganya sangat signifikan sebagai upaya pengendalian. Oleh karena itu, pemerintah saat ini telah mengeluarkan beberapa perundang-undangan dan peraturan mengenai tata ruang yang tertera dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tentang Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Ruang terbuka hijau yang disingkat RTH dianggap sebagai elemen penting bagi penataan ruang di kawasan perkotaan karena ketersediaan RTH merupakan penetralisir senyawa karbon dioksida (CO2) di udara, sehingga kota yang identik sangat panas (saat ini) menjadi tetap dingin (sejuk) dan membuat pengunjungnya merasa nyaman. Selain itu RTH juga dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk berinteraksi sosial sehingga mengurangi tindakan kriminal akibat tingkat strees yang tinggi. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan ketersediaan RTH dalam segi kuantitasnya dengan metode penginderaan jauh dan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa pertanyaan, antara lain sebagai berikut : 1. Sejauh mana kemampuan citra Quickbird untuk mengamati ketersediaan ruang terbuka hijau di Kecamatan Gondokusuman? 4 2. Wilayah mana saja yang sesuai atau tidak sesuai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tentang Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta? 1.3. Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu untuk: 1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk analisis ketersediaan ruang terbuka hijau di Kecamatan Gondokusuman 2. Memetakan kesesuaian ketersediaan ruang terbuka hijau berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tentang Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta 1.4. Sasaran Untuk menuju tujuan yang diinginkan, penelitian ini memiliki sasaran sebagai berikut, antara lain : 1. Mengetahui persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Gondokusuman 2. Mengetahui pola Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tentang Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta di Kecamatan Gondokusuman 3. Mengetahui kesesuaian ketersediaan RTH berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan di Kecamatan Gondokusuman 4. Mengetahui kesesuaian ketersediaan RTH berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tentang Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta di Kecamatan Gondokusuman 5. Uji ketelitian citra Quickbird dalam menyadap karakteristik jenis ruang terbuka hijau di Kecamatan Gondokusuman 5 1.5. Manfaat Manfaat penelitian ini yaitu : 1. Manfaat secara umum (bagi pembaca) - Membantu memonitoring ketersediaan RTH di Kecamatan Gondokusuman - Memberikan tutorial untuk mengetahui ketersediaan RTH menggunakan metode penginderaan jauh dan sistem informasi geografi 2. Manfaat secara khusus (bagi penulis) - Sebagai syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya (Amd) di Program Diploma Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada 1.6. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatar belakangi pada pemikiran mengenai pentingnya ruang terbuka hijau bagi kawasan perkotaan yang saat ini sudah mulai mengalami penurunan kualitas secara ekologis. Menurunnya kualitas lingkungan di kawasan perkotaan disebabkan oleh ketidakseimbangan antara ruang hunian dengan ruang terbuka hijau. Hal ini memerlukan upaya pengendalian yang serius agar tingkat kenyamanan lingkungan tetap terjaga. Kementerian Pekerjaan Umum membuat Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan sebagai upaya pengendalian konversi lahan menjadi media bangunan baik untuk ruang huni maupun ruang untuk tujuan komersil. Peraturan ini dibuat dengan tujuan mengontrol kuantitas RTH berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk, namun dalam penelitian ini hanya mengambil spesifikasi berdasarkan luas wilayah saja. Dalam aturan yang tertera, kuantitas RTH di perkotaan harus lebih dari 30% dari luas wilayah. Jadi kuantitas ketersediaan RTH dapat diperoleh dari keseluruhan luas RTH yang ada dan dipersentasekan terhadap luas wilayah. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tentang Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta merupakan peraturan daerah yang mengatur lokasi mana saja yang akan dijadikan lokasi pengembangan RTH di Kota Yogyakarta khususnya Kecamatan Gondokusuman. Dengan adanya hal ini maka perlu dilakukan evaluasi kondisi aktual ketersediaan RTH terhadap rencana pengembangan RTH yang telah dibuat. Proses evaluasi dilakukan dengan cara overlay antara Peta Ketersediaan RTH aktual dengan Peta Rencana Pengembangan RTH. 6 Citra Quickbird merupakan salah satu penginderaan jauh yang akan digunakan dalam penelitian ini. Karena resolusi spasialnya tinggi diharapkan dapat menyadap informasi mengenai karakteristik jenis RTH yang kemudian akan dicari kuantitasnya. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan saat mengidentifikasi jenis RTH berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah dan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan saat menghitung kuantitas RTH beserta perhitungan persentase kuantitas RTH berdasarkan luas wilayah. 7 Latar Belakang : Masalah Kota, yaitu menurunnya kualitas lingkungan di kawasan perkotaan Masalah : Tidak seimbang antara ruang hunian dengan RTH Inventarisasi kebutuhan data Per atur an Menter i Peker jaan Umum No. 05/PRT/M/2008 : Sebagai dasar aturan ketersediaan RTH berdasarkan jumlah (kuantitas) Citra Quickbird Rencana Tata Ruang Wilayah : Sebagai dasar aturan ketersediaan RTH berdasarkan lokasi Identifikasi Ketersediaan RTH Kesesuaian ketersediaan RTH berdasarkan jumlah Kesesuaian ketersedian RTH berdasarkan jumlah dan lokasi Gambar 1.1 : Diagram Alir Pemikiran 8