BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya (State Of The Art) Adapun dibuatnya table State Of Art untuk memperlihatkan persamaan dan perbedaan yang ada dari penelitian sebelumnya yang dibandingkan dengan penelitian setelahnya. Persamaan ataupun perbedaan yang muncul dapat dilihat dari objek yang diteliti, metode penelitiannya, atau teori yang digunakan. Tabel 2.1 State Of The Art Nama No Tahun Jurnal dan Peneliti 1. 2011 Judul Penelitian/Jurnal Hasil Penelitian Manfaat bagi Penilitian Aditya Sendi Pengaruh Trust in Hasil penelitian ini Bermanfaat Kurniawan A Brand terhadap menunjukkan bahwa karena peneliti Loyalitas seluruh variabel baik jadi Pelanggan (Study itu merek itu sendiri mengetahui pada Starbuck (brand characteristic), bahwa brand Coffee di perusahaan pembuat loyalty dapat Semarang). merek (company terbentuk dari characteristic) dan merek itu konsumen (consumer- sendiri (brand brand characteristic) characteristic), berpengaruh perusahaan positif dan signifikan pembuat terhadap brand merek loyalty, sedangkan (company untuk penelitian characteristic) masing masing dan konsumen variabel bebas, juga (consumer- terhadap pengaruh brand yang positif dan characteristic). signifikan terhadap 7 8 variabel brand loyalty pelanggan Starbuck Coffee di Semarang. 2. 2013 Sem Pengaruh Brand Hasil penelitian Mengetahui Christina Image dan Brand menunjukkan bahwa bahwa dalam Hawila Trust terhadap citra merek meningkatkan Sibagariang Brand Loyalty pada perusahaan dan PT Sinarmas berpengaruh secara mencipatakan Tinjung Desy signifikan terhadap loyalitas Nursanti loyalitas merek pelanggan dengan R2 = 15,4% dibutuhkannya dengan persamaan standart regresi Y = 1,962 pencitraan 0,336 X1. merek yang Kepercayaan merek baik, yang berpengaruh secara dimana signifikan terhadap pembentukan loyalitas merek brand loyalty dengan R2 = 17%, tersebut dapat dengan persamaan meningkatkan regresi Y = 1,838 profitabilitas 0,382 X2. Sementara perusahaan. secara bersamaan, citra merek dan kepercayaan merek berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas merek, dengan R2 = 26,4% yang membentuk persamaan regresi Y = 9 1,281 0,269 X1 + 0,315 X2. 3. 2013 Jeonghoon Does Satisfaction Hasilnya Mengetahui Lee Affect Brand menunjukkan bahwa bahwa brand loyalty? kepuasan pelanggan loyalty dapat mempengaruhi intensi terbentuk Seoul National untuk pembelian dengan kuat University; ulang yang berbeda- bedasarkan Hansuk Lee, beda pada setiap grup. kepuasaan Sangmyung Bagaimanapun, hasil pelanggan University. penelitian ini yang menunjukkan bahwa mempengaruhi kepuasan pelanggan intensi memberi pengaruh pembeliaan yang sangat besar konsumen. terhadap loyalitas kepada brand. Ditemukan bahwa semakin pelanggan puas, maka tendensi mereka untuk semakin loyal kepada suatu brand akan semakin besar. 10 4. 2012 Self-Congruity, Fang Liu Jianyao Li Dari penelitian Brand Attitude, and Congruity dan Brand ini peneliti Brand Loyalty: A Usage Imagery mendapatkan Study on Luxury Congruity ditemukan pemahaman Brands lebih kuat untuk tentang memprediksi sikap bagaimana 3 Fang Liu, Business dan loyalitas daripada konstruk dari School, The Brand Personality. self-congruity Brand User Imagery (kecenderunga Western Australia, Congruity dan Brand n seseorang Perth, Australia; Usage Imagery untuk memilih Dick Mizerski Brand User Imagery Huangting So University of Congruity mempunyai suatu brand Jianyao Li, efek yang signifikan dibanding Business School, terhadap brand brand yang Sun Yat-sen attitude dan brand lain): Brand University, loyalty dalam personality, Guangzhou, China; analisanya. Sedangkan Brand User Brand Personality Imagery, dan Dick Mizerski, Congruity tidak Brand Usage Business School, memberikan hasil Imagery The University of yang signifikan mempengaruhi Western Australia, terhadap brand sikap Perth, Australia; attitude maupun pelanggan dan and brand loyalty kepada loyalitas brand dua brand yang terhadap 2 diteliti. luxury fashion Huangting Soh, Jushua Research brand (CK dan Consultants, Chanel) di Singapore Australia. . 11 5. 2012 Hartiwi Pengaruh hasil penelitian ini Menjadi Prabowo Communal menunjukkan : landasan bagi Activation untuk 1. Pengaruh positif penelitian Brian Garda Membentuk Brand dan signifikan mengenai Muchardie Loyalty Produk variabel Communal adanya Minuman. Activation terhadap pengaruh Dedy Keputusan communal Handrimurtja Membeli activation 2. Communal terhadap hjos Activation keputusan berpengaruh positif membeli dan signifikan dalam terhadap Brand meningkatkan loyalty brand loyalty 3. Keputusan pada produk Membeli Teh Botol berpengaruh positif Sosro Less dan signifikan Sugar terhadap Brand loyalty 4. Ada pengaruh positif dan signifikan variabel Communal Activation terhadap Brand loyalty melalui Keputusan Membeli 12 6. 2011 Isanilda Dea Desain Komunikasi Hasil penelitian ini Bermanfaat Latifah Visual unuk Merupakan karena peneliti Menunjang perancangan konsep jadi mengetahui Kampanye yang baik untuk bahwa kampanye Kesadaran Buang membuat sebuah memiliki Sampah pada desain sosial pengaruh yang Tempatnya dan mengenai upaya kita kuat dalam proses Pemanfaatan mengingatkan kembali kegiatan yang Sampah betapa pentingnya bersifat persuasif kesadaran masyarakat atau mengajak. akan kebersihan dengan membiasakan membuang sampah pada tempatnya dan mengelola sampah menjadi produkproduk yang lebih bermanfaat. Sumber : diolah dari hasil penelitian 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Komunikasi Pemasaran 2.2.1.1. Definisi Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran (marketing communication) adalah sarana di mana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009). Menurut David Pickton dalam Ilham Prisgunanto (2009:8), Komunikasi Pemasaran adalah semua elemen-elemen promosi dari marketing mix (bauran pemasaran) yang melibatkan komunikasi antarorganisasi dan target audience pada segala bentuknya yang ditujukan untuk performance pemasaran. Bedasarkan pendapat kedua ahli tersebut komunikasi pemasaran dapat dikatakan bahwa komunikasi pemasaran minitikberatkan pada pemberian informasi dan penggunaan bauran promosi kepada konsumen. Komunikasi pemasaran melaksanakan banyak fungsi kepada konsumen atau pasar 13 sasaran terutama memberitahu dan memperlihatkan seputar bagaimana dan mengapa produk itu digunakan, siapa pasar sasarannya, dimana dan kapan produk itu dapat diperoleh. Lingkungan komunikasi pemasaran sesuai dengan perkembangan teknologi proses komunikasi juga mengalami perubahan, seperti halnya akhir-akhir ini maraknya perkembangan internat. Tentunya ini juga akan berpengaruh terhadap konsumen dalam memperoleh informasi suatu produk (Jatmiko). Komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi / membujuk, dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tjiptono, Strategi Pemasaran, 2008). 2.2.1.2. Tujuan Komunikasi Pemasaran Menurut Rossiter dan Percy terdapat empat buah tujuan dari komunikasi pemasaran (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009). 1. Kebutuhan Kategori Menentukan kategori produk atau jasa yang diperlukan untuk mengalihkan atau memuaskan perbedaan anggapan antara keadaan motivasional saat ini dan keadaan emosional yang diinginkan. 2. Kesadaran Merek Kemampuan untuk mengidentifikasi (mengakui atau mengingat) merek dalam kategori, dengan cukup rinci untuk melakukan pembelian. 3. Sikap Merek Mengevaluasi merek dengan memperhatikan kemampuan anggapannya untuk memenuhi kebutuhan relevan saat ini. Kebutuhan merek relevan mungkin berorientasi negatif (penyingkiran produk, penghindaran masalah, kepuasan yang tidak lengkap, deplesi normal) atau berorientasi positif (gratifikasi indra, stimulasi intelektual, atau persetujuan sosial). 4. Maksud Pembeliaan Merek Instruksi mandiri untuk membeli merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian. Tawaran promosi dalam bentuk kupon atau penawaran dua untuk satu mendorong konsumen melakukan komitmen mental untuk membeli produk. 14 2.2.1.3. Model Komunikasi Pemasaran Gambar 2.1. Model Komunikasi Pemasaran Sumber : (Tjiptono, Strategi Pemasaran, 2008). Strategi Pemasaran. Terdapat tiga unsur pokok dalam model komunikasi pemasaran yang diperlihatkan pada gambar 2.1, yaitu : 1. Perilaku Komunikasi Terdiri atas pengirim (sender) atau komunikator yang menyampaikan pesan dan penerima (receiver) atau komunikan pesan 2. Material Komunikasi Ada beberapa material komunikasi pemasaran yang penting, yaitu : a. Gagasan merupakan materi pokok yang hendak disampaikan oleh pengirim b. Pesan merupakan himpunan berbagai simbol (verbal atau non verbal) dari suatu gagasan. c. Media merupakan pembawa pesan komunikasi d. Response merupakan reaksi pemahaman atas pesan yang diterima oleh penerima 15 e. Feed-back merupakan pesan umpan balik dari sebagian atau keseluruhan respon yang dikirim kembali oleh penerima f. Gangguan merupakan segala sesuatau yang menghambat proses komunikasi 3. Proses Komunikasi Proses penyampaian pesan maupun pengiriman kembali respon akan memerlukan dua kegiatan yaitu encoding (fungsi mengirim) dan decoding (fungsi menerima). a. Encoding adalah proses merancang atau mengubah gagasan secara simbolik menjadi suatu pesan untuk disampaikan kepada penerima. b. Decoding adalah proses menguraikan atau mengartikan simbol sehingga pesan yang diterima dapat dipahami. 2.2.1.4. Bauran Komunikasi Pemasaran Bauran komunikasi pemasaran yang dilaksanakan secara terintegrasi dapat meningkatkan ekuitas dan mendorong penjualan, bahkan dengan meluasnya komunikasi ini dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari delapan model komunikasi utama. (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009) 1. Iklan Merupakan semua bentuk berbayar dari presentasi nonpersonal dan promosi ide, barang, atau jasa melalui sponsor yang jelas. 2. Promosi penjualan Merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong percobaan atau pembeliaan produk atau jasa. 3. Acara dan pengalaman Merupakan kegiatan dan program yang disponsori perusahaan yang dirancang untuk menciptakan interaksi harian atau interaksi yang berhubungan dengan merek tertentu. 4. Hubungan masyarakat dan publisitas Merupakan beragam program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individunya. 5. Pemasaran Langsung Penggunaan surat, telepon, facsimile, e-mail, atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau meminta respon atau dialog dari 16 pelanggan dan prospek tertentu. 6. Pemasaran Interaktif Merupakan kegiatan dan program online yang dirancang untuk melibatkan pelanggan atau prospek dan secara langsung atau tidak langsung meningkatkan kesadaran. Memperbaiki citra, atau menciptakan penjualan produk dan jasa. 7. Pemasaran dari mulut ke mulut Merupakan komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik antar masyarakat yang berhubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli atau menggunakan produk atau jasa. 8. Penjualan personal Merupakan interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif untuk tujuan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan pengadaan pesanan. 2.2.1.5. Karakteristik Bauran Komunikasi Pemasaran 2.2.1.5.1. Promosi Penjualan Sales Promotion merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Promosi penjualan pada hakikatnya adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan suatu produk atau jasa kepada pasar sasaran untuk segera melakukan suatu tindakan. Promosi penjualan juga dikatakan sebagai bahan inti dalam kampanye pemasaran, terdiri dari alat insentif, sebagian besar jangka pendek yang dirancang untuk menstimulasi pembelian yang lebih cepat atau lebih besar atas produk atau jasa tertentu oleh konsumen atau perdagangan (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009). Dibawah ini beberapa pengertian sales promotion menurut para ahli: 1. Promosi penjualan Menurut Monlee dan Carla (Lee & Johnson, 2013) adalah kegiatan atau materi (atau keduanya) yang bertindak sebagai ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk, kepada para pengecer, penjual, atau konsumen. 2. Menurut Philip Kotler (Kotler & Armstrong, Principles of Marketing, 2010), promosi penjualan adalah suatu kegiatan promosi yang terdiri dari insentif jangka pendek seperti kupon dan premi untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa. 17 3. Menurut Institut Promosi Penjualan (S H H Kazmi, 2009), Promosi penjualan terdiri dari berbagai teknik yang diguakan untuk mencapai penjualan atau tujuan pemasaran dengan biaya efektif dengan menambahkan nilai pada suatu produk atau jasa baik untuk perantara atau penggunanya, tetapi tidak secara eksklusif dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. 4. Menurut Don E. Schultz and William A. Robinson (S H H Kazmi, 2009), promosi penjualan adalah bujukan langsung atau insentif untuk tenaga penjualan, distributor, atau konsumen, dengan tujuan utama untuk menciptakan penjualan langsung. 5. Menurut Stanley M. Ulanoff (S H H Kazmi, 2009), promosi penjualan terdiri dari semua kegiatan pemasaran dan promosi, meliputi iklan (adverstising), penjualan langsung (personal selling), dan publisitas, yang memotivasi dan mendorong konsumen untuk melakukan kegiatan pembelian melalui bujukanbujukan seperti premi, spesialitas iklan, samples atau contoh produk, pembagian kupon-kupon, sweeptakes, kontes, perangko perdagangan, permainan, pengembalian uang, rabat, exhibits, displays dan demonstrasi. Itu digunakan juga untuk memotivasi para pengecer, pedagang grosir, dan manufaktur tenaga penjualan untuk menjual melalui penggunaan insentif seperti penghargaan atau hadiah (barang, uang tunai, dan trip perjalanan), pembayaran langsung dan tunjangan, iklan koperatif dan pameran dagang. Menurut beberapa pakar ahli diatas, dapat disimpulkan Promosi penjualan (sales promotion) adalah sekumpulan kegiatan yang dimaksudkan mempengaruhi pelanggan, dimana dalam mempengaruhi untuk pelanggan, perusahaan langsung menawarkan insentif atau nilai lebih untuk suatu produk pada tenaga penjual atau wiraniaga, distributor, atau konsumen langsung dengan tujuan utama yaitu menciptakan penjualan yang segera. Perusahaan menggunakan alat-alat promosi penjualan dengan tujuan utama yaitu untuk menarik respon pembeli yang lebih kuat atau lebih cepat, termasuk efek jangka panjang seperti menjelaskan penawaran produk dan mendorong penjualan yang menurun (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009). Tujuan dari promosi penjualan sangat beragam dan dapat dijabarkan menurut alatalat pemasaran yang digunakan. Berikut beberapa tujuan dari promosi penjualan yang dipaparkan oleh Kotler dan Keller (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 18 2009). 1) Mendorong konsumen untuk mencoba suatu produk baru. 2) Memelihara hubungan jangka panjang dengan pengecer. 3) Memberikan produk contoh sebagai wujud apresiasi terhadap pelanggan yang setia atau loyal. 4) Meningkatkan tingkat pembelian kepada konsumen yang sudah jarang membeli. 5) Meningkatkan peningkatan pangsa pasar dalam jangka panjang. 6) Meningkatkan penjualan kategori komplementer (yang saling berhubungan) 7) Mempromosikan kesadaran konsumen yang lebih besar terhadap harga. Menurut Kotler (Kotler & Armstrong, Principles of Marketing, 2010) menyatakan bahwa sales promotion tools terdiri dari: 1. Sampel Sejumlah kecil produk yang ditawarkan kepada konsumen untuk dicoba. Pemberian Sample atau produk contoh merupakan cara yang paling efektif tetapi juga yang paling mengeluarkan banyak biaya dalam tujuan untuk memperkenalkan suatu produk kepada massa dan memberikan produk tersebut untuk langsung dicoba. 2. Kupon Sertifikat yang memberi pembeli potongan harga untuk pembelian produk tertentu. Kupon dapat mempromosikan terlebih dahulu trial dari suatu merek yang baru atau dapat menstimulasi penjualan dari brand yang sudah ada. 3. Tawaran pengembalian uang (rabat) Tawaran untuk mengembalikan sebagian uang pembelian suatu produk kepada konsumen yang mengirimkan “bukti pembelian” ke perusahaan manufaktur. 4. Paket Harga (transaksi potongan harga/diskon) Menawarkan kepada konsumen pemotongan harga pada suatu produk. Pemotongan harga tersebut dapat dilakukan dengan pemberian potongan berupa percentage discounts, atau juga dapat berupa dengan promosi beli dua produk seharga satu produk, dan melalui berbagai cara lainnya. 5. Premi (hadiah pemberian) Barang yang ditawarkan secara cuma-cuma atau dengan harga sangat miring sebagai insentif untuk membeli suatu produk. Premi dapat diberikan melalui 19 peletakan didalam kemasan produk, atau peletakan diluar kemasan produk, dan dapat juga melalui pesan. 6. Kontes, undian, dan permainan Kegiatan promosi yang memberikan konsumen peluang untuk memenangkan sesuatu seperti uang tunai, perjalanan atau barang yang didapat dengan keberuntungan atau dengan usaha ekstra. Salah satu bentuk kontes tersebut dapat berupa penawaran kepada konsumen untuk membuat jingle (lagu tema) brand atau produk. Sweeeptakes adalah kegiatan yang mengajak konsumen untuk memberikan nama mereka untuk diundi. Permainan mengajak konsumen untuk mengikuti salah satu jenis permainan pada saat setiap dilakukannya transaksi pembeliaan yang dimana pihak penyelenggara dapat membantu ataupun tidak dalam memenangkan permainan tersebut. 7. Advertising Specialities Dikenal dengan istilah produk promosi, yang merupakan artikel berguna dengan cetakan ciri khas perusahaan atau brand, seperti advetiser’s name, logo, atau pesan yang ingin diberikan sebagai wujud hadiah kepada konsumen. Contoh-contoh produk yang diberikan dapat berupa baju, pulpen, coffee mugs, kalender, gantungan kunci, mouse pads, tote bags, topi, dan lain-lain. 8. point of purchase Display atau peragaan yang berlangsung ditempat pembayaran atau penjualan. Kegiatan ini sangat menguntungkan bagi perusahaan yang membuatnya, karena dengan cara yang mudah konsumen dapat menyadari keberadaan brand atau produk yang dicari. Terdapat tiga manfaat atau keuntungan dari sales promotion tools (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009) : 1. Komunikasi Promosi penjualan meraih perhatian dan dapat mengarahkan konsumen kepada produk. 2. Insentif Promosi penjualan mencakup beberapa konsesi, pendorong, atau kontribusi yang memberikan nilai bagi konsumen. 3. Undangan Promosi penjualan mencakup undangan berbeda untuk melibatkan diri dalam transaksi sekarang. 20 2.2.2. Kampanye Diskon 2.2.2.1. Definisi Kampanye Menurut Rogers dan Storey, bahwa kampanye adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang teroganisasi dengan tujuan untuk menciptakan suatu akibat tertentu terhadap sasaran secara berkelanjutan dalam periode tertentu (Ruslan, 2008). International Freedom of expression Exchange (IFEX), mendefinisikan bahwa kampanye adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan-tujuan praktis yang mengejar perubahan sosial publik dan semua aktifitas kampanye memiliki dampak untuk mempengaruhi dengan mengharapkan komunikasi dua arah. Pembuat keputusan pun mempunyai dua pilihan, yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung yakni melalui saluran media tertentu yang membentu pendapat umum lalu memberikan dukungan terhadap kegiatan kampanye tersebut (Liliweri, 2011). Menurut Heryanto (Heryanto, 2013) kampanye adalah tindakan komunikasi yang terorganisir dan diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode waktu tertentu untuk tujuan tertentu. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kampanye adalah aktivitas komunikasi yang disusun dengan tema dan sumber yang jelas untuk membujuk khalayak pada periode waktu tertentu. 2.2.2.2. Karakteristik Kampanye Antar Venus dalam Manajemen Kampanye (Venus, 2009) merumuskan karakteristik kampanye, yaitu : a) Sumber atau komunikator kampanye dapat diidentifikasikan dengan jelas. b) Pelaksanaan kampanye terikat dan dibatasi waktu. c) Sifat gagasan yang disampaikan terbuka untuk diperdebatkan khalayak. d) Modus penerimaan pesan bersifat persuasi dan sukarela. e) Pelaksanaan kampanye diatur oleh kode etik/standar etika (tidak menghina, mengadu domba, dan membahayakan seseorang atau apapun). f) Mempertimbangkan kepentingan pihak lain, seperti kesejahteraan rakyat. 21 2.2.2.3. Teknik Kampanye Komunikator dapat memilih teknik kampanye yang sesuai dengan tujuan kampanye. Ada beberapa teknik kampanye yang dapat digunakan komunikator (Ruslan, 2008) : 1. Partisipasi (participasing) Partisipasi, yaitu teknik yang mengikutsertakan (partisipasi) atau peran serta komunikasi atau audiensi yang memancing minat atau perhatian yang sama ke dalam suatu kegiatan kampanye dengan tujuan untuk menumbuhkan saling pengertian, menghargai, kerja sama, dan toleransi. 2. Asosiasi (association) Association, yaitu menyajikan isi kampanye yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau objek yang tengah seru dan ramai dibicarakan agar dapat memancing perhatian masyarakat untuk memudahkan respon masyarakat 3. Teknik integrative (integrative) Teknik ini bagaimana untuk menyatukan diri (komunikator) kepada khalayaknya secara komunikatif dengan mengucapkan kata-kata: “kita, kami, anda sekalian atau untuk Anda, dan sebagainya, yang artinya mengandung makna bahwa yang disampaikan pihak komunikator bukan untuk kepentingan dirinya atau perusahaannya, atau bukan untuk mengambil manfaat secara bersama, demi untuk kepentingan bersama. 4. Teknik ganjaran (pay off technique) Teknik ganjaran bermaksud untuk mempengaruhi komunikan dengan suatu ganjaran (pay off) atau menjanjikan sesuatu dengan “iming-iming hadiah”, dan lain sebagianya dengan dua kemungkinan: a) Berupa benefit (manfaat), kegunaan, dan sebagainya. b) Berupa ancaman, kekhawatiran, dan suatu yang menakutkan. 5. Teknik penataan patung es (icing technique) Hal ini merupakan suatu upaya dalam menyampaikan pesan (message) suatu kampanye sedemikian rupa sehingga enak dilihat, didengar, dibaca, dirasakan, dan sebagainya. Icing technique merupakan es yang dibentuk sedemikian rupa dan dibuat menjadi menarik, misalnya menggambarkan sepasang pengantin, dibantu dengan pencahayaan yang berwarna-warni sehingga menarik perhatian. Didalam kampanye diperlukan suatu seni menata pesan dengan menggunakan “imbauan emosional”. Misalnya, “enak dibaca dan perlu” atau “pas di kaki pas dihati, dan pas dikantong”, “reputasi karena prestasi”, dan 22 sebagainya. 6. Memperoleh empati (emphaty) Suatu teknik berkampanye dalam menempatkan diri dalam posisi komunikan, ikut merasakan dan “peduli” situasi atau kondisi pihak komunikan. Biasanya dalam public relations dikenal dengan social responsibility and humanity relations 7. Teknik Koersi atau paksaan (coercion technique) Dalam komunikasi melakukan kampanye lebih menekankan suatu “paksaan” yang dapat menimbulkan rasa ketakutan atau kekhawatiran bagi pihak komunikan yang tidak mau tunduk melalui suatu ancaman tertentu. Menurut Ruslan (Ruslan, 2008), dalam berkampanye dapat menggunakan teknik komunikasi. Salah satu nya dengan menggunakan “AA procedure, from attention to action” dengan slogan “ AIDDA”. AIDDA tersebut singkatan dari: A - attention = Menarik perhatian I - = Membangkitkan minat D - desire = Menumbuhkan hasrat D - decision = Membuat keputusan A - action = Melakukan kegiatan interest Peneliti menyimpulkan bahwa teori-teori di atas adalah bagaimana menggerakan public atau komunikan untuk memberikan efek yang diinginkan oleh komunikator. 2.2.2.4. Jenis Kampanye Ada tiga jenis kampanye menurut Charles U Larson (Heryanto, 2013), yaitu : 1. Product-oriented campaigns adalah kampanye yang berorientasi pada produk, umumnya untuk bisnis. Tujuannya untuk memperoleh keuntungan finansial. Contohnya, kampanye kulit sehat sebuah produk kecantikan. 2. Candidat-oriented campaigns atau political campaigns adalah kampanye yang berorientasi pada kandidat, untuk memperoleh kekuasaan politik 3. Deologically campaigns atau social change campaigns adalah jenis kampanye yang memiliki tujuan khusus seperti perubahan sosial. Contoh kampanye ini adalah Kampanye Anti Narkoba dan pelarangan aborsi. 23 2.2.2.5. Hambatan dalam Kampanye Menurut Ruslan dalam bukunya yang berjudul “Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations” (Ruslan, 2008) dalam melakukan kegiatan kampanye tak jarang terjadi hambatan yang menjadikan kegiatan tersebut berjalan tidak sesuai rencana, contoh sebagai berikut: 1) Gangguan teknis dan mekanisme komunikasi. 2) Gangguan semantik atau bahasa. 3) Gangguan suara atau sound system yang dipergunakan. 4) Kecurigaan dikarenakan pesan tidak tepat. 5) Kurang persiapan dalam melakukan kampanye. 6) Predisposisi atau sudah adanya pendapat yang lebih mantap. Kotler dan Roberto pun menyatakan bahwa faktor-faktor penghambat dalam kampanye adalah sebagai berikut (Venus, 2009) : 1) Kegiatan kampanye tersebut tidak memiliki target yang jelas. 2) Pesan-pesan pada kampanye tidak dapat memotivasi audiens. 3) Pesan tidak memberi “langkah-langkah” yang harus dilakukan audiens dalam menindaklanjuti. 4) Kurangnya komunikasi yang lebih personal untuk efek perubahan sikap yang diharapakan lebih signifikan dan pasti. 5) Kampanye gagal dikarenakan anggaran yang tidak memadai sehingga pelaku kampanye tidak bisa total. Teori-teori tersebut memiliki keterkaitan dalam penghambat kampanye yaitu dalam hal penyampaian pesan kepada komunikan yang adalah hal yang vital dan juga kurang nya persiapan dalam melakukan kampanye seperti kesiapan terhadap alat kampanye. 2.2.2.6. Efektifitas Kampanye J. Coffman mengkategorikan segi efektifnya suatu kampanye dilihat dari segi tingkat ketercapaian tujuan kampanye yang sudah direncanakan yaitu (Liliweri, 2011) : 1) Merebut perhatian khalayak yang berkaitan dengan tepatnya target audiens, saluran untuk mencapai audiens, dan menarik perhatian yang cukup dari para audiens 24 2) Menyampaikan pesan yang dapat dimengerti dan pesan dapat dipercaya. Karena itu memerlukan komunikan yang dapat dipercaya, kejelasan pesan, pesan yang dapat menguatkan pesan, dan durasi dari kampanye. 3) Pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi keyakinan dan pemahaman audiens menyediakan informasi, memberikan perhatian langsung, dan memicu norma-norma perubahan yang ada. 4) Menciptakan konteks sosial kearah hasil yang menarik, memberi dorongan untuk mengarahkan bentuk perilaku tertentu. Roger dan storey (1987) menyatakan bahwa ada empat hal yang mencerminkan suksesnya sebuah kampanye, yakni (Venus, 2009) : 1) Penerapan pendekatan terhadap komunikan yaitu sejauh mana pengetahuan khalayak terhadap topik dan bagaimana pandangan mereka terhadap topik yang diangkat. 2) Pesan-pesan kampanye sesuai dengan khalayak sasaran dan tema. 3) Penerapan tujuan dapat direalisasikan (realistis) Dari teori-teori di atas peneliti memberi kesimpulan bahwa keberhasilan suatu kampanye dilihat dari faktor pesan, saluran, komunikator, khalayak dan cara penyampaian dari pesan tersebut terhadap komunikan dan tujuan dari kampanye tersebut berhasil dilakukan. 2.2.2.7. Definisi Diskon Sebagian besar perusahaan sering melakukan diskon atau pemotongan harga dalam rangka pergantian musim produknya. Walaupun kegiatan tersebut sangat menarik perhatian konsumen, tetapi perusahaan tetap harus waspada dan selalu memperhatikan harga yang ditentukan, agar laba mereka tidak lebih rendah dari yang telah ditentukan. Diskon adalah pengurangan harga bagi pembeli yang membayar tagihannya tepat waktu. (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009). Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (Kotler & Armstrong, Prinsip - Prinsip Pemasaran Edisi 2, 2008) diskon merupakan penurunan harga langsung dalam jangka waktu tertentu. Menurut Kolter (Kotler & Armstrong, Principles of Marketing, 2010), diskon merupakan penghargaan atas respon tertentu dari perusahaan untuk pelanggan, 25 seperti pembayaran tagihan lebih awal, volume pembelian, dan pembelian di luar musim. Menurut KBBI, diskon adalah potongan harga (Setiawan, 2012). Diskon merupakan pengurangan jumlah dari yang seharusnya dibayarkan, yang dilakukan dimuka (Bayukaka, 2006). Jadi dapat dikatakan diskon adalah pengurangan harga pada suatu produk atau jasa yang dikondisikan dengan tujuan masing-masing perusahaan. Diskon adalah kata yang ingin kita dapatkan ketika ingin membeli suatu barang. Tentu saja kita akan merasa senang jika barang yang ingin kita beli sedang diskon karena kita menganggap bisa membeli barang yang kita inginkan dengan harga yang lebih murah. 2.2.2.8. Tujuan Diskon Menurut Kotler dan Keller (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009) dapat disimpulkan sebuah kegiatan pemotongan harga atau diskon memiliki beberapa tujuan seperti berikut. 1) Menghabiskan stok barang yang masih ada Perusahaan seringkali membuat kesalahan dimana mereka terlanjur membeli barang yang ternyata tidak terlalu diminati di pasaran. Barang-barang ini tidak bisa dijual dengan harga normalnya. Untuk jenis barang yang seperti yang dimaksud, perusahaan harus mengambil keputusan. Pilihan pertama adalah tetap menyimpan barang dan menanti suatu saat barang ini akan laku. Sementara itu, perusahaan tersebut harus membayar biaya penyimpanan barang. Pilihan kedua adalah menjual barang tersebut dengan memberikan potongan harga yang cukup besar. Dengan hanya mengambil keuntungan sangat sedikit bahkan rugi sekalipun, perusahaan berusaha menjual barang yang tidak laku supaya perusahaan bisa memiliki uang kontan yang bisa dibelikan barang lainnya. Jika konsumen menemukan perusahaan yang sedang memberikan diskon seperti ini, maka dibutuhkan sikap berhati-hati untuk melihat barang tersebut merupakan barang yang sedang dibutuhkan. Diskon seperti ini biasanya akan diberikan menjadi semakin besar ketika perusahaan melihat barang-barang yang didiskon ternyata tidak mendapatkan sambutan seperti yang diharapkan. Bisa saja perusahaan akan memberikan tambahan diskon untuk bisa “membuang” barang tersebut. 2) Perusahaan ingin menghabiskan persediaan yang Out-Of-Date Perusahaan ingin segera menghabiskan persediaan untuk barang tertentu 26 yang mereka miliki ketika mereka mengetahui ada produk yang akan (sudah) keluar yang akan membuat persediaan barang yang mereka miliki menjadi out-of-date. Dibawah ini adalah daftar dari beberapa alasan yang membuat suatu barang harus segera “dibuang” dari tempat penyimpanan. a. Barang yang sudah tidak musimnya. Salah satu contoh adalah penjualan pohon natal yang pasti akan mendapatkan diskon besar di bulan Januari. Diskon yang seperti ini pantas untuk diambil karena pohon natal masih bisa digunakan lagi pada bulan Desember. Karena itu, untuk barang musiman seperti ini lebih baik menunggu perusahaan memberikan diskon ketika musimnya sudah habis. b. Perusahaan ingin memperkenalkan barang baru Perusahaan bisa saja memberikan diskon sebagai salah satu strategi pemasaran untuk memperkenalkan barang baru. Barang baru ini biasanya dijual dengan harga yang lebih murah dari produk pesaing yang ada di pasaran dengan tujuan utama supaya masyarakat mengetahui adanya produk tersebut. Maka, tidak ada salahnya untuk mencoba barang baru ini. Setelah itu, konsumen dapat membandingkan dengan barang sejenis yang ada di pasaran. 3) Perusahaan ingin menarik banyak pengunjung Salah satu tujuan pemberian diskon adalah perusahaan ingin membuat banyak pengunjung untuk datang ke tempatnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan diskon yang besar untuk beberapa barang kemudian memasang iklan besar-besar untuk memberitahu pada khalayak mengenai diskon tersebut. Harga setelah diskon dari barang yang ditawarkan tersebut seringkali memang sangat murah sehingga menarik perhatian banyak orang. Namun, jenis barang yang didiskon tersebut terbatas dan jumlah pembeliannya pun dibatasi. Misalkan saja minyak goreng yang dipasaran berharga 13 ribu dijual 10 ribu, tetapi pembelian dibatasi hanya 2 liter saja. Iklan atau pemberitahuan semacam itu akan membuat banyak orang datang untuk membeli barang yang dijual dengan sangat murah tersebut. Perusahaan tersebut berharap orang-orang yang datang tersebut akan membeli barang lainnya. Itulah yang menjadi tujuan utama dari event diskon 27 tersebut. Perusahaan bisa mendapatkan keuntungan yang besar dari dari barang lainnya. Konsumen dapat memanfaatkan event diskon semacam ini, dengan cara melakukan pembelian pada barang-barang yang dtawarkan tetapi berhati-hati di dalam membeli barang lainnya. Perusahaan yang menjual beberapa jenis barang dengan harga murah bukan berarti akan menjual barang-barang lainnya dengan harga yang murah pula. Konsumen harus dapat mengerti alasan suatu perusahaan memberikan diskon supaya dapat bertindak dengan lebih bijaksana. 2.2.2.9. Jenis Diskon Menurut Philip Kotler ada beberapa jenis diskon yang dapat diuraikan sebagai berikut (Kotler & Armstrong, Prinsip - Prinsip Pemasaran, 2008) : A. Diskon Kuantitas (Quantity Discount) adalah penawaran diskon untuk mendorong pelanggan membeli dalam jumlah yang lebih besar. Contohnya seperti promosi “beli dua bayar 1, Rp 50.000 per unit untuk 100 unit atau lebih”. Hal ini memungkinkan penjual untuk memperoleh bisnis lebih banyak dari pembeli, atau mengalihkan sebagian fungsi penyimpanan sediaan kepada pembeli, atau mengurangi biaya pengiriman atau penjualan atau ketiga hal itu. Diskon seperti ini terdiri atas 2 jenis: 1) Diskon Kuantitas Nirkumulatif (Noncumulative Quantity Discount) hanya diterapkan dalam pesanan individual. Jenis diskon ini mendorong konsumen melakukan pemesanan dalam jumlah yang lebih besar, tetapi tidak mengikat pembeli kepada penjual karena pembelian itu. 2) Diskon Kuantitas Kumulatif (Cumulative Quantity Discount) diterapkan dalam pembelian periode tertentu, seperti setahun, dan diskon ini biasanya meningkat apabila jumlah pembelian juga meningkat. Diskon kumulatif bertujuan untuk mendorong pembeli untuk membeli kembali produk/jasa yang sama dengan mengurangi biaya pelanggan bagi pembelian tambahan. Sebagai contoh, pedagang kayu mungkin memberikan diskon kuantitas kumulatif bagi pedagang furniture yang tidak dapat sekaligus membeli semua bahan yang diperlukan. Perusahaan ini ingin memberi insentif agar kontraktor ini tidak membeli dari perusahaan lain. Meskipun diskon kuantitas biasanya diberikan dalam bentuk potongan harga adakalanya hal itu juga diberikan dalam bentuk “gratis” atau “bonus”. 28 Diskon kuantitas dapat merupakan alat yang sangat efesien bagi manajer pemasaran. Sebagian pelanggan sangat ingin mendapatkannya. Akan tetapi, para manajer pemasaran harus menggunakan bentuk diskon ini dengan hatihati. Untuk menghindari diskriminasi, mereka harus menawarkannya kepada semua pelanggan dengan syarat yang sama. B. Diskon Musiman (Seasonal Discount) adalah diskon yang ditawarkan untuk mendorong pembeli untuk melakukan pembelian dengan pemikiran menyimpan sediaan lebih awal dibamdingkan dengan yang diperlukan saat ini. Apabila cara ini diterapkan oleh produsen, diskon ini cenderung mengalihkan fungsi penyimpanan sediaan lebih jauh disepanjang saluran. Hal ini juga cenderung meratakan penjualan di sepanjang tahun sehingga memungkinkan pengoperasian sepanjang tahun. C. Diskon dagang (Fungsional) pengurangan harga tercatat yang diberikan kepada anggota saluran atas pekerjaan yang akan mereka lakukan. Sebagai contoh, sebuah produsen dapat memberikan diskon dagang sebesar 30 persen dari harga tercatat yang disarankan kepada pedagan eceran untuk menutupi biaya fungsi perdagangan eceran dan laba mereka, Demikian juga halnya manufaktur itu mungkin memberikan diskon rantai (chain discount) sebesar 30 persen dan 10 persen dari harga tercatat yang disarankan kepada pedagang besar. Dalam hal ini, pedagan besar diharapkan memberikan diskon yang 30 persen itu kepada para pedangan eceran. D. Potongan ( Allowance ) Potongan merupakan pengurangan dari daftar harga. Misalnya, potongan tukar tambah (trade-in allowance) dan potongan promosi (propotional allowance). Potongan tukar tambah adalah pengurangan harga yang diberikan untuk menyerahkan barang lama ketika membeli yang baru. Potongan tukar tambah paling umum terjadi dalam industri mobil dan juga terdapat pada jenis barang tahan lama lain. Potongan promosi merupakan pengurangan pembayaran atau harga untuk memberi imbalan pada penyalur karena berperan serta dalam pengiklanan dan program pendukung penjualan. E. Diskon Tunai (Cash Discount) adalah pengurangan harga untuk mendorong pembeli membayar tagihan mereka dengan cepat. Sebagai contohnya, seperti persyaratan bagi suatu diskon kas biasanya mengubah syarat “neto”. 2/10, Neto 30 berarti bahwa penjual membeikan 29 potongan dua persen dari harga resmi yang tercantum dalam faktur apabila pembeli melunasi tagihan dalam 10 hari. Jika tidak nilai penuhnya harus dibayar dalam 30 hari. Hal ini biasanya dinyatakan atau dipahami bahwa penjual akan menagih bunganya setelah lampau masa bebas-kredit selama 30 hari. Banyak konsumen yang menyukai kemudahan pembelian dengan menggunakan kartu kredit. Akan tetapi ada kritik yang menyatakan bahwa kartu semacam itu terlalu memudahkan konsumen untuk membeli barangbarang yang sebenarnya tidak dapat mereka bayar. Lebih lanjut, karena tingginya bunga yang dikenakan pembelian kartu kredit mempertinggi biaya total bagi konsumen. F. Harga Obral (sale price) adalah potongan harga temporary atau sementara dari harga tercatat atau resmi. Harga obral dimaksudkan agar pelanggan segera membeli. Biasanya pelanggan membeli kapan saja mereka suka. Dengan cara ini penjual mendorong mereka membeli pada saat penjual ingin menjualnya barang dagangannya. “obral” khusus adalah diskon temporer yang memungkinkan manajer pemasaran untuk cepat menanggapi kondisi pasar yang berubah-ubah, tanpa mengubah strategi pemasaran dasar. Sebagai contoh, pedagang eceran dapat dapat melakukan penjualan obral ini udengan tujuan mentiadakan persediaan ekstra atau untuk dapat bersaing dengan pedagang lainnya. Produsen dapat menawarkan suatu transaksi khusus kepada perantara, disamping diskon dagang yang biasa diberikan, guna mendorong penjualan suatu produk. 2.2.3 Brand (Merek) 2.2.3.1 Definisi Brand (Merek) American Marketing Association mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikannya dari barang atau jasa pesaing (Keller, Strategic Brand Management, 2008). Merek menandakan dalam arti bahwa mereka adalah tanda-tanda atau kombinasi dari tanda-tanda (kata-kata, musik, warna, logo, desain kemasan, dan sebagainya) yang mengkomunikasikan nilai-nilai atau ide untuk berbagai komunitas konsumen (Hackley, 2005). Merek adalah elemen kunci dalam hubungan perusahaan dengan konsumen. Merek mempresentasikan persepsi dan perasaan konsumen atas sebuah produk dan kinerjanya, semua hal tentang arti 30 produk atau jasa kepada konsumen (Kotler & Armstrong, Prinsip - Prinsip Pemasaran Edisi 2, 2008). Merek yang baik dapat menyampaikan makna tambahan tentang jaminan kualias produk yang memiliki keunikan yang khas, mengambarkan sesuatu mengenai manfaat produk bagi pemakainya, mudah diucapkan, dikenali dan diingat, dan tidak mengandung arti yang buruk dinegara dan bahasa lain, serta dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk (Ali Hasan, 2013). Merek adalah entitas persepsi berakar dalam kenyataan, tetapi lebih dari itu, merek mencerminkan persepsi dan bahkan mungkin keistimewaan dalam diri konsumen. Kunci dalam branding adalah ketika konsumen dapat melihat perbedaan antara merek dalam kategori produk (Keller, Strategic Brand Management, 2008). Merek dimaknai sebagai kombinasi dari “sebuah nama, tanda, simbol, atau desain untuk mengidentifkasi barang atau jasa dari satu usaha atau kelompok usaha yang dikembangkan menjadi merek dagang dan membedakan diri dari pesaing menciptakan pengaruh dan menghasilkan nilai bagi perusahaan (Ali Hasan, 2013). Menurut Ali Hasan (Ali Hasan, 2013) merek adalah value indicator kinerja yang dikembangkan strategi, program dan value yang tepat diberikan kepada pelanggan sebagai : a) Kombinasi dari desain, simbol (logo), tanda dan nama yang mengidentifikasi dan membedakan produk perusahaan dari pesaing. b) Kontrak tak tertulis tentang nilai intrinsik dan keunggulan produk dengan pemakainya. c) Upaya memperlihatkan integritas produk perusahaan. d) Janji penjual secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada para pembeli. e) Pernyataan kepercayaan dan pengurangan resiko bagi pelanggan. 2.2.3.2 Tujuan Penggunaan Merek Menurut Ali Hasan (Ali Hasan, 2013) terdapat beberapa tujuan dari penggunaan merek yang dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Sebagai Identitas Yang bermanfaat sebagai pengendali pasar dalam diferensiasi produk dengan produk pesaing yang memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat 31 melakukan pembeliaan ulang. b) Alat Promosi Yaitu sebagai daya tarik produk. c) Untuk Membina Citra Yang memberikan keyakinan jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen. d) Untuk Mengendalikan Pasar e) Menciptakan Keuntungan Kompetitif Jika merek memiliki ekuitas yang tinggi akan menghasilkan keuntungan sebagai berikut : 1. Dapat memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang kompetitif. 2. Perusahaan akan lebih mudah meluncurkan perluasaan merek karena produk memiliki kredibilitas yang tinggi. 3. Mampu bertahan pada harga yang lebih tinggi dari pesaing karena konsumen memiliki keyakinan terhadap kualitas produk. 4. Pelanggan sangat mengharapkan merek yang mereka maksud sehingga posisi tawar-menawar produsen dengan distributor-pengecer lebih kuat. 5. Karena tingkat kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merek sangat tinggi maka perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran yang lebih rendah. 32 High Branded Market Price Commodity Market Low Brand Value High Low Gambar 2.2 Hubungan Brand Value, Price, dan Market. Sumber : (Ali Hasan, 2013), Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan. 2.2.3.3. Makna Brand Sebuah brand yang baik adalah mampu membedakan diri dari pesaing, dalam enam makna (Ali Hasan, 2013) : 1. Atribut Merek mengingatkan atribut tertentu, sebagai contoh : Mercedes menunjukan atribut seperti, kekar, tahan lama, berprestise tinggi, rekayasa terbaik, cepat, mahal dan nilai jual yang tinggi. 2. Manfaat Atribut diubah menjadi manfaat emosional, sosial dan fungsional, pelanggan bukan membeli atribut, mereka membeli manfaat. Sebagai contoh, atribut “tahan lama” bisa diterjemahkan ke dalam manfaat fungsional “saya tidak akan membeli mobil baru dalam beberapa tahun.” Atribut “mahal” bisa diterjemahkan ke dalam manfaat emosional “dengan mobil itu saya merasa penting dan dikagumi.” Atribut “kekar/kuat” dapat diterjemahkan ke dalam manfaat emosional dan fungsional, “aman pada saat terjadi kecelakaan”. 3. Nilai 33 Merek menyataakan sesuatu tentang nilai perusahaan (pembeda dari pesaing). Pembeli Mercedes didorong karena nilai kinerjanya yang tinggi, keamanan dan prestise. Seorang pemasara merek harus mengidentifikasi kelompok-kelompok tertentu dari pembeli mobil yang nilainya bertepatan dengan paket manfaat yang disampaikan. 4. Budaya (Brand Culture) Merupakan pencerminan dari himpunan simbol, nilai dan prilaku perusahaan tertentu. Secara internal, budaya merek menjadi penuntun semua prilaku dan tindakan karyawan (mitra internal) perusahaan harus cocok dengan budaya merek ang tercermin dari merek itu sendiri. Secara eksternal, budaya merek ini akan menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk membeli merek produk yang memiliki simbol, nilai-nilai dan prilaku yang sesuai dengan budaya, nilainilai dan prilaku mereka sendiri. 5. Kepribadian Merek memproyeksikan kepribadian tertentu, konsumen mungkin menvisualisasikan sebuah mobil Mercedes sebagai sebuah sosok eksklusif muda yang kaya. Merek akan menarik orang-orang yang diinginkan sesuai dengan image merek. 6. Pemakai Merek memberi kesan mengenai jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk. Misalnya kita akan heran bila melihat sekertaris berusia 19 tahun mengendarai Mercedes. Mungkin orang cenderung menganggap wajar, jika pengemudinya adalah seorang eksekutif puncak berusia paruh baya. 2.2.3.4. Proses Strategis Brand Management Strategic brand management meliputi desain dan implementasi dari program pemasaran dan aktivitas untuk membangun, mengukur, dan mengelola brand equity (Keller, Strategic Brand Management, 2008). Terdapat empat langkah dalam strategic brand management process. 1) Mengidentifikasi dan membangun brand positioning 2) Merencanakan dan memimplementasi brand marketing programs 3) Mengukur dan menginterpretasi brand performance 4) Menumbuhkan dan menopang brand equity 34 STEPS KEY CONCEPTS Mengidentifikasi dan membangun brand positioning Merencanakan dan memimplementasi brand marketing programs Mengukur dan menginterpretasi brand performance Menumbuhkan dan menopang brand equity - Mental maps - Competitive frame of reference - Core brand association - Brand mantra - Mixing and matching of brand elements - Integrating brand marketing activities - Leveraging secondary association - Brand value chain Brand audits Brand tracking Brand equity management - Brand product matrix Brand portfolios and hierarchies brand expansion strategis brand reinforcement and revitalization - Gambar 2.3. Strategic Brand Management Process. Sumber : (Keller, 2008). Strategic Brand Management. Dalam tahap mengidentifikasi dan membangun brand positioning terdapat beberapa kunci konsep yang membantu dalam proses tersebut. Brand positioning dapat didefinisikan sebagai “tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan sehingga menempati tempat yang berbeda dan dihargai dalam pikiran target 35 pelanggan” sehingga potensi keuntungan secara maksimal dapat diperoleh oleh perusahaan. Brand positioning yang kompetitif adalah mengenai bagaimana menciptakan keunggulan sebuah merek pada benak konsumen (Keller, Strategic Brand Management, 2008). Mental maps adalah gambaran visual dari berbagai jenis asosiasi yang terkait dengan merek yang ada di benak konsumen. Core brand associations adalah suatu subset dari asosiasi (atribut dan manfaat) yang terbaik dalam mencirikan ciri khas brandnya. Sedangkan brand mantra adalah kalimat pendek yang terdiri dari tiga sampai lima kata yang mengekspresikan suatu aspek terpenting dari suatu brand dan mengasosiasikan merek inti (Keller, Strategic Brand Management, 2008). 2.2.4. Brand loyalty 2.2.4.1. Definisi Brand loyalty Menurut Tjiptono (Tjiptono, Manajemen Dan Strategi Merek, 2011) Brand strength atau brand loyalty, yaitu ukuran menyangkut seberapa kuat konsumen terikat dengan merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif konsumen terhadap sebuah merek. According to Aaker (1991) brand loyalty reflects how likely a customer will be to switch to another brand, especially when that brand makes a change, either in price or product features. David Aaker also suggests that brand loyalty leads to brand equity, which leads to business profitability. Aaker divides brand equity into five major asset categories: brand name awareness, perceived quality, brand associations, brand loyalty and other proprietary brand assets.” In (SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011) (Roy, 2011). Definisi diatas diterjemahkan sebagai berikut, menurut Aaker loyalitas merek mencerminkan atau memperlihatkan seberapa besar kemungkinan pelanggan akan beralih ke merek lain, terutama ketika merek tersebut membuat perubahan, baik dalam harga atau fitur produk. David Aaker juga menunjukkan bahwa loyalitas merek mengarah ke ekuitas merek, yang menyebabkan adanya profitabilitas bisnis. Aaker membagi ekuitas merek menjadi lima kategori asset utama, yaitu kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, loyalitas merek dan asset merek eksklusif. Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa definisi dari brand loyalty ialah menjaga pelanggan agar tidak beralih ke merek lain baik produk atau jasa. Pada umumnya 36 loyalitas merek akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen, tingkat frekuensi pembelian dan kepuasan konsumen terhadap suatu produk atau jasa. Loyalty didefinisikan Oliver sebagai komitmen yang dipegang teguh untuk melakukan pembelian ulang atau berlangganan pada suatu barang atau jasa secara konsisten di kemudian hari, menyebabkan pembelian dari brand yang sama atau brand-set yang sama secara repetitive meski pengaruh situasi dan usaha marketing berpotensi untuk mengubah perilaku. Kemudian lanjutnya lagi ia menyatakan bahwa loyalitas diduga adalah konsekuensi dari kepuasan pelanggan. Jadi meski brand lain mengadakan promosi, diasumsikan bahwa pelanggan akan tetap membeli produk kita (Lee & Lee, 2013). Jacoby dan Chesnut mengemukakan bahwa loyalty adalah respon perilaku yang bias yang ditunjukkan dari waktu ke waktu dalam pengambilan keputusan dengan respek terhadap satu atau beberapa brand alternatif dibanding brand yang lain, yang merupakan fungsi psikologis seseorang (Lee & Lee, 2013). Neal dan Strauss mengemukakan bahwa brand loyalty mempunyai 2 dimensi yaitu dimensi attitudinal dan behavioral. Dimensi attitudinal mengarah pada kepuasan pelanggan secara general dan dimensi behavioral mengarah pada tendensi pelanggan untuk membeli barang dari brand yang sama dalam jangka waktu yang lama (Liu, Li, Mizerski, & Soh, 2012). Bisa dikatakan bahwa brand loyalty adalah perilaku yang sangat bias dan menguntungkan perusahaan. Brand loyalty adalah hal yang sangat kuat, yang pada akhirnya akan bergantung pada usaha perusahaan membuat pelanggan terus membeli produk suatu brand tertentu dan membuat calon pelanggan menjadi pelanggan tetap. Brand loyalty adalah pertimbangan utama ketika menempatkan nilai pada merek yang akan dibeli atau dijual, karena basis pelanggan yang sangat loyal dapat diharapkan untuk menghasilkan penjualan dan arus laba yang sangat dapat diprediksi (Aaker, 2006). Chaudhuri dan Holbrook, 2001 (Lee, Hsiao, & Yang, 2010) mengungkapkan loyalitas pelanggan didirikan oleh kesetiaan sikap dan perilaku kesetiaan. Loyalitas sikap berkaitan dengan komitmen psikologis konsumen untuk membeli kembali merek, yang terdiri dari: 1) Kesetiaan dalam sikap, yang berupa kesediaan untuk membeli kembali. Contohnya, seperti di Restoran kesetiaan dalam sikap berarti kesediaan untuk mengulang makan di restoran tertentu. 37 2) Toleransi terhadap harga, yaitu niat untuk membeli kembali merek walaupun terjadinya peningkatan harga. 3) Perilaku loyalitas yang bersangkutan dengan tindakan repurchase, yang terdiri dari: a. Pembelian berkala, yaitu niat untuk membeli kembali merek dalam membeli konteks serupa dan bersedia untuk melakukan pembelian salib (pembelian produk lain dari merek). Pembelian berkala di restoran berarti menggunakan restoran sebagai pilihan pertama dibandingkan dengan restoran lainnya. b. Perilaku rekomendasi, yaitu niat untuk merekomendasikan merek. Jika diambil dari contoh kegiatan di suatu restoran, berarti merekomendasikan restoran kepada orang lain. 2.2.4.2. Tingkatan Brand loyalty Suatu gambaran umum tentang bagaimana menumbuhkan nilai ekuitas merek dan menyediakan cara yang berbeda dimana aset ekuitas merek yang menciptakan nilai. Selain itu, ekuitas merek menciptakan nilai tidak hanya untuk pelanggan tetapi juga bagi perusahaan. Akhirnya, untuk aktiva atau kewajiban untuk menginspirasi ekuitas merek, mereka harus dikaitkan dengan nama dan simbol merek, dan jika ada perubahan nama atau simbol, ini dapat menyebabkan beberapa atau semua aktiva dan kewajiban akan terpengaruh. Pelanggan bedasarkan ekuitas merek didefinisikan sebagai efek perbedaan pengetahuan merek pada reaksi konsumen terhadap pemasaran merek.”SCMS Journal of Indian-Management, April-June 2011” (Roy, 2011). Menurut David A. Aaker (Aaker, Managing Brand Equity, 2009) yang menjelaskan tentang tingkatan dari brand loyalty, yang masing-masing tingkatan menunjukkan perbedaan tantangan pemasaran yang berbeda untuk ditangani dan dimanfaatkan. Loyalitas konsumen terhadap suatu merek seringkali merupakan tolak ukur utama dari ekuitas merek yang bersifat sentral dalam pemasaran, karena secara langsung berkaitan dengan fungsi keuntungan. Menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain. Aaker juga membedakan lima tingkat sikap pelanggan terhadap suatu merek dari terendah sampai tertinggi, yaitu : 1) Switcher (Berpindah-pindah) 38 Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi untuk memindahkan pembelinya dari suatu merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini, merek apapun mereka anggap memadai serta memegang Peran yang sangat kecil dalam keputusan pembelian.Ciri yang paling Nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka yang membeli suatu produk karena harganya murah dan relative terjangkau. 2) Habitual Buyer (Pembeli yang berdasarkan kebiasaan) Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini, dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini, pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli produk yang lain atau berpindah merek terutama ketika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun sebagai pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa, pembeli ini dalam memilih suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3) Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja merek memindahkan pembelinya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko, kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar kompensasinya (switching cost loyal). 4) Liking The Brand (Pembeli yang menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.Pada tingkatan ini, dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja disadari oleh asosiasi yang terkait dengan symbol, rangkaian, pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh karena kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun 39 demikian, seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan dalam sesuatu yang spesifik. 5) Commited Buyer (Pembeli yang setia) Pada tahapan ini, pembeli merupakan pelanggan yang setia.Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan merek tersebut kepada pihak lain. Commited Buyer Liking The Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Gambar 2.4 Piramida Tingkatan Brand Loyalty Sumber : (Aaker, Managing Brand Equity, 2009) 2.2.4.3. Manfaat Brand Loyalty Para praktisi pemasaran menyadari bahwa nama merek yang kuat akan memberikan banyak implikasi pada perusahaan maupun pelanggan. Perusahaan yang mampu membangun mereknya dengan baik akan mampu menangkal setiap serangan pesaing sehingga dapat terus mempertahankan pelanggannya. Merek-merek yang kuat akan memberikan jaminan kualitas dan nilai yang tinggi kepada pelanggan, yang akhirnya juga berdampak luas terhadap perusahaan. Berikut ini terdapat beberapa manfaat brand yang dapat diperoleh pelanggan dan perusahaan (Sadat, 2009). 40 Tabel 2.2 Manfaat Brand Pelanggan Perusahaan a. Dapat mewakili a. Senjata dalam kepribadian kompetisi pelanggan/konsum b. Alat proteksi dari en para b. Mempermudah proses/mendorong imitator/penjiplak c. Membedakan pembelian produk dari c. Merek sebagai sinyal kualitas pesaing yang ada d. Merupakan d. Memberi nilai psikologis magnet pelanggan e. Memudahkan e. Alat penawaran produk mengidentifikasi produk/jasa baru f. Bernilai finansial f. Mengurangi risiko yang dapat terjadi tinggi g. Mengurangi perbandingan harga sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi h. Memiliki segmen pelanggan yang loyal Sumber : (Sadat, 2009, p. 21) Menurut Surachman (Surachman, 2008) bahwa merek perusahaan dengan basis pelanggan yang loyal terhadap sesuatu dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah daripada mendapatkan pelanggan baru. Keuntungan kedua, loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak 41 pengecer di garis depan untuk memajang suatu produk merek tersebut dibagian paling depan raknya karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya. Keuntungan ketiga, dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli atau memakai suatu produk atau jasa terkenal minimal dapat mengurangi resiko. Keuntungan keempat, loyalitas merek memberikan waktu kepada perusahaan pemegang merek untuk cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk atau jasa yang unggul maka pelanggan yang loyal akan memberikan waktu kepada perusahaan tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralkannya. Bedasarkan jurnal “SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011” (Roy, 2011) Ada banyak keuntungan dari loyalitas merek. Menurut Delgado-Ballester dan MANUERA-Aleman (2001), minat loyalitas merek berasal dari nilai loyalitas yang dihasilkan kepada perusahaan, antara lain : a) Sebuah penghalang besar untuk pesaing b) Peningkatan kemampuan perusahaan untuk menanggapi ancaman yang kompetitif dari pesaing c) Penjualan dan pendapatan yang lebih besar bagi perusahaan d) Pelanggan kurang sensitif terhadap upaya pemasaran pesaing. Selanjutnya, Rowley (2005) mengidentifikasi manfaat loyalitas merek sebagai: a) Merendahkan sensitifitas harga konsumen b) Mengurangi pengeluaran untuk menarik pelanggan baru c) Peningkatan profitabilitas organisasi Berdasarkan kesimpulan diatas, manfaat dari mengetahui brand loyalty antara lain, bahwa dengan loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas merek juga dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli atau memakai produk atau jasa bermerek terkenal dapat mengurangi resiko. 2.2.4.4. Dimensi Model Brand Loyalty Perilaku manusia adalah kumpulan dari satu atau lebih dari tiga jenis tanggapan, 42 yang meliputi respon perilaku (saya lakukan), respon kognitif (saya pikir) dan tanggapan emosional (saya merasa). Menurut Hartel Et Al, Loyalitas merek adalah kombinasi dari pikiran konsumen dan perasaan tentang merek yang dinyatakan sebagai tindakan (Roy, 2011). Cognitive Loyalty Behavioural Loyalty Emotional Loyalty Gambar 2.5 Three Dimensional Model of Brand Loyalty Sumber : (Roy, 2011). Brand Loyalty Measurement. SCMS Journal of Indian Management, April - June, 2011 Diagram di atas menjelaskan model tiga dimensi loyalitas merek. Menurut Oliver (1999), loyalitas kognitif adalah loyalitas yang didasarkan pada informasi seperti harga dan fitur (Roy, 2011). Hartel et al (2008) memperluas definisi ini dengan mendefinisikan loyalitas kognitif sebagai preferensi psikologis bagi merek yang terdiri dari keyakinan dan pikiran positif tentang pembelian merek pada kesempatan pembelian berikutnya. Loyalitas emosional adalah tingkat perasaan positif yang di rangsang oleh pembelian kembali terhadap merek tersebut (Oliver, 1999). Hartel et al (2008) mendefinisikan loyalitas emosional sebagai komitmen afektif terhadap merek yang terdiri dari perasaan positif dan keterikatan untuk membeli merek pada kesempatan pembelian berikutnya (Roy, 2011). "Hammond (1996) menyebutkan bahwa loyalitas perilaku merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli kembali merek, yang terungkap melalui perilaku yang dapat diukur dan yang berdampak langsung pada penjualan merek. Loyalitas Perilaku dapat dinyatakan sebagai preferensi merek (yaitu pengeluaran pada merek tertentu sebagai proporsi dari total menghabiskan biaya pada kategori produk atau merek kesetiaan (yaitu 43 pengeluaran pelanggan/konsumen atas merek dari waktu ke waktu) (Roy, 2011). 2.2.4.5. Pembentuk Brand Loyalty Faktor-faktor yang membentuk brand loyalty (Keller, Strategic Brand Management 4e, 2013) : 1. Brand Performance Merupakan jantung dari ekuitas merek karena memiliki pengaruh kuat pada pengalaman konsumen/pelanggan terhadap produk dari merek tersebut. Brand performance menggambarkan seberapa baik produk atau jasa memenuhi kebutuhan yang lebih mengarah ke pemenuhan kebutuhan pelanggan (Keller, Strategic Brand Management 4e, 2013). Terdapat lima jenis atribut dan manfaat penting yang menjadi dasar bagi brand performance, antara lain : a) Bahan primer dan fitur tambahan. Mengenai keyakinan tentang tingkat di mana bahan utama produk beroperasi (rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi), Beberapa atribut merupakan bahan penting yang diperlukan produk untuk bekerja, sedangkan yang lain adalah fitur tambahan yang memungkinkan untuk digabungkan, yang mengarah ke penggunaan pribadi. b) Keandalan produk, daya tahan, dan serviceability. Keandalan mengukur konsistensi kinerja dari waktu ke waktu dan dari pembelian untuk membeli. Daya tahan adalah kehidupan yang diharapkan daya ekonomi dari produk, dan serviceability, kemudahan perbaikan produk jika diperlukan. Dengan demikian, persepsi kinerja produk dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kecepatan, akurasi, dan perawatan pengiriman produk dan instalasi. c) Efektivitas layanan, efisiensi, dan empati. Pelanggan sering memiliki asosiasi terkait kinerja dengan layanan. Efektivitas layanan mengukur seberapa baik merek memberikan pelayanan yang sesuai dengan selera pelanggan. Efisiensi pelayanan menggambarkan kecepatan dan daya tanggap pelayanan. Dan yang terakhir, layanan empati adalah sejauh mana penyedia layanan dilihat dapat dipercaya, peduli, dan memiliki kepedulian terhadap pelanggan 44 secara mendalam. d) Gaya dan desain. Desain memiliki aspek fungsional dalam hal bagaimana produk bekerja yang dimana produk tersebut memberikan pengaruh pada kinerja asosiasi. Konsumen juga mungkin memiliki asosiasi dengan produk yang melampaui aspek fungsional untuk pertimbangan lebih estetis seperti ukuran, bentuk, bahan, dan warna yang terlibat. Dengan demikian, kinerja juga tergantung pada aspek sensorik seperti bagaimana produk terlihat dan terasa, dan bahkan mungkin apa yang terdengar atau tercium. e) Harga. Kebijakan harga untuk merek dapat membuat asosiasi di benak konsumen tentang bagaimana gambaran harga yang ada, relatif mahal (atau murah), dan apakah mereka itu sering atau secara substansial melakukan diskon. Harga adalah asosiasi kinerja yang sangat penting karena konsumen dapat mengatur pengetahuan mereka tentang kategori produk dalam hal tingkatan harga yang berbeda merek. 2. Brand Imagery Salah satu jenis utama dari makna merek adalah citra merek (Keller, Strategic Brand Management 4e, 2013). Citra merek bergantung pada sifat ekstrinsik dari produk atau jasa, termasuk cara-cara di mana merek mencoba untuk memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Ini adalah cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak, daripada apa yang mereka pikirkan merek yang sebenarnya. Dengan demikian, citra mengacu pada aspek yang lebih berwujud merek, dan konsumen dapat membentuk asosiasi citra langsung dari pengalaman mereka sendiri atau tidak langsung, yaitu dapat melalui iklan atau oleh beberapa sumber informasi lain seperti dari mulut ke mulut. Banyak hal yang bersifat konkret yang dapat dihubungkan dengan merek, tapi empat yang utamanya adalah (Keller, Strategic Brand Management 4e, 2013) : a) Profil Pengguna Yaitu tentang jenis orang atau organisasi yang menggunakan merek tersebut. Hal tersebut mencakup jenis kelamin, usia, pendapatan, 45 tingkat pendidikan, dan lainnya. b) Pembelian dan situasi pada saat menggunakan Yaitu dapat memberi tahu konsumen mengenai kondisi yang tepat dan terbaik untuk membeli dan menggunakan produk/jasa dari merek tesebut. c) Kepribadian dan nilai-nilai Yaitu kepribadian dan nilai-nilai yang ditampilkan oleh produk/jasa dari merek tersebut. Seperti contoh, produk tersebut dapat menggambarkan bahwa produk tersebut mudah dijangkau oleh semua masyarakat dari kelas sosial manapun, produk tersebut menampilkan kesan yang berani/gembira/menawan/berkelas/dan lainnya. d) Sejarah, warisan, dan pengalaman Yaitu berupa pengalaman yang dialami oleh konsumen mengenai produk/jasa dari merek tersebut yang dimana didalamnya terdapat alur sejarah dan warisan mengenai merek tersebut. 2.2.5. Teori Hubungan Kampanye Diskon dengan Brand Loyalty Teori Pertukaran Sosial Bedasarkan penelitian John Thibaut dan Harold Kelley menyatakan bahwa Teori Pertukaran Sosial merupakan suatu pandangan mengenai hubungan yang dikaitkan dengan konteks ekonomi dimana adanya perhitungan dan perbandingan akan pengorbanan terhadap penghargaan atau suatu hal yang didapat melalui hubungan tersebut (West & Turner, 2008). Yang dimana dari kegiatan komunikasi yang terjalin memicu pengambilan keputusan bagi komunikan untuk tetap tinggal atau pergi dari hubungan komunikasi tersebut. Dari teori Pertukaran Sosial dapat dikaitkan dengan penelitian ini, yaitu kampanye diskon sebagai elemen pemicu pelanggan untuk datang membeli produk yang ditawarkan oleh brand ZARA yang dimana dalam biaya(pengorbanan) komunikasi untuk yang terjalin mendapatkan pelanggan produk yang mengeluarkan ditawarkan tersebut(penghargaan). Maka dari hal ini pelanggan dapat menilai dan mengambil keputusan apakah akan terus tetap tinggal(setia/loyal) pada brand tersebut atau pergi meninggalkan brand tersebut. Penilaian dan pengambilan keputusan tersebut didasari oleh tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk brand itu sendiri. 2.3. Kerangka Pemikiran 46 Tabel 2.3 Kerangka Pemikiran Variabel Bebas (x) Kampanye Diskon Variabel Terikat (y) Brand Loyalty Pelaksanaan kampanye terikat dan dibatasi waktu Modus penerimaan pesan bersifat persuasi dan sukarela Cognitive Loyalty Behavioural Loyalty Diskon Musiman Emotional Loyalty Harga Obral (Sale Price) Sumber : (Venus, 2009), (Kotler & Armstrong, Prinsip - Prinsip Pemasaran, 2008, p. 3) Sumber : (Roy, 2011). Brand Loyalty Measurement. SCMS Journal of Indian Management, April - June, 2011