BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Paradigma atau

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Paradigma atau paradigm (Inggris) atau
paradigm (Perancis), istilah
tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis,
para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang
berarti model, contoh, arkatipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai
berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Paradigma adalah satu set
asumsi, konsep dan nilai-nilai dan praktek dan cara pandang realitas dalam
disiplin ilmu. Paradigma merupakan cara pandang atau pola pikir komunitas ilmu
pengetahuan atas peristiwa/ realitas/ ilmu pengetahuan yang dikaji, diteliti,
dipelajari, dipersoalkan, dipahami, dan untuk dicarikan pemecahan persoalannya
(Pujileksono, 2015 : 25-26).
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia
nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.
Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal.
Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang
harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau
epitomologi yang panjang.
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia
nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.
Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal.
Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang
harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau
epitomologis yang panjang. Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh
Thomas Kuhn (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970).
Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang
dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian
menghasilkan mode of knowing yang spesifik Definisi tersebut dipertegas oleh
Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu
tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian
lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
10
sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu disiplin ilmu
pengetahuan.
Thomas Kuhn menyatakan, paradigma adalah kerangka yang menjadi dasar
kebijakan akan kebenaran. Paradigma juga merupakan kelanjutan cara berpikir
perspektif (sudut pandang atau cara pandang terhadap fakta realitas). Dalam
filsafat komunikasi ada sejumlah paradigma:
1. Paradigma klasik/ positivistik: yang menempatkan ilmu sosial sebagai
gejala alam atau fisik. Paradigma ini bertujuan untuk mencari kausalitas
guna memprediksi gejala-gejala umum dari bentukan negara sosial.
2. Paradigma konstruktivisme: yang memandang ilmu komunikasi sebagai
analisis sistematis terhadap tindakan yang penuh kebermaknaan.
3. Paradigma kritis: yang mendefiniskan ilmu sebagai suatu proses yang secara
kritis berusaha mengungkapkan fenomena nyata, dibalik sebuah ilusi
ataupun kesadaran palsu yang mencuat di permukaan. Tujuannya ialah
untuk membentuk kesadaran sosial agar di kemudian hari dapat diperbaiki.
Dalam menentukan paradigma yang akan digunakan dalam penelitian,
peneliti memiliki beberapa alasan yaitu (Pujileksono, 2015 : 26):
1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan
mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian.
2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan
tipe penjelasan yang digunakan.
3. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metode, teknik
penentuan subyek penelitian / sampling, teknik pengumpulan, teknik uji
keabsahan data dan analisis data.
Penelitian paradigma positivistik menggunakan metode empiris untuk dapat
menggambarkan fakta sosial sebagai realita atau objek penelitian. Paradigma ini
melihat fakta sosial sebagai realita, yang dimana realita ini memiliki syarat yaitu:
dapat diamati, dapat diukur dan dapat diulang. Paradigma ini mempertanyakan
suatu realita dengan ‘apa’ atau menanyakan apa yang terjadi di masyarakat pada
umumnya dan dalam hal ini peneliti tidak berinteraksi secara langsung dengan
objek penelitian. Hasil penelitian dapat ditentukan kualitasnya melalui validitas
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
11
internal, validitas eksternal, reliabilitas dan objektivitas. Dalam paradigma ini,
penelitian menggunakan metode kuantitatif (Pujileksono, 2015 : 27-28).
Paradigma pos-positivistik merupakan paradigma yang melakukan kritik
terhadap paradigma postivistik. Paradigma ini menganggap bahwa penelitian
tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai pribadi peneliti sendiri. Peneliti perlu
memasukkan nilai-nilai sebagai pendapatnya sendiri. Realita yang diteliti berada
diluar dan peneliti berinteraksi dengan objek penelitian sehingga membuat
paradigma penelitian ini lebih bersifat kualitatif (Pujileksono, 2015 : 28).
Paradigma kritis adalah paradigma yang melihat suatu realitas secara kritis
sebagai objek penelitian yang jaraknya dekat dengan peneliti. Realitas yang
dijadikan sebagai objek penelitian merupakan proses sejarah dan kekuatan sosial
yang semu dalam masyarakat. Penelitian ini sangat subjektif karena penilaian
terhadap suatu realitas berasal dari penelitian sendiri. Dalam memasukkan
penilaian dalam penelitian, peneliti juga melihat penilaian masyarakat pada
umumnya dan bersifat kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membangun kesadaran kolekftif demi mengubah struktur untuk menjadi lebih
baik. Paradigma penelitian ini melihat realitas yang terjadi tidak sesuai dengan
apa yang sebainya seperti ketimpangan, ketidakadilan, penindasan dan sebagainya
(Pujileksono, 2015 : 29)
Penelitian paradigma konstruktivisme adalah paradigma yang melihat suatu
realita dibentuk oleh berbagai macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi
realita tersebut. Penelitian ini mempertanyakan ‘mengapa’ (why) akan suatu
realitas itu terjadi yang dalam hal ini realitas berada di luar peneliti namun dapat
memahami melalui interaksi dengan realita sebagai objek penelitian. Jarak antara
peneliti dengan objek penelitian tidak terlalu dekat. Paradigma penelitian yang
bersifat kualitatif ini memasukkan nilai-nilai pendapat peneliti sehingga menjadi
subyektif. Paradigma konstruktivisme bertujuan untuk memahami apa yang
menjadi konstruksi suatu realitas yang membuat peneliti harus dapat mengetahui
dan menggali faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat terjadi dan
menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut merekonstruksi realitas tersebut
(Pujileksono, 2015 : 28-29)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.1 Paradigma Konstruktivisme
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan
beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan
diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas
tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya,
yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George
Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara
mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan
berbagai hal melalui perbedaannya.
Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas
sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial
bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif
interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi
simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam
ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma
konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat
digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum
positivis.
Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative,
Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi,
teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan definisi
sosial (Eriyanto 2004:13). Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan
perilaku alam, karena
manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi
dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun
pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk
kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja,
melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif.
Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam
masyarakatnya.
Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi
yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
13
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan
bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya.
Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang
kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang
melihat sesuatu (Morissan, 2009:107)
Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek
dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi
hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan
dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek
sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan
sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksudmaksud tertentu dalam setiap wacana.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan
beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan
diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas
tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya,
yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George
Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara
mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan
berbagai hal melalui perbedaannya. (Eriyanto,2002:13)
Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas
sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial
bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif
interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi
simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam
ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma
konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat
digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum
positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog
interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian
komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial
dan definisi sosial (Eriyanto 2002:13).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
14
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1.1 Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber
dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu
komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi
tidak akan ada komunitas.
Komunikasi jika ditinjau dari definisinya, tidak ada definisi yang benar
maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari
kemanfaatannya
mengevaluasinya.
untuk
menjelaskan
Beberapa
defenisi
fenomena
yang
mungkin
terlalu
didefenisikan
sempit,
dan
misalnya
“komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih
luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau
lebih.”
Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini.
Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai
jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I.
Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku
orang lain (communication is the process to modify the behavior of other
individual). (Effendy, 2007 : 10).
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau
kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama
hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya
adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari
pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas
ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai
sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling
sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara
otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15
Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya
bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada yang
dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti: surat
kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat, poster,
spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam pengertian ini bersifat
intensional (intentional) dan
mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah
perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang
akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikan dan pada komunikan
yang
dijadikan
sasaran.
Intinya
bahwa
komunikasi
merupakan
proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk
memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung,
maupun tidak langsung melalui media.
Menurut Harold Laswell menjelaskan bahwa ada lima komponen yang
menyebabkan komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu: “siapa yang
menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui jaringan apa, kepada siapa dan
apa pengaruhnya” (Effendy, 2003:7). Kedua pengertian komunikasi tersebut
menjelaskan pengertian yang berbeda tetapi memiliki makna dan tujuan yang
sama. Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahas latin yaitu,
communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya
communis, yang bermakna umum atau bersama-sama (Wiryanto, 2006:5).
Gambar 2.1 Model Laswell
Laswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban
dari pertanyaan yang diajuan, yakni:
1.
Who: Komunikator; orang yang menyampaikan pesan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
16
2.
Says What: Pernyataan yang di dukung dengan menggunakan lambanglambang.
3.
In Which Channel: Media; Sarana atau saluran yang mendukung pesan
yang disampaikan.
4.
To Whom: Komunikan; orang yang menerima pesan.
5.
With What Effect: Efek sebagai dampak dari pengaruh pesan tersebut dan
bisa juga dikatakan sebagai hasil dari proses sebuah komunikasi.
Menurut Shanon and Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk
interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau
tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa
verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi (Cangara,
2005:19-20)
Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang
mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia bahwa: “Komunikasi
adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur
lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2)
melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang
lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2004:18).
Shachter (1961) mengatakan bahwa komunikasi merupakan mekanisme
untuk melaksanakan kekuasaan. Defenisi ini menempatkan komunikasi sebagai
unsur
kontrol
sosial
dimana
seseorang
mempengaruhi
atau
berusaha
mempengaruhi perilaku, keyakinan, sikap, dan seterusnya dari orang lain dalam
suatu suasana sosial (Rakhmat, 1990:10)
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen
yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya
proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada yang
mengatakan umpan balik dan lingkungan juga termasuk ke dalam unsur proses
komunikasi selain kelima unsur tersebut. Ada beberapa bentuk komunikasi yakni
komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan
komunikasi massa.
Ditinjau dari sifatnya (Purba dkk, 2006:36), komunikasi diklasifikasikan
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
17
1.
Komunikasi Verbal (verbal communication)
a. Komunikasi lisan (oral communication)
b. Komunikasi Tulisan (written communication)
2.
Komunikasi Non Verbal (non verbal communication)
3.
Komunikasi Kial (gestural/body communication)
4.
Komunikasi Gambar (pictorial communication)
5.
Komunikasi Tatap Muka (face to face communication)
6.
Komunikasi Bermedia (mediated communication)
Menurut Harold Laswell memberikan pengertian komunikasi melalui
paradigma yang dikemukakannya dalam karyanya the structire abd Funcion of
Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says What In Which
Channel To Whom With What Effect?” Laswell menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajuan, yakni:
1. Who: Komunikator; orang yang menyampaikan pesan tersebut.
2.
Says What: Pernyataan yang di dukung dengan menggunakan lambanglambang.
3.
In Which Channel: Media; Sarana atau saluran yang mendukung pesan
yang disampaikan.
4.
To Whom: Komunikan; orang yang menerima pesan.
5.
With What Effect: Efek sebagai dampak dari pengaruh pesan tersebut dan
bisa juga dikatakan sebagai hasil dari proses sebuah komunikasi.
Terdapat empat tujuan seseorang melakukan komunikasi (Effendy, 2003:55)
yaitu:
1.
Untuk mengubah sikap (to change attitude).
2.
Untuk mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion).
3.
Untuk mengubah perilaku (to change the behaviour).
4.
Untuk mengubah masyarakat (to change the society).
Fungsi dari komunikasi (Purba dkk, 2006:37), yaitu:
1.
Menyiarkan informasi (to inform).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
18
2.
Mendidik (to educate).
3.
Menghibur (to entertain)
4.
Membujuk (to prosuade)
Kesimpulan dari pengertian diatas yang mengartikan komunikasi adalah
suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain dengan
mengandung tujuan tertentu, memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat
dan perilaku baik langsung, secara lisan, maupun tidak langsung melalui media.
2.2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi
Dari berbagai definisi dan penjelasan mengenai komunikasi, maka
komunikasi yang efektif akan terjadi jika komunikasi memiliki respon atau
jawaban. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi delapan unsur
(Mulyana dan Rakhmat, 1993 : 16-17), yaitu:
1. Sumber (source), adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan untuk
berkomunikasi.
2. Penyandian (encoding), adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk
memilih dan merancang perilaku verbal dan non verbalnya yang sesuai
dengan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis guna menciptakan suatu
pesan.
3. Pesan (message), pesan terdiri dari lambang-lambang verbal atau non verbal
yang mewakili perasaan dan pikiran sumber pada suatu saat dan tempat
tertentu.
4. Saluran (channel), adalah alat fisik yang menjadi penghubung antara
sumber dan penerima.
5. Penerima (receiver),adalah orang yang menerima pesan dan sebagai
akibatnya menjadi terhubungkan dengan sumber pesan.
6. Penyandian balik (decoding), adalah proses internal penerima dan
pemberian makna kepada perilaku sumber yang mewakili perasaan dan
pikiran sumber.
7. Respon penerima (receiver response), adalah menyangkut apa yang
penerima lakukan setelah ia menerima pesan. Respon ini terbagi dua, yaitu
respon minimum dan respon maksimum. Respon minimum adalah
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19
keputusan penerima untuk mengabaikan pesan atau tidak berbuat apapun
setelah ia menerima pesan. Sebaliknya, respon maksimum merupakan suatu
tindakan penerima yang segera, terbuka dan mengandung kekerasan.
8. Umpan balik (feedback), adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang
memungkinkannya menilai keefektifan komunikasi yang dilakukan untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau perbaikan-perbaikan dalam
komunikasi selanjutnya.
Jadi secara garis besar dapat dipahami bahwa komunikasi merupakan
penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikas melalui
media yang menimbulkan efek tertentu.
2.2.1.3 Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang
mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi
dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan
untuk melakukan umpan balik (DeVito, dalam Kania 2014:1).
Objek materiil dalam ilmu komunikasi ialah perilaku manusia, yang dapat
merangkum perilaku individu, kelompok dan masyarakat. Sedangkan objek
formalnya ialah situasi komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial
termasuk perubahan pikiran, perasaan, sikap dan perilaku individu, kelompok,
masyarakat dan pengaturan kelembagaan.
Seperti DeVito dalam Kania (2014:2) ungkapkan bahwa melalui
komunikasi antar pribadi, anda berinteraksi dengan orang lain, mengenal mereka
dan diri anda sendiri, dan mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain. Apakah
dengan kenalan baru, kawan lama, kekasih, atau anggota keluarga, melalui
komunikasi antar pribadi kita membina, memelihara, kadang-kadang merusak
(dan adakalanya memperbaiki) hubungan pribadi kita.
Begitupun komunikasi antar pribadi dengan secara verbal dan non verbal
dapat memberitahukan apakah kita orang yang termasuk dominan atau
menghargai; ramah atau menutup diri; peduli atau tidak peduli; berekspresi secara
emosi atau bersikap hati-hati; mementingkan diri sendiri atau tertarik pada orang
lain; tegas atau pasif; menerima atau menghakimi, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20
Komunikasi interpersonal diartikan Mulyana (2000:73) sebagai komunikasi
antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non
verbal. Ia menjelaskan bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi adalah
komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, seperti seorang guru dengan
murid. Komunikasi demikian menunjukkan: pihak-pihak yang berkomunikasi
berada dalam jarak yang dekat dan mereka saling mengirim dan menerima pesan
baik verbal ataupun non-verbal secara simultan dan spontan.
Para ahli teori komunikasi mendefinisikan komunikasi antar pribadi secara
berbeda-beda, dan berikut ini adalah 3 sudut pandang definisi utama :
a. Berdasarkan Komponen
Komunikasi antar pribadi didefinisikan dengan mengamati komponenkomponen utamanya, yaitu mulai dari penyampaian pesan oleh satu orang
dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan
berbagai dampak hingga peluang untuk memberikan umpan balik.
b. Berdasarkan Hubungan Diadik
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua
orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Sebagai contoh
dapat dilihat pada contoh hubungan komunikasi antar pribadi antara ayah
dengan anak, pramuniaga dengan pelanggan, guru dengan murid, dan lainlain. Definisi ini disebut juga definisi diadik, yang menjelaskan bahwa
selalu ada hubungan tertentu yang terjadi antara dua orang tertentu, bahkan
pada hubungan persahabatan juga dapat dilihat hubungan antar pribadi yang
terjalin antara dua sahabat.
c. Berdasarkan Pengembangan
Komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari komunikasi yang
bersifat tak pribadi menjadi komunikasi pribadi atau yang lebih intim.
Ketiga definisi diatas membantu dalam menjelaskan yang dimaksud dengan
komunikasi antar pribadi dan bagaimana komunikasi tersebut berkembang, serta
bahwa komunikasi antar pribadi dapat berubah apabila mengalami suatu
pengembangan (Devito, 1997: 231-232).
Ciri-ciri komunikasi antar pribadi di antaranya:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
21
Liliweri (1991) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Spontan dan terjadi sambil lalu saja (umumnya tatap muka).
b. Tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu.
c. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas
yang belum tentu jelas.
d. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja.
e. Kerapkali berbalas-balasan.
f. Mempersyaratkan adanya hubungan paling sedikit dua orang, serta
hubungan harus bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan.
g. Harus membuahkan hasil.
h. Menggunakan berbagai lambang-lambang bermakna.
Kemampuan atau kecakapan antarpribadi dapat membantu untuk memulai,
membangun, dan memelihara hubungan yang sehat dengan orang lain. Pengertian
hubungan merupakan sejumlah harapan yang dua orang miliki bagi perilaku
mereka didasarkan pada pola interaksi antara mereka (Littlejohn, 2002). Kita juga
dapat menggolongkan orang dengan siapa kita berhubungan sebagai kenalan,
teman, dan sahabat kental atau teman akrab (Verderber et al., 2007)
a. Kenalan
Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila
ada kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas.
b. Teman
Karena perjalanan waktu, beberapa kenalan bisa menjadi teman kita. Teman
atau teman-teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengadakan
hubungan yang lebih pribadi secara sukarela.
c. Sahabat Kental atau Teman Akrab
Sahabat kental atau teman akrab adalah mereka yang jumlahnya sedikit
dengan siapa sesorang secara bersama-sama mempunyai komitmen tingkat
tinggi, saling ketergantungan, kepercayaan, pengungkapan, kesenangan di
dalam persahabatan.
Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti
persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
22
intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang
saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri
dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka
pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan
pada suatu ungkapan ataupun obyek.
2.3 Negosiasi
”Jangan pernah bernegosiasi karena takut. Tetapi jangan pernah takut
untuk bernegosiasi” (Kennedy, dalam Hariwijaya, 2010:11). Negosiasi, bukan
hanya perselisihan antara sesuatu dan sesuatu saja yang memerlukan negosiasi.
Dalam pengambilan keputusan saja, diperlukan negosiasi, bahkan dalam tahapan
komunikasi intrapersonal. Negosiasi merupakan salah satu faktor terpenting
dalam mengkomunikasikan keinginan kita terhadap pihak orang lain. Keinginan
yang telah kita susun rapih dalam suatu program yang akan dilaksanakan, dengan
melibatkan pihak lain dalam mensukseskan program tersebut ditentukan berhasil
atau tidaknya dengan proses negosiasi.
Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk
memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antar pihak yang satu
dengan pihak yang lain. Negosiasi juga merupakan salah satu cara
memepengaruhi orang lain. Dalam mempengaruhi orang lain terhadap pendapat
kita negosiasi adalah salah satu cara yang baik, karena disana akan terjadi yang
namanya persetujuan kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan. Tidak dihindari
pula dalam negosiasi ini berupa konteks yang monolog (mentoring) jika yang
diajak bicara oleh kita adalah orang yang lebih muda ( yang mau diajak monolog).
Ataupun dengan jalan pencarian solusi bersama-sama dengan cara kita
mengarahkan pada keinginan kita.
Definisi negosiasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia:
-
Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau
-
menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok atau
organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;
-
Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
23
Kadang kala, negosiasi bukan hanya mengenai penyelesaian sebuah
masalah, namun juga tentang pencapaian sebuah kesepakatan antar dua belah
pihak, atau lebih.
2.3.1 Taktik Negosiasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, taktik adalah rencana atau
tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan. Sementara menurut Lewicki
(2012:328), taktik merupakan tindakan bersistem untuk mencapai tujuan, atau
dengan kata lain sebagai bentuk pelaksanaan dari strategi. Keduanya saling
berkesinambungan dan menjadi elemen penting dalam proses pencapaian
kepentingan. Taktik memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang
lebih singkat, beda dengan strategi. Dapat dikatakan taktik adalah pelaksanaan
strategi.
Taktik negosiasi beberapa di antaranya adalah pemberian informasi,
penciptaan fakta baru, pencarian informasi, pembuatan agenda, bluffing,
pemberian deadline, good guy bad guy, dan the art of Concesion (Partao,
2006:55).
1. Pemberian Informasi
Biasanya berupa informasi nonverbal dengan tujuan merubah persepsi dan
posisi. Negosiator dapat memanfaatkan taktik ini dengan memberikan
informasi yang berlebihan, sehingga dapat menutupi permasalahan pokok
untuk merubah mindset lawan negosiator. Namun, penolakan terhadap
informasi yang diberikan akan dianggap sebagai rasa tidak percaya oleh
lawan negosiasi.
2. Penciptaan Fakta Baru
Menambah atau merubah fakta yang telah ada sehingga ngosiator indentik
dengan kecurangan. Namun taktik ini dapat diimplementasikan melalui
ancaman-ancaman secara halus.
3. Pencarian Informasi
Baik dari pengalaman pribadi, orang lain, sumber bacaan, maupun
konsultan, sebagai alat bargaining informasi.
4. Pembuatan Agenda
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
24
Digunakan karena proses negosiasiya dilakukan secara berurutan. Jadi pihak
yang bersengketa memiliki waktu untuk bernegosasi dan berpikir terlebih
dahulu.
5. Bluffing
Merupakan taktik klasik dengan membuat distorsi kenyataan yang ada dan
memberikan gambaran yang berbeda untuk mengelabui lawan negosiasi.
6. Pemberian deadline
Agar perundingan cepat terselesaikan. Namun dengan adanya deadline,
negosiator bisa saja menjadi gegabah karena terbatas oleh waktu sehingga
keputusan yang diambil kurang tepat.
7. Taktik “good guy bad guy”
Penciptaan peran baik dan jahat ketika negosaisi untuk menekan lawan
negosiasi dengan pertentangan sudut pandang.
8. The Art of concesion
Digunakan jika salah satu pihak mengancam pihak lain untuk menerima
tawarannya dan menekan konsekuensi yang tidak diinginkan ketika tawaran
tersebut ditolak.
2.3.2 Strategi Negosiasi
Tanpa strategi, maka tidak akan ada taktik. Strategi berdasarkan polanya
dibagi menjadi lima yaitu (Partao, 2006:48):
1. Collaborative (win-win)
Dilakukan agar masing-masing pihak yang bernegosaisi bisa mencapai
kepentingannya. Strategi ini sama dengan integrative negotiation atau
positive sum game, dimana lebih mengutamakan keuntungan kedua belah
pihak. Di samping itu, strategi ini lebih menekankan pada problem solving.
2. Competitive (win-lose)
Sesuai dengan makna dasarnya bahwa pihak yang bernegosiasi saling
bersaing untuk mendapatkan kepentingannya sendiri. Strategi ini bertolak
belakang dengan strategi collaborative tentunya, dan termasuk dalam
distributive negotiation atau zero sum game sebab yang diperjuangkan
biasanya adalah sumber daya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
25
3. Compromise (split the difference)
Digunakan untuk mencari jalan tengah permasalahan dan menemukan solusi
bersama. Namun sayagnya, masing-masing negosiator tidak bisa mencapai
kepentingannya secara penuh.
4. Accommodative (lose-to-win)
Digunakan dengan mengalah terlebih dahulu dalam negosiasi, namun
dibalik itu ia sudah menyiapkan rencana lain untuk menenangkan
kepentingannya.
5. Avoid (lose-lose)
Strategi untuk menghindari terjadinya konflik. Pada akhirnya yang
bernegosiasi akan merasa bahwa kepentingannya tidak ada yang
terakomodasikan, sehingga mereka memilih strategi ini.
Negosiasi
merupakan
suatu
proses
yang
dilakukan
oleh
dua pihak/kelompok atau lebih dengan cara berunding untuk mencapai
persetujuan yang sesuai dengan karakteristik tertentu melalui beberapa tahapan ya
ng saling bertentangan satu sama lain.
2.4 Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti
‘menampak’
dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah ini
diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi apabila dilihat lebih
lanjut berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas yang tampak,
dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu
yang berorientasi unutk mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak.
Fenomenologi merupakan studi tentang bagaimana kita memahami
pengalaman orang lain, bagaimana kita mempelajari struktur pengalaman yang
sadar dari dari orang lain, baik individu maupun kelompok dalam masyarakat.
Tidak bisa dipisahkan, bahwa pengalaman tersebut bersumber dari titik pandang
subjektif atau pengalaman orang pertama yang mengalami pengalaman itu secara
“intensionalitas”. Dengan adanya fenomenologi, kita dapat mengarahkan analisis
kita pada kondisi yang memungkinkan intensionalitas, kondisi yang melibatkan
keterampilan dan kebiasaan motorik hingga ke praktik-praktik kehidupan manusia
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
26
berdasarkan latar belakang sosial sampai kepada penggunaan bahasa sekalipun
(Moran, dalam Sobur 2013)
Fokus fenomenologi terletak pada bagaimana memberikan makna terhadap
pengalaman. Beberapa isu utama fenomenologi adalah, pertama , fenomenologi
sebagai metode penelitian kualitatif. (Eugene Taylor, dalam Sobur 2013)
mengemukakan bahwa dari fenomenologi kita dapat berurusan dengan proses
pembuatan atau penyusunan ilmu pengetahuan dimana kita bergerak dari
pengalaman self ke titik eksistensial tentang pengalaman metafisis yang dalam
situasi seperti ini selalu terjadi momen transformasi. Dari strategi penelitian ini,
kita dapat menentukan pilihan antara, 1) penelitian teoritis, yang memerlukan
penyelidikan tekstual intensif-sevara intelektual menuntut kita untuk berhadapan
risiko kegagalan yang lebi besar- versus 2) penelitian empiris, yang memerlukan
pengumpulan data primer dan penggunaan data sekunder yang mengarah pada dua
orientasi, yaitu orientasi positivistik dan orientasi fenomenologis.
Kedua, penjelasan melalui fenomenologi. Fenomenologi adalah salah satu
dari banyak jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti
pengalaman hidup manusia. Peneliti fenomenologi berharap untuk memperoleh
pemahaman tentang “kebenaran” yang esensial dari pengalaman hidup. Premis
utamanya bahwa peneliti harus peduli untuk memahami fenomena secara
mendalam.
Ketiga,fenomenologi sebagai perspektif penelitian. Fenomenologi sebagai
perspektif penelitian dapat dipelajari bahwa beberapa terms doamins of inquiry
dengan mengatakan bahwa: 1) kita harus dapat membedakan penggunaan tradisi
atau orientasi fenomenologi seperti fenomenologi transdental, eksistensial,
hemeneutik, sejarah, etika dan fenomenologi bahasa; 2) penelitian fenomenologis
lebih tertarik pada makna yang berasal dari sumber-sumber yang berbeda. 3)
penelitian fenomenologis hanya dapat dipahami dari segi filosofis atau sikap
metodologis jika dihubungkan dengan proses reduksi terhadap subjek yang
diteliti. 4) penelitian fenomenologis lebih menguntungkan karena kita lebih
leluasa melakukan eksplorasi atas metode empiris dan metode rekflektif. 5)
penelitian fenomenologis tidak dapat dipisahkan dari praktik penulisan dan 6)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
27
penelitian fenomenologis membantu kita untuk dapat mempelajarikonsekuensi
praktis sebuah penelitian bagi kehidupan manusia (Byod, dalam Sobur 2013)
Keempat, fenomenologi sebagai metode penelitian. Jika fenomenologi
dijadikan sebagai “metode penelitian”, maka dapat dipandang sebagai studi
tentang fenomena, studi sifat dan makna. Penelitian ini terfokus pada cara
bagaimana kita mempresepsi realitas yang tampak melalui pengalaman atau
kesadaran.
2.4.1 Fenomenologi Model Alfred Schutz
Alfred Schutz merupakan orang pertama yang mencoba menjelaskan
bagaimana fenomenologi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan ke
dalam dunia sosial. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami
kesadaran orang lain, akan tetapi ia hidup dalam aliran kesadaran diri sendiri.
Perspektif yang digunakan oleh schutz untuk memahami kesadaran itu dengan
konsep intersubyektif. Yang dimaksud dengan dunia intersubyektif ini adalah
kehdupan-dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari.
Dunia kehidupan sehari-hari ini membawa Schutz mempertanyakan sifat
realitas sosial para sosiolog dan siswa yang hanya peduli dengan diri mereka
sendiri. Dia mencari jawaban dalam kesadaran manusia dan pikirannya. Baginya,
tidak ada seorang pun yang membangun realitas dari pengalaman intersubjective
yang mereka lalui.
Kemudian, Schutz bertanya lebih lanjut, apakah dunia sosial berarti untuk
setiap orang sebagai aktor atau bahkan berarti baginya sebagai seorang yang
mengamati tindakan orang lain? Apa arti dunia sosial untuk aktor/subjek yang
diamati, dan apa yang dia maksud dengan tindakannya di dalamnya? Pendekatan
semacam ini memiliki implikasi, tidak hanya untuk orang yang kita pelajari, tetapi
juga untuk diri kita sendiri yang mempelajari orang lain.
Instrument yang dijadikan alat penyelidikan oleh Scutz adalah memeriksa
kehidupan bathiniyah individu yang direfleksikan dalam perilaku sehari-harinya.
Schutz meletakkan manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan
mengambil sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dunia tersebut adalah kegiatan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
28
praktis. Manusia mempunyai kemampuan untuk menetukan akan melakukan
apapun yang berkaitan dengan dirinya atau orang lain.
Apabila kita ingin menganalisis unsur-unsur kesadaran yang terarah menuju
serentetan tujuan yang bertkaitan dengan proyeksi dirinya. Jadi kehidupan seharihari manusia bisa dikatan seperti proyek yang dikerjakan oleh dirinya sendiri.
Karenasetiap manusia memiliki keinginan-keinginan tertentu yang itu mereka
berusaha mengejar demi tercapainya orientasi yang telah diputuskan.
Lebih lanjut, Schutz menyebutnya dengan konsep motif. Yang oleh Schutz
dibedakan menjadi dua pemakmanaan dalam konsep motif. Pertama, motif in
order to, kedua, motif because. Motif in order to ini motif yang dijadikan pijakan
oleh sesorang untuk melakukan sesuatu yang bertujuan mencapai hasil, sedangkan
motif because merupakan motif yang melihat kebelakang. Secara sederhana bisa
dikatakan pengidentifikasian masa lalu sekaligus menganalisisnya, sampai
seberapa memberikan kontribusi dalam tindakan selanjutnya.
Schutz menjelaskan beberapa pertanyaan dasar fenomenologi, pertama,
dalam pikiran setiap orang, sebenarnya terdapat resep sosial (social recipes),
yakni konsepsi-konsepsi mengnai perilaku serta cara berperilaku yang dianggap
pantas. Resep sosial juga memuat informasi lain yang memungkinkan orang
bersangkutan untuk bertindak memecahkan persoalan yang dihadapi dalam dunia
sosial, khususnya dunia kehidupan sehari-hari.
Kedua, pikiran manusia bukan hanya terdiri atas satu atau dua resep saja (
baik yang berwujud aturan-aturan, konsep-konsep, dan informasi lain.) Secara
keseluruhan, pada pikiran seseorang terhimpun stok pengetahuan (stock of
knowledge) yang menjadi kerangka acuan untuk menafsirkan berbagai peristiwa
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, secara khusus ada beberapa poin tentang stok pengetahuan yang
penting untuk dikemukakan :
1) Stok pengetahuan pada pokoknya merupakan realitas sosial – realitas
subjektif. Realitas ini bisa dibedakan dari realitas objektif yang memuat stok
pengetahuan bersama dalam suatu konektivitas. 2) Stok pengetahuan jarang
dijadikan sasaran refelksi oleh pemiliknya. Ia dianggap sebagai seperangkat
asumsi dan prosedur yang hanya hasir secara implisit dalam kesadaran dan juga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
29
digunakan secara ‘diam-diam’ kerika orang bersangkutan berinteraksi dengan
sesamanya. 3) Stok pengetahuan diperoleh individu melalui proses belajar, tidak
lewat kelahiran. 4) Sebagian isi stok pengetahuan memang khas milik satu
individu (berdasarkan pengalamannya yang berbeda dengan nya pengalaman atau
biografi orang lain), tetapi yang lainnya dimiliki secara kolektif dengan mereka
yang hidup bersamanya-diperoleh lewat pengalaman bersama. 5) Keberadaan
stok pengetahuan yang bersifat individual menimbulkan beberapa konsekuensi
yang memungkinkan individu melakukan ‘tipifikasi’ atas situasi kehidupan
sehari-harinya (termasuk atas orang-orang lain yang dihadapinya). Secara
sederhana, tipifikasi dapat diartikan sebagai penggunaan stok pengetahuan untuk
menggolongkan sesama aktor sosial dan menyesuaikan interaksi dengan skema
tipifikasi yang dibuat. (Sobur 2013:54)
Schutz memang mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari
subjektivitas yang disebutnya ‘intersubjektivitas’. Konsep ini menunjuk kepada
pemisah keadaan subjektif atau secara sederhana menunjuk kepada dimensi dari
kesadaran umum ke kesadaran khusus kelompok sosial yang saling berintgrasi.
Intersubjektivitas yang memungkinkan pergaulan sosial itu terjadi, tergantng pada
pengetahuan tentang peranan masing-masing yang diperoleh melalui pengalaman
yang bersifat pribadi.
Konsep intersubjektivitas ini
mengacu kepada suatu kenyataan bahwa
kelompok-kelompok sosial saling menginterpretasikan tindakannya masingmasing dan pengalaman yang diperoleh melalui cara yang sama seperti yang
dialami dalam interaksi secara individual. Faktor saling memahami satu sama lain,
baik antarindividu maupun antarkelompok ini diperlukan untuk terciptanya
kerjasama di hampir semua organisasi sosial.
Schutz memusatkan perhatiannya kepada stuktur kesadaran yang diperlukan
untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling memahami antarsesama
manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi dan
berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing-masing, baik
antarindividu maupun antarkelompok.
2.5 Teori Interaksionalisme Simbolik
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
30
Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang
dikenal dengan nama interaksionist prespektive. Di antara berbagai pendekatan
yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang
dikenal dengan nama interaksionosme simbolik (symbolic interactionism).
Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata
interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi
sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.
Teori tersebut juga mengajak kita untuk lebih memperdalam sebuah kajian
mengenai pemaknaan interaksi yang digunakan dalam mayarakat mulitietnik.
Dalam menggunakan pendekatan teori interaksionisme simbolik sudah
nampak jelas bahwa pendekatan ini merupakan suatu teropong ilmiah untuk
melihat sebuah interaksi dalam masyarakat multietnik yang banyak menggunakan
simbol-simbol dalam proses interaksi dalam masyarakat tersebut.
Menurut teori Interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah
interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara
manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka
maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dan juga pengaruh yang
ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihakpihak yang terlihat dalam interaksi sosial.
Secara ringkas Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada premispremis berikut:
1. Individu merespon suatu situasi simbolik, mereka merespon lingkungan
termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial (perilaku manusia)
berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan
tersebut bagi mereka.
2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada
obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi
itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan
hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek
fisik, tindakan atau peristiwa itu ) namun juga gagasan yang abstrak.
3. Makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu,
sejalan dengan perubahan situasi
yang ditemukan
dalam interaksi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
31
sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu
dapat
melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam
bukunya yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep
kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk
menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik. Tiga konsep itu dan hubungan
di antara ketiganya merupakan inti pemikiran Mead, sekaligus key words dalam
teori tersebut. Interaksionisme simbolis secara khusus menjelaskan tentang
bahasa, interaksi sosial dan reflektivitas.
a. Mind
Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang
dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran
adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses
sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial
mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi
pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif.
Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk
memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi
juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan
pikiran. Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu,
dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia mempunyai apa
yang kita sebut pikiran. Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari
konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui
kemampuannya
menanggapi
komunitas
secara
menyeluruh
dan
mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara
pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada
penyelesaian masalah.
b. Self (Diri)
The self atau diri, menurut Mead merupakan ciri khas dari manusia.
Yang tidak dimiliki oleh binatang. Diri adalah kemampuan untuk
menerima diri sendiri sebagai sebuah objek dari perspektif yang berasal
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
32
dari orang lain, atau
kemampuan
melalui
khusus
aktivitas
masyarakat.
Tapi
diri
juga
merupakan
sebagai subjek. Diri muncul dan berkembang
interaksi
sosial
dan
bahasa.
The
self
juga
memungkinkan orang berperan dalam percakapan dengan orang lain
karena adanya sharing of symbol. Artinya, seseorang bisa berkomunikasi,
selanjutnya menyadari apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu
menyimak apa yang sedang dikatakan dan menentukan atau mengantisipasi
apa yang akan dikatakan selanjutnya.
c. Society (Masyarakat)
Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat
(society) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran
dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan
diri.
Di
tingkat
lain,
menurut
Mead,
masyarakat
mencerminkan
sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam
bentuk “aku”
(me). Menurut pengertian individual ini masyarakat
mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri,
untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Sumbangan terpenting Mead
tentang masyarakat, terletak dalam pemikirannya mengenai pikiran dan
diri.
Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai
sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Secara luas,
Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas”
atau “kebiasaan hidup komunitas”. Secara lebih khusus, ia mengatakan bahwa,
keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan
tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon
yang sama dipihak komunitas. Proses ini disebut “pembentukan pranata”.
2. 6 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian
yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan dapat
mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
33
Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan kerangka pemikirannya
sebagai berikut:
Disepakatinya negosiasi
“harga kawan”
Fenomena negosiasi
“harga kawan”
Pendekatan fenomenologi
Alfred Schutz dan Teori
Interaksionalisme Simbolik
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Download