9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigm (Perancis), istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti model, contoh, arkatipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Paradigma adalah satu set asumsi, konsep dan nilai-nilai dan praktek dan cara pandang realitas dalam disiplin ilmu. Paradigma merupakan cara pandang atau pola pikir komunitas ilmu pengetahuan atas peristiwa/ realitas/ ilmu pengetahuan yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan, dipahami, dan untuk dicarikan pemecahan persoalannya (Pujileksono, 2015 : 25-26). Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitomologi yang panjang. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitomologis yang panjang. Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 10 sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu disiplin ilmu pengetahuan. Thomas Kuhn menyatakan, paradigma adalah kerangka yang menjadi dasar kebijakan akan kebenaran. Paradigma juga merupakan kelanjutan cara berpikir perspektif (sudut pandang atau cara pandang terhadap fakta realitas). Dalam filsafat komunikasi ada sejumlah paradigma: 1. Paradigma klasik/ positivistik: yang menempatkan ilmu sosial sebagai gejala alam atau fisik. Paradigma ini bertujuan untuk mencari kausalitas guna memprediksi gejala-gejala umum dari bentukan negara sosial. 2. Paradigma konstruktivisme: yang memandang ilmu komunikasi sebagai analisis sistematis terhadap tindakan yang penuh kebermaknaan. 3. Paradigma kritis: yang mendefiniskan ilmu sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkapkan fenomena nyata, dibalik sebuah ilusi ataupun kesadaran palsu yang mencuat di permukaan. Tujuannya ialah untuk membentuk kesadaran sosial agar di kemudian hari dapat diperbaiki. Dalam menentukan paradigma yang akan digunakan dalam penelitian, peneliti memiliki beberapa alasan yaitu (Pujileksono, 2015 : 26): 1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian. 2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan tipe penjelasan yang digunakan. 3. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metode, teknik penentuan subyek penelitian / sampling, teknik pengumpulan, teknik uji keabsahan data dan analisis data. Penelitian paradigma positivistik menggunakan metode empiris untuk dapat menggambarkan fakta sosial sebagai realita atau objek penelitian. Paradigma ini melihat fakta sosial sebagai realita, yang dimana realita ini memiliki syarat yaitu: dapat diamati, dapat diukur dan dapat diulang. Paradigma ini mempertanyakan suatu realita dengan ‘apa’ atau menanyakan apa yang terjadi di masyarakat pada umumnya dan dalam hal ini peneliti tidak berinteraksi secara langsung dengan objek penelitian. Hasil penelitian dapat ditentukan kualitasnya melalui validitas Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 11 internal, validitas eksternal, reliabilitas dan objektivitas. Dalam paradigma ini, penelitian menggunakan metode kuantitatif (Pujileksono, 2015 : 27-28). Paradigma pos-positivistik merupakan paradigma yang melakukan kritik terhadap paradigma postivistik. Paradigma ini menganggap bahwa penelitian tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai pribadi peneliti sendiri. Peneliti perlu memasukkan nilai-nilai sebagai pendapatnya sendiri. Realita yang diteliti berada diluar dan peneliti berinteraksi dengan objek penelitian sehingga membuat paradigma penelitian ini lebih bersifat kualitatif (Pujileksono, 2015 : 28). Paradigma kritis adalah paradigma yang melihat suatu realitas secara kritis sebagai objek penelitian yang jaraknya dekat dengan peneliti. Realitas yang dijadikan sebagai objek penelitian merupakan proses sejarah dan kekuatan sosial yang semu dalam masyarakat. Penelitian ini sangat subjektif karena penilaian terhadap suatu realitas berasal dari penelitian sendiri. Dalam memasukkan penilaian dalam penelitian, peneliti juga melihat penilaian masyarakat pada umumnya dan bersifat kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun kesadaran kolekftif demi mengubah struktur untuk menjadi lebih baik. Paradigma penelitian ini melihat realitas yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang sebainya seperti ketimpangan, ketidakadilan, penindasan dan sebagainya (Pujileksono, 2015 : 29) Penelitian paradigma konstruktivisme adalah paradigma yang melihat suatu realita dibentuk oleh berbagai macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi realita tersebut. Penelitian ini mempertanyakan ‘mengapa’ (why) akan suatu realitas itu terjadi yang dalam hal ini realitas berada di luar peneliti namun dapat memahami melalui interaksi dengan realita sebagai objek penelitian. Jarak antara peneliti dengan objek penelitian tidak terlalu dekat. Paradigma penelitian yang bersifat kualitatif ini memasukkan nilai-nilai pendapat peneliti sehingga menjadi subyektif. Paradigma konstruktivisme bertujuan untuk memahami apa yang menjadi konstruksi suatu realitas yang membuat peneliti harus dapat mengetahui dan menggali faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat terjadi dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut merekonstruksi realitas tersebut (Pujileksono, 2015 : 28-29) Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 12 2.1.1 Paradigma Konstruktivisme Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya, yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya. Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan definisi sosial (Eriyanto 2004:13). Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya. Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 13 Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009:107) Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksudmaksud tertentu dalam setiap wacana. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya, yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya. (Eriyanto,2002:13) Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan definisi sosial (Eriyanto 2002:13). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 14 2.2 Kajian Pustaka 2.2.1.1 Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunikasi jika ditinjau dari definisinya, tidak ada definisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya mengevaluasinya. untuk menjelaskan Beberapa defenisi fenomena yang mungkin terlalu didefenisikan sempit, dan misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.” Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individual). (Effendy, 2007 : 10). Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 15 Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti: surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat, poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikan dan pada komunikan yang dijadikan sasaran. Intinya bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui media. Menurut Harold Laswell menjelaskan bahwa ada lima komponen yang menyebabkan komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu: “siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui jaringan apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya” (Effendy, 2003:7). Kedua pengertian komunikasi tersebut menjelaskan pengertian yang berbeda tetapi memiliki makna dan tujuan yang sama. Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahas latin yaitu, communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama (Wiryanto, 2006:5). Gambar 2.1 Model Laswell Laswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajuan, yakni: 1. Who: Komunikator; orang yang menyampaikan pesan tersebut. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 16 2. Says What: Pernyataan yang di dukung dengan menggunakan lambanglambang. 3. In Which Channel: Media; Sarana atau saluran yang mendukung pesan yang disampaikan. 4. To Whom: Komunikan; orang yang menerima pesan. 5. With What Effect: Efek sebagai dampak dari pengaruh pesan tersebut dan bisa juga dikatakan sebagai hasil dari proses sebuah komunikasi. Menurut Shanon and Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi (Cangara, 2005:19-20) Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia bahwa: “Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2004:18). Shachter (1961) mengatakan bahwa komunikasi merupakan mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan. Defenisi ini menempatkan komunikasi sebagai unsur kontrol sosial dimana seseorang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi perilaku, keyakinan, sikap, dan seterusnya dari orang lain dalam suatu suasana sosial (Rakhmat, 1990:10) Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada yang mengatakan umpan balik dan lingkungan juga termasuk ke dalam unsur proses komunikasi selain kelima unsur tersebut. Ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Ditinjau dari sifatnya (Purba dkk, 2006:36), komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 17 1. Komunikasi Verbal (verbal communication) a. Komunikasi lisan (oral communication) b. Komunikasi Tulisan (written communication) 2. Komunikasi Non Verbal (non verbal communication) 3. Komunikasi Kial (gestural/body communication) 4. Komunikasi Gambar (pictorial communication) 5. Komunikasi Tatap Muka (face to face communication) 6. Komunikasi Bermedia (mediated communication) Menurut Harold Laswell memberikan pengertian komunikasi melalui paradigma yang dikemukakannya dalam karyanya the structire abd Funcion of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Laswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajuan, yakni: 1. Who: Komunikator; orang yang menyampaikan pesan tersebut. 2. Says What: Pernyataan yang di dukung dengan menggunakan lambanglambang. 3. In Which Channel: Media; Sarana atau saluran yang mendukung pesan yang disampaikan. 4. To Whom: Komunikan; orang yang menerima pesan. 5. With What Effect: Efek sebagai dampak dari pengaruh pesan tersebut dan bisa juga dikatakan sebagai hasil dari proses sebuah komunikasi. Terdapat empat tujuan seseorang melakukan komunikasi (Effendy, 2003:55) yaitu: 1. Untuk mengubah sikap (to change attitude). 2. Untuk mengubah opini/ pendapat/ pandangan (to change the opinion). 3. Untuk mengubah perilaku (to change the behaviour). 4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society). Fungsi dari komunikasi (Purba dkk, 2006:37), yaitu: 1. Menyiarkan informasi (to inform). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 18 2. Mendidik (to educate). 3. Menghibur (to entertain) 4. Membujuk (to prosuade) Kesimpulan dari pengertian diatas yang mengartikan komunikasi adalah suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain dengan mengandung tujuan tertentu, memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku baik langsung, secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. 2.2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi Dari berbagai definisi dan penjelasan mengenai komunikasi, maka komunikasi yang efektif akan terjadi jika komunikasi memiliki respon atau jawaban. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi delapan unsur (Mulyana dan Rakhmat, 1993 : 16-17), yaitu: 1. Sumber (source), adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan untuk berkomunikasi. 2. Penyandian (encoding), adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan merancang perilaku verbal dan non verbalnya yang sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis guna menciptakan suatu pesan. 3. Pesan (message), pesan terdiri dari lambang-lambang verbal atau non verbal yang mewakili perasaan dan pikiran sumber pada suatu saat dan tempat tertentu. 4. Saluran (channel), adalah alat fisik yang menjadi penghubung antara sumber dan penerima. 5. Penerima (receiver),adalah orang yang menerima pesan dan sebagai akibatnya menjadi terhubungkan dengan sumber pesan. 6. Penyandian balik (decoding), adalah proses internal penerima dan pemberian makna kepada perilaku sumber yang mewakili perasaan dan pikiran sumber. 7. Respon penerima (receiver response), adalah menyangkut apa yang penerima lakukan setelah ia menerima pesan. Respon ini terbagi dua, yaitu respon minimum dan respon maksimum. Respon minimum adalah Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 19 keputusan penerima untuk mengabaikan pesan atau tidak berbuat apapun setelah ia menerima pesan. Sebaliknya, respon maksimum merupakan suatu tindakan penerima yang segera, terbuka dan mengandung kekerasan. 8. Umpan balik (feedback), adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkannya menilai keefektifan komunikasi yang dilakukan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau perbaikan-perbaikan dalam komunikasi selanjutnya. Jadi secara garis besar dapat dipahami bahwa komunikasi merupakan penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikas melalui media yang menimbulkan efek tertentu. 2.2.1.3 Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (DeVito, dalam Kania 2014:1). Objek materiil dalam ilmu komunikasi ialah perilaku manusia, yang dapat merangkum perilaku individu, kelompok dan masyarakat. Sedangkan objek formalnya ialah situasi komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial termasuk perubahan pikiran, perasaan, sikap dan perilaku individu, kelompok, masyarakat dan pengaturan kelembagaan. Seperti DeVito dalam Kania (2014:2) ungkapkan bahwa melalui komunikasi antar pribadi, anda berinteraksi dengan orang lain, mengenal mereka dan diri anda sendiri, dan mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain. Apakah dengan kenalan baru, kawan lama, kekasih, atau anggota keluarga, melalui komunikasi antar pribadi kita membina, memelihara, kadang-kadang merusak (dan adakalanya memperbaiki) hubungan pribadi kita. Begitupun komunikasi antar pribadi dengan secara verbal dan non verbal dapat memberitahukan apakah kita orang yang termasuk dominan atau menghargai; ramah atau menutup diri; peduli atau tidak peduli; berekspresi secara emosi atau bersikap hati-hati; mementingkan diri sendiri atau tertarik pada orang lain; tegas atau pasif; menerima atau menghakimi, dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 20 Komunikasi interpersonal diartikan Mulyana (2000:73) sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Ia menjelaskan bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, seperti seorang guru dengan murid. Komunikasi demikian menunjukkan: pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan mereka saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun non-verbal secara simultan dan spontan. Para ahli teori komunikasi mendefinisikan komunikasi antar pribadi secara berbeda-beda, dan berikut ini adalah 3 sudut pandang definisi utama : a. Berdasarkan Komponen Komunikasi antar pribadi didefinisikan dengan mengamati komponenkomponen utamanya, yaitu mulai dari penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampak hingga peluang untuk memberikan umpan balik. b. Berdasarkan Hubungan Diadik Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Sebagai contoh dapat dilihat pada contoh hubungan komunikasi antar pribadi antara ayah dengan anak, pramuniaga dengan pelanggan, guru dengan murid, dan lainlain. Definisi ini disebut juga definisi diadik, yang menjelaskan bahwa selalu ada hubungan tertentu yang terjadi antara dua orang tertentu, bahkan pada hubungan persahabatan juga dapat dilihat hubungan antar pribadi yang terjalin antara dua sahabat. c. Berdasarkan Pengembangan Komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari komunikasi yang bersifat tak pribadi menjadi komunikasi pribadi atau yang lebih intim. Ketiga definisi diatas membantu dalam menjelaskan yang dimaksud dengan komunikasi antar pribadi dan bagaimana komunikasi tersebut berkembang, serta bahwa komunikasi antar pribadi dapat berubah apabila mengalami suatu pengembangan (Devito, 1997: 231-232). Ciri-ciri komunikasi antar pribadi di antaranya: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 21 Liliweri (1991) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Spontan dan terjadi sambil lalu saja (umumnya tatap muka). b. Tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu. c. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang belum tentu jelas. d. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja. e. Kerapkali berbalas-balasan. f. Mempersyaratkan adanya hubungan paling sedikit dua orang, serta hubungan harus bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan. g. Harus membuahkan hasil. h. Menggunakan berbagai lambang-lambang bermakna. Kemampuan atau kecakapan antarpribadi dapat membantu untuk memulai, membangun, dan memelihara hubungan yang sehat dengan orang lain. Pengertian hubungan merupakan sejumlah harapan yang dua orang miliki bagi perilaku mereka didasarkan pada pola interaksi antara mereka (Littlejohn, 2002). Kita juga dapat menggolongkan orang dengan siapa kita berhubungan sebagai kenalan, teman, dan sahabat kental atau teman akrab (Verderber et al., 2007) a. Kenalan Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila ada kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas. b. Teman Karena perjalanan waktu, beberapa kenalan bisa menjadi teman kita. Teman atau teman-teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengadakan hubungan yang lebih pribadi secara sukarela. c. Sahabat Kental atau Teman Akrab Sahabat kental atau teman akrab adalah mereka yang jumlahnya sedikit dengan siapa sesorang secara bersama-sama mempunyai komitmen tingkat tinggi, saling ketergantungan, kepercayaan, pengungkapan, kesenangan di dalam persahabatan. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 22 intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek. 2.3 Negosiasi ”Jangan pernah bernegosiasi karena takut. Tetapi jangan pernah takut untuk bernegosiasi” (Kennedy, dalam Hariwijaya, 2010:11). Negosiasi, bukan hanya perselisihan antara sesuatu dan sesuatu saja yang memerlukan negosiasi. Dalam pengambilan keputusan saja, diperlukan negosiasi, bahkan dalam tahapan komunikasi intrapersonal. Negosiasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengkomunikasikan keinginan kita terhadap pihak orang lain. Keinginan yang telah kita susun rapih dalam suatu program yang akan dilaksanakan, dengan melibatkan pihak lain dalam mensukseskan program tersebut ditentukan berhasil atau tidaknya dengan proses negosiasi. Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antar pihak yang satu dengan pihak yang lain. Negosiasi juga merupakan salah satu cara memepengaruhi orang lain. Dalam mempengaruhi orang lain terhadap pendapat kita negosiasi adalah salah satu cara yang baik, karena disana akan terjadi yang namanya persetujuan kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan. Tidak dihindari pula dalam negosiasi ini berupa konteks yang monolog (mentoring) jika yang diajak bicara oleh kita adalah orang yang lebih muda ( yang mau diajak monolog). Ataupun dengan jalan pencarian solusi bersama-sama dengan cara kita mengarahkan pada keinginan kita. Definisi negosiasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: - Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau - menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; - Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 23 Kadang kala, negosiasi bukan hanya mengenai penyelesaian sebuah masalah, namun juga tentang pencapaian sebuah kesepakatan antar dua belah pihak, atau lebih. 2.3.1 Taktik Negosiasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, taktik adalah rencana atau tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan. Sementara menurut Lewicki (2012:328), taktik merupakan tindakan bersistem untuk mencapai tujuan, atau dengan kata lain sebagai bentuk pelaksanaan dari strategi. Keduanya saling berkesinambungan dan menjadi elemen penting dalam proses pencapaian kepentingan. Taktik memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, beda dengan strategi. Dapat dikatakan taktik adalah pelaksanaan strategi. Taktik negosiasi beberapa di antaranya adalah pemberian informasi, penciptaan fakta baru, pencarian informasi, pembuatan agenda, bluffing, pemberian deadline, good guy bad guy, dan the art of Concesion (Partao, 2006:55). 1. Pemberian Informasi Biasanya berupa informasi nonverbal dengan tujuan merubah persepsi dan posisi. Negosiator dapat memanfaatkan taktik ini dengan memberikan informasi yang berlebihan, sehingga dapat menutupi permasalahan pokok untuk merubah mindset lawan negosiator. Namun, penolakan terhadap informasi yang diberikan akan dianggap sebagai rasa tidak percaya oleh lawan negosiasi. 2. Penciptaan Fakta Baru Menambah atau merubah fakta yang telah ada sehingga ngosiator indentik dengan kecurangan. Namun taktik ini dapat diimplementasikan melalui ancaman-ancaman secara halus. 3. Pencarian Informasi Baik dari pengalaman pribadi, orang lain, sumber bacaan, maupun konsultan, sebagai alat bargaining informasi. 4. Pembuatan Agenda Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 24 Digunakan karena proses negosiasiya dilakukan secara berurutan. Jadi pihak yang bersengketa memiliki waktu untuk bernegosasi dan berpikir terlebih dahulu. 5. Bluffing Merupakan taktik klasik dengan membuat distorsi kenyataan yang ada dan memberikan gambaran yang berbeda untuk mengelabui lawan negosiasi. 6. Pemberian deadline Agar perundingan cepat terselesaikan. Namun dengan adanya deadline, negosiator bisa saja menjadi gegabah karena terbatas oleh waktu sehingga keputusan yang diambil kurang tepat. 7. Taktik “good guy bad guy” Penciptaan peran baik dan jahat ketika negosaisi untuk menekan lawan negosiasi dengan pertentangan sudut pandang. 8. The Art of concesion Digunakan jika salah satu pihak mengancam pihak lain untuk menerima tawarannya dan menekan konsekuensi yang tidak diinginkan ketika tawaran tersebut ditolak. 2.3.2 Strategi Negosiasi Tanpa strategi, maka tidak akan ada taktik. Strategi berdasarkan polanya dibagi menjadi lima yaitu (Partao, 2006:48): 1. Collaborative (win-win) Dilakukan agar masing-masing pihak yang bernegosaisi bisa mencapai kepentingannya. Strategi ini sama dengan integrative negotiation atau positive sum game, dimana lebih mengutamakan keuntungan kedua belah pihak. Di samping itu, strategi ini lebih menekankan pada problem solving. 2. Competitive (win-lose) Sesuai dengan makna dasarnya bahwa pihak yang bernegosiasi saling bersaing untuk mendapatkan kepentingannya sendiri. Strategi ini bertolak belakang dengan strategi collaborative tentunya, dan termasuk dalam distributive negotiation atau zero sum game sebab yang diperjuangkan biasanya adalah sumber daya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 25 3. Compromise (split the difference) Digunakan untuk mencari jalan tengah permasalahan dan menemukan solusi bersama. Namun sayagnya, masing-masing negosiator tidak bisa mencapai kepentingannya secara penuh. 4. Accommodative (lose-to-win) Digunakan dengan mengalah terlebih dahulu dalam negosiasi, namun dibalik itu ia sudah menyiapkan rencana lain untuk menenangkan kepentingannya. 5. Avoid (lose-lose) Strategi untuk menghindari terjadinya konflik. Pada akhirnya yang bernegosiasi akan merasa bahwa kepentingannya tidak ada yang terakomodasikan, sehingga mereka memilih strategi ini. Negosiasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh dua pihak/kelompok atau lebih dengan cara berunding untuk mencapai persetujuan yang sesuai dengan karakteristik tertentu melalui beberapa tahapan ya ng saling bertentangan satu sama lain. 2.4 Fenomenologi Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah ini diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi apabila dilihat lebih lanjut berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berorientasi unutk mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomenologi merupakan studi tentang bagaimana kita memahami pengalaman orang lain, bagaimana kita mempelajari struktur pengalaman yang sadar dari dari orang lain, baik individu maupun kelompok dalam masyarakat. Tidak bisa dipisahkan, bahwa pengalaman tersebut bersumber dari titik pandang subjektif atau pengalaman orang pertama yang mengalami pengalaman itu secara “intensionalitas”. Dengan adanya fenomenologi, kita dapat mengarahkan analisis kita pada kondisi yang memungkinkan intensionalitas, kondisi yang melibatkan keterampilan dan kebiasaan motorik hingga ke praktik-praktik kehidupan manusia Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 26 berdasarkan latar belakang sosial sampai kepada penggunaan bahasa sekalipun (Moran, dalam Sobur 2013) Fokus fenomenologi terletak pada bagaimana memberikan makna terhadap pengalaman. Beberapa isu utama fenomenologi adalah, pertama , fenomenologi sebagai metode penelitian kualitatif. (Eugene Taylor, dalam Sobur 2013) mengemukakan bahwa dari fenomenologi kita dapat berurusan dengan proses pembuatan atau penyusunan ilmu pengetahuan dimana kita bergerak dari pengalaman self ke titik eksistensial tentang pengalaman metafisis yang dalam situasi seperti ini selalu terjadi momen transformasi. Dari strategi penelitian ini, kita dapat menentukan pilihan antara, 1) penelitian teoritis, yang memerlukan penyelidikan tekstual intensif-sevara intelektual menuntut kita untuk berhadapan risiko kegagalan yang lebi besar- versus 2) penelitian empiris, yang memerlukan pengumpulan data primer dan penggunaan data sekunder yang mengarah pada dua orientasi, yaitu orientasi positivistik dan orientasi fenomenologis. Kedua, penjelasan melalui fenomenologi. Fenomenologi adalah salah satu dari banyak jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti pengalaman hidup manusia. Peneliti fenomenologi berharap untuk memperoleh pemahaman tentang “kebenaran” yang esensial dari pengalaman hidup. Premis utamanya bahwa peneliti harus peduli untuk memahami fenomena secara mendalam. Ketiga,fenomenologi sebagai perspektif penelitian. Fenomenologi sebagai perspektif penelitian dapat dipelajari bahwa beberapa terms doamins of inquiry dengan mengatakan bahwa: 1) kita harus dapat membedakan penggunaan tradisi atau orientasi fenomenologi seperti fenomenologi transdental, eksistensial, hemeneutik, sejarah, etika dan fenomenologi bahasa; 2) penelitian fenomenologis lebih tertarik pada makna yang berasal dari sumber-sumber yang berbeda. 3) penelitian fenomenologis hanya dapat dipahami dari segi filosofis atau sikap metodologis jika dihubungkan dengan proses reduksi terhadap subjek yang diteliti. 4) penelitian fenomenologis lebih menguntungkan karena kita lebih leluasa melakukan eksplorasi atas metode empiris dan metode rekflektif. 5) penelitian fenomenologis tidak dapat dipisahkan dari praktik penulisan dan 6) Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 27 penelitian fenomenologis membantu kita untuk dapat mempelajarikonsekuensi praktis sebuah penelitian bagi kehidupan manusia (Byod, dalam Sobur 2013) Keempat, fenomenologi sebagai metode penelitian. Jika fenomenologi dijadikan sebagai “metode penelitian”, maka dapat dipandang sebagai studi tentang fenomena, studi sifat dan makna. Penelitian ini terfokus pada cara bagaimana kita mempresepsi realitas yang tampak melalui pengalaman atau kesadaran. 2.4.1 Fenomenologi Model Alfred Schutz Alfred Schutz merupakan orang pertama yang mencoba menjelaskan bagaimana fenomenologi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan ke dalam dunia sosial. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain, akan tetapi ia hidup dalam aliran kesadaran diri sendiri. Perspektif yang digunakan oleh schutz untuk memahami kesadaran itu dengan konsep intersubyektif. Yang dimaksud dengan dunia intersubyektif ini adalah kehdupan-dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari. Dunia kehidupan sehari-hari ini membawa Schutz mempertanyakan sifat realitas sosial para sosiolog dan siswa yang hanya peduli dengan diri mereka sendiri. Dia mencari jawaban dalam kesadaran manusia dan pikirannya. Baginya, tidak ada seorang pun yang membangun realitas dari pengalaman intersubjective yang mereka lalui. Kemudian, Schutz bertanya lebih lanjut, apakah dunia sosial berarti untuk setiap orang sebagai aktor atau bahkan berarti baginya sebagai seorang yang mengamati tindakan orang lain? Apa arti dunia sosial untuk aktor/subjek yang diamati, dan apa yang dia maksud dengan tindakannya di dalamnya? Pendekatan semacam ini memiliki implikasi, tidak hanya untuk orang yang kita pelajari, tetapi juga untuk diri kita sendiri yang mempelajari orang lain. Instrument yang dijadikan alat penyelidikan oleh Scutz adalah memeriksa kehidupan bathiniyah individu yang direfleksikan dalam perilaku sehari-harinya. Schutz meletakkan manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan mengambil sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dunia tersebut adalah kegiatan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 28 praktis. Manusia mempunyai kemampuan untuk menetukan akan melakukan apapun yang berkaitan dengan dirinya atau orang lain. Apabila kita ingin menganalisis unsur-unsur kesadaran yang terarah menuju serentetan tujuan yang bertkaitan dengan proyeksi dirinya. Jadi kehidupan seharihari manusia bisa dikatan seperti proyek yang dikerjakan oleh dirinya sendiri. Karenasetiap manusia memiliki keinginan-keinginan tertentu yang itu mereka berusaha mengejar demi tercapainya orientasi yang telah diputuskan. Lebih lanjut, Schutz menyebutnya dengan konsep motif. Yang oleh Schutz dibedakan menjadi dua pemakmanaan dalam konsep motif. Pertama, motif in order to, kedua, motif because. Motif in order to ini motif yang dijadikan pijakan oleh sesorang untuk melakukan sesuatu yang bertujuan mencapai hasil, sedangkan motif because merupakan motif yang melihat kebelakang. Secara sederhana bisa dikatakan pengidentifikasian masa lalu sekaligus menganalisisnya, sampai seberapa memberikan kontribusi dalam tindakan selanjutnya. Schutz menjelaskan beberapa pertanyaan dasar fenomenologi, pertama, dalam pikiran setiap orang, sebenarnya terdapat resep sosial (social recipes), yakni konsepsi-konsepsi mengnai perilaku serta cara berperilaku yang dianggap pantas. Resep sosial juga memuat informasi lain yang memungkinkan orang bersangkutan untuk bertindak memecahkan persoalan yang dihadapi dalam dunia sosial, khususnya dunia kehidupan sehari-hari. Kedua, pikiran manusia bukan hanya terdiri atas satu atau dua resep saja ( baik yang berwujud aturan-aturan, konsep-konsep, dan informasi lain.) Secara keseluruhan, pada pikiran seseorang terhimpun stok pengetahuan (stock of knowledge) yang menjadi kerangka acuan untuk menafsirkan berbagai peristiwa yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, secara khusus ada beberapa poin tentang stok pengetahuan yang penting untuk dikemukakan : 1) Stok pengetahuan pada pokoknya merupakan realitas sosial – realitas subjektif. Realitas ini bisa dibedakan dari realitas objektif yang memuat stok pengetahuan bersama dalam suatu konektivitas. 2) Stok pengetahuan jarang dijadikan sasaran refelksi oleh pemiliknya. Ia dianggap sebagai seperangkat asumsi dan prosedur yang hanya hasir secara implisit dalam kesadaran dan juga Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 29 digunakan secara ‘diam-diam’ kerika orang bersangkutan berinteraksi dengan sesamanya. 3) Stok pengetahuan diperoleh individu melalui proses belajar, tidak lewat kelahiran. 4) Sebagian isi stok pengetahuan memang khas milik satu individu (berdasarkan pengalamannya yang berbeda dengan nya pengalaman atau biografi orang lain), tetapi yang lainnya dimiliki secara kolektif dengan mereka yang hidup bersamanya-diperoleh lewat pengalaman bersama. 5) Keberadaan stok pengetahuan yang bersifat individual menimbulkan beberapa konsekuensi yang memungkinkan individu melakukan ‘tipifikasi’ atas situasi kehidupan sehari-harinya (termasuk atas orang-orang lain yang dihadapinya). Secara sederhana, tipifikasi dapat diartikan sebagai penggunaan stok pengetahuan untuk menggolongkan sesama aktor sosial dan menyesuaikan interaksi dengan skema tipifikasi yang dibuat. (Sobur 2013:54) Schutz memang mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari subjektivitas yang disebutnya ‘intersubjektivitas’. Konsep ini menunjuk kepada pemisah keadaan subjektif atau secara sederhana menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum ke kesadaran khusus kelompok sosial yang saling berintgrasi. Intersubjektivitas yang memungkinkan pergaulan sosial itu terjadi, tergantng pada pengetahuan tentang peranan masing-masing yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Konsep intersubjektivitas ini mengacu kepada suatu kenyataan bahwa kelompok-kelompok sosial saling menginterpretasikan tindakannya masingmasing dan pengalaman yang diperoleh melalui cara yang sama seperti yang dialami dalam interaksi secara individual. Faktor saling memahami satu sama lain, baik antarindividu maupun antarkelompok ini diperlukan untuk terciptanya kerjasama di hampir semua organisasi sosial. Schutz memusatkan perhatiannya kepada stuktur kesadaran yang diperlukan untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling memahami antarsesama manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman tindakan masing-masing, baik antarindividu maupun antarkelompok. 2.5 Teori Interaksionalisme Simbolik Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 30 Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan nama interaksionist prespektive. Di antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionosme simbolik (symbolic interactionism). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Teori tersebut juga mengajak kita untuk lebih memperdalam sebuah kajian mengenai pemaknaan interaksi yang digunakan dalam mayarakat mulitietnik. Dalam menggunakan pendekatan teori interaksionisme simbolik sudah nampak jelas bahwa pendekatan ini merupakan suatu teropong ilmiah untuk melihat sebuah interaksi dalam masyarakat multietnik yang banyak menggunakan simbol-simbol dalam proses interaksi dalam masyarakat tersebut. Menurut teori Interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dan juga pengaruh yang ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihakpihak yang terlihat dalam interaksi sosial. Secara ringkas Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada premispremis berikut: 1. Individu merespon suatu situasi simbolik, mereka merespon lingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. 2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu ) namun juga gagasan yang abstrak. 3. Makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 31 sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam bukunya yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik. Tiga konsep itu dan hubungan di antara ketiganya merupakan inti pemikiran Mead, sekaligus key words dalam teori tersebut. Interaksionisme simbolis secara khusus menjelaskan tentang bahasa, interaksi sosial dan reflektivitas. a. Mind Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan pikiran. Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu, dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia mempunyai apa yang kita sebut pikiran. Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kemampuannya menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah. b. Self (Diri) The self atau diri, menurut Mead merupakan ciri khas dari manusia. Yang tidak dimiliki oleh binatang. Diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek dari perspektif yang berasal Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 32 dari orang lain, atau kemampuan melalui khusus aktivitas masyarakat. Tapi diri juga merupakan sebagai subjek. Diri muncul dan berkembang interaksi sosial dan bahasa. The self juga memungkinkan orang berperan dalam percakapan dengan orang lain karena adanya sharing of symbol. Artinya, seseorang bisa berkomunikasi, selanjutnya menyadari apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu menyimak apa yang sedang dikatakan dan menentukan atau mengantisipasi apa yang akan dikatakan selanjutnya. c. Society (Masyarakat) Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat (society) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Sumbangan terpenting Mead tentang masyarakat, terletak dalam pemikirannya mengenai pikiran dan diri. Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. Secara lebih khusus, ia mengatakan bahwa, keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama dipihak komunitas. Proses ini disebut “pembentukan pranata”. 2. 6 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 33 Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan kerangka pemikirannya sebagai berikut: Disepakatinya negosiasi “harga kawan” Fenomena negosiasi “harga kawan” Pendekatan fenomenologi Alfred Schutz dan Teori Interaksionalisme Simbolik Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara