58 Bab 5 Ringkasan Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis

advertisement
Bab 5
Ringkasan
Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Dampak Pola Asuh Ibu yang Tercermin
pada Tokoh Tsukasa Dalam Drama Hana Yori Dango
Bab pertama, yaitu Pendahuluan, berisi tentang latar belakang sayaan skripsi yang
mencakup alasan pemilihan tema serta pemilihan korpus data. Adapun alasan yang
melatarbelakangi saya memilih tema serta korpus data skripsi ini yakni sebagai
pemelajar sastra Jepang yang tidak hanya mempelajari tata bahasa saja, melainkan juga
kebudayaan serta kesusastraannya. Saya ingin mengetahui serta menganalisis lebih
dalam tentang dampak pola asuh seorang ibu terhadap anaknya. Budaya masyarakat
Jepang saat ini yang tercermin dalam sebuah karya sastra yaitu drama, dimana tokoh
dalam drama tersebut menginterpretasikan suatu kebudayaan Jepang secara tidak
langsung. Dengan memahami lebih jauh tentang budaya Jepang dalam sebuah drama
akan memberikan kita gambaran tentang perilaku, pola pikir serta budaya sehari-hari
mereka sehingga memudahkan kita untuk beradaptasi maupun berinteraksi dengan
masyarakat Jepang. Beberapa tahun belakangan ini terdapat sebuah konsep yang
semakin popular di masyarakat Jepang berkaitan dengan peran ibu dalam proses
pendidikan anaknya. Konsep yang dimaksud adalah konsep kyouiku mama. Konsep
kyouiku mama menurut Amano (1990) merupakan konsep yang muncul dalam
masyarakat Jepang akibat sistem pendidikan yang berdasarkan seleksi ujian masuk,
perekonomian rumah tangga, serta kompetisi di berbagai aspek kehidupan kian
meningkat pada tahun 1995 – 1974. Para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama
selalu menuntut anaknya mendapatkan nilai baik, masuk ke sekolah terbaik untuk
58
mendapat pendidikan terbaik, dan mengharuskan masuk ke universitas terbaik agar
mendapatkan pekerjaan yang layak. Walaupun pada kenyataannya, ambisi yang
berlebihan mengganggu perkembangan sosial, fisik, maupun mental anak itu sendiri
(Kriman, 2007). Ada berbagai macam tipe pola asuh orangtua terhadap anaknya. Yang
pertama adalah pola asuh permisif, yaitu jenis pola mengasuh anak yang acuh terhadap
anak. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh
orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya
lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Yang kedua adalah pola asuh
otoriter, yaitu pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana
orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya
tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orangtua akan emosi dan marah jika anak
melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orangtuanya. Namun,
saya memilih drama Hana Yori Dango sebagai korpus data di dalam sayaan skripsi ini
karena saya menemukan konsep kyouiku mama yang tercermin pada tokoh ibu Tsukasa
di drama tersebut. Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah menganalisis konsep
kyouiku mama, pola asuh permisif, dan pola asuh otoriter yang tercermin dari tokoh ibu
Tsukasa di drama Hana Yori Dango. Dan metode penelitian yang dipakai saya dalam
skripsi ini adalah metode kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis.
Bab kedua, adalah landasan teori, berisi tentang kyouiku mama yang mencakup
pembagian konsep kyouiku mama yakni sebelum PD II menurut Fujimura dan setelah
PD II menurut Amano. Menurut Fujimura (1995) sejak Restorasi Meiji (1868),
pemerintah Meiji menjadikan paham ”Ryosai Kenbo” yang diadaptasi dari paham ”good
wife, wise mother” sebagai dasar pendidikan perempuan Jepang pada masa itu. Sebagai
seorang istri yang baik, wanita Jepang melayani suaminya dengan setia dan patuh dan
59
sebagai ibu yang bijaksana, wanita Jepang membesarkan dan mendidik anak-anaknya
dengan baik sehingga dapat menghasilkan anak-anak yang pandai, patuh, dan cinta
terhadap tanah airnya. Sedangkan konsep kyouiku mama menurut Amano (1990)
merupakan konsep yang muncul dalam masyarakat Jepang akibat sistem pendidikan
yang berdasarkan seleksi ujian masuk, perekonomian rumah tangga, serta kompetisi di
berbagai aspek kehidupan kian meningkat pada tahun 1955 – 1974. Para ibu yang
memiliki konsep kyouiku mama biasanya tidak hanya melaksanakan perannya di bidang
domestik saja, melainkan juga melaksanakan perannya di bidang sosial. Di bidang
domestik, mereka menjalankan perannya sebagai ibu yang merawat serta mengasuh
anak-anaknya. Sedangkan di bidang publik, mereka menjalankan perannya dalam proses
sosialisasi serta akademik anak-anaknya. Walaupun pada kenyataannya, ambisi yang
berlebihan mengganggu perkembangan sosial, fisik, maupun mental anak itu sendiri
(Kriman, 2007). Perasaan tertekan ini tertimbun dalam diri si anak. Meskipun ia tetap
melakukan tugas-tugasnya dengan baik, di dalam rumah anak-anak memang patuh
terhadap orangtua, tetapi jika ia berada di luar rumah mereka berontak dan
melampiaskan ketegangan mereka dengan melakukan tindakan kekerasan di sekolah
(bouryoku). Konsep kyouiku mama pasca Perang Dunia II didukung pula oleh data-data
pendukung menurut Fukushima (1996), Steede (1998), (1991), dan Krimman (2007).
Selain konsep kyouiku mama, dalam skripsi ini saya juga menjabarkan konsep ibu
ideal dalam masyarakat Jepang menurut Iwao dan Ohinata yang diperkuat oleh data
pendukung menurut Youshi (2006). Menurut Iwao (1993:126) mendeskripsikan
pandangannya tentang kaum Ibu dalam masyarakat Jepang, yakni: ”Women are weak,
but mothers are strong”. Sedangkan menurut Ohinata (1995:205) tentang analisa budaya
konsep pemikiran masyarakat Jepang terhadap kaum ibu yakni merupakan sebuah
60
simbol yang mengilhami banyak nilai. Para ibu bijaksana ini memperhatikan pendidikan
anak-anaknya, namun mereka juga tetap memperhatikan minat anak-anak tersebut.
Anak-anak yang dibesarkan oleh para ibu bijaksana ini, umumnya menjadi pribadi yang
pandai, ceria, dan mudah bergaul. Karena konsep kyouiku mama berkaitan dengan
psikologi kejiwaan anak, maka saya menjabarkan pula konsep kyouiku mama dalam
psikologi kejiwaan menurut Steede yang menyatakan bahwa apabila dilihat dari
psikologi kejiwaan tersebut, maka para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama telah
menanamkan ranjau mental terhadap anak-anaknya. Penggambaran konsep kyouiku
mama yang tercermin pada tokoh Tsukasa di drama Hana Yori Dango dalam skripsi ini
dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku (non verbal) menurut teori
penokohan yang dikemukakan Nurgiyantoro (2002:165).
Bab ketiga, adalah analisis data, pembahasan pada bab ketiga ini dimulai dengan
penjabaran analisis konsep pola asuh permisif, pola asuh otoriter, dan konsep kyouiku
mama yang tercermin dari tokoh ibu Tsukasa di drama Hana Yori Dango secara verbal
dan non verbal. Pembahasan pada bab ketiga ini dapat disimpulkan bahwa ibu Tsukasa
adalah seorang ibu yang menganut konsep pola asuh permisif. Adapun alasan yang
mendasarinya yaitu, ibu Tsukasa lebih perduli dengan peerusahaannya daripada
anaknya. Sehingga Tsukasa mempunyai kontrol diri yang buruk dan kurang menghargai
orang lain, sehingga ia suka menganiaya temannya jika sikap ataupun perilaku temannya
tidak sesuai dengan keinginannya. Kedua, ibu Tsukasa juga menganut konsep pola asuh
otoriter, seorang ibu yang memaksa anaknya untuk mengikuti seluruh keinginnanya. Hal
tersebut dapat terlihat, ibunya tidak mengijinkan Tsukasa dan memaksa sang anak untuk
tidak berhubungan lagi dengan wanita pilihannya itu. Dari pola asuh ini. Tsukasa
menjadi seorang yang membenci ibunya sehingga ia berbicara kasar dengan ibunya.
61
Ketiga, ibu Tsukasa ini juga menganut konsep kyouiku mama, ia memaksakan anaknya
untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik sehingga ia tidak mengijinkan Tsukasa untuk
berhubungan dengan Tsukushi karena perbedaan status sosial di antara mereka. Konsep
kyouiku mama yang digunakan ibunya ini berdampak negatif dan menanamkan ranjau
mental pada kehidupan Tsukasa, ia menjadi emosi dan mudah marah.
Bab keempat, adalah simpulan dan saran, berisi tentang kesimpulan dari analisis
yang dilakukan serta saran bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian dengan
topik yang sama. Berdasarkan analisis data yang saya lakukan pada bab analisis data,
maka dapat disimpulkan bahwa tokoh ibu Tsukasa dalam drama Hana Yori Dango
merupakan seorang ibu yang menganut konsep pola asuh permisif dan pola asuh otoriter.
Adapun indikasi-indikasi yang menunjukkan ibu Tsukasa merupakan seorang ibu yang
permisif dan otoriter dari tindakannya, baik secara verbal (perkataan) maupun non
verbal (tingkah laku). Dalam drama Hana Yori Dango dapat dilihat Ibu Tsukasa
memaksa anaknya untuk selalu mengikuti kemauan ibunya. Akibat dari sikap ibunya
yang otoriter, yaitu memaksa anaknya untuk selalu mengikuti kemauan ibunya, misalnya
pada adegan dimana Tsukasa tidak diijinkan berpacaran dengan Tsukushi karena ia
menganggap Tsukushi sebagai rakyat jelata yang miskin. Tsukasapun harus mengikuti
keinginannya, jika tidak ia akan mendapat ancaman dari ibunya. Akibat dari sikap
ibunya yang otoriter, Tsukasa membenci ibunya, sampai dia memanggil ibunya dengan
sebutan ”teme” yang memiliki makna kasar dan biasanya digunakan untuk memanggil
bawahan. Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku dimana orangtua akan membuat berbagai aturan yang tidak bisa
diganggu gugat, harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak.
Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia,
62
paranoid/selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar
rumah, benci orangtua, dan lain-lain(Legault, 2006:228). Seperti pada konsep kyouiku
mama, seorang ibu yang menuntut anaknya sesuai dengan keinginannya. Dalam konsep
kyouiku mama pun dapat menyebabkan dampak negatif bagi sang anak jika dilihat dari
psikologi kejiwaan, dampak negatif tersebut dinamakan ranjau mental. Jadi, apabila
para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama, maka ia telah menanamkan ranjau
mental pada anaknya, yang menyebabkan anak terjebak pada kondisi yang kurang
positif yang memiliki efek yang sangat besar pada kehidupan masa depannya (Steede,
1998:1). Seperti pada salah satu adegan dimana ibu Tsukasa memaksa anaknya untuk
mengikuti keinginnanya, pada akhirnya Tsukasapun menjadi anak yang sangat kasar dan
suka menindas teman-temannya yang bertindak tidak sesuai dengan keinginannya. Ibu
Tsukasapun adalah seorang ibu yang mengasuh anaknya dengan pola asuh orangtua
yang permisif. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidakperduliannya kepada Tsukasa.
Dimana pada salah satu adegan memperlihatkan kalau ia lebih khawatir dan perduli
dengan perusahaannya dibandingkan anaknya sendiri. Menurut Legault (2006:229), pola
asuh permisif yaitu pola pengasuhan anak yang acuh terhadap anak. Biasanya pola
pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu
sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk medidik
dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu sang anak hanya diberi materi atau
harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak yang
diasuh orangtuanya dengan metode seperti ini nantinya bisa berkembang menjadi anak
yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan
sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain,
dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa. Akibat dari ibunya yang
63
tidak perduli, Tsukasa menjadi seorang yang mempunyai kontrol diri yang buruk dan
kurang menghargai orang lain. Misalnya, ia akan memberi memo merah kepada
temannya yang betindak tidak sesuai dengan keinginannya, lalu ia akan menganiaya
temannya itu. Berdasarkan konsep yang dianut oleh ibu Tsukasa yaitu pola asuh otoriter
dan pola asuh permisif, maka ia tidak sesuai dengan konsep ibu dalam masyarakat
Jepang. Menurut Ohinata (1995:205), ibu merupakan seorang wanita yang penuh dengan
curahan cinta kasih, pengorbanan, perlindungan, serta motivator yang setia pada anak.
Ibu Tsukasapun tidak melakukan pola asuh yang efektif, pengasuhan anak yang
dilandaskan cinta dan kasih sayang, mengasuh anak disertai dengan perilaku positif dari
orangtua sehingga bisa djadikan contoh atau panutan anak-anaknya, memiliki
komunikasi yang efektif, mempunyai waktu untuk bertukar pikiran dengan anak, dapat
memberi masukan kepada pendapat anak yang keliru, dan orangtuapun harus konsisten
dengan perkataan dan perbuatannya (Shanti,2007).
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan baik pada tokoh Tsukasa dan ibunya di
dalam drama Hana Yori Dango, saran saya bagi peneliti selanjutnya yang berminat
untuk meneliti lebih dalam lagi tentang tema yang serupa, masih banyak hal-hal menarik
yang dapat diungkapkan. Adapun hal menarik lainnya yang dapat diteliti dari drama
Hana Yori Dango ini, yakni tokoh Tsukushi yang sangat tegar dan mau berjuang untuk
keluarga dan kehidupannya yang dapat dihubungkan dengan makna gambare yang
dilakukan oleh orang Jepang.
64
Download