Bab 5 Ringkasan Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Dampak Pola Asuh Ibu yang Tercermin pada Tokoh Tsukasa Dalam Drama Hana Yori Dango Bab pertama, yaitu Pendahuluan, berisi tentang latar belakang sayaan skripsi yang mencakup alasan pemilihan tema serta pemilihan korpus data. Adapun alasan yang melatarbelakangi saya memilih tema serta korpus data skripsi ini yakni sebagai pemelajar sastra Jepang yang tidak hanya mempelajari tata bahasa saja, melainkan juga kebudayaan serta kesusastraannya. Saya ingin mengetahui serta menganalisis lebih dalam tentang dampak pola asuh seorang ibu terhadap anaknya. Budaya masyarakat Jepang saat ini yang tercermin dalam sebuah karya sastra yaitu drama, dimana tokoh dalam drama tersebut menginterpretasikan suatu kebudayaan Jepang secara tidak langsung. Dengan memahami lebih jauh tentang budaya Jepang dalam sebuah drama akan memberikan kita gambaran tentang perilaku, pola pikir serta budaya sehari-hari mereka sehingga memudahkan kita untuk beradaptasi maupun berinteraksi dengan masyarakat Jepang. Beberapa tahun belakangan ini terdapat sebuah konsep yang semakin popular di masyarakat Jepang berkaitan dengan peran ibu dalam proses pendidikan anaknya. Konsep yang dimaksud adalah konsep kyouiku mama. Konsep kyouiku mama menurut Amano (1990) merupakan konsep yang muncul dalam masyarakat Jepang akibat sistem pendidikan yang berdasarkan seleksi ujian masuk, perekonomian rumah tangga, serta kompetisi di berbagai aspek kehidupan kian meningkat pada tahun 1995 – 1974. Para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama selalu menuntut anaknya mendapatkan nilai baik, masuk ke sekolah terbaik untuk 58 mendapat pendidikan terbaik, dan mengharuskan masuk ke universitas terbaik agar mendapatkan pekerjaan yang layak. Walaupun pada kenyataannya, ambisi yang berlebihan mengganggu perkembangan sosial, fisik, maupun mental anak itu sendiri (Kriman, 2007). Ada berbagai macam tipe pola asuh orangtua terhadap anaknya. Yang pertama adalah pola asuh permisif, yaitu jenis pola mengasuh anak yang acuh terhadap anak. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Yang kedua adalah pola asuh otoriter, yaitu pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orangtua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orangtuanya. Namun, saya memilih drama Hana Yori Dango sebagai korpus data di dalam sayaan skripsi ini karena saya menemukan konsep kyouiku mama yang tercermin pada tokoh ibu Tsukasa di drama tersebut. Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah menganalisis konsep kyouiku mama, pola asuh permisif, dan pola asuh otoriter yang tercermin dari tokoh ibu Tsukasa di drama Hana Yori Dango. Dan metode penelitian yang dipakai saya dalam skripsi ini adalah metode kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis. Bab kedua, adalah landasan teori, berisi tentang kyouiku mama yang mencakup pembagian konsep kyouiku mama yakni sebelum PD II menurut Fujimura dan setelah PD II menurut Amano. Menurut Fujimura (1995) sejak Restorasi Meiji (1868), pemerintah Meiji menjadikan paham ”Ryosai Kenbo” yang diadaptasi dari paham ”good wife, wise mother” sebagai dasar pendidikan perempuan Jepang pada masa itu. Sebagai seorang istri yang baik, wanita Jepang melayani suaminya dengan setia dan patuh dan 59 sebagai ibu yang bijaksana, wanita Jepang membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan baik sehingga dapat menghasilkan anak-anak yang pandai, patuh, dan cinta terhadap tanah airnya. Sedangkan konsep kyouiku mama menurut Amano (1990) merupakan konsep yang muncul dalam masyarakat Jepang akibat sistem pendidikan yang berdasarkan seleksi ujian masuk, perekonomian rumah tangga, serta kompetisi di berbagai aspek kehidupan kian meningkat pada tahun 1955 – 1974. Para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama biasanya tidak hanya melaksanakan perannya di bidang domestik saja, melainkan juga melaksanakan perannya di bidang sosial. Di bidang domestik, mereka menjalankan perannya sebagai ibu yang merawat serta mengasuh anak-anaknya. Sedangkan di bidang publik, mereka menjalankan perannya dalam proses sosialisasi serta akademik anak-anaknya. Walaupun pada kenyataannya, ambisi yang berlebihan mengganggu perkembangan sosial, fisik, maupun mental anak itu sendiri (Kriman, 2007). Perasaan tertekan ini tertimbun dalam diri si anak. Meskipun ia tetap melakukan tugas-tugasnya dengan baik, di dalam rumah anak-anak memang patuh terhadap orangtua, tetapi jika ia berada di luar rumah mereka berontak dan melampiaskan ketegangan mereka dengan melakukan tindakan kekerasan di sekolah (bouryoku). Konsep kyouiku mama pasca Perang Dunia II didukung pula oleh data-data pendukung menurut Fukushima (1996), Steede (1998), (1991), dan Krimman (2007). Selain konsep kyouiku mama, dalam skripsi ini saya juga menjabarkan konsep ibu ideal dalam masyarakat Jepang menurut Iwao dan Ohinata yang diperkuat oleh data pendukung menurut Youshi (2006). Menurut Iwao (1993:126) mendeskripsikan pandangannya tentang kaum Ibu dalam masyarakat Jepang, yakni: ”Women are weak, but mothers are strong”. Sedangkan menurut Ohinata (1995:205) tentang analisa budaya konsep pemikiran masyarakat Jepang terhadap kaum ibu yakni merupakan sebuah 60 simbol yang mengilhami banyak nilai. Para ibu bijaksana ini memperhatikan pendidikan anak-anaknya, namun mereka juga tetap memperhatikan minat anak-anak tersebut. Anak-anak yang dibesarkan oleh para ibu bijaksana ini, umumnya menjadi pribadi yang pandai, ceria, dan mudah bergaul. Karena konsep kyouiku mama berkaitan dengan psikologi kejiwaan anak, maka saya menjabarkan pula konsep kyouiku mama dalam psikologi kejiwaan menurut Steede yang menyatakan bahwa apabila dilihat dari psikologi kejiwaan tersebut, maka para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama telah menanamkan ranjau mental terhadap anak-anaknya. Penggambaran konsep kyouiku mama yang tercermin pada tokoh Tsukasa di drama Hana Yori Dango dalam skripsi ini dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku (non verbal) menurut teori penokohan yang dikemukakan Nurgiyantoro (2002:165). Bab ketiga, adalah analisis data, pembahasan pada bab ketiga ini dimulai dengan penjabaran analisis konsep pola asuh permisif, pola asuh otoriter, dan konsep kyouiku mama yang tercermin dari tokoh ibu Tsukasa di drama Hana Yori Dango secara verbal dan non verbal. Pembahasan pada bab ketiga ini dapat disimpulkan bahwa ibu Tsukasa adalah seorang ibu yang menganut konsep pola asuh permisif. Adapun alasan yang mendasarinya yaitu, ibu Tsukasa lebih perduli dengan peerusahaannya daripada anaknya. Sehingga Tsukasa mempunyai kontrol diri yang buruk dan kurang menghargai orang lain, sehingga ia suka menganiaya temannya jika sikap ataupun perilaku temannya tidak sesuai dengan keinginannya. Kedua, ibu Tsukasa juga menganut konsep pola asuh otoriter, seorang ibu yang memaksa anaknya untuk mengikuti seluruh keinginnanya. Hal tersebut dapat terlihat, ibunya tidak mengijinkan Tsukasa dan memaksa sang anak untuk tidak berhubungan lagi dengan wanita pilihannya itu. Dari pola asuh ini. Tsukasa menjadi seorang yang membenci ibunya sehingga ia berbicara kasar dengan ibunya. 61 Ketiga, ibu Tsukasa ini juga menganut konsep kyouiku mama, ia memaksakan anaknya untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik sehingga ia tidak mengijinkan Tsukasa untuk berhubungan dengan Tsukushi karena perbedaan status sosial di antara mereka. Konsep kyouiku mama yang digunakan ibunya ini berdampak negatif dan menanamkan ranjau mental pada kehidupan Tsukasa, ia menjadi emosi dan mudah marah. Bab keempat, adalah simpulan dan saran, berisi tentang kesimpulan dari analisis yang dilakukan serta saran bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama. Berdasarkan analisis data yang saya lakukan pada bab analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh ibu Tsukasa dalam drama Hana Yori Dango merupakan seorang ibu yang menganut konsep pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. Adapun indikasi-indikasi yang menunjukkan ibu Tsukasa merupakan seorang ibu yang permisif dan otoriter dari tindakannya, baik secara verbal (perkataan) maupun non verbal (tingkah laku). Dalam drama Hana Yori Dango dapat dilihat Ibu Tsukasa memaksa anaknya untuk selalu mengikuti kemauan ibunya. Akibat dari sikap ibunya yang otoriter, yaitu memaksa anaknya untuk selalu mengikuti kemauan ibunya, misalnya pada adegan dimana Tsukasa tidak diijinkan berpacaran dengan Tsukushi karena ia menganggap Tsukushi sebagai rakyat jelata yang miskin. Tsukasapun harus mengikuti keinginannya, jika tidak ia akan mendapat ancaman dari ibunya. Akibat dari sikap ibunya yang otoriter, Tsukasa membenci ibunya, sampai dia memanggil ibunya dengan sebutan ”teme” yang memiliki makna kasar dan biasanya digunakan untuk memanggil bawahan. Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku dimana orangtua akan membuat berbagai aturan yang tidak bisa diganggu gugat, harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, 62 paranoid/selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain(Legault, 2006:228). Seperti pada konsep kyouiku mama, seorang ibu yang menuntut anaknya sesuai dengan keinginannya. Dalam konsep kyouiku mama pun dapat menyebabkan dampak negatif bagi sang anak jika dilihat dari psikologi kejiwaan, dampak negatif tersebut dinamakan ranjau mental. Jadi, apabila para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama, maka ia telah menanamkan ranjau mental pada anaknya, yang menyebabkan anak terjebak pada kondisi yang kurang positif yang memiliki efek yang sangat besar pada kehidupan masa depannya (Steede, 1998:1). Seperti pada salah satu adegan dimana ibu Tsukasa memaksa anaknya untuk mengikuti keinginnanya, pada akhirnya Tsukasapun menjadi anak yang sangat kasar dan suka menindas teman-temannya yang bertindak tidak sesuai dengan keinginannya. Ibu Tsukasapun adalah seorang ibu yang mengasuh anaknya dengan pola asuh orangtua yang permisif. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidakperduliannya kepada Tsukasa. Dimana pada salah satu adegan memperlihatkan kalau ia lebih khawatir dan perduli dengan perusahaannya dibandingkan anaknya sendiri. Menurut Legault (2006:229), pola asuh permisif yaitu pola pengasuhan anak yang acuh terhadap anak. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk medidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu sang anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode seperti ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa. Akibat dari ibunya yang 63 tidak perduli, Tsukasa menjadi seorang yang mempunyai kontrol diri yang buruk dan kurang menghargai orang lain. Misalnya, ia akan memberi memo merah kepada temannya yang betindak tidak sesuai dengan keinginannya, lalu ia akan menganiaya temannya itu. Berdasarkan konsep yang dianut oleh ibu Tsukasa yaitu pola asuh otoriter dan pola asuh permisif, maka ia tidak sesuai dengan konsep ibu dalam masyarakat Jepang. Menurut Ohinata (1995:205), ibu merupakan seorang wanita yang penuh dengan curahan cinta kasih, pengorbanan, perlindungan, serta motivator yang setia pada anak. Ibu Tsukasapun tidak melakukan pola asuh yang efektif, pengasuhan anak yang dilandaskan cinta dan kasih sayang, mengasuh anak disertai dengan perilaku positif dari orangtua sehingga bisa djadikan contoh atau panutan anak-anaknya, memiliki komunikasi yang efektif, mempunyai waktu untuk bertukar pikiran dengan anak, dapat memberi masukan kepada pendapat anak yang keliru, dan orangtuapun harus konsisten dengan perkataan dan perbuatannya (Shanti,2007). Berdasarkan penelitian yang saya lakukan baik pada tokoh Tsukasa dan ibunya di dalam drama Hana Yori Dango, saran saya bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti lebih dalam lagi tentang tema yang serupa, masih banyak hal-hal menarik yang dapat diungkapkan. Adapun hal menarik lainnya yang dapat diteliti dari drama Hana Yori Dango ini, yakni tokoh Tsukushi yang sangat tegar dan mau berjuang untuk keluarga dan kehidupannya yang dapat dihubungkan dengan makna gambare yang dilakukan oleh orang Jepang. 64