9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Pemasaran

advertisement
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Pemasaran
Komunikasi Pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan misi
pemasaran serta pemicu suksesnya pemasaran. Dalam dekade terakhir ini,
komponen komunikasi pemasaran dalam bauran pemasaran menjadi sangat
penting. Bahkan diklaim bahwa “pemasaran di era 1990-an adalah komunikasi
dan komunikasi adalah pemasaran. Keduanya tak terpisahkan”1. Hal ini berakibat
keduanya saling berhubungan dan berkembang seiring kemajuan teknologi pada
zaman ini.
Komunikasi pemasaran dapat dipahami dengan menguraikan dua unsur
pokoknya, yaitu komunikasi dan pemasaran. Menurut Kincaid yang dikutip oleh
Cangara mengatakan bahwa, komunikasi adalah: “Suatu proses dimana dua
orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu
sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang
mendalam”.2 Oleh karena itu komunikasi memiliki beberapa fungsi utama seperti
yang dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy yaitu: “Menyampaikan
informasi, mendidik, menghibur dan memengaruhi”.3
1
Terence A Shimp. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, 5th
edition translation. Erlangga:Jakarta.2003. Hal 4
2
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.19.
3
Onong Uchjana Effendy. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003, hal 55.
10
Sedangkan pemasaran menurut Kotler dalam bukunya Marketing
Management, Eleventh Editon, membedakan definisi pemasaran ke dalam dua
aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih diarahkan pada aturan
pemasaran yang digunakan dalam masyarakat, dimana seorang pemasar
menyebutkan hal ini sebagai sebuah aturan untuk "memberikan sebuah standar
hidup yang lebih tinggi"4.
Berdasarkan aspek sosial tersebut, secara lengkap pemasaran didefinisikan
sebagai proses sosial antara individu maupun kelompok dalam mengungkapkan
keinginan dan kebutuhannya melalui penciptaan (creating), penawaran (offering),
dan kebebasan tukar menukar (freely exchanging) produk dan jasa satu sama lain,
sedangkan secara manajerialnya pemasaran dideskripsikan sebagai "seni menjual
produk". Namun kita akan dikejutkan bahwa pada dasarnya bagian terpenting di
dalam pemasaran adalah bukan penjualan itu sendiri. Penjualan hanya merupakan
sebagian kecil dari pemasaran5.
Melihat paparan mengenai definsi komunikasi dan pemasaran yang
dikemukakan oleh para ahli. Tentu saja, pemasaran lebih umum pengertiannya
daripada komunikasi pemasaran, namun kegiatan pemasaran banyak melibatkan
aktivitas
komunikasi.
Jika
digabungkan,
komunikasi
pemasaran
merepresentasikan gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran merek, yang
4
Philip Kotler. Managemen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. PT.Indeks Kelompok Gramedia: Jakarta.
2005. Hal 248
5
Philip Kotler. Managemen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. PT.Indeks Kelompok Gramedia: Jakarta.
2005. Hal 248
11
menfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang
disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya6.
Sedangkan, menurut Sulaksana, komunikasi pemasaran adalah proses
penyebaran informasi perusahaan dan apa yang hendak ditawarkan (offering) pada
pasar sasaran. Perannya sangat vital mengingat peran komunikasi dalam
memfasilitasi hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan
pembeli yang prospektif7.
Untuk
lebih
menjelaskan
lagi
mengenai komunikasi pemasaran,
selanjutnya akan dijelaskan mengenai bentuk-bentuk utama dari komunikasi
pemasaran. Pengertian Komunikasi Pemasaran atau dikenal dengan bauran
komunikasi pemasaran, menurut Kotller merupakan penggabungan dari lima
model komunikasi yang menjadi bentuk-bentuk utama dalam komunikasi
pemasaran, yaitu :
a. Iklan : Setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang tetapi
promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor yang telah ditentukan
b. Promosi Penjualan : Berbagai jenis insentif jangka pendek untuk
mendorong orang mencoba atau membeli produk atau jasa.
c. Hubungan masyarakat dan pemberitaan : Berbagai program yang
dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau
masing-masing produknya
6
Terence A Shimp. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, 5th
edition translation. Erlangga:Jakarta.2003. Hal 4
7
Uyung Sulaksana, IMC Integrated Marketing Communication. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2007. Hal 23
12
d. Penjualan pribadi : Interaksi tatap muka dengan satu atau beberapa
calon pembeli dengan maksud untuk melakukan presentasi, menjawab
pertanyaan, dan memperoleh pemesanan.
e. Pemasaran langsung dan interaktif : Penggunaan surat, telepon ,
faksimili,e-mail, atau internet untuk berkomunikasi langsung atau
meminta tanggapan atau berdialog dengan pelanggan tertentu dan calon
pelanggan.8
Bauran komunikasi pemasaran ini selalu dikaitkan dengan penyampaian
sejumlah pesan dan penggunaan visual yang tepat sebagai syarat utama
keberhasilan dari sebuah program promosi. Tahapan-tahapan komunikasi dan
strategi pesan disusun berdasarkan pencapaian kesadaran atas keberadaan sebuah
produk atau jasa (awareness), menumbuhkan sebuah keinginan untuk memiliki
atau mendapatkan produk (interest), samapai dengan mempertahankan loyalitas
pelanggan. Dalam kajian komunikasi tahapan tersebut dikenal dengan rumusan
AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, and Action ). Tujuan komunikasi
secara umum adalah untuk mencapai sejumlah perubahan seperti, perubahan
pengetahuan (knowledge change ), perubahan sikap ( attitude change ), perubahan
perilaku (behaviour change) dan perubahan masyarakat ( social change ).9
Secara keseluruhan komunikasi pemasaran dapat disimpulkan sebagai
penggabungan dari model komunikasi dalam pemasaran yaitu terdiri dari iklan,
promosi penjualan, hubungan masyarakat dalam pemberitaan, penjualan pribadi
8
Philip Kotler. Managemen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. PT.Indeks Kelompok Gramedia:
Jakarta.2005.Hal 249
9
R Darmawan Soemanagara. Strategic Marketing Communications, Konsep Strategies dan
Terapan. CV Alfabeta; Bandung. 2006. Hal 3
13
dan pemasaran langsung dan interaktif dalam komunikasi bauran komunikasi
pemasaran selalu dikaitkan dengan penyampaian sejumlah pesan dan penggunaan
visual, tahapan-tahapan komunikasi dan strategi pesan disusun berdasarkan
awareness, interest, desire, decision and action (AIDDA), tujuannya untuk
perubahan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan perilaku dan perubahan
masyarakat.
2.2 Periklanan
Merujuk pada kajian ilmu komunikasi pemasaran, iklan merupakan salah
satu alat yang digunakan untuk memasarkan produk. Iklan didefinisikan oleh
Kotller sebagai penggabungan dari lima model komunikasi dalam pemasaran.
Selain itu, terdapat beberapa pendapat lain yang dikemukakan oleh para sarjana
mengenai pemahaman periklanan yang dikemukakan oleh beberapa sarjana,
seperti menurut Klepper yang dikutip Liliweri mengatakan bahwa: “Iklan atau
advertising berasal dari bahasa latin ad-vere yang berarti mengoperkan pikiran
dan gagasan kepada pihak yang lain” 10. Sedangkan menurut Roekomy, ”Iklan
merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi persuasi”11. Selanjutnya
Jefkins mengemukakan bahwa “Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu
produk atau jasa yang ditujukkan kepada masyarakat lewat suatu media”
12
.Definisi mengenai iklan ini dipertegas juga oleh Sumartono yang berpendapat
bahwa iklan merupakan: “Salah satu metode komunikasi yang bertujuan
10
Alo Liliweri. Dasar – Dasar Komunikasi Periklanan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992
hal 17
11
R. Roekomy. Dasar-dasar Persuasi. Bandung Citra Aditya Bakti. 1992 hal 2
12
Frank Jeffkins. Public Relations. Jakarata Mandar Maju. 1992 hal 11
14
memperkenalkan produk kepada komunikan. Kehadirannya dalam mengkaji
produk diharapkan dapat mewakili keinginan perusahaan. Dengan kata lain iklan
memiliki kekuatan dalam mempersuasi komunikan” 13.
Jadi secara garis besar iklan dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk
komunikasi persuasif yang bertujuan untuk membujuk khalayak, sehingga apa
yang ingin disampaikan komunikator dapat diterima oleh komunikan.
2.2.1 Unsur-unsur Iklan
Melanjutkan pemahaman mengenai periklanan. Yang tidak bisa
dilepaskan dalam dunia periklanan adalah elemen-elemen atau unsur-unsur
yang saling terkait didalamnya. Menurut Wright, yang dikutip oleh Liliweri,
iklan merupakan suatu kesatuan atau suatu sistem yang terdiri dari unsurunsur yang saling mengikat. Unsur-unsur iklan itu antara lain:
1. To inform (Memberitahukan)
Menerangkan sesuatu hal yang diketahui oleh para pemasang iklan
kepada khalayak yang dipandang membutuhkannya (khalayak).
2.Nonpersonal (umum)
Sifat unsur ini bukan antar pribadi yang menggunakan media sebagai
penyalur pesan.
3.Media massa
13
Sumartono, Terperangkap dalam Iklan : Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi, Penerbit
Alfabeta, Bandung, 2002
15
Karena bersifat nonpersonal maka sudah tentu menggunakan media
lain yaitu media massa baik media cetak ataupun media elektronik
sesuai dengan penggunaanya memanfaatkan waktu dan ruang.
4.Persuasif
Iklan bersifat komunikasi persuasif yang isinya menganjurkan,
membujuk, merangsang.
5.Sponsor
Pihak yang menanggung pembayaran terhadap ruang dan waktu
melalui media massa untuk keperluan produk-produknya tersebut.
6.Tujuan
Tujuan iklan bersifat individual melalui surat-menyurat pos, dan
kelompok-kelompok, khalayak sasaran media massa.
2.2.2 Fungsi dari Periklanan
Fungsi iklan ada 2; yaitu fungsi informasional dan transformasional.
Melalui fungsi informasional, iklan memberitahukan kepada konsumen
tentang karakteristik produk, sedangkan transformasional, iklan berusaha
untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek,
pola-pola
belanja,
gaya
hidup,
teknik-teknik
mencapai sukses
dan
sebagainya14.
Mengutip dari Liliweri, Noviani juga mengatakan fungsi periklanan ditinjau
dari segi komunikator dan komunikasinya sebagai berikut:
1. Menambah frekuensi penggunanya
14
Ratna Noviani. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002 hal 25
16
2. Menambah frekuensi penggantian benda dengan benda yang sama
3. Menambah variasi penggunaan dari benda yang sama
4. Menambah volume pembelian dari barang atau jasa yang di anjurkan
5. Menambah dan memperpanjang musim penggunaan barang dan
jasa15.
Fungsi dan tujuan iklan pada hakikatnya adalah salah satu bentuk
komuikasi. Hal ini dapat dilihat dari definisi yang dikemukakan oleh Arens
yang dikutip oleh Rendra Widyatama, yaitu iklan adalah struktur informasi
dan susunan komunikasi non-personal yang biasanya dibiayai dan bersifat
non-persuasif tentang produk (barang, jasa, gagasan) oleh sponsor yang
teridentifikasi melalui berbagai macam media. Definisi tersebut menjelaskan
bahwa iklan memiliki fungsi utama penyampaian informasi tentang produk
kepada massa (non-personal) iklan menjadi penyampai informasi yang sangat
terstruktur, yang menggambarkan elemen verbal maupun non verbal16.
Menurut Kasali ditinjau dari fungsi komunikasi maka fungsi iklan adalah
sebagai berikut:
1. Periklanan mempunyai pelayanan yang praktis berupa penyebaran
informasi yang mungkin sedang dicarinya
2. Sifat non personal dari periklanan lebih mengarahkan perhatian
komunikan pada kebutuhan dan keuntungan baginya, apabila barang
dan jasa ataupun gagasan diterima
15
16
Ratna Noviani. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002 hal 26
Rendra Widyatama, Pengantar Periklanan, Jakarta: Buana Pustaka Indonesia. 2005 hal 13
17
3. Sebagai akibat praktis dari periklanan (khususnya dari barang atau
jasa yang sejenis oleh berbagai perusahaan) maka terjadilah
pembatasan harga yaitu dalam bentuk batas harga dasar dan tertinggi
4. Periklanan yang memperkenalkan kepada media oleh komunikator
akan mengakibatkan bahwa komunikasi sebagai pemakai (konsumen)
menuntut sesuatu sebagai mutu untuk batas harga dan jasa yang
sejenis dari saingan perusahaan, maka komunikan sebagai konsumen
akan mencari produk yang menjadi saingannya.
5. Apabila periklanan sekaligus menyatakan bahwa dimana calon
konsumen pembeli dapat memperoleh suatu produk yang dianjurkan
maka
pelayanan
periklanan
akan
menghemat
waktu
dan
mempermudah komunikan17.
Jadi secara keseluruhan dapat disimpulkan fungsi dari iklan adalah
bentuk komuikasi berupa penyampaian informasi tentang produk
kepada massa (non-personal) iklan menjadi penyampai informasi
yang sangat terstruktur, yang menggambarkan elemen verbal maupun
non verbal
2.2.3 Tujuan dan Sasaran dari Periklanan
Menurut Sudiana, iklan bertujuan memperkenalkan suatu produk atau
membangkitkan kesadaran akan merek (brand awareness), citra merek (image
17
Rhenald Kasali, Membidik Pasar Indonesia (Segmentasi, Targeting, Positioning). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. 2005 hal 67
18
awareness), citra perusahaan (corporate image), membujuk khalayak untuk
membeli produk yang ditawarkan, dan membeli informasi18.
Sebagai alat marketing, iklan mempunyai tujuan sebagai alat untuk
mengidentifikasi dan membedakan produk satu dengan produk yang lainnya,
untuk mengkomunikasikan informasi suatu produk, untuk membeli pilihan
suatu produk, kesetiaan pada merek. Selain itu juga untuk memberi informasi
mengenai suatu produk, membentuk kesadaran dan loyalitas konsumen dan
akhirnya membujuk konsumen untuk membeli.19
Tujuan atau sasaran umum dari periklanan menurut Saladin yaitu:
1. Untuk Menyampaikan Informasi
a. Memberitahu pasar tentang politik
b. Menganjurkan cara penggunaan baru untuk produk tertentu
c. Menjelaskan cara kerja suatu produk
d. Membangun citra perusahaan
2. Untuk Membujuk
a. Memilih merek tertentu
b. Menganjurkan pembeli merek tertentu
c. Mengubah persepsi konsumen tentang cirri-ciri merek tertentu
d. Membujuk pelanggan untuk membeli
3. Untuk Mengingatkan
a. Mengingatkan konsumen bahwa produk itu mungkin akan sangat
dibutuhkan dalam waktu dekat
18
19
Dendi Sudiana. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: CV. Remaja Karya. 1986 hal 6
Philip Kotler. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1995 hal 25
19
b. Mengingatkan konsumen dimana membeli produk itu
c. Menjaga agar pelanggan selalu ingat akan produk atau merek itu
4. Untuk Pemantapan (Reinforcement)
a. Berusaha untuk meyakinkan para pembeli bahwa ia mengambil
pilihan yang tepat20.
Jadi
secara
keseluruhan,
tujuan
iklan
sangat
beragam
dari
memperkenalkan suatu produk atau membangkitkan kesadaran akan merek
(brand awareness), citra merek (image awareness), citra perusahaan (corporate
image), membujuk khalayak untuk membeli produk yang ditawarkan, membeli
informasi, sebagai alat marketing, iklan mempunyai tujuan sebagai alat untuk
mengidentifikasi dan membedakan produk satu dengan produk yang lainnya,
untuk mengkomunikasikan informasi suatu produk, untuk membeli pilihan suatu
produk, kesetiaan pada merek. Dari semua keragaman tujuannya, pada intinya
secara garis besar tujuan dari iklan adalah memberikan informasi, membujuk,
mengingatkan dan pemantapan pembeli dalam mengambil keputusan yang tepat.
2.2.4. Media Periklanan
Media periklanan meliputi segenap perangkat yang dapat memuat atau
membawa pesan penjualan kepada khalayak sasaran. Ragam media tersebut
20
Djaslim Saladin dan Yevis Marty Oesman. Perilaku Konsumen dan Pemasaran Strategik.
Jakarta: Balai Pustaka. 2002 hal 129
20
sangat banyak dikelompokkan. Di kalangan praktisi periklanan, dikenal istilah
lini atas (above the line) dan iklan lini bawah (below the line)21:
1. Iklan above the line adalah iklan yang diletakkan di media yang
bersifat massa. Massa yang dimaksud adalah bahwa khalayak sasaran
berjumlah besar, antara satu sama lain tidak saling kenal dan menerpa
pesan iklan secara serempak. Beberapa media yang termasuk kategori
above the line yaitu, surat kabar, majalah, tabloid, film, media
interaktif internet dan televisi. Dalam penelitian ini media periklanan
yang digunakan adalah media iklan televisi. Clow dan Back
mengatakan bahwa televisi adalah media iklan yang tergolong mahal
tetapi juga memiliki sejumlah keunggulan antara lain menggabungkan
gambar, suara, dan gerak merangsang indera perhatian yang tinggi
jangkauan tinggi, televisi juga menyediakan berbagai peluang untuk
berkreasi dalam mendesain suatu iklan22. Televisi dalam menyiarkan
pesannya itu bersifat audio visual, dapat dilihat dan didengar, dan
juga mendatangi langsung rumah-rumah penduduk23. Kelebihan dari
iklan televisi yaitu televisi benar-benar melibatkan penontonnya
disamping penglihatan, suara, warna, dan gerak. Iklan televisi sangat
efektif saat mendemonstrasikan sebuah produk24.
21
Silvia Nuke.Dasar Periklanan, Jakarta : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
hal. 7
22
Kenneth E Clow & Donald Baack, Integrated Advertising, Promotion, and Marketing
Communication. New Jersey: Pearson Education,Inc. 2004 hal.351
23
Onong Uchjana Effendy. Hubungan Masyarakat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2002, hal
60
24
Sumartono. Terperangkap dalam Iklan: Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi. Bandung:
Penerbit Alfabeta. 2002 hal 4
21
Dari uraian mengenai kekuatan dan kelemahan iklan di
televisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa televisi dianggap
sebagai media yang memegang peranan paling penting dibandingkan
dengan media lainnya. Meskipun pemasangan melalui media televisi
masih memilki beberapa kekurangan, namun banyak perusahaan
menggunakan media televisi sebagai penyampaian pesan iklan.
Karena penyampaian pesan dari suatu iklan melalui media televisi
dianggap lebih efektif dan dapat menjagkau banyak khalayak sasaran.
2. Sementara iklan below the line adalah iklan yang menggunakan media
khusus. Media-media khusus yang tergabung dalam below the line
yaitu : leaflet, poster, spanduk, stiker, shop sign, flier, hanging display
dan sebagainya.
Dalam penelitian ini media yang digunakan iklan Ades dalam versi
“Langkah
Kecil Memberikan Perubahan; Pilih,
Minum dan
Remukkan” adalah media ATL (Above The Line) berupa iklan
televisi
2.2.5. Jenis-Jenis dari Iklan
Selain elemen-elemen atau unsur yang tidak bisa dilepaskan dari
pemahaman periklanan. Periklanan memiliki jenis-jenis yang mengikutinya
sehingga dalam membuat sebuah penelitian dapat memperdalam kajian
mengenai dunia periklanan. Menurut May Lwin dan Jim Aitchison, berbagai
jenis periklanan yang ada sekarang ini, yaitu:
22
a. Iklan Strategis
Digunakan untuk membangun merek. Perhatian utama iklan
strategis ini dalam jangka waktu panjang adalah memposisikan
merek serta membangun pangsa pikiran dan pangsa pasar.
b. Iklan Taktis
Dirancang untuk mendorong konsumen agar segera melakukan
penawaran khusus jangka pendek yang memacu konsumen
memberikan jawaban pada hari yang sama.
c. Iklan Ritel
Iklan ritel yaitu semacam penetapan harga untuk sebagian barang
yang mempuyai keuntungan sedikit atau tanpa keuntungan sama
sekali untuk menarik perhatian konsumen, sedangkan sisa barang
yang lainnya mempunyai harga normal.
d. Iklan Bisnis
Terjadi ketika perusahaan berbicara kepada perusahaan lain yang
biasanya dilakukan melalui majalah bisnis. Alasan munculnya
iklan ini pada umumnya penerbitan saham baru, rencana ekspansi
baru, membangun goodwill korporat, atau memperkenalkan
struktur dan layanan perusahaan yang baru.
e. Iklan Layanan Masyarakat
Sering dilakukan berbagai institusi dan organisasi amal yang
berusaha
meringankan
beragam
masalah
social-pengungsi,
23
tunawisma, orang cacat, serta kekerasan terhadap binatang maupun
perempuan dan anak-anak.
f. Iklan Korporat
Dilakukan ketika sebuah perusahaan melakukan kampanye untuk
mengkomunikasikan nilai-nlai korporatnya kepada publik. Iklan
korporat seringkali berbicara tentang nilai warisan perusahaan,
komitmen perusahaan terhadap pengawasan mutu, peluncuran
merek
dagang
atau
logo
perusahaan
yang
baru,
atau
mempublikasikan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan
hidup. Ada kalanya iklan korporat harus mengkoreksi persepsi
publik tentang perusahaan25.
Dalam penelitian ini iklan jenis iklan korporat yang sedang digunakan
Ades selaku perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang melakukan
kampanye
”Langkah
mengkomunikasikan
Kecil
nilai-nilai
Memberikan
korporatnya
Perubahan”
kepada
berusaha
publik
untuk
terhadap
kepeduliannya kepada lingkungan hidup. Salah satu contoh dari bentuk iklannya
adalah Green Advertising
2.3 Green Advertising
Green advertising merupakan jenis iklan dari korporat, yang bertujuan
perusahaan tersebut melakukan kampanye demi mengkomunikasikan nilai-nilai
korporatnya kepada publik, serta membicarakan komitmen perusahaannya yang
25
May Lwin & Jim Aitchison. Clueless in Advertising; Pengalih Bahasa, Paul A, Rajoe. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer. 2005 hal 7
24
peduli terhadap lingkungan hidup. Periklanan model ini dapat termasuk suatu seri
dari elemen-elemen yang digunakan untuk mengkomunikasikan kepedulian suatu
perusahaan atau produk terhadap lingkungan. Sebagai contoh iklan berorientasi
kepada lingkungan dapat memuat satu atau lebih dari hal-hal sebagai berikut:
warna hijau, pemandangan alam, eco label, pernyataan kepedulian terhadap bahan
baku, proses produksi yang ramah lingkungan, maupun bisa di daur ulang26.
Menurut Shamsuddoha, et. al, ada beberapa pengertian Green Advertising
dari para ahli yaitu sebagai berikut : menurut Charter dan Polonsky, “Green
Advertising is The advertising or promotion of a product based on its
environmental performance or and improvement thereof” 27. Dari definisi tersebut
dapat lihat Green Advertising adalah bentuk dari semua kegiatan yang dirancang
untuk menghasilkan dan fasilitas dari setiap pertukaran yang di maksudkan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, seperti kepuasan atas kebutuhannya
dan keinginan yang terjadi dengan meminimalkan dampak lingkungan28.
Green advertising memiliki elemen-elemen yang digunakan untuk
mengkomunikasikan kampanye ramah lingkungan dari suatu perusahaan ataupun
produk yang diantaranya memuat green colour (warna hijau), nature
(pemandangan alam), eco labels (ekolabel), statement of environmental
friendliness (pernyataan peduli terhadap lingkungan), emphasis of renewable raw
26
Jari Karna, et.al., Green Advertising, Greenwash or A True Reflection of Marketing
Strategies?Greener Management International.The Journal of Corporate Environmental Strategy
and Practice .Green Leaf Publishing Limited. 2001, Issue 59
27
Martin Charter and Michael Jay Polonsky, Greener Marketing, Global Perspective on Greening
Marketing Practice, Greenleaf Publishing, Sheffield UK. 1999
28
Mohammed Shamsuddoha, M A R Sarkar, H Begun, Customer Realization on Green Marketing,
Society and Business Review. Vol. 1; pp.1 pgs. Emerald Group Publishing Limited
(Emeraldinsight). 1995
25
materials (perlakuan terhadap bahan baku), environtmentally friendly production
processes (proses produksi yang ramah lingkungan), recyclability (bisa didaur
ulang) 29.
Menurut
Suhud,
Green
Advertising
memiliki perbedaan
dengan
periklanan, hal yang paling menunjukkan perbedaan adalah:
a. Dampak lingkungan dari sebuah produk tidak akan selalu dapat dilihat
secara langsung dan mungkin tidak akan memengaruhi pembeli secara
langsung. Maka dari itu sering berbentuk abstrak dan memberikan
konsumen kesempatan untuk bertindak berdasarkan kepedulian
lingkungannya.
b. Tidak seperti iklan biasa yang lebih condong mempromosikan atribut
yang dimiliki sebuah produk, green advertising akan menegaskan
aplikasinya pada produk life cycle, dari bahan mentah, produksi,
pedauran ulang dan seterusnya.
c. Perusahaan yang menerapkan green advertising ini menyediakan
insentif bagi manufaktur untuk mencapai pengembangan lingkungan
hidup seperti pengurangan dalam penggunaan bahan kimia yang dapat
merusak lingkungan dan pendauran ulang dengan cara persaingan
dengan basis tujuan untuk mengurangi dampak buruk yang dapat
berakibat kepada lingkungan hidup30.
29
Jari Karna, et.al. .Green Advertising : Greenwash or a True Reflection of Marketing Strategies?.
2001 hal 59
30
Usep Suhud, Hubungan antara Kebijakan Lingkungan Perusahaan dengan Green Advertising
Studi Banding Antara General Motor dan Toyota Astra. Jakarta: Universitas Indonesia. 2002
26
Selain itu, Karna dan Juslin mengatakan suatu iklan bisa dikatakan
berwawasan lingkungan jika memenuhi satu atau lebih dari criteria sebagai
berikut:
a. Baik secara eksplisit maupun implisit menunjukkan hubungan antara
produk atau jasa dan lingkungan biophysical. Misalnya disebutkan
bahwa produk yang diiklankan tidak mengandung CFC sehingga
aman bagi kelestarian lapisan ozon.
b. Mempromosikan suatu gaya
hidup
berwawasan
lingkungan.
Misalnya menganjurkan kepada konsumen agar kemasan habis pakai
dibuang ke tempat sampah.
c. Menghadirkan
suatu
corporate
image
yang
mengandung
environmental responsibility. Misalnya memunculkan sertifikast ISO
14001 dalam iklannya.
Suatu produk yang dibuat oleh suatu perusahaan, memiliki setumpuk
keistimewaan yang bisa dijadikan klaim dalam iklan. Misalnya bahan baku yang
digunakan, dari mana bahan baku itu diperoleh, bagaimana proses produksinya,
bagaimana dampak saat penggunaannya, ataupun mau dikemanakan produk itu
setelah penggunaan. Beberapa hal yang umum dijadikan klaim dari green
advertising, menurut Ulan diantaranya adalah:
a. Recycled. Biasanya ditandai dengan symbol anak panah yang
melingkar. Dimaksudkan bahwa produk atau kemasan dari produk
tersebut dapat di daur ulang.
27
b. Ozon Friendly. Produk yang di gunakan tidak mengancam lapisan
ozon. Biasanya klaim dari produk-produk lemari es.
c. Biodegradable. Produk tidak mencemari udara, angin, dan air
d. Phosphate Free. Produk terbebas dari phosphate yang dapat
mencemari lingkungan khususnya air.
e. Organic. Produk telah menggunakan zat orgnaik tertentu untuk
mengganti zat-zat kimia atau zat lainnya yang dapat mengganggu
kesehatan dan keselamatan konsumen.
f. Fat-free. Produk bebas lemak seperti produk makanan ringan,
permen.
g. Non-toxic. Produk tidak mengandung zat yang beracun yang dapat
mengancam keselamatan konsumen. Digunakan zat-zat yang aman
bagi kesehatan untuk mengganti bahan kimiawi.
h. Cuelty free. Produk dibuat tidak melalui percobaan terhadap hewan,
seperti produk obat-obatan maupun kosmetik31.
Jadi, Green Advertising adalah suatu bentuk lain dari pemasaran pada
umumnya yaitu
bentuk dari semua kegiatan pemasaran yang berwawasan
lingkungan yang dirancang untuk menghasilkan dan fasilitas dari setiap
pertukaran yang di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
manusia, seperti kepuasan atas kebutuhannya dan keinginan yang terjadi dengan
meminimalkan dampak lingkungan.
31
Ulan Dhani, Penerimaan Khalayak Terhadap Beberapa Green Advertising di Media Massa.
Skripsi S1Universitas Airlangga, Surabaya, 2012.hal.35
28
2.4 Pesan
Pesan adalah suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan
dari pikiran dan perasaan seseorang yang sedang menggunakan lambang bahasa
atau lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain32. Pesan dapat
disampaikan secara langsung melalui media komunikasi, isinya bisa berupa ilmu
pengetahuan, informasi, nasihat atau propaganda. Pesan yang disampaikan dalam
proses komunikasi harus mempertahankan faktor-faktor yang menunjang
keberhasilan pesan itu sendiri, diantaranya faktor isi pesan, teknik pengelolaan
pesan dan teknik penyampaian pesan.
2.4.1 Isi Pesan
Menurut
Wilbur
Schramm
yang dikutip oleh Effendy,
jika
menginginkan pesan, untuk dapat membangkitkan tanggapan yang
dikehendaki maka ada kondisi yang harus dipenuhi atau disebut juga “the
condition of success in communication”, kondisi tersebut dirumuskan
sebagai berikut:
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa,
sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada
pengalaman yang sama dan komunikan, sehingga sama-sama
mengerti.
32
Onong Uchjana Effendy. Kamus Komunikasi. Bandung: PT Mandar Maju. 1989 hal 224
29
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan
tersebut.
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana
komunikan berada pada saat digerakkan untuk memberikan
tanggapan yang dikehendaki33.
2.4.2 Teknik Pengelolaan Pesan
Dalam teknik pengelolaan terdapat penyusunan pesan. Menurut
Cassandra ada dua model dalam penyusunan pesan, yakni:
1. Penyusunan Pesan yang Bersifat Informatif
Model penyusunan pesan yang bersifat informatif lebih banyak
ditujukan pada perluasan wawasan dan kesadaran khalayak.
Prosesnya lebih banyak bersifat difusi atau penyebaran, sederhana,
jelas dan tidak banyak menggunakan jargon atau istilah-istilah yang
kurang populer di khalayak.
Ada empat macam penyusunan pesan yang bersifat informatif, yakni:
a.
Space Order, adalah penyusunan pesan yang melihat kondisi
tempat atau ruang, seperti internasional, nasional dan daerah.
b.
Time Order, adalah penyusunan pesan berdasarkan waktu
atau periode yang disusun secara kronologis.
33
Onong Uchjana Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti .2003 hal 41
30
c.
Deductive Order, adalah penyusunan pesan mulai dari hal-hal
yang bersifat umum kepada yang khusus.
d.
Inductive Order, adalah penyusunan pesan yang dimulai dari
hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat
umum.
2. Penyusunan Pesan yang Bersifat Persuasif
Model penyusunan pesan yang bersifat persuasif memiliki
tujuan untuk mengubah persepsi, sikap dan pendapat khalayak.
Sebab itu penyusunan pesan persuasif memiliki sebuah proposisi.
Proposisi disini ialah apa yang dikehendaki sumber terhadap
penerima sebagai hasil pesan yang disampaikannya, artinya setiap
pesan yang dibuat diinginkan adanya perubahan. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan dalam penyusunan pesan yang memakai
teknik persuasi, antara lain :
a. Fear appeal ialah metode penyususnan atau penyampaian
pesan dengan menimbulkan rasa ketakutan kepada khalayak.
b. Emotional appeal ialah cara penyususnan atau penyampaian
pesan dengan berusaha menggugah emoSional khalayak.
c. Reward appeal ialah cara penyusunan atau penyampaian
pesan dengan menawarkan janji-janji kepada khalayak.
d. Humorious appeal ialah teknik penyusunan pesan yang
disertai humor, sehingga dalam penerimaan pesan khlayak
tidak merasa jenuh
31
e. Motivational appeal ialah teknik penyusunan pesan yang
dibuat
bukan karena janji-janji, tetapi disusun untuk menumbuhkan
internal psikologis khalayak sehingga khalayak dapat
mengikuti pesan-pesan itu
34
. Motivational appeal menurut
Monroe yang dikutip oleh Nuri adalah suatu gagasan yang
ditegaskan oleh komunikator yang berhubungan erat dengan
kebutuhan manusia. Pada penelitian ini teknik penyampaian
pesan
yang
dilakukan
Ades
selaku
pemberi
pesan
menggunakan teknik persuasif dengan daya tariknya sebagai
iklan motivasi yaitu Ades mengajak konsumen untuk
melakukan sebuah langkah kecil memberikan perubahan.
Ades ingin menumbuhkan kesadaran konsumennya untuk
lebih menjaga pelestarian lingkungan.
Jadi secara keseluruhan pesan merupakan suatu komponen dalam
proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang
yang sedang menggunakan lambang bahasa atau lambang-lambang lainnya
disampaikan kepada orang lain. Pesan dapat disampaikan secara langsung
melalui media komunikasi, isinya bisa berupa ilmu pengetahuan,
informasi, nasihat atau propaganda. Pesan yang disampaikan dalam proses
komunikasi harus mempertahankan faktor-faktor yang menunjang
34
Cassandra L. Human Communication: Principles, Contexts, and Skills. New York: St. Martin’s
Press, 1990
32
keberhasilan pesan itu sendiri, diantaranya faktor isi pesan, teknik
pengelolaan pesan dan teknik penyampaian pesan
2.5 Khalayak
Khalayak dalam proses komunikasi merupakan bagian didalamnya yaitu
sebagai penerima pesan. Seperti para ahli berpendapat. menurut Wilbur Schramm,
kata khalayak/audiences menjadi mengemuka ketika diidentikkan dengan
“receivers” dalam model proses komunikasi massa (source, channel, message,
receiver, effect). Audiens/ khalayak merupakan istilah yang dipakai oleh para
praktisi media dan para ahli komunikasi untuk mengenali para pengguna media
agar dapat mengidentifikasi khalayak35. Walaupun dalam implementasinya
terdapat banyak pemahaman dan definisi audiens/ khalayak. Khalayak juga
merupakan produk dari konteks sosial (mengarah pada kepentingan kultural yang
sama tentang pemahaman akan sebuah informasi) dan tanggapan terhadap
informasi yang diberikan oleh media. Khalayak sering diidentifikasikan ketika
menetapkan obyek yang berada pada saat kesempatan yang sama, kategori sosial
dan penduduk yang tinggal di tempat yang sama, selain itu khalayak bisa
dikatakan pengguna media dengan pola pikir, penggunaan, ketersediaan. Dengan
demikian audience/khalayak dapat didefinisikan dengan beberapa aspek: aspek
lokasi (seperti dalam kasus media lokal); aspek personal (seperti ketika media
dicirikan dengan mengacu pada kelompok usia tertentu, jenis kelamin, keyakinan
politik atau pendapatan); aspek jenis media yang dipakai (teknologi dan organisasi
35
Wilbur Schramm. The Process Effect Of Mass Communication. University Of Illinois: Press
Urbana. 1995
33
gabungan); aspek isi pesan (genre, materi pelajaran, gaya); aspek waktu
(primetime), penonton dan juga lama menonton) yang dikemukakan oleh Wilbur.
Dalam kajian ilmu komunikasi khalayak menurut jenisnya dapat dibagi
menjadi dua yaitu khalayak pasif dan aktif. Dalam bentuk komunikasi massa
khalayak mempunyai dua pandangan arus besar (mainstream), pertama khalayak
sebagai audience yang pasif. Sebagai audiens yang pasif orang hanya bereaksi
pada apa yang dilihat dalam media. Khalayak tidak ambil bagian dalam diskusidiskusi publik. Khalayak merupakan sasaran media massa. Sementara pandangan
kedua khalayak merupakan partisipan aktif dalam publik. Publik merupakan
kelompok orang yang terbentuk atas isu tertentu dan aktif mengambil bagian
dalam diskusi atas isu-isu yang mengemuka36. Seperti pendapat yang ditambahkan
oleh Littlejohn yaitu membagi khalayak atas khalayak pasif dan khalayak aktif.
Khalayak pasif adalah khalayak yang mudah digoyahkan oleh terpaan media yang
berstatus sebagai konsumen dan khalayak aktif adalah khalayak yang tetap
berstatus sebagai konsumen, akan tetapi tidak sebagai produsen isi media atau
berita.
Berdasarkan pengertian diatas, khalayak merupakan orang-orang yang
berkomunikasi didalam sebuah organisasi baik secara individu, kelompok, atau
masyarakat yang mengemuka ketika diidentikan dengan “receivers” penerima
sebuah pesan dalam model proses komunikasi massa (source, channel, message,
receiver, effect) dapat digolongkan dalam beberapa aspek, seperti aspek lokasi;
aspek personal; aspek jenis media yang dipakai; aspek isi pesan; aspek waktu dan
36
Hadi, Ido Prijana, Penelitian Khalayak Dalam Perspektif Reception Analysis, Jurnal Ilmiah
SCRIPTURA, Vol. 3, No. 1, Januari 2009
34
memliki dua macam bentuk yaitu khalayak yang aktif dan khalayak yang pasif.
Dalam penelitian ini khalayak yang digunakan adalah khalayak aktif
Dalam studi khalayak yang baru seperti yang dikatakan oleh Evans,
penelitian khalayak pada studi media dikarakteristikan oleh dua asumsi: (a) bahwa
khalayak selalu aktif dan (b) bahwa isi media selalu bersifat polisemi atau terbuka
untuk diintepretasikan. Asumsi di atas berarti bahwa mayoritas khalayak secara
rutin memodifikasi atau merubah berbagai ideologi dominan yang direfleksikan
dalam isi media 37
Dalam studi yang mempelajari khalayak, makna teks media merupakan
hasil konstruksi khalayak dan bukan buatan produsen media semata. Khalayak di
sini adalah siapa saja yang menggunakan segala bentuk media penyiaran, dalam
keadaan apapun serta memberikan pemaknaannya pada media tersebut. Biocca
menyatakan bahwa ada lima karakteristik khalayak aktif, yaitu:
1. Selektif, khalayak yang aktif dianggap selektif dalam memilih
media yang digunakan.
2. Utilitarian, khalayak yang aktif dikatakan menggunakan media
untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu.
3. Intensional, khalayak yang aktif menggunakan isi media yang
mereka inginkan.
4. Involvement, khalayak secara aktif berpikir dan menggunakan
media.
37
Fergusen & Peter Golding. Cultural Studies in Question. Great Britain: Sage Publication. 1997.
Hal 123-124
35
5. Tidak secara mudah dipengaruhi oleh media38
Sebuah teori yang mempelajari khalayak aktif menyatakan bahwa media
tidak dapat membuat individu harus berpikir atau berperilaku sesuai dengan apa
yang ditampilkan oleh media karena khalayak bukanlah individu yang bodoh, naïf
dan mudah untuk didominasi oleh indoktrinasi media. Khalayak aktif ditekankan
pada kecerdasan dan otonomi dari individu, khalayak memiliki kekuatan dalam
menggunakan media. Salah satu cara dasar khalayak media dapat dilihat sebagai
khalayak aktif melalui intepretasi produksi media oleh khalayak39. Ada tiga cara
yang memperlihatkan aktifnya khalayak media massa, yaitu:
1. Intepretasi
Makna dari pesan yang disampaikan oleh media massa
dikonstruksikan oleh khalayak. Aktifitas mengintepretasikan ini
sangat penting, dan merupakan bagian dari proses pemaknaan.
Intepretasi khalayak bisa sama atau bahkan berbeda sama sekali
dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh produsen
media massa. Setiap individu bisa saja memiliki intepretasi yang
berbeda untuk sebuah pesan yang sama.
2. Konteks Sosial Intepretasi
Intepretasi khalayak tidak akan terlepas dari konteks sosial
disekitarnya. Karena media massa merupakan bagian dari
38
Virginia Nightingale. Studying the Audiences: The Shocks of the Real. London&NewYork:
Routledge Hall.1996. Hal 10
39
David Croteau, dan William Hoynes. Media/Society : Industries, Images, and Audiences.
London: Pine Forge Press. 2000. Hal 262
36
kehidupan sosial. Intepretasi terhadap isi media massa akan
dipengaruhi oleh setting dan konteks sosial.
3. Aksi Kolektif
Khalayak terkadang melakukan aksi-aksi secara kolektif
sehubungan dengan isi media massa. Khalayak bukannlah
orang-orang yang pasif. Khalayak akan melakukan sesuatu bila
menginginkan sesuatu dari produsen media massa40.
2.6 Teori Resepsi
Salah satu studi yang mempelajari tentang khalayak adalah studi resepsi.
Menurut Katarina dalam jurnalnya “Mass Communication” tradisi studi khalayak
telah dimulai sejak tahun 1930 melalui penelitian efek isi media massa pada sikap
publik, dimana institusi media massa merupakan kekuatan besar yang mampu
memengaruhi khalayak yang dianggap pasif41. Sementara tahun 1970 terdapat
studi budaya dalam hubungannya dengan media massa yaitu reception, yang
memfokuskan pada hubungan pemaknaan isi media massa dan khalayak. Kajian
studi resepsi ini diawali oleh David Ang Morley yang menjelaskan bagaimana
khalayak mengkonstruksi makna dari isi media yang biasa disebut teks.
Pendekatan ini berasumsi bahwa makna media adalah sesuatu yang tidak kaku.
Teks media hanya memiliki makna ketika terjadi momen resepsi, yakni ketika
media dibaca, dilihat atau didengarkan dan makna dari teks media itu sendiri tidak
tetap, pengalaman bermedia dikontruksikan oleh khalayak. Konstruksi makna itu
40
David Croteau, dan William Hoynes. Media/Society : Industries, Images, and Audiences.
London: Pine Forge Press. 2000. Hal 263
41
Katariina Lyytikanen. Mass Comunication. 2003
37
terjadi melalui intepretasi terhadap teks media. Teori resepsi berpendapat bahwa
makna terbentuk dari interaksi antara teks dengan khalayak media. Teks media
dalam konteks ini mencakup film, televisi, dan media cetak42. Jadi mengutip
seorang tokoh teori resepsi yaitu David Ang Morley, Katarina menyatakan bahwa
teori resepsi adalah sebuah teori yang dimulaim pada tahun 1970-an yang
mengupas atau mencari tahu hubungan antara isi media massa dan khalayak,
khalayak dilihat sebagai active interpreter.
Pada studi resepsi beberapa faktor kontekstual memengaruhi cara
pemaknaan oleh khalayakmya, seperti identitas atau latar belakang khalayak
seperti gender, ras, tingkat pendidikan, umur, pekerjaan, situasi dimana khalayak
membaca teks tersebut, asumsi-asumsi yang telah dimiliki oleh khalayak sebelum
membaca teks dan lain-lain. Latar belakang ini secara langsung turut membangun
kehidupan individu khalayak dan pengalamannya bersama media. Dalam hal ini
dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara latar belakang khalayak dengan
bagaimana khalayak memaknai pesan yang diberikan media43.
Studi mengenai hubungan yang terjadi antara media dan khalayak yang
secara konseptual khalayak mengkonsumsi media dalam berbagai cara dan
kebutuhan, media bukanlah sebuah institusi yang memiliki kekuatan besar dalam
memengaruhi khalayak melalui pesan yang disampaikannya44. Khalayaklah yang
diposisikan sebagai pihak yang memilki kekuatan dalam menciptakan makna
42
David Croteau, dan William Hoynes. Media/Society : Industries, Images, and Audiences.
London: Pine Forge Press. 2000. Hal 263-264
43
David Croteau, dan William Hoynes. Media/Society : Industries, Images, and Audiences.
London: Pine Forge Press. 2000. Hal 268
44
Kandi Aryani, Analisis Penerimaan Remaja terhadap Wacana Pornografi dalam Situs-Situs
Seks di Media Online. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Tahun XIX. Nomor 2, April.
ISSN 0216-2407. Surabaya : FISIP Unair. 2006 hal 7
38
secara bebas dan bertindak atau berperilaku sesuai dengan makna yang diciptakan
atas teks media tersebut. Studi mengenai penerimaan media harus menekankan
kepada studi mengenai khalayak sebagai bagian dari interpretative communities45.
Interpretative communities adalah bentuk dari interpretasi pengalaman masyarakat
yang secara aktif memberikan makna terhadap apa yang mereka lihat.
Dalam mencoba mengupas studi khalayak atau teori resepsi menurut
Street, peneliti dapat mengupasnya dengan analisis resepsi dimana khalayak
adalah partisipan aktif dalam membangun dan menginterprestasikan makna atas
apa yang dibaca, dengar dan lihat sesuai dengan konteks budaya 46. Isi media
dipahami sebagai bagian dari sebuah proses dimana common sense dikontruksi
melalui pembacaan yang diperoleh dari gambar dan teks bahasa. Sementara,
makna teks media bukan lah fitur yang tranparan, tetapi produk interpretasi oleh
penonton. Asumsinya adalah, sebelumnya media hanya menjadi penyalur
informasi, maka kini media menjadi fasilitator, penyaring dan pemberi makna
sebuah informasi. Media kini bertugas untuk membawa audience-nya masuk
dalam dunia makna yang lebih luas, tidak terbatas pada tempat dan waktu
kejadian sebuah peristiwa.
Analisis resepsi bisa dikatakan sebagai perspektif baru dalam aspek
wacana dan sosial dari teori komunikasi47. Sebagai respon terhadap scientific
dalam ilmu sosial, analisis resepsi menandaskan bahwa studi tentang pengalaman
dan dampak media, apakah itu kuantitatif atau kualitatif, seharusnya didasarkan
45
Strinati, Dominic. An Introduction to Theories of Popular Culture.New York: Routledge. 1995.
Hal 214
46
John Street. Mass Media, Politics and Society. New York: Palgrave, 2001 hal 95-97
47
Klaus Bruhn Jenses &, W Nicholas Janskowski. A Handbook of Qualitatif Methodologies for
Mass Communication Research. London: Routledge, 1995 hal 137
39
pada teori representasi dan wacana serta tidak sekedar menggunakan
operasionalisasi seperti penggunaan skala dan kategori semantik. Sebaliknya,
sebagai respon terhadap studi teks humanistik, analisis resepsi menyarankan baik
khalayak maupun konteks komunikasi massa perlu di lihat sebagai suatu spesifik
sosial tersendiri dan menjadi objek analisis empiris. Perpaduan dari kedua
pendekatan (sosial dan perspektif diskursif) itulah yang kemudian melahirkan
konsep produksi sosial terhadap makna (the social production of meaning).
Analisis resepsi kemudian menjadi pendekatan tersendiri yang mencoba mengkaji
secara mendalam bagaimana proses-proses aktual melalui mana wacana media
diasimilasikan dengan berbagai wacana dan praktik kultural khalayaknya48.
Definisi lain dikemukakan oleh Jensen dan Rosengren bahwa analisis resepsi
adalah salah satu bentuk penelitian khalayak yang bersifat kualitatif empiris dan
bertujuan untuk mengintegrasikan pandangan ilmu sosial dan humaniora dalam
proses resepsi atau pemaknaan49.
Fiske menyatakan bahwa pemanfaatan dari teori analisis resepsi sebagai
pendukung dalam kajian terhadap khalayak sesungguhnya hendak menempatkan
khalayak tidak semata pasif namun dilihat sebagai agen kultural (cultural agent)
yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari berbagai
wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalui bisa bersifat
48
Klaus Bruhn Jenses &, W Nicholas Janskowski. A Handbook of Qualitatif Methodologies for
Mass Communication Research. London: Routledge, 1995 hal 138
49
Jensen, K. J., & Rosengren, K. E. Five traditions in search of the audience. European Journal of
Communication 5(2-3). 1990. Hal 238
40
terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh
khalayak50.
Premis dari analisis resepsi adalah bahwa teks media mendapatkan makna
pada saat peristiwa penerimaan, dan bahwa khalayak secara aktif memproduksi
makna dari media dengan menerima dan menginterpretasikan teks-teks sesuai
posisi-posisi sosial dan budaya51. Menurut McRobbie di dalam analisis resepsi
merupakan sebuah “pendekatan kulturalis” dimana makna media dinegosiasikan
oleh individual berdasarkan pengalaman hidup. Dengan kata lain pesan-pesan
media secara subjektif dikonstruksikan khalayak secara individual52.
Menurut Althusser teks dengan memanfaatkan ideologi atau paham yang
dianut melakukan pemanggilan (healling) kepada subyek (khalayak sasaran) dan
ketika khalayak sasaran tersebut terpanggil berarti dia telah memposisikan dirinya
sebagai subyek dan siap pula tertundukkan dengan ritual-ritual tertentu53. Karena
itu penting untuk mengetahui bagaimana teks yang ada di media mencoba
menggiring khalayak (subyek) ke arah pembacaan tertentu. Tetapi seperti sudah
kita bahas sebelumnya, pembaca belum tentu melakukan pembacaan sesuai apa
yang diinginkan oleh pembuat teks atau dengan kata lain khalayak melakukan
interpretasi makna yang terdapat di dalam teks secara aktif.
Para penggagas kajian resepsi mengatakan bahwa makna dominan yang
diajukan oleh para produsen teks, belum bisa dipastikan merupakan makna yang
50
John Fiske. Television Culture. London: Routledge. 1997
Analisis Resepsi CCMS:2002(2011, 29 Desember) Hapsari Sulistyani[online]. Diakses pada
tanggal 31 Agustus 2013 | 14:02 WIB. Dari http://hapsarinarrative.blogspot.com/2011/12/analisisresepsi.html
52
Angela McRobbie. Feminism and Youth Culture. London: Macmillan. 1991. Hal 34
53
Louis Althusser. Ideology and Ideological State Aparatuses, Verso, London. 1984 hal 47- 49
51
41
diaktifkan/diambil oleh para pembaca/khalayak/konsumen yang sesungguhnya54.
Artinya, khalayak merupakan pencipta makna yang aktif dalam hubungannya
dengan teks. Khalayak menerapkan berbagai latar belakang sosial dan kultural
yang diperoleh sebelumnya untuk membaca teks, sehingga khalayak yang
memiliki kharakteristik berbeda akan memaknai suatu teks secara berbeda pula.
Peran aktif khalayak didalam memaknai teks media dapat terlihat pada
premis-premis dari Model encoding/ decoding Stuart Hall yang merupakan dasar
dari analisis resepsi:
1. Peristiwa yang sama dapat dikirimkan atau diterjemahkan lebih dari
satu cara.
2. Pesan selalu mengandung lebih dari satu potensi pembacaan. Tujuan
pesan dan arahan pembacaan memang ada, tetapi itu tidak akan bisa
menutup hanya menjadi satu pembacaan saja: masih polisemi (secara
prinsip masih memungkinkan munculnya variasi interpretasi).
3. Memahami pesan juga merupakan praktek yang problematik,
sebagaimanapun itu tampak transparan dan alami. Pengiriman pesan
secara satu arah akan selalu mungkin untuk diterima atau dipahami.
Dalam paradigma khalayak aktif, ungkapan Barker yang dikutip Idi
Subandi menyimpulkan bahwa penonton dikonsepsikan sebagai produsen makna
yang bersifat aktif dan berpengetahuan luas, bukan produk dari teks yang
54
Politik, Teori, Metode, dan Medan Minat Kajian Budaya (2006, 1 Desember) Antariksa
[online]. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2013 | 19.10 WIB. Dari http://kunci.or.id
42
distrukturkan55. Tetapi makna terikat oleh cara teks distrukturkan oleh konteks
domestik dan konteks budaya dalam menonton. Selain itu, penonton perlu
dipahami bahwa menonton televisi dalam kaitannya dengan konstruksi makna dan
rutinitas kehidupan
sehari-hari.
Penonton
juga dengan
mudah
mampu
membedakan antara fiksi dan realitas; benar-benar aktif memainkan berbagai
sekat dan proses konstruksi makna dan tempat televisi dalam rutinitas sehari-hari
bergeser dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain dan berubah dalam
konteks kelas dan gender didalam komunitas budaya yang sama56.
Menurut Dennis McQuail mengatakan bahwa reception analysis adalah
suatu studi yang berfokus pada makna, produksi dan pengalaman khalayak dalam
interaksi dengan teks media. Fokusnya pada proses decoding, inteprestasi, dan
pembacaan, sebagai konsep inti dari Reception Analysis57. Model ini digunakan
dalam menjawab permasalahan penelitian karena mengakomodasi bagian yang
lebih luas dari sekedar struktur, perilaku dan kinerja pasar. Ini merupakan salah
satu
bentuk
kritisi
terhadap
penelitian
komunikasi
massa
yang
mengkonseptualisasikan proses komunikasi dalam bentuk sirkuit sirkulasi atau
panah berupa hubungan linear antara pengirim, pesan, penerima, model ini intinya
ingin menemukan atribusi dan konstruksi arti (yang dibentuk oleh media) dengan
receiver.
Jadi, secara keseluruhan analisis resepsi merupakan sebuah teori yang
mengambil dari ilmu sastra dan metodologinya dari ilmu-ilmu sosial. Maksudnya,
55
Idi Subandi, Perempuan dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde
Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003 hal 282
56
Idi Subandi, Perempuan dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde
Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003 hal 282
57
Dennis McQail, Mass Communication Theory, Sage Publications, 2005 hal 56
43
Ilmu sastra memberi penyebaran kontribusi terhadap konsep yang mendukung
komunikasi massa sebagai praktek produksi budaya dan penyebaran makna dalam
konteks sosial. Sementara dari ilmu sosial, diadopsi dalam hal penggunaan model
tertentu dari penyelidikan empiris dalam proses interaksi antara pesan media
massa dan audiensnya. Secara sederhana dapat di artikan, bahwa analisis resepsi
adalah suatu studi yang berfokus pada makna, produksi dan pengalaman khalayak
dalam interaksi dengan teks media. Fokusnya pada proses decoding, inteprestasi,
dan pembacaan. Itulah inti dari analisis resepsi, yang bisa di katakan sebagai
kemunculan dari sebuah format baru dari audiens riset. Secara umum, pendekatan
ini menerangkan bagaimana orang dengan latar belakang budaya dan sejarahnya
memberikan makna pada teks media tertentu sehingga membuat isi media tersebut
menjadi berarti, cocok dan dapat diakses oleh khalayak. Analisis resepsi tidak
menggunakan kuesioner sebagai cara pengumpulan data. Namun menggunakan
metode kualitatif seperti wawancara kelompok, atau wawancara mendalam guna
mendapatkan pengerrtian tentang intepretasi yang khalayak buat pada isi media
tertentu. Hal ini dilakukan karena khalayak berpikir resepsi dan produksi makna
tidak dapat dipisahkan dari konteks dimana pemaknaan itu terjadi.
1. Model Encoding-Decoding
Penelitian dalam analisis resepsi kebanyakan menggunakan model
encoding-decoding yang dikemukakan oleh Stuart Hall pada tahun 1973. Objek
dari model ini adalah makna dan pesan dalam bentuk tanda yang diproses melalui
44
pengoperasian kode dalam rantai wacana58. Kebanyakan teori komunikasi bersifat
linear karena hanya berfokus pada pesan dan tidak memperhatikan pada faktorfaktor penyusun pesan. Oleh Fiske, analisa ini kemudian disempurnakan dengan
memberikan perhatian pada kultur media dan menganalisa hubungan yang
kompleks antara teks, khalayk, industry media, politik dan konteks sejarah sebagai
sebuah kesatuan59.
Dua dasar dari pendekatan encoding-decoding adalah :
1. Komunikator memilih untuk meng-encode pesan untuk tujuan
tertentu serta memanipulasi bahasa dan media guna mencapai tujuan
tersebut (pesan media diberikan sebuah ‘preferred reading’)
2. Penerima tidak diharuskan menerima atau meng-decode pesan
sebagaimana yang dikirimkan namun dapat melawan pengaruh
ideologis dengan menerapkan cara pemaknaan yang berlainan atau
berlawanan dan sudut pandang khalayak.
Prinsip dasar dari model ini adalah adanya keragaman makna,
keberadaan komunitas yang memberikan makna dan keunggulan
penerima dalam menentukan makna60.
Melalui model encoding-decoding dapat diketahui bahwa struktur makna
(meaning structure) satu dan struktur makna dua kemungkinan tidak sama. Kode
encoding dan decoding kemungkinan juga tidak sejajar. Derajat simetrisnya akan
58
Meenakshi Durham dan Douglas Kellner. Media and Cultural Studies. Key works:Blakcwell
Publishers.2002.hal 166
59
Meenakshi Durham dan Douglas Kellner. Media and Cultural Studies. Key works:Blakcwell
Publishers.2002.hal 166
60
Denis McQuail dan Sven Windahl.Communication Models for the Study of Mass
Communications, 2nd edition. Singapore:Longman 1996. Hal 146-147
45
tergantung
dari
derajat
simetri
dan
asimetri
yang
dibangun
antara
decoder/receiver dan encoder/producer. Derajat asimetri disini adalah derajat
pengertian dan salah pengertian dalam pertukaran komunikasi61
Decoding
adalah
proses
melalui
mana
audiens
menggunakan
pengetahuannnya secara implisit tentang teks dan nilai-nilai budaya guna
mengintepretasikan teks media. Decoding berkaitan dengan kapasitas subyektif
untuk menghubungkan tanda tersebut dengan tanda lainnya.
Model ini
memberikan fokus pada hubungan antara pesan media yang di-encode oleh
khalayak. Berdasarkan model ini. Khalayak akan meng-decode pesan suatu teks
dengan menggunakan pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang khalayak miliki
serta mengaitkan dengan keadaan lingkungan secara menyeluruh. Namun apa
yang di-encode oleh pembuat teks tidak selalu simetri dengan apa yang di-encode
oleh khalayaknya62.
Namun demikian khalayak tidak bisa men-decode pesan semaunya karena
teks media memilki batasan intepretasi, seperti yang dikatakan oleh Hall
“Encoding will have the effect of constructing some of the limits wich decoding
will operate”63. Karena encoding akan memiliki efek membangun batasan
intepretasi. Ditambahkan lagi pendapat Hall yang dikutip oleh Baran penelitian
audiens mempunyai efek langsung terhadap analisis dalam konteks sosial dan
politik dimana isi media diproduksi (encoding) serta konsumsi isi media dalam
61
Meenakshi Durham dan Douglas Kellner. Media and Cultural Studies. Key works:Blakcwell
Publishers.2002.hal 173
62
Meenakshi Durham dan Douglas Kellner. Media and Cultural Studies. Key works:Blakcwell
Publishers.2002.hal 174
63
Ingun Hagen & Wasko Janet. Consuming Audience? Production and Reception in Media
Research. New Jersey : Hampton Publication. 2000. Hal 19
46
konteks dalam kehidupan sehari-hari (decoding)64. Menurut Hall akan ada tiga
bentuk pembacaan antara penulis teks dan pembaca serta bagaimana pesan itu
dibaca di antara keduanya:
1. Dominant-hegemonic position, yaitu pembacaann pesan yang lebih
mendekati makna sebenarnya seperti yang ditawarkan oleh media.
Pembaca dominan atas teks, secara hipotesis akan terjadi jika baik
pembuat atau pembaca teks memiliki ideologi yang saman sehingga
menyebabkan tidak adanya perbedaan
pandanga antara pembuat
maupun pembaca. Seterusnya nilai yang dibawa oleh pembuat teks
bukan hanya disetujui oleh pembaca, lebih jauh dinikmati dan
dikonsumsi oleh pembaca teks. Pada posisi ini tidak ada perlawanan
atau dari pembaca karena mereka memaknai teks sesuai dengan yang
ditawarkan pembuat.
2. Negotiated position, yaitu pembaca pesan mengerti makna yang
diinginkan produsen tetapi pembaca membuat adaptasi dan aturan
sesuai dengan konteks dimana pembaca berada. Pembacaan ini terjadi
ketika ideologi pembacalah yang lebih berperan dalam menafsirkan
dan menegosiasikan teksnya.
3. Oppsitional position, yaitu pembaca pesan mengerti makna yang
diinginkan oleh produsen, tetapi mereka menolak makna tersebut serta
memaknai dengan cara sebaliknya. Pada posisi ini, ideologi pembaca
berlawanan dengan pembuat teks. Pembaca oposisi umumnya ditandai
64
Stanley J Baran. Mass Communication Theory, Foundation, Ferment and Future, 3rd edition.
Belmon, CA:Penerjemah Prijana Ido. 2003. Hal 269
47
dengan rasa ketidaksukaan dan ketidakcocokan terhadap teks wacana
yang dikonsumsi65.
Hall menerima fakta bahwa media membingkai pesan-pesan dengan
maksud tersembunyi untuk memengaruhi. Khalayak memilki kapasitas untuk
menghindari tertelan dari ideologi yang lebih dominan66. Model encodingdecoding terfokus pada hubungan antara media, yang dikonstruksikan oleh
produsen dan interpretasi pesan atau decoding oleh khalayak. Kedua proses ini
sangat berhubungan karena menyangkut teks media yang sama. Namun hasil dari
proses decoding, belum tentu sama dengan apa yang diinginkan oleh produsen
pada saat melakukan proses encoding. Produsen dalam proses encoding-decoding
menciptakan sebuah teks media (encode) yang mengandung makna dominan67.
Teks dalam model encoding-decoding diartikan sebagai struktur penanda
yang terdiri dari tanda dan kode yang penting bagi komunikasi. struktur ini sangat
bervariasi bentuknya mulai dari pembicaraan, tulisan, film, iklan, pakaian,
dekorasi mobil, gesture dan lain sebagainya68. Maka iklan green advertising Ades
dalam penelitian ini disebut dengan teks.
Teks media dikatakan bersifat polisemi karena menurut fiske teks media
mengandung berbagai makna69. Media dari sudut pandang ini memungkinkan
terjadinya keragaman intepretasi; teks terstruktur sedemikian rupa sehingga
65
Meenakshi Durham dan Douglas Kellner. Media and Cultural Studies. Key works:Blakcwell
Publishers.2002.hal 175
66
West dan Tuner. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Humanika. 2008. Hal 73-74
67
David Croteau & William Hayness. Media Society: Industrie, Image, And Audience. California:
Pine Forge Press. 1997. Hal 271
68
Virginia Nightingale. Studying the Audiences: The Shocks of the Real. London&NewYork:
Routledge Hall.1996. Hal 31
69
John Fiske. Television Culture. London: Routledge. 1997
48
memungkinkan pemaknaan yang berlawanan dengan keinginan pembuat teks.
Namun teks tidak terbuka begitu saja, teks memang terbuka untuk dimaknai
namun memiliki batasan intepretasi70. Menurut Fergusen & Golding batasan
intepretasi itu diperngaruhi oleh keikutisertaan audiens dalam suatu kelompok dan
faktor-faktor seperti usia, etnis, kelas sosial, pekerjaan, status perkawinan, ras,
gender, latar belakang pendidikan dan keyakinan politik yang mana hal ini dapat
membatasi dan membentuk intepretasi potensial tentang suatu teks. Beberapa
makna akan lebih mudah untuk dikonstruksi karena nilai-nilainya yang tersebar di
masyarakat71. Sebaliknya pemaknaan lain akan lebih sulit karena jarang
disosialisasikan kepada masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Murdock yang
dikutip oleh Fergusen, menyatakan bahwa khalayak harus menghindari pandangan
bahwa isi teks sangatlah terbuka untuk diintepretasikan72.
Para perintis studi resepsi atau studi konsumsi menyatakan bahwa apa pun
yang dilakukan analisis makna tekstual sebagai kritik masih jauh dari kepastian
tentang makna yang teridentifikasi yang akan diaktifkan oleh pembaca atau
audiens konsumen, yang dimaksudkan adalah bahwa audiens merupakan pencipta
aktif makna dalam kaitannya dengan teks. Sebelumnya mereka membawa
kompetensi budaya yang telah mereka dapatkan untuk dikemukakan dalam teks,
sehinngga audiens yang telah terbentuk akan berbeda makna dari yang lainnya73.
70
David Croteau, dan William Hoynes. Media/Society : Industries, Images, and Audiences.
London: Pine Forge Press. 2000. Hal 266-268
71
Marjorie Fergusen & Peter Golding. Cultural Studies in Question. Great Britain: Sage
Publication. 1997. Hal 92
72
Marjorie Fergusen & Peter Golding. Cultural Studies in Question. Great Britain: Sage
Publication. 1997. Hal 125
73
Chris Barker. Cultural Studies Theory & Practice. Yogyakarta: Kreasi Wacana, Penerjemah
Nurhadi. 2004. Hal 34
49
Pengalaman khalayak dengan media massa setiap harinya akan tergantung
pada lokasi sosial, umur, budaya, pekerjaan, jenis kelamin dan lainnya. Analisis
resepsi dapat melihat mengapa khalayak memaknai sesuatu secara berbeda,
faktor-faktor psikologis dan sosial budaya74. Oleh Karena itu, walaupun makna
dikonstruksikan oleh khalayak, namun hal-hal di atas juga akan membatasi
pemaknaan khalayak terhadap teks di media massa. Pada saat khalayak
mengkonsumsi media massa, maka ia akan memaknainya sesuai dengan budaya,
agama, pendidikan, kepentingan lingkungan, serta nilai-nilai yang mereka sudah
anut sejak dulu75.
Banyak penelitian komunikasi yang meyakini bahwa khalayak tidak dapat
digolongkan sebagai massa yang tidak memiliki susunan. Namun, khalayak terdiri
atas banyak komunitas yang sangat berbeda, yang masing-masing memiliki nilainilai, gagasan dan ketertarikan sendiri. Isi media ditafsirkan dalam komunitas
menurut makna yang dikembangkan secara sosial dalam kelompok tersebut, dan
individu lebih dipengaruhi oleh rekan-rekan mereka daripada oleh media76
Makna sebuah program atau pesan tidak pernah ditentukan sendiri, tetapi
bersifat komunal. Ini merupakan bagian dari tradisi sebuah kelompok, komunitas
dan budaya. Implikasinya adalah bahwa ketika anda bergabung dalam sebuah
komunitas (turun-temurun atau keanggotaan). Anda menerima kegiatan dan
makna yang terus ada dari komunitas atau kelompok tersebut. Tindakan yang
74
Dimas Narrotama. Analisis Resepsi Terhadap Tayangan Republik Mimpi. Skripsi. Semarang;
Universitas Diponegoro. 2008. Hal 4
75
Masayu Hanim. Tayangan Pornografi, Kekerasan dan Mistik di Televisi Cenderung Memotivasi
Perilaku Negatif (Studi Tentang Persepsi Masyarakat Makassar dan Bandung). Jurnal. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2007. Hal 39
76
Stephen W Littlejohn, dan Karen E Foss. Teori Komunikasi (Theories of Human
Communication). Jakarta:Salemba Humanika. 2009. Hal 419
50
menentukan pemaknaan kelompok untuk isi media dilakukan dalam interaksi
antaranggota kelompok. Dengan kata lain, bagaimana kita bertindak terhadap
media dan pemaknaan apa yang muncul dari tindakan tersebut disebut interaksi
sosial77.
77
Stephen W Littlejohn, dan Karen E Foss. Teori Komunikasi (Theories of Human
Communication). Jakarta:Salemba Humanika. 2009. Hal 419
Download