17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Nyeri 2.1.1. Teori Nyeri Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri, sehingga apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah. Association for the Study of Pain menyatakan Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (NANDA, 2006). Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri juga merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy & McVicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Salah satu teori nyeri yang paling dapat diterima dan dipercaya adalah Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control) yang diajukan oleh Melzak dan Wall tahun 1965. Teori ini menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel – sel gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis, thalamus, dan sistem limbic (Clancy & McVicar, 1992). Teori Gate Control menggambarkan suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut control desenden dari otak yang mengatur proses Universitas Sumatera Utara 18 pertahanan. Reseptor berdiameter kecil (serabut A delta dan serabut C) berfungsi untuk mentransmisikan nyeri yang sifatnya keras dan reseptor ini biasanya berupa ujung saraf bebas yang terdapat di seluruh permukaan kulit dan pada struktur tubuh lebih dalam seperti tendon, fascia dan tulang serta organ – organ interna. Sedangkan transmitter yang berdiameter besar (serabut A-Beta) memiliki reseptor yang terdapat pada struktur permukaan tubuh dan fungsinya selain mentransmisikan sensasi nyeri, juga lebih berfungsi untuk mentransmisikan sensasi lain seperti getaran, sentuhan, sensasi panas / dingin, serta juga terhadap tekanan halus. Impuls dari serabut A-Beta mempunyai sifat inhibitor (penghambat) yang ditransmisikan ke serabut C dan A-delta. Bila impuls dominan berasal dari serabut A-Beta, maka gerbang nyeri akan menutup. Apabila impuls dominan berasal dari serabut C dan A-delta, maka gerbang nyeri akan terbuka dan klien akan mempersepsikan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2005). 2.1.2. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan lama waktu terjadinya maka nyeri dibagi menjadi dua, yaitu: Nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut biasanya awitannya datang tiba – tiba dan terjadi kurang dari 6 (enam) bulan. Sedangkan, nyeri kronik adalah nyeri yang menetap sepanjang suatu periode waktu (lebih dari 6 bulan) dibandingkan dengan nyeri akut dan resisten terhadap pengobatan (Tamsuri, 2006). Universitas Sumatera Utara 19 2.1.3. Pengukuran Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya (Brunner & Suddarth, 2001). Untuk mengkaji intensitas nyeri seseorang digunakan skala sebagai berikut: 1. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana Skala ini membagi nyeri dalam kategori tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri hebat, nyeri sangat hebat dan nyeri yang tidak terkontrol. No Pain Mild Pain Moderate Pain Severe Pain Very Severe Pain Worst Possible Pain Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Sangat Berat Nyeri Hebat Gambar 1. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana 2. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) Skala analog visual tidak melabel subdivisi. VAS merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan memiliki alat Universitas Sumatera Utara 20 pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat mengidentifikasikan setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire,1984). No Pain Pain as bad as it could possibly be Tidak nyeri Nyeri yang tidak tertahankan Gambar 2. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) 3. Skala Penilaian Numerik (Numeric Rating Scale, NRS) NRS digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian nyeri. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992). 0 1 No Pain Tidak nyeri 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Moderate Pain Worst Possible Pain Nyeri Sedang Nyeri Hebat Gambar 3. Skala Penilaian Numerik (Numeric Rating Scale, NRS) Universitas Sumatera Utara 21 Perawat tidak menggunakan skala nyeri untuk membandingkan satu klien dengan klien lain. Walaupun skala memberikan suatu pengukuran yang relatif objektif, tingkat keparahan nyeri terlalu subyektif untuk digunakan dalam perbandingan nyeri antar-individu. 2.2.Persalinan Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Bobak, 2004). Proses persalinan dibagi menjadi empat tahap atau lebih dikenal dengan istilah Kala, yaitu Kala I atau Kala Pembukaan/Pematangan Serviks dari mulai terbukanya saluran leher rahim sampai pembukaan lengkap, Kala II / Pengeluaran yaitu sejak pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi, Kala III / Kala Pelepasan Uri dimulai saat bayi lahir sampai keluarnya plasenta, Kala IV / Observasi Pasca Persalinan yaitu sejak plasenta dilahirkan sampai satu jam setelahnya (Jones, 2006). Kala I persalinan dibagi menjadi fase laten, fase aktif dan fase transisi (peralihan). Fase laten berlangsung ketika pembukaan sampai 3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam. Fase laten dimulai dengan kontraksi teratur, yang umumnya masih lemah dan jarang. Selanjutnya adalah fase aktif yang dimulai dari pembukaan 3-4 cm sampai 9 atau 10 cm dan berlangsung sekitar 6 jam. Pada Universitas Sumatera Utara 22 tahap ini akan muncul tanda – tanda sebagai berikut : kontraksi yang datang perlahan dan nantinya semakin sering dan rutin ditahap berikutnya, yang menandakan bahwa jalan lahir sedang membuka, mulut rahim menipis dan melunak sebelum akhirnya menegang dan terbuka, lendir bercampur keluar dengan cepat, keluar cairan ketuban yang terlihat jernih dan tanpa bau serta menetes tidak terkendali, gerakan bayi menjadi lebih jarang karena posisi bayi sudah mantap berada di jalan lahir. Selanjutnya adalah fase transisi yang dimulai dengan pembukaan 9 hingga lengkap. Fase ini merupakan fase yang paling melelahkan dan berat serta merasakan sakit / nyeri yang hebat (Jones, 2006). Kala II dimulai ketika serviks lengkap sampai lahirnya bayi . Setelah pembukaan lengkap ibu akan mulai mengejan dan seiring dengan turunnya kepala janin, timbul keinginan untuk berdefekasi . Kala 2 disebut juga kala pengeluaran . Perubahan Fisiologis Kala 2 kontraksi uterus bertambah kuat, datang setiap 2-3 menit dan berlangsung antara 50-90 detik. Setiap kali berkontraksi, rongga uterus menjadi lebih kecil dan bagian presentasi/kantong amnion didorong kebawah, kedalam serviks. Serviks pertama-tama menipis, mendatar, kemudian terbuka dan otot pada fundus menjadi lebih tebal (Tamsuri, 2006). Kala III adalah kala uri atau waktu pelepasan plasenta dari insersinya sampai lahirnya plasenta dan selaput plasenta.Kala tiga persalinan dimulai saat proses kelahiran bayi selesai dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Normalnya pelepasan uri ini berkisar ¼- ½ jam sesudah anak lahir (Tamsuri, 2006). Universitas Sumatera Utara 23 Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam pertama setelah melahirkan (Bobak, 2004). Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV: tingkat kesadaran, pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc. 2.2.1. Nyeri Persalinan Rasa nyeri pada persalinan adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dengan warna kulit dan apabila tidak segera di atasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress (Bobak, 2004). Mahdi (2009) menjelaskan bahwa fisiologi/ mekanisme terjadinya nyeri persalinan kala satu (I) adalah sebagai berikut : Nyeri kala satu terutama ditimbulkan oleh stimulus yang dihantarkan melalui saraf pada leher rahim (serviks) dan rahim/ uterus bagian bawah. Nyeri ini merupakan nyeri viseral yang berasal dari kontraksi uterus dan aneksa. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan. Nyeri akan bertambah dengan adanya kontraksi isometrik pada uterus yang melawan hambatan oleh leher rahim/ uterus dan perineum. Selama persalinan, bilamana serviks uteri/ leher rahim dilatasi sangat lambat atau bilamana posisi fetus (janin) abnormal menimbulkan distorsi mekanik, kontraksi kuat disertai nyeri sangat hebat. Hal ini karena uterus Universitas Sumatera Utara 24 berkontraksi isometrik melawan obstruksi. Kontraksi uterus yang kuat ini merupakan sumber nyeri yang kuat. 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri Persalinan 2.2.2.1. Budaya Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengarui oleh budaya individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin (Pilliteri, 2003). Menurut Mulyati (2002) menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primipara. Penting bagi perawat maternitas untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya mempengaruhi seorang ibu dalam mempresepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan. 2.2.2.2. Emosi (cemas dan takut) Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan. Karena saat wanita dalam kondisi inpartu tersebut mengalami stress maka secara otomatis tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon Katekolamin dan hormon Adrenalin. Katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan, berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan“bertempur atau lari’ (“fight or flight”). Dan akibat respon tubuh tersebut maka uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot otot uterus Universitas Sumatera Utara 25 berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tak terelakkan. Kondisi tubuh yangrileks pada saat menghadapi persalinan sangat penting, apabila ibu dalam keadaan rileks maka semua lapisan otot dalam rahim akan bekerja sama secara harmonis seperti seharusnya sehingga persalinan akan berjalan lancar, mudah dan nyaman.Apabila ibu sudah terbiasa dengan latihan relaksasi, jalan lahir akan lebih mudah terbuka. Sebaliknya, apabila ibu dalam keadaan tegang, tekanan kepala janin tidak akan membuat mulut rahim terbuka, dan yang dirasakan hanyalah rasa sakit dan sang ibu pun bertambah panik dan stress. 2.2.2.3. Pengalaman Persalinan Menurut Bobak (2004) pengalaman melahirkan sebelumnya juga dapat mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang menyakitkan dan sulit pada persalina sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman lalu akan mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri. 2.2.2.4. Support sistem Dukungan dari pasangan, keluarga maupun pendamping persalinan dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin,juga membantu mengatasi rasa nyeri (Martin, 2002). Universitas Sumatera Utara 26 2.2.2.5. Persiapan persalinan Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai teknik atau metode latihan agar ibu dapat mengatrasi ketakutannya. 2.2.3 Manajemen Nyeri Persalinan Terdapat banyak cara untuk mengatasi nyeri persalinan. Secara umum, cara untuk mengatasi nyeri persalinan dibagi menjadi dua yaitu dengan metode farmakologis (menggunakan obat – obatan) dan cara non-farmakologis (tanpa obat – obatan). Nyeri pada persalinan yangdirasakan oleh Ibu seringkali tidaktertahankan sehingga mendorong ibubersalin menggunakan obat penawarnyeri seperti analgetik dan sedatif,sedangkan obat-obat tersebutmemberikan efek samping yangmerugikan yang meliputi fetal hipoksia,resiko depresi pernapasan neonatus,penurunan Heart Rate / Central nervussystem (CNS) dan peningkatan suhutubuh ibu yang dapat menyebabkangangguan pada janin (Mander, 2004). Metode pengelolaan nyeri persalinan secara farmakologis lebih efektif dibandingkan dengan metode non-farmakologis namun metode farmakologi lebih mahal, dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik bagi ibu maupun janin. Sedangkan metode non-farmakologis bersifat murah, simple, efektif, tanpa efek yang merugikan dan dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya. Beberapa metode non- Universitas Sumatera Utara 27 farmakologi yang digunakan adalah teknik relaksasi dan pernafasan, effleurage dan tekanan sacrum, jet hidroterapi, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan teknik lain seperti hipnoterapi, masase, acupressure, aromaterapi, yoga dan sentuhan terapeutik (Bobak, 2005). 2.3.Relaksasi Nafas Dalam Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberi individu control diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005). Sejumlah teknik relaksasi dapat dilakukan untuk mengendalikan rasa nyeri ibu dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom (Sherwood, 1995). Relaksasi pernafasan selama proses persalinan dapat mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan homeostatis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradaptasi dengan nyeri selama proses persalinan. Teknik relaksasi sangat efektif dilakukan selama persalinan kala I. Selama persalinan kala I , ibu dapat memelihara relaksasi otot abdomen dan perineum (Novak & Broom, 1999). Teknik relaksasi berupa tarik nafas dalam juga memberi manfaat bagi janin yaitu janin merasakan getaran tenang dan damai yang merupakan dasar dari perkembangan jiwa (ESQ) serta pertumbuhan janin lebih sehat karena keadaan tenang akan memberikan hormon – hormon yang seimbang ke janin lewat plasenta (Katrin, 2006). Manfaat lain dari teknik relaksasi adalah mencegah otot – otot dari kelelahan khususnya otot besar pada rahim, menolong ibu mengatasi stress persalinan sehingga lebih menikmati pengalamannya, Universitas Sumatera Utara 28 menolong menghemat energi, membantu ibu berkomunikasi lebih efektif dengan orang – orang disekitarnya, serta membantu bayi dalam kelahirannya. Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu : 1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. 2. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare, 2002) 3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Universitas Sumatera Utara 29 Langkah pertama menuju relaksasi adalah memilih lingkungan bersalin yang benar – benar nyaman bagi ibu. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru – paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan – perlahan, melemaskan otot – otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga pasien merasa nyaman, tenang dan rileks (Uliyah, 2006). Prosedur teknik relaksasi napas dalam menurut Priharjo (2003)adalah sebagai berikut : 1. Ciptakan lingkungan yang tenang 2. Usahakan tetap rileks dan tenang 3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3 4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks 5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali 6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan 7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks 8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam 9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri 10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang 11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali. 12. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat. Universitas Sumatera Utara 30 2.4.Aromaterapi Aromaterapi berasal dari dua kata, yaitu aroma dan terapi. Aroma berarti bau harum atau bau – bauan dan terapi berarti pengobatan. Jadi aromaterapi adalah salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau – bauan yang umumnya dari tubuh – tumbuhan serta berbau harum dan enak yang disebut dengan minyak atsiri (Agusta, 2000). 2.4.1 Aromaterapi mawar Salah satu tanaman yang dapat dijadikan aromaterapi adalah mawar. Minyak atsiri mawar dihasilkan dari penyulingan daun bunga mawar, varietas mawar yang paling sering dijadikan minyak essensial aromaterapi adalah mawar tabur karena aromanya yang lebih lembut (Satuhu & Yuliani, 2012). Baunya intensif, manis, dan floral (khas bunga). Aroma bunga mawar bersifat antidepresan, sedatif, dan meringankan stress. Secara umum ada tiga cara penggunaan minyak essensial aromaterapi, yaitu secara ingesti (memasukkan minyak melalui mulut), inhalasi (mengakses minyak atsiri melalui hidung), dan mengabsorbsi melalui kulit. Ketika minyak atsiri terhirup, molekul yang mudah menguap (volatile) dari minyak tersebut menempel pada silia – silia yang lembut dari sel – sel reseptor. Ketika molekul menempel pada silia, suatu pesan elektrokimia akan ditransmisikan melalui saluran olfactory ke dalam system limbik. Hal ini akan merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay dan regulator, memunculkan pesan – pesan yang harus disampaikan ke bagian lain otak serta bagian badan yang lain. Pesan yang diterima itu kemudian diubah Universitas Sumatera Utara 31 menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa elektrokimia yang menyebabkan euphoria, relaks, atau sedatif. Penggunaan aromaterapi dengan cara inhalasi dapat dihirup melalui tissue. Kertas tissue diberi tetesan minyak essensialsebanyak1 - 5 tetes, selanjutnya aroma dihirupsecara perlahan dan teratur selama 5 – 10 menit. Untuk mendapatkan efek yang panjang, tissue dapat diletakkan di dada sehingga minyak atsiri yang menguap akibat panas badan tetap terhirup oleh nafas pasien (Jane, 2013). Minyak atsiri yang berasal dari tumbuhan alami juga dapat memberikan efek negative apabila tidak mengikuti peraturan penggunaannya. Peraturan dasar yang penting dalam penggunaan aromaterapi adalah : 1. Jangan menggunakan minyak sintetik. Minyak buatan dapat menimbulkan aroma serupa tetapi tidak memberikan efek yang sama seperti minyak murni dan dapat mengakibatkan efek samping seperti sakit kepala serta mual, 2. Minyak yang ditolak oleh pasien tetapi tetap digunakan oleh perawat mungkin tidak memberikan efek terapeutik ; proses kejiwaan lebih banyak terlibat dalam cara kerjanya dibandingkan pada pengobatan tradisional, 3. Minyak esensial adalah larutan pekat dan meskipun merupakan bahan alami, tapi bukan berarti tidak berbahaya. Risiko penggunaan minyak essensial mencakup sensitivitas, iritasi, dan kemungkinan pula efek toksik, 4. Jangan sekali – kali menggunakan minyak essensial pada mata, 5. Penggunaan per oral tidak diperbolehkan karena cara penggunaan ini hanya boleh dilakukan oleh aromatologis yang berpendidikan dokter, Universitas Sumatera Utara 32 6. Minyak esensial harus selalu diencerkan sebelum digunakan – jumlah yang lebih sedikit, lebih baik. Pengecualiannya adalah pada swabs pada mikosis ( Price, 1997). Universitas Sumatera Utara