17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Nyeri 2.1.1. Teori Nyeri Nyeri

advertisement
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Nyeri
2.1.1. Teori Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi
diri, sehingga apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan
berubah. Association for the Study of Pain menyatakan Nyeri merupakan
pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari
kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukkan adanya
kerusakan (NANDA, 2006). Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri juga
merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus
menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy &
McVicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).
Salah satu teori nyeri yang paling dapat diterima dan dipercaya adalah
Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control) yang diajukan oleh Melzak dan Wall
tahun 1965. Teori ini menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme
pertahanan dapat ditemukan di sel – sel gelatinosa substansia di dalam kornu
dorsalis pada medulla spinalis, thalamus, dan sistem limbic (Clancy & McVicar,
1992).
Teori Gate Control menggambarkan suatu keseimbangan aktivitas dari
neuron sensori dan serabut control desenden dari otak yang mengatur proses
Universitas Sumatera Utara
18
pertahanan. Reseptor berdiameter kecil (serabut A delta dan serabut C) berfungsi
untuk mentransmisikan nyeri yang sifatnya keras dan reseptor ini biasanya berupa
ujung saraf bebas yang terdapat di seluruh permukaan kulit dan pada struktur
tubuh lebih dalam seperti tendon, fascia dan tulang serta organ – organ interna.
Sedangkan transmitter yang berdiameter besar (serabut A-Beta) memiliki reseptor
yang
terdapat
pada
struktur
permukaan
tubuh
dan
fungsinya
selain
mentransmisikan sensasi nyeri, juga lebih berfungsi untuk mentransmisikan
sensasi lain seperti getaran, sentuhan, sensasi panas / dingin, serta juga terhadap
tekanan halus. Impuls dari serabut A-Beta mempunyai sifat inhibitor
(penghambat) yang ditransmisikan ke serabut C dan A-delta. Bila
impuls
dominan berasal dari serabut A-Beta, maka gerbang nyeri akan menutup. Apabila
impuls dominan berasal dari serabut C dan A-delta, maka gerbang nyeri akan
terbuka dan klien akan mempersepsikan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2005).
2.1.2. Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan lama waktu terjadinya maka nyeri dibagi menjadi dua, yaitu:
Nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut biasanya awitannya datang tiba – tiba dan
terjadi kurang dari 6 (enam) bulan. Sedangkan, nyeri kronik adalah nyeri yang
menetap sepanjang suatu periode waktu (lebih dari 6 bulan) dibandingkan dengan
nyeri akut dan resisten terhadap pengobatan (Tamsuri, 2006).
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.3. Pengukuran Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan
individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Individu merupakan penilai terbaik dari
nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan
membuat tingkatnya (Brunner & Suddarth, 2001).
Untuk mengkaji intensitas nyeri seseorang digunakan skala sebagai
berikut:
1. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana
Skala ini membagi nyeri dalam kategori tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri
sedang, nyeri hebat, nyeri sangat hebat dan nyeri yang tidak terkontrol.
No Pain
Mild
Pain
Moderate
Pain
Severe
Pain
Very
Severe
Pain
Worst
Possible
Pain
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Nyeri
Sangat Berat
Nyeri
Hebat
Gambar 1. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana
2. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)
Skala analog visual tidak melabel subdivisi. VAS merupakan suatu garis
lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan memiliki alat
Universitas Sumatera Utara
20
pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya. VAS dapat merupakan pengukuran
keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat mengidentifikasikan
setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka
(McGuire,1984).
No Pain
Pain as bad as it could
possibly be
Tidak nyeri
Nyeri yang tidak
tertahankan
Gambar 2. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)
3. Skala Penilaian Numerik (Numeric Rating Scale, NRS)
NRS digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian nyeri. Dalam hal
ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan
patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
0
1
No
Pain
Tidak nyeri
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Moderate
Pain
Worst
Possible
Pain
Nyeri Sedang
Nyeri Hebat
Gambar 3. Skala Penilaian Numerik (Numeric Rating Scale, NRS)
Universitas Sumatera Utara
21
Perawat tidak menggunakan skala nyeri untuk membandingkan satu klien
dengan klien lain. Walaupun skala memberikan suatu pengukuran yang relatif
objektif, tingkat keparahan nyeri terlalu subyektif untuk digunakan dalam
perbandingan nyeri antar-individu.
2.2.Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin
(Bobak, 2004).
Proses persalinan dibagi menjadi empat tahap atau lebih dikenal dengan
istilah Kala, yaitu Kala I atau Kala Pembukaan/Pematangan Serviks dari mulai
terbukanya saluran leher rahim sampai pembukaan lengkap, Kala II / Pengeluaran
yaitu sejak pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi, Kala III / Kala Pelepasan
Uri dimulai saat bayi lahir sampai keluarnya plasenta, Kala IV / Observasi Pasca
Persalinan yaitu sejak plasenta dilahirkan sampai satu jam setelahnya (Jones,
2006).
Kala I persalinan dibagi menjadi fase laten, fase aktif dan fase transisi
(peralihan). Fase laten berlangsung ketika pembukaan sampai 3 cm dan
berlangsung sekitar 8 jam. Fase laten dimulai dengan kontraksi teratur, yang
umumnya masih lemah dan jarang. Selanjutnya adalah fase aktif yang dimulai
dari pembukaan 3-4 cm sampai 9 atau 10 cm dan berlangsung sekitar 6 jam. Pada
Universitas Sumatera Utara
22
tahap ini akan muncul tanda – tanda sebagai berikut : kontraksi yang datang
perlahan dan nantinya semakin sering dan rutin ditahap berikutnya, yang
menandakan bahwa jalan lahir sedang membuka, mulut rahim menipis dan
melunak sebelum akhirnya menegang dan terbuka, lendir bercampur keluar
dengan cepat, keluar cairan ketuban yang terlihat jernih dan tanpa bau serta
menetes tidak terkendali, gerakan bayi menjadi lebih jarang karena posisi bayi
sudah mantap berada di jalan lahir. Selanjutnya adalah fase transisi yang dimulai
dengan pembukaan 9 hingga lengkap. Fase ini merupakan fase yang paling
melelahkan dan berat serta merasakan sakit / nyeri yang hebat (Jones, 2006).
Kala II dimulai ketika serviks lengkap sampai lahirnya bayi . Setelah
pembukaan lengkap ibu akan mulai mengejan dan seiring dengan turunnya kepala
janin, timbul keinginan untuk berdefekasi . Kala 2 disebut juga kala pengeluaran .
Perubahan Fisiologis Kala 2 kontraksi uterus bertambah kuat, datang setiap 2-3
menit dan berlangsung antara 50-90 detik. Setiap kali berkontraksi, rongga uterus
menjadi lebih kecil dan bagian presentasi/kantong amnion didorong kebawah,
kedalam serviks. Serviks pertama-tama menipis, mendatar, kemudian terbuka dan
otot pada fundus menjadi lebih tebal (Tamsuri, 2006).
Kala III adalah kala uri atau waktu pelepasan plasenta dari insersinya
sampai lahirnya plasenta dan selaput plasenta.Kala tiga persalinan dimulai saat
proses kelahiran bayi selesai dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini
dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Normalnya pelepasan uri ini berkisar ¼-
½ jam sesudah anak lahir (Tamsuri, 2006).
Universitas Sumatera Utara
23
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam
pertama setelah melahirkan (Bobak, 2004). Kala IV dimulai setelah lahirnya
plasenta dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Observasi yang harus
dilakukan pada kala IV: tingkat kesadaran, pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi dan pernafasan, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan. Perdarahan
dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
2.2.1. Nyeri Persalinan
Rasa nyeri pada persalinan adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat
mengakibatkan peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan dengan warna kulit dan apabila tidak segera di
atasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress (Bobak,
2004).
Mahdi (2009) menjelaskan bahwa fisiologi/ mekanisme terjadinya nyeri
persalinan kala satu (I) adalah sebagai berikut : Nyeri kala satu terutama
ditimbulkan oleh stimulus yang dihantarkan melalui saraf pada leher rahim
(serviks) dan rahim/ uterus bagian bawah. Nyeri ini merupakan nyeri viseral yang
berasal dari kontraksi uterus dan aneksa. Intensitas nyeri berhubungan dengan
kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan. Nyeri akan bertambah dengan
adanya kontraksi isometrik pada uterus yang melawan hambatan oleh leher rahim/
uterus dan perineum. Selama persalinan, bilamana serviks uteri/ leher rahim
dilatasi sangat lambat atau bilamana posisi fetus (janin) abnormal menimbulkan
distorsi mekanik, kontraksi kuat disertai nyeri sangat hebat. Hal ini karena uterus
Universitas Sumatera Utara
24
berkontraksi isometrik melawan obstruksi. Kontraksi uterus yang kuat ini
merupakan sumber nyeri yang kuat.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri Persalinan
2.2.2.1. Budaya
Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengarui oleh budaya
individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin (Pilliteri, 2003).
Menurut Mulyati (2002) menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi ekspresi
nyeri intranatal pada ibu primipara. Penting bagi perawat maternitas untuk
mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya mempengaruhi seorang
ibu dalam mempresepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan.
2.2.2.2. Emosi (cemas dan takut)
Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan
kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan. Karena saat
wanita dalam kondisi inpartu tersebut mengalami stress maka secara otomatis
tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon Katekolamin dan hormon
Adrenalin. Katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat
persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum
melahirkan, berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan“bertempur
atau lari’ (“fight or flight”). Dan akibat respon tubuh tersebut maka uterus menjadi
semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot otot uterus
Universitas Sumatera Utara
25
berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang
tak terelakkan.
Kondisi tubuh yangrileks pada saat menghadapi persalinan sangat penting,
apabila ibu dalam keadaan rileks maka semua lapisan otot dalam rahim akan
bekerja sama secara harmonis seperti seharusnya sehingga persalinan akan
berjalan lancar, mudah dan nyaman.Apabila ibu sudah terbiasa dengan latihan
relaksasi, jalan lahir akan lebih mudah terbuka. Sebaliknya, apabila ibu dalam
keadaan tegang, tekanan kepala janin tidak akan membuat mulut rahim terbuka,
dan yang dirasakan hanyalah rasa sakit dan sang ibu pun bertambah panik dan
stress.
2.2.2.3. Pengalaman Persalinan
Menurut Bobak (2004) pengalaman melahirkan sebelumnya juga dapat
mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai pengalaman
yang menyakitkan dan sulit pada persalina sebelumnya, perasaan cemas dan takut
pada pengalaman lalu akan mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri.
2.2.2.4. Support sistem
Dukungan dari pasangan, keluarga maupun pendamping persalinan dapat
membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin,juga membantu mengatasi rasa nyeri
(Martin, 2002).
Universitas Sumatera Utara
26
2.2.2.5. Persiapan persalinan
Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa
nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas
dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai teknik atau
metode latihan agar ibu dapat mengatrasi ketakutannya.
2.2.3 Manajemen Nyeri Persalinan
Terdapat banyak cara untuk mengatasi nyeri persalinan. Secara umum,
cara untuk mengatasi nyeri persalinan dibagi menjadi dua yaitu dengan metode
farmakologis (menggunakan obat – obatan) dan cara non-farmakologis (tanpa
obat – obatan).
Nyeri pada persalinan yangdirasakan oleh Ibu seringkali tidaktertahankan
sehingga mendorong ibubersalin menggunakan obat penawarnyeri seperti
analgetik dan sedatif,sedangkan obat-obat tersebutmemberikan efek samping
yangmerugikan
yang
meliputi
fetal
hipoksia,resiko
depresi
pernapasan
neonatus,penurunan Heart Rate / Central nervussystem (CNS) dan peningkatan
suhutubuh ibu yang dapat menyebabkangangguan pada janin (Mander, 2004).
Metode pengelolaan nyeri persalinan secara farmakologis lebih efektif
dibandingkan dengan metode non-farmakologis namun metode farmakologi lebih
mahal, dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik bagi ibu maupun janin.
Sedangkan metode non-farmakologis bersifat murah, simple, efektif, tanpa efek
yang merugikan dan dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu
dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya. Beberapa metode non-
Universitas Sumatera Utara
27
farmakologi yang digunakan adalah teknik relaksasi dan pernafasan, effleurage dan
tekanan sacrum, jet hidroterapi, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS),
dan teknik lain seperti hipnoterapi, masase, acupressure, aromaterapi, yoga dan sentuhan
terapeutik (Bobak, 2005).
2.3.Relaksasi Nafas Dalam
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi memberi individu control diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005).
Sejumlah teknik relaksasi dapat dilakukan untuk mengendalikan rasa nyeri ibu
dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom (Sherwood,
1995). Relaksasi pernafasan selama proses persalinan dapat mempertahankan
komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan homeostatis sehingga tidak terjadi
peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat
beradaptasi dengan nyeri selama proses persalinan.
Teknik relaksasi sangat efektif dilakukan selama persalinan kala I. Selama
persalinan kala I , ibu dapat memelihara relaksasi otot abdomen dan perineum
(Novak & Broom, 1999). Teknik relaksasi berupa tarik nafas dalam juga memberi
manfaat bagi janin yaitu janin merasakan getaran tenang dan damai yang
merupakan dasar dari perkembangan jiwa (ESQ) serta pertumbuhan janin lebih
sehat karena keadaan tenang akan memberikan hormon – hormon yang seimbang
ke janin lewat plasenta (Katrin, 2006). Manfaat lain dari teknik relaksasi adalah
mencegah otot – otot dari kelelahan khususnya otot besar pada rahim, menolong
ibu mengatasi stress persalinan sehingga lebih menikmati pengalamannya,
Universitas Sumatera Utara
28
menolong menghemat energi, membantu ibu berkomunikasi lebih efektif dengan
orang – orang disekitarnya, serta membantu bayi dalam kelahirannya.
Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri
melalui mekanisme yaitu :
1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemik.
2. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare,
2002)
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat relaksasi melibatkan sistem otot
dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan
kapan saja atau sewaktu-waktu.
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada
fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer
yang
mempertahankan
homeostatis
lingkungan
internal
individu.
Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan
substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi
yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti
spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah
dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman
impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.
Universitas Sumatera Utara
29
Langkah pertama menuju relaksasi adalah memilih lingkungan bersalin
yang benar – benar nyaman bagi ibu. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam
dan mengisi paru – paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan –
perlahan, melemaskan otot – otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta
mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga pasien merasa
nyaman, tenang dan rileks (Uliyah, 2006).
Prosedur teknik relaksasi napas dalam menurut Priharjo (2003)adalah
sebagai berikut :
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
12. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
Universitas Sumatera Utara
30
2.4.Aromaterapi
Aromaterapi berasal dari dua kata, yaitu aroma dan terapi. Aroma berarti
bau harum atau bau – bauan dan terapi berarti pengobatan. Jadi aromaterapi
adalah salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau – bauan
yang umumnya dari tubuh – tumbuhan serta berbau harum dan enak yang disebut
dengan minyak atsiri (Agusta, 2000).
2.4.1 Aromaterapi mawar
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan aromaterapi adalah mawar.
Minyak atsiri mawar dihasilkan dari penyulingan daun bunga mawar, varietas
mawar yang paling sering dijadikan minyak essensial aromaterapi adalah mawar
tabur karena aromanya yang lebih lembut (Satuhu & Yuliani, 2012). Baunya
intensif, manis, dan floral (khas bunga). Aroma bunga mawar bersifat
antidepresan, sedatif, dan meringankan stress.
Secara umum ada tiga cara penggunaan minyak essensial aromaterapi,
yaitu secara ingesti (memasukkan minyak melalui mulut), inhalasi (mengakses
minyak atsiri melalui hidung), dan mengabsorbsi melalui kulit.
Ketika minyak atsiri terhirup, molekul yang mudah menguap (volatile)
dari minyak tersebut menempel pada silia – silia yang lembut dari sel – sel
reseptor. Ketika molekul menempel pada silia, suatu pesan elektrokimia akan
ditransmisikan melalui saluran olfactory ke dalam system limbik. Hal ini akan
merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay
dan regulator, memunculkan pesan – pesan yang harus disampaikan ke bagian lain
otak serta bagian badan yang lain. Pesan yang diterima itu kemudian diubah
Universitas Sumatera Utara
31
menjadi
tindakan
yang
berupa
pelepasan
senyawa
elektrokimia
yang
menyebabkan euphoria, relaks, atau sedatif.
Penggunaan aromaterapi dengan cara inhalasi dapat dihirup melalui tissue.
Kertas tissue diberi tetesan minyak essensialsebanyak1 - 5 tetes, selanjutnya
aroma dihirupsecara perlahan dan teratur selama 5 – 10 menit. Untuk
mendapatkan efek yang panjang, tissue dapat diletakkan di dada sehingga minyak
atsiri yang menguap akibat panas badan tetap terhirup oleh nafas pasien (Jane,
2013).
Minyak atsiri yang berasal dari tumbuhan alami juga dapat memberikan
efek negative apabila tidak mengikuti peraturan penggunaannya. Peraturan dasar
yang penting dalam penggunaan aromaterapi adalah :
1. Jangan menggunakan minyak sintetik. Minyak buatan dapat menimbulkan
aroma serupa tetapi tidak memberikan efek yang sama seperti minyak murni
dan dapat mengakibatkan efek samping seperti sakit kepala serta mual,
2. Minyak yang ditolak oleh pasien tetapi tetap digunakan oleh perawat mungkin
tidak memberikan efek terapeutik ; proses kejiwaan lebih banyak terlibat
dalam cara kerjanya dibandingkan pada pengobatan tradisional,
3. Minyak esensial adalah larutan pekat dan meskipun merupakan bahan alami,
tapi bukan berarti tidak berbahaya. Risiko penggunaan minyak essensial
mencakup sensitivitas, iritasi, dan kemungkinan pula efek toksik,
4. Jangan sekali – kali menggunakan minyak essensial pada mata,
5. Penggunaan per oral tidak diperbolehkan karena cara penggunaan ini hanya
boleh dilakukan oleh aromatologis yang berpendidikan dokter,
Universitas Sumatera Utara
32
6. Minyak esensial harus selalu diencerkan sebelum digunakan – jumlah yang
lebih sedikit, lebih baik. Pengecualiannya adalah pada swabs pada mikosis (
Price, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Download