1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini insiden kanker

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini insiden kanker payudara sebagai salah satu jenis penyakit tidak
menular pada wanita semakin meningkat. Kanker payudara merupakan kanker
tersering yang dialami oleh wanita baik di negara maju maupun negara
berkembang dengan jumlah kasus baru yang terdiagnosa adalah 1,38 juta
wanita di dunia (World Health Organization, 2010). Insiden kanker payudara
meningkat setiap tahunnya, terutama pada negara berkembang yang disebabkan
peningkatan angka harapan hidup, gaya hidup, urbanisasi, serta mayoritas kasus
terdeteksi saat sudah stadium lanjut (WHO, 2013). Di Amerika, 226.870 wanita
menderita kanker payudara dan 39.510 wanita meninggal akibat kanker payudara
(Westbrook & Stearns, 2013) sedangkan di Inggris, terdapat 49.961 wanita yang
menderita kanker payudara dan terdapat 157 kasus baru per 100.000 penduduk
(Center for Disease Control and Prevention, 2009). Di Indonesia, kanker tertinggi
yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka kejadian
adalah 26 per 100.000 dan kanker payudara menempati urutan pertama pada
pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia dengan presentase sebesar 16,86%
(Sistem Informasi Rumah Sakit, 2007)
Dari data rekam medis Rumah Sakit H.Adam Malik Medan (2012), jumlah
pasien yang menderita kanker payudara adalah sebanyak 532 orang dan mayoritas
menjalani
kemoterapi
akibat
terdeteksi
pada
stadium
lanjut.
Adanya
perkembangan pada terapi kanker, dalam hal ini pemberian kemoterapi, telah
1
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan peningkatan angka harapan hidup bagi penderita kanker. Hal ini
cukup menggembirakan namun pemberian kemoterapi ternyata juga tidak terlepas
dari berbagai efek samping yang timbul. Efek samping merupakan suatu
permasalahan yang melibatkan beban psikis, fisik dan finansial yang dijumpai
pada lebih dari 15% pasien (Crawford, 2003)
Salah satu efek samping yang paling sering terjadi dan dapat diamati adalah
penekanan sumsum tulang, yang membahayakan jika pasien terinfeksi atau
mengalami perdarahan. Neutropenia merupakan ancaman yang hebat pada pasien
yang menjalani kemoterapi.(Vulsteke et al., 2013) Hal ini menyebabkan mereka
lebih berisiko untuk terkena infeksi dan dapat menyebabkan penundaan
pengobatan kemoterapi dan pengurangan pada dosisnya, sehingga dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lalami et al., 2006)
Peningkatan biaya yang signifikan juga terjadi apabila keadaan neutropenia
memicu terjadinya demam dan infeksi, baik dari biaya langsung yang diperlukan
untuk tata laksana penanganan infeksi dan demam akibat neutropenia, juga biaya
tidak langsung seperti masa rawat inap di rumah sakit yang bertambah dll.(Raisch,
Holdsworth, Winter, Hutter, & Graham, 2003)
Tidak semua pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi berisiko untuk
mengalami neutropenia sehingga sulit untuk diprediksi (Crawford, 2003).
Berdasarkan observasi klinis diketahui bahwa dosis kemoterapi yang sama dapat
menyebabkan hasil yang berbeda karena adanya heterogenitas dalam toksisitas
dan efikasi kemoterapi tersebut (Fagerlund, Braaten, 2001). Heterogenitas ini
dapat menyebabkan terapi tidak mencapai target atau bahkan efek samping yang
fatal pada beberapa pasien (Sargent, 2001)
2
Universitas Sumatera Utara
Adanya variasi antar individu terhadap respon obat atau efek samping obat
tidak dapat dijelaskan secara memuaskan hanya dari faktor-faktor seperti fungsi
hati dan ginjal, umur, penyakit penyerta, gaya hidup serta kepatuhan pasien, tetapi
diperlukan penjelasan perbedaan genetik (Sargent, 2001)
Studi yang dilakukan oleh Sissung dkk (2010) menunjukkan bahwa variasi
genetik (polimorfisme genetik) turut berperan dalam menimbulkan kejadian
penekanan sumsum tulang termasuk neutropenia beserta komplikasinya.
Polimorfisme genetik merupakan suatu perbedaan pada rangkaian nukleotida
DNA diantara individual, grup ataupun populasi. Bentuk paling umum dari
polimorfisme genetik adalah adanya perubahan pada satu basa dari DNA yang
dikenal dengan single nucleotide polymorphism (SNP).(Smith, 2002)
Adanya polimorfisme genetik pada suatu protein transporter P-glikoprotein
(P-gp) yang dikodekan oleh gen ABCB1 menunjukkan secara signifikan
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya neutropenia berat selama
pemberian kemoterapi. P-gp merupakan suatu protein transporter yang bekerja
sebagai pompa efluks aktif untuk berbagai variasi toksin termasuk zat karsinogen
dan obat-obat antara lain obat antineoplastik seperti antrasiklin, taksan, vinca
alkaloid, epidopolitoxin dan tamoxifen. (Sissung et al., 2006). P-gp secara normal
diekspresikan pada berbagai jaringan seperti ginjal, hati, usus, kelenjar adrenal,
sawar darah otak dan sel-sel hematopoietik. (Huang, 2007)
P-gp yang terletak pada membran plasma bekerja apabila jumlah zat toksik /
obat sudah melebihi jumlah yang normal untuk masuk ke dalam sel, sehingga
dapat menghindari terjadinya peningkatan konsentrasi toksin maupun obat
(akumulasi) di dalam sel (Defrina, 2010)
3
Universitas Sumatera Utara
Obat yang bersifat sitotoksik yang menjadi substrat protein P-gp diantaranya
adalah doksorubisin dan taksan.(Sparreboom, Danesi, Ando, Chan, & Figg, 2003)
Dalam kemoterapi, doksorubisin diketahui merupakan antibiotik antitumor yang
berasal dari strain mikroba Streptomyces peucetius var caesius dengan kerja
spektrum luas yang efektif terhadap keganasan hematologis maupun tumor padat
seperti limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, multiple myeloma, sarkoma,
kanker payudara, kanker paru, lambung, kanker ovarium dan kanker pada
pediatrik.(Puma et al., 2008) Taksan bekerja dengan cara mengintervensi
polimerasi atau depolimerasi mikrotubulus yang berperan untuk pembelahan sel,
yang termasuk golongan ini adalah paclitaxel, docetaxel. (Gligorov & Lotz,
2004b). Kombinasi doksorubisin-taksan dalam pengobatan kemoterapi pada
pasien kanker payudara diketahui meningkatkan respon pengobatan baik secara
klinis maupun patologis (Gwak et al., 2011)
Gen ABCB1 terletak pada kromosom 7, mempunyai 28 ekson. Gen ABCB1
mengkode polipeptida yang terdiri atas 1280 asam amino.(Fung & Gottesman,
2009b) Adanya polimorfisme gen ABCB1 menunjukkan terjadinya perubahan
pada fungsi dan struktur protein ABCB1.(Cizmarikova et al., 2009) Polimorfisme
gen ABCB1 ini yang paling sering terjadi adalah perubahan satu basa pada posisi
nukleotida 3435 (SNP) yang mengubah basa cytosine (C) menjadi Thymin (T)
(C3435T) pada ekson 26. Walaupun perubahan C menjadi T tidak menyebabkan
perubahan pada asam amino isoleusin (Ile) namun SNP pada C3435T
menyebabkan perubahan fungsi P-gp. (Sparreboom et al., 2003) SNP pada
C3435T merupakan yang paling banyak dipelajari karena memiliki frekuensi
4
Universitas Sumatera Utara
kejadian yang cukup tinggi di populasi yaitu sekitar 10% pada Afrika Amerika
dan 40%-50% pada Kaukasia dan Asia. (Defrina, 2010)
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Turgut dkk menunjukkan adanya
polimorfisme genetik ABCB1 C3435T berhubungan dengan peningkatan resiko
perkembangan penyakit kanker payudara.(Turgut, Yaren, & Kursunluoglu, 2007)
Studi yang dilakukan oleh Wong dkk juga menunjukkan bahwa polimorfisme
genetik ABCB1 C3435T juga berhubungan dengan kejadian neutropenia berat.
Jika polimorfisme gen ABCB1 diketahui berhubungan terhadap kejadian
neutropenia, maka investigasi polimorfisme gen ABCB1 menjadi penting. Dengan
mengetahui polimorfisme ABCB1 C3435T, adanya penelitian yang berbasiskan
pada farmakogenomik ini menjadi sangat penting untuk kepentingan terciptanya
pemberian terapi secara individual (tailoring) untuk memprediksi respon yang
mungkin timbul pada tiap individu serta bisa meminimalisir kejadian efek
samping.
1.2 Pertanyaan penelitian
Apakah terdapat hubungan antara polimorfisme gen ATP-Binding Cassette
(ABCB1) C3435T dengan derajat neutropenia pada pasien kanker payudara yang
diterapi dengan regimen kombinasi doksorubisin-taksan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara polimorfisme gen ATP-Binding Cassette (ABCB1) C3435T dengan
5
Universitas Sumatera Utara
derajat neutropenia pada pasien kanker payudara yang diterapi dengan regimen
kombinasi doksorubisin-taksan
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui karakteristik subyek penelitian
2. Mengetahui proporsi homozigot wild type (C3435C), heterozigot varian
(C3435T) dan homozigot varian (T3435T) genotipe ABCB1 pada subyek
penelitian
3. Mengetahui karakteristik subyek penelitian pada kelompok varian dan
wildtype
4. Mengetahui derajat neutropenia sebelum dan setelah kemoterapi
5. Untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen ABCB1 (dari ekson 26)
berdasarkan derajat neutrofil
6. Untuk mengetahui trend penurunan jumlah neutrofil absolut (Absolute
Neutrofil Count)
1.4 Hipotesis penelitian
Pasien kanker payudara yang memiliki polimorfisme gen ABCB1 C3435T
homozigot varian ( mengandung alel T) akan mengalami kejadian neutropenia
lebih berat setelah diterapi dengan regimen kombinasi doksorubisin-taksan.
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
6
Universitas Sumatera Utara
Memberikan informasi kepada masyarakat ilmiah mengenai hubungan
antara polimorfisme gen ABCB1 dengan derajat neutropenia pada pasien
kanker payudara yang diterapi dengan regimen kombinasi doksorubisintaksan
Jika terbukti, adanya hubungan antara polimorfisme gen ABCB1 dengan
neutropenia, hal ini dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
neutropenia tersebut.
7
Universitas Sumatera Utara
Download