ROTI HIDUP LAHIR DI SEBUAH RUMAH DI RUMAH ROTI Ev. NT

advertisement
ROTI HIDUP LAHIR DI SEBUAH RUMAH DI RUMAH ROTI
Ev. NT. Prasetyo, M.Div.
1
PENDAHULUAN
Penulis ‘terpaksa’ bersegera menulis buku ini, karena seorang guru
sekolah minggu mengira bahwa dalam peristiwa kelahiran Yesus, Maria dan
Yusuf sampai ditolak-tolak untuk masuk ke rumah penduduk di Betlehem.
Untuk meluruskan apa-apa saja yang dengan jelas dinyatakan di Alkitab,
dan apa yang tidak, penulis memaksa diri untuk memakai sela-sela waktu
yang ada meluruskan pandangan yang terlalu mendramatisir itu. Jangan
sampai anak-anak sekolah minggu ikut mendramatisir apa yang tidak
dengan tegas dinyatakan di Alkitab.
Pandangan yang mendramatisir itu sudah lama ditampilkan dalam
drama-drama Natal (Namun seingat penulis, tidak ada film Hollywood yang
mendramatisir sejauh itu. Hollywood terkadang lebih Alkitabiah daripada
aktivis gereja, ya?!). Penulis memperhatikan, asumsi yang terlalu
mendramatisir ini berangkat dari penafsiran orang dalam membaca Lukas
2:6-7.
Kebanyakan orang menyimpulkan dari Lukas 2:6-7 bahwa Yesus
ditolak di rumah-rumah penginapan. Pandangan ini dipicu juga karena
kebanyakan Alkitab terjemahan bahasa Inggris menggunakan kata Inn di
dalam ayat ini, yang memiliki pengertian losmen, dan bukannya guest room
(ruang tamu). Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI),
sayangnya juga menggunakan istilah ‘rumah penginapan,’ dan bukannya
‘ruang atas untuk tamu’ (sehingga menimbulkan kesalahpahaman dari
kebanyakan orang Kristen).
Mengenai Lukas 2:6 saya sepakat dengan komentar B.J. Boland dan P.S.
Naipospos berikut ini:
Adalah tidak perlu untuk membuat kisah Natal itu “semenarik” dan “penuh
ketegangan” dengan melukiskan bagaimana Yusuf dan Maria dengan putus Asa
mengembara ke sana ke mari ke Betlehem untuk mencari pemondokan karena
saat melahirkan sudah tiba. Berdasarkan bunyi ayat 6 dalam bahasa Yunani,
mungkin sekali mereka telah beberapa minggu ada di Betlehem ketika Maria
2
bersalin. Sebab maksud ayat 6 adalah seperti berikut: sementara mereka tinggal di
Betlehem itu tibalah saatnya Maria melahirkan anaknya.1
Sayangnya, dalam komentarnya selanjutnya soal tempat Yesus dilahirkan,
Boland dan Naipospos terjebak juga untuk ‘mendramatisir’ kisah Natal.
Mungkin bagi kebanyakan orang ini hanyalah masalah sepele, dan
tidak mempengaruhi keselamatan. Memang betul! Bahkan sebelumnya
penulis pun berpandangan seperti Manuel H. Wauran berikut ini:
“Satu keyakinan dalam hatiku ialah kenyataan bahwa Yesus telah datang ke dunia
ini. Tidak menjadi soal bagiku tempat di mana Ia dilahirkan! Tidak pula menjadi
masalah bagiku waktu dan tanggal Ia dilahirkan. Karena bukanlah hal yang itu yang
penting dalam kehidupan kita yang berhubungan dengan kelahiran Juruselamat.
Yang penting bagiku adalah percaya kepadaNya dan menerima Dia sebagai
Juruselamat pribadiku”2
Namun penulis merasakan kegentaran ketika mendengar tafsiran yang
penulis tahu, ‘terlalu mendramatisir,’ disampaikan! Itu sebabnya penulis
berpikir ulang dan melihat adanya signifikansi bagi penulis untuk berupaya
meluruskan pandangan orang terkait topik ini.
Mengapa pembahasan topik ini penting? Karena yang dibahas adalah
FIRMAN. Pertama, yang dibahas adalah tentang kisah kelahiran Sang Firman
sebagai manusia (Yesus Kristus). Kedua, yang dibahas adalah tentang
bagaimana menafsirkan Firman yang tertulis (Alkitab).
Kisah kelahiran Sang Firman (Yesus Kristus) di dalam Firman yang
tertulis (Alkitab) seringkali telah didramatisir, baik melalui drama maupun
kotbah. Banyak orang melakukan eisegese (meletakkan pesan ke dalam teks)
dan bukannya lagi eksegese (menarik pesan keluar dari teks). Itu sebabnya
artikel ini penting dibuat, untuk mengingatkan kita agar berhati-hati agar
tidak melakukan eisegese saat membaca kisah kelahiran Yesus di Alkitab.
Demikian kita mau belajar lebih setia kepada apa yang Firman nyatakan, dan
tidak mendramatisir kisah kelahiran Yesus.
1
2
B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 50.
Manuel H. Wauran, Dari Kairo ke Yerusalem (Bandung: Indonesia Publishing House, 2006). 184
3
BAB I
YESUS MENDAPATKAN KATALUMA MENJELANG KEMATIAN-NYA
Untuk melaksanakan perjamuan terakhir (menjelang kematian-Nya),
Yesus mengutus para murid-Nya dengan sebuah pesan:
LUKAS 22 (paralel dengan Markus 14:14)
11 dan katakanlah kepada tuan rumah itu: Guru bertanya kepadamu: di manakah
ruangan (κατάλυμα, baca KATALUMA) tempat Aku bersama-sama dengan muridmurid-Ku akan makan Paskah?
12 Lalu orang itu akan menunjukkan kepadamu sebuah ruangan atas (ἀνάγαιον,
baca: anagaion = secara harafiah artinya ‘anything above the ground,’ ‘apapun di
atas tanah’)3 yang besar yang sudah lengkap…."
Demikian, menjelang puncak misi-Nya di dunia, Yesus meminta
murid-muridNya mendapatkan KATALUMA, yaitu RUANGAN YANG
LETAKNYA DI ATAS, untuk mengadakan perjamuan terakhir. Jadi,
KATALUMA adalah RUANG ATAS UNTUK TAMU. Dalam tafsirannya atas
Injil Markus, Jakob van Bruggen menjelaskan tentang KATALUMA sebagai
“ruang tamu” yang “dibangun di atas sotoh, dan dilengkapi beberapa
jendela.”
Istilah KATALUMA, hanya ditemukan di tiga tempat, yaitu:
1. Lukas 22:11,
2. Markus 14:14
Kedua nats ini menunjuk kepada kisah menjelang kematian Yesus, dan…
3. dalam Lukas 2:7, juga ada kata ‘καταλύματι’ (baca: katalumati)
Menunjuk kepada kisah kelahiran Yesus.
3
ἀνάγαιον, Thayer's Greek Lexicon
dan Strong's Exhaustive Concordance
di
http://biblehub.com/greek/508.htm (diakses 15 November 2016). Dalam bahasa Inggris, ABOVE artinya ‘di
atas’ tetapi tidak langsung menyentuh pada dasarnya. Berbeda dengan ON yang artinya juga ‘di atas’ tetapi
langsung menyentuh dasarnya.
4
Gambar 1. Contoh sebuah rumah di Timur Tengah dengan kataluma
5
BAB III
YESUS TIDAK MENDAPATKAN KATALUMA
MENJELANG KELAHIRAN-NYA
Sebelum melaksanakan Perjamuan Terakhir, Yesus meminta para
murid-Nya untuk mendapatkan sebuah KATALUMA (Ruang Atas untuk
Tamu). Orang di zaman Yesus sangat menghargai kehadiran tamu di rumah
mereka. Orang-orang di Timur Tengah punya semacam hukum
keramahtamahan. Tamu haruslah mereka sambut dengan baik. Bandingkan
dengan sikap:
a. Abraham ketika menyambut tamu (Kejadian 18:2-7), juga
b. Lot (Kejadian 19), dan
c. Elia yang menginap di ruang atas untuk tamu milik seorang janda, dan
dijamu meskipun janda tersebut sangat miskin (1Raj.17:19).
Jerry MacGregor dan Marie Prys menjelaskan bahwa memiliki
KATALUMA bukanlah hal sepele bagi orang Timur Tengah. Mereka menulis:
Memberikan tumpangan secara ramah kepada orang lain adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan orang-orang Israel. Orang-orang di Timur percaya bahwa
para tamu dikirim oleh Allah. Oleh sebab itu, pemberian tumpangan secara ramah
kepada mereka merupakan bagian dari tugas suci.
Mereka menyatakan juga, “Adat istiadat keramahtamahan dan
penghormatan kepada para tamu sangat penting di Timur”4
Kebalikan dari kisah dalam Lukas 22:11 dan Markus 14:14, menjelang
kelahiran-Nya, Yesus justru TIDAK MENDAPATKAN KATALUMA. Itu
sebabnya, Lukas 2:7 mencatat demikian:
7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya
dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi
mereka di rumah penginapan (καταλύματι).
4
Jerry MacGregor dan Marie Prys, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Alkitab (Yogyakarta: ANDI,
2003).233-4.
6
Ingat, KATALUMA artinya RUANG ATAS UNTUK TAMU. Jadi kita dapat
mengganti terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menjadi seperti berikut
ini:
7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya
dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi
mereka di RUANG ATAS UNTUK TAMU (καταλύματι).
Terjemahan LAI, ‘rumah penginapan,’ dapat menimbulkan salah tafsir.
Di dalam Alkitab, tempat yang betul-betul disebut sebagai rumah
penginapan menggunakan kata Yunani πανδοχεῖον (baca: pandocheion).5
Secara harafiah menunjuk kepada sebuah rumah umum untuk menerima
orang-orang asing (caravansary, khan, manzil). Ini terdapat dalam
perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati dalam Lukas 10:34-35.
Jadi jika kita kembali kepada Lukas 2:7, hanya dicatat beberapa fakta
berikut ini:
1. Maria melahirkan seorang anak laki-laki; anak sulung.
2. Bayi Maria dibungkus dengan lampin.
3. Bayi Maria dibaringkan di dalam palungan (tempat binatang makan,
minum, dan berkelamin) – tapi tidak disebutkan tentang kandang.
4. Bayi Maria tidak mendapatkan tempat di RUANG ATAS UNTUK TAMU.
Singkatnya, karena Maria tidak mendapatkan tempat di RUANG ATAS
UNTUK TAMU, maka ia pun memakai ruangan lain. Dalam kasus ini,
ruangan yang ada palungannya.
5
πανδοχεῖον. Thayer's Greek Lexicon dan Strong's
http://biblehub.com/greek/3829.htm (diakses 15 November 2016).
7
Exhaustive
Concordance
di
BAB V
YESUS DIBARINGKAN DI DALAM PALUNGAN
(TANPA CATATAN ADANYA DRAMA PENOLAKAN)
Alkitab mencatat bahwa Yesus dibaringkan di dalam palungan. Tidak
ada satu pun kata yang menyebutkan istilah ‘kandang.’ Dimanakah letak
palungan? Perhatikan wujud rumah di zaman Yesus berikut ini:
Gambar 2. Wujud Rumah di Palestina di Zaman Yesus beserta sotohnya6
Dari gambar di atas kita mendapati bahwa orang-orang di Timur Tengah
juga memiliki tempat penyimpanan hewan di dalam rumah. Di dalam
gambar berikutnya, dapat lebih jelas kita lihat, dimana letak palungan?
6
Tim Dowley dan Peter Pohle, Kehidupan Zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011).
8
Gambar 3. Letak palungan jelas terlihat merupakan bagian panggung di rumah7
7
Internet dan A. Van Deursen, Purbakala Alkitab dalam Kata dan Gambar (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2000).
9
Menarik! Gambar 3 di atas mengingatkan kita kepada Yesaya 1:3, “Lembu
mengenal pemiliknya…; keledai mengenal palungan yang disediakan
tuannya…." Ada hubungan antara keledai dengan palungan.
Apabila rumah tersebut memiliki KATALUMA, maka denahnya seperti
berikut ini:
Gambar 4. Denah Rumah Penduduk Palestina di Zaman Yesus8
Berdasarkan denah di atas, mari kita membaca ulang Lukas 2:7
sebagai berikut:
7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya
dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi
mereka di RUANG ATAS UNTUK TAMU (καταλύματι).
Jadi kita juga dapat membaca, Maria membaringkan Yesus di dalam
palungan (yang ada di ruang keluarga), karena tidak ada tempat bagi mereka
di KATALUMA.
8
Monte F. Shelley, The Birth of Jesus as Seen Through Middle Eastern Eyes,
http://www.pdfking.com/images/large/2230-bailey-christmas-middle-eastern-eyes.gif (diakses 15 November
2016).
10
Tidak perlu ada adegan drama tolak-menolak atau usir-mengusir.
Lagipula memang Alkitab tidak pernah mencatat bahwa Maria dan Yusuf
ditolak dari rumah seseorang. Itu semua hanya asumsi kebanyakan orang,
karena menafsirkan bahwa yang didatangai Yusuf dan Maria adalah losmen
(inn), dan menafsirkan bahwa ‘palungan’ ada di kandang binatang; di luar
rumah (entah dimana).
Untuk memperkaya wawasan kita. Kandang binatang (yang betulbetul kandang) bagi orang-orang Timur Tengah adalah seperti berikut ini:
Gambar 5. Kandang domba9
Gambar 6. Kandang Domba dan Gembala di Pintu Kandang10
9
10
A. Van Deursen, Purbakala Alkitab dalam Kata dan Gambar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000).
https://www.ar15.com/archive/topic.html?b=1&f=135&t=1622852 (diakses 15 November 2016).
11
Banyak hal yang dibahas di buku ini memang tidak mempengaruhi
keselamatan (bahkan tidak terlalu signifikan untuk hidup kita). Namun
belajar menafsirkan Alkitab secara hati-hati adalah suatu perkara yang
penting dan perlu dilatih. Adalah baik untuk kita melatihnya dalam perkaraperkara kecil.
Misalnya tentang pandangan bahwa Yusuf dan Maria ditolak oleh
pemilik rumah. Orang yang membela pandangan ini berasumsi:11
1. Di Betlehem, Yusuf dan Maria dipandang sebagai pasangan dengan
anak hasil zinah.
Orang berasumsi bahwa penduduk Betlehem sudah mendengar
bahwa Yusuf dan Maria adalah pasangan dengan anak hasil zinah, dan
mereka tidak sudi menerima pasangan ini di rumah mereka.
Namun perhatikan, bahwa pernyataan ini terdiri dari dua asumsi:
a. Asumsi bahwa orang-orang di Betlehem SUDAH MENDENGAR
peristiwa yang terjadi di Nazareth yang jaraknya begitu jauh,
bahwa Maria punya anak dari hubungan tidak sah.
Orang mengasumsikan bahwa di sebuah zaman yang alat
komunikasi dan transportasinya belum semaju saat ini, penduduk
Betlehem yang lokasinya jauh sekali dari Nazareth, telah mendengar
kabar bahwa ada skandal dalam relasi Yusuf dan Maria (Padahal dari
Nazaret ke Betlehem adalah kira-kira 170 km jauhnya. Dengan berjalan
kaki jarak itu dapat ditempuh dalam 4-5 hari).12 Pernyataan bahwa
orang-orang Betlehem pasti sudah mendengar skandal yang terjadi di
Nazaret adalah asumsi belaka, dan tidak dinyatakan dalam Kitab Suci.
11
12
Asumsi adalah pandangan yang belum tentu benar dan masih harus dibuktikan.
B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas, 50.
12
b. Asumsi bahwa orang-orang di Betlehem TIDAK SUDI
MENERIMA pasangan dengan anak hasil zinah tersebut.
Pernyataan ini pun tidak dinyatakan dalam Kitab Suci.
Seandainya kita hendak mereka-reka sebuah asumsi lain, kita masih
bisa memberikan alternatif asumsi lain, yang melawan asumsi (b) ini.
Alternatif asumsi: Bukankah saat itu semua orang kembali ke
kampung halamannya untuk mengikuti sensus pemerintah Romawi?!
Lukas 2:1-5
1 Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh
mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.
2 Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi
wali negeri di Siria.
3 Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di
kotanya sendiri.
4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke
kota Daud yang bernama Betlehem, —karena ia berasal dari keluarga
dan keturunan Daud—
5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang
sedang mengandung.
Jadi yang terjadi adalah REUNI KELUARGA.
Kalaupun keluarga Yusuf sudah mendengar kabar tidak sedap
tentang pasangan ini, bukankah sangat mungkin apabila mereka
selaku keluarga, justru menjadi pihak pertama yang tetap menerima
Yusuf dan Maria yang dianggap tersandung skandal ini?! Bukankah
banyak kisah sering kita dengar, ketika seorang anak telah melakukan
kesalahan besar, dan semua orang menolak anak itu, orangtua atau
anggota keluargalah yang menjadi satu-satunya tempat berlari;
keluargalah yang akan tetap menerima dan mengasihi mereka?!
Mengapa tidak?!
13
Jadi, bisa saja Yusuf dan Maria tetap diterima oleh keluarga
mereka, tempat terakhir mereka untuk berlari dan beroleh
penerimaan! Bukankah itu artinya keluarga?! Misalnya saja seperti
yang terjadi pada artis-politisi Angelina Sondakh. Dikala semua orang
menghujat dan mencaci, ibu dan ayah dari artis-politisi ini setia
mendoakan dan mendukung anak mereka.
Jadi jika asumsi (b) hendak dibantah dengan asumsi, maka
asumsi alternatif yang terakhir ini cukup masuk akal bukan?!
2. Maria ada pada keadaan najis dan cemar kain.
Orang berasumsi bahwa Maria najis dan cemar kain, karena itu
mereka tidak mau menerima Maria dalam rumah mereka. Imamat 12:1-8
pun dijadikan dasar untuk berasumsi seperti ini.
Imamat 12:1-8
1 TUHAN berfirman kepada Musa, demikian:
2 "Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seorang perempuan bersalin dan
melahirkan anak laki-laki, maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada
hari-hari ia bercemar kain ia najis.
3 Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu.
4 Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu harus tinggal
menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena kepada sesuatu apapun
yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat kudus, sampai sudah genap harihari pentahirannya.
5 Tetapi jikalau ia melahirkan anak perempuan, maka najislah ia selama dua
minggu, sama seperti pada waktu ia bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam
hari lamanya ia harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas.
6 Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau anak
perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban
bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung tekukur sebagai korban
penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan menyerahkannya kepada
imam.
7 Imam itu harus mempersembahkannya ke hadapan TUHAN dan mengadakan
pendamaian bagi perempuan itu. Demikianlah perempuan itu ditahirkan dari leleran
darahnya. Itulah hukum tentang perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau
anak perempuan.
14
8 Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan seekor kambing atau domba,
maka haruslah ia mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung
merpati, yang seekor sebagai korban bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban
penghapus dosa, dan imam itu harus mengadakan pendamaian bagi perempuan itu,
maka tahirlah ia."
Dan gara-gara kondisi Maria tersebut, orang yang punya rumah tidak mau
repot, dan akhirnya menolak Maria, sehingga Maria pun terpaksa lahir di
kandang. Sekali lagi, ini hanya asumsi.
Asumsi di atas menimbulkan pertanyaan: Jika perempuanperempuan Betlehem lain juga bersalin, apakah mereka pun
terpaksa harus melahirkan di kandang saat persalinan mereka?!
Tentu tidak bukan?! Imamat 12:1-8 sebetulnya memberikan kepada kita
petunjuk tentang apa sebetulnya yang sedang dibicarakan. Perhatikan ayat
4, “Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu harus tinggal
menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena kepada
sesuatu apapun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat
kudus, sampai sudah genap hari-hari pentahirannya.” Jadi Imamat 12 tidak
perlu dipaksakan menjadi dasar penolakan orang-orang di Betlehem
terhadap pasangan ini, karena konteks yang dibicarakan Imamat 12 adalah
tentang masalah kehadiran perempuan yang baru bersalin di tempat
kudus dan dalam hubungannya dengan barang-barang kudus.
3. Asumsi bahwa Si pemilik rumah takut terganggu tangisan bayi.
Kalaupun bayi Yesus harus dilahirkan di kandang, apakah itu
menjamin suara tangisannya tidak akan terdengar? Kalaupun terdengar,
apakah pasti menimbulkan ketidaknyamanan? Di tengah situasi
penjajahan Romawi, lahirnya seorang anak laki-laki Yahudi, tidakkah akan
membawa sukacita ketimbang dukacita?!
4. Maria dan Yusuf baru tiba di Betlehem, tepat pada saat itu Maria
juga tiba saatnya melahirkan.
15
Asumsi ini menggambarkan bahwa Maria dan Yusuf baru saja tiba
di Betlehem ketika Maria hendak bersalin. Jadi, mereka segera mencari
rumah, dan ditolak di sana-sini. Akhirnya, karena tidak ada waktu lagi,
mereka terpaksa memilih kandang.
B.J. Boland dan P.S. Naipospos memberikan data dan komentar
menarik tentang waktu kedatangan Maria dan Yusuf di Betlehem, seperti
berikut ini:
Adalah tidak perlu untuk membuat kisah Natal itu “semenarik” dan “penuh
ketegangan” dengan melukiskan bagaimana Yusuf dan Maria dengan putus
Asa mengembara ke sana ke mari ke Betlehem untuk mencari pemondokan
karena saat melahirkan sudah tiba. Berdasarkan bunyi ayat 6 dalam bahasa
Yunani, mungkin sekali mereka telah beberapa minggu ada di Betlehem ketika
Maria bersalin. Sebab maksud ayat 6 adalah seperti berikut: sementara mereka
tinggal di Betlehem itu tibalah saatnya Maria melahirkan anaknya.13
Sayangnya, dalam komentar selanjutnya soal kandang, Boland dan
Naipospos terjebak sendiri untuk ‘mendramatisir’ kisah Natal.
13
B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),
50.
16
BAB VI
ALKITAB TIDAK MENCATAT SOAL KANDANG
Terkait kisah kelahiran Yesus, Alkitab tidak mencatat sama sekali soal
kandang. Namun orang tetap bersikeras bahwa Yesus pastilah lahir di
kandang, untuk menunjukkan kehinaan-Nya; kerendahan hati-Nya. Namun
bukankah fakta inkarnasi-Nya14 sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan
betapa rendah hati-Nya Yesus.
Ketika Paulus menasehati jemaat di Kota Filipi sebagaimana tercatat
dalam Surat Filipi 2:3-11, Paulus cukup menggunakan fakta inkarnasi Kristus
untuk menekankan soal betapa rendah hatinya Yesus Kristus.
3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya
hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari
pada dirinya sendiri;
4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri,
tetapi kepentingan orang lain juga.
5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus,
6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan,
7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya
nama di atas segala nama,
10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di
atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah,
Bapa!
Paulus tidak membahas sama sekali soal kandang apapun.
Selain menekankan tentang kelahiran di kandang, banyak orang juga
menekankan tentang kotornya kandang dan palungan tersebut untuk
14
Inkarnasi artinya mengambil daging (menjadi manusia).
17
menekankan betapa rendah hatinya Yesus Kristus. Tentang ini pun
sebetulnya ada dua versi kotbah yang pernah saya dapati di internet.
Pengkotbah Reformed yang satu mengatakan Yesus lahir di kandang yang
kotor, sedangkan pengkotbah Reformed yang lain mengatakan Yesus lahir di
kandang yang kering. Sebetulnya, dua-duanya hanya bersifat asumsi.
Sekali lagi, realita inkarnasi sudah lebih dari cukup untuk
menunjukkan betapa rendah hatinya Yesus Kristus. Tidak perlu kita
mendramatisir dan memaksakan ide bahwa Ia ‘lahir di kandang’ atau
‘palungan yang kotor.’ Lagipula, meskipun palungan adalah tempat makanan
hewan, pastilah kebersihannya akan dijaga. Bagaimana pun orang tidak mau
hewan peliharaannya sakit gara-gara makan dari palungan yang kotor,
bukan?
Penulis merenungkan (dan gentar), mengapakah banyak orang tetap
saja mendramatisir kisah kelahiran Yesus, melampaui apa yang dinyatakan
Kitab Suci? Salah satu sebabnya adalah karena orang sudah terlanjur
mengajarkannya kemana-mana, karena itu tidak mudah untuk
merendahkan hati seperti Yesus, melarat apa yang sudah diajarkan.
Lagipula, toh, dalam sejarah gereja pun banyak pandangan soal
peristiwa-peristiwa di seputar kelahiran Yesus, misalnya saja tentang tempat
Yesus dilahirkan. Ada setidaknya empat pandangan:
1.
Pandangan popular menyatakan bahwa Yesus dilahirkan di kandang.
Rahib Katolik bernama Fransiskus dari Asisi; Penafsir Alkitab Protestan,
Matthew Henry15; dan penulis modern seperti George W. Knight, 16
termasuk yang menganut pandangan bahwa Yesus dilahirkan di
kandang, meskipun jelas-jelas Alkitab tidak mencatat soal kandang.
Lagipula, bisa jadi kandang di zaman Yesus berbeda dari bayangan kita,
yang juga hidup dalam konteks budaya berbeda (akan dijelaskan lebih
lanjut dalam artikel ini).
15
Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry. Injil Lukas 1-12 (Surabaya: Momentum, 2009), 80-1.
George W. Knight, Adat Istiadat Alkitab dan Keunikannya dalam Gambar (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2014).
16
18
2.
Tokoh gereja Yustinus Martir yang hidup pada tahun 148 Masehi,
menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan di sebuah goa yang berfungsi
sebagai kandang.
Pandangan Yustinus menjadi dasar bagi Kaisar Konstantinus Agung
(yang ‘awam’ itu) untuk membangun sebuah gereja pada tahun 360
Masehi, di lokasi yang dipercayainya menjadi goa tempat kelahiran
Yesus. Jerome dan Paulinus dari Nola, bahkan memberikan indikasi
bahwa situs yang dipercaya sebagai goa kelahiran Yesus telah ‘ditandai’
kira-kira pada masa Hadrian (120 Masehi). Situs itu terdapat di Gereja
yang dibangun oleh Konstantinus, yang kini dikenal dengan nama
Church of Nativity.17 Pandangan bahwa Yesus dilahirkan di goa ini juga
masuk akal, meskipun saya tidak memiliki informasi tentang apa dasar
dari penunjukkan goa ini oleh jemaat Kristen abad-abad awal, termasuk
Yustinus Martir.
3.
Ahli Biblika Protestan seperti Ben Witheringthon III berpendapat
bahwa Yesus dilahirkan di “bagian belakang rumah nenek moyang
mereka, di mana binatang-binatang yang paling berharga diberi makan
(dan mungkin juga ditempatkan pada musim dingin).”18
4.
Yesus lahir di dalam rumah yang memiliki kataluma di atasnya.
Ini adalah pandangan yang dijelaskan di dalam buku ini.
17
Ralph O. Muncaster, Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Hari Natal (Batam Centre: Gospel Press,
2002), 21, dan Manuel H. Wauran, Dari Kairo ke Yerusalem (Bandung: Indonesia Publishing House, 2006),
183.
18
Ben Witherington III, Apa yang Telah Mereka Lakukan pada Yesus? (Jakarta: Gramedia, 2007),
138.
19
BAB VII
APA SALAHNYA DENGAN RUMAH?
Yesus lahir dilahirkan di sebuah rumah yang memiliki palungan dan
kataluma. Sungguh kurang dramatis! Yesus dilahirkan di kandang setelah
sebelumnya ditolak-tolak di rumah penginapan. Sungguh sangat dramatis!
Dan orang pun lebih memiliki yang dramatis!
Padahal, kalau Yesus benar dilahirkan di sebuah rumah yang memiliki
palungan dan kataluma, hal itu sangat menjelaskan peristiwa yang kemudian
terjadi dan dicatat dalam Matius 2:11, “Maka masuklah mereka (orang-orang
Majus) ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya,
lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan
mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan
mur.” Mungkin terjadinya beberapa minggu, bulan, atau setahun kemudian.
Mengapa orang Majus menemukan Yesus di sebuah rumah? Karena memang
dari sejak awal, Yesus dilahirkan di sebuah rumah. Tepatnya, rumah yang
ada palungan dan kataluma. Berikut ini sebuah gambaran yang menolong
memperlihatkan betapa sederhananya kisah itu berlangsung:19
Gambar 7. Lahir di Rumah dan tetap di Rumah
Bandingkan Gambar 7 dengan Gambar 8 berikut ini:
19
Gambar
kandang
dari
http://4.bp.blogspot.com/-QdQSn1JRFw/TuhCXnhN8eI/AAAAAAAABbw/x_OBPDa5x28/s1600/Nativity+Scene.jpg (diakses 16 November 2016)
20
Gambar 8. Kandang Menuju Rumah
Orang terlanjur sering mendengar dan memilih yang kedua. Namun
bukankah masuk akal, jika yang pertamalah yang terjadi. Informasi bahwa
Yesus dilahirkan di sebuah rumah, dan bukannya kandang, sebetulnya dapat
kita baca dalam banyak situs atau blog di internet. Sayangnya, kebanyakan
berbahasa Inggris. Dan kalau pun seseorang mau tetap bersikeras menyebut
tempat kelahiran Yesus sebagai sebuah kandang…, ya…, silahkan saja.
Namun bagi saya pribadi, meskipun setiap malam saya memasukkan dan
menyimpan motor di ruang tamu saya, tetapi saya pribadi tidak akan pernah
menyebut ruang tamu saya sebagai garasi.
Gambar 9. Motor di Ruang Tamu
21
Demikian juga, adanya palungan di dalam rumah petani, tidak otomatis
rumah petani tersebut disebut kandang (meskipun ada juga binatang yang
disimpan di dekat palungan tersebut).
Apakah mungkin binatang disimpan di dalam rumah? Hakim-hakim
11:30-31 mencatat kisah tentang Yefta yang bernazar kepada Tuhan, “Jika
Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku,
maka apa20 yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu
aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan
TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.” Tim
Chaffey menafsirkan, nampaknya Yefta mengharapkan seekor binatang
keluar dari dalam rumah. Ia tidak menyangka bahwa anak perempuannyalah
yang akan keluar lebih dahulu. Jadi ada semacam petunjuk bahwa memang
binatang dipelihara di dalam rumah.21
Kalau pun orang tetap memaksakan bahwa Yesus dilahirkan di
kandang, satu hal yang pasti, kandang itu bukanlah kandang yang
sebetulnya; yaitu yang terletak di alam terbuka dan hanya terdiri tumpukan
batu sebagai pagar dan sebuah pintu kecil di salah satu sisi. Kalau pun orang
tetap memaksakan bahwa Yesus dilahirkan di kandang, sangat mungkin
kandang tersebut adalah tempat binatang di dalam rumah. Jadi bisa saja
palungan yang dicatat di Alkitab ada di tempat seperti di gambar 3 berikut
ini:
20
Dalam bahasa Ibrani, kata ini tidak tentu jenisnya (orang atau binatang) atau kelaminnya.
Michael Wilcock, Hakim-hakim: Cahaya Anugerah Allah Sangat Berkilau Kendati Dosa Manusia Begitu
Pekat, terj. Gwyneth Jones (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996), 180-1.
21
Tim
Chaffey,
Born in a Barn (Stable)? Clearing Up Misconceptions,
https://answersingenesis.org/holidays/christmas/born-in-a-barn-stable/ (diakses 16 November 2016).
22
Atau bisa juga di tempat seperti ini:
Gambar 9. Rumah Besar Milik Seorang Petani22
22
http://caroletowriss.com/away-in-a-manger/ (diakses 16 November 2016)
23
BAB VIII
DI RUMAH ROTI HADIR ROTI HIDUP
Tempat yang menjadi sangat terkenal dalam kisah Natal adalah kota
kecil Betlehem. Yusuf pergi dari Nazaret ke Betlehem. Boland dan Naipospos
memberikan informasi kepada kita:
Nazaret terletak di Galilea (bagian utara negeri Yahudi) dan Betlehem di Yudea
(bagian selatan; yaitu 8 km di sebelah selatan Yerusalem). Kedua-duanya adalah
kota yang kecil sekali. Betlehem pada waktu itu barangkali belum
mempunyai 1000 orang penduduk (sekarang 10 kali jumlah itu, kebanyakannya
orang Arab yang telah menjadi Kristen).23
Ada orang yang bersikeras bahwa Maria pasti bersalin di kandang.
Asumsinya, karena itu tanda yang mudah sekali dicari. Karena tidak ada
orang yang melahirkan di kandang, sehingga kalau ada orang lahir di
kandang, itu mudah sekali dicari. Menurut orang-orang yang berasumsi
seperti ini, apabila Yesus lahir di rumah, tentu para gembala akan kesulitan
mencari dari satu rumah ke rumah lain. Namun jelas dari pernyataan Boland
dan Naipospos (meskipun mereka sendiri berpendapat Yesus lahir di
Kandang), Betlehem adalah kota yang kecil sekali. Ada bayi lahir di palungan
pun akan mudah sekali dilacak. Jadi, tidak perlu didramatisir bahwa Yesus
lahir di kandang agar mudah dilacak.
Asumsi lain. Yesus harus lahir di kandang agar para gembala mudah
dapat akses untuk mendapati bayi tersebut. Seandainya Yesus lahir di istana,
tentu mereka enggan masuk ke istana. Namun seandainya Yesus hanya lahir
di dalam sebuah rumah, apakah itu masih menyulitkan para gembala untuk
mendapatkan akses menjumpai Yesus? Menerima tamu adalah suatu tugas
suci bagi orang-orang di zaman Perjanjian Lama dan di zaman Yesus.
Demikian para gembala itu pun tanpa kesulitan, datang mengunjungi bayi
23
B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),
49.
24
Yesus yang terbaring di sebuah palungan; di dalam sebuah rumah, di kota
kecil Betlehem.
Betlehem artinya “Rumah Roti.” Dan di tempat roti itu, lahirlah Sang
Roti Hidup. Siapakah Dia?
1. Yohanes 6:35, “Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa
datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya
kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”
2. Yohanes 6:48, “Akulah roti hidup.”
3. Yohanes 6:50, “Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan dari
padanya, ia tidak akan mati.”
4. Yohanes 6:51, “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau
seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang
Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”
Dari tiga ayat di atas, kita dapat belajar dua klaim Yesus tentang
diriNya:
1. Yesus mengklaim diriNya dan tubuhNya sebagai Roti Hidup, yang telah
turun dari sorga, yang diberikan untuk hidup dunia.
2. Yesus mengklaim, barangsiapa datang kepada-Nya, ia tidak akan lapar
lagi; ia tidak akan mati; bahkan ia akan hidup selama-lamanya.
Jadi penting bagi kita untuk memperhatikan dua klaim ini. Kita yang hidup
dalam dunia yang selalu membuat kita kelaparan (lapar akan kebenaran;
lapar akan kehidupan yang betul-betul hidup; lapar akan makna hidup sejati;
lapar akan nilai kekal dari semua hal yang kita kerjakan; lapar akan
kepastian kemana setelah kita mati) kita membutuhkan Roti Hidup yang
akan membuat kita tidak akan lapar lagi; tidak akan mati; bahkan kita akan
hidup selama-lamanya.
Roti itu, yaitu Yesus Kristus, turun dari sorga. Di dalam Yohanes 3:31
dinyatakan, “Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang
berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi.
Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.” Yesus di atas
semuanya! Di atas semua pemerintah dan penguasa! Di atas semua yang
terlihat dan tidak terlihat! Yesus di atas semuanya!
25
Roti sejati yang mengatasi semuanya, rela turun ke dunia untuk
menjadi roti yang terpecah. Dalam perjamuan terakhir bersama muridmurid-Nya, Yesus mendemonstrasikan tentang karya puncak-Nya di atas
kayu salib. “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecahmecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."
Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan
ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu"”
(Lukas 22:19-20). Sebuah gambaran yang menjadi nyata melalui karya
kematian-Nya di atas kayu salib.
Di atas salib itu, tubuh Yesus tergantung penuh luka, “banyak orang
akan tertegun melihat dia—begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi,
dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi—” (Yesaya 52:14). Namun,
“dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena
kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita
ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yesaya
53:5).
Roti Hidup itu mati. Roti Hidup mati untuk mematikan kematian.
Frasa ini dipinjam dari judul buku seorang teolog Puritan terkenal, John
Owen, “The Death of Death in the Death of Christ” (Matinya kematian di
dalam kematian Kristus). Melalui kematian-Nya, Kristus memerdekakan
kita:
a. Kolose 2:13-15 (versi Firman Allah yang Hidup/FAYH)
13 Dahulu Saudara mati dalam dosa, dan keinginan-keinginan jahat masih
melekat pada Saudara. Kemudian Saudara dihidupkan kembali dalam
Kristus, sebab Allah mengampunkan segala dosa Saudara.
14 Ia mencoret semua bukti pelanggaran Saudara (surat hutang), yaitu
daftar perintah-perintah-Nya yang tidak Saudara taati. Ia mengambil
daftar dosa itu dan memusnahkannya dengan memakukannya pada salib
Kristus.
15 Dengan demikian kuasa Iblis untuk mendakwa Saudara atas dosa telah
ditiadakan, dan secara terbuka Allah memperlihatkan kepada seluruh
26
dunia kemenangan Kristus di salib, di mana semua dosa Saudara
dihapuskan.
Melalui bagian ini, Paulus mengajarkan apa arti kematian Yesus
bagi kita. Kematian Yesus di atas kayu salib bermakna:
1. Pembebasan kita dari hutang dosa.
2. Pembebasan kita dari kuasa (musuh kita) iblis, yang mendakwa kita.
Salib adalah lambang kemenangan kita. Seorang penulis mencatat seperti
berikut ini:
Kerajaan itu belumlah sempurna, tetapi telah dimulai melalui
kemenangan Kristus atas dosa dan Iblis di atas salib. Ini adalah
gambaran yang luar biasa akan Christus Victor (“Kristus, sang
Pemenang”) yang [John] Calvin berikan kepada kita ketika menafsirkan
Kolose 2:14-15: “Bukan tanpa alasan maka Paulus secara luar biasa
merayakan kemenangan yang Kristus dapatkan di atas salib, di mana
salib, simbol dari aib, telah diubahkan menjadi kereta perang
kemenangan.”24
b. Ibrani 2:14-15 (versi Firman Allah yang Hidup/FAYH)
14 Sebab kita, anak-anak Allah, adalah manusia yang terdiri dari darah
dan daging, maka Ia juga telah menjadi darah dan daging dengan jalan
dilahirkan sebagai manusia; sebab hanya sebagai manusialah Ia dapat
mati, dan dengan kematian-Nya Ia mematahkan kuasa Iblis yang
berkuasa atas maut.
15 Hanya dengan jalan demikian Ia dapat membebaskan orang yang
karena takut mati, terus-menerus hidup dalam ketakutan.
Kematian Yesus di kayu salib juga bermakna:
1. Pembebasan kita dari kuasa Iblis.
2. Pembebasan kita dari kuasa maut dan ketakutan akan maut.
Sekali lagi, salib adalah lambang kematian kita.
24
Inst., 2.16.6 dan Eric J. Alexander, “Supremasi Yesus Kristus,” John Calvin: Sebuah Hati untuk
Ketaatan, Doktrin, dan Puji-pujian, peny. Burk Parsons (Surabaya: Momentum, 2014), 123.
27
c. Roma 6:6 (versi Firman Allah yang Hidup/FAYH)
6 Keinginan-keinginan jahat yang dahulu ada pada Saudara telah
dipakukan pada salib bersama dengan Dia. Bagian Saudara yang
cenderung kepada dosa itu telah dikalahkan dan dilumpuhkan, sehingga
tubuh Saudara yang berdosa itu tidak lagi dikuasai oleh dosa dan tidak
perlu lagi menjadi hamba dosa.
Kematian Yesus di atas kayu salib bermakna:
1. Pembebasan kita dari keinginan-keinginan jahat kita (yang telah
dipakukan di atas kayu salib).
2. Pembebasan kita dari kuasa dosa.
Demikianlah, salib benar-benar merupakan lambang kemenangan kita.
Inilah kuasa kematian Yesus bagi kita yang percaya. Janji-Nya, “Jikalau
seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang
Kuberikan itu ialah daging-Ku” (Yohanes 5:41).
Dari sejak kematian-Nya itu, Paulus lalu memberitakan, “Sebab yang
sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima
sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan
Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada
hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (1Kor.15:3-4). Di tempat lain,
penulis Yohanes menulis, “kamu yang percaya kepada nama Anak Allah,
tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1Yohanes 5:13).
Inilah Yesus Kristus, Sang Roti Hidup. Ia lahir di sebuah rumah;
sebuah rumah yang terdapat di Rumah Roti (Betlehem). Sekitar 2000 tahun
yang lalu Ia hadir sebagai bayi yang terbaring di dalam palungan, tapi bagi
kita hari ini tersimpan satu kekayaan sebagaimana ditulis J.F. Jansen berikut
ini, “Calvin, seperti Luther, tidak pernah melupakan bahwa seluruh Alkitab
adalah palung di mana Kristus bisa ditemukan.”25
25
John F. Jansen, Calvin’s Doctrine of the Work of Christ (Cambridge: James Clarke & Co., 1956), 60,
dalam Eric J. Alexander, “Supremasi Yesus Kristus,” John Calvin: Sebuah Hati untuk Ketaatan, Doktrin, dan
Puji-pujian, peny. Burk Parsons (Surabaya: Momentum, 2014), 125.
28
Download