PERKEMBANGAN SOSIAL Siti Nuraeni M.Pd Pengertian Perkembangan Sosial Hurlock : Pemelorehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses diantaranya belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat di terima, dan perkembangan sifat sosial (Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), h. 250 Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan “ Pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama (Ahmad Susanto, perkembangan Anak Usia Dini :Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 40 Robinson : Sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif (Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini , pengantar dalam Berbagai Aspeknya , (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 40 John.W. Santrock mengemukakan, bahwa perkembangan sosial anak dapat pula dilihat dari kemampuannya bersosialisasi dengan teman sebayanya (John. W. santrock, Perkembangan Anak Jilid 2, (Jakarta: Penerbit Elangga, 2007), 210 6 Fungsi Pertemanan (John. W. santrock, Perkembangan Anak Jilid 2, (Jakarta: Penerbit Elangga, 2007), 220 Persahabatan (companionship). Dengan pertemanan,anak-anak menemukan seorang mitra yang familiar, seseor ng yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif. Stimulasi. Dengan pertemanan, anak-anak yang menarik,kesenangan, dan hiburan. Dukungan fisik. Dalam pertemanan, terdapat sumber daya dan bantuan. Dukungan ego. Dalam pertemanan, terdapat harapan akan dukungan, semangat, dan umpan balik yang membantu anak-anak memelihara kesan diri mereka sendiri sebagai individu yang kompeten, menarik dan pantas ditemani. Perbandingan sosial. Pertemanan menyediakan informasi tentang posisi anak-anak terhadp orang lain dan apakah anak-anak tersebut berlaku baik. Keintiman/afeksi. Dalam pertemanan, anak-anak mengalami hubungan yang hangat, dekat, dan saling mempercaya dengan individu lain, yaitu hubungan yang melibatkan keterbukaan diri mendapatkan informasi Indikator perkembangan sosial baik : Lisa Nuryanti, Psikologi Anak, (PT.Indeks: 2008), 45 Anak semakin mandiri dan mulai menjauh dari orang tua dan keluarga Anak lebih menekankan pada kebutuhan untuk berteman dan membentuk kelompok dengan sebaya Anak memiliki kebutuhan yang besar untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya Anak mulai memiliki rasa tanggung jawab Anak mampu mengidentifikasi dan memahami perasaaanya sendiri Anak mampu mengatur perilakunya sendiri Anak mampu mengembangkan empati pada orang/teman lain Menjalin dan memelihara hubungan Karakteristik Perkembangan Sosial Anak SD Pemahaman tentang diri (sence of self atau self concept) Self concept :body image, ideal self, & sosial self Cenderung mendefinisan dirinya subyektif Usia 7-11 tahun meluangkan waktu 40% tuk berinteraksi dengan teman sebayanya/ kelompoknya. Membentuk ikatan baru dengan teman sebayanya (peer group) Timbul sikap kooperatif & sosiosentris dalam kelompok (gang) Teori Ekologi Bronfenbrenner terdiri : Dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917)yang fokus utamanya adalah pada konteks sosial 1. Mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu , setting disini misalnya keluarga, teman sebaya, sekolah, tetangga. 2. Mesositem adalah kaitan antar mikrosistem, contohnya adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah. 3. Ekosistem terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana murid tidak berperan aktif) mempengaruhi pengalaman murid dan guru dalam konteks mereka sendiri. 4. Makrosistem adalah kultur yang lebih luas, kultur disini adalah konteks terluas dimana murid dan guru tinggal, misalnya nilai dan adat istiadat 5. kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak misalnya murid-murid yang saat ini berbeda dengan murid jaman dahulu misanya cara membesarkannya John W.Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Kencana,2008) Hal.85 Teaching Stategi Mendidik Anak Berdasarkan Teori Brofenbrenner 1. Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai sistem lingkungan dan dipengaruhi oleh sistem-sistem itu.lingkungan itu : sekolah dan guru, orangtua dan saudara & kandung, teman & rekan sebaya, media, agama dan kultur 2. Perhatikan hubungan antara sekolah dan keluarga, jalin hubungan ini melalui saluran formal dan informal 3. Sadari arti penting dari komunitas, status sosioekonomi, dalam perkembangan anak. Konteks sosial yang luas ini bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak (Valsiner, 2000) John W.Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:Kencana,2008) Hal.86 Erik H Erickson Penjelasan singkat Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia. Selain, teori Erikson juga membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya yang dianggap lebih realistis. www. Deviarimariani.files.wordpress.com, diunduh 30 November, 20:28 Struktur Kepribadian Erickson meluaskan tahap perkembangan Freud sampai usia senja dan pusat dari teorinya lebih banyak menekankan peranan ego. Erikson yakin bahwa ego merupakan kekutan positif yang menciptakan identitas diri. Ego berdasarkan Erikson lebih mengarah kepada pentingnya perubahan yang terjadi pada tahap perkembangan kehidupan (tertuju pada masyarakat dan kebudayaan). Sebagai pusat kepribadian, ego membantu kita beradaptasi dengan beragam konflik dan krisis kehidupan. Selama masa kanak-kanak, ego sangatlah lemah, fleksibel dan rapuh, tetapi pada masa remaja, ego mulai mengambil bentuk tertentu dan memperoleh kekuatannya. Menurut Erikson, lingkungan dimana anak-anak tinggal sangat menentukan perkembangan, penyesuaian, dan sumber dari kesadaran diri dan identitas. Erikson berpendapat bahwa kepribadian seseorang tidak hanya apa yang dibawanya sejak lahir, tapi dalam perkembangannya muncul sifat-sifat baru, karena pengaruh lingkungan Menurut Erikson, perluasan ego dipengaruhi oleh interaksi lingkungan sosial dimana semakin luas lingkungan sosialnya, semakin luas perkembangan egonya. Erickson mendefinisikan ego sebagai kemampuan pribadi untuk menyatukan pengalaman dan tindakan dengan cara yang adaptif. Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, maka ego mengembangkan perasaan keberkelanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang. Erickson mengidentifikasikan tiga aspek ego yang saling berkaitan: ego-tubuh, ideal-ego, dan identitas ego. Sumber: Feist, 2008; 214 - 215 Ideal - ego Ego - tubuh Mengacu pada pengalamanpengalaman dengan tubuh. Melihat fisik kita sebagai hal yang berbeda dari milik oranglain. Identitas - ego Imajinasi yang kita miliki tentang diri kita di beragam peran sosial yang kita mainkan Imajinasi yang kita miliki tentang diri kita sendiri yang dibandingkan dengan gambaran ideal ego yang lain. Ideal-ego bertanggung jawab bagi rasa puas atau tidak, terhadap seluruh identitas personal kita Dinamika Kepribadian Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme. Sehingga seseorang tersebut menjadi matang secara fisik dan psikologi. Kemampuan bawaan penting dalam perkembangan kepribadian namun, ego muncul karena dibentuk oleh masyarakat. Bagi Erickson , pada waktu manusia lahir, ego hadir hanya sebagai potensi namun, untuk menjadi aktual dia harus hadir dalam lingkungan kultural. Masyarakat yang berbeda, dengan perbedaan kebiasaan cara mengasuh anak, cenderung membentuk kepribadian yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai budayanya Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadarn diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, maka ego mengembangkan perasaan keberkelanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang. Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mengikuti prinsip epigenetik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentangan waktu tertentu. Tahap perkembangan yang satu terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak mengganti perkembangan tahap sebelumnya itu). Sumber: Feist, 2008; 215 - 217 Perkembangan Kepribadian Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya yaitu di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, dan setiap tahap mempuyai masa optimal atau masa kritis yang harus dikembangkan dan diselesaikan. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut : www.deviarimariani.files.wordpress.com, diunduh 30 November 2016 16:28 www.wartawarga.gunadarma.ac.id, diunduh 30 November 2010, 15:12 Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini : Developmental stage Basic Components Fase Bayi ( 0-1 tahun ) Kepercayaan vs Kecurigaan Fase anak-anak ( 2-3 tahun ) Otonomi vs Perasaan malu, raguragu Fase Pra sekolah(4-6 tahun) Inisiatif vs Kesalahan Usia Sekolah ( 6 -11 tahun ) Kerajinan vs Inferioritas Remaja ( 12 – 20 tahun ) Identitas vs Kekacauan Identitas Dewasa Awal (21-40 tahun) Keintiman vs Isolasi Dewasa ( 41-65 tahun ) Generativitas vs Stagnasi Usia tua ( >65 tahun ) Integritas vs Keputusasaan Fase-fase Tujuan Akibatnya pengharapan dan kepercayaan rasa curiga, distorsi indrawi dan penakut kehendak dan kemandirian tergantung pada orang lain, kurangnya harga diri, dan merasa malu atau raguragu Fase Pra sekolah(4-6 tahun) Inisiatif vs Kesalahan tujuan dan keberanian malignasi berdiam diri, ketidakpedulian, takut mengambil resiko. Usia Sekolah ( 6 -11 tahun ) Kerajinan vs Inferioritas kompetensi Rendah diri, keahlian sempit dan lamban. kesetiaan dan loyalitas kejahatan, diskriminasi fanatisme dan penolakan. Fase Bayi ( 0-1 tahun ) Kepercayaan vs Kecurigaan Fase anak-anak ( 2-3 tahun ) Otonomi vs Perasaan malu, ragu-ragu Remaja ( 12 – 20 tahun ) Identitas vs Kekacauan Identitas Dewasa Awal (21-40 tahun) Keintiman vs Isolasi Dewasa ( 41-65 tahun ) Generativitas vs Stagnasi Usia tua ( >65 tahun ) Integritas vs Keputusasaan kelompok, cinta kepedulian mandeg dan tidak produktif, penolakan. kebijaksanaan depresi dan keputusasaan. Fase Bayi (Percaya vs tidak percaya, usia 0-1 tahun) Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak Kepercayaan Kecurigaan Dia mempercayai orang-orang di vssekitarnya. sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Tahap ini berlangsung pada masa oral. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil Perkembangan pada masa ini, sangat tergantung pada kualitas pemiliharaan ibu. Apabila kualitas pemeliharaan atau pengetahuan tentang perawatan anak ibu cukup maka akan dapat menumbuhkan kepribadian yang penuh kepercayaan, baik terhadap dunia luar maupun terhadap diri sendiri. Sebaliknya, jika tidak terpenuh anak akan memungkinkan jadi penakut, ragu – ragu dan khawatir terhadap dunia luar, terutama kepada manusia yang lain. Fase anak-anak (otonomi vs malu dan ragu, 2-3tahun) Masa kanak-kanak awal ditandai adanya kecenderungan otonomi– perasaan malu, ragu-ragu Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri (dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya)tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan Otonomi vs Perasaan malu, ragu-ragu atau persetujuan dari orang tuanya Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan raguragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah (membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian), maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Fase Pra sekolah(inisiatif vs rasa bersalah 3-5tahun) Usia bermain ditandai adanya kecenderungan inisiatif– kesalahan. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut diaKesalahan terdorong melakukan beberapa Inisiatif vs kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat. Tahap ini juga dikatakan sebagai tahap bermain. Tugas yang harus dijalani seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Jika orang tua mampu mendorong atau memperkuat kreativitas inisiatif dari anak, maka anak akan menampilkan diri lebih maju dan lebih seimbang secara fisik maupun kejiwaan. Akan tetapi jika orang tua tidak memberikan kesempatan anak untuk menyelesaikan tugas – tugasnya atau terlalu banyak menggunakan hukuman verbal atas inisiatif anak, maka anak akan tumbuh sebagai pribadi yang selalu takut salah rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. Usia Sekolah (usaha vs inferioritas, SD,6 -10tahun /puber) Masa Sekolah ditandai adanya kecenderungan kerajinan–inferioritas. Kerajinan vs Inferioritas Pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar,. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anakanak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. Apabila lingkungan orang tua dan sekitarnya, termasuk sekolah dapat menunjang akan menumbuhkan pribadi yang rajin dan ulet serta kompeten. Akan tetapi lingkungan yang tidak menunjang menumbuhkan pribadi – pribadi anak yang penuh ketidakyakinan atas kemampuannya ( inkompeten atau inferior ). Remaja ( identitas vs kebingungan identitas,10 – 20 tahun ) Tahap remaja, dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa remaja ditandai adanya kecenderungan identitas – kekacaun identitas. Identitas vs Kekacauan Identitas Selama masa ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah manusia unik, namun siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti ditengah masyarakat, entah peranan ini bersifat menyesuaikan diri atau sifat memperbaharui, mulai menyadari sifat – sifat yang melekat pada dirinya sendiri. Selain itu, didukung pula oleh kemampuan dan kecakapankecakapan yang dimilikinya untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini yaitu pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, maka kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik. Kesetiaan yang dimaksudkan yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan Dewasa Awal ( intimasi vs isolasi 2030tahun) Intimasi adalah penemuan diri sendiri tetapi kehilangan diri sendiri dalam diri orang lain. Masa Dewasa Awal ditandai adanya kecenderungan keintiman – isolasi. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif dengan Keintiman vs Isolasi membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya. Pada jenjang ini menurut Erikson, adanya suatu keingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi (cenerung menutup diri) Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Dewasa ( Generativitas vs stagnasi 40-50 tahun ) Masa Dewasa ditandai adanya kecenderungan generativitas – stagnasi. Pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup Generativitas banyak, sehingga perkembangan individu vs Stagnasi sangat pesat. Tugas yang harus dicapai pada tahap ini ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi) Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun. Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Kepeduliaan yang dimaksudkan yaitu, perhatian terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk – produk, ide – ide, dan keadaan masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan generasi – generasi mendatang Usia tua ( integritas vs putus asa, 50 60 tahun ) Masa hari tua ditandai adanya kecenderungan ego integritas – keputusasaan Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah Integritas vs Keputusasaan menjadi milik pribadinya. yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri seseorang memiliki integritas yang baik yakni dapat menerima hidup dan oleh karena itu juga dapat menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas sehingga dapat memunculkan sikap yang terlalu cemas, timbul keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum dilakukannya, ketakutan dalam menghadapi kematian. Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara integritas dan keputusasaan guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu sikap bijaksana. Bijaksana yanng dimaksudkan yaitu, rasa puas terhadap masa hidupnya dan tidak takut menghadapi kematian. Mendidik Anak Berdasarkan Teori Erikson 1. Dorong anak untuk berinisiatif 2. Mempromosikan usaha belajar untuk anak-anak SD, penting bagi guru untuk memupuk motivasi untuk menguasai pengetahuan dan rasa ingin tahu anak. 3. Ajak remaja mengeksplorasi identitas dirinya, misalnya tujuan untukmencari kerja, prestasi intelektual, minat pada hobi, olahraga, musik dll 4. Kaji diri anda sebagai guru Daftar Pustaka http://deviarimariani.files.wordpress.com/2008/11/erikeriksoi.doc http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/09/1445/ Feist, Jess dan Feist, Gregory. 2008. Theories of Personality. Edisi keenam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Santrock. John W. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana,2008