BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Jasa

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Jasa (Service)
Dalam melakukan usahanya, suatu perusahaan besar maupun perusahaan
kecil tidak terlepas dari penjualan . Penjualan yang baik akan menciptakan suatu
Service Quality:
Menurut Freddy Rangkuti (2006, p26), Jasa merupakan pemberian suatu
kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada
umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi
antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.
Jasa merupakan pemberian suatu kriteria atau tindakan tak kasat mata dari
suatu pihak ke pihak lain. Menurut pendapat Musanto (2004), pada dasar nya jasa
merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketakberwujudan yang
dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan memberikan berbagai
manfaat bagi pihak-pihak terkait.
Sedangkan menurut Olsen dan Wuckoff (1978) yang di kutip oleh Yamit
(2004, p.22) yang melakukan pengamatan atas jasa dan pelayanan dan
mendefinisikan jasa pelayanan yaitu sekelompok manfaat yang berdaya guna baik
secara eksplisit atas kemudahan utntuk mendapatkan barang maupun jasa
pelayanan. Coller (1987) memiliki pandangan lain tentang kualitas jasa pelayanan,
yaitu lebih menekankan pada kata konsuemen, pelayanan, kualitas dan level atau
tingkat.
6
Berdasarkan pendapat Rangkuti (2002, p26-27), dikatakan bahwa sukses
nya suatu industri jasa tergantung pasa sejauh mana perusahaan tersebut mengelola
tiga aspek, yaitu :
1.
Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada
konsumen
2.
Kemanapun
perusahaan
untuk
membuat
karyawan
mampu
memenuhi janji tersebut
3.
Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada
konsumen
Ketiga aspek tersebut di atas dikenal sebagai segitiga jasa, sisi segitiga
mewakili setiap aspek. Kegagalan di salah satu sisi segitiga dapat menyebabkan
robohnya segitiga yang berarti gagalnya industry jasa tersebut.
2.1.1
Karakteristik Jasa
Menutut (Tjiptono,2006) ada empat karekteristike pokok pada jasa yang
membedakan nya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut meliputi :
1.
Intangibility
Jasa berbeda dengan barang. Jika barang menggunakan suatu obyek, alat,
atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau
usaha. Jasa bersifat Intangibel, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
dicium, atau di dengar sebelum dibeli. Kosep Intangibel ini sendiri memiliki
dua pengertian (Tjiptono,2006,p16), yaitu :
a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa.
b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami
secara rohaniah.
7
Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmati nya
sendiri. Bila konsumen membeli jasa, maka ia hanya menggunakan,
memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Konsumen tersebut tidak
lantas memiliki jasa yang dibeli nya. Oleh karena itu tugas penyedia adalah
”manage the evidence” , dan ”tangibilize the tangible” (Tjiptono, 2006,p16).
Dalam hal ini perusahaan jasa menghadapi tantangan untuk memberikan
bukti-bukti perbandingan pada penawaran abstrak nya.
2.
Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan
jasa biasa nya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi di antara penyedia jasa dan
konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Kedua nya
mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam hubungan
penyedia jasa dan konsumen ini, efektivitas individu yang menyampaikan
jasa (contact personel) merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci
keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan,
dan pengembangan karyawan.
3.
Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized output,
artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang
menyebabkan Variabilitas kualitas jasa (Tjiptono,2006,p17) yaitu kerjasaman
atau partisipasi konsumen selama penyampaian jasa, moral/motivasi
karyawan dalam melayani konsumen, dan beban kerja perusahaan.
8
Penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian
kualitas nya, yaitu:
a.
Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.
b.
Melakukan
standarisasi
proses
pelaksanaan
jasa
(service
performance process) .
c.
Memantau kepuasan konsumen melalui sistem saran dan keluhan,
survey konsumen dan comparison shopping, sehingga pelayanan
yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.
4.
Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan,
dengan demikian bila suatu jasa tidak di gunakan, maka jasa tersebut akan
berlalu begitu saja.
2.1.2
Service Excellence
Sehubungan dengan perasaan contact personel yang sangat penting dalam
melakukan kualitas jasa, setiap perusahaan melakukan service excellence. Yang
dimaksud dengan service excellece atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap
atau
cara
karyawan
dalam
melayani
pelanggan
secara
memuaskan
(Tjiptono,2006,p58). Secara garis besar ada empat unsur pokok dalam konsep ini,
yaitu :
1. Kecepatan
2. Ketepatan
3. Keramahan
4. Kenyamanan
9
Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi,
maksud nya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada komponen yang
kurang.
2.2 Kualitas Pelayanan
2.2.1
Devinisi Kualitas
Berikut merupakan pengertian Kualitas kemurut beberapa ahli :
1. W. Edward Deming (dalam Yamit, 2004, p7), “Kualitas dapat didefinisikan
sebagai apapun yang menjadi kebutuhan keinginan konsumen.”
2. Crosby
(dalam
Yamit,
2004,
p7),
“Kualitas
adalah
nihil
cacat,
kesempurnaadan kesesuaian terhadap persyaratan.”
3. Juran (dalam Yamit, 2004, p7), “Kualitas merupakan kesesuaian terhadap
spesifikasi.”
4. Tjiptono (2006, p59), “Kualitas adalah tingkat keunggulan yang diharapkan
dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
5. Kotler (2005, p310), “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu
produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan nya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Dari beberapa devinisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kualitas
adalah
suatu
standar
mutu
dimana
setiap
unsur
saling
berhubungansrta dapat mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan
pelanggan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu
produk dan jasa tapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan
10
kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang
berkualitas tanpa melalui manusia dan proses berkualitas.
2.2.2
Konsep Kualitas
Menurut American Society for Quality Control dalam Lupiyoadi (2006, p175)
kualitas adalah ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari produk atau jasa dalam hal
kemampuan nya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan.
Persoalan kualitas dalam dunia bisnis sudah menjadi “harga yang harus dibayar” oleh
perusahaan agar ia tetap dapat survive dalam bisnisnya. Konsep kualitas sendiri
pada dasarnya bersifat relative, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan
untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Lebih lanjut Lupiyoadi (2006, p175)
menyatakan pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya
konsisten satu sama lain, yaitu :
1. Persepsi konsumen
2. Produk atau jasa
3. Proses
Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hamper selalu dapat
dibedakan dengan jelas, tetapi untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat
dibedakan dengan jelas, bahkan produknya adalah proses situ sendiri.
Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2006, p176), apabila dianalisis lebih jauh
antara kualitas dan keuntungan jangka panjang terlihat dalam dua hal, yaitu faktor
keuntungan eksternal yang diperoleh dari kepuasan pelanggan dan keuntungan
internal yang diperoleh dari adanya perbaikan efisien produk. Keuntungan eksternal
yang dimaksudkan diatas menurut Sviokla, dapat diimplikasikan dalam proses
produksi suatu barang atau jasa, dimana kualitas produk atau jasa yang diberikan
11
oleh perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap
perusahaan dan menghasilkan suatu keputusan serta loyalitas pelanggan. Sementara
itu, yang dimaksud dengan keuntungan internal tampak bersamaan dengan
diperolehnya keuntungan eksternal, dimana fokus perusahaan pada kualitas dapat
membawa nilai positif internal perusahaan dalam proses peningkatan.
2.2.3
Devinisi Pelayanan
Menurut Richard Gerson (2001), Kualitas pelayanan adalah suatu sarana
untuk mencapai kepuasan dan ikatan tujuan keseluruhan bisnis bukanlah
menghasilkan suatu produk atau jasa yang bermutu melainkan memberikan
pelayanan prima tetapi tujuan utama adalah menghasilkan konsumen yang puas dan
setia. Oleh karena itu, memberikan mutu dan pelayanan yang setia adalah suatu
keharusan untuk mencapai tujuan utama yaitu konsumen yang puas dan setia.
Dalam pembahasan mengenai pengukuran konsumen (Service). Pelayanan
pada dasarnya merupakan kegiatan bermanfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak yang lainnya pada dasarnya merupakan tidak berwujud serta tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin juga dikaitkan
dengan suatu produk atau jasa.
Perusahaan yang ingin memuaskan kosumennya harus meletakan harapan
konsumennya pada tingkat yang tidak wajar. Bila perusahaan banyak mengobral
janji melalui iklan atau media lainnya, akan meningkatkan harapan kosumen ke
suatu tingkat yang tidak wajar. Bila perusahaan banyak mengobral janji dengan iklan
atau media lainnya akan meningkatkan harapan konsumen ke suatu tingkat yang
tidak realistis.
12
Kepuasan konsumen berkaitan erat dengan kualitas. Mutu mempunyai
pengaruh langsung terhadap kinerja jasa dan dengan demikian terhadap kepuasan
konsumen. (Kotler dan Armstrong, 2001, p13)
Dalam buku yang mengatur kepuasan konsumen, Gerson (2001, p4)
berpendapat mutu (quality) dan pelayanan adalah sarana untuk mencapai kepuasan
dan ikatan. Tujuan keseluruhan bisnis bukanlah untuk menghasilkan produk dan jasa
yang bermutu, atau memberikan pelayanan yang prima. Tujuan utama perusahaan
adalah menghasilkan konsumen yang puas dan setia yang akan terus menjalin bisnis
dengan perusahaan. Oleh karena itu, memberikan mutu yang tinggi dan pelayanan
yang prima adalah suatu keharusan apabila ingin mencapai tujuan yang utama yaitu
konsumen yang puas dan setia (loyalitas konsumen).
Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas
pelayanan tertentu yang dihubungkan dengan tingkat kepuasan konsumen. Berikut
ini merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen
jasa pelayanan :
2.2.4
1.
Merumuskan suatu strategi pelayanan
2.
Mengkomunikasikan pelayanan kepada konsumen
3.
Menetapkan suatu standar pelayanan secara jelas
4.
Menerapkan sistem pelayanan yang efektif
5.
Survey tentang kepuasan dan kebutuhan konsumen
Konsep Kualitas Layanan (Service Quality)
Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang bermutu pada
para pelanggannya, pencapaian pasar- pasar yang tinggi, serta peningkatan profit
perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan Zeithaml,
13
et al. (2000, p81) konsekuensi atas pendekatan kualitas layanan suatu produk
memiliki eksistensi penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan
mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.
Salah satu pendekatan kualitas layanan yang banyak dijadikan acuan dalam
riset
pemasaran
adalah
model
kualitas
layanan
yang
dikembangkan
oleh
Parasuraman, et al. kualitas layanan atas adanya perbandingan dua faktor utama
yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (perceived service)
dengan layanan yang diharapkan atau diinginkan (expected service). Jika kenyataan
lebih dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila
kenyataan sama dengan harapan maka layanan disebut memuaskan. Dengan
demikian, kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan
antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau
peroleh.
Lebih lanjut Zeithaml et al. (2000, p48) mengemukakan, harapan para
pelanggan pada dasarnya sama dengan pelayanan seperti apakah yang seharusnya
diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para pelanggan ini
didasarkan pada informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi,
pengalaman dimasa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk
promosi perusahaan lainnya).
Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai sebuah perbandingan dari harapan
pelanggan dengan persepsi dari layanan nyata (actual performance) yang mereka
terima. Kualitas layanan juga didefinisikan sebagai persepsi konsumen secara
keseluruhan baik keunggulan maupun kelemahan dari organisasi dalam layanannya.
14
2.2.5
Dimensi Kualitas Pelayanan
Zeithaml, Berry, et al. (Yamit, 2005, 010 - p11) telah melakukan berbagai
penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan telah berhasil mengidentifikasi lima
dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi
kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah :
1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Assurance (jaminan), yaitu mencangkup kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun
keraguan-keraguan.
3. Reability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan
dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
4. Responbility (respon), yaitu respon dari konsumen.
5. Consistensy (kualitas pelayanan dari waktu ke waktu), yaitu kualititas
ketahanan atau pelayanan dari produk dan jasa dar waktu ke waktu.
2.2.6
Manfaat Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang
sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis maka tentu saja kualitas pelayanan
dapat
memberikan
beberapa
manfaat,
diantaranya
adalah
sebagai
berikut
(Simamora, 2003, p180):
a.
Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami melebihi
harapan konsumen) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk
penetapan harga premium. Perusahaan yang memberikan keputusan tinggi
bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan.
15
b.
Pelayanan istimewa memberi peluang untuk diversifikasi produk dan harga.
Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta
oleh konsumen yaitu tarif yang lebih mahal dibebankan terhadap pelayanan
yang mebutuhkan penyelesaian yang paling cepat.
c.
Menciptakan loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal tidak hanya potensial
untuk penjualan produk dan jasa yang sudah ada tetapi juga untuk produkproduk dan jasa-jasa baru dari perusahaan.
d.
Konsumen yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif dari
perusahaan dan produk atau jasa bagi pihak luar bahkan mereka dapat
menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu yang
negatif.
e.
Konsumen merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelejen
pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada
umumnya.
f.
Kualitas yang baik berarti menghemat biaya-biaya seperti biaya untuk
memperoleh konsumen baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun
kembali citra karena wanprestasi, dan sebagainya. Jadi mempertahankan
konsumen yang sudah ada melalui kualitas pelayanan yang memuaskan
merupakan hal yang sangat penting.
g.
Kualitas pelayanan yang didisain dan diimplementasikan secara memadai
bukan hanya memuaskan konsumen tetapi juga memberikan kepuasan kerja
bagi karyawannya. Karyawan dapat menerima tuntutan untuk senantiasa
memuaskan konsumen, karena dengan demikian ia dapat memajukan
keadaan finansial dan ekspresi dirinya. Bagi usaha pelayanan, kepuasan
16
karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan memegang
peranan penting dalam memelihara citra kualitas yang dibangun.
2.3 Merek (Brand)
Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi halhal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing dan merek merupakan nilai
tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang
mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan
tepat.(Durianto, Sugiarto & Budiman, 2004, p2).
Berbeda dengan pendapat Susanto dan Wijanarko dalam bukunya yang
berjudul
Power
Branding
:
”Membangun
Merek
Unggul
dan
Organisasi
Pendukungnya” (2004, p5) mengatakan merek adalah nama atau simbol yang
diasosiasikan dengan produk atau jasa yang menimbulkan arti psikologis atau
asosiasi. Merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produknya atau
kemasannya, tetapi termasuk apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana
konsumen mengasosiasikannya.
Menurut Ellena Delgado Ballester (2003), brand trust (kepercayaan merek)
adalah perasaan aman yang dimiliki konsumen akibat dari interaksinya dengan
sebuah merek, yang berdasarkan persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan
dan bertanggung jawab atas kepentingan dan keselamatan dari konsumen
Menurut Hermawan Kertajaya (2004, p11), Marketing Icon of Indonesia,
merek merupakan indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan, dan atau aset
yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitasnya. American
Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol,
17
atau desain kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mendefinisikan barang
atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari
barang atau jasa pesaing. (Kotler, 2005, p82).
Sedangkan menurut Nicolino, dalam Brand Management : The Complete
Ideal’s Guides (2004,p4) mengatakan bahwa merek adalah entitas yang mudah
dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Menurutnya, sebuah nama, logo,
singkatan, desain, atau apa saja, dapat dikatakan sebagai sebuah merek, jika
memenuhi keempat hal berikut :
1.
Dapat dikenali atau diidentifikasi (identifiable)
Dapat dengan mudah memisahkan suatu barang yang serupa dengan yang
lain nya melalui beberapa cara, biasanya berupa sepatah kata, warna, atau
simbol (logo) yang dapat dilihat secara langsung.
2.
Memiliki entitas
Sesuatu yang mempunyai eksistensi yang khas atau berbeda.
3.
Janji-janji tertentu (specific promises)
Sebuah produk atau jasa membuat klaim mengenai apa yang dapat
diberikannya.
4.
Nilai-nilai
Apapun yang didapatkan konsumen pasti merupakan sesuatu yang
konsumen peduli hingga batas tertentu.
Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan
ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar jaminan
kualitas karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut ini. (Durianto et al,
2004, p2):
18
1.
Atribut Produk
Seperti hal nya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain-lain.
Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, produk yang dibuat dengan
baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya.
2.
Manfaat
Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya
membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek
diperukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat
emosional, sebagai gambaran, atribut ”mahal” cenderung diterjemahkan
sebagai manfaat emosional, sehingga orang yang mengendarai Mercedes
akan menganggap dirinya penting dan dihargai.
3.
Nilai
Merek
juga
menyatakan
menyatakan
produk
yang
sesuatu tentang nilai
berkinerja
tinggi,
produsen.
aman,
Mercedes
bergengsi,
dan
sebagainya. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi
di mata masyarakat.
4.
Budaya
Merek juga mencerminkan biaya tertentu. Mercedes mencerminkan budaya
Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya tinggi, efisien,
dan berkualitas tinggi.
5.
Kepribadian
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali produk tertentu
menggunakan
kepribadian
yang
terkenal
untuk
mendongkrak
atau
menopang merek produk atau jasa nya.
19
6.
Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Pemakai mercedes umumnya diasosiasikan dengan orang
kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya.
2.3.1
Brand Trust
2.3.1.1 Kepercayaan terhadap Merek
Menurut Lau dan Lee (1999), kepercayaan konsumen pada merek (Brand
Trust) didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk bersandar pada sebuah
merek dengan resiko-resiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu
akan menyebabkan hasil yang positif. Kepercayaan yaitu sebagai suatu keadaan
yang melibatkan ekspektasi positif mengenai motif-motif dari pihak lain yang
berhubungan dengan diri seseorang dalam situasi yang beresiko. Kepercayaan
merupakan harapan dari pihak-pihak dalam sebuah transaksi, dan risiko yang terkait
dengan perkiraan dan perilaku terhadap harapan tersebut (Deutch, 1958, dalam Lau
dan Lee, 1999).
Kepercayaan memiliki peran yang penting dalam pemasaran industri.
Dinamika lingkungan bisnis yang cepat memaksa pemasaran perusahaan untuk
mencari cara yang lebih kreatif dan fleksibel untuk beradaptasi. Untuk tetap
bertahan dalam situasi tersebut, perusahaan akan mencari cara yang kreatif melalui
pembentukan hubungan yang kolaboratif dengan konsumen (Lau dan Lee, 1999).
Kepercayaan memiliki dua dimensi, yaitu kredibilitas dan benevolence. Kredibilitas
didasarkan pada keyakinan akan keahlian partner untuk melakukan tugasnya secara
efektif dan dapat diandalkan. Hal ini menjelaskan bahwa penciptaan awal hubungan
dengan partner didasarkan pada trust (kepercayaan).
20
Dalam pasar konsumen, ada begitu banyak konsumen yang tidak
teridentifikasi, sehingga sulit bagi perusahaan untuk membangun hubungan personal
dengan setiap konsumen (Lau dan Lee, 1999). Cara lain yang ditempuh oleh
pemasar untuk membangun hubungan person-to-person antara perusahaan dengan
konsumennya, selanjutnya kepercayaan dapat dibangun melalui merek.
•
Menurut
Singh
dan
Sirdeshmukh
(2000),
menyatakan
loyalitas
dikonseptualisasikan sebagai sebuah niat perilaku untuk memelihara
hubungan yang sedang berlangsung dengan penyedia jasa dan merupakan
sebuah konstruk relasional yang dapat dibentuk oleh suatu pertukaran
tertentu.
•
Menurut Griffin ”Loyalty is defined as non random purchase expressed
overtime by decision making unit” dari definisi tersebut terlihat bahwa
loyalitas lebih mengacu pada wujud prilaku dari unit-unit pengambilan
keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap
barang atau jasa yang sudah mereka pilih.
Pemahaman lengkap tentang loyalitas merk tidak dapat diperoleh tanpa
penjelasan mengenai kepercayaan terhadap merk (Brand Trust) dan bagaimana
hubungannya dengan loyalitas merek.
Menurut Lau dan Lee (1999 : 44 ), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entensitas
yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor
tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen.
Selanjutnya Lau dan Lee (1999 :44)memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap
merek akan menimbulkan loyalitas merek. Hubungan antara brand trust dan loyalitas
21
merek (brand loyalty) dan berdampak pada loyalitas konsumen (customer loyalty)
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 Sumber: Lau dan Lee (1999).
Brand Characteristics
ƒ Brand Reputation
ƒ Brand Predictable
ƒ Brand Competence
Company Characteristics
ƒ Trust in Company
ƒ Company Reputation
ƒ Company Perceived
Motives
ƒ Company Integrity
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Trust in a
Brand
Consumer-Brand
Characteristics
Similarity between
Consumer selfconcept & Brand
Personality
Brand Liking
Brand experience
Brand Satisfaction
Peer Support
Brand
Loyalty
Customer
Loyalty
Gambar 2.1 Model dari Brand Trust dan Customer Loyalty
Sumber: Hasil pengolahan data, 2009
Dalam membangun dan mengembangkan brand trust, perusahaan harus
memahami tiga karakteristik penting sebagai determinan kepercayaan pelanggan,
yang pada akhirnya akan mengarah pada loyalitas konsumen. Tiga karakteristik
kunci bagi kesuksesan hubungan antara pelanggan dan perusahaan adalah
karakteristik merek, karakteristik perusahaan, dan karakteristik hubungan konsumenmerek.
22
2.3.1.2 Dimensi Brand Trust
Kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik
merek. Berdasarkan definisi ini kepercayaan merek merefleksikan 2 komponen
penting yaitu:
•
Brand reliabity
Kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan konsumen bahwa
produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata
lain persepsi bahwa suatu merek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan. Brand reliabilty merupakan hal yang esensial bagi
terciptanya kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek
memenuhi nilai yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa
yakin akan kepuasan yang sama di masa depan.
•
Brand intention
Didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu
mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi
produk muncul secara tidak terduga.
Kedua komponen kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen
yang subyektif atau didasarkan pada beberapa persepsi yaitu:
1.
Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk/merek
Delgado (2004).
2.
Persepsi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan kesamaan
kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi mereka pada sejauh mana
konsumen dapat mengendalikan penjual dan persepsi (Walzuch, 2001;
Teltzrow et.al.,2007).
23
Pemasar harus memperhatikan stimuli-stimuli apa saja yang harus
disediakan agar persepsi yang terbentuk sesuai dengan yang diharapkan
merek. Beberapa contoh stimuli yang dapat digunakan pemasar untuk
membangun kepercayaan dengan konsumen diantaranya:
1.
Pada kemasan tersedia cara pemakaian dan manfaat produk.
Informasi semacam ini menggambarkan kepedulian perusahaan
pada konsumen.
2.
Merek menyediakan jaminan dalam bentuk tertentu jika terjadi
kinerja
di
bawah
yang
dijanjikan.
Jaminan
semacam
ini
menggambarkan niat baik perusahaan pada konsumen sekaligus
menunjukkan
pada
konsumen
bahwa
perusahaan
memiliki
kepentingan yang sama dengan konsumen yaitu untuk memenuhi
kebutuhan konsumen.
3.
Menyediakan informasi tentang efek samping yang mungkin akan
dialami oleh konsumen. Stimuli semacam memberikan kesan bahwa
merek tidak menutup-nutupi efek negatif. Penjelasan tentang
informasi ini sebaiknya disampaikan oleh pihak yang netral sperti
dokter atau pihak lain yang berkompeten diluar pemasar karena
informasi dari pihak netral ini menjadi word of mouth yang dapat
lebih dipercaya oleh konsumen.
4.
Menyediakan saluran komunikasi khusus bagi konsumen yang ingin
menyampaikan keluhan atau saran. Sehingga tercipta kesan bahwa
merek sangat memperhatikan dan ingin memenuhi kebutuhan
konsumen yang belum dipenuhi.
24
5.
Menyediakan sales counter atau advisor
yang dapat memberikan
penjelasan secara langsung kepada konsumen, khususnya untuk
merek produk yang sifatnya jasa. Sales counter atau advisor
sebaiknya adalah orang-orang yang dapat memposisikan dirinya
sebagai teman atau keluarga konsumen karena informasi yang
disampaikan oleh teman atau keluarga akan lebih dipercaya.
Shaw berpendapat terdapat 3 aktivitas yang dapat dilakukan oleh
perusahaan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Achieving result, harapan konsumen tidak lain adalah janji
konsumen yang harus dipenuhi bila ingin mendapatkan kepercayaan
konsumen. Dalam rangka memenuhi janjinya kepada konsumen
maka setiap karyawan dalam perusahaan harus bekerjasama dengan
memenuhi tanggung jawabnya masing-masing
2.
Acting with integrity, bertindak dengan integritas berarti adanya
konsistensi antara ucapan dan tindakan dalam setiap situasi. Adanya
integritas merupakan faktor kunci bagi salah satu pihak untuk
percaya akan ketulusan dan kejujuran pihak lain.
3.
Demonstrate concern, kemampuan perusahaan untuk menunjukkan
perhatiannya kepada konsumen dalam bentuk menujukkan sikap
pengertian ketika konsumen menghadapi masalah dengan produk,
akan menumbuhkan kepercayaan konsumen kepada merek.
25
Pembahasan tentang kepercayaan terhadap merek akan lebih
lengkap dengan menjelaskan tentang 3 komponen sikap :
• Kepercayaan sebagai komponen kognitif. Kepercayaan konsumen
tentang merek adalah karakteristik yang diberikan konsumen pada
sebuah merek. Seorang pemasar harus mengembangkan atribut dan
keuntungan dari produk untuk membentuk kepercayaan terhadap
merek ini.
• Komponen afektif, evaluasi terhadap merek. Sikap konsumen yang
kedua
adalah
evaluasi
mereprensentasikan
terhadap
evaluasi
merek.
konsumen
Komponen
secara
ini
keseluruhan
terhadap sebuah merek. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah
merek bersifat multi dimensional karena hal itu diterima di benak
konsumen.
• Komponen konatif, niat melakukan pembelian. Komponen ketiga dari
sikap adalah dimensi konatif yaitu kecenderungan konsumen untuk
berperilaku terhadap objek, dan hal ini diukur dengan niat untuk
melakukan pembelian.
Menurut Gurviez dan Korchia (2003) ada beberapa hal yang dapat
diidentifikasi dari variabel kepercayaan, yaitu:
• Kepercayaan dan komitmen merupakan variabel yang terpenting dan
strategis untuk menjaga hubungan jangka panjang antar partner industri
dan bisnis.
• Penjelasan dari variabel kepercayaan dan komitmen dalam hubungan antara
perusahaan dan konsumen, memberikan suplemen pada teori ekonomi
khususnya tentang biaya transaksi.
26
• Kesulitan terbesar dalam mengkonsepsikan kepercayaan adalah pada dasar
kognitif maupun afektif.
Penelitian yang dilakukan Tezinde et al (2001) membuktikan bahwa
kepercayaan, komitmen dan kepuasaan akan mempengaruhi
hubungan dengan
konsumen dan loyalitas konsumen.
2.4
Anteseden Kepercayaan Konsumen pada Merek
Dalam hubungan kepercayaan dan merek, entitas yang dipercaya adalah
bukan orang, tapi sebuah simbol. Karena itu, loyalitas pada merek melibatkan
kepercayaan pada merek. Untuk menciptakan loyalitas dalam pasar saat ini, pemasar
harus memfokuskan pada pembentukan dan pemeliharaan kepercayaan dalam
consumer-brand relationship (Lau dan Lee, 1999).
Dalam membangun dan mengembangkan brand trust, perusahaan harus
memahami tiga karakteristik penting sebagai determinan kepercayaan konsumen,
yang pada akhirnya akan mengarah pada loyalitas konsumen. Tiga karakteristik
kunci bagi kesuksesan hubungan antara konsumen dan perusahaan adalah
karakteristik merek, karakteristik perusahaan, dan karakteristik hubungan konsumenmerek.
2.5
Faktor Pembentuk Kepuasan Konsumen atau Pelanggan
Konsep Trust (kepercayaan) menjadi suatu isu yang populer dalam bidang
pemasaran dnegan munculnya orientasi rasional dalam aktivitas pemasaran. Trust
dipandang sebagai Trust dipandang sebagai dasar dalam hubungan dengan
konsumen dan Trust merupakan atribut terpenting yang dimiliki oleh merek. Para
27
peneliti pemasaran menyatakan bahwa Trust merupakan faktor fundamental yang
dapat mengembangkan loyalitas konsumen.
Adanya kepuasan pada konsumen akan menimbulkan kepercayaan, karena
adanya konsistensi merek dalam memenuhi harapan konsumen Di samping itu,
merek yang dipilih dapat melindungi, menjaga keselamatan, keamanan, dan
kepentingan konsumen. Dengan demikian, keyakinan mengenai keandalan dan
kenyamanan merupakan hal yang penting dari Trust (kepercayaan)
Menurut Irawan (2003 : p16), kepuasan pelanggan merupakan salah satu
alat ukur untuk melihat daya saing suatu perusahaan. Berdasarkan beberapa artikel
ilmiah tentang kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang menentukan
tingkat kepuasan pelanggan:
- Pertama adalah kualitas produk. Konsumen atau pelanggan akan merasa
puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan
berkualitas. Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas
produk adalah performance, features, reliability, conformance to spesification,
durability, serviceability, estetika, dan perceived quality.
- Kedua adalah kualitas pelayanan. Pelanggan akan merasa puas apabila
mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan. Dimensi kualitas pelayanan sudah banyak dikenal yang meliputi
reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangible.
- Ketiga adalah faktor emosional. Ketiga adalah faktor emosional. Konsumen
merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum
terhadap dia apabila menggunakan produk dengan merek tertentu. Kepuasan
ini bukan semata-mata karena kualitas produk tersebut, tetapi social value
yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tertentu.
28
- Keempat adalah harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama, tetapi
menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi
kepada pelanggan. Di sini jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor
yang penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya.
- Kelima adalah biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan suatu biaya tambahan atau tidak
perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan
cenderung puas terhadap produk dan jasa tersebut.
2.6 Loyalitas Konsumen
2.6.1
Pengertian Konsumen
“Konsumen adalah seorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan
itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering dilakukan selama periode
waktu tertentu, sedangkan konsumen yang sejati tumbuh seiring dengan waktu”
(griffin, 2005, p31).
Sesuai dengan pandangan tradisional, konsumen adalah setiap orang yang
membeli dan menggunakan produk atau jasa di perusahaan tersebut. Sesuai dengan
pandangan modern, konsumen mencakup konsumen external dan konsumen
internal. Konsumen eksternal adalah setiap orang pembeli produk atau jasa dari
perusahaan, sedangkan konsumen internal adalah semua pihak dalam organisasi
atau perusahaan yang sama, yang menggunakan jasa suatu bagian atau departemen
tertentu (Tjiptono, 2002, p5)
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsumen
yang terdiri atas konsumen external dan konsumen internal merupakan bagian yang
terpenting bagi perkembangan suatu perusahaan. Tanpa konsumen, suatu
29
perusahaan tidak akan dapat menjalankan kegiatan usahanya, karena konsumen
merupakan seseorang yang secara terus menerus dan berulang kali datang ke suatu
tempat yang sama untuk memuaskan keinginan
atau kebutuhannya dengan
memiliki suatu produk atau jasa di perusahaan tersebut.
2.6.2
Karakteristik Loyalitas Konsumen
Pelanggan yang loyal merupakan aset paling penting bagi perusahaan, hal
ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan oleh
Griffin (2002; p31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.
Melakukan pembelian secara teratur (Pembelian Ulang) :
Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak
dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk
yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang
berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.
2.
Membeli diluar lini produk atau jasa (Pembelian antar lini produk) :
Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka
butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis
pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka
tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3.
Merekomendasikan produk kepada orang lain :
Adalah membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka
butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka
mendorong
teman-teman
mereka
agar
membeli
barang
atau
jasa
perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut pasa lorang lain,
30
dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran
untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
4.
Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dan pesaing :
Adalah tidak mudah terpengaruh tarikan pesaingan produk sejenis lainnya.
2.6.3
Pengertian Loyalitas Konsumen
Menurut Olson (1993), loyalitas konsumen merupakan dorongan perilaku
untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang untuk membangun kesetiaan
konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha
tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang
berulang-ulang tersebut, Musanto (2004). Seorang konsumen yang loyal memiliki
prasangka spesifik mengenai apa yang akan di beli dan dari siapa. Pembelinya bukan
merupakan peristiwa acak. Selain itu, loyalitas merupakan kondisi dari durasi waktu
tertentu dan mengsayaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari
dua kali.
Sedangkan menurut Griffin (2002) yang dikutip olah Hurriyati (2005, p.129)
“Loyalty is defined as non random purchase expressed over by some decision
marketing unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih
mengacu pada wujud prilaku dari pengambilan keputusan untuk melakukan
pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang
dipilih oleh konsumen.
Menurut Griffin (2005) Definisi berasal dari kata kustom, yang didefinisikan
sebagai ”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan ”mempraktikkan
kebiasaan.” Pelanggan yang loyal dicirikan sebagai berikut:
1.
Makes regular repeat purchase (melakukan pembelian ulang secara teratur)
31
2.
Purchases across product and service lines (melakukan pembelian lini produk
yang lainnya dari perusahaan anda)
3.
Refers others; and (memberikan referensi pada orang lain)
4.
Demonstrates in immunity to the pull of the competition (menunjukkan
kekebalan terhadap tarikan dari pesaing atau tidak mudah terpengaruh oleh
bujukan pesaing).
Konsumen
menjadi setia atau loyal biasanya disebabkan oleh salah satu
aspek di dalam perusahaan, tetapi biasanya konsumen menjadi setia atau loyal
karena “paket” yang ditawarkan seperti produk, pelayanan dan harga.
Ada tiga kriteria untuk mendefinisikan konsumen setia atau loyal, yaitu:
1.
Keinginan dari membeli produk dan jasa dari perusahaan tanpa
membandingkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing.
2.
Merekomendasikan perusahaan, produk dan pelayanan perusahaan
dari mulut ke mulut kepada orang lain.
3.
Tindakan proaktif untuk memberikan saran produk dan jasa karena
perusahaan.
Loyalitas konsumen merupakan sesuatu yang tertanam dalam benak atau
pemikiran konsumen yang memiliki hubungan yang memuaskan dengan penyelia
produk atau jasa. Konsumen akan tetap setia (Loyal) memakai produk atau jasa
yang disediakan sepanjang konsumen merasa dipuaskan dengan apa yang diberikan
oleh pihak perusahaan.
Kesimpulan dari seluruh penjelasan diatas adalah loyalitas konsumen
terbentuk melalui berbagai tahapan sesuai dengan proses pembelajaran dan
pengalaman yang dilalui oleh konsumen dalam pertukaran yang terjadi antara
konsumen dan penyelia produk atau jasa. Loyalitas konsumen dipengaruhi secara
32
positif oleh keputusan konsumen setelah mengkonsumsi sebuah produk (barang
atau jasa) serta akan membentuk komitmen serta kepercayaan konsumen terhadap
produk (barang atau jasa) yang dikonsumsinya.
Hermawan Kartajaya (2004: p78) menyatakan pendapatnya bahwa tingkat
loyalitas konsumen adalah proses yang berkembang sejak 1970an. Dalam
perkembangannya, ada empat school of thoughts loyalitas konsumen, yaitu berturutturut Customer satisfaction, Customer Retention, Customer Migration, dan Customer
Enthusiasm.
1. Pada school of thought yang pertama muncul awal 1970-an, Customer
Satisfaction, perusahaan mencoba mengukur dan mengelola kepuasan
konsumen mereka sebagai indikasi tingkat loyalitas.
2. Kemudian dilanjutkan dengan school of thought yang kedua yaitu
Customer Retention. Pada era 1980-an sampai awal 1990-an,
perusahaan mulai mengukur tingkat perpindahaan konsumen
dan
menyelidiki penyebab-penyebabnya.
3. Sementara itu pada school of thought ketiga, Customer Migration,
perusahaan mulai
melihat
customer wallet share satu persatu.
Maksudnya, konsumen dikelola supaya tetap atau bahkan meningkatkan
belanjanya pada perusahaan itu.
4. Sedangkan school of thought terakhir dari loyalitas konsumen adalah
Customer Entusiasm. konsumen yang antusias ini akan menunjukan
komitmen yang kuat kepada produsen.
Reichheld dan Sasser (1997: p59) menyebutkan bahwa terdapat tiga
indikator untuk mengetahui tingkat loyalitas konsumen, biasa dikenal dengan tiga Rs
33
yaitu, retention, related sales, dan Refferals. Untuk ketiga alasan inilah, akhirnya
reichheid dan sasser menyimpulkan bahwa customer service paling tidak berperan
sebagai fungsi penting dari penjualan diberbagai perusahaan jasa.
Kepuasan dan ketidakpuasan akan suatu produk atau jasa sebagai akhir dari
suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri kepada perilaku pelanggan
akan produk atau jasa yang diterima. Bagaimana perilaku pelanggan dalam
melakukan pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan
produk yang dipakainya dan jasa yang diperolehnya, dan perilaku lain yang
menggambarkan reaksi pelanggan atas produk atau jasa yang telah dirasakan.
Salah satu reaksi pelanggan apabila merasa puas adalah dengan tetap setia
akan produk dan jasa tersebut. Menurut Rambat Lupiyoadi (2001, p161),
kesetiaan pelanggan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa XYZ kepada orang lain.
2. Merekomendasikan kualitas jasa XYZ kepada orang lain.
3. Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan XYZ.
4. Mempertimbangkan XYZ sebagai pilihan pertama dalam membeli
atau menggunakan jasa.
5. Melakukan bisnis lebih banyak dari waktu kewaktu.
Sementara menurut Prof. Dr. H. Buchari Alma (Manajemen Pemasaran
dan Pemasaran Jasa, Cetakan ketujuh, 2005, p294), kesetiaan atau loyalitas
pelanggan mencakup :
34
1. Pembelian ulang.
2. Penolakan pesaing.
3. Tidak terpengaruh terhadap daya tarik barang lain.
4. Frekuensi rekomendasi kepada orang lain.
Telah dikatakan diatas bahwa telah terjadi penekanan yang lebih dari
pelanggan. Mengapa penekanan baru mempertahankan pelanggan? Dulu, banyak
perusahaan yang memperoleh pelanggan begitu saja. Menghadapi ekonomi yang
meluas dan pasar yang tumbuh cepat,
perusahaan dapat mempraktikkan
pendekatan ”ember bocor” atas pemasaran. Pasar yang tumbuh berarti pasokan
pelanggan baru yang banyak. Perusahaan dapat terus mengisi ember pemasaran
mereka dengan pelanggan baru tanpa takut kehilangan pelanggan lama melalui
lubang yang ada di bawah ember tersebut. (Kotler & Amstrong, 2001, p302).
Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi
diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi dapat
diuraikan sebagai berikut:
•
Tanpa loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas
terhadap produk atau jasa tertentu.
•
Loyalitas yang lemah
Ketertarikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Konsumen
ini akan
membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor
situasi merupakan alasan utama membeli.
35
•
Loyalitas tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).
•
Loyalitas premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang dapat ditingkatkan, terjadi bila ada
tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga
tinggi.
Menurut Griffin (2005), tahapan loyalitas dibagi menjadi sebagai berikut:
•
Tahap satu: suspect
Orang yang mungkin membeli jasa anda disebut tersangka karena dipercaya
atau menyangka mereka akan membeli tetapi masih belum cukup yakin.
Atau semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa
perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan barang
atau jasa yang ditawarkan.
•
Tahap dua: prospek
Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan
memiliki kemampuan membeli. Pada prospek ini, meskipun mereka belum
melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan
dan
barang
atau
jasa
yang
ditawarkan,
karena
seseorang
telah
merekomendasikan barang atau jasa tersebut kepadanya.
•
Tahap tiga: prospek yang didiskualifikasi
Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari
untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki
kemampuan membeli produk atau menggunakan jasa.
36
•
Tahap empat: konsumen pertama kali
Konsumen pertama kali adalah orang yang telah membeli produk satu kali.
Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan dan juga sekaligus pesaing.
•
Tahap lima: konsumen berulang
Konsumen berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk atau
meggunakan jasa yang kita jual lebih dari dua kali. Mereka mungkin telah
membeli produk atau menggunakan jasa yang sama dua kali atau lebih.
•
Tahap enam: klien
Klien membeli apapun yang dijual dan dapat digunakan. Orang ini membeli
secara teratur, memiliki hubungan kuat dan berlanjut, yang menjadikannya
kebal terhadap tarikan pesaing.
•
Tahap tujuh: penganjur (advocate)
Seperti klien, pendukung membeli apa pun yang dijual dan dapat digunakan
serta membelinya secara teratur. Tetapi, penganjur juga mendorong orang
lain untuk membeli, melakukan pemasaran dan membawa pelanggan.
•
Pelanggan atau klien yang hilang
Seseorang yang pernah menjadi konsumen atau klien tetapi belum membeli
kembali dari sedikitnya dalam satu siklus pembelian yang normal.
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian.
Pembelian pertama kali akan bergerak melalui 5 langkah yaitu:
1.
Langkah pertama: kesadaran
Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran
pelanggan akan produk. Pada
tahap
inilah
mulai
terbentuk
“pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam
37
pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul dari
pesaing.
2.
Langkah kedua: Pembelian awal
Pembelian
pertama
kali
merupakan
langkah
penting
dalam
memelihara loyalitas. Baik itu dilakukan secara online maupun
offline, pembelian pertama kali merupakan pembelian
percobaan:
perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada
pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan.
3.
Langkah ketiga: Evaluasi pasca-pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak
sadar akan mengevaluasi tranksaksi. Bila pembeli merasa puas, atau
ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan
sampai
dapat
dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing.
4.
Langkah keempat: Keputusan membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling
penting bagi loyalitas bahkan
lebih
penting
dari
kepuasan.
Singkatnya tanpa pembelian berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi
untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif yang
ditunjukkan
terhadap produk atau jasa tertentu, dibandingkan
sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif
Keputusan
membeli
kembali
seringkali
yang
merupakan
potensial.
langkah
selanjutnya yang terjadi secara alamiah apabila pelanggan telah
memiliki kekuatan emosional yang kuat dengan produk tertentu.
38
5.
Langkah kelima: Pembelian kembali
Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali
yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan
harus
terus
membeli
kembali
dari
perusahaan
yang
sama,
mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian
kembali) berkali-kali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak
pesaing dan membeli kembali dari perusahaan
yang sama kapan
saja item itu dibutuhkan.
2.6.4
Analisis Persaingan : 5 model analisis Porter
Lima kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam industry (Kotler,
2005, p266) dalam bukunya Manajemen Pemasaran :
1.
Ancaman pendatang baru
Pendatang baru dalam industri membawa kapasitas baru, keinginan
untuk merebut bagian pasar, serta sumber daya yang besar.
Akibatnya harga menjadi turun dan biaya membengkak juga
mengurangi laba. Ancaman pendatang baru tergantung pada
rintangan masuk. Ada 7 rintangan masuk dalam industry:
a. Skala ekonomi
Sekala ekonomi menggambarkan turunnya biaya satuan (unit
cost) suatu produk. Sekala ekonomis menghalangi masuknya
pendatang baru dengan memaksa mereka untuk masuk dalam
skala besar dan menghadapi resiko dan reaksi yang keras dari
pesaing atai masuk dalam sekala kecil dan beroperasi dengan
biaya yang tidak menguntungkan.
39
b. Diferensiasi produk
Perusahaan
tertentu
mempunyai
identifikasi
merek
dan
kesetiaan pelanggan yang disebabkan oleh periklanan, dan
perbangkan produk. Diferensiasi menciptakan hambatan masuk
dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang
besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan yang telah ada.
c.
Kebutuhan modal
Kebutuhan untuk menanam modal yang besar agar dapat
bersaing menciptakan hambatan masuk.
d. Biaya beralih pemasok
Hambatan untuk tercipta dengan adanya biaya beralih pemasok
yaitu biaya satu kali (one time cost) yang harus dikeluarkan
pembeli bilamana berpindah dari produk pemasok tertentu ke
pemasok lain.
e. Akses saluran distribusi
Hambatan masuk yang dapat ditimbulkan dengan adanya
kebutuhan dari pendatang baru untuk mengamankan distribusi
produknya.
f.
Biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala
Perusahaan yang telah mapan mingkin mempunyai mungkin
mempunyai keunggulan biaya yang tidak dapat ditiru oleh
pendatang
baru.
Tidak
peduli
besarnya
dan
berapapun
pencapaian skala ekonomis dari pendatang baru.
40
g. Kebijakan pemerintah
Pemerintah dapat membatasi bahkan menutup kemungkinan
masuk kedalam industry dengan peraturan-peraturan seperti
persyaratan lisensi, membatasi akses ke bahan baku dan
sebagainya.
2.
Tingkat revalitas (persaingan)
Antara pesaing yang ada revalitas dikalangan pesaing yang ada
berbentuk
perlombaan
untuk
mendapatkan
posisi,
dengan
menggunakan taktik seperti persaingan harga, iklan, produk dan
meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Persaingan terjadi
karena suatu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau
melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Persaingan yang tajam
merupakan akibat dari sejumlah faktor-faktor structural yang sering
berinteraksi
3.
Ancaman produk pengganti
Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing, dalam arti yang
luas dengan industri-industri yang menghasilkan produk pengganti.
Mengenali produk pengganti adalah masalah mencari produk lain
yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam
industri.
4.
Kekuatan tawar menawar pembeli
Pembeli bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga
turun, tawar menawar untuk mutu lebih tinggi dan pelayanan yang
lebih baik. Serta berperan sebagai pesaing satu sama lain. Kelompok
pembeli disebut kuat jika situasi berikut terjadi :
41
a.
Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah
besar relative terhadap penjualan pihak penjual.
b.
Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya
atau pembelian yang cukup besar dari pembeli.
c.
Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau
terdiferensiasi.
d.
Pembeli mendapatkan laba kecil.
e.
Pembeli menunjukan ancaman untuk melakukan integrasi
balik.
f.
Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa
pembeli.
g.
5.
Pembeli memiliki informasi lengkap.
Kekuatan tawar menawar pemasok
Pemasok dapat menggunakan tawar menawar terhadap para
peserta industri dengan mengancam atau menaikan harga atau
menurunkan mutu produk atau jasa barang dibeli.
Kelompok pemasok dikatakan kuat bila :
a.
Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan
lebih terkonsentrasi ketimbang industri dimana mereka
menjual
b.
Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk
dijual kepada industri
c.
Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi
kelompok pemasok
42
d.
Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis
pembeli
e.
Produk
kelompok
terdiferensiasi
atau
pemasok
lebih
menciptakan biaya peralihan
f.
Kelompok
pemasok
memperlihatkan
ancaman
yang
meyakinkan untuk melakukan integrasi maju.
2.6.5
Golongan Loyalitas Konsumen
Menurut Philip Kotler, loyalitas konsumen berdasarkan pola pembeliannya
dapat dibagi menjadi empat golongan:
1. Golongan Fanatik
Adalah konsumen yang selalu membeli satu merek sepanjang waktu,
sehingga pola membelinya adalah X, X, X, X, yaitu setia pada merek X
tanpa syarat
2. Golongan Agak Setia
Adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Di mana
kesetiaan yang
terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat dituliskan dengan pola membeli
X, X, Y, Y,X, Y.
3. Golongan Berpindah Kesetiaan
Adalah golongan konsumen yang bergeser dari satu merek ke merek lain,
maka bila konsumen pada awalnya setia pada merek X tetapi kemudian
pada saat berikutnya berpindah ke merek Y. Pola membelinya dapat
dituliskan X, X, X, Y, Y.
43
4. Golongan Selalu Berpindah-pindah
Adalah kelompok konsumen yang sama sekali tidak setia pada merek
apapun, maka pola membelinya dapat dituliskan X, Y, Z, S, Z
KERANGKA PEMIKIRAN GOLONGAN LOYALITAS
KONSUMEN
Gambar 2.2 Kerangka Pemikian Golongan Loyalitas Konsumen
Keterangan:
Konsumen yang datang Kartika Airlines sebagian besar karena mendapat
informasi (dari teman, website, surat kabar) tentang jasa penerbangan tersebut.
Mereka mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari Kartika Airlines. Setelah
mengkonsumsi atau melakukan pembelian, maka konsumen akan memberikan
penilaian yang dapat berupa kepuasan maupun ketidakpuasan konsumen. Konsumen
44
yang puas biasanya akan melakukan pembelian ulang, sedangkan konsumen yang
tidak puas akan melakukan evaluasi dengan menganalisis kembali faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan ketidakpuasan tersebut. Konsumen yang puas dan
melakukan pembelian berulang-ulang akan berpotensi menjadi pelanggan yang loyal.
Dimana dengan adanya loyalitas ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan pada
Kartika Airlines. Konsumen yang puas maupun loyal cenderung memberitahu orang
lain informasi yang positif tentang jasa penerbangan Kartika Airlines. Dimana
informasi ini akan menarik minat orang yang belum pernah menggunakan jasa
Kartika Airlines. Meningkanya jumlah konsumen yang loyal akan berdampak pada
peningkatan pendapatan perusahaan.
2.7
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Kartika
Airlines
Brand Trust:
Service Quality:
-Brand Reliabilty
-Tangible
-Assurance
-Reability
-Responbility
-Consistensy
-Brand Intentions
Loyalitas
Konsumen
45
Download