BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Jasa (Service) Dalam melakukan usahanya, suatu perusahaan besar maupun perusahaan kecil tidak terlepas dari penjualan . Penjualan yang baik akan menciptakan suatu Service Quality: Menurut Freddy Rangkuti (2006, p26), Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. Jasa merupakan pemberian suatu kriteria atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Menurut pendapat Musanto (2004), pada dasar nya jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketakberwujudan yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan memberikan berbagai manfaat bagi pihak-pihak terkait. Sedangkan menurut Olsen dan Wuckoff (1978) yang di kutip oleh Yamit (2004, p.22) yang melakukan pengamatan atas jasa dan pelayanan dan mendefinisikan jasa pelayanan yaitu sekelompok manfaat yang berdaya guna baik secara eksplisit atas kemudahan utntuk mendapatkan barang maupun jasa pelayanan. Coller (1987) memiliki pandangan lain tentang kualitas jasa pelayanan, yaitu lebih menekankan pada kata konsuemen, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. 6 Berdasarkan pendapat Rangkuti (2002, p26-27), dikatakan bahwa sukses nya suatu industri jasa tergantung pasa sejauh mana perusahaan tersebut mengelola tiga aspek, yaitu : 1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada konsumen 2. Kemanapun perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut 3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada konsumen Ketiga aspek tersebut di atas dikenal sebagai segitiga jasa, sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan di salah satu sisi segitiga dapat menyebabkan robohnya segitiga yang berarti gagalnya industry jasa tersebut. 2.1.1 Karakteristik Jasa Menutut (Tjiptono,2006) ada empat karekteristike pokok pada jasa yang membedakan nya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut meliputi : 1. Intangibility Jasa berbeda dengan barang. Jika barang menggunakan suatu obyek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Jasa bersifat Intangibel, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau di dengar sebelum dibeli. Kosep Intangibel ini sendiri memiliki dua pengertian (Tjiptono,2006,p16), yaitu : a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa. b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah. 7 Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmati nya sendiri. Bila konsumen membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Konsumen tersebut tidak lantas memiliki jasa yang dibeli nya. Oleh karena itu tugas penyedia adalah ”manage the evidence” , dan ”tangibilize the tangible” (Tjiptono, 2006,p16). Dalam hal ini perusahaan jasa menghadapi tantangan untuk memberikan bukti-bukti perbandingan pada penawaran abstrak nya. 2. Inseparability Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasa nya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi di antara penyedia jasa dan konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Kedua nya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan konsumen ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa (contact personel) merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawan. 3. Variability Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan Variabilitas kualitas jasa (Tjiptono,2006,p17) yaitu kerjasaman atau partisipasi konsumen selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani konsumen, dan beban kerja perusahaan. 8 Penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitas nya, yaitu: a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik. b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa (service performance process) . c. Memantau kepuasan konsumen melalui sistem saran dan keluhan, survey konsumen dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi. 4. Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, dengan demikian bila suatu jasa tidak di gunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. 2.1.2 Service Excellence Sehubungan dengan perasaan contact personel yang sangat penting dalam melakukan kualitas jasa, setiap perusahaan melakukan service excellence. Yang dimaksud dengan service excellece atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan (Tjiptono,2006,p58). Secara garis besar ada empat unsur pokok dalam konsep ini, yaitu : 1. Kecepatan 2. Ketepatan 3. Keramahan 4. Kenyamanan 9 Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, maksud nya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada komponen yang kurang. 2.2 Kualitas Pelayanan 2.2.1 Devinisi Kualitas Berikut merupakan pengertian Kualitas kemurut beberapa ahli : 1. W. Edward Deming (dalam Yamit, 2004, p7), “Kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang menjadi kebutuhan keinginan konsumen.” 2. Crosby (dalam Yamit, 2004, p7), “Kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaadan kesesuaian terhadap persyaratan.” 3. Juran (dalam Yamit, 2004, p7), “Kualitas merupakan kesesuaian terhadap spesifikasi.” 4. Tjiptono (2006, p59), “Kualitas adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.” 5. Kotler (2005, p310), “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan nya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Dari beberapa devinisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu standar mutu dimana setiap unsur saling berhubungansrta dapat mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan 10 kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses berkualitas. 2.2.2 Konsep Kualitas Menurut American Society for Quality Control dalam Lupiyoadi (2006, p175) kualitas adalah ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari produk atau jasa dalam hal kemampuan nya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan. Persoalan kualitas dalam dunia bisnis sudah menjadi “harga yang harus dibayar” oleh perusahaan agar ia tetap dapat survive dalam bisnisnya. Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relative, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Lebih lanjut Lupiyoadi (2006, p175) menyatakan pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain, yaitu : 1. Persepsi konsumen 2. Produk atau jasa 3. Proses Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hamper selalu dapat dibedakan dengan jelas, tetapi untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas, bahkan produknya adalah proses situ sendiri. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2006, p176), apabila dianalisis lebih jauh antara kualitas dan keuntungan jangka panjang terlihat dalam dua hal, yaitu faktor keuntungan eksternal yang diperoleh dari kepuasan pelanggan dan keuntungan internal yang diperoleh dari adanya perbaikan efisien produk. Keuntungan eksternal yang dimaksudkan diatas menurut Sviokla, dapat diimplikasikan dalam proses produksi suatu barang atau jasa, dimana kualitas produk atau jasa yang diberikan 11 oleh perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap perusahaan dan menghasilkan suatu keputusan serta loyalitas pelanggan. Sementara itu, yang dimaksud dengan keuntungan internal tampak bersamaan dengan diperolehnya keuntungan eksternal, dimana fokus perusahaan pada kualitas dapat membawa nilai positif internal perusahaan dalam proses peningkatan. 2.2.3 Devinisi Pelayanan Menurut Richard Gerson (2001), Kualitas pelayanan adalah suatu sarana untuk mencapai kepuasan dan ikatan tujuan keseluruhan bisnis bukanlah menghasilkan suatu produk atau jasa yang bermutu melainkan memberikan pelayanan prima tetapi tujuan utama adalah menghasilkan konsumen yang puas dan setia. Oleh karena itu, memberikan mutu dan pelayanan yang setia adalah suatu keharusan untuk mencapai tujuan utama yaitu konsumen yang puas dan setia. Dalam pembahasan mengenai pengukuran konsumen (Service). Pelayanan pada dasarnya merupakan kegiatan bermanfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lainnya pada dasarnya merupakan tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin juga dikaitkan dengan suatu produk atau jasa. Perusahaan yang ingin memuaskan kosumennya harus meletakan harapan konsumennya pada tingkat yang tidak wajar. Bila perusahaan banyak mengobral janji melalui iklan atau media lainnya, akan meningkatkan harapan kosumen ke suatu tingkat yang tidak wajar. Bila perusahaan banyak mengobral janji dengan iklan atau media lainnya akan meningkatkan harapan konsumen ke suatu tingkat yang tidak realistis. 12 Kepuasan konsumen berkaitan erat dengan kualitas. Mutu mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja jasa dan dengan demikian terhadap kepuasan konsumen. (Kotler dan Armstrong, 2001, p13) Dalam buku yang mengatur kepuasan konsumen, Gerson (2001, p4) berpendapat mutu (quality) dan pelayanan adalah sarana untuk mencapai kepuasan dan ikatan. Tujuan keseluruhan bisnis bukanlah untuk menghasilkan produk dan jasa yang bermutu, atau memberikan pelayanan yang prima. Tujuan utama perusahaan adalah menghasilkan konsumen yang puas dan setia yang akan terus menjalin bisnis dengan perusahaan. Oleh karena itu, memberikan mutu yang tinggi dan pelayanan yang prima adalah suatu keharusan apabila ingin mencapai tujuan yang utama yaitu konsumen yang puas dan setia (loyalitas konsumen). Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan tertentu yang dihubungkan dengan tingkat kepuasan konsumen. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan : 2.2.4 1. Merumuskan suatu strategi pelayanan 2. Mengkomunikasikan pelayanan kepada konsumen 3. Menetapkan suatu standar pelayanan secara jelas 4. Menerapkan sistem pelayanan yang efektif 5. Survey tentang kepuasan dan kebutuhan konsumen Konsep Kualitas Layanan (Service Quality) Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang bermutu pada para pelanggannya, pencapaian pasar- pasar yang tinggi, serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan Zeithaml, 13 et al. (2000, p81) konsekuensi atas pendekatan kualitas layanan suatu produk memiliki eksistensi penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan. Salah satu pendekatan kualitas layanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model kualitas layanan yang dikembangkan oleh Parasuraman, et al. kualitas layanan atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (perceived service) dengan layanan yang diharapkan atau diinginkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian, kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh. Lebih lanjut Zeithaml et al. (2000, p48) mengemukakan, harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan pelayanan seperti apakah yang seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para pelanggan ini didasarkan pada informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman dimasa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya). Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai sebuah perbandingan dari harapan pelanggan dengan persepsi dari layanan nyata (actual performance) yang mereka terima. Kualitas layanan juga didefinisikan sebagai persepsi konsumen secara keseluruhan baik keunggulan maupun kelemahan dari organisasi dalam layanannya. 14 2.2.5 Dimensi Kualitas Pelayanan Zeithaml, Berry, et al. (Yamit, 2005, 010 - p11) telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan telah berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah : 1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2. Assurance (jaminan), yaitu mencangkup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguan-keraguan. 3. Reability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. 4. Responbility (respon), yaitu respon dari konsumen. 5. Consistensy (kualitas pelayanan dari waktu ke waktu), yaitu kualititas ketahanan atau pelayanan dari produk dan jasa dar waktu ke waktu. 2.2.6 Manfaat Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis maka tentu saja kualitas pelayanan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut (Simamora, 2003, p180): a. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami melebihi harapan konsumen) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk penetapan harga premium. Perusahaan yang memberikan keputusan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan. 15 b. Pelayanan istimewa memberi peluang untuk diversifikasi produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh konsumen yaitu tarif yang lebih mahal dibebankan terhadap pelayanan yang mebutuhkan penyelesaian yang paling cepat. c. Menciptakan loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan produk dan jasa yang sudah ada tetapi juga untuk produkproduk dan jasa-jasa baru dari perusahaan. d. Konsumen yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif dari perusahaan dan produk atau jasa bagi pihak luar bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu yang negatif. e. Konsumen merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelejen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada umumnya. f. Kualitas yang baik berarti menghemat biaya-biaya seperti biaya untuk memperoleh konsumen baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun kembali citra karena wanprestasi, dan sebagainya. Jadi mempertahankan konsumen yang sudah ada melalui kualitas pelayanan yang memuaskan merupakan hal yang sangat penting. g. Kualitas pelayanan yang didisain dan diimplementasikan secara memadai bukan hanya memuaskan konsumen tetapi juga memberikan kepuasan kerja bagi karyawannya. Karyawan dapat menerima tuntutan untuk senantiasa memuaskan konsumen, karena dengan demikian ia dapat memajukan keadaan finansial dan ekspresi dirinya. Bagi usaha pelayanan, kepuasan 16 karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan memegang peranan penting dalam memelihara citra kualitas yang dibangun. 2.3 Merek (Brand) Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi halhal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing dan merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.(Durianto, Sugiarto & Budiman, 2004, p2). Berbeda dengan pendapat Susanto dan Wijanarko dalam bukunya yang berjudul Power Branding : ”Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya” (2004, p5) mengatakan merek adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa yang menimbulkan arti psikologis atau asosiasi. Merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produknya atau kemasannya, tetapi termasuk apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya. Menurut Ellena Delgado Ballester (2003), brand trust (kepercayaan merek) adalah perasaan aman yang dimiliki konsumen akibat dari interaksinya dengan sebuah merek, yang berdasarkan persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan dan bertanggung jawab atas kepentingan dan keselamatan dari konsumen Menurut Hermawan Kertajaya (2004, p11), Marketing Icon of Indonesia, merek merupakan indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan, dan atau aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitasnya. American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, 17 atau desain kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mendefinisikan barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. (Kotler, 2005, p82). Sedangkan menurut Nicolino, dalam Brand Management : The Complete Ideal’s Guides (2004,p4) mengatakan bahwa merek adalah entitas yang mudah dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Menurutnya, sebuah nama, logo, singkatan, desain, atau apa saja, dapat dikatakan sebagai sebuah merek, jika memenuhi keempat hal berikut : 1. Dapat dikenali atau diidentifikasi (identifiable) Dapat dengan mudah memisahkan suatu barang yang serupa dengan yang lain nya melalui beberapa cara, biasanya berupa sepatah kata, warna, atau simbol (logo) yang dapat dilihat secara langsung. 2. Memiliki entitas Sesuatu yang mempunyai eksistensi yang khas atau berbeda. 3. Janji-janji tertentu (specific promises) Sebuah produk atau jasa membuat klaim mengenai apa yang dapat diberikannya. 4. Nilai-nilai Apapun yang didapatkan konsumen pasti merupakan sesuatu yang konsumen peduli hingga batas tertentu. Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut ini. (Durianto et al, 2004, p2): 18 1. Atribut Produk Seperti hal nya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain-lain. Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, produk yang dibuat dengan baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya. 2. Manfaat Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional, sebagai gambaran, atribut ”mahal” cenderung diterjemahkan sebagai manfaat emosional, sehingga orang yang mengendarai Mercedes akan menganggap dirinya penting dan dihargai. 3. Nilai Merek juga menyatakan menyatakan produk yang sesuatu tentang nilai berkinerja tinggi, produsen. aman, Mercedes bergengsi, dan sebagainya. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di mata masyarakat. 4. Budaya Merek juga mencerminkan biaya tertentu. Mercedes mencerminkan budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya tinggi, efisien, dan berkualitas tinggi. 5. Kepribadian Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali produk tertentu menggunakan kepribadian yang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produk atau jasa nya. 19 6. Pemakai Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai mercedes umumnya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya. 2.3.1 Brand Trust 2.3.1.1 Kepercayaan terhadap Merek Menurut Lau dan Lee (1999), kepercayaan konsumen pada merek (Brand Trust) didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk bersandar pada sebuah merek dengan resiko-resiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang positif. Kepercayaan yaitu sebagai suatu keadaan yang melibatkan ekspektasi positif mengenai motif-motif dari pihak lain yang berhubungan dengan diri seseorang dalam situasi yang beresiko. Kepercayaan merupakan harapan dari pihak-pihak dalam sebuah transaksi, dan risiko yang terkait dengan perkiraan dan perilaku terhadap harapan tersebut (Deutch, 1958, dalam Lau dan Lee, 1999). Kepercayaan memiliki peran yang penting dalam pemasaran industri. Dinamika lingkungan bisnis yang cepat memaksa pemasaran perusahaan untuk mencari cara yang lebih kreatif dan fleksibel untuk beradaptasi. Untuk tetap bertahan dalam situasi tersebut, perusahaan akan mencari cara yang kreatif melalui pembentukan hubungan yang kolaboratif dengan konsumen (Lau dan Lee, 1999). Kepercayaan memiliki dua dimensi, yaitu kredibilitas dan benevolence. Kredibilitas didasarkan pada keyakinan akan keahlian partner untuk melakukan tugasnya secara efektif dan dapat diandalkan. Hal ini menjelaskan bahwa penciptaan awal hubungan dengan partner didasarkan pada trust (kepercayaan). 20 Dalam pasar konsumen, ada begitu banyak konsumen yang tidak teridentifikasi, sehingga sulit bagi perusahaan untuk membangun hubungan personal dengan setiap konsumen (Lau dan Lee, 1999). Cara lain yang ditempuh oleh pemasar untuk membangun hubungan person-to-person antara perusahaan dengan konsumennya, selanjutnya kepercayaan dapat dibangun melalui merek. • Menurut Singh dan Sirdeshmukh (2000), menyatakan loyalitas dikonseptualisasikan sebagai sebuah niat perilaku untuk memelihara hubungan yang sedang berlangsung dengan penyedia jasa dan merupakan sebuah konstruk relasional yang dapat dibentuk oleh suatu pertukaran tertentu. • Menurut Griffin ”Loyalty is defined as non random purchase expressed overtime by decision making unit” dari definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud prilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa yang sudah mereka pilih. Pemahaman lengkap tentang loyalitas merk tidak dapat diperoleh tanpa penjelasan mengenai kepercayaan terhadap merk (Brand Trust) dan bagaimana hubungannya dengan loyalitas merek. Menurut Lau dan Lee (1999 : 44 ), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entensitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen. Selanjutnya Lau dan Lee (1999 :44)memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek. Hubungan antara brand trust dan loyalitas 21 merek (brand loyalty) dan berdampak pada loyalitas konsumen (customer loyalty) dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 Sumber: Lau dan Lee (1999). Brand Characteristics Brand Reputation Brand Predictable Brand Competence Company Characteristics Trust in Company Company Reputation Company Perceived Motives Company Integrity Trust in a Brand Consumer-Brand Characteristics Similarity between Consumer selfconcept & Brand Personality Brand Liking Brand experience Brand Satisfaction Peer Support Brand Loyalty Customer Loyalty Gambar 2.1 Model dari Brand Trust dan Customer Loyalty Sumber: Hasil pengolahan data, 2009 Dalam membangun dan mengembangkan brand trust, perusahaan harus memahami tiga karakteristik penting sebagai determinan kepercayaan pelanggan, yang pada akhirnya akan mengarah pada loyalitas konsumen. Tiga karakteristik kunci bagi kesuksesan hubungan antara pelanggan dan perusahaan adalah karakteristik merek, karakteristik perusahaan, dan karakteristik hubungan konsumenmerek. 22 2.3.1.2 Dimensi Brand Trust Kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek. Berdasarkan definisi ini kepercayaan merek merefleksikan 2 komponen penting yaitu: • Brand reliabity Kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain persepsi bahwa suatu merek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan. Brand reliabilty merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek memenuhi nilai yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin akan kepuasan yang sama di masa depan. • Brand intention Didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga. Kedua komponen kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau didasarkan pada beberapa persepsi yaitu: 1. Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk/merek Delgado (2004). 2. Persepsi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan kesamaan kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi mereka pada sejauh mana konsumen dapat mengendalikan penjual dan persepsi (Walzuch, 2001; Teltzrow et.al.,2007). 23 Pemasar harus memperhatikan stimuli-stimuli apa saja yang harus disediakan agar persepsi yang terbentuk sesuai dengan yang diharapkan merek. Beberapa contoh stimuli yang dapat digunakan pemasar untuk membangun kepercayaan dengan konsumen diantaranya: 1. Pada kemasan tersedia cara pemakaian dan manfaat produk. Informasi semacam ini menggambarkan kepedulian perusahaan pada konsumen. 2. Merek menyediakan jaminan dalam bentuk tertentu jika terjadi kinerja di bawah yang dijanjikan. Jaminan semacam ini menggambarkan niat baik perusahaan pada konsumen sekaligus menunjukkan pada konsumen bahwa perusahaan memiliki kepentingan yang sama dengan konsumen yaitu untuk memenuhi kebutuhan konsumen. 3. Menyediakan informasi tentang efek samping yang mungkin akan dialami oleh konsumen. Stimuli semacam memberikan kesan bahwa merek tidak menutup-nutupi efek negatif. Penjelasan tentang informasi ini sebaiknya disampaikan oleh pihak yang netral sperti dokter atau pihak lain yang berkompeten diluar pemasar karena informasi dari pihak netral ini menjadi word of mouth yang dapat lebih dipercaya oleh konsumen. 4. Menyediakan saluran komunikasi khusus bagi konsumen yang ingin menyampaikan keluhan atau saran. Sehingga tercipta kesan bahwa merek sangat memperhatikan dan ingin memenuhi kebutuhan konsumen yang belum dipenuhi. 24 5. Menyediakan sales counter atau advisor yang dapat memberikan penjelasan secara langsung kepada konsumen, khususnya untuk merek produk yang sifatnya jasa. Sales counter atau advisor sebaiknya adalah orang-orang yang dapat memposisikan dirinya sebagai teman atau keluarga konsumen karena informasi yang disampaikan oleh teman atau keluarga akan lebih dipercaya. Shaw berpendapat terdapat 3 aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Achieving result, harapan konsumen tidak lain adalah janji konsumen yang harus dipenuhi bila ingin mendapatkan kepercayaan konsumen. Dalam rangka memenuhi janjinya kepada konsumen maka setiap karyawan dalam perusahaan harus bekerjasama dengan memenuhi tanggung jawabnya masing-masing 2. Acting with integrity, bertindak dengan integritas berarti adanya konsistensi antara ucapan dan tindakan dalam setiap situasi. Adanya integritas merupakan faktor kunci bagi salah satu pihak untuk percaya akan ketulusan dan kejujuran pihak lain. 3. Demonstrate concern, kemampuan perusahaan untuk menunjukkan perhatiannya kepada konsumen dalam bentuk menujukkan sikap pengertian ketika konsumen menghadapi masalah dengan produk, akan menumbuhkan kepercayaan konsumen kepada merek. 25 Pembahasan tentang kepercayaan terhadap merek akan lebih lengkap dengan menjelaskan tentang 3 komponen sikap : • Kepercayaan sebagai komponen kognitif. Kepercayaan konsumen tentang merek adalah karakteristik yang diberikan konsumen pada sebuah merek. Seorang pemasar harus mengembangkan atribut dan keuntungan dari produk untuk membentuk kepercayaan terhadap merek ini. • Komponen afektif, evaluasi terhadap merek. Sikap konsumen yang kedua adalah evaluasi mereprensentasikan terhadap evaluasi merek. konsumen Komponen secara ini keseluruhan terhadap sebuah merek. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah merek bersifat multi dimensional karena hal itu diterima di benak konsumen. • Komponen konatif, niat melakukan pembelian. Komponen ketiga dari sikap adalah dimensi konatif yaitu kecenderungan konsumen untuk berperilaku terhadap objek, dan hal ini diukur dengan niat untuk melakukan pembelian. Menurut Gurviez dan Korchia (2003) ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari variabel kepercayaan, yaitu: • Kepercayaan dan komitmen merupakan variabel yang terpenting dan strategis untuk menjaga hubungan jangka panjang antar partner industri dan bisnis. • Penjelasan dari variabel kepercayaan dan komitmen dalam hubungan antara perusahaan dan konsumen, memberikan suplemen pada teori ekonomi khususnya tentang biaya transaksi. 26 • Kesulitan terbesar dalam mengkonsepsikan kepercayaan adalah pada dasar kognitif maupun afektif. Penelitian yang dilakukan Tezinde et al (2001) membuktikan bahwa kepercayaan, komitmen dan kepuasaan akan mempengaruhi hubungan dengan konsumen dan loyalitas konsumen. 2.4 Anteseden Kepercayaan Konsumen pada Merek Dalam hubungan kepercayaan dan merek, entitas yang dipercaya adalah bukan orang, tapi sebuah simbol. Karena itu, loyalitas pada merek melibatkan kepercayaan pada merek. Untuk menciptakan loyalitas dalam pasar saat ini, pemasar harus memfokuskan pada pembentukan dan pemeliharaan kepercayaan dalam consumer-brand relationship (Lau dan Lee, 1999). Dalam membangun dan mengembangkan brand trust, perusahaan harus memahami tiga karakteristik penting sebagai determinan kepercayaan konsumen, yang pada akhirnya akan mengarah pada loyalitas konsumen. Tiga karakteristik kunci bagi kesuksesan hubungan antara konsumen dan perusahaan adalah karakteristik merek, karakteristik perusahaan, dan karakteristik hubungan konsumenmerek. 2.5 Faktor Pembentuk Kepuasan Konsumen atau Pelanggan Konsep Trust (kepercayaan) menjadi suatu isu yang populer dalam bidang pemasaran dnegan munculnya orientasi rasional dalam aktivitas pemasaran. Trust dipandang sebagai Trust dipandang sebagai dasar dalam hubungan dengan konsumen dan Trust merupakan atribut terpenting yang dimiliki oleh merek. Para 27 peneliti pemasaran menyatakan bahwa Trust merupakan faktor fundamental yang dapat mengembangkan loyalitas konsumen. Adanya kepuasan pada konsumen akan menimbulkan kepercayaan, karena adanya konsistensi merek dalam memenuhi harapan konsumen Di samping itu, merek yang dipilih dapat melindungi, menjaga keselamatan, keamanan, dan kepentingan konsumen. Dengan demikian, keyakinan mengenai keandalan dan kenyamanan merupakan hal yang penting dari Trust (kepercayaan) Menurut Irawan (2003 : p16), kepuasan pelanggan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat daya saing suatu perusahaan. Berdasarkan beberapa artikel ilmiah tentang kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan: - Pertama adalah kualitas produk. Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk adalah performance, features, reliability, conformance to spesification, durability, serviceability, estetika, dan perceived quality. - Kedua adalah kualitas pelayanan. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Dimensi kualitas pelayanan sudah banyak dikenal yang meliputi reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangible. - Ketiga adalah faktor emosional. Ketiga adalah faktor emosional. Konsumen merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia apabila menggunakan produk dengan merek tertentu. Kepuasan ini bukan semata-mata karena kualitas produk tersebut, tetapi social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tertentu. 28 - Keempat adalah harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama, tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan. Di sini jelas bahwa faktor harga juga merupakan faktor yang penting bagi pelanggan untuk mengevaluasi tingkat kepuasannya. - Kelima adalah biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa. Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan suatu biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas terhadap produk dan jasa tersebut. 2.6 Loyalitas Konsumen 2.6.1 Pengertian Konsumen “Konsumen adalah seorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering dilakukan selama periode waktu tertentu, sedangkan konsumen yang sejati tumbuh seiring dengan waktu” (griffin, 2005, p31). Sesuai dengan pandangan tradisional, konsumen adalah setiap orang yang membeli dan menggunakan produk atau jasa di perusahaan tersebut. Sesuai dengan pandangan modern, konsumen mencakup konsumen external dan konsumen internal. Konsumen eksternal adalah setiap orang pembeli produk atau jasa dari perusahaan, sedangkan konsumen internal adalah semua pihak dalam organisasi atau perusahaan yang sama, yang menggunakan jasa suatu bagian atau departemen tertentu (Tjiptono, 2002, p5) Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsumen yang terdiri atas konsumen external dan konsumen internal merupakan bagian yang terpenting bagi perkembangan suatu perusahaan. Tanpa konsumen, suatu 29 perusahaan tidak akan dapat menjalankan kegiatan usahanya, karena konsumen merupakan seseorang yang secara terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya dengan memiliki suatu produk atau jasa di perusahaan tersebut. 2.6.2 Karakteristik Loyalitas Konsumen Pelanggan yang loyal merupakan aset paling penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan oleh Griffin (2002; p31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian secara teratur (Pembelian Ulang) : Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 2. Membeli diluar lini produk atau jasa (Pembelian antar lini produk) : Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 3. Merekomendasikan produk kepada orang lain : Adalah membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut pasa lorang lain, 30 dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. 4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dan pesaing : Adalah tidak mudah terpengaruh tarikan pesaingan produk sejenis lainnya. 2.6.3 Pengertian Loyalitas Konsumen Menurut Olson (1993), loyalitas konsumen merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang untuk membangun kesetiaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut, Musanto (2004). Seorang konsumen yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang akan di beli dan dari siapa. Pembelinya bukan merupakan peristiwa acak. Selain itu, loyalitas merupakan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mengsayaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Sedangkan menurut Griffin (2002) yang dikutip olah Hurriyati (2005, p.129) “Loyalty is defined as non random purchase expressed over by some decision marketing unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud prilaku dari pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih oleh konsumen. Menurut Griffin (2005) Definisi berasal dari kata kustom, yang didefinisikan sebagai ”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan ”mempraktikkan kebiasaan.” Pelanggan yang loyal dicirikan sebagai berikut: 1. Makes regular repeat purchase (melakukan pembelian ulang secara teratur) 31 2. Purchases across product and service lines (melakukan pembelian lini produk yang lainnya dari perusahaan anda) 3. Refers others; and (memberikan referensi pada orang lain) 4. Demonstrates in immunity to the pull of the competition (menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing atau tidak mudah terpengaruh oleh bujukan pesaing). Konsumen menjadi setia atau loyal biasanya disebabkan oleh salah satu aspek di dalam perusahaan, tetapi biasanya konsumen menjadi setia atau loyal karena “paket” yang ditawarkan seperti produk, pelayanan dan harga. Ada tiga kriteria untuk mendefinisikan konsumen setia atau loyal, yaitu: 1. Keinginan dari membeli produk dan jasa dari perusahaan tanpa membandingkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. 2. Merekomendasikan perusahaan, produk dan pelayanan perusahaan dari mulut ke mulut kepada orang lain. 3. Tindakan proaktif untuk memberikan saran produk dan jasa karena perusahaan. Loyalitas konsumen merupakan sesuatu yang tertanam dalam benak atau pemikiran konsumen yang memiliki hubungan yang memuaskan dengan penyelia produk atau jasa. Konsumen akan tetap setia (Loyal) memakai produk atau jasa yang disediakan sepanjang konsumen merasa dipuaskan dengan apa yang diberikan oleh pihak perusahaan. Kesimpulan dari seluruh penjelasan diatas adalah loyalitas konsumen terbentuk melalui berbagai tahapan sesuai dengan proses pembelajaran dan pengalaman yang dilalui oleh konsumen dalam pertukaran yang terjadi antara konsumen dan penyelia produk atau jasa. Loyalitas konsumen dipengaruhi secara 32 positif oleh keputusan konsumen setelah mengkonsumsi sebuah produk (barang atau jasa) serta akan membentuk komitmen serta kepercayaan konsumen terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsinya. Hermawan Kartajaya (2004: p78) menyatakan pendapatnya bahwa tingkat loyalitas konsumen adalah proses yang berkembang sejak 1970an. Dalam perkembangannya, ada empat school of thoughts loyalitas konsumen, yaitu berturutturut Customer satisfaction, Customer Retention, Customer Migration, dan Customer Enthusiasm. 1. Pada school of thought yang pertama muncul awal 1970-an, Customer Satisfaction, perusahaan mencoba mengukur dan mengelola kepuasan konsumen mereka sebagai indikasi tingkat loyalitas. 2. Kemudian dilanjutkan dengan school of thought yang kedua yaitu Customer Retention. Pada era 1980-an sampai awal 1990-an, perusahaan mulai mengukur tingkat perpindahaan konsumen dan menyelidiki penyebab-penyebabnya. 3. Sementara itu pada school of thought ketiga, Customer Migration, perusahaan mulai melihat customer wallet share satu persatu. Maksudnya, konsumen dikelola supaya tetap atau bahkan meningkatkan belanjanya pada perusahaan itu. 4. Sedangkan school of thought terakhir dari loyalitas konsumen adalah Customer Entusiasm. konsumen yang antusias ini akan menunjukan komitmen yang kuat kepada produsen. Reichheld dan Sasser (1997: p59) menyebutkan bahwa terdapat tiga indikator untuk mengetahui tingkat loyalitas konsumen, biasa dikenal dengan tiga Rs 33 yaitu, retention, related sales, dan Refferals. Untuk ketiga alasan inilah, akhirnya reichheid dan sasser menyimpulkan bahwa customer service paling tidak berperan sebagai fungsi penting dari penjualan diberbagai perusahaan jasa. Kepuasan dan ketidakpuasan akan suatu produk atau jasa sebagai akhir dari suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri kepada perilaku pelanggan akan produk atau jasa yang diterima. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan jasa yang diperolehnya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk atau jasa yang telah dirasakan. Salah satu reaksi pelanggan apabila merasa puas adalah dengan tetap setia akan produk dan jasa tersebut. Menurut Rambat Lupiyoadi (2001, p161), kesetiaan pelanggan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa XYZ kepada orang lain. 2. Merekomendasikan kualitas jasa XYZ kepada orang lain. 3. Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan XYZ. 4. Mempertimbangkan XYZ sebagai pilihan pertama dalam membeli atau menggunakan jasa. 5. Melakukan bisnis lebih banyak dari waktu kewaktu. Sementara menurut Prof. Dr. H. Buchari Alma (Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Cetakan ketujuh, 2005, p294), kesetiaan atau loyalitas pelanggan mencakup : 34 1. Pembelian ulang. 2. Penolakan pesaing. 3. Tidak terpengaruh terhadap daya tarik barang lain. 4. Frekuensi rekomendasi kepada orang lain. Telah dikatakan diatas bahwa telah terjadi penekanan yang lebih dari pelanggan. Mengapa penekanan baru mempertahankan pelanggan? Dulu, banyak perusahaan yang memperoleh pelanggan begitu saja. Menghadapi ekonomi yang meluas dan pasar yang tumbuh cepat, perusahaan dapat mempraktikkan pendekatan ”ember bocor” atas pemasaran. Pasar yang tumbuh berarti pasokan pelanggan baru yang banyak. Perusahaan dapat terus mengisi ember pemasaran mereka dengan pelanggan baru tanpa takut kehilangan pelanggan lama melalui lubang yang ada di bawah ember tersebut. (Kotler & Amstrong, 2001, p302). Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi dapat diuraikan sebagai berikut: • Tanpa loyalitas Untuk berbagai alasan, beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. • Loyalitas yang lemah Ketertarikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Konsumen ini akan membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. 35 • Loyalitas tersembunyi Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). • Loyalitas premium Loyalitas premium, jenis loyalitas yang dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Menurut Griffin (2005), tahapan loyalitas dibagi menjadi sebagai berikut: • Tahap satu: suspect Orang yang mungkin membeli jasa anda disebut tersangka karena dipercaya atau menyangka mereka akan membeli tetapi masih belum cukup yakin. Atau semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan. • Tahap dua: prospek Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan memiliki kemampuan membeli. Pada prospek ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut kepadanya. • Tahap tiga: prospek yang didiskualifikasi Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk atau menggunakan jasa. 36 • Tahap empat: konsumen pertama kali Konsumen pertama kali adalah orang yang telah membeli produk satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan dan juga sekaligus pesaing. • Tahap lima: konsumen berulang Konsumen berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk atau meggunakan jasa yang kita jual lebih dari dua kali. Mereka mungkin telah membeli produk atau menggunakan jasa yang sama dua kali atau lebih. • Tahap enam: klien Klien membeli apapun yang dijual dan dapat digunakan. Orang ini membeli secara teratur, memiliki hubungan kuat dan berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan pesaing. • Tahap tujuh: penganjur (advocate) Seperti klien, pendukung membeli apa pun yang dijual dan dapat digunakan serta membelinya secara teratur. Tetapi, penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli, melakukan pemasaran dan membawa pelanggan. • Pelanggan atau klien yang hilang Seseorang yang pernah menjadi konsumen atau klien tetapi belum membeli kembali dari sedikitnya dalam satu siklus pembelian yang normal. Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Pembelian pertama kali akan bergerak melalui 5 langkah yaitu: 1. Langkah pertama: kesadaran Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk. Pada tahap inilah mulai terbentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam 37 pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul dari pesaing. 2. Langkah kedua: Pembelian awal Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara loyalitas. Baik itu dilakukan secara online maupun offline, pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan: perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan. 3. Langkah ketiga: Evaluasi pasca-pembelian Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi tranksaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing. 4. Langkah keempat: Keputusan membeli kembali Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya tanpa pembelian berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif yang ditunjukkan terhadap produk atau jasa tertentu, dibandingkan sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif Keputusan membeli kembali seringkali yang merupakan potensial. langkah selanjutnya yang terjadi secara alamiah apabila pelanggan telah memiliki kekuatan emosional yang kuat dengan produk tertentu. 38 5. Langkah kelima: Pembelian kembali Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja item itu dibutuhkan. 2.6.4 Analisis Persaingan : 5 model analisis Porter Lima kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam industry (Kotler, 2005, p266) dalam bukunya Manajemen Pemasaran : 1. Ancaman pendatang baru Pendatang baru dalam industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta sumber daya yang besar. Akibatnya harga menjadi turun dan biaya membengkak juga mengurangi laba. Ancaman pendatang baru tergantung pada rintangan masuk. Ada 7 rintangan masuk dalam industry: a. Skala ekonomi Sekala ekonomi menggambarkan turunnya biaya satuan (unit cost) suatu produk. Sekala ekonomis menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa mereka untuk masuk dalam skala besar dan menghadapi resiko dan reaksi yang keras dari pesaing atai masuk dalam sekala kecil dan beroperasi dengan biaya yang tidak menguntungkan. 39 b. Diferensiasi produk Perusahaan tertentu mempunyai identifikasi merek dan kesetiaan pelanggan yang disebabkan oleh periklanan, dan perbangkan produk. Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan yang telah ada. c. Kebutuhan modal Kebutuhan untuk menanam modal yang besar agar dapat bersaing menciptakan hambatan masuk. d. Biaya beralih pemasok Hambatan untuk tercipta dengan adanya biaya beralih pemasok yaitu biaya satu kali (one time cost) yang harus dikeluarkan pembeli bilamana berpindah dari produk pemasok tertentu ke pemasok lain. e. Akses saluran distribusi Hambatan masuk yang dapat ditimbulkan dengan adanya kebutuhan dari pendatang baru untuk mengamankan distribusi produknya. f. Biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala Perusahaan yang telah mapan mingkin mempunyai mungkin mempunyai keunggulan biaya yang tidak dapat ditiru oleh pendatang baru. Tidak peduli besarnya dan berapapun pencapaian skala ekonomis dari pendatang baru. 40 g. Kebijakan pemerintah Pemerintah dapat membatasi bahkan menutup kemungkinan masuk kedalam industry dengan peraturan-peraturan seperti persyaratan lisensi, membatasi akses ke bahan baku dan sebagainya. 2. Tingkat revalitas (persaingan) Antara pesaing yang ada revalitas dikalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi, dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, iklan, produk dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Persaingan terjadi karena suatu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Persaingan yang tajam merupakan akibat dari sejumlah faktor-faktor structural yang sering berinteraksi 3. Ancaman produk pengganti Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing, dalam arti yang luas dengan industri-industri yang menghasilkan produk pengganti. Mengenali produk pengganti adalah masalah mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. 4. Kekuatan tawar menawar pembeli Pembeli bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun, tawar menawar untuk mutu lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik. Serta berperan sebagai pesaing satu sama lain. Kelompok pembeli disebut kuat jika situasi berikut terjadi : 41 a. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relative terhadap penjualan pihak penjual. b. Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian yang cukup besar dari pembeli. c. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau terdiferensiasi. d. Pembeli mendapatkan laba kecil. e. Pembeli menunjukan ancaman untuk melakukan integrasi balik. f. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli. g. 5. Pembeli memiliki informasi lengkap. Kekuatan tawar menawar pemasok Pemasok dapat menggunakan tawar menawar terhadap para peserta industri dengan mengancam atau menaikan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa barang dibeli. Kelompok pemasok dikatakan kuat bila : a. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi ketimbang industri dimana mereka menjual b. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri c. Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok 42 d. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli e. Produk kelompok terdiferensiasi atau pemasok lebih menciptakan biaya peralihan f. Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan integrasi maju. 2.6.5 Golongan Loyalitas Konsumen Menurut Philip Kotler, loyalitas konsumen berdasarkan pola pembeliannya dapat dibagi menjadi empat golongan: 1. Golongan Fanatik Adalah konsumen yang selalu membeli satu merek sepanjang waktu, sehingga pola membelinya adalah X, X, X, X, yaitu setia pada merek X tanpa syarat 2. Golongan Agak Setia Adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Di mana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat dituliskan dengan pola membeli X, X, Y, Y,X, Y. 3. Golongan Berpindah Kesetiaan Adalah golongan konsumen yang bergeser dari satu merek ke merek lain, maka bila konsumen pada awalnya setia pada merek X tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah ke merek Y. Pola membelinya dapat dituliskan X, X, X, Y, Y. 43 4. Golongan Selalu Berpindah-pindah Adalah kelompok konsumen yang sama sekali tidak setia pada merek apapun, maka pola membelinya dapat dituliskan X, Y, Z, S, Z KERANGKA PEMIKIRAN GOLONGAN LOYALITAS KONSUMEN Gambar 2.2 Kerangka Pemikian Golongan Loyalitas Konsumen Keterangan: Konsumen yang datang Kartika Airlines sebagian besar karena mendapat informasi (dari teman, website, surat kabar) tentang jasa penerbangan tersebut. Mereka mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari Kartika Airlines. Setelah mengkonsumsi atau melakukan pembelian, maka konsumen akan memberikan penilaian yang dapat berupa kepuasan maupun ketidakpuasan konsumen. Konsumen 44 yang puas biasanya akan melakukan pembelian ulang, sedangkan konsumen yang tidak puas akan melakukan evaluasi dengan menganalisis kembali faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidakpuasan tersebut. Konsumen yang puas dan melakukan pembelian berulang-ulang akan berpotensi menjadi pelanggan yang loyal. Dimana dengan adanya loyalitas ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan pada Kartika Airlines. Konsumen yang puas maupun loyal cenderung memberitahu orang lain informasi yang positif tentang jasa penerbangan Kartika Airlines. Dimana informasi ini akan menarik minat orang yang belum pernah menggunakan jasa Kartika Airlines. Meningkanya jumlah konsumen yang loyal akan berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan. 2.7 Kerangka Pemikiran Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Kartika Airlines Brand Trust: Service Quality: -Brand Reliabilty -Tangible -Assurance -Reability -Responbility -Consistensy -Brand Intentions Loyalitas Konsumen 45