BAB 1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Pemasaran
Pemasaran ada di sekeliling kita. Pemasaran bukan hanya sekedar fungsi
bisnis namun pemasaran juga merupakan falsafah yang menjadi pedoman seluruh
organisasi. Sasaran pemasaran adalah menciptakan kepuasan pelanggan sambil
mendatangkan laba dengan membangun hubungan yang searah dengan para
pelanggan penting. Menurut Kotler (1997, p. 8), pemasaran adalah suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka
butuhkan
dan
inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran ini
bersandar pada konsep inti: kebutuhan (needs), keinginan (wants), permintaan
(demands).
Menurut McLeod (1996, pp.183-184), pemasaran terdiri dari kegiatan
perorangan dan orang yang memudahkan dan mempererat hubungan pertukaran yang
memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, pendistribusian,
promosi, dan penentuan harga barang jasa, dan gagasan. Sedangkan menurut Stanton
(Umar, 2000, pp. 31-36) bahwa pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan untuk merencanakan,
menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau
jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang
9
10
potensial. Terdapat empat kebijakan pemasaran yang disebut bauran pemasaran
(marketing mix), yang terdiri dari:
1. Kebijakan Produk
Produk adalah suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan
perhatian, untuk dibeli, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi
suatu keinginan atau kebutuhan. Yang termasuk dalam produk selain berbentuk
fisik juga jasa atau layanan. Pengembangan sebuah produk mengharuskan
perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk
itu. Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi
keinginan atau kebutuhan (Kotler, 1997, p. 52). Variabel mencakup: keragaman
produk, kualitas, desain, bentuk, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan dan
pengembalian.
2. Kebijakan Harga
Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari
memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh
pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk
satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Harga merupakan jumlah uang
yang pelanggan bayar untuk produk tertentu. Variabel yang tercakup di dalamnya
adalah: daftar harga, rabat, potongan, syarat kredit, jangka waktu pembayaran.
3. Kebijakan Distribusi
Distribusi adalah pemasaran perantara untuk memasarkan produk khususnya
dengan cara membangun suatu saluran distribusi yaitu sekelompok organisasi
yang saling tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang
11
memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia bagi pengguna atau konsumsi oleh
konsumen atau pengguna industrial. Memahami di mana, mengapa, kapan dan
bagaimana pelanggan sasaran membeli merupakan langkah penting. Pemasar
harus memahami tingkat hasil pelayanan yang diinginkan pelanggan sasaran.
Untuk menganalisis tingkat hasil pelayanan yang diinginkan pelanggan dalam alat
pemasaran tempat, menggunakan: ukuran lot, waktu tunggu, kenyamanan tempat,
variasi produk, dan pelayanan pendukung.
4. Kebijakan Promosi
Promosi adalah suatu pemasaran produk yang mengkomunikasikan produk
kepada masyarakat agar produk itu dikenal dan ujung-ujungnya dibeli. Sedangkan
untuk mengkomunikasikan produk ini perlu disusun suatu strategi yang sering
disebut dengan Strategi Bauran Promosi yang terdiri atas: periklanan, promosi
penjualan, hubungan masyarakat, penjualan perorangan.
2.2 Konsep Jasa dan Kualitas Jasa
Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya berbagai jenis jasa.
Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil
ataupun
bagian
utama
dari
keseluruhan penawaran tersebut. Berdasarkan kriteria ini, penawaran suatu
perusahaan dapat dibedakan menjadi lima kategori (Tjiptono, 2002), yaitu:
1. Produk fisik murni
12
Penawaran yang hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun mandi, pasta gigi,
sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang menyertai produk tersebut.
2. Produk fisik dengan jasa pendukung
Penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa
jasa untuk meningkatakan daya tarik konsumennya. Misalnya produsen mobil
juga memberikan penawaran jasa pengantaran, reparasi, pemasangan suku
cadang.
3. Hybrid
Penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya.
4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor
Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan
(pelengkap) dan atau barang-barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat
terbang yang membeli jasa transportasi juga dilayani makanan dan minuman,
majalah, atau surat kabar selama di perjalanan sebagai unsur produk fisik yang
terlibat. Jasa seperti ini memerlukan barang yang bersifat kapital intensif (dalam
hal ini pesawat) untuk realisasinya, tapi penawaran utamanya adalah jasa.
5. Jasa murni
Penawaran yang hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya fisioterapi, konsultasi
psikologi, pemijatan, dan lain-lain.
Paket jasa (service package) didefinisikan sebagai sekelompok barang dan jasa
yang disediakan pada beberapa lingkungan. Kelompok ini terdiri dari (Fitzsimmons
& Fitzsimmon, 2001, p.24):
13
1. Supporting Facility. Fasilitas pendukung, yang merupakan sumber daya
fisik yang harus tersedia sebelum suatu jasa dapat ditawarkan.
2. Facilitating goods. Barang-barang yang dibeli atau dikonsumsi oleh
pembeli, atau benda yang dimiliki pelanggan. Diantaranya: golf clubs dan
bahan makanan.
3. Explicit Services. Merupakan manfaat yang dapat diamati dengan
menggunakan indera perasa dan terdiri dari keunggulan esensial atau
intrinsik dari suatu jasa.
4. Implicit Services. Jasa implisit merupakan suatu manfaat psikologis yang
dapat dirasakan pelanggan secara tidak pasti, atau manfaat ekstrinsik dari
suatu jasa. Misalnya bengkel mobil yang menawarkan reparasi tanpa rasa
khawatir dari pemilik, kerahasiaan suatu pinjaman.
Pada umumnya produk dapat diklasifikasikan dalam berbagai macam cara,
salah satu cara yang banyak digunakan adalah klasifikasi berdasarkan daya tahan dan
berwujud tidaknya suatu produk. Berdasarkan kriteria ini, ada tiga kelompok produk
(Tjiptono, 2002):
1. Barang tidak tahan lama (nondurable good)
Barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau dalam
beberapa kali pemakaian.
2. Barang tahan lama (durable good)
Barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dan memiliki umur ekonomis
lebih dari satu tahun.
14
3. Jasa (service)
Merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.
Sebenarnya perbedaan secara jelas antara produk dan jasa seringkali sulit
dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali disertai dengan jasa
tertentu. Dengan adanya berbagai macam variasi antara barang dan jasa, maka sulit
menggeneralisir jasa bila tidak mengadakan perbedaan lebih lanjut. Menurut
Fitzsimmons dan Sullivan (Manajemen Jasa, 1992), jika dilihat dari sudut pandang
konsumen, jasa dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu:
1. For consumers (facilitating services); jasa yang dimanfaatkan sebagai media
atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Meliputi misalnya transportasi,
komunikasi, finansial, akomodasi, dan rekreasi.
2. To consumers (human services); jasa yang ditujukan pada konsumen.
Selain itu, klasifikasi jasa juga dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria
(Lovelock, 1987, dalam Evans and Berman, 1990), yaitu:
15
Tabel 2.1
Klasifikasi Jasa
No.
BASIS
1. Segmen Pasar
2.
3.
4.
5.
6.
7.
KLASIFIKASI
CONTOH
* Konsumen akhir
Salon kecantikan
* Konsumen organisasional Konsultan manajemen
Tingkat keberwujudan
Penyewaan mobil
* Rented-goods service
Reparasi jam tangan
* Owned-goods service
Pemandu wisata
* Non-goods service
Keterampilan penyedia jasa * Professional service
Dokter
* Nonprofessional service Supir taksi
Tujuan organisasi jasa
Bank
* Profit service
Yayasan sosial
* Nonprofit service
Regulasi
Angkutan umum
* Regulated service
Katering
* Nonregulated service
Tingkat intensitas karyawan * Equipment-based service ATM
Pelatih sepak bola
* People-based service
Tingkat Kontak Penyedia * High-contact service
Universitas
Jasa dan Pelanggan
Bioskop
* Low-contact service
Sumber: Tjiptono (2002)
The 13 criteria just listed emphasize the scope of unique problems that
managers of service operations encounter (Fitzsimmons, 1990, p. 4): intangible,
variable, nonstandard output, perishability, high customer contact throughout the
service process, customer participation, skills sold directly to the customer, mass
production, high personal judgement, labor intensiveness, decentralized facilities
near customers, measures of effectiveness, quality control primarily process control,
and expanded price basis.
Services are deds, processes, and performances (Zeithaml and Mary Jo
Bitner, 1996, p. 5). A service is an activity or series of activities of more or less
intangible nature that normally, but not necessarily, take place in interactions
between customer and service employees and/or physical resources or goods and/or
16
systems of the service provider, which are provided as solutions to customer
problems (Groons, 1990, p. 27). Service sectors include all economic activities whose
output is not a physical product or construction is generally consumed at the time it
is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement,
timeliness, comfort or health) that are essentially intangible concerns of its first
purchaser (Quinn, Baruch, and Paquette, 1987, p.50). A service is intangible and
perishable. It is occurrence or process that is created and used simultaneously or
nearly simultaneously. While the consumer cannot retain the actual service after it is
produced, the effect of the service can be retained (Sasser, Olsen, and Wyckoff, 1978,
p.8). A service is a time-perishable, intangible experience performed for a customer
actng in the role of co-producer (Fitzsimmons, 2001, p.5).
Menurut Kotler (1997, p. 83), jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang
dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud
dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak
dikaitkan pada satu produk fisik. Berbagai bisnis jasa banyak dijumpai dalam hidup
kita sehari-hari dewasa ini. Diantaranya adalah asuransi, telekomunikasi, hiburan
televisi, supir, pendidikan, binatu, reparasi, dan jasa finansial. Bisnis jasa tersebut
sangat berpengaruh dalam dunia modern. Kini setiap konsumen tidak lagi sekedar
membeli suatu produk, tetapi juga segala aspek jasa/pelayanan yang melekat pada
produk terebut, mulai dari tahap prapembelian hingga tahap purnabeli. Salah satu cara
yang efektif dalam melakukan diferensiasi adalah melalui jasa atau pelayanan yang
diberikan. Misalnya, bisnis restoran bergeser dari sekedar menyediakan segala
macam makanan untuk dijual, menjadi usaha melayani dan memuaskan rasa lapar
17
para pelanggan dengan disertai usaha menyediakan suasana yang kondusif bagi
pelanggan untuk menikmati hidangan, seperti misalnya menyajikan hiburan musik
(Tjiptono, 2002, p. 2). Sedangkan dalam buku Manajemen Jasa (Tjiptono, 2000, p6)
memberikan pengertian jasa sebagai berikut: jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau
kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.
Berbagai faktor bisa dikemukakan sebagai pemicu perkembangan sektor jasa
yang demikian pesat, diantaranya (Schoell and Gultinan, 1992): adanya peningkatan
pengaruh sektor jasa dalam perekonomian, waktu santai lebih banyak, prosentase
wanita yang masuk dalam angkatan kerja semakin besar, tingkat harapan hidup
semakin meningkat, produk-produk yang dibutuhkan dan dihasilkan semakin
kompleks, adanya peningkatan kompleksitas kehidupan, meningkatnya perhatian
terhadap ekologi dan kelangkaan sumber daya, dan perubahan teknologi berlangsung
semakin cepat.
Menurut Fitzsimmons dan Sullivan (1982), perkembangan sektor jasa erat
kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan aktivitas ekonomi meliputi:
1. Primer (Ekstraktif), meliputi: pertanian, pertambangan, perikanan, dan kehutanan.
2. Sekunder (Produksi Barang), meliputi pemanufakturan dan pemrosesan.
3. Tersier (Jasa Domestik), terdiri atas restoran dan hotel, salon kecantikan, laundry
dan dry cleaning, pemeliharaan dan reparasi.
4. Kuarter (Perdagangan), meliputi transportasi, perdagangan eceran, komunikasi,
keuangan dan asuransi, real estate, dan pemerintahan.
5. Kuiner (Perbaikan dan Peningkatan Kapasitas Manusia), terdiri atas kesehatan,
pendidikan, riset, rekreasi, dan kesenian.
18
Tingkat
Intensitas
Tenaga kerja
Tingkat Interaksi dan Customization
Rendah
Tinggi
Service factory:
Service shop:
* Penerbangan
* Rumah sakit
Rendah * Pengangkutan dengan truk * Reparasi mobil
* Hotel
* Jasa reparasi lainnya
* Resor dan rekreasi
Mass service:
Professional service:
* Penjualan eceran
* Dokter
Tinggi * Penjualan grosir
* Pengacara
* Sekolah
* Akuntan
* Aspek ritel dari perbankan * Arsitek
Komersial
Gambar 2.1 Matriks Proses Jasa
Sumber: Tjiptono (2002)
Ada empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan
program pemasaran, yaitu:
1. Tidak berwujud (Intangibility); suatu jasa yang memiliki sifat tidak berwujud,
tidak dapat dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen.
2. Tidak terpisahkan (Inseparibility); jasa yang dihasilkan dan dirasakan pada waktu
yang bersamaan.
3. Bervariasi (Variability); jasa yang senantiasa mengalami perubahan, tergantung
dari siapa penyedia.
4. Mudah lenyap (Perishability); jasa yang daya tahannya tergantung pada situasi
yang diciptakan oleh berbagai faktor.
Distinctive characteristics of service operations include (Fitzsimmons, 2001,
p. 25):
19
1. Customer participation in the service process
The presence of the customer as a participant in the service process requires an
attention to facility design that it is not found in traditional manufacturing
operations. Artinya proses jasa tidak terlepas dari partisipasi pelanggan.
Kehadiran pelanggan sebagai partisipan dalam proses jasa menuntut perhatian
terhadap desain fasilitas. Dekorasi interior, mebel, tampilan, kebisingan, bahkan
warna sekalipun, dapat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap jasa.
2. Simultaneity
Services are created and consumed simultaneously, thus, cannot be stored a
critical feature in the management of services. Bahwa jasa tercipta dan
dikonsumsi pada saat yang bersamaan; oleh sebab itu jasa tidak dapat disimpan.
Proses penciptaan jasa dan konsumsinya yang bersamaan ini, bisa menghapuskan
celah-celah yang mengganggu (intervensi) quality control.
3. Perishability
A service is a perishable commodity. Jasa merupakan komoditi yang mudah
lenyap. Apabila jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan hilang. Permintaan
pelanggan atas jasa membuktikan perilaku yang berulang dalam waktu yang
singkat, dengan variasi antara puncak aktivitas dimana permintaan memuncak dan
lembah (sepi permintaan).
4. Intangibility
Services are ideas and concepts; products are things. The service innovations are
not patentable. Jasa merupakan ide-ide serta konsep, sedangkan produk
merupakan barang. Oleh karena itu, inovasi jasa tidak dapat dipatenkan. Sifat jasa
20
yang tidak berwujud ini menimbulkan masalah bagi pelanggan. Mereka harus
percaya pada reputasi penyedia jasa. Lain halnya ketika pelanggan membeli
sebuah produk. Pelanggan dapat melihat, merasa dan mencoba kemampuan
produk tersebut sebelum melakukan pembelian.
5. Heterogeneity
The combination of the intangible nature of service and the customer as a
participant in the service delivery system results in variation of service from
customer to customer. Kombinasi antara sifatnya yang tidak berwujud dan
pelanggan sebagai pastisipan, menghasilkan sistem penyampaian jasa yang
berbeda-beda untuk tiap pelanggan. Padahal pelanggan menginginkan agar
diperlakukan sama dengan pelanggan yang lain, dalam hal menerima jasa dari
penyedia jasa. Oleh karena itu, manajer jasa harus memperhatikan perilaku
karyawan serta kemampuan mereka. Dengan melaksanakan pelatihan dan
perhatian yang tulus untuk kesejahteraan karyawan, tujuan organisasi dapat
terinternalisasi.
Menurut Stanton, Etzel dan Walker (Tjiptono, 2000, p18), ada pengecualian
dalam karakteristik perishability dan penyimpanan jasa. Dalam kasus tertentu, jasa
bisa disimpan, yaitu dalam bentuk pemesanan, peningkatan permintaan pada saat
permintaan sepi dan penundaan penyampaian jasa. Terdapat hubungan yang erat
antara kualitas produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas
perusahaan. Semakin tinggi tingkat kualitas menyebabkan semakin tingginya
kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga yang lebih tinggi serta (sering kali)
biaya yang lebih rendah. Kualitas berdasarkan definisi dari American Society for
21
Quality Control, yang telah dipakai di seluruh dunia adalah keseluruhan ciri serta
sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
Dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service
dan percieved service (Parasuraman et al, 1985) apabila jasa yang diterima atau
dirasakan (percieved service) sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa
dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan
pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya
jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa
dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Kualitas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepuasan pelanggan,
dimana kualitas itu sendiri memiliki definisi tersendiri. Menurut Kotler (1994),
kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan,
sehingga merekalah yang seharusnya menilai kualitas jasa. The costs of poor quality
of services are even larger than those for goods. Crosby (1979) and others estimate
the costs for poor quality to about 30-40% of the turnover. This means that it has
become increasingly important to focus on and improve service quality (Bergman and
Klefsjo, 1994, p. 265).
There are thus three distinct trends that must be faced squarely by the
company which designs, processes, and sells products and services in today’s
competitive marketplace (Feigenbaum, 1991, pp. 24-25):
22
•
Customers have been increasing their quality requirements very sharply.
•
As a result of this increased customer demand for higher quality products,
present quality practices and techniques are now, or soon will be, outmoded.
•
Quality costs have become very high. For many companies they may be much too
high if these companies are to maintain and improve theier competitive position
over the long run.
Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988) kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas didefinisikan oleh Kotler (2003, p.
84) sebagai keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
yang tersirat. Definisi kualitas dalam arti luas yang diambil dari International
Standard for Service Quality (1990) yaitu: kumpulan dari seluruh ciri-ciri dan
karakteristik dari suatu produk atau jasa yang memiliki kemampuan untuk
memuaskan keadaan saat ini atau kebutuhan yang diharapkan akan dapat diperoleh.
Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara
kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Jika
kenyataan yang diterima lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan
berkualitas sedangkan jika kenyataannya kurang dari yang diharapkan, maka layanan
dapat dikatakan tidak berkualitas. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka
layanan disebut memuaskan.
23
Harapan pelanggan bisa berasal dari informasi mulut ke mulut, kebutuhan
pribadi, dan pengalaman masa lalu. Persepsi pelanggan atas layanan dari perusahaan
tergantung
pada
beberapa
faktor: pengalaman mereka, pengetahuan yang
dikombinasikan dengan komitmen dan kemampuan melayani pelanggan, kemampuan
menepati janji dan kepercayaan, perhatian yang tulus yang diberikan kepada para
pelanggan, cepat dalam menangani keluhan pelanggan (Evardsson, Thomasson, and
Ovretveit, 1994).
Gazpers (2002, p. 4) memberikan dua definisi kualitas, yaitu:
1. Definisi Konvensional: kualitas biasanya menggambarkan karakterisitik langsung
dari suatu produk, seperti performansi (performance), keandalan (reliability),
mudah dalam penggunaan (ease for use), estetika (esthetics), dan sebagainya.
2. Definisi Strategik: kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).
Although Juran’s definition of quality has changed over the years, it can best
be summed up as “fitness for use”. This means that a product or service should do
what the user needs or wants and has a right to expect (Juran and Gryna, 1980;
Schuler and Harris, 1992, p. 21). Quality is a predictable degree of uniformity and
dependentability, at low cost and suited to the market (Gitlow and Oppenheim, 1995,
p. 3). The quality of a service or product is determined by the user’s perception. It is
the degree to which the bundle of service attributes as a whole satisfies the user. This
is called expectations-to-perception match (Fitzsimmons, 1990, p. 419).
24
Word of
mouth
Personal
needs
Expected
Service
Dimensions of
Service Quality:
Reliability
Respnsiveness
Assurance
Empathy
Tangibles
Perceived
Quality
Past
experience
Perceived Service Quality:
1. Expectations exceeded
ES < PS (Quality surprise)
2. Expectations met
ES = PS (Satisfactory quality)
3. Espectations not met
ES > PS (Unacceptable quality)
Gambar 2.2 Perceived Service Quality
Sumber: Fitzsimmons (2001)
Gazpers (2002, p. 5) mengutip definisi kualitas jasa yang terdapat dalam ISO
8402 (Quality Vocabulary), yaitu bahwa kualitas adalah totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dispesifikasikan atau diterapkan. Kualitas sering diartikan sebagai kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau
persyaratan (conformance to the requirements). Menurut Wyckof (dalam Lovelock,
1998), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian
atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan
Goetsh dan Davis (1994) mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan.
Menurut Hutt dan Speh (1992), kualitas jasa terdiri dari tiga komponen utama,
yaitu:
1. Technicall Skill; komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa
yang diterima pelanggan.
25
a. Search quality; kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya harga.
b. Experience quality; kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa, misalnya ketepatan waktu, kecepatan
pelayanan, dan kerapian hasil.
c. Credence quality; kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa misalnya operasi jantung.
2. Functional Quality; komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian
suatu jasa.
3.
Corporate Image; profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu
perusahaan.
Menurut Garvin (dalam Lovelock, 1994; Ross, 1993), ada lima macam
perspektif kualitas yang berkembang, yaitu:
1. Transcendental approach
Kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan
atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan.
2. Product-based approach
Pendekatan ini menganggap kualitas merupakan karakterisik atau atribut yang
dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
3. User-based approach
26
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang
yang memandangnya, sehingga produk yang memuaskan preferensi seseorang
(misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas tinggi.
4. Manufacturing-based approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian dengan persyaratan (conformance to requirements).
5. Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas
didefinisikan sebagai “affordable excellence”.
Enam prinsip pokok kualitas jasa meliputi (Wolkins dalam Scheuing dan
Christopher, 1993):
1. Kepemimpinan; strategi kualitas harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk
meningkatkan kinerja kualitasnya.
2. Pendidikan; semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas.
3. Perencanaan; proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan
tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk
mencapai visinya.
4. Review; proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku organisasional.
27
5. Komunikasi; implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh
proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan, pelanggan, stakeholder perusahan lainnya seperti pemasok, pemegang
saham, pemerintah, dan masyarakat umum.
6. Penghargaan dan pengakuan (Total Human Reward); penghargaan dan pengakuan
merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap
karyawan yang berprestasi perlu diberi penghargaan dan prestasinya diakui.
Menurut Zeithaml et al (Umar, 2000, pp. 38-40), mengemukakan lima
dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu:
a. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan
janji yang ditawarkan.
b. Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu
konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi
kesigapan karyawan dalam menangani konsumen, kecepatan karyawan dalam
menangani transaksi, dan penanganan keluhan konsumen.
c. Confidence/Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk
secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi
pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam
memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan.
Ada beberapa dimensi yang dapat mempengaruhi sebuah jasa yaitu dimana
dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
28
•
Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
•
Kesopanan (Courtecy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap
para karyawan.
•
Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
d. Empathy, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi Empathy ini
merupakan penggabungan dari dimensi:
•
Akses (Access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan perusahaan.
•
Komunikasi
(Communication),
merupakan
kemampuan
melakukan
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan.
•
Pemahaman pada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
e. Tangibility, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front
office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan,
kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
29
Terdapat tiga kunci pokok yang muncul dari kelima dimensi kualitas layanan,
yaitu (Zeithaml et al, 1990):
1. Kualitas layanan lebih sukar untuk dievaluasi bagi pelanggan dibanding dengan
kualitas barang.
2. Pelanggan tidak hanya mengevaluasi kualitas layanan dari apa yang mereka
terima, tetapi mereka juga memperhatikan proses layanan antar.
3. Satu-satunya kriteria penilaian dari kualitas layanan hanya didapat dari
pelanggan.
PEMEGANG SAHAM
(PEMILIK)
Sense of
Ownership
Total
Human
Reward
Superior
Perceived
Value
Long
Term
Profit
Total Quality Service
KARYAWAN
PELANGGAN
Ongoing Relationship
Gambar 2.3
Segitiga Jasa (The Service Triangel)
Sumber: Tjiptono (2002)
Scope of service quality (Fitzsimmons, 2001, p. 49-52):
•
Content; Are standard procedures being followed?
•
Process; Is the sequence of events in the service process appropriate?
•
Structure; Are the physical facilities and organizational design adequate for
the sevice?
•
Outcome; What change in status has the service affected?
•
Impact; What is the long-range effect of the service on the consumer?
30
Tiga P tambahan Manajemen Jasa dalam perusahaan jasa (Kotler, 2003, pp.
450-451) yaitu: people, physical evidence, dan process. Christian Gronroos
berpendapat bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan external marketing,
namun juga memerlukan internal marketing. “External marketing describes the
normal work to prepare, price, distribute, and promote the service to customers.
Internal marketing describes the work to train and motivate employees to serve
customers well.” Tiga tipe pemasaran dalam industri jasa:
Company
Internal
Marketing
Cleaning/
maintenance
service
External
Marketing
Financial/ Restaurant
banking
industry
service
Interactive
Customers
Marketing
Tiga Tipe Pemasaran dalam Industri Jasa
Sumber: Kotler (2003)
Employees
Gambar 2.4
The 9 M’s fundamental factors affecting quality: markets, money,
management, men, motivation, materials, machines and mechanization, modern
information methods, and mounting product requirements (Feigenbaum, 1991).
Manfaat dari kualitas yang superior antara lain berupa (Tjiptono, 2002, p. 55):
loyalitas pelanggan lebih besar, pangsa pasar yang yang lebih besar, harga saham
yang lebih tinggi, dan produktivitas yang lebih besar.
31
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan (Kotler, 1994). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan
sudut pandang pelanggan. Secara garis besar, ada empat unsur pokok dalam konsep
service excellence, yaitu (Elhaitammy, 1990): kecepatan, ketepatan, keramahan, dan
kenyamanan.
Tabel 2.2
Sasaran dan Manfaat Service Excellence
Sasaran
Manfaat Service Excellence
Service
Bagi
Bagi
Bagi
Excellence
Pelanggan
Karyawan
Perusahaan
Memuaskan pelanggan Kebutuhan terpenuhi Lebih percaya diri Meningkatnya kesan
profesional
(corporate image)
Meningkatkan loyalitas Merasa dihargai dan Adanya kepuasan Kelangsungan usaha
Pelanggan
Mendapatkan
pribadi
perusahaan
pelayanan yang baik
terjamin
Meningkatkan penjualan Merasa dipercaya Menambah
Mendorong masyaproduk dan jasa
sebagai mitra bisnis ketenangan bekerja rakat untuk berhubuPerusahaan
ngan dengan perusahaan
Meningkatkan
Merasa menemukan Memupuk semangat Mendorong kemungPendapatan
perusahaan yang
untuk meniti karir kinan ekspansi
Perusahaan
Profesional
Meningkatkan laba
perusahaan
Sumber: Tjiptono (2002)
32
2.3 Konsep Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen didefinisikan oleh Engel (1994, p. 3) sebagai tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli
tindakan ini. Perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan,
perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan seperti budaya, kelas
sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Sedangkan sumber daya konsumen,
motivasi & keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi
ikut mempengaruhi perbedaan individu. Proses psikologis seperti pengolahan
informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap/perilaku juga ikut berperan
mempengaruhi perilaku konsumen.
Consumer behavior in services can be quite complex because everty service
encounter is potentially different. Some elements of consumer behavor that have an
impact on marketing of services include (Fitzsimmons, 1990, pp. 538-540):
•
Time budgeting; refers to the situation in which consumers make time the major
variable in their service selection process.
•
Consumers socialization as a producer; another service trend is that of the
consumer as coproducer of a service.
•
Dramatic states; refers to the development of a ‘mental script’ by consumers for
often-repeated experiences.
•
Consumer evaluations of services; consumers avaluate services differentially than
they do products.
33
•
Attitudes toward service alternative; consumers’ attitudes toward services are
different from their attitudes toward products.
Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si
pemberi jasa kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan konsumen.
Oleh karena berbagai faktor, seperti subyektivitas yang dipersepsikan konsumen dan
pemberi jasa, maka sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang
dipersepsikan oleh konsumen. Gap secara garis besar dimaksudkan untuk mengetahui
kesenjangan yang terjadi dalam kualitas jasa. Tiga peneliti Amerika, Leonard L.
Berry, A. Parasuraman, dan Valerie A. Zeithaml (1985) melakukan penelitian
mengenai customer perceived quality pada empat industri jasa, yaitu retail banking,
credit card, securities brokerage, dan product repair and maintance. Dalam
penelitian tersebut, mereka mengidentifikasikan 5 (lima) gap yang menyebabkan
kegagalan penyampaian jasa. Terdapat lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan
kegagalan penyampaian jasa (Parasuraman dkk., 1988, p. 36; Tjiptono, 2002, pp. 8081), yaitu:
1. Kesenjangan (gap) antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen.
Contohnya pengelola katering mungkin mengira para pelanggannya lebih
mengutamakan ketepatan waktu pengantar makanannya, padahal para pelanggan
tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan.
34
2. Kesenjangan (gap) antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa.
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang
jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor yaitu, tidak adanya komitmen total
manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya
kelebihan permintaan. Sebagai contoh, manajemen suatu bank meminta para
stafnya agar memberikan pelayanan secara ‘cepat’ tanpa menentukan standar atau
ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat.
3. Kesenjangan (gap) antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa hal terjadinya gap ini, misalnya karayawan kurang terlatih, beban
kerja yang melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan
tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula,
karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan
satu sama lain. Misalnya juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk
mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi disisi lain mereka juga harus
melayani para pasien dengan cepat.
4. Kesenjangan (gap) antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji
yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalaah apabila
janji yang dberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya brosur suatu lembaga
pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan yang terbaik, memiliki
sarana kuliah praktikum dan perpustakaan yang lengkap, dan staf pengajarnya
35
profesional. Akan tetapi saat pelanggan datang dan merasakan bahwa ternyata
fasilitas praktikum dan perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya memiliki
beberapa ruang mata kuliah, jumlah komputer relatif sedikit, dan eksemplar buku
terbatas), maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan lembaga
pendidikan tersebut telah mendistorsi harapan konsumen dan menyebabkan
terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga tersebut.
5. Kesenjangan (gap) antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara
yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
Misalnya seorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya untuk
menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi pasien dapat menginterpretasikannya
sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan penyakit
yang dideritanya.
36
Word-of-mouth
communications
Personal needs
Past experience
Expected
service
GAP 5
Perceived
service
Service delivery
(including pre- and
post-contacts)
PEMASAR
External
GAP 4 communications to
consumers
GAP 3
GAP 1
GAP 2
Translation of
perceptions into
service quality
specifications
Management
perseptions of
consumer
expectations
Gambar 2.5
Service Quality Gap Model (A. Parasuraman dkk.)
Sumber: Bergman dan Klefsjo
Model kualitas jasa dari A. Parasuraman dkk., tersebut dikenal dengan nama
model SERVQUAL (service quality). Model SERVQUAL (Gambar 2.5) tersebut
cukup populer dan hingga kini banyak digunakan acuan dalam riset pemasaran.
Model tersebut berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang sebagian besar
didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi. Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa
bila kinerja pada suatu atribut (attribute perfomance) meningkat lebih besar dari pada
harapan (expectations) atas atribut yang bersaing, maka kepuasan pun akan
meningkat.
37
Hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam model Gap tersebut antara lain:
•
Identifikasi atribut kunci kualitas jasa dari sudut pandang manajemen dan
konsumen
•
Penekanan pada kesenjangan (gap) antara konsumen dan penyedia jasa terutama
pada persepsi dan harapan
•
Pemahaman tentang implikasi teratasinya kesenjangan yang ada terhadap
pengelolaan jasa
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Berry dkk. tersebut meliputi :
1. Penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa adalah hasil dari perbandingan antara
harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman mereka (setelah menerima
jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif,
dan sebaliknya jika tidak
terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.
Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia (lebih dari
sekedar puas).
2. Penilaian pelanggan pada kualitas jasa dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa
dan output dari jasa.
3. Kualitas jasa ada dua macam, yaitu :
•
Kualitas dari jasa yang normal
•
Kualitas dari deviasi jasa yang normal
4. Apabila timbul masalah,
pelanggan.
perusahaan harus meningkatkan kontaknya dengan
38
Dalam
penelitian
mereka
lebih
lanjut
(1993),
ketiga
peneliti
ini
mengemukakan ada dua tingkat harapan pelanggan pada jasa yaitu adequate service
dan desired service. Yang pertama adalah tingkat kinerja jasa minimal yang bisa
diterima. Ini didasari oleh perkiraan tentang jasa apa yang mungkin akan diterima
dan tergantung pada alternatif yang tersedia. Sedangkan yang kedua adalah tingkat
kinerja jasa yang diharapkan pelanggan diterimanya, yang merupakan gabungan dari
harapan apa yang bisa dan harus diterimanya.
Sebagaimana karakteristik jasa terdiri atas intangibility, inseparability,
variability, dan perishability, maka hal ini membawa dampak berupa munculnya
beberapa permasalahan sebagai berikut (Parasuraman dkk., 1985):
1. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik intangibility:
•
Jasa tidak dapat disimpan
•
Jasa tidak dapat dilindungi dengan hak paten
•
Perusahaan tidak dapat dengan mudah dan cepat mempertunjukkan atau
mengkomunikasikan suatu jasa
•
Harga sukar ditetapkan
2. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik inseparability:
•
Konsumen terlibat dalam aktivitas produksi jasa
•
Kegiatan pemasaran dan produksi sangat interaktif
•
Produksi massa yang terpusat sangat sukar dilakukan dalam jasa
3. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik variability:
•
Sangat sulit melakukan standarisasi dan pengendalian kualitas jasa
39
4. Masalah yang berkaitan dengan karakteristik perishability:
•
Jasa tidak dapat disimpan
Dengan mempertimbangkan berbagai karakteristik khusus dan unik pada jasa,
serta permasalahan-permasalahan yang muncul, ada beberapa strategi yang dapat
diterapkan perusahaan jasa, diantaranya:
1. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik intangibility:
•
Menekankan petunjuk-petunjuk yang tampak (tangible cues), yaitu tempat
(desain interior dan eketerior), sumber daya manusia (ramah, responsif, murah
sentum, berpakaian rapih), peralatan (komputer, meja, kursi), bahan-bahan
komunikasi (brosur, pamflet, leaflet, papan pengumuman), simbol perusahaan
dan harga.
•
Menggunakan sumber daya personal lebih banyak daripada sumber daya
lainnya.
•
Mensimulasikan atau mendorong komunikasi dari mulut ke mulut (word-ofmouth communication), misalnya melalui pesan komunikasi “Bila Anda tidak
puas, beritahukan kami. Tetapi bila Anda puas, beritahukanlah rekan-rekan
Anda.” Atau cara lain yaitu memberikan insentif tertentu kepada setiap
pelanggan misalnya berupa voucher, produk tertentu yang diberikan secara
cuma-cuma.
•
Menciptakan citra (image) organisasi yang kuat, misalnya lewat iklan,
logo/simbol, perilaku manajemen dan karyawan yang positif.
•
Memanfaatkan akuntansi biaya dalam penetapan harga.
40
•
Melakukan komunikasi purnabeli (post-purchase communication), seperti
mengumpulkan informasi mengenai kepuasan pelanggan, keluhan pelangan,
saran dan kritik dari pelanggan, serta menyampaikan informasi produk baru
dan program promosi baru kepada mereka.
2. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik inseparability:
•
Melakukan seleksi dan pelatihan secara cermat terhadap public-contact
personnel, yaitu setiap karyawan yang berhubungan langsung dengan orang
banyak harus mampu berkomunikasi dengan baik, responsif, sanggup
melayani pelanggan, pengetahuan yang luas, dan dapat dipercaya.
•
Mengelola konsumen (manage customers).
•
Menggunakan berbagai macam lokasi jasa (multisite locations), artinya jasa
tidak terpusat pada satu tempat jasa dan karenanya mudah diakses dan relatif
murah didatangi pelanggan.
3. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik variability:
•
Mengindustrialisasikan jasa (industrialize service), dengan cara menambah
dan memanfaatkan peralatan canggih, seperti melakukan standarisasi produk.
•
Melakukan service customization, artinya meningkatkan intensitas interaksi
antara perusahaan dan pelanggan, sehingga produk dan program pemasaran
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan setiap pelanggan.
4. Strategi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh karakteristik perishability:
•
Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengatasi permintaan yang
berfluktuasi (manajemen permintaan), misalnya: tidak melakukan apapun,
41
mengurangi permintaan pada periode permintaan puncak, meningkatkan
permintan pada saat-saat sepi, menyimpan permintaan dengan sistem reservasi
dan janji, menerapkan sistem antrian, dan mengembangkan jasa atau
pelayanan komplementer.
•
Melakukan penyesuaian terhadap permintaan dan kapasitas secara simultan
sehingga tercapai kesesuaian antara keduanya (manajemen permintan dan
penawaran), misalnya menggunakan karyawan paruh-waktu pada periode
sibuk, menyewa atau berbagi fasilitas dan peralatan tambahan dengan
perusahaan lain, menjadwalkan aktivitas downtime selama periode permintaan
rendah, melakukan pelatihan silang (cross-training) kepada para karyawan,
dan meningkatkan partisipasi pelanggan.
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa
menjadi buruk (Tjiptono, 2002), yaitu:
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability, artinya jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan (dibutuhkan kehadiran dan
partisipasi pelanggan). Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan
interaksi produsen dan konsumen jasa.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi
Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat
menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai
42
Karyawan front-line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya
mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan
dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan,
dan sumber daya manusia).
4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi
Komunikasi merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak dengan
pelanggan. Bila tejadi kesenjangan (gap) dalam komunikasi, maka akan timbul
penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama
Pelangan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memiliki perasaan
dan emosi. Dalam hal interaksi pemberi jasa, tidak semua pelangan bersedia
menerima pelayanan/jasa yang seragam (standardized service).
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan
Memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan
peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk.
7. Visi bisnis jangka pendek
Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjalan dan laba
tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan) bisa merusak
kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang.
Strategi meningkatkan kualitas jasa (Tjiptono, 2002), yaitu:
1. Mengidentifikasikan determinan utama kualitas jasa
43
Setiap perusahan perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik kepada
pelanggannya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama kualitas jasa
dari sudut pandang pelanggan.
2. Mengelola harapan pelanggan
Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan
pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada gilirannya
akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh
perusahaan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama dan sesudah jasa diberikan.
4. Mendidik konsumen tentang jasa
Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang sangat
positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih ‘terdidik’
akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.
5. Mengembangkan budaya kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara
terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma,
nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
6. Menciptakan Automating Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.
44
7. Menindaklanjuti jasa
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu
ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian
atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka
terhadap jasa yang diberikan.
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa
Merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset
secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas
jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Manfaat sistem informasi kualitas
jasa, diantaranya: memungkinkan pihak manajemen untuk memasukkan ‘suara
pelanggan’ dalam pengambilan keputusan, dapat mengetahui prioritas jasa
pelanggan, memperlancar proses identifikasi prioritas penyempurnaan jasa dan
menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya,
memungkinkan dipantaunya kinerja jasa perusahaan dan pesaing setiap waktu,
memberikan gambaran mengenai dampak inisiatif dan investasi kualitas jasa,
serta memberikan performance-based data untuk keperluan penilaian.
Perusahaan
jasa
menghadapi
tiga
tugas
dalam
menyusun
strategi
pemasarannya (Kotler, 1997, p. 90), yaitu:
1. Mengelola Perbedaan
Sejauh
pelanggan
melihat
suatu
jasa
cukup
homogen,
mereka
lebih
memperhatikan harga daripada penyedianya. Alternatif bagi kompetisi harga
adalah:
45
a. Mengembangkan Penawaran
Penawaran dapat mencakup keistimewaan inovatif untuk membedakannya dari
penawaran pesaing. Apa yang diharapkan pelanggan disebut paket jasa primer
(primary service package) dan ditambahkan keistimewaan jasa sekunder
(secondary service features). Tantangan utamanya adalah sebagian besar
inovasi jasa mudah ditiru. Namun perusahaan jasa yang meriset dan
memperkenalkan inovasi jasa secara teratur akan memperoleh keuntungan
temporer melebihi pesaingnya.
b. Penyampaian
Perusahaan dapat membedakan kualitas penyampaian jasa dengan memiliki
lebih banyak petugas kontak pelanggan yang mampu dan dapat diandalkan. Di
samping itu, perusahaan dapat membuat lingkungan fisik yang lebih menarik
di tempat jasa itu dilakukan. Atau perusahaan dapat juga merancang proses
penyampaian jasa yang unggul.
c. Citra
Mendiferensiasikan citra perusahaan terutama lewat simbol dan merek.
2. Mengelola Kualitas Jasa
Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan
atau yang tersirat. (Kotler, 1997, p49). Salah satu cara utama mendiferensiasikan
sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa berkualitas lebih tinggi dari
pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan
kualitas jasa pelanggan sasaran.
46
3. Mengelola Produktivitas
Perusahaan tidak boleh terlalu keras mendesak produktivitas sehingga
mengurangi kualitas yang diinginkan. Beberapa metode untuk meningkatkan
produktivitas dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menstandarisasi
kualitas.
2.4
Konsep Kepuasan Konsumen
Kepuasan didefinisikan oleh Kotler (1997, p. 36) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja
(hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu: mutu produk dan pelayanannya, kegiatan
penjualan, pelayanan setelah penjualan, dan nilai-nilai perusahaan. Oliver
mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (hasil) yang dirasakannya dengan harapannya (Supranto, 1997, p. 233).
Kepuasan adalah suatu perasaan senang atau kecewa dari seseorang konsumen ketika
konsumen membandingkan persepsinya terhadap current perfomance suatu produk
atau jasa dengan ekspetasinya (Darmadi, 2000, p. 38).
Menurut Gerson (2001, p. 3), kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen
bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Menurut Day (2001), menyatakan
bahwa
kepuasan
pelanggan
adalah
respon
pelanggan
terhadap
evaluasi
ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan dan sebelumnya dan kinerja aktual
47
produk yang dirasakan setelah memakainya. Menurut Wilkie (2001), mendefinisikan
sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi
suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut Engel dan kawan-kawan (2001),
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan.
Menurut
Peter F. Drucker (1999), bagi pelanggan, apa yang dihasilkan suatu
perusahaan baginya tidak begitu penting. Pelanggan memikirkan apa yang akan
dibelinya untuk memuaskan kebutuhannya atas dasar pertimbangan nilai dan
pertimbangan nilai inilah selanjutnya akan menentukan bentuk apa bisnis yang perlu
akan dikembangkan. Customer (dis) satisfaction is the outcome of providing value
that meets or does not meet the customer need in that situation (Bounds, Yorks,
Adams, dan Ranney, 1994, p. 256).
Tujuan
Perusahaan
Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan
PRODUK
Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai produk
Bagi Pelanggan
Tingkat
Kepuasan
Pelanggan
Gambar 2.6 Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber: Tjiptono (2002)
48
Perusahaan masa kini berusaha sekuat tenaga mempertahankan pelanggannya
karena perusahaan sadar bahwa biaya menarik pelanggan itu lebih besar dari pada
mempertahankan pelanggan yang ada. Berikut ini akan diuraikan beberapa definisi
mengenai pelanggan, yaitu:
1. Pelanggan adalah pihak yang memaksimumkan nilai. (Kotler, 2002, p. 68).
2. Pelanggan adalah masyarakat pada umumnya yang membutuhkan produk dan jasa
yang berpotensi untuk melakukan pembelian. (Yoeti, 1999, p. 11).
3. Pelanggan itu adalah boss, anda harus bisa melayaninya dengan baik. Apa saja
yang anda miliki, ia akan membayarnya. (Nightingale, 1999, p.16).
Konsumen dibagi atas dua macam, yaitu:
1. Konsumen Eksternal; mudah diidentifikasikan karena mereka ada di luar
organisasi.
2. Konsumen Internal; merupakan orang-orang yang melakukan proses
selanjutnya dari pekerjaan orang sebelumnya.
Para pelanggan jasa biasanya termotivasi untuk mencari jasa sebagaimana
mereka mencari sebuah produk. Dengan demikian, maka harapan-harapan mereka
membentuk perilaku berbelanja. Para pelanggan jasa dikategorikan dalam empat
kelompok, yaitu:
1. The Economizing Customer. Pelanggan dalam kelompok ini ingin
memaksimalkan nilai yang diperoleh atas penggunaan waktu, usaha dan
uangnya. Mereka bersifat menuntut dan kadang kala tidak konsisten (berubah)
dan mencari nilai yang akan menguji kekuatan kompetitif penyedia jasa di
49
pasar. Kehilangan pelanggan jenis ini menandakan peringatan awal dari
ancaman kompetitif yang potensial.
2. The Ethical Customer. Pelanggan jenis ini merasakan obligasi moral untuk
mendukung penyedia jasa yang bertanggung jawab secara sosial. Penyedia
jasa yang telah mengembangkan reputasi jasa komunitas dapat menciptakan
alasan bagi pelanggan untuk loyal.
3. The
Personalizing
Customer.
Pelanggan
yang
termasuk
grup
ini
menginginkan keramahan interpersonal, seperti pengakuan dan percakapan
dari pengalaman jasa.
4. The Convenience Customer. Pelanggan seperti ini tidak tertarik untuk
membeli jasa. Kenyamanan merupakan kunci untuk menarik mereka.
Pelanggan yang merasa nyaman biasanya rela membayar ekstra untuk jasa
yang “pribadi” atau jasa yang tidak hiruk pikuk.
Hampir kebanyakan pelanggan memiliki alasan dan egonya sendiri. Ego
memberi arah tiap pelanggan bagaimana mengelola perusahaan. Bilamana suatu
usaha memikirkan dari pelanggan hanya keuntungan saja dan mengabaikan
kepentingan pelanggan maka usaha itu tidak akan bertahan lama. Mengelola usaha
adalah mengelola pelanggan. Perusahaan yang ingin maju harus berorientasi pada
pelanggan. Hendaknya perusahaan selalu memikirkan apa yang di butuhkan
pelanggan, apa yang diinginkan pelanggan sehingga pelanggan tidak hanya puas
tetapi menjadi setia kepada perusahaan. Yang diinginkan pelanggan adalah:
1. Pelanggan ingin merasa bahagia.
50
Suatu yang logis bila pelanggan yang ingin membelanjakan uangnya pelanggan
harus menunggu lama, tidak diperhatikan/diacuhkan, maka tentu saja mereka
akan kesal. Hal ini tidak diharapkan pelanggan dan oleh karena itu hal seperti ini
haruslah di hindari.
2. Pelanggan tidak mau kalau mereka dibebankan macam-macam, baik dalam
bentuk uang maupun waktu.
Bila pelanggan membeli sesuatu berarti mereka memutuskan untuk membeli dan
telah memberikan kapercayaan kepada perusahaan dari pada perusahaan saingan.
Pelanggan selalu khawatir kalau mereka telah dicurangi. Pelanggan tidak akan
keberatan kalau perusahaan mengambil untung tetapi dalam melakukan transaksi
hendaknya menguntungkan baik kepada perusahaan maupun pelanggan.
3. Pelanggan adalah bos, baik kemarin, hari ini maupun besok.
Pelanggan menginginkan bahwa suatu bisnis harus dapat dilakukan setiap waktu,
terjadi berulang kali sehingga terjadi peningkatan usaha. Kerja ini dapat diartikan
dalam bentuk uang, waktu, pelayanan, penghargaan dan banyak bentuk lainnya.
Pelanggan lebih penting dari pada apapun dan pelanggan harus dipelihara dengan
cara dihargai, dimuliakan dan dihormati.
Terdapat dua macam kepuasan konsumen, yaitu:
1. Kepuasan Fungsional; yaitu kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk
yang dimanfaatkan.
2. Kepuasan Psikologikal; yaitu kepuasan yang diperoleh dari atribut fisik yang
bersifat tidak berwujud.
51
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kesan kinerja yang
dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat
kepuasan yang umum, yaitu:
1. Kalau kinerja dibawah harapan, pelanggan akan kecewa
2. Kalau kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan puas
3. Kalau kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas, senang dan gembira.
Kepuasan pelanggan tidak berarti memberikan kepada pelanggan apa yang
diperkirakan disukai oleh pelanggan. Hal ini berarti perusahaan harus memberikan
kapada mereka apa yang sebenarnya pelanggan inginkan, kapan mereka butuhkan
dan cara mereka perolehnya. Dalam hal ini, dapat dibedakan tiga tingkat kepuasan
pelanggan, yaitu :
1. Menemukan kebutuhan pokok pelanggan.
2. Mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi harapan dari pelanggan sehingga
mereka mau kembali lagi dan menjadi setia kepada perusahaan.
3. Selalu mempertahankan apa yang menjadi harapan pelanggan, melakukan hal
yang melebihi seperti apa yang di harapkan pelanggan.
Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan
mengelola suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya. Perusahaan dengan filosofi
berwawasan pelanggan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah sasaran
sekaligus kiat pemasar. Perusahaan yang mencapai tingkat kepuasan pelanggan
tertinggi, memastikan bahwa pasar sasaran mereka juga menyadari tentang hal ini.
Walaupun perusahaan berwawasan pelanggan ingin mencapai kepuasan pelanggan
52
yang tinggi, namun ada beberapa perusahaan yang belum tentu ingin memaksimalkan
kepuasan
pelanggannya.
Hal
ini
dikarenakan:
Pertama,
perusahaan
dapat
meningkatkan kepuasan dengan menurunkan harga atau meningkatkan pelayanan,
namun akibatnya laba perusahaan dapat turun. Kedua, perusahaan mungkin dapat
meningkatkan keuntungan bagi pelanggan dengan cara lain, misalnya dengan
memperbaiki produknya. Ketiga, mengeluarkan lebih banyak untuk kepuasan
pelanggan. Dan yang keempat adalah dengan dasar filosofi perusahaan yaitu
perusahaan berusaha memberikan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dan tetap
memberikan tingkat kepuasan yang setidak-tidaknya dapat diterima oleh pihak yang
berkepentingan dalam batasan sumber daya perusahaan.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum membeli
produk, yang menjadi acuannya dalam melihat kinerja produk tersebut (Zeithaml et.al
1993). Harapan pelanggan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan
kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada
hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam
mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau
acuan. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar
dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang
puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar
yang baik tentang perusahaan.
Umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi
kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan
iklan. Zeithaml, et al. (1993) melakukan penelitian khusus dalam sektor jasa dan
53
mengemukakan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh
beberapa faktor berikut:
1. Enduring Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk
meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang
disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang jasa. Seorang
pelanggan akan berharap bahwa ia patut dilayani dengan baik pula apabila
pelanggan lainnya dilayani dengan baik oleh pemberi jasa.
2. Personal Needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat
menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan
psikologis.
3. Transitory Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek)
yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini meliputi:
•
Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin
perusahaan bisa membantunya (misalnya jasa asuransi mobil pada saat terjadi
kecelakaan lalu lintas).
•
Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk
menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.
4. Perceived Service Alternatives
54
Perceived Service Alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat
atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki
beberapa alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan
semakin besar.
5. Self-Perceived Service Roles
Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya
dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses
pemberian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan
tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada si pemberi jasa.
6. Situational Factors
Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi
kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa.
7. Explicit Service Promises
Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) oleh
organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal
selling, perjanjian, atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.
8. Implicit Service Promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan
kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan
yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya
untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. Pelanggan
biasanya menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets) pendukung jasa
dengan kualitas jasa.
55
9. Word of Mouth (Rekomendasi/Saran dari Orang lain)
Word-of- mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang
disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada
pelanggan. Word-of-mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena
yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para
ahli, teman, keluarga, dan publikasi media massa.
10. Past Experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui
pelanggan dari yang pernah diterimanya di masa lalu.
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih,
mengorganisasi,
dan
menginterpretasi
masukan-masukan
informasi
guna
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung
pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Kualitas harus dimulai
dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti
bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi
pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.
Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga
merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap
kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun
perlu diperhatikan bahwa kinerja jasa sering kali tidak konsisten, sehingga pelanggan
menggunakan isyarat intrinsik dan ekstrinsik jasa sebagai acuan.
56
Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan penyimpanan jasa itu sendiri.
Pelanggan akan bergantung pada isyarat ini apabila berada di tempat pembelian atau
jika isyarat intrinsik tersebut merupakan search quality dan memiliki nilai prediktif
yang tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan isyarat ekstrinsik adalah unsur-unsur
yang merupakan pelengkap bagi suatu jasa. Isyarat ini dipergunakan dalam
mengevaluasi jasa jika dalam menilai isyarat intrinsik diperlukan banyak waktu dan
usaha, dan apabila isyarat ekstrinsik tersebut merupakan experience quality dan
credence quality. Isyarat ekstrinsik juga dipergunakan sebagai indikator kualitas jasa
apabila tidak ada informasi isyarat intrinsik yang memadai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan adalah:
1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan
pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan
produsen/pemasok (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan
keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan tinggi, demikian pula
sebaliknya.
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dari
perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.
3. Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas
produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas akan mempengaruhi
persepsi pelanggan teruatama pada produk-produk yang dirasakan berisiko
tinggi.
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi
pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak
57
membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan
akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang
produk itu.
Dengan mengukur kepuasan pelanggan, organisasi atau perusahaan dapat
mengukur mutu dan aktivitas pelayanan untuk menemukan tingkat kepuasan
pelanggan dan membantu perusahaaan dalam mengembangkan program untuk
meningkatkan ikatan pelanggan (Gerson, 2001, p. 4). Alat-alat untuk mengukur
kepuasan pelanggan adalah:
1. Sistem keluhan dan saran
Sebuah
perusahaan
yang
berfokus
pada
pelanggan
mempermudah
pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Banyak restoran dan
hotel menyediakan formulir bagi tamu untuk melaporkan hal-hal yang mereka
sukai dan tidak sukai. Rumah sakit dapat menempatkan kotak saran di
koridor, menyediakan kartu komentar untuk pasien yang akan keluar, dan
mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. Beberapa
perusahaan yang berfokus pada pelanggan Procter & Gamble, General
Electric, Whirpool―membuat hot-lines pelanggan dengan nomor telepon
gratis untuk memaksimalkan kemudahan yang diharapkan pelangganm, dalam
menyampakan saran atau keluhan. Arus informasi ini menyediakan banyak
gagasan yang baik bagi perusahaan-perusahaan ini dan memungkinkan
mereka bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah.
58
2. Survei Kepuasan pelanggan
Penelitian menunjukkan bahwa bila pelanggan tidak puas dengan satu dari
setiap empat pembelian, kurang dari lima persen pelanggan yang tidak puas
akan mengeluh. Kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau
berganti pemasok daripada mengajukan keluhan. Karenanya, perusahaanperusahaan tidak dapat menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran
kepuasan pelanggan. Perusahaan-perusahaan yang responsif memperoleh
ukuran kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survei
berkala. Mereka mengirim daftar pertanyaan atau menelepon pelangganpelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah
mereka amat puas, puas, biasa saja, kurang puas, atau amat tidak puas dengan
berbagai aspek kinerja perusahaan. Mereka juga meminta pendapat pembeli
tentang kinerja para pesaing mereka. Selain mengumpulkan informasi tentang
kepuasan pelanggan, juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan
untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli kembali; hal ini
biasanya tinggi jika kepuasan pelanggan tinggi. Juga bermanfaat untuk
mengukur kemungkinan atau kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan
perusahaan dan merk kepada orang lain. Nilai positif tinggi dari informasi
pelanggan
menunjukkan
bahwa
perusahaan
menghasilkan
kepuasan
pelanggan yang tinggi. What do your customers really want? How can you
discover the wants and the needs of your customers? Just ask them. The
customer satisfation is an extremely useful piece of market research that can
59
support
a
wide
variety
of
business
decisions
(http://www.clickz.com/metrics/cust.metrics/article.php/836211).
3. Belanja siluman
Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai
pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan
dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk perusahaan dan
produk pesaing. Para pembelanja siluman ini bahkan dapat menyampaikan
masalah tertentu untuk menguji apakah para staf penjualan perusahaan
manangani situasi tersebut dengan baik. Jadi, seorang pembelanja siluman
dapat mengeluh tentang makanan restoran untuk menguji bagaimana restoran
itu menangani keluhan ini. Bukan saja perusahaan harus membayar
pembelanja
meninggalkan
siluman,
kantor
tetapi
para
mereka,
manajer
melihat
sendiri
situasi
terkadang
penjualan
harus
perusahaan
perusahaan dan pesaing dimana mereka tak dikenal, dan mengalami sendiri
secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai “pelanggan”. Variasi
dari hal ini adalah para manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan
berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana telepon itu
ditangani.
4. Analisis kehilangan pelanggan
Perusahaan-perusahan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti
membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Ketika IBM
kehilangan pelanggan, perusahaan itu melakukan usaha yang mendalam untuk
mempelajari kegagalan mereka. Bukan saja penting untuk melakukan
60
wawancara keluar ketika pelanggan pertama kali berhenti membeli, tetapi
juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan, dimana jika
meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya.
Terdapat hubungan erat antara kualitas produk dan pelayanan, kepuasan
pelanggan, serta profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat kualitas
menyebabkan semakin tingginya kepuasan pelanggan dan juga mendukung harga
yang lebih tinggi (Kotler, 1997, p. 48).
Menurut Umar (2000, p. 52), memperbaiki dan mempertahankan hubungan
pelanggan antara perusahaan dengan konsumennya perlu terus dibina. Untuk
mengendalikan tingkat kehilangan konsumen agar tetap pada posisi yang mana,
perusahaan perlu mengambil empat langkah, yaitu:
1. Menentukan tingkat bertahannya konsumen.
2. Membedakan berbagai penyebab hilangnya konsumen dan menentukan
penyebab utama yang bisa dikelola dengan baik.
3. Memperkirakan kehilangan keuntungan dari konsumen yang hilang.
4. Menghitung berapa biaya untuk mengurangi tingkat kehilangan konsumen.
Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor,
diantaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat,
serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan
Armstrong, 1994). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan harapan
seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks.
Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan
seperti pada gambar 2.7. Diantara beberapa faktor penyebab tersebut ada yang
61
bisa dikendalikan oleh penyedia jasa. Dengan demikian penyedia jasa
bertanggung jawab untuk meminimumkan miskomunikasi dan misinterpretasi
yang mungkin terjadi dan menghindarinya dengan cara merancang jasa yang
mudah dipahami dengan jelas. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengambil
inisiatif agar ia dapat memahmi dengan jelas instruksi dari klien dan klien
mengerti benar apa yang akan diberikan.
Pelanggan Keliru
Mengkomunikasikan
Jasa yang Diinginkan
Pelanggan Keliru
Menafsirkan
Signal (harga,
Positioning, dll)
Miskomunikasi
Rekomendasi
Mulut Ke Mulut
Gambar 2.7
Harapan
Tidak Terpenuhi
Kinerja Karyawan
Perusahan Jasa
Yang Buruk
Miskomunikasi
Penyediaan Jasa
Oleh Pesaing
Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan
Sumber: Tjiptono (2002)
Dalam hal ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan tindakan yang bisa
dilakukan pelanggan, yaitu:
1. Tidak melakukan apa-apa
Pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak
akan membeli atau mengunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi.
2. Melakukan komplain
62
Ada beberapa faktor yang mepengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak
puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu derajat kepentingan konsumsi
yang dilakukan, tingkat ketidakpuasan pelanggan, manfaat yang diperoleh,
pengetahuan dan pengalaman, sikap pelanggan terhadap keluhan, tingkat
kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, dan peluang keberhasilan dalam
melakukan komplain.
Menurut Cross dan Smith (Umar, 2000, pp. 40-41), di dalam pemasaran
terdapat suatu konsep yang dinamakan Customer Bonding dimana konsep itu
merupakan suatu sistem yang berinisiatif untuk mempertahankan hubungan dengan
pelanggan. Ada dua sudut pandang yang memberikan pengertian Customer Bonding
tersebut, yaitu:
1. Sudut pandang pelanggan; yaitu suatu proses pengambilan keputusan yang
menuju kepada penyeleksian perusahaan dimana produk atau jasa akan dibeli.
2. Sudut pandang perusahaan; merupakan pandangan strategi jangka panjang yang
akan memperkuat dan memberikan inspirasi pada setiap elemen bauran
pemasaran. Dengan memperhatikan penjelasan dari beberapa definisi pemasaran
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran adalah suatu sistem kegiatan
usaha, kegiatan perorangan dan proses sosial yang diarahkan untuk menciptakan
pertukaran guna memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia atau konsumen
dengan tujuan merencanakan, menentukan harga, dan mempromosikan produk
yang didukung dengan suatu sistem untuk mempertahankan hubungan pelanggan
untuk menciptakan loyalitas pelanggan pada perusahaan, yang disebut Customer
Bonding.
63
The strategic service concept (Fitzsimmons, 2001, p. 84-86):
•
Structural
! Delivery system
! Facility design
! Location
! Capacity planning
•
Managerial
! Service encounter
! Quality
! Managing capacity and demand
! Information
Terdapat tujuh peraturan paling efektif dalam menilai konsumen, seperti yang
ditulis Broydrick (2000, p. 9), yaitu:
1. Tidak membuat produk yang sama.
Tawaran produk atau jasa yang sangat berbeda dan istimewa sehingga
perbandingan “produk atau jasa yang persis sama” tidak lagi dapat diterapkan.
2. Hilangkan risiko.
Izinkanlah mereka mencoba produk Anda sebelum membelinya dan
melindungi
pengeluaran
mereka
dikembalikan uang.
3. Buatlah konsumen Anda merasa puas.
setelah
membeli
dengan
jaminan
64
Harga adalah “end call” dan “be all” hanyalah bagian dari pasar―bagian
yang ingin Anda hindarkan jika ingin memperoleh keuntungan.
4. Persempit tawaran Anda.
Sederhanakan keputusan pembelian konsumen Anda dengan memberikan
jumlah pilihan yang lebih sedikit. Lebih sedikit berarti lebih banyak.
5. Beritahukan keadaan yang sesungguhnya.
Jangan berlebihan dalam memuji-muji produk Anda―penuhi janji Anda.
Pelanggan Anda akan menjadi juru jual Anda.
6. Keunggulan yang konsisten mengalahkan keistimewaan yang sementara.
Jadikan diri Anda mudah diduga, dapat diandalkan, tanpa kejutan. Sesekali
‘membuat mereka terkagum-kagum’ tidak sama pentingnya dengan membuat
mereka puas setiap saat.
7. Upayakan selalu menjaga hubungan (bukan hanya ketika menyampaikan surat
tagihan).
Berupayalah untuk tetap berada dalam ingatan konsumen Anda dengan jalan
memberikan mutu dan keunggulan, kemudian mengingatkan mereka tentang
apa yang telah Anda berikan.
Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan
kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2002, p.161), yaitu:
•
Relationship Marketing; hubungan transaksi antara penyedia jasa dan
pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Menjalin
suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus
sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).
65
•
Strategi Superior Customer Service; berusaha menerapkan pelayanan yang
lebih unggul daripada pesaingnya.
•
Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees; berbentuk
garansi internal (diberikan kepada pelanggan internal) dan eksternal
(diberikan kepada pelanggan eksternal).
•
Strategi Penanganan keluhan yang efektif; ada empat aspek penting dalam
penanganan keluhan, yaitu: empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan
dalam penanganan keluhan, kewajaran atau keadilan dalam memecahkan
permasalahan/keluhan, serta kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi
perusahaan.
•
Strategi peningkatan kinerja perusahaan; berkesinambungan dan patok duga
(benchmarking), menerapkan BPR (Business Process Reengineering) bila
membutuhkan perubahan dan pembenahan yang bersifat fundamental,
memantau dan mengukur kepuasan pelanggan secara berkesinambungan,
memberikan pendidikan dan pelatihan yang menyangkut komunikasi,
salesmanship, dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan
karyawan, melakukan sistem penilaian kinerja, penghargaan dan promosi
karyawan yang didasarkan atas kontribusi mereka, membentuk tim-tim kerja
lintas fungsional, serta memberdayakan karyawan.
•
Quality Function Deployment; yaitu praktik untuk merancang suatu proses
sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan.
66
Selain itu terdapat cara-cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan (Foster,
2001, p. v-ix), yaitu:
1. Tingkatkan pelayanan kepada pelanggan.
Seperti mudah dihibungi, jangan tutup jika Anda seharusnya buka, cepat
angkat telepon yang masuk, tangani antrean dengan baik, jangan membuat
mereka menunggu―jelaskan keterlambatan yang terjadi, biarkan pelanggan
melakukan sesuatu sesuai dengan cara mereka, mengenal produk Anda,
jangan sampai kehabisan stok, barang yang dikirim sesuai dengan barang
yang dipesan, harus tetap waspada setelah trasnsaksi didapat, mempermudah
cara pembayaran, jangan membebani pelanggan dengan tagihan yang tidak
perlu, mengirim pesanan tepat waktu, tawarkan garansi yang bermanfaat,
harus cepat dalam membayar pengganti kerugian (refund), atau berikan
hadiah karena dia melakukan transaksi dengan Anda.
2. Tingkatkan kualitas Anda.
Misalnya menghasilkan produk yang bermutu, pastikan produk Anda dapat
bekerja dengan baik pada saat dicoba untuk pertama kalinya, selalu
memberikan sesuatu yang lebih daripada yang diharapkan, selalu mencari
perbaikan, jangan pernah mengatakan kepada diri sendiri bahwa Anda tidak
dapat berbuat apa-apa lagi, jangan pernah mau menerima pendapat seperti
“Sudah cukup baik dengan pertimbangan…”, selalu ingat hal-hal yang
mendasar, hindari perbaikan yang sepele, jangan melakukan hal-hal yang
sepele untuk menutupi kekurangan, pastikan bahwa tidak ada kesempatan
67
untuk sesuatu yang perlu dimaafkan, menghargai produk sendiri, dan harus
khawatir bila karyawan Anda tidak berminat terhadap produk Anda.
3. Pertahankan hubungan dengan pelanggan Anda.
Misalnya merespon hasil penyelidikan iklan dengan cepat, dengarkan
pelanggan Anda, siap membantu setiap saat, beri kesempatan kepada
pelanggan untuk mengeluh, merespon keluhan, menganalisis keluhan,
menghormati pelanggan Anda, perlakukan pelanggan Anda sebagai duta
terbaik, jangan berasumsi bahwa keramahan saja sudah cukup, mendorong
pelanggan agar tetap setia, buat pelanggan Anda merasa diperhatikan, jangan
terlalu yakin dengan hubungan antara Anda dan relasi, bersikap relevan
terhadap pelanggan, dan jika Anda kehilangan seorang pelanggan, selidiki
kenapa hal tersebut terjadi.
4. Pelihara proses bisnis Anda.
Anda harus strategis, melangkah keluar kotak, tentukan objektif (tujuan) yang
mudah dicapai, tentukan objektif (tujuan) yang sulit dicapai, hubungkan
objektif fungsi Anda, berlombalah dengan waktu: selalu inovatif, belajar dari
praktik terbaik, jangan bersikap santai, pantau kompetisi Anda, integrasikan
aktivitas pemasaran Anda, konsentrasi pada sesuatu yang berskala besar dan
khawatirkan pada detailnya, konsentrasi pada detail dan khawatirkan pada
sesuatu yang berskala besar, perhatikan tulisan di dinding, ambil bagian dalam
solusi, bukan adalam masalah, mengatasi masalah, harus dipahami bahwa
orang yang memberikan pelayanan, jangan berasumsi bahwa semuanya ada di
komputer akan selalu benar, ubahlah sesuatu yang rumit menjadi sederhana
68
dan buatlah yang sederhana tetap sederhana, tahu kapan harus bertindak ketat
dan kapan harus bertindak longgar, miliki buku peraturan yang padat dan
ringkas, dorong karyawan Anda agar tidak langsung bertanya kepada penyelia
mereka, sadari bahwa beberapa hal yang sudah akrab dengan anda dapat
menyakiti Anda, mengakui kesalahan-kesalahan yang diperbuat, jangan
melemparkan tanggung jawab, anda harus siap mengalami krisis, ingat
Murphy’s law, fokuskan pada kebutuhan Anda sendiri, dan kebutuhan kolega
Anda, jangan mencoba, tetapi lakukan, periksa ulang, jangan berasumsi
bahwa Anda telah melakukannya dengan benar, perlakukan pemasok Anda
sebagai partner Anda, dan bayarlah segera pemasok Anda.
5. Realisasikan komunikasi Anda.
Membuat diri Anda mudah dihubungi, membuat mendengarkan, dan
merespon saran-saran, membuat unsur terkecil pelayanan ikut berperan,
mendengarkan, tanyakan kenapa, jangan memberikan janji yang berlebihan,
tepati janji Anda, jangan berbohong, beri ucapan selamat kepada diri Anda
hanya apabila benar-benar telah mendapatkannya, jangan memasang iklan
yang menyesatkan, perlakukan pekerjaan Anda dibidang periklanan lebih dari
sekedar pekerjaan mengecat, selalu mempertimbangkan masalah public
relations, berikan petunjuk yang jelas, serta jelaskan instruksi pemakaiannya
dengan tepat.
6. Galang hubungan yang baik antar karyawan.
Misalnya memperlakukan karyawan Anda sebagai orang dewasa, hormati
kaum minoritas, berikan keleluasaan wewenang kepada staff Anda, bantu
69
karyawan Anda supaya bisa lebih fleksibel, latih karyawan Anda dengan
benar, rayakan dan beri hadiah kepada yang berprestasi, serta dapatkan
insentif Anda-berikan hadiah kepada yang berhak mendapatkannya.
7. Perbaiki citra diri Anda.
Seperti merencanakan citra yang benar, bertindak secara terhormat, terutama
apabila Anda mengenakan seragam perusahaan, bersikap seperti orang
dewasa, bertanggung jawab terhadap lingkungan, bertanggung jawab terhadap
masyarakat sekitar, jangan menghina grup dengan minat khusus, tetap
berdasarkan hukum yang berlaku, dan jangan menjadi gemuk, bodoh, dan
bahagia-jangan pernah merasakan puas dengan diri Anda sendiri.
Download