5 TINJAUAN PUSTAKA Gejala Infeksi Virus Pada Tanaman Lada Tanaman lada diketahui dapat diinfeksi oleh berbagai macam patogen. Beberapa patogen yang menginfeksi tanaman lada menyebabkan stem blight, penyakit kuning, busuk akar, mosaik, bercak bergaris , busuk akar putih, busuk pangkal stek, nemotoda root knot, black berry, dan motel kuning. Selain itu terdapat hama yang menyebabkan kerusakan kecil yaitu kutu daun (aphis ) dan kutu putih (mealybugs) yang juga merupakan vektor penyakit CMV dan PYMV (Duarte et al. 2002). Menurut Bhat et al. (2003), virus yang menginfeksi lada adalah dari genus Badna-, Cucumo-, dan Clostero virus, sedangkan pada pertanaman lada di Serawak disebabkan oleh dua jenis virus yaitu Badnavirus dan Cucumovirus yang selalu terdapat bersamaan (Eng 2002). Bhat et al. (2003) menyatakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh CMV memperlihatkan karakteristik gejala daun mengecil, keriting, rapuh, daun mengeras dan bercak klo rotik. Pada kasus berbeda, daun menjadi tidak normal, menyempit, pengurangan panjang ruas, dan gejala utama berupa tanaman menjadi kerdil. Duarte et al. (2002) melaporkan bahwa gejala mosaik pada tanaman lada pertama kali diteliti oleh Caner pada tahun 1963, tetapi epidemi mosaik terjadi pada tahun 1970 di beberapa tempat di Brasil. Tanaman yang terserang CMV memperlihatkan gejala kerdil dan berbagai bentuk daun yang abnormal seperti malformasi, daun menebal, menyempit dan memperlihatkan gejala khas mosa ik kuning menyebar dalam jaringan daun. Tanaman juga menunjukkan gejala berupa dompolan buah menjadi pendek dan jumlah buah dalam dompolan tidak lengkap dan tanaman memperlihatkan pertumbuhan yang lambat. Hu et al (1995) mengemukakan bahwa CMV pada umumnya menimbulkan infeksi sistemik pada beberapa tanaman inang. Jaringan dan organ tanaman yang tua kadang kurang efektif untuk infeksi virus. Tanaman yang terinfeksi virus akan menyebabkan laju respirasinya 6 meningkat atau bahkan diperlambat. Perubahan tersebut menyebabkan sel tanaman akan berubah bentuk, ukuran, dan warnanya, seperti tanaman menjadi kerdil, daun menunjukkan gejala mosaik, klorosis sepanjang tulang daun, dan daun muda akan lebih ramping serta salah bentuk (Hu et al 1995). Penyakit yang disebabkan oleh PYMV (Badnavirus) memperlihatkan karakteristik motel klorotik, klorosis, vein clearing, distorsi daun, pengurangan vigor tanaman, dan jumlah buah dalam dompolan sedikit (Bhat et al. 2003). Pada awalnya daun muda tanaman yang memperlihatkan bercak klorotik menyebar pada jaringan daun yang hijau diduga karena defisiensi unsur hara mikro yang akan menghilang bila disempotkan pupuk daun. Sejak Oktober 1998, tanaman lada memperlihatkan gejala penyakit seperti tersebut di atas pada beberapa koleksi genotip lada di Brazil. Tanaman yang terinfeksi menampakkan daun yang menguning dan cerah yang jelas dalam helain daun atau bentuk interveinal yang khas motel. Pada kasus infeksi berbeda, daun menjadi salah bentuk dengan bentuk bergelombang. Tanaman lada memperlihatkan daun yang jarang dan penurunan produksi yang diakibatkan oleh pengurangan ukuran dan jumlah dompolan buah. Setelah dipotong cabang baru yang terbentuk menjadi klorotik dan pertumbuhan lambat. Secara internal, jaringan vaskular memperlihatkan discolorasi dan bercak nekrotik (Duarte et al. 2002). Eng (2002) menyatakan bahwa kombinasi infeksi dua jenis virus CMV dan PYMV dapat menyebabkan pengurangan ukuran daun, klorosis, mosaik kuning dan gejala motel dan daun berputar atau keriting, ruas batang dan cabang pendek, bunga dan dompolan buah mengecil, dan jumlah buah sedikit. Pada beberapa kasus berbeda, keseluruhan tanaman menjadi kerdil dan pembentukan bunga berkurang cepat. Jika tanaman hanya diinfeksi oleh Badnavirus gejalanya tanaman tidak kerdil dan ukuran daun tidak berkurang. Karakter Molekuler Virus Penyebab Penyakit Belang Cucumber Mosaic Cucumovirus (CMV) CMV adalah salah satu anggota famili Bromoviridae, termasuk dalam kelompok Cucumovirus (Gibbs dan Harrison 1970). Virus ini termasuk dalam 7 golongan tripartite virus, yaitu virus yang memiliki tiga partikel CMV berbentuk polihedral dengan diameter 30 nm. Berat molekul keseluruhan partikel 5.8 – 6.7 x 106 dalton, tersusun dari asam nukleat dan selubung protein, berukuran 28-30 nm (Smith 1972). Menurut Agrios (1997), virus ini terdiri atas 180 sub unit protein dan memiliki RNA utas tunggal. CMV mempunyai titik panas inaktivasi 70 oC (10 menit), titik batas pengenceran 10-4 , dan ketahanan in vitro pada suhu 20 oC selama 3 - 6 hari (Gibbs dan Harrison 1970). CMV terdiri atas 3 RNA fungsional yaitu RNA 1, RNA 2, dan RNA 3 serta satu subgenom RNA yaitu RNA 4 yang merupakan hasil transkripsi dari RNA 3 pada proses replikasi (Hu et al. 1995). RNA 1, RNA 2, dan RNA 3 memiliki ukuran berturut-turut sekitar 3,4 kb, 3,0 kb, dan 2,2 kb (Pares et al 1992). Tiga RNA tersebut terbungkus dalam tiga partikel icosahedral dengan diameter sekitar 28 nm. CMV memilki berat molekul berkisar antara 5,8 – 6,7 x 106 yang terdiri dari 18% RNA dan 82% protein (Ferraira dan Bolley 1992). Empat jenis RNA yaitu 1270 kDa (RNA-1), 1130 kDa (RNA-2), 820 kDa (RNA3), dan 350 kDa (RNA4) terbungkus sebagai RNA-1 dan RNA-2 secara terpisah dan RNA-3 dan RNA-4 bersama dalam satu partikel. RNA-1, -2, dan -3 infektif, sebaliknya RNA-4 mengandung gen untuk coat protein. Beberapa isolat CMV mengandung small ssRNA (10 kDa) yang dikenal sebagai satelit. Coat protein satelit mengandung polypeptida tunggal berukuran 24,5 kDa (Sutic et al. 1999). CMV mempunyai banyak strain yang berbeda dalam urutan nukleotida strain -strain tersebut (Kaper dan Waterworth, 1981). Ragam strain CMV yang paling banyak dikenal menurut Gibbs dan Harrison (1970) adalah: yellow strain menyebabkan mosaik kuning yang sangat jelas pada Nicotiana sp. dan lesio nekrotik pada Zinnia elegans; Y strain pada Vigna sinensis menyebabkan gejala mosaik seperti yellow strain , namun dengan gejala yang lebih ringan; dan spinach strain pada N. tabacum, menyebabkan lesio lokal, atau mosaik sistemik, atau bercak cincin diikuti dengan salah bentuk dan nekrosis pada tulang daun. Piper Yellow Mottle Badnavirus (PYMV) 8 Belum banyak informasi molekuler yang diketahui tentang virus ini. Hasil pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa PYMV berbentuk bacilliform tidak memiliki pembungkus, berukuran 30 x 125 nm. Partikel memiliki double-stranded DNA. Virus ini termasuk dalam genus badnavirus (Lockhart et al. 1997). Genus Badnavirus memiliki beberapa anggota spesies selain PYMV, yaitu : Banana streak virus (BSV), Cacao swollen shoot virus (CSSV), Canna yellow mottle virus (CaYMV), Commelina yellow mottle virus (ComYMV), Dioscorea bacilliform virus (DBV), Kalanchoe top -spotting virus (KTSV), Rice tungro bacilliform virus (RTBV), Schefflera ringspot virus (SRV), dan Sugarcane bacilliform virus (SCBV). Salah satu anggota Badnavirus yaitu RTBV telah diketahui berukuran 8,0 kbp. RTBV memiliki open reading frame (ORF) yang panjang, menyandi poliprotein (P3). Poliprotein tersebut terdiri atas gen penyandi capsid protein (CP), movement protein (MP), aspartat protease (PR), dan reverse transcriptase (RT) dengan aktivitas ribonuklease H (Marmey et al. 2005). Penularan Virus Penyebab Penyakit Belang Cara penularan virus sangat penting diketahui karena merupakan faktor yang menentukan penyebaran dan bertahannya virus di lapangan. CMV dan PYMV dapat ditularkan oleh kutu daun, bibit tanaman sakit, cara penyambungan dan mekanik (de Silva et al. 2002). Penularan virus di lapang yang paling sering terjadi dan paling merugikan adalah penularan melalui serangga vektor (Suseno 1990). Sebanyak 75 spesies kutu daun dapat menularkan CMV secara nonpersisten, namun Aphis gossypii dan Myzus persicae (Hemiptera : Aphididae) yang paling efektif (Fritzsche et al. 1972, diacu dalam Kaper dan Waterworth 1981). Semua virus dari kelompok Cucumovirus dapat ditularkan secara nonpersisten atau terbawa stilet kutu daun. Semua instar kutu daun dapat menularkan virus tersebut dan tidak ada periode laten. Periode retensi dalam vektor kurang dari empat jam dan virus tidak dapat 9 ditularkan ke keturunan kutudaun tersebut (Gibbs dan Harrison 1970; Kaper dan Waterworth 1981). Kisaran tumbuhan inang CMV sangat luas, meliputi berbagai spesies dari Famili Ranunculaceae, Cruciferae, Violaceae, Polygonaceae, Phytolacaceae, Chenopodiaceae, Geraniaceae, Tropaeolaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Leguminosae, Apocynaceae, Solanaceae, Compositae, Primulaceae, dan Asclepiadaceae (Smith 1972). Menurut Agrios (1997) CMV dapat menyerang tanaman sayuran, tanaman hias dan jenis tanaman lainnya. Selain menyerang tanaman ketimun, virus ini juga menyerang tanaman cabai, melon, labu, lada, bayam, seledri, tomat dan tanaman polong-polongan. PYMV tidak dapat ditularkan secara mekanis namun dapat ditularkan melalui penyambungan, serangga vektor kutu putih dan D. distansi dan melalui benih dengan efisiensi hanya 5% (de Silva et al. 2002). Efisiensi penularan PYMV dengan vektor F.virgata mencapai 70% sedangkan secara mekanis tingkat keberhasilannnya kecil yaitu sekitar 10% (Bhat et al. 2003) Deteksi dan Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Belang Untuk dapat mengetahui keberadaan virus dalam tanaman terinfeksi dengan tepat diperlukan tindakan deteksi dan identifikasi. Langkah ini perlu diambil agar tindakan pengendalian yang dilakukan tepat sasaran. Teknik dasar yang sejak lama dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus biasanya dilakukan melalui pengamatan gejala, uji penularan pada berbagai tanaman inang dan penularan dengan vektor. Perkembangan metode deteksi virus saat ini sudah sangat maju seperti teknik serologi, hibridisasi asam nukleat, dan teknik PCR, sehingga upaya deteksi dan identifikasi berbagai jenis virus menjadi lebih mudah dan akurat. Teknik serologi yang digunakan saat ini adalah ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), yang dikembangkan pada akhir 1970-an. Teknik serologi ini telah digunakan secara luas dan berkembang pesat untuk mendeteksi dan mempelajari virus tumbuhan. Keuntungan uji ELISA adalah kepekaannya yang sangat tinggi, dapat menguji sampel dalam jumlah banyak secara cepat, 10 penggunaan antiserum yang sedikit, dan hasilnya dapat diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif, serta prosedur pengujian yang mudah. Karena keuntungankeuntungan tersebut, ELISA denga n cepat menggantikan semua teknik seri diagnostik yang lain (Agrios 1997). Identifikasi CMV pada sampel tanaman lada yang berasal dari Sukabumi telah dilakukan oleh Febrianti (2004) menggunakan antiserum CMV dan menunjukkan bahwa 92% sampel yang diuji positif terinfeksi CMV. Bhat et al. (2002) melakukan pengujian pada sampel lada di India untuk mendeteksi keberadaan PYMV menggunakan metode Direct antigen-coated ELISA (DACELISA) dengan antiserum Commelina yellow mottle badnavirus (CoYMV), Banana streak badnavirus (BSV), Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) and Sugarcane bacilliform badnavirus (ScBV), Potato virus potyvirus Y (PVY), Tobacco streak virus ilarvirus (TSV), Groundnut bud necrosis tospovirus (GBNV) , dan CMV, hasilnya menunjukkan hanya 2 antiserum bereaksi positif dengan PYMV yaitu antiserum BSV dan antiserum ScBV. Dewasa ini karakterisasi maupun identifikasi virus tumbuhan selain menggunakan teknik serologi, telah banyak dikembangkan teknik molekuler melalui analisis sidik jari DNA. Ide ntifikasi virus banyak mengunakan teknik Polymerase chain reaction (PCR). Teknik PCR dapat mengatasi masalah konsentrasi virus yang rendah, walaupun sampel yang digunakan sedikit dan dapat berupa bahan segar, beku ataupun kering (Rojas et al. 1993; Wyatt dan Brown 1998). Pengujian dengan teknik PCR memerlukan sepasang primer yang spesifik yang akan menginduksi pembentukan dan perbanyakan asam nukleat atau untai DNA dengan bantuan enzim Taq polymerase dalam mesin PCR atau thermocycler. Pemilihan primer yang tepat sangat menentukan keberhasilan identifikasi suatu jenis virus (Rojas et al. 1993). Febrianti (2004) melakukan teknik PCR untuk mendeteksi CMV pada tanaman lada menggunakan sepasang primer CMV -R dan CMV-F yang dibuat berdasarkan sekuen CMV-B2 (RNA2) diperoleh ukuran pita 940 bp. Metode PCR untuk mendeteksi PYMV dengan menggunakan sepasang primer berhasil mengamplifikasi ukuran pita DNA 450 bp