MODUL KEDUA MOTIVASI KERJA UNIVERSITAS MERCU BUANA

advertisement
MODUL KEDUA
MOTIVASI KERJA
Di Susun Oleh:
Erna Multahada, M.Si
UNIVERSITAS MERCU BUANA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
2011
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
1
MODUL KEDUA
MOTIVASI KERJA
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca modul ini Anda diharapkan dapat menghayati pentingnya peranan
motivasi dan kepuasan kerja.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca modul ini Anda diharapkan dapat:
a. Mengetahui pengertian motivasi
b. Mengetahui teori-teori motivasi
c. Mengetahui pengertian kepuasan kerja
d. Mengetahui teori-teori kepuasan kerja
e. Memahami pentingnya kepuasan kerja bagi organisasi
f.
Memahami hubungan motivasi dan kepuasan kerja
g. Memahami pentingnya pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja bagi manajer.
3. Pengertian Motivasi
Motivasi menurut Luthans (1992)
berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”.
Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurang psikologis atau
kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau
insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat difahami melalui hubungan antara kebutuhan,
dorongan dan insentif (tujuan).
Gambar-1 The Basic Motivation Process
NEEDS
DRIVES
INCENTIVES
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
2
pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut
menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan dan peluang.
Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja dapat di rumuskan sebagai berikut:
Prestasi Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang
Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya
ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang
proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan
yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau
menciptakan peluang di mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu
upaya atau tawaran dari lingkungannya.
4. Teori-teori Motivasi
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi. Teori yang
berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan apa yang memotivasi
tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan dengan bagaimana proses motivasi
berlangsung. Sehingga dalam modul 2 ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat teori dari
teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori
dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu: teori penguatan,
teori tujuan, teori expectacy, dan teori equity. Kedelapan teori ini akan memberikan kontribusi
tentang motivasi kerja.
Teori Motivasi Isi
a. Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan ekstrinsic factor), yang
pemunculannya sangat terkait dengan dengan kepentingan individu. Dengan kenyataan ini,
kemudian Maslow membuat “need hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan
kebutuhan manusia. Bagitu juga individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan diri dari
kebutuhan-kebutuhannya.
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
3
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan dalam lima tingkatan
sebagai berikut:
1. Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu kebutuhan yang
sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada
sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2. Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk merasa aman baik
secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam
dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3. Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya adalah makhluk
sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial, sehingga mereka
mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut:
a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup dan bekerja
b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting
c. Kebutuhan untuk dapat berprestasi
d. Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
4. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi faktor internal, sebagai
contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor eksternal, sebagai
contoh, status, pengakuan, dan perhatian. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat
terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
5. Self Actualization. Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan berkembang,
kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri. pada tingkatan ini,
contohnya karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang
terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama kali adalah kebutuhan
fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan keamanan, sosial dan kebutuhan
penghargaan. Di puncak dari hirarki adalah kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Setiap
kebutuhan dalam tata tingkat tersebut harus dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika
kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan
berikutnya dalam hirarki selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam dunia kerja, orang
sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan paling rendah yang belum
terpuaskan.
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
4
b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs, yang
dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi dan reformulasi dari teori tata
tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
1. Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material,
seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
2. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk memelihara
hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara
terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan
mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja.
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal dari esteem
(penghargaan) dari Maslow.
3. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki
seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan
aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG, dinyatakan
bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi terhalang, akan terjadi hasrat
individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan
memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk
memiliki banyak uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong
pada suatu kemunduran yang lebih rendah.
c. Teori Dua Faktor
Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang mempengaruhi
motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor
motivasi mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor
intrinsik dari pekerjaan, yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian
prestasi, dan pengakuan. Herzberg menyatakan ini sebagai faktor motivator. Dinamakan
sebagai faktor motivator, karena masing-masing diasosiasikan dengan usaha yang keras dan
kinerja yang bagus. Motivator menyebabkan seseorang bergerak (move) dari keadaan tidak
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
5
puas kepada kepuasan. Oleh karena itu Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat
memotivasi individu dengan memasukkan motivator ke dalam pekerjaan individu.
Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam keadaan atau
lingkungan
pekerjaan.
Yaitu
berupa:
aturan-aturan
administrasi
dan
kebijaksanaan
perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji dan sebagainya. faktor-faktor
ini dinamakan dengan faktor hygien. Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor
ketidakpuasan kerja lebih baik menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja.
Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan enimbulkan
kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg,
bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah
kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor,
job content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk dissatisfiers
ialah extrinsic factor, cob context dan dan hygiene factor .
Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa lawan
“kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada kepuasan”. Dan lawan
ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.
d. Teori Motivasi Berprestasi
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam motif atau
kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai
sukses.
2. The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
3. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi.
Menurut Mc Clelland (dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut munculnya sangat
dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Apabila individu tersebut tingkah lakunya
didorong oleh tiga kebutuhan maka tingkah lakunya akan menampakkan ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi akan nampak
sebagai berikut:
Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif
Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya
Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalm perbuatannya. Dengan Memilih resiko
yang sedang berarti masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi
Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
6
2. Tingkah laku individu yang didorong oleh untuk berkuasa yang tinggi akan nampak sebagai
berikut:
Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta
Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi di mana ia berada
Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat
mencerminkan prestise
Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi
3. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat akan nampak
sebagai berikut:
Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya, daripada
segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu
Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama orang lain dalam
suasana yang lebih kooperatif
Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain
Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk
berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran menengah.
Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada
prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat memerintah
orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif. Mereka
lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang akrab. Kebutuhankebutuhan yang bervariasi ini akan muncul sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat
spesifik.
Teori Motivasi Proses
a. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut teori ini memandang
tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan. Keadaan lingkungan yang terus
berulang akan mengendalikan tingkah laku. Jewell dan Siegall (1998) menjelaskan lebih lanjut
model dari penguatan, yaitu melalui tiga prinsip:
1. Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan penghargaan
2. Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan hukuman
3. Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai hasil yang
memberikan penghargaan ataupun hukuman.
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
7
Gambar-3 Model Penguatan dari Motivasi Kerja
Rangsangan
(Situasi kerja)
pekerjaan A di
perusahaan B
dengan
kondisi C
Tanggapan
Perilaku
(dari karyawan)
Hasil
Penghargaan
Usaha yang terus
berlangsung
Hukuman
Usaha yang
berkurang
Netral
Usaha akan
sama sekali
hilang
(dari lingkungan)
Usaha yg
menghasilkan
prestasi kerja
tingkat tinggi
b. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat bahwa
maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi
kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak
upaya akan dihabiskan.
Lebih tepatnya teori penetapan tujuan mengenal bahwa tujuan yang khusus dan sulit
menghantar kepada kinerja yang lebih tinggi. Menurut Berry (1998) lima komponen dasar
tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu: (1) tujuan harus jelas (misalnya
jumlah unit yang harus diselesaikan dalam satu jam), (2) tujuan harus mempunyai tingkat
kesulitan menengah sampai tinggi, (3) karyawan harus menerima tujuan itu, (4) karyawan
harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut,
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan begitu
saja.
c. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Pertama kali dikemukakan oleh Heider (dalam As’ad, 2004). Pendekatan teori harapan
mengenai performance kerja dirumuskan sebagai berikut:
P=MxA
P = performance, M = motivation dan A = ability. Konsep ini akhirnya sangat populer
sehingga rumusan kognitif sudah banyak sekali variasinya. Di antara berbagai variasi terdapat
beberapa model yang dapat Kita kaji diantaranya:
1. Model Vroomian
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
8
Model harapan dari Vroom tentang motivasi dan ability. Menurut model ini Performance
kerja seseorang (p) merupakan fungsi dari interaksi perkalian antara motivasi (M) dan ability
(kecapakan= K). Sehingga rumusannya adalah:
P = f (M x K)
Perkalian di atas memiliki makna bahwa jika seseorang rendah pada salah komponennya
maka prestasi kerjanya pasti akan rendah. Dengan kata lain apabila performance kerja
(prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah
pula, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi) dan (kemampuan)
yang rendah.
Untuk dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu motivasi dari karyawan Vroom (dalam
Berry, 1998) menentukan perkalian ketiga komponen sebagai berikut:
M = (V x I x E)
Expectancy (E = harapan) adalah pengharapan keberhasilan pada suatu tugas.
Instrumentality (I = alat) dan Valence (V = nilai-nilai) adalah respon terhadap outcome, seperti
perasaan positif, netral dan negatif.
Dengan bekerja maka setiap orang akan merasakan akibat-akibatnya. Setiap orang
memiliki sasaran-sasaran pribadi yang ia harapkan dapat ia capai sebagai akibat dari prestasi
kerja yang ia berikan. Akibat-akibat ini jelas akan memiliki nilai (valence) yang berbeda-beda
bagi setiap individu, di mana nilainya bisa positif maupun negatif.
Perusahaan sebagai suatu organizational behavior mempunyai harapan-harapan
terhadap produktivitas setiap tenaga kerjanya, misalnya mengharapkan prestasi kerja yang
optimal. Apabila seorang tenaga kerja dapat berprestasi kerja sesuai dnegan yang diharapkan
oleh perusahaan, seberapa jauh sasaran pribadi karyawan tersebut dapat dipenuhi? Dengan
kata lain, sejauh mana atau sebesar bagaimanakan dapat diharapkan oleh tenaga kerja bahwa
prestasinya akan memberikan akibat-akibat yang diharapkan. Dalam hal ini kemungkinan
tercapainya sasaran-sasaran pribadi satu persatu melalui tercapainya produktivitas yang
diharapkan oleh perusahaan ini, dinamakan oleh Vroom sebagai instrumentality
Jika misalnya prestasi kerja yang tinggi merupakan outputnya seseorang tenaga kerja,
sejauh mana kemungkinan yang dirasakan oleh tenaga kerja bahwa tenaga yang akan
diberikan dan usaha yang akan dilakukan dapat membuahkan prestasi kerja sesuai dengan
yang diharapkan oleh perusahaan dari dia?
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
9
Jika sesorang karyawan memiliki harapan dapat berprestasi tinggi, dan jika ia menduga
bahwa dengan tercapainya prestasi yang tinggi ia akan merasakan akibat-akibat yang ia
harapkan, maka ia akan memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja. Sebaliknya jika karyawan
merasa yakin bahwa ia tidak dapat mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan daripadanya maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja.
Lebih lanjut Berry (1998) menjelaskan bahwa karyawan akan memiliki motivasi yang
tinggi, apabila usaha mereka menghasilkan sesuatu melebihi dari apa yang diharapkan.
Sebaliknya, motivasi akan rendah, apabila usaha yang dihasilkan kurang dari apa yang
diharapkan.
2. Model Lawler dan Porter
Lawler dan Porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga komponen sebagai
berikut:
Performance = Effort x Ability x Role Perception.
Performance merupakan hasil interaksi perkalian dari effort, ability dan role perception.
Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan karyawan dalam situasi tertentu. Ability
adalah karakteristik individual seperti intelegensi, manual skill, traits yang merupakan kekuatan
potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya relatif stabil. Sedangkan role perception adalah
kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang dengan pandangan evaluator atau atasan
langsung tentang job requirementnya. Dalam model Lawler dan Porter diketahui bahwa
performance merupakan hasil interaksi perkalian antara effort (motivasi), ability dan role
perception.
Dengan demikian berdasarkan hasil uraian kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa
pengharapan atas prestasi kerja akan menentukan motivasi karyawan.
d. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah dapat memotivasi. Individu
dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila terdapat
ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia membuat
perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka
merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan mengakibatkan perubahan
kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan memberikan motivasi untuk
melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
10
1. Orang berusaha menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi keadilan
2. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang
memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilangkannya
3. Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar memotivasinya untuk bertindak
mengurangi kondisi ketegangan itu.
4. Orang akan mempersepsikan ketidak yang tidak menyenangkan (misalnya menerima gaji
yang terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya,
mendapat gaji yang terlalu besar)
Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung
apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity
dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan
orang lain yang sekelas, sekantor maupun tempat lain.
Menurut teori ini elemen-elemen dari teori equity ada tiga, yaitu: input, out comes,
comparison person, dan equity – inequity. Input; yaitu berbagai hal yang dibawa dalam kerja
seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan. Input dengan demikian berarti segala sesuatu
yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Output;
yaitu apa yang diperoleh dari kerja seperti gaji, fasilitas, jabatan. Output berarti segala sesuatu
yang berharga , yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya. Dan comparison
person; orang lain sebagai tempat pembanding, sebagai contoh, karyawan dengan pendidikan
sama, jabatan sama tetapi gaji yang diterima berbeda.
Input A = Input B
Output A Output B
Comparison persons bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat
lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Individu atau karyawan akan merasa adil atau puas apabila A = B seimbang. Sedangkan
individu akan merasa tidak adil jika A > B, di mana salah satu untung. Sebagai contoh,
sekretaris seorang kepala bagian merasa bahwa berdasarkan kesibukannya sehari-hari ia
bekerja jauh lebih keras (sampai harus lembur) daripada sekretaris dari kepala bagian lain,
sehingga mengharapkan hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar dari rekannya. Ia akan merasa
tidak adil jika ternyata gaji yang ia terima sama besarnya dengan gaji yang diterima oleh
rekannya.
Menurut Howell & Dipboye (dalam Munandar, 2001) jika terjadi persepsi tentang
ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut:
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
11
1. Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya untuk bekerja
2. Bertindak untuk mengubah hasil-keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan
3. Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya sendiri, mengubah
persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil keluarannya sendiri
4. Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau hasil keluarannya
5. Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan
6. Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan mengganti
dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan
M R-2. P I/O: Motivasi Kerja
12
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational
Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan
oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk
Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan
Organisasi.
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book CoSingapore.
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Download