5 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Petani, Kelompok Tani, dan Gabungan Kelompok Tani Pengertian petani menurut Peraturan Menteri Pertanian (2007) adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian, wanatani, minatani, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar hutan, yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang. Lionberger dan Gwin (1982) menjelaskan bahwa keadaan petani dan apa yang mampu dilakukannya merupakan kombinasi dari karakteristik yang melekat pada dirinya dan pengalaman yang didapatnya melalui proses belajar. Oleh sebab itu, petani perlu diberdayakan SDMnya melalui proses belajar. Mulyana (2006) menyebutkan bahwa kelompok merupakan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Menurut Kurniawati (2009) kelompok dapat digunakan sebagai media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), sarana meningkatkan pengetahuan para anggotanya (kelompok belajar) dan dapat digunakan sebagai alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecah masalah). Kelompok tani menurut Uchrowi (2006) adalah kumpulan petani yang terdiri atas petani dewasa baik pria maupun wanita maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Sementara itu, menurut Kurniawati (2009), kelompok tani merupakan wahana belajar mengajar, wadah bagi setiap anggota untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam berusaha tani yang lebih baik dan mengguntungkan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, petani perlu dilibatkan dalam proses belajar dan mengajar sehingga dapat meningkatkan SDM petani dan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dapat bertambah baik. Komunikasi kelompok tani menurut derajat keterhubunganya dapat dimasukan ke dalam derajat mutual pairs karena dalam hal ini, masing-masing petani saling berinteraksi satu sama lain, sehingga informasi yang diperoleh dapat terwujud dari 2 arah. Kelompok tani berfungsi sebagai wadah untuk petani dalam bertukarr pikiran, pendapat maupun solusi. Biasanya kegiatan-kegiatan pertanian di fokuskan dalam kelompok tani. Kelompok tani merupakan kumpulan dari beberapa petani yang mempunyai tujuan yang sama. Menurut hasil penelitian Kurniawati (2009), kelompok tani merupakan wadah bagi petani yang berfungsi untuk menggadakan rapat rutin anggota kelompok tani dan biasanya digunakan untuk sosialisasi oleh penyuluh pertanian lapang (PPL) tentang program baru pemerintah. Selain itu, kelompok tani sering mengadakan agenda rapat rutin guna membahas masalah pertanian petani di desa. Gabungan kelompok tani (gapoktan) adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan, sehingga mencapai peningkatan produksi dan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Gapoktan merupakan suatu proses lanjut dari lembaga petani yang sudah baik, seperti kelompok tani. Gapoktan berfungsi dalam menguatkan kelembagaan yang sudah 6 ada sebelumnya sehingga dapat lebih memajukan sistem pertanian yang ada. Terdapat tiga peran pokok gapoktan menurut Syahyuti (2007), yaitu: 1. Gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran banish bersubsidi, pencairan dana subsidi benih yang berbentuk voucher dari departemen pertanian setempat dan kegiatan lainnya. 2. Gapoktan dibebankan sebagai lembaga untuk peningkatan ketahanan pangan diwilayah lokal. Gapoktan dalam hal ini digunakan sebagai wadah untuk membimbing petani yang masuk dalam anggota kelompok tani, agar dapat mengenali potensi sumber daya alam (SDA) yang dimilikinnya, mengenali permasalahan pertanian dan membantu dalam membuat rencana kerja untuk meningkatkan produksi tanaman melalui usaha agribisnis. 3. Gapoktan dianggap sebagai lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP), sehingga dapat menerima dana penguatan modal (DPM), sehingga dapat membeli gabah dari petani saat terjadi panen raya dan menyebabkan harganya tidak terlalu jatuh. Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2007) fungsi gabungan kelompok tani yaitu: 1. Kelas belajar: Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani, sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera. 2. Wahana kerjasama: Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. 3. Unit Produksi: Usaha tani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok tani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Definisi dan Jenis Media Komunikasi Menurut Danim (2008), ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang pesat sehingga dapat berpengaruh terhadap pola komunikasi di masyarakat. Dibuatnya instrumen teknologi seperti satelit, televisi, radio, video tape dan komputer memberikan arti tersendiri dalam proses komunikasi antar manusia 4. Teknologi tersebut, dapat memudahkan manusia dalam berkomunikasi satu sama lain dan mempermudah individu dalam memperoleh informasi yang dibutuhkanya. Menurut Cangara (1998) media merupakan alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Jenis-jenis media komunikasi yaitu media antar pribadi, media kelompok, media publik dan media massa5. Media antar pribadi merupakan media yang berhubungan dengan perorangan, bersifat pribadi dan terdiri dari kurir (utusan), surat dan telepon. Littlejohn (2001) 4 5 Danim, S. 2008. Media komunikasi pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta. Cangara H. 1998. Pengantar ilmu komunikasi. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta. 7 dalam Prawiranegara (2010)6 menyebutkan bahwa sebelum media cetak ditemukan, manusia merupakan penghantar pesan yang berorientasi pada pendengaran, mendengarkan berarti mempercayai. Menurut hasil penelitian Awaliah (2012), pemilihan media komunikasi yang efektif digunakan adalah media komunikasi antar pribadi yaitu kurir atau utusan dalam hal ini penyuluh lapang. PPL di desa mempunyai peranan penting dalam menyampaikan informasi mengenai pertanian kepada petani, karena akses petani terhadap media lainnya dianggap kurang dan petani umumnya memiliki pendidikan rendah sehingga kurang dapat dalam memahami pesan yang di sampaikan oleh media elektronik maupun cetak. Syahyuti et al. (1999) menyebutkan bahwa penyuluh pertanian merupakan suatu bagian delivery system dalam penyampaian jasa informasi pertanian. Dalam sistem ini, penyuluh pertanian berperan sebagai penyampai jasa informasi kepada petani (customers), yang harus melakukan interaksi baik ke penghasil teknologi maupun petani sebagai customers. Jadi, penyuluh termasuk media komunikasi antar pribadi. Media komunikasi kelompok terdiri dari seminar, konferensi. Seminar merupakan media komunikasi kelompok yang biasanya dihadiri oleh khalayak tidak lebih dari 150 orang. Fungsi seminar adalah membicarakan masalah dengan menampilkan pembicara kemudian meminta pendapat atau tanggapan dari peseta seminar yang biasanya dari kalangan pakar sebagai narasumber. Konferensi adalah media komunikasi kelompok yang biasanya dihadiri oleh angota dan pengurus suatu kelompok. Media publik merupakan media yang digunakan jika khalayak yang terlibat lebih dari 200-an orang. Contoh media publik yaitu, rapat raksasa dan rapat akbar. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Menurut hasil penelitian Handayani (2006) menyatakan bahwa media massa berpengaruh pada pemahaman petani mengenai program kredit ketahanan pangan (KKP), pemilihan jenis media massa yang tepat akan membantu petani dalam memahami KKP lebih dalam lagi karena media berfungsi sebagai pemberi informasi yang luas dan cepat. Selain itu, media komunikasi yang efektif digunakan oleh petani adalah televisi dan brosur. Petani banyak menonton televisi, karena informasi mengenai KKP banyak yang disiarkan melalui media tersebut, sehingga petani dapat lebih memahami tentang KKP melalui media tersebut. Jenis media lain yang efektif juga digunakan adalah brosur atau majalah, karena jenis media ini dapat dibaca berulang kali sehingga petani dapat memperoleh informasi kapanpun melalui media tersebut serta petani dapat lebih paham mengenai KKP. Penggunaan Gabungan Kelompok Tani Sebagai Media Komunikasi Gabungan kelompok tani merupakan kelembagaan tertinggi di pedesaan setelah kelompok tani yang memiliki fungsi sebagai lembaga sentral kegiatan pertanian yang ada di pedesaan. Partisipasi petani dalam gabungan kelompok tani, memiliki suatu motif yang mendorong petani terlibat dalam berbagai aktivitas-aktivitas kelembagaan. 6 Prawiranegara D. 2010. Pengaruh media komunikasi terhadap pemberdayaan petani pada program Prima Tani lahan sawah irigasi di Kabupaten Karawang. [internet]. [diacu 23 Januari 2013]. Tersedia di repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/40979 8 Penelitian Anantanyu (2009) menyebutkan bahwa petani memiliki keragaman motif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan oleh gapoktan. Motif tersebut antara lain adalah usaha untuk meningkatkan hasil, memudahkan pengelolaan usaha tani, untuk mendapatkan informasi pertanian atau menambah wawasan dan pengalaman, menjalin kebersamaan atau persaudaraan, serta untuk mendapatkan bantuan. Sebagian besar petani menyatakan bahwa, gapoktan dapat digunakan sebagai wahana belajar dan sarana untuk meningkatkan usaha pertanianya. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa petani menaruh harapan yang besar pada gapoktan sebagai lembaga yang mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pengembangan usaha taninya. Selain itu, manfaat gapoktan yang lainnya adalah sebagai tempat pertemuan antara petani dengan petani lainnya dan petani dengan penyuluh pertanian. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) penyuluh dapat memainkan peran yang berbeda-beda mengenai organisasi petani, diantaranya adalah: 1. Mengajari petani bagaimana mencapai tujuan mereka secara lebih efektif dengan mendirikan dan mengelola sebuah organisasi petani yang efektif. 2. Menggunakan organisasi tersebut sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan petani melalui cara: a. Berpartisipasi di dalam pertemuan-pertemuan organisasional b. Mengajar dikursus-kursus yang dikelola oleh organisasi ini bagi para anggotanya c. Menulis artikel di jurnal mereka d. Melibatkan wakil-wakil organisasi dalam merencanakan program penyuluhan dan mendorong tukar-menukar pengalaman dan informasi antar anggota . Dalam hal ini, organisasi petani seperti gabungan kelompok tani dapat dijadikan sebagai media komunikasi karena dapat menghubungkan antara penyuluh dengan petani, petani dengan petani lainnya di suatu desa untuk saling berkomunikasi sehingga nantinya diharapkan terjadi pertukaran informasi yang banyak membahas mengenai permasalahan pertanian. Menurut penelitian Ayu (2011) gapoktan memiliki peran sebagai unit produksi, kerja sama, wahana belajar, dan jaringan kerjasama. Gapoktan dapat dijadikan sebagai jaringan kerjasama karena melalui lembaga ini, petani-petani anggota gapoktan, dapat menjalin kerjasama dengan lembaga lain yang menjadi mitra dari gapoktan tersebut, seperti lembaga saprodi, lembaga penyedia modal, lembaga pengelolaan hasil, lembaga pemasaran dan lembaga penyuluhan. Anggota gapoktan yang aktif dalam rapat-rapat gapoktan memiliki kektifan pula dalam bermitra dengan lembaga-lembaga tersebut, sehingga dapat memaksimalkan usaha pertanian yang dimilikinya. Selain itu, menurut Anantanyu (2009) menyatakan bahwa gapoktan juga berfungsi sebagai penyedia media komunikasi bagi petani. Dalam hal ini, petani dapat menggunakan fasilitas yang diberikan oleh gapoktan dan pemerintah untuk mengakses media komunikasi, sehingga petani dapat belajar dari media komunikasi tersebut. Selain itu, gapoktan merupakan tempat para petani saling bertemu dan berinteraksi dengan petani lainnya. Menurut Anantanyu (2009) interaksi petani dengan petani lainnya dalam suatu kelompok dapat mewujudkan sarana petani dalam mengekspresikan pengalaman dalam meningkatkan kemampuan dalam bertani. Dalam rapat yang diadakan oleh gapoktan, sebagian besar petani anggotanya berinteraksi secara tatap muka yang berlangsung dua arah dengan pembicaraan yang dimulai dengan sapaan sopan santun, sampai pada permasalahan pertanian, seperti budidaya, serangan hama, harga sarana produksi dan sebagainya. 9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Media Komunikasi Setiabudi (2004) menyebutkan bahwa penggunaan media atau pemanfaatan informasi teknologi pertanian oleh petani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni karakteristik individu, kebutuhan terhadap media komunikasi dan motivasi terhadap informasi. Jadi, salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan media komunikasi oleh individu adalah faktor karakteristik individu. Hasil penelitian Azainil (2005) menyebutkan bahwa karakteristik individu petani yaitu umur berhubungan nyata dengan media komunikasi. Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan media komunikasi adalah jumlah penghasilan dan luas lahan serta kepemilikan lahan. Petani dengan jumlah penghasilan tinggi, memiliki luas lahan yang luas serta memiliki status kepemilikan yang sah atas lahan cenderung untuk mengunakan media komunikasi terutama media komunikasi massa untuk mendapatkan informasi. Selain itu, mereka juga sering berkonsultasi pada PPL agar dapat mengembangkan usaha taninya. Hal tersebut berkebalikan dengan penggunaan media komunikasi yang terbatas oleh petani yang jumlah penghasilanya kecil, lahan garapan yang sempit bahkan tidak mempunyai status kepemilikan lahan. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penggunaan jenis media di desa adalah ketersediaan media tersebut di desa. Menurut hasil penelitian Kifli (2002) yang menyatakan bahwa, partisipasi komunikasi petani dalam mengakses informasi pertanian dan media massa masih rendah, karena petani memiliki keterbatasan biaya dan ketersediaan media massa yang masih terbatas. Hal tersebut menyebabkan, petani lebih banyak mencari informasi melalui interaksi dan berkomunikasi mengenai usaha taninya dengan PPL dan petani lainnya. Wilayah pedesaan seringkali memiliki teknologi yang minim dan penyesuaian biaya dalam mengaksesnya membuat petani cenderung lebih selektif dalam memilih media komunikasi. Petani cenderung memilih media komunikasi yang sesuai dengan kemampuan finansialnya untuk mengakses media komunikasi untuk memperoleh pengetahuan mengenai media komunikasi. Definisi dan Indikator Perilaku Komunikasi Perilaku komunikasi menurut Gould dan Kolb (1964) merupakan tindakan atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, seperti cara-cara berfikir, berpengetahuan dan berwawasan, berperasaan dan bertindak atau melakukan tindakan yang dianut oleh seseorang, keluarga atau masyarakat dalam mencari dan menyebarkan informasi. Perilaku komunikasi dapat berarti tindakan atau respon seseorang terhadap sumber dan pesan jika dilihat dari model komunikasi linier. Perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan perilaku seseorang dalam mencari informasi. Menurut Rogers (1976), perilaku komunikasi dapat dilihat dengan beberapa variabel yaitu partisipasi dalam kegiatan sosial, jaringan komunikasi interpersonal, kosmopolitan, kontak dengan agen perubahan, keterdedahan pada media massa, dan keterdedahan pada saluran interpersonal. Menurut Kincaid (1979), tujuan dasar komunikasi antar manusia adalah menentukan dan memahami realitas agar tujuan-tujuan lain dapat diseleksi dan dicapai. Manjar (2002) mengungkapkan bahwa perilaku komunikasi masyarakat berhubungan erat dengan partisipasinya dalam menerapkan suatu program. Perilaku komunikasi dapat ditunjukkan seseorang melalui partisipasinya dalam menerapkan suatu program seperti 10 berpendapat, bertanya, mendengarkan dan lainnya. Hasil penelitian Kurniawati (2009), menyatakan bahwa perilaku petani dalam kelompok tani ditunjukkan saat petani mengadakan rapat rutin dengan penyuluh pertanian lapang (PPL), sehingga dapat memperoleh informasi mengenai pertanian dari PPL, akan tetapi, perilaku komunikasi yang ditunjukkan oleh petani pasif dalam rapat rutin tersebut, mereka umumnya aktif mendengar dan pasif dalam mengungkapkan pendapat. Berlo (1973) mengemukakan bahwa perilaku komunikasi terbagi dalam empat level (jenjang) kedalaman yaitu: (1) hanya sekedar berbicara (only talk), (2) saling ketergantungan (interdependent), (3) tenggang rasa (emphaty) dan (4) saling berinteraksi (interactive). Lebih jauh lagi, proses analisis interaksi Bales (1950) dalam Goldberg dan Larson (2006)7 merupakan sistem keseimbangan. Semua unsur berada dalam keadaan seimbang. Bales membagi interaksi komunikasi ke dalam beberapa kategori-kategori. Kategori tersebut adalah kategori tugas, dan sosio-emosional yang kedua kategori tersebut dibagi sama dalam unsur positif dan negatif. Menurut hasil penelitian Kurniawati (2009) menyatakan bahwa perilaku komunikasi dapat dilihat dari partisipasi komunikasi petani dalam kelompok tani, misalnya saja partisipasinya dalam rapat kelompok tani. Partisipasi tersebut dapat dilihat baik secara lisan maupun non lisan. Perilaku lainnya adalah perilaku dalam pemanfaatan media massa dan pemahaman isi media dimana media massa yang tepat dapat mempengaruhi keefektifan komunikasi baik dari individu petani maupun dalam kelompok petani. Menurut hasil penelitian Handayani (2002), perilaku komunikasi seperti penerimaan informasi berhubungan nyata dengan pemahaman prosedur pengajuan kredit ketahanan pangan (KKP), hak, kewajiban dan sanksi aturan pelanggaran KKP serta manfaat KKP. Kehadiran dalam RAK berhubungan dengan pemahaman prosedur pengajuan KKP, dan hak, kewajiban serta sanksi aturan pelanggaran dalam KKP.Keterdedahan terhadap media komunikasi berhubungan dengan pemahaman prosedur pengajuan KKP, hak, kewajiban dan sanksi aturan pelanggaran dalam KKP serta manfaat KKP. Sedangkan kontak dengan sumber informasi berhubungan dengan pemahaman prosedur pengajuan KKP, hak, kewajiban, dan sanksi aturan pelanggaran KKP. Hubungan Media Komunikasi dengan Perilaku Petani Menurut penelitian Handayani (2006) hubungan antara media komunikasi dengan perilaku petani dapat dilihat dari sebagian besar petani peserta kredit ketahanan pangan (KKP) sudah terdedah terhadap media, namun petani kurang intensif dalam menggunakan media untuk memperoleh informasi. Selain menggunakan media, petani juga dapat mendapatkan informasi dari temanya, penyuluh maupun pihak Bank untuk mencari informasi tentang program KKP. Dalam hal kontak dengan sumber informasi, sebagian besar petani kurang intensif dalam kontak dengan sumber informai. Hal tersebut disebabkan petani tinggal di desa sehingga jauh untuk mengakses bank, sifat pemalu petani menyebabkan mereka enggan untuk kontak dengan penyuluh maupun sumber informan lainnya dan kesibukan petani juga menghambat keintensifan kontak petani dengan sumber informasi. Selain itu, penggunaan jenis media oleh petani dapat dilihat dalam aspek-aspek penggunaan media komunikasi seperti mendengarkan radio, menonton televisi dan 7 Goldeberg A. dan Larson C. 2006. Komunikasi kelompok. UI Press: Jakarta. 11 membaca majalah atau brosur. Dalam hal mendengarkan radio, petani kurang intensitasnya dalam mendengarkan radio untuk mencari informasi tentang KKP. Hal tersebut disebabkan karena petani sibuk dengan pekerjaannya sehingga petani kurang mendapatkan informasi melalui media berupa radio. Dalam hal menonton televisi, petani di Kabupaten Ponorogo hampir semuanya telah memiliki televisi sehingga petani dapat menonton televisi. Kegiatan menonton televisi oleh petani dapat dikatakan belum terlalu intensif karena petani sibuk dengan pekerjaannya dan waktu tayang program KKP yang ditayangkan kurang sesuai dengan adwal longgar istirahat petani, sehingga petani tidak banyak yang memperoleh informasi dari tayangan televisi mengenai program KKP. Sebagian besar petani dapat membaca majalah atau brosur mengenai program KKP. Informasi dari media tersebut dapat membuat petani memperoleh informasi yang banyak mengenai program KKP. Menurut petani, membaca majalah maupun brosur lebih hemat biaya, dan fleksible dengan waktu longgar para petani sehingga informasi yan diperoleh mudah untuk dimengerti. Hasil penelitian lain, yaitu penelitian Awaliah (2012) menyebutkan bahwa hubungan keterdedahan petani dengan media komunikasi dapat dilihat dari frekuensi petani dalam menggunakan media komunikasi. Frekuensi bertemu dengan PPL tidak berpengaruh secara nyata dengan sikap petani, hal tersebut karena petani lebih percaya pada pengalamanya selama ini dalam bertani. Frekuensi menonton tv berpengaruh dalam pertambahan pengetahuan petani karena tv memberikan informasi pertanian yang banyak. Frekuensi membaca koran tidak berpengaruh secara nyata baik dalam sikap, pengetahuan maupun tindakan oleh petani karena petani tidak mengerti mengenai materi yang ada di dalamnya dan pendidikan petani hanya sampai SD. Frekuensi membaca leaflet tidak berpengaruh secara nyata terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan petani karena petani hanya membaca leafleat 10 menit saja dalam satu bulan. Penilain petani terhadap media komunikasi menurut hasil penelitian adalah media komunikasi berperan dalam meberikan informasi yang baru bagi petani, akan tetapi informasi yang disampaikan oleh media komunikasi sering kali sama dengan informasi yang sudah petani peroleh dari nenek moyangnya terdahulu. Hasil penelitian Awaliah (2012) menyatakan bahwa keefektivan media komunikasi bagi petani dapat dikatakan tinggi karena jika dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan petani sudah berubah kearah yang semakin maju. Dalam hal ini, media komunikasi membuat pengetahuan petani tentang pertanian semakin bertambah dan pola berfikir petani juga lebih maju. Dalam aspek sikap, petani menyetujui informasi yang disampaikan oleh media komunikasi mengenai usaha tanam padi. Dalam aspek tindakan, petani tua cenderung tidak melakukan tindakan seperti informasi yang diberikan oleh media komunikasi, sedangkan petani muda melakukan tindakan sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh media komunikasi. Petani tua lebih memiliki pengalaman tentang pertanian, sehingga mereka enggan mengambil resiko dengan melakukan tindakan seperti yang diinformasikan dari media komunikasi. Hubungan Perilaku Komunikasi Petani terhadap Keefektifan Kelompok Tani Hubungan perilaku petani terhadap keefektivan kelompok tani dapat dilihat dari hasil penelitian Kurniawati (2009) yang menyebutkan bahwa komunikasi partisipatif anggota kelompok tani tidak terjadi karena petani yang berpartisipasi aktif secara lisan lebih sedikit dibandingkan dengan petani yang pasif dalam berpartisipasi. Jika dilihat 12 dari dimensi waktu, partisipasi hanya dapat digambarkan melalui pertemuan kelompok tani pada bulan Februari sampai Juni 2009 dan tidak tergambarkan melalui pertemuan kelompok tani secara keseluruhan. Akses terhadap terjadinya komunikasi secara partisipatif sudah terbuka lebar, tinggal bagaimana petani menyikapinya, karena penyuluh pertanian lapang (PPL) pun telah memberikan kesempatan kepada petani dalam mengekspresikan ide, perasaan dan pandangannya. Selain itu, dalam segi kekohesivan serta dinamika kelompok, perilaku petani yang tergolong rendah membuat keefektifan dalam komunikasi kelompok tani kurang maksimal. Menurut hasil penelitian Handayani (2006), perilaku komunikasi petani dapat dilihat dari pencarian informasi, kehadiran pada rapat anggota kelompok tani (RAK), keterdedahan terhadap media dan kontak dengan sumber informasi (penyuluh, ketua kelompok, Bank Bukopin dan PT Petrokimia). Dalam hal pencarian informasi, sebagian besar petani melakukan pencarian informasi yang tidak terlalu intensif atau dapat dikatakan petani hanya kadang-kadang (sedikit) mencari informasi mengenai program kredit ketahan pangan (KKP). Hal tersebut disebabkan karena kesibukan petani dalam mengelola sawahnya setiap harinya serta petani juga mempunyai pekerjaan sampingan yang membuatnya tidak bisa mencari informasi mengenai program KKP secara intensif. Kehadiran petani dalam rapat anggota kelompok menujukan bahwa sebagian besar petani tidak secara intensif menghadiri RAK. Hal tersebut terjadi karena, faktor kesibukan petani dalam pekerjaannya, petani kurang tertarik terhadap RAK dan mereka juga merasa malas dalam mengadiri RAK karena faktor geografis serta mereka menganggap RAK kurang mampu memberikan kuntungan bagi petani. Hasil penelitian Rahmani (2006) menyebutkan bahwa karakteristik individu berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi terutama pada aspek afeksi dan konatif. Pelatihan atau kursus yang diikuti oleh responden menjadi faktor penentu dalam membangun komunikasi yang efektif pada program participatory integrated development in rainfed area (PIDRA) di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, menurut penelitian Manjar (2002) faktor karakteristik individu dalam keefektivan kelompok ditentukan oleh tindakan, pendidikan formal dengan tindakan, pendapatan keluarga dengan pengetahuan dan sikap serta pendapatan keluarga dengan pengetahuan dan pengalaman serta mengikuti kursus atau penataran atau pelatihan dengan pegetahuan dan sikap. Hasil penelitian Kurniawati (2009) menyebutkan bahwa partisipasi petani dalam kelompok tani menghasilkan ketidakefektifan komunikasi dalam kelompok tani. Hal tersebut menyebabkan petani kurang dapat menggali informasi yang lebih dalam saat adanya rapat, karena mereka hanya banyak mendengarkan dan hanya sedikit dalam berbicara mengeluarkan aspirasi maupun pendapatnya.