Lamanya kehamilan normal adalah sekitar 37

advertisement
Lamanya kehamilan normal adalah sekitar 37-42 minggu, dan tanggal perkiraan persalinan adalah saat mencapai 40 minggu
atau 280 hari dari hari pertama periode menstruasi terakhir. Hamil cukup bulan (atterm)= 40 minggu jika penghitungan
dilakukan dari hari pertama haid terakhir = HPHT (Last Menstrual Periode =LMP) atau 38 minggu jika didasarkan ovulasi
((EDC). Waktu ovulasi tidak selalu sama pada setiap wanita, maka secara praktikal dipakai cara yang pertama (Cukup bulan =
40 minggu = 280 hari). Hamil dikatakan lewat waktu jika sudah mencapai 42 minggu atau 294 hari.
Kehamilan postterm, juga disebut kehamilan lewat waktu, adalah kehamilan yang telah melampaui 42 minggu dari hari pertama
periode menstruasi terakhir. Jumlah kejadiannya sekitar 10 persen dari kehamilan.
Sangat penting untuk memastikan bahwa kehamilan sebenarnya postterm atau tidak. Idealnya, usia kehamilan yang akurat
ditentukan di awal kehamilan. Pada wanita yang memiliki periode menstruasi yang teratur, HPHT dapat diandalkan dengan
catatan haidnya terartur minimal 3 bulan terakhir sebelum kehamilan.
Jika ada ketidakpastian HPHT, atau jika ukuran rahim lebih besar atau lebih kecil dari berdasarkan HPHT, usia gestasi janin
dan tanggal persalinan dapat diperkirakan dengan pemeriksaan USG. Hasil pemeriksaan USG paling akurat bila dilakukan
pada awal kehamilan, jika dilakukan pada paruh terakhir kehamilan kurang dapat diandalkan untuk memperkirakan taksiran
persalinan.
Pada umumnya, penyebab kehamilan postterm tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang risiko. Kejadiannya lebih tinggi pada
kehamilan pertama dan pada wanita yang memiliki riwayat kehamilan postterm sebelumnya. Faktor genetik juga mungkin
memainkan peran. Satu penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko kehamilan postterm pada wanita yang lahir
postterm.
Kehamilan yang berlanjut melebihi 42 minggu memiliki risiko baik pada janin dan ibunya.
Risiko bagi janin
Kelahiran mati atau kematian neonatal - Insiden lahirn mati meningkat pada kehamilan yang berlanjut setelah 42 minggu.
Namun, resiko relatif kecil, dengan hanya 4 sampai 7 kematian per 1000 kelahiran (di luar negri). Sebagai perbandingan, risiko
kelahiran mati atau kematian bayi pada kehamilan antara 37 dan 42 minggu 2 sampai 3 per 1000 kelahiran.
Ukuran bayi besar - Bayi2 postterm memiliki peluang lebih besar terkena komplikasi yang berkaitan dengan ukuran tubuh besar
(bayi besar=makrosomia), yang didefinisikan sebagai berat lebih dari 4500 gram (sebelumnya 4000 gram). Komplikasi dapat
berupa persalinan lama, persalinan macet dan sulit melewati vagina serta cedera pada bayi. (misalnya, patah tulang atau
cedera saraf) yang berkaitan dengan kesulitan dalam melahirkan bahu (distosia bahu).
Dismaturitas janin - Juga disebut "sindroma postmaturitas," ini mengacu pada janin yang mengalami gangguan pertumbuhan,
biasanya karena masalah dengan pengiriman darah ke janin melalui plasenta. Plasenta janin yang sudah postterm biasanya
sering mengalami penurunan fungsinya untuk memberikan oksigen dan makanan.
Aspirasi Mekonium (Terhirup air ketuban) - kalau di kampung2 atau dikalangan masyarakat awam dikenal dengan terminum air
ketuban (istilah yang salah, karena secara normal bayi minum air ketuban). Pada kehamilan postterm, akibat penurunan fungsi
plasenta bayi sering ook didalam perut (mekonium) sehingga ketubannya bercampur mekonium (hijau) Jika sampai terhirup
oleh bayi akan menyebabkan masalah pernapasan pada saat bayi lahir.
Risiko untuk ibu - Risiko terhadap ibu terkait dengan ukuran bayi yang lebih besar pada kehamilan postterm, berupa kesulitan
saat bersalin, peningkatan cedera pada kerampang (perineum) termasuk labia, vagina, dan rektum dan peningkatan persalinan
dengan bedah Cesar.
Perawatan
Pemantauan janin antenatal - Pada umumnya, dokter akan merekomendasikan tes pada janin jika kehamilan melampaui
taksiran persalinan. Tes ini memberikan informasi tentang kesehatan janin dan tentang risiko atau manfaat yang akan terjadi
jika kehamilan dilanjutkan.
American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) menyatakan bahwa pemantauan janin hanya diperlukan setelah
42 minggu (294 hari) usia kehamilan, tetapi dokter kebidanan sudah memulai pengujian janin pada usia 41 minggu. Banyak ahli
merekomendasikan pengujian dua kali seminggu, termasuk pengukuran volume cairan ketuban. Pemeriksaan berupa
mengamati detak jantung janin 'menggunakan monitor janin (disebut nonstress-test =NST) atau mengamati aktivitas bayi
dengan USG (disebut profil biofisik).
Nonstress Tes (NST) - NST dilakukan dengan memantau detak jantung bayi dengan sebuah perangkat kecil yang diletakkan di
perut ibu. Perangkat ini menggunakan gelombang suara (ultrasound) untuk mengukur denyut jantung bayi dari waktu ke waktu,
biasanya untuk 20 sampai 30 menit. Frekuensi dasar (Baseline) detak jantung bayi harus antara 110 dan 160 denyut per menit
dan harus meningkat minimal 15 denyut per menit selama 15 detik ketika bayi bergerak.
Tes ini dianggap aman (disebut "reaktif") jika ditemukan dua atau lebih peningkatkan laju jantung janin (akselearsi) dalam
jangka waktu 20 menit. Pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan jika kenaikan tidak ditemukan setelah pemantauan selama 40
menit.
Profil biofisik (BPP) - Skor/nilai profil biofisik janin dihitung untuk menilai kesehatan janin. Terdiri dari lima komponen: Nonstress
Tes dan 4 parameter pengukuran USG janin: gerakan tubuh janin, gerakan pernapasan, Gerakan anggota tubuh kaki, lengan,
atau tulang belakang), dan volume cairan ketuban (AFI= Amniotic Fluid index). Setiap komponen dinilai , 2 poin jika normal dan
0 poin jika tidak normal. Total skor keseluruhannya10. Bayi dianggap sehat jika skor 8-10.
Volume cairan ketuban merupakan variabel penting dalam BPP karena volume yang rendah (Oligo-hidramnion) dapat
meningkatkan risiko terjadinya kompresi (penekanan) tali pusat. Jumlah air ketuban bisa berkurang dalam jangka waktu singkat
(beberapa hari).
Stress tes - Lengapnya stress tes kontraksi (CST) juga bisa dilakukan untuk menilai kesehatan janin. Caranya dilakukan
melibatkan pemberian suatu obat (oksitosin) untuk ibu untuk merangsang kontraksi uterus, kemudian detak jantung janin
dimonitor untuk melihat reaksinya terhadap kontraksi yang timbul. Jika denyut jantung janin melambat (deselearsi lambat dll
memenuhi kriteria gawat janin) selama CST mungkin dibutuhkan persalinan dengan Cesar.
Induksi persalinan - Dokter harus mempertimbangkan risiko dan manfaat untuk melanjutkan kehamilan, hasil tes (tesebut
diatas), dan kondisi serviks (leher rahim). Biasanya, leher rahim mulai membesar (terbuka) dan mengalami penipisan menjelang
akhir kehamilan. Induksi persalinan lebih cenderung gagal pada wanita yang serviks-nya tidak melebar atau menipis (serviks
matang), sehingga akhirnya persalinan harus di akhiri dengan operasi.
Tren sekarang, induksi sudah mulai dilakukan pada usia kehamilan 41-42 minggu jika tidak terjad persalinan secara spontan.
Jika serviksnya belum matang, maka bisa dilakukan pematangan serviks dengan pemberian obat (prostglandin dll) atau dengan
menggunakan metode mekanis dengan memasang kateter Foley di leher rahim. Pada wanita yang serviksnya sudah matang
dapat dilakukan induksi langsung dengan pemberian obat (oksitosin), yang diberikan via cairan infus. Persalinan bisa dipilih
secara Cesar jika janinnya besar, memiliki riwayat persalinan dengan Cesar sebelumnya, atau alasan pilihan pribadi (on
demand).
Bayi postterm sering memiliki penampilan yang khas. Lengan dan kaki yang panjang dan tipis. Kulit tampak kering dan
mengelupas dan kadang-kadang terjadi pewarnaan pada kulit (kuning-kehiajuan). Kulit tampak longgar, terutama paha dan
bokong, rambut lebih panjang atau lebih tebal, dan kuku yang panjang. Bayi terlihat "waspada" (mata terbuka, terbelalak) dan
terlihat "tua".
Beberapa penelitian telah dilakukan secara jangka panjang pada bayi-bayi postterm (misalnya, pertumbuhan, pola
perkembangan dan kecerdasan) secara umum hasilnya tidak berbeda dengan bayi yang lahir dalam batas cukup bulan (atterm)
Download