(0B) - Universitas Udayana Repository

advertisement
FRAKTUR OS TIBIA FIBULA PADA ANJING LOKAL
Oleh
DEWA AYU WIDIA KUSUMA NINGRAT
I G.A. GDE PUTRA PEMAYUN
LABORATORIUM BEDAH VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan koasistensi bedah yang
berjudul Fraktur Os Tibia Fibula pada Anjing Lokal.
Penulis menyadari penulisan laporan ini didukung oleh bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak drh. I. G. A. Gde Putra Pemayun, MP selaku koordinator
Koasistensi Laboratorium Bedah Veteriner dan dosen pembimbing kasus.
2. Bapak drh. A. A. Gde Jayawardhita, M.Kes selaku dosen pembimbing
kelompok Koasistensi Laboratorium Bedah Veteriner.
3. Bapak drh I Wayan Gorda, M.Kes selaku penguji kasus mandiri
Koasistensi Laboratorium Bedah Veteriner
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan.
Denpasar, Januari 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN KASUS...............................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 2
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1 Fraktur Os. Tibia Fibula ........................................................................
2.2 Etiologi ..................................................................................................
2.2 Tanda Klinis ..........................................................................................
2.3 Diagnosis ...............................................................................................
2.4 Prognosa ................................................................................................
2.5 Penanganan ............................................................................................
3
4
4
4
5
5
BAB III MATERI DAN METODE ................................................................. 7
3.1 Materi.....................................................................................................
3.1.1 Hewan ..........................................................................................
3.1.2 Alat-alat........................................................................................
3.1.3 Bahan-bahan ................................................................................
3.2 Metode ...................................................................................................
3.2.1 Preoperasi.....................................................................................
3.2.2 Operasi .........................................................................................
3.2.3 Pasca operasi................................................................................
7
7
8
8
8
8
10
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 12
4.1 Hasil ...................................................................................................... 12
4.2 Pembahasan........................................................................................... 16
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 19
5.1 Simpulan ................................................................................................ 19
5.2 Saran ...................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik anjing lokal .................................................. 8
Tabel 4.1 Hasil pengamatan pasca operasi ........................................................ 12
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kondisi anjing yang mengalami fraktur os. tibia fibula....................
Gambar 2. Foto rontgen anjing kasus yang mengalami fraktur os. tibia fibula ..
Gambar 3. Insisi kulit pada lokasi fraktur ...........................................................
Gambar 4. Penjahitan kulit..................................................................................
Gambar 5. Foto setelah penjahitan luka amputasi ..............................................
vi
7
9
10
11
11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing merupakan salah satu hewan yang sangat dekat keberadaannya
dengan manusia. Selain sebagai hewan kesayangan, anjing juga banyak
dipelihara oleh manusia untuk membantu berburu, menggembalakan ternak,
hingga mencari jejak atau sebagai anjing pelacak. Karena kepribadian yang
mudah akrab dengan manusia ini, anjing sering dipelihara oleh manusia dengan
cara dilepas liarkan. Pemeliharaan dengan cara ini memang mudah dilakukan,
namun hal ini berakibat pada kurangnya tanggung jawab pemilik anjing
terhadap kesehatan dan keselamatan anjing peliharaannya.
Anjing yang dipelihara dengan cara dilepas liarkan beresiko tinggi
terhadap penyebaran penyakit seperti rabies dan sering kali anjing-anjing
tersebut terluka ketika berkeliaran diluar lingkungan tempat tinggal
pemiliknya. Adapun penyakit atau gangguan kesehatan yang sering diderita
oleh anjing yang dilepas liarkan adalah patah tulang atau fraktur akibat
tertabrak oleh kendaraan bermotor.
Fraktur pada anjing akibat tertabrak oleh kendaraan bermotor dapat
dialami oleh anjing dari semua usia yang dilepas liarkan diluar rumah. Tulang
pada daerah ekstrimitas kaki belakang merupakan tulang yang paling sering
mengalami fraktur. Penanganan terhadap anjing yang mengalami fraktur harus
dilakukan dengan cepat dan tepat, bila terlambat dilakukan penanganan, maka
akan terbentuk callus yang akan menyelimuti tulang yang mengalami fraktur
sehingga akan menyulitkan dalam proses penanganan fraktur (Denny et al.,
2008).
Penanganan pada kasus fraktur mengacu pada 4 konsep dasar yakni :
rekognisi, reposisi, retensi dan rehabilitasi (Sudisma et al., 2009). Bila tulang
mengalami fraktur yang tidak dapat di fiksasi, baik itu fiksasi eksternal maupun
internal atau bila jaringan disekitar fraktur telah mengalami nekrosis atau
infeksi berat yang beresiko menyebar keanggota tubuh lainnya sehingga
1
membahayakan keselamatan hewan, maka penanganan yang harus dilakukan
adalah amputasi (Fossum, 2002).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara
mendiagnosa, prosedur operasi serta rencana terapi kasus fraktur os. tibia fibula
pada anjing lokal dengan cara amputasi.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan
serta keterampilan mahasiswa dalam menangani kasus fraktur os. tibia fibula
pada anjing lokal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur Os. Tibia Fibula
Fraktur adalah
keadaan patahnya tulang atau kartilago akibat dari
kekuaan eksternal (traumatik) atau bisa juga terjadi akibat suatu penyakit
(Sudisma et al., 2009). Fraktur pada tibia fibula sering terjadi pada hewan
kesayangan seperti anjing dan kucing akibat kecelakaan lalu lintas seperti
tertabrak kendaraan bermotor, berkelahi, ataupun tersandung ketika hewan
bergerak cepat (Butterworth, 2006).
Secara umum ada dua jenis fraktur yaitu : (a) Simple fracture (Closed
fracture) yaitu fraktur tertutup dimana tidak ada komplikasi luka dan
biasanya tidak terjadi perdarahan, namun bila dibiarkan akan terjadi
kerusakan baik pada pembuluh darah maupun system syaraf disekitar fraktur
yang dapat membahayakan nyawa hewan tersebut. (b) Compound fracture
(Open fracture) yaitu fraktur terbuka dimana tulang yang patah dapat terlihat
dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Piermattei et al.,2006).
Berdasarkan atas struktur kerusakan tulang, fraktur dapat dibedakan
menjadi : (a) Incomplete fracture yang ditandai dengan hilangnya
kesinambungan tulang yang bersifat partial dan hanya sedikit tulang yang
mengalami pemisahan jaringan. (b) Complete fracture yaitu adanya
pemisahan sempurna kesinambungan tulang dimana garis patahan bisa
tunggal/ single atau bisa multiple, misalnya pada comminuted fracture
Berdasarkan arah patahannya, fraktur dapat dibagi menjadi :
a.
b.
c.
d.
Fraktur transversal.
Fraktur miring/ oblique fracture.
Fraktur spiral.
Fraktur longitudinal.
3
1.2 Etiologi
Ada dua hal penyebab terjadinya fraktur yakni akibat traumatik (fraktur
traumatik) dan akibat penyakit lainya (fraktur patologik). Fraktur traumatik
dapat terjadi bila tulang mendapatkan tekanan keras dari eksternal misalnya
fraktur akibat pukulan benda keras, tertabrak kendaraan bermotor, terjatuh
dari tempat tinggi, tersandungnya kaki hewan ketika bergerak cepat.
Fraktur akibat traumatik dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung (Direct) merupakan patah tulang yang terjadi
langsung ditempat terjadinya trauma. Biasanya arah patahan dari fraktur
akibat traumatik langsung bersifat transversal. Sedangkan secara tidak
langusng (indirect), fraktur terjadi ditempat lain akibat kekuatan yang
diantarkan lewat tulang.
Fraktur patologik merupakan fraktur yang terjadi akibat penyakit
sehingga kerusakan minor dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Adapun
penyakit yang dapat menyebabkan fraktur adalah osteoma, osteosarcoma,
osteomyelitis, dan rakhitis (Piermattei et al.,2006).
1.3 Tanda Klinik
Tanda klinik yang nampak pada anjing yang mengalami fraktur adalah
kesulitan dan kesakitan ketika anjing bergerak, hewan terlihat mengangkat
kaki yang mengalami fraktur sehingga nampak pincang ketika berjalan atau
bahkan tidak bisa berjalan sama sekali, terdengar suara krepitasi pada
fragmen tulang. Deformitas tulang ditandai dengan adanya angulasi, rotasi,
pemendekan tulang, abduksi, adduksi dan nampak terjadi penyimpangan
dari posisi nomalnya (Sudisma et al., 2006).
1.4 Diagnosis
Diagnosis dari kasus fraktur pada anjing dilakukan berdasarkan
anamnesa dari pemilik hewan, pemeriksaan fisik,
tanda klinik yang
ditunjukkan oleh anjing, pengukuran panjang kaki, dan didukung oleh
pemeriksaan radiologi dengan foto rontgen sehingga didapatkan diagnosa
yang definitif.
4
1.5 Prognosa
Prognosis dari kasus fraktur umumnya bervariasi tergantung dari berat
ringannya fraktur, tempat terjadinya fraktur, cepat lambatnya penanganan
dan teknik penanganan fraktur serta perawatan pasca operasi. Untuk
prognosa dari operasi amputasi kasus fraktur os. tibia fibula pada anjing
lokal adalah fausta.
1.6 Penanganan
Treatment atau penanganan pada kasus fraktur harus mengacu pada 4
konsep dasar yaitu 4R: rekognisi, reposisi, retensi, dan rehabilitasi.
Rekognisi harus dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui lokasi dan
tingkat keparahan fraktur serta untuk membantu menentukan jenis
penanganan yang tepat. Dalam beberapa kasus dimana fiksasi internal dan
eksternal tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan penanganan lain
yakni amputasi.
Amputasi adalah tindakan memisahkan sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas tubuh. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila masalah
organ sudah tidak dapat diperbaiki lagi menggunakan teknik lain atau dalam
kondisi yang dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh
atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan infeksi yang
berat (Fossum, 2002). Adapun indikasi dari amputasi adalah keadaan fraktur
multiple dimana tulang patah menjadi potongan tulang yang lebih kecil
sehingga tidak dapat dilakukan fiksasi internal dan eksternal, nekrosis
jaringan disekitar fraktur, adanya tumor pada tulang, deformitas organ serta
adanya infeksi yang berat atau yang beresiko tinggi menyebar ke organ
lainnya.
Pada kasus ini, anjing mengalami fraktur pada bagian distal os. tibia
fibula bagian sinister akibat tertabrak oleh kendaraan bermotor dan tidak
mendapatkan penanganan selama ± 3 bulan sehingga terjadi pembentukan
callus dan deformitas tulang yang membengkok kearah medial tubuh. Luka
yang terjadi ketika anjing tertabrak mengalami infeksi dan mengeluarkan
5
eksudat berwarna kekuningan. Persendian antara os. tibia fibula dan ossa
tarsal sinister mengalami ankilosis dan kaki tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga penanganan yang dilakukan untuk kasus ini
adalah amputasi.
6
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Hewan
A. Signalemen
Materi yang digunakan adalah anjing jantan lokal dengan nama
Benzy, berwarna putih- hitam, berat 5,3 kg dan berumur ± 6 bulan. Anjing
ini milik Bapak Angga yang beralamat di Padangsambian.
Gambar 1. Kondisi anjing yang mengalami fraktur os. tibia fibula.
B. Anamnesa
Berdasarkan keterangan dari pemilik, ± 3 bulan yang lalu anjing
ditabrak oleh kendaraan bermotor pada bagian kaki belakang sebelah kiri.
Karena kendala biaya anjing tidak mendapatkan penanganan sehingga
anjing mengalami kesulitan berjalan, terdapat luka di bagian medial kaki
belakang sebelah kiri yang mengeluarkan eksudat berwarna kekuningan
dan terlihat sedikit membengkak serta berwarna kemerahan. Bagian distal
os.tibia fibula sinister mengalami deformitas membengkok kearah medial
tubuh dan persendian antara os. tibia fibula dengan ossa tarsal kaku dan
tidak dapat digerakkan (ankilosis).
7
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik anjing lokal yang mengalami fraktur pada bagian
distal os. tibia fibula sinister diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 3.1) :
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik anjing lokal.
No Jenis Pemeriksaan Fisik
Keterangan
1. Berat Badan
5,3 Kg
2. Temperatur
37,80C
3. Pulsus
102x/menit
4. Respirasi
17x/menit
5. CRT
< 2 detik
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam pembedahan ini : stetoskop, termometer, tube
endotrakeal (ETT), alat pencukur, skalpel, pinset, needle holder, jarum, benang
jahit absorbable, klam arteri, tampon, gunting (lurus tumpul, lurus tajam, lurus
bengkok), perban, dan plester.
3.1.3 Bahan-Bahan dan Obat
Bahan-bahan dan obat yang dipersiapkan adalah alkohol 70%, Lactat
Ringer, dan antiseptik (betadine). Obat-obat yang dipersiapkan adalah
premedikasi yaitu atropin sulfat, anestesi umum yaitu
xylazin dan ketamin,
anestesi inhalasi yaitu isofluran, antibiotik dan anti inflamasi.
3.2 Metode
3.2.1 Preoperasi
Sebelum operasi dilakukan perlu persiapan yang matang pada hewan agar
berjalan dengan sukses dan lancar tanpa adanya hal-hal yang menggangu jalannya
operasi dan menghambat kesembuhan hewan tersebut. Persiapan yang perlu
dilakukan meliputi persiapan alat, bahan dan obat, persiapan ruang operasi,
persiapan pasien, dan persiapan operator.
a. Persiapan alat, bahan dan obat
Alat-alat yang digunakan adalah skalpel, pisau bedah, gunting, arteri
clamp, Allis forceps, needle holder, pinset, spuit, jarum operasi, dan benang
vicryl. Sebelum menggunakan alat tersebut harus di sterilisasi dengan
autoclave ataupun alkohol 70%. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
8
adalah tampon, alkohol 70%, Iodium tincture 3%, dan NaCl fisiologi atau
Ringer Laktat.
Obat-obat yang dipersiapkan adalah premedikasi yaitu
atropine sulfat, anestesi umum adalah ketamin dan xylazin, anestesi inhalasi
dengan isofluran, antibiotika dan anti inflamasi.
b. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi harus dalam keadaan bersih, meja operasi harus bersih
dan telah di sterilisasi dengan desinfektan.
c. Persiapan pasien atau hewan kasus
Sebelum pembedahan terhadap hewan kasus, dilakukan pemeriksaan
fisik yang meliputi ; signalemen, berat badan, umur, pulsus, frekuensi nafas,
suhu tubuh, sistem digestivus, respirasi, sirkulasi, syaraf, reproduksi,
perubahan anggota gerak dan perubahan kulit yang telah dicatat semua pada
ambulator yang telah terlampir. Untuk kasus fraktur pada anjing, dilakukan
pemeriksaan radiografi untuk melihat lokasi dan tingkat keparahan fraktur,
serta menentukan jenis penanganan terhadap hewan kasus.
Gambar 2. Foto rontgen anjing kasus yang mengalami fraktur pada os. tibia
fibula.
Setelah pemeriksaan fisik anjing, dilakukan pemberian premedikasi
atropin sulfat secara subkutan (dosis terlampir). Lakukan pemasangan kateter
intravena (IV cath) untuk pemberian cairan infus. Selang 10-15 menit kemudian
anestesi umum berupa xylazin dan ketamin diberikan secara intravena (dosis
terlampir). Setelah hewan teranestesi, hewan dibaringkan diatas meja operasi
9
dengan posisi rebah dorsal dan pemasangan ETT dilakukan untuk pemberian
anestesi inhalasi isofluran.
3.2.2 Operasi
Hewan dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi rebah dorsal. Lokasi
yang akan dilakukan amputasi dicukur dan diberikan povidone iodine. Penyayatan
dilakukan pada daerah tarsal atau ±5cm dibawah lokasi fraktur. Kulit di preparir
sampai pada persendian antara os.tibia fibula dengan ossa tarsal lalu lakukan
ligasi pada pembuluh darah untuk menghindari adanya perdarahan. Karena bagian
tulang yang mengalami fraktur telah mengalami callus hingga menutupi
persendian, maka gergaji digunakan untuk mengamputasi.
Gambar 3. Insisi kulit pada lokasi fraktur.
Setelah tulang dipisahkan, kulit diukur dan potong untuk menutup bagian
yang telah diamputasi. Penjahitan kulit dilakukan dengan pola subkutikuler
dengan menggunakan benang vicryl 2.0. Luka jahitan ditetesi dengan povidone
iodine atau betadine dan dioleskan salep oksitetraasiklin dan ditutup dengan
menggunakan perban.
10
Gambar 4. Penjahitan kulit.
Gambar 5. Foto setelah penjahitan luka amputasi.
3.2.3 Pasca operasi
Hewan diberikan antibiotik berupa amoksisilin
dalam bentuk sirup
amoxan sebanyak 5 ml per pemberian 3 kali sehari selama 5 hari dan pemberian
asam mefenamat tablet sebanyak ¼ tablet selama 5 hari. Pasang Elisabeth colar
pada hewan untuk menghindari hewan menjilat dan menggigiti lukpasca
amputasi. Hewan diletakkan pada kandang yang bersih dan kering. Makanan yang
diberikan pada hewan harus bergizi dan banyak mengandung kalsium untuk
membantu mempercepat proses kesembuhan.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan pasca operasi amputasi dilakukan selama 14 hari. Hasil
pengamatan anjing pasca operasi amputasi pada persendian antara os. tibia fibula
dengan ossa tarsal (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Hasil pengamatan pasca operasi
Pengamatan
Pasca operasi
Perubahan Klinis
(Hari)
1
Terapi
Anjing tampak lemah dengan tidak ada Amoxan, asam
pergerakkan (pasif) dan luka operasi terlihat mefenamat,
salep
mengalami peradangan.
oksitetrasiklin.
Anjing tampak lemah dengan tidak ada Amoxan, asam
pergerakkan (pasif) dan luka operasi nampak mefenamat,
salep
mengalami peradangan.
oksitetrasiklin.
2
Anjing masih tampak lemah namun mulai ada Amoxan, asam
pergerakkan dan luka operasi mengalami mefenamat,
salep
peradangan.
oksitetrasiklin
3
12
Anjing sudah mulai bergerak dan luka operasi Amoxan, asam
mefenamat,
terlihat masih terjadi peradangan.
salep
oksitetrasiklin.
4
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan Amoxan, asam
ketiga kakinya dan luka operasi masih terjadi mefenamat,
salep
peradangan.
oksitetrasiklin.
5
Anjing sudah mulai berjalan normal, luka operasi Salep
sudah mulai kering, peradangan mulai berkurang oksitetrasiklin.
dan nafsu makan membaik.
6
13
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua Salep
kali belakangnya, luka operasi sudah mulai kering oksitetrasiklin.
dan nafsu makan membaik
7
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua Salep
kali belakangnya, luka operasi sudah mulai kering oksitetrasiklin.
dan nafsu makan membaik
8
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua
kali belakangnya, luka operasi sudah mulai kering
dan nafsu makan membaik
Salep
oksitetrasiklin.
9
14
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua Salep
kali belakangnya, luka operasi sudah mulai kering oksitetrasiklin.
dan nafsu makan membaik
10
.
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua
kali belakangnya, luka operasi sudah mulai kering
dan nafsu makan membaik.
11
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua
kali belakangnya, luka operasi mengering dan
nafsu makan normal.
12
15
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua
kali belakangnya, luka operasi mengering dan
nafsu makan normal.
13
Anjing sudah mulai berjalan kembali dengan dua
kali belakangnya, luka operasi mengering dan
nafsu makan normal.
14
4.2
Pembahasan
Amputasi adalah suatu tindakan pemisahan bagian tubuh yang
mengalami luka atau kelainan akibat dari trauma melalui proses
pembedahan. Biasanya amputasi akan dilakukan jika suatu kondisi luka
atau penyakit yang tidak dapat diobati secara lokal, misalnya pada kasus
patah tulang yang parah, tumor, gangrene, dan infeksi berat lainnya.
16
Amputasi dapat juga dilakukan pada kasus paralisis permanen yang
komplit (Jhonson, 2014)
Pasca operasi anjing diberikan obat antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi bakteri yang dapat menghambat proses kesembuhan,
serta asam mefenamat untuk mengobati efek peradangan pasca operasi.
Hewan diamati proses kesembuhannya selama 2 minggu. Pada hari ke-1
sampai hari ke-3 pasca operasi, hewan terlihat pasif dalam melakukan
pergerakan, dan luka operasi terlihat membengkak. Pergerakan yang pasif
pada anjing disebabkan oleh luka amputasi yang belum mengering dan
terasa sakit bila digerakkan, sedangkan kemerahan dan pembengkakkan
pada luka operasi disebabkan oleh reaksi radang yang umum terjadi ketika
terjadi perlukaan.
Pada hari ke-4 sampai hari ke-6 anjing mulai melakukan
pergerakan dan radang mulai berangsur-angsur berkurang. Luka operasi
terlihat mulai mengering. Nafsu makan anjing yang mulai membaik serta
pemenuhan gizi anjing melalui pemberian makanan yang bergizi
membantu mempercepat proses pemulihan hewan sehingga hewan terlihat
mulai mampu berjalan menggunakan ketiga kakinya. Kebersihan luka
operasi dijaga sebaik mungkin sehingga tidak terjadi infeksi sekunder.
Pemberian antibiotika topikal berupa salep oksitetrasiklin mampu
mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mengurangi efek radang pada
luka sehingga peradangan terlihat berangsur-angsur berkurang.
Hari ke-6 sampai ke-14 pemberian antibiotika secara oral dan
asam mefenamat di hentikan untuk menghindari resistensi hewan terhadap
obat, namun pemberian antibiotika salep oksitetrasiklin tetap dilakukan.
Pada hari ke-6 sampai ke-10, hewan mulai aktif bergerak dan mampu
berjalan dengan ketiga kakinya, luka hewan terlihat berangsur-angsur
mengering dan nafsu makan hewan normal.
Pada hari ke-11 hingga ke-14 pemberian salep oksitetrasiklin
dihentikan karena luka telah mengering dan tidak terlihat adanya
peradangan. Hewan terlihat aktif bergerak dan mampu berlari dengan baik
dengan menggunakan ketiga kakinya.
17
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 14 hari pasca
anjing menjalani operasi amputasi, proses kesembuhan hewan sesuai
dengan prognosa yakni fausta. Hal ini ditunjukkan dengan luka operasi
yang telah mengering dan hewan mampu berjalan dengan baik
menggunakan ketiga kakinya.
18
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Penanganan kasus fraktur bagian distal os. tibia fibula sinister pada anjing
lokal dilakukan dengan cara amputasi pada persendian antara os. tibia
fibula dangan ossa tarsal.
2. Kesembuhan anjing yang menjalani operasi amputasi tercapai pada hari
ke-14 yang ditunjukkan oleh luka hewan yang telah mengering, nafsu
makan hewan kembali normal dan hewan mampu aktif bergerak dengan
menggunakan ketiga kakinya. Prognosa dari kasus ini adalah fausta.
5.2 Saran
1. Penanganan fraktur pada extremitas caudalis anjing sebaiknya dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari terjadinya pembentukan callus dan terjadi infeksi
yang dapat membahayakan keselamatan hewan.
2. Kebersihan kandang dan luka perlu diperhatikan dengan baik untuk menghindari
terjadinya infeksi pada luka pasca operasi yang dapat menghambat proses kesembuhan.
3. Pemenuhan nutrisi hewan melalui pemberian makanan bergizi dapat
mempercepat proses kesembuhan hewan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Butterworth, Steven J. 2006. Tibia Fibula:Fracture Repair and Management.
BSAVA. Page; 228-248.
Denny, H. R ., dan S. J. Butterworth. 2008. A Guide to Canine and Feline
Orthopaedic Surgery, 4th ed. John Wiley & Sons.
Fossum, T.W. 2002. Small Animal Surgery, ed 2nd Mosby, St. Lois London.
Philandelphia Sydney. Toronto.
Jhonson, K.A. 2014. Surgical Approaches to the Bones and Joint of the Dog and
Cat. Edisi 5. Australia : Associates Dean of Veterinary Clinical Sciences.
Piermattei, D., G. Flo., C. DeCamp. 2006. Handbook of Small Animal
Orthopedics and Fracture Repair, 4th ed. SAUNDERS.
Sudisma, I G.N., I G.A.G.P. Pemayun., A.A.G.J. Warditha., I W. Gorda. 2006.
Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Pelawa Sari. Denpasar.
Thrall, Donald E., dan I.D. Roberson. 2011. Atlas of Normal Radhiographic
Anatomy and Anatomic Variants in The Dog and Cat. California.
ELSEVIER SAUNDERS.
20
LAMPIRAN
Dosis pemberian obat
Premedikasi
1. Atropin Sulfat
Jumlah pemberian = berat badan x dosis
Sediaan
= 5,3 kg x (0,02-0,04) mg/kg
0,25 mg/ml
= 0,42 – 0,85 ml
Jumlah pemberian = 0,6 ml
Anestesi
2. Xylazin
Jumlah pemberian = berat badan x dosis
Sediaan
= 5,3 kg x ( 1 - 3) mg/kg
20 mg/ml
= 0,3 – 0,8 ml
Jumlah pemberian = 0,6 ml
3. Ketamin
Jumlah pemberian = berat badan x dosis
Sediaan
= 5,3 kg x (10 - 15) mg/kg
100 mg/ml
= 0,53 – 0,8 ml
Jumlah pemberian = 0,7 ml
Pasca Operasi
4. Amoxan
Jumlah pemberian = berat badan x dosis
Sediaan
= 5,3 kg x (40-80) mg/kg
25 mg/ml
= 8,5- 17 ml
Jumlah pemberian =15 ml
R/ Amoxan syrup Fl No I
S. 3. dd. Cth I
5. Asam Mefenamat
Jumlah pemberian = berat badan x dosis
Sediaan
= 5,3 kg x (30-60) mg/kg
500 mg/tab
= 0,3-0,5 tab
R/ Asam mefenamat 500 g tab. X
S.2.dd tab 1/4
21
Download