BAB II LANDASAN TEORI II.1 Auditing II.1.1 Definisi Auditing

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1
Auditing
II.1.1 Definisi Auditing
Menurut Arens, Elder dan Beasley yang diterjemahkan oleh Wibowo,
H.(2006:4), “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi
untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan
criteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independen”.
Menurut Hall, James. A. yang diterjemahkan oleh Fitriasari, D. dan Kwary, D.A.
(2007:48) mendefinisikan, “Auditing adalah bentuk dari pembuktian independen
yang ahli-auditor yang menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan perusahaan”.
Dari beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa auditing merupakan
suatu proses yang digunakan untuk pengumpulan dan evaluasi bukti tentang
informasi yang didapatkan oleh auditor, yang akan digunakan oleh auditor untuk
menyatakan suatu opini terhadap laporan keuangan atau memberikan kesimpulan
dan informasi.
7
II.1.2 Jenis-jenis Auditing
Tunggal, A. W. (2008:9) menyatakan audit dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan adalah penilaian apakah laporan keuangan yang
disusun dengan kriteria yang ditetapkan, seperti prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional adalah audit yang dilakukan terhadap kegiatan operasi
perusahaan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomis operasi
perusahaan. Hasil audit operasional akan digunakan oleh pihak manajemen
perusahaan.
3. Audit Ketaatan (Compliance Audit)
Audit ketaatan adalah audit yang dimaksudkan untuk menilai apakah prosedur
tertentu, aturan, regulasi yang ditetapkan oleh otorisasi lebih tinggi ditaati dan
diikuti.
8
II.2
Audit Operasional
II.2.1 Pengertian Audit Operasional
Menurut Tunggal, A.W. (2008:11) menyatakan, “Audit operasional
merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen
untuk menilai ekonomi, efisiensi dan efetifitas dari setiap dan seluruh operasi,
terbatas hanya pada keinginan manajemen”.
Menurut Bayangkara IBK (2008:2) mendefinisikan audit operasional sebagai
berikut :
Audit manajemen (audit operasional) adalah rancangan secara sistematis untuk
mengaudit aktivitas-aktivitas, program-program yang diselenggarakan, atau
sebagian dari entitas yang bisa diaudit untuk menilai dan melaporkan apakah
sumber daya dan dana telah digunakan secara efisien, serta apakah tujuan dari
program dan aktivitas yang telah direncanakan dapat tercapai dan tidak
melanggar ketentuan aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa audit
operasional adalah audit atas operasi dari sudut pandang manajemen yang
digunakan untuk menilai dan melaporkan apakah sumber daya perusahaan telah
digunakan secara efisien, efektif, dan ekonomis.
9
II.2.2 Tujuan Audit Operasional
Menurut Agoes, S. (2004:175) tujuan umum operasional audit adalah :
1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi
dalam perusahaan.
2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan telah
digunakan secara efisien dan ekonomis.
3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang
telah ditetapkan oleh top management.
4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management untuk
memperbaiki
kelemahan-kelemahan
yang
terdapat
dalam
penerapan
pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur
operasional perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi, ekonomis, dan
efektifitas dari kegiatan operasi perusahaan.
II.2.3 Manfaat Audit Operasional
Tunggal, A. W. (2008:42) menyatakan, “manfaat audit operasional adalah
sebagai berikut :
1. Memberikan informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk
pengambilan keputusan.
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan-catatan, laporan-laporan
dan pengendalian.
10
3. Memastikan ketaatan terhadap manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana,
prosedur dan persyaratan peraturan pemerintah.
4. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan
tindakan preventif yang akan diambil.
5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk
memperkecil pemborosan.
6. Mengetahui efektivitas untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang
telah ditetapkan.
7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi
perusahaan.”
II.2.4 Jenis-jenis Audit Operasional
Menurut pendapat Tunggal, A.W. (2008:28), jenis audit operasional dibagi
menjadi tiga macam yaitu :
1. Audit Fungsional
Seperti yang tersirat dari namanya audit operasional berkaitan dengan sebuah
fungsi atau lebih dalam suatu organisasi, misalnya fungsi pemasaran, fungsi
pembayaran, fungsi penggajian suatu divisi atau untuk perusahaan secara
keseluruhan.
2. Audit organisasional
Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit
organisasi seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Penekanan
11
dalam suatu audit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi
yang saling berinteraksi.
3. Audit penugasan khusus
Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Audit
ini dapat terjadi sewaktu-waktu, dapat pula dalam suatu pelaksanaan audit
operasional secara fungsional maupun organisasional, pemeriksa diminta
untuk melakukan audit operasional yang bersifat khusus.
II.2.5 Tahapan Audit Operasional
Mengacu pada Bayangkara IBK (2008:9), tahap-tahap audit operasional
terdiri dari :
1. Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi umum dan latar
belakang mengenai objek yang diaudit. Pada tahap ini dilakukan penelaahan
terhadap berbagai peraturan, ketentuan, dan kebijakan berkaitan dengan
aktivitas audit. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap berbagai informasi
yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi
mengandung kelemahan. Dari analisis tersebut, auditor dapat menentukan
tentative audit objective.
2. Review dan pengujian atas sistem pengendalian manajemen
Pada tahap ini, auditor melakukan review dan pengujian terhadap sistem
pengendalian manajemen dari objek audit, dengan tujuan untuk menilai
efektivitas pengendalian manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan
12
perusahaan. Dari hasil pengujian ini, auditor dapat lebih memahami
pengendalian yang berlaku pada objek audit sehingga dengan lebih mudah
dapat diketahui potensi-potensi terjadinya kelemahan pada berbagai aktivitas
yang dilakukan.
3. Audit terinci
Pada tahap ini, auditor mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan kompeten
untuk mendukung firm audit objective. Selain itu juga dilakukan
pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antar temuan dalam
menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit. Temuan-temuan
tersebut nanti nya akan disajikan dalam suatu kertas kerja audit (KKA) untuk
mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi yang diberikan.
4. Pelaporan
Pada tahap ini, auditor mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi
yang diberikan kepada pihak yang berkepentingan (manajemen). Hal ini
dilakukan untuk menyakinkan pihak manajemen tentang keabsahan hasil
audit. Laporan disajikan dalam bentuk komprehensif, yaitu menyajikan
temuan-temuan penting hasil audit untuk mendukung kesimpulan audit dan
rekomendasi.
5. Tindak lanjut
Tahap ini merupakan tahap akhir dari pelaksanaan audit operasional. Tahap
ini bertujuan untuk mendorong pihak manajemen untuk melakukan perbaikan
sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Hasil audit menjadi kurang
bermakna apabila rekomendasi yang diberikan tidak ditindaklanjuti oleh pihak
manajemen.
13
II.2.6 Temuan Audit Operasional
Tunggal, A.W. (2008:16) menulis,”Suatu yang penting dalam audit adalah
pengembangan temuan-temuan untuk dikomunikasikan kepada pihak-pihak lain.
Kata temuan atau finding diartikan sebagai himpunan informasi-informasi
mengenai kegiatan, organisasi, kondisi atau hal-hal lain yang telah dianalisa atau
dinilai serta diperkirakan akan menarik atau berguna untuk pejabat yang
berwenang. Penyusunan temuan yang baik harus mencakup :
1. Kondisi (Statement of conditions)
Adalah temuan yang menggambarkan kenyataan yang terjadi diperusahaan.
Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam tahap pekerjaan
lapangan (Field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk menyatakan
suatu kondisi, auditor perlu memeriksa dan menguji operasi dan data terkait
untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik
referensi kepada temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.
2. Kriteria (criteria)
Adalah ukuran atau standar yang harus diikuti atau kondisi yang seharusnya
ada dan merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam
perusahaan, yang bisa berupa kebijakan yang telah ditetapkan manajemen,
kebijakan perusahaan sejenis atau kebijakan industry, dan peraturan
pemerintah.
3. Sebab (cause)
Adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang berlaku dan
apa penyebab terjadinya kondisi tersebut di perusahaan serta bagaimana
14
terjadinya. Temuan audit tidaklah lengkap sampai auditor secara penuh
mengidentifikasi penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari kriteria.
Faktor paling utama dari temuan audit yaitu menentukan penyebab
kelemahan. Penyebab ini adalah alasan mengapa operasi menjadi tidak efektif,
efisien dan ekonomis.
4. Akibat (effect)
Adalah dampak dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang
berlaku. Salah satu tujuan utam dalam melaksanakan audit operasional adalah
mendorong manajemen operasional melakukan tindakan positif untuk
mengoreksi temuan atas kekurangan operasional yang diidentifikasi oleh tim
audit.
5. Rekomendasi (recommendation)
Menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kelemahan masalah
yang dikemukakan dalam temuan. Keberhasilan penyempurnaan suatu temuan
audit adalah pengembangan rekomendasi sebagai suatu tindakan yang harus
diambil untuk mengoreksi kondisi yang tidak diinginkan saat ini.
Rekomendasi haruslah masuk akal diikuti dengan sebuah penjelasan mengapa
kondisi ini terjadi, penyebabnya, dan apa yang harus dilakukan untuk
mencegah berulangnya hal itu.
15
II.3
Sistem Pengendalian intern
II.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Definisi Sistem Pengendalian Intern Dalam buku Arens, A.A., Elder,
J.R., & Beasley, S.M.(2010:321) mendefinisikan pengendalian intern sebagai
berikut :
Internal control a process designed to provide reasonable assurance
regarding the achievement of management’s objectives in the following
categories : 1. Reliability of financial reporting, 2. Effectiveness and efficiency of
operations, and 3. Compliance with applicable laws and regulations.
Sedangkan menurut Warren, Reeve, and Fees yang diterjemahkan oleh
Farahmita, Ama Nugrahani dan Hendrawan (2006:235), “Pengendalian intern
adalah kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan
penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan
menyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti”.
Dari seluruh penjelasan tentang pengendalian intern dapat disimpulkan bahwa
pengendalian intern (internal control) adalah pengendalian yang mempengaruhi
dewan direksi suatu entitas, manajemen, dan personel lainnya untuk menentukan
kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari penyalah
gunaan.
16
II.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Mengacu pada buku Mulyadi (2001:163), terdapat empat tujuan penting yang
ingin dicapai melalui pengendalian internal yang dilakukan perusahaan yaitu :
1. Menjaga kekayaan organisasi
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Sedangkan menurut buku Hall, James. A. (2011:128), “The internal control
system comprises policies, practices, and procedures employed by the
organization to achieve four broad objectives” :
1. To safeguard assets of the firm.
2. To ensure the accuracy and reliability of accounting records and information.
3. To promote efficiency in the firm’s operations.
4. To measures compliance with management’s prescribed policies and
procedures.
II.3.3 Unsur-unsur Pengendalian Intern
Dalam membuat dan merancang sistem pengendalian intern perlu diperhatikan
komponen utama dalam sistem pengendalian intern, menurut Boynton et al. yang
diterjemahkan oleh Budi, I.S. dan Wibowo, H. (2003:379), “Komponen pokok
sistem pengendalian intern adalah :
17
1. Lingkungan pengendalian (control environment)
Menetapkan suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran
akan
pengendalian
dari
orang-orangnya.
Lingkungan
pengendalian
merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian intern lainnya yang
menyediakan disiplin dan struktur.
Sejumlah faktor membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas
yang diantara nya adalah sebagai berikut :
a. Integritas dan nilai etika
b. Komitmen terhadap kompetensi
c. Dewan direksi dan komite audit
d. Filosofi dan gaya operasi manajemen
e. Struktur organisasi
f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
2. Penilaian resiko (risk assessment)
Penilaian resiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi analisis,
dan pengelolaan resiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan
laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Penilaian resiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan khusus atas
resiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi seperti :
a. Perubahan dalam lingkungan operasi
b. Personel baru
c. Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi
18
d. Pertumbuhan cepat
e. Teknologi baru
f. Lini, produk atau aktivitas baru
g. Resktrukturisasi perusahaan
h. Operasi diluar negeri
i. Pernyataan akuntansi
3. Informasi dan komunikasi (information and communication)
Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan
keuangan yang memasukkan sistem akuntansi, terdiri dari metode-metode
dan catatan-catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan,
menganalisis, mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi
entitas dan untuk memelihara akuntanbilitas dari aktiva-aktiva dan
kewajiban-kewajiban yang berhubungan. Komunikasi melibatkan penyediaan
suatu pemahaman yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab individu
berkenaan dengan pengendalian intern atas pelaporan keuangan.
4. Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu
memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan. Aktivitas
pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan
berkenaan dengan resiko telah diambil untuk pencapaian tujuan entitas.
Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diaplikasikan pada
berbagai tingkatan organisasional dan fungsional. Aktivitas pengendalian
yang relevan dengan audit laporan keuangan dapat dikategorikan dalam
berbagai cara, diantara nya sebagai berikut :
19
a. Pemindahan tugas
b. Pengendalian pemrosesan informasi
c. Pengendalian fisik
d. Review kinerja
5. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian
intern pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan
pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan.
II.4
Pembelian
II.4.1 Pengertian Pembelian
Pembelian bahan baku merupakan titik awal produksi dilakukan, tanpa
adanya pembelian maka produksi tidak bisa dijalankan sehingga dapat membuat
perusahaan mengalami kerugian.
Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A.
(2003:588), pembelian adalah permintaan akan barang dan jasa oleh pegawai
yang berwenang. Bentuknya dapat berupa permintaan perolehan untuk bahanbahan oleh mandor atau pengawas gudang, reparasi di luar oleh pegawai kantor
atau pabrik, atau asuransi oleh direktur perusahaan yang bertanggung jawab atas
properti dan peralatan.
20
Menurut pengertian yang terdapat di atas maka bisa disimpulkan bahwa
pembelian adalah suatu proses permintaan barang atau jasa yang digunakan
untuk kegiatan operasional perusahaan.
II.4.2 Fungsi dalam pembelian
Menurut pendapat dari Boynton et al., yang diterjemahkan oleh Budi, I.S.
dan Wibowo, H. (2003:92) dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi dalam
pembelian terdiri dari :
1. Pengajuan pembelian. Permintaan yang diajukan oleh perusahaan untuk
melakukan transaksi dengan perusahaan lain, yang meliputi :
a. Pencatuman nama pemasok pada daftar pemasok yang telah disetujui.
b. Pengajuan kembali permintaan barang dan jasa.
c. Pembuatan pesanan pembelian.
2. Penerimaan barang dan jasa. Penerimaan atau pengiriman fisik barang atau
jasa, yang mencakup :
a. Penerimaan barang.
b. Penyimpanan barang yang diterima untuk persediaan.
c. Pengembalian barang ke pemasok.
3. Pencatatan kewajiban. Pengakuan formal oleh perusahaan atas kewajiban
hukum, yang meliputi :
a. Pembuatan voucher pembayaran dan pencatatan kewajiban.
b. Pertanggungjawaban atas transaksi yang telah dicatat.
21
II.4.3 Tujuan Audit Operasional Pembelian
Menurut Agoes, S. (2004:117) tujuan audit pembelian adalah :
1. Menilai ketaatan kegiatan pembelian terhadap prosedur dan kebijakan
perusahaan yang berlaku.
2. Menilai efektifitas kegiatan pembelian dalam penyediaan bahan baku dan
bahan pembantu yang dibutuhkan.
3. Menilai efisiensi kegiatan pembelian yang dapat dilihat dari biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan dan memelihara bahan baku dan bahan
pembantu yang dibeli
4. Memberikan saran-saran dan rekomendasi yang diperlukan.
II.4.4 Unsur Pengendalian Intern dalam Fungsi Pembelian
Pengendalian intern yang terdapat dalam fungsi pembelian menurut Mulyadi
(2001:311) adalah dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :
1. Organisasi
a. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan.
b. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi.
c. Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan barang.
22
d. Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi
pembelian, fungsi penerimaan, fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi
pembelian yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.
2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
a. Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang untuk barang
yang disimpan dalam gudang, atau oleh fungsi pemakai barang, untuk
barang yang langsung pakai.
b. Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang
c. Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang
d. Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih
tinggi.
e. Pencatatan terjadinya utang didasarkan pada bukti kas keluar yang didukung
dengan surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari
pemasok.
f. Pencatatan ke dalam kartu utang dan register bukti kas keluar (voucher
register) diotorisasi oleh fungsi akuntansi.
3.
Praktik yang Sehat
a. Surat permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.
b. Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.
c. Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penerimaan.
23
d. Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dari
berbagai pemasok.
e. Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan jika fungsi ini
telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian.
f. Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari
pemasok dengan cara menghitung dan menginspeksi barang tersebut dan
membandingkannya dengan tembusan surat order pembelian.
g. Terdapat pengecekan terhadap harga,syarat pembelian, dan ketelitian
perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk
dibayar.
h. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodic
direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku besar.
i. Pembayaran faktur dari pemasok dilakukan sesuai dengan syarat
pembayaran guna mencegah hilangnya kesempatan untuk memperoleh
potongan tunai.
j. Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap “lunas” oleh fungsi
pengeluaran kas setelah cek dikirimkan kepada pemasok.
24
II.5
Persediaan
II.5.1 Pengertian Persediaan
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 14 (2008),
persediaan adalah aset :
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
II.5.2 Jenis-jenis Persediaan
Rangkuti, F. (2007:14) menyatakan, “persediaan terdiri dari beberapa jenis
yang tiap jenisnya mempunyai karakter tersendiri dan cara pengelolaan yang
berbeda. Persediaan pada perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai
tiga jenis persediaan yaitu :
1. Persediaan bahan baku (raw materials)
Yaitu persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses
produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai
dengan kegiatan perusahaan.
25
2. Persediaan barang dalam proses (work in proses)
Yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap
bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk,
tetapi masih perlu diproses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.
3. Persediaan barang jadi (finished goods)
Yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam
pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
II.5.3 Tujuan Audit Operasional atas Fungsi Persediaan
Menurut Agoes, S. (2004:220) Menyatakan, “ Tujuan audit operasional atas
fungsi persediaan yaitu :
1. Untuk memeriksa apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang
cukup baik atas persediaan
2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada
dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai
dengan standar akuntansi keuangan.
4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
5. Untuk memeriksa apakah terdapat barang-barang rusak, kurang laku di
pasaran dan ketinggalan mode sudah dibuat allowance yang cukup.
26
II.5.4 Unsur Pengendalian Intern dalam Fungsi Persediaan
Pengendalian intern yang terdapat dalam fungsi pembelian menurut Mulyadi
(2001:581) adalah dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut :
1. Organisasi
a. Perhitungan fisik persediaan harus dilakukan oleh suatu panitia yang terdiri
dari fungsi pemegang kartu penghitungan fisik, fungsi penghitung, dan
fungsi pengecek.
b. Panitia yang dibentuk harus terdiri dari karyawan selain karyawan fungsi
gudang dan fungsi akuntansi persediaan, karena karyawan kedua fungsi
inilah yang justru dievaluasi tanggung jawabnya atas persediaan.
2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
a. Daftar hasil penghitungan fisik persediaan ditandatangani oleh Ketua
Panitia Penghitungan Fisik Persediaan.
b. Pencatatan hasil penghitungan fisik persediaan didasarkan atas kartu
penghitungan fisik yang telah diteliti kebenarannya oleh pemegang kartu
penghitungan fisik.
c. Harga satuan yang dicantumkan dalam daftar hasil penghitungan fisik
berasal dari kartu persediaan yang bersangkutan.
d. Adjustment terhadap kartu persediaan didasarkan pada informasi (kuantitas
maupun harga pokok total) tiap jenis persediaan yang tercantum dalam
daftar penghitungan fisik.
27
3.
Praktik yang Sehat
a. Kartu penghitungan fisik bernomor urut tercetak dan penggunaannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi pemegang kartu penghitungan fisik.
b. Penghitungan fisik setiap jenis persediaan dilakukan dua kali secara
independen, pertama kali oleh penghitung dan kedua kali oleh pengecek.
c. Kuantitas dan data persediaan yang lain yang tercantum dalam bagian ke-3
dan bagian ke-2 kartu penghitungan fisik dicocokkan oleh fungsi
pemegang kartu penghitungan fisik sebelum data yang tercantum dalam
bagian ke-2 kartu penghitungan fisik dicatat dalam daftar hasil
penghitungan fisik.
d. Peralatan dan metode yang digunakan untuk mengukur dan menghitung
kuantitas persediaan harus dijamin ketelitiannya.
28
Download