bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tembakau merupakan suatu komoditi utama berbagai daerah di Indonesia,
salah satunya Perkebunan tanaman tembakau tersebar di pulau Sumatera, Jawa,
Bali sampai Nusa Tenggara. Sebagian besar masyarakat mengolah daun tembakau
sebagai bahan baku rokok dan belum banyak yang mengolah daun tembakau
menjadi produk olahan yang lain. Salah satu manfaat yang bisa diambil dari daun
tembakau yaitu sebagai pestisida nabati.
Pestisida adalah bahan yang cocok untuk membasmi hama untuk
menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan hama dapat dicegah.
Pada saat ini pestisida yang umum dipakai untuk membasmi hama adalah
pestisida yang berbahan zat kimia sintetis, yang mengakibatkan dampak negatif
untuk kesehatan masyarakat dan lingkungan (Wachid, 2003).
Salah satu hama yang sering dijumpai di lingkungan yaitu wereng batang
cokelat (Nilaparvata Iugens Stal.). Kerusakan akibat serangan wereng batang
cokelat seringkali menyebabkan kegagalan panen. Serangan wereng batang cokelat
tahun 2011 di Indonesia mencapai luasan 233.606 ha lahan dan mengakibatkan
puso mencapai 36.064 ha lahan. Data terbarukan prakiraan serangan wereng
batang cokelat masa tanam 2013/2014 yang dirilis Balai Besar Peramalan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOTP) Jatisari, menempatkan 3 provinsi
di Pulau Jawa sebagai urutan teratas. Prakiraan tertinggi akan terjadi di Provinsi
Jawa Timur 3.054 ha, Jawa Barat 1.609 ha, dan Jawa Tengah 1.179 ha (Anonim,
2014).
Salah satu akibat dari penyerangan hama wereng batang cokelat terbaru
terjadi di area sawah padi seluas 80 ha di wilayah Kecamatan Cawas, Klaten
diserang wereng batang cokelat (WBC). Salah satu Desa yang terserang wereng
batang cokelat yaitu Desa Balak dengan luas serangan 25 ha. Rata-rata padi yang
diserang berusia sekitar 50 hari. Sementara, lahan pertanian yang terancam
1
2
serangan hama tersebut mencapai 133 ha. WBC menyerang 80 ha dari total luas
lahan pertanian di wilayah Cawas yang mencapai 2.300 ha (Anonim, 2016).
Meskipun data serangan wereng batang cokelat dari tahun 2011-2013
cenderung menurun bukan berarti ancaman serangan hama ini mereda. Peledakan
populasi wereng batang cokelat dapat terjadi sewaktu-waktu jika wereng batang
cokelat dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik pada varietas padi
(Syam dkk. 2007). Permasalahan hama wereng batang cokelat menjadi lebih
kompleks dengan munculnya kasus resistensi dan resurjensi terhadap jenis
insekstisida tertentu serta timbulnya wereng batang cokelat biotipe baru (Untung
dkk. 1989). Oleh karena itu, wajar bila saat ini hama wereng batang cokelat masih
sangat ditakuti oleh petani dan petugas lapangan karena hama tersebut sewaktuwaktu dapat menyerang daun padi dan menggagalkan panen (Untung, 1995).
Usaha yang dilakukan untuk mengendalikan serangan hama wereng
cokelat selama ini adalah dengan pestisida, karena pestisida mudah didapat,
mudah digunakan, tersedia setiap saat, harga relatif terjangkau oleh petani
memberikan pengaruh langsung terhadap hama. Akan tetapi akibat penggunaan
pestisida kimia yang tidak baik (tidak tepat waktu, dosis dan cara) dapat
menimbulkan resistensi maupun resurjensi serangan hama. Akibat dari keadaan
tersebut menimbulkan terjadinya kerugian secara ekonomis maupun ekologis.
Untuk itu perlu dicari cara pengendalian lain, yang seminimal mungkin
menimbulkan dampak negatif, antara lain dengan meningkatkan peranan
pengendalian hayati, pengendalian secara mekanik dan fisik, penggunaan
pestisida nabati dan sebagainya.
Upaya penggantian pestisida kimia sintetik dengan pestisida nabati
merupakan salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan karena pestisida
nabati mudah mengalami proses degradasi sehingga daya meracunnya cepat
hilang. Penggunaan bagian daun sebagai bahan baku untuk mengendalikan hama
telah dimulai pada pertengahan abad ke-16 SM yaitu penggunaan tembakau,
Nicotiana tabacum, untuk mengendalikan berbagai jenis hama penggerek batang
padi, kutu daun dan larva Heliothis. Pestisida nabati sendiri merupakan pestisida
yang menggunakan bahan tumbuhan sebagai bahan dasarnya. Pestisida nabati
3
mempunyai sifat racun saraf dari senyawa kimia nikotin yang efektif terhadap
berbagai jenis hama ataupun serangga. Keuntungan penggunaan pestisida nabati
antara lain adalah tidak mencemari lingkungan karena residunya relatif mudah
terdegradasi. Di samping itu bahan baku pestisida nabati mudah didapat dan
mudah diterapkan di lapangan. Tetapi pada penggunaannya pestisida nabati ini
dilakukan penyemprotan secara kontinyu karena sifatnya yang mudah
terdegradasi dengan air.
Pestisida nabati nikotin diperoleh dari isolasi nikotin dari tanaman
tembakau. Isolasi nikotin pada umumnya menggunakan pelarut etanol dalam
proses ekstraksi, penggunaan pelarut etanol ini memiliki beberapa kekurangan
yaitu kurang ramah lingkungan karena dapat menimbulkan residu, harganya yang
relatif mahal sehingga masyarakat tidak dapat mengekstrak secara mandiri serta
sifat etanol yang mudah terbakar dapat meningkatkan risiko dalam proses
ekstraksi dengan temperatur tingggi. Oleh karena itu, penggunaan pelarut air
dalam penelitian ini diharapkan menjadi solusi proses ekstraksi tembakau di
masyarakat dengan beberapa keuntungan yaitu tidak menghasilkan residu yang
berbahaya, biaya produksi murah, tidak mudah terbakar dan ramah lingkungan.
Air merupakan senyawa polar yang dapat digunakan sebagai pelarut universal.
Menurut Guenther (1987), syarat pelarut yang baik adalah yang pertama bersifat
selektif atau dapat melarutkan semua senyawa dengan cepat. Kedua, memiliki
titik didih yang relatif rendah, sehingga dapat meminimalisir penggunaan
temperatur yang tinggi. Ketiga, pelarut yang baik memiliki sifat inert yang artinya
tidak bereaksi dengan komponen lain atau reagennya. Keempat, pelarut yang baik
memiliki harga ekonomis dan terjangkau sehingga mudah didapatkan. Maka
dalam hal ini penggunaan pelarut air sangatlah tepat untuk proses ekstraksi
tembakau.
Penggunaan pestisida nabati ini selaras dengan konsep Green Chemistry
yang sudah banyak disosialisasikan oleh pemerintah dalam beberapa seminar
perguruan tinggi dan industri. Green chemistry merupakan penerapan prinsip
penghilangan dan pengurangan senyawa berbahaya dalam desain, pembuatan dan
aplikasi dari produk kimia. Aspek Green Chemistry adalah meminimalisir zat
4
berbahaya, penggunaan katalis dan proses kimia, penggunaan reagen yang tidak
beracun, penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi
atom, penggunaan pelarut ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
Green Chemistry bertujuan untuk mengembangkan proses kimia dan produk
kimia ramah lingkungan dan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan
(Muryanto dan Hadi, 2006).
I.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian kali ini yaitu :
1. Mengganti pelarut alkohol dengan pelarut air dalam membuat ekstrak
daun tembakau.
2. Membuat dan mengisolasi ekstrak daun tembakau dan distilasi daun
tembakau sebagai pestisida nabati.
3. Menentukan mortalitas wereng batang cokelat dari ekstrak daun tembakau
dan distilasi daun tembakau.
I.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai adalah pestisida nabati dapat dijadikan sebagai
rekomendasi penggunaan pestisida dalam membasmi hama di lingkungan
masyarakat. Penelitian ini juga akan dikembangkan skala industri rumah tangga di
Dusun Bakalan, Donoharjo, Ngaglik, Sleman dan Desa Kemloko, Temanggung
sehingga petani dapat mengolah daun tembakau sebagai pestisida nabati secara
mandiri yang bisa dijual untuk peningkatan taraf hidup petani.
Download