PENDAHULUAN Salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman padi adalah penyakit blas yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea Sacc. (Rossman el al. 1990). Penyakit ini dapat menyerang semua bagian dari tanaman padi. Gejala serangan dapat dilihat sebagai bercak-bercak pada daun, batang, dan leher malai yang berbentuk belah ketupat, dengan pinggir coklat/coklat kemerahan dan bagian tengah berwarna abu-abu atau putih (Ou 1985; Scardaci et al. 1997). Siklus hidup penyakit diawali ketika spora cendawan blas menginfeksi dan menyebabkan bercak pada tanaman padi dan diakhiri ketika cendawan menghasilkan spora dan menyebarkan spora dengan bantuan angin. Apabila kondisi lingkungan sangat mendukung untuk pertumbuhannya, satu siklus hidup dapat terjadi dalam waktu satu minggu. Di bawah kondisi kelembaban dan suhu yang mendukung, cendawan blas dapat membentuk beberapa siklus hidup dan dapat menghasilkan spora yang sangat banyak pada akhir musim, sehingga dengan tingkat inokulum yang tinggi ini dapat merusak tanaman padi yang rentan. Kehilangan hasil karena penyakit ini dapat mencapai 50% (Scardaci et al. 1997). Di dalam tanaman dikembangkan berbagai mekanisme pertahanan untuk menanggulangi penyakit/patogen. Selama infeksi oleh patogen, tanaman mengembangkan ekspresi dari sejumlah besar gen yang terlibat di dalam pertahanan. Gen-gen tersebut mengkode protein-protein yang berhubungan dengan proteksi terhadap patogen seperti glucanase dan kitinase (Ryu et al. 2006). Untuk melawan serangan patogen, tanaman harus meregulasikan faktor transkripsi secara tepat (dalam waktu yang tepat) setelah mengenali patogen, agar dapat mengaktifasi gen-gen yang berhubungan dengan pertahanan. Mekanisme pertahanan untuk melawan penyakit dan serangan patogen tersebut dapat secara terus menerus maupun terinduksi (Ryu et al. 2006). Ketahanan penyakit pada tanaman dipicu oleh adanya interaksi antara protein-protein yang dihasilkan oleh gen ketahanan di dalam tanaman (gen R) dan gen avirulen (gen Avr) dari organisme penyebab penyakit. Penelitian selama ini menunjukkan bahwa aktivasi dari protein R yang dihasilkan oleh gen R menyebabkan adanya respon ketahanan selama terjadinya infeksi oleh patogen (Ayliffe et al. 2004). Beberapa penelitian tentang ketahanan pada tanaman secara molekuler menunjukkan adanya interaksi antara produk gen Avr dari patogen dan produk gen R dari tanaman. Gen Avr patogen menjadi protein elicitor yang berinteraksi secara fisik dengan protein reseptor kinase (NBS-LRR) yang merupakan produk gen R dari tanaman (Ayliffe et al. 2004). Protein reseptor kinase yang diaktifkan melalui interaksi ini selanjutnya bisa mengaktifkan protein-protein yang lain seperti faktor transkripsi melalui mekanisme fosforilasi. Pada gilirannya faktor transkripsi ini mengaktifkan ekspresi gen-gen yang terlibat langsung dalam memberikan proteksi pada tanaman, seperti kitinase dan glucanase. Faktor transkripsi yang sudah diketahui terlibat dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen diantaranya adalah WRKY, ERF, bZIP, dan MYB (Chakravarthy et. al. 2003). Bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa perbedaan antara varietas tahan dan peka adalah pada gen R yang menyandi protein reseptor, sementara tidak ditemukan perbedaan pada mekanisme molekuler di bawahnya (Vidhyasekaran 2002). WRKY merupakan suatu protein faktor transkripsi yang terlibat dalam regulasi jalur respon pertahanan tanaman. Banyak protein WRKY yang terlibat dalam pertahanan terhadap serangan patogen tanaman (Ryu et al. 2006). Dengan kemampuan menempel pada bagian promoter dari gen target tersebut, protein WRKY akan mampu menekan atau meningkatkan transkripsi dari gen target (Zang and Wang 2005; Ryu et al. 2006). Pada tanaman padi diperkirakan terdapat 109 gen yang termasuk dalam famili OsWRKY, tetapi banyak dari gen-gen tersebut belum diketahui fungsinya (Zhang and Wang 2005; Qiu et al. 2007). Gen OsWRKY76 terletak pada segmen di kromosom 9 tanaman padi yang sebelumnya diidentifikasi terkait dengan ketahanan berspektrum luas Pada organisme eukariot pengaturan sebuah gen untuk dapat diekspresikan membentuk suatu protein harus melalui mekanisme transkripsi, pasca transkripsi, translasi, dan pasca translasi. Mekanisme pengaturan ini dilakukan oleh setiap gen endogen maupun gen spesifik yang dimasukkan ke dalam genom. Ekspresi gen meliputi proses transkripsi DNA menjadi mRNA, dan translasi mRNA menjadi protein. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan rangkaian basa nukleotida yang membawa informasi untuk membentuk protein. Empat nukleotida penyusun DNA adalah guanin (G), sitosin (C), adenin (A) dan timin (T). DNA mempunyai dua rantai nukleotida (rantai sense dan antisense) yang berikatan satu sama lain dengan orientasi berlawanan, membentuk struktur double helix. Sedangkan mRNA (messenger ribonucleic acid) terdiri dari satu rantai nukleotida (rantai sense), dan timin diganti dengan urasil (U). Gen sendiri didefinisikan sebagai rangkaian nukleotida dari DNA yang mengkode protein (Gunadi 2006). Pada proses transkripsi, informasi yang dibawa DNA diterjemahkan menjadi mRNA. Sebelum menjadi mRNA, terlebih dahulu terbentuk prekursor RNA (pre-mRNA) yang terdiri dari exon (rangkaian nukleotida yang diterjemahkan) dan intron (rangkaian nukleotida yang tidak diterjemahkan). Proses pre-mRNA menjadi mRNA diawali dengan suatu proses penghilangan atau pemotongan intron yang disebut splicing (Gunadi 2006). Proses selanjutnya mRNA akan ditranslasi menjadi protein. Semua fungsi dari sel tergantung dari protein. Protein mempunyai beragam fungsi yaitu mempertahankan struktur sel, mengirim pesan antar sel, sebagai pengikat dan transportasi zat-zat lain dalam darah seperti oksigen dan lipid. Protein juga berperan sebagai enzim yang mengkatalis reaksi kimia dalam organisme. Kegiatan perakitan tanaman transgenik yang melibatkan transfer DNA asing dari luar ke dalam tanaman target keberhasilannya selain tergantung pada gen yang dimasukkan ke dalam tanaman target, sistem transformasi dan regenerasi tanaman transgenik, juga sangat tergantung pada tingkat ekspresi dari gen yang dimasukkan di dalam tanaman target. Tingkat ekspresi dari DNA yang ditransfer di dalam jaringan tanaman transgenik dapat sangat bervariasi diantara galur-galur tanaman transgenik yang diperoleh. Tingkat ekspresi yang berbeda ini dapat disebabkan antara lain karena perbedaan posisi integrasi gen dalam genom tanaman yang biasa disebut sebagai “positional-effect” dan jumlah kopi gen yang terintegrasi (Walden 1989). Apabila gen target masuk di daerah eukromatin di dalam kromosom tanaman, maka gen target akan dapat terekspresi dengan baik, sebaliknya apabila gen masuk target masuk di daerah heterokromatin, maka gen tidak akan terekspresi (Alberts et al. 2002)