BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meniran Menurut Dalimartha (2000), klasifikasi meniran secara lengkap sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Euphorbiales Familia : Euphorbiaceae Genus : Phyllanthus Spesies : Phyllanthus niruri L. Nama daerah dari tumbuhan ini yakni Jawa: meniran merah, meniran ijo, memeniran (Sunda), meniran (Jawa). Maluku: gosau ma dungi, gosau ma dungi roriha (Ternate). Nama asing dari tumbuhan ini adalah zhen zhu cao, hsieh hsia chu (C) (Dalimartha, 2000). Tumbuhan meniran ini mempunyai batang basah, tingginya 45 cm, berbentuk bulat dengan diameter 3 mm, dan berwarna hijau. Daunnya majemuk berseling, tumbuh pada ketiak batang, bentuknya bulat telur dengan ujung tumpul, pangkalnya membulat, panjangnya 1,5 cm dan lebar 7 mm, tepinya rata berwarna hijau. Buahnya kotak, bulat, dan pipih berdiameter 2 mm berwarna kehijauan (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002). Meniran tumbuh liar di tempat yang lembap dan berbatu, seperti di sepanjang saluran air, semak-semak, dan tanah terlantar di antara rerumputan. 6 Universitas Sumatera Utara Tumbuhan ini bisa ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Tumbuhan ini termasuk familia atau suku Euphorbiaceae (Dalimartha, 2000). Kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan meniran adalah filantin, saponin, flavonoid, polifenol, kalium, dan damar (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002). Ekstrak meniran ini mengandung kalium yang bekerja untuk menghambat kristal kalsium sehingga dapat dijadikan obat alternatif penyembuhan kencing batu (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002). Herba ini rasanya agak pahit, sifatnya sejuk, astringen. Berkhasiat membersihkan hati, antiradang, pereda demam (antipiretik), peluruh kencing (diuretik), peluruh dahak, peluruh haid, menerangkan penglihatan, dan penambah nafsu makan (Dalimartha, 2000). Meniran berkhasiat untuk melancarkan air seni, nyeri ginjal, mengatasi sembelit, tekanan darah tinggi, haid tidak lancar, kencing nanah, mencret, demam, darah kotor, dan kejang-kejang (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002). 2.2 Batu Ginjal (Renal Calculi) 2.2.1 Definisi Batu ginjal merupakan salah satu dari tiga jenis pertumbuhan tidak wajar yang terjadi pada ginjal. Ukuran batu ginjal bervariasi, ada yang berbentuk tunggal dan ganda. Dua jenis pertumbuhan lainnya adalah kista dan tumor, yang tanda kehadirannya jarang terlihat pada urin. Batu ginjal dapat terjadi pada wanita maupun pria, tetapi umumnya lebih banyak terjadi pada pria karena faktor anatomis tubuh (Wijayakusuma, 2008). 7 Universitas Sumatera Utara Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urin. Urolitiasis merujuk pada adanya batu dalam sistem perkemihan. Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat, magnesium, ammonium, dan fosfat atau gelembung asam amino (Nursalam dan Baticaca, 2009). Salah satu jenis batu yang mengendap mempermudah terbentuknya jenis batu lain sehingga batu yang terjadi dalam saluran kemih umumnya terdiri atas berbagai campuran, seperti kalium dan fosfat atau kombinasi asam urat yang biasanya larut di dalam urin. Awalnya, batu ginjal tidak menimbulkan keluhan khas, rasa pegal linu di sekitar punggung, urin berwarna kemerahan, atau urin disertai pasir merupakan keluhan yang banyak dijumpai. Namun, jika batu yang terbentuk berukuran lebih dari lima mililiter dan terus bergeser, lalu menggelinding ke saluran kandung kemih maka menimbulkan rasa sakit yang hebat di daerah pinggang (kholik) dan nyeri bagian perut yang timbul akibat meregangnya dinding ureter. Jika batu sampai ke bagian bawah saluran kandung kemih, rasa nyeri berpindah ke daerah pangkal paha yang disertai keluarnya darah bersama air seni, mual, dan muntah (Wijayakusuma, 2008). 2.2.2 Etiologi Menurut Nursalam dan Baticaca (2009), etiologi dari batu ginjal adalah: 1. Penyebab dan Faktor Predisposisi a. Hiperkalemia dan hiperkalsuria disebabkan oleh hiperparatiroidisme, asidosis tubulus ginjal, multiple myeloma, serta kelebihan asupan vitamin D, susu, dan alkali. 8 Universitas Sumatera Utara b. Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas. c. Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin (hiperuremia dan gout). d. Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vulgaris). e. Sumbatan kronis dimana urin tertahan akibat benda asing dalam saluran kemih. f. Kelebihan absorpsi oksalat pada penyakit inflamasi usus dan reseksi atau ileostomi. g. Tinggal di daerah yang beriklim panas dan lembab. 2. Batu dapat ditemukan di berbagai sistem perkemihan dan ukurannnya bervariasi. 3. Sekitar tiga atau empat pasien dengan batu ginjal adalah laki-laki dengan rentang usia 20-30 tahun. Banyak batu berpindah dari atas ke bawwah (menyebabkan kolik hebat) dan ditemukan di saluran kemih bawah. Batu secara spontan pada saluran dapat diantisipasi 80% pada pasien urolithiasis. 4. Batu bisa tertinggal di dalam pelvis ginjal, ureter, atau leher kandung kemih yang menyebabkan sumbatan, edema, infeksi sekunder, dan berbagai kasus, kerusakan nefron. 5. Orang yang pernah menderita batu ginjal cenderung untuk kambuh. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya (Purnomo, 2003). 9 Universitas Sumatera Utara Menurut Purnomo (2003), faktor intrinsik antara lain adalah: 1. Hereditair (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya 2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Menurut Purnomo (2003), beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah: 1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih 4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih 5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life. 2.2.3 Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaankeadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga 10 Universitas Sumatera Utara menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2003). Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat, batu xantin, batu sistin, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urin bersifat basa (Purnomo, 2003). 2.2.4 Komposisi Batu Ginjal Batu ginjal pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xantin dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Menurut Purnomo (2003), data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residatif. 1. Batu kalsium Menurut Purnomo (2003), batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70% - 80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas: 11 Universitas Sumatera Utara a. Kalsium Oksalat Batu kalsium oksalat keras, coklat tua, bentuknya seperti murbei, serta terdiri dari kalsium oksalat monohidrat (‘wheweliet’) atau juga batu keras, mudah pecah, kuning muda, tajam, yang terdiri dari kalsium oksalat dihidrat (‘weddeliet’). Batu-batu semacam ini bisa nampak jelas dalam gambar rontgen (Scholtmeijer, dkk., 1982). b. Kalsium fosfat (apatit) Batu ini lunak, agak keputihan, licin, bisa nampak jelas dalam gambar rontgen dan sering bercampur dengan komponen batu lain (Scholtmeijer, dkk., 1982). Menurut Purnomo (2003), faktor terjadinya batu kalsium adalah: a. Hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. b. Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. c. Hiperurikosuria adalah kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850 mg/24 jam. d. Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. 12 Universitas Sumatera Utara e. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. 2. Batu struvit Dalam keadaan murni batu ini tidak terlihat dalam foto rontgen. Tetapi biasanya batu ini bercampur dengan kalsium fosfat sehingga terlihat. Bentuk yang terkenal ialah batu koral atau batu tanduk rusa atau batu cor. Batu-batu ini terbentuk sebagai akibat infeksi oleh bakteri yang menguraikan ureum (Scholtmeijer, dkk., 1982). Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak (Purnomo, 2003). Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E. coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea (Purnomo, 2003). 13 Universitas Sumatera Utara 3. Batu asam urat Batu asam urat ialah batu yang keras, kuning coklat, licin yang biasanya tidak tampak dalam foto rontgen (Scholtmeijer, dkk., 1982). Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Diantara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat (Purnomo, 2003). Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali keluar spontan (Purnomo, 2003). 4. Batu jenis lain Batu sistin, batu xantin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Batu sistin berwarna kuning muda, licin, teraba agak berlemak, terlihat dalam foto toraks tetapi tidak tampak jika masih sangat kecil (Scholtmeijer, dkk., 1982). Demikian batu xantin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xantin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo, 2003). 14 Universitas Sumatera Utara 2.3 Mineral Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier, 2004). Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg (Almatsier, 2004). Mineral merupakan konstituen esensial. Pada jaringan lunak, cair dan skeleton mengandung mineral tubuh dalam proporsi yang besar. Menurut Budiyanto (2004), berdasarkan jenisnya mineral dibagi 2 macam yaitu sebagai berikut. a. Makromineral (terdiri dari: kalsium, aluminium, magnesium, fosfor, natrium, dan sulfur). b. Mikromineral (terdiri dari: besi, iodium, flor, mangan, seng, kuprum, kobalt, dan kromium). 2.3.1 Kalium (K) Kalium (K) merupakan kation penting di dalam cairan intraseluler yang berperan dalam keseimbangan pH dan osmolalitas. Tubuh manusia mengandung 15 Universitas Sumatera Utara 2,6 mg kalium per kilogram berat badan bebas lemak. Dalam jumlah kecil mineral ini dijumpai dalam cairan ekstraseluler; kadar kalium dalam serum adalah 14-22 mg/100 ml. Kemampuan kalium menerobos membran sel lebih besar dibandingkan natrium (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler (Almatsier, 2004). Kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel (Almatsier, 2004). Kalium merupakan bagian esensial semua sel hidup, kalium banyak terdapat dalam bahan makanan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Sumber utama adalah makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran, dan kacangkacangan. Kekurangan kalium jarang terjadi. Kebutuhan minimum akan kaium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier, 2004). 2.3.2 Kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh, yaitu 1,5-2% dar berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Jumlah yang dianjurkan per hari untuk anak-anak sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg dan dewasa sebesar 500-800 mg (Almatsier, 2004). 16 Universitas Sumatera Utara Menurut Budiyanto (2004), peranan kalsium tidak saja sebagai pembentukan tulang dan gigi tetapi juga memegang peranan penting pada berbagai proses fisiologik dan biokemik di dalam tubuh, fungsi lain dari kalsium yaitu: a. Dalam cairan jaringan berfungsi untuk pengendalian kerja jantung serta otot skeleton b. Iritabilitas syaraf otot c. Proses pembekuan darah (dalam sintesis thrombin) d. Memberikan kekerasan dan ketahanan terhadap pengeroposan e. Transmisi impuls f. Relaksasi dan kontraksi g. Absorbsi dan aktivitas enzim h. Memberikan rigiditas terhadap jaringan i. Bersama fosfor membentuk matriks tulang yang dipengaruhi oleh vitamin D2. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Serelia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium, seperti serat, fitat dan oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya tinggi. Kebutuhan kasium akan terpenuhi bila kita makan makanan yang seimbang tiap hari. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2004). 17 Universitas Sumatera Utara 2.4 Destruksi Destruksi merupakan proses pemecahan oksidatif dari bahan organik sebelum penetapan suatu analit anorganik yaitu untuk memecah ikatan antara senyawa organik dengan mineral. Dengan melakukan proses destruksi tersebut diharapkan yang tertinggal hanya mineral-mineralnya saja. Secara umum, destruksi ada dua yaitu destruksi basah dan destruksi kering (Dewi, 2012). 2.4.1 Destruksi basah Destruksi basah dilakukan dengan cara menguraikan bahan organik dalam larutan asam pengoksidasi pekat (H2SO4, HNO3, H2O2 dan HClO4) dengan pemanasan sampai jernih. Preparasi sampel dengan metode destruksi basah dilakukan pada suhu rendah dan dengan penambahan campuran asam kuat untuk mendestruksi senyawa organik dan bahan lain dalam sampel. Keuntungan dengan metode analisis ini adalah waktu dan proses pengerjaannya lebih cepat, kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari (Dewi, 2012). 2.4.2 Destruksi kering Destruksi kering dilakukan dengan cara sampel yang akan dianalisis dipanaskan pada temperatur lebih dari 500oC. Cara ini dapat menguapkan senyawa organik dari C, H, O dan N menjadi gas seperti CO2, CO, NO, NO2, H2O, dan sebagainya. Keuntungan metode ini adalah sederhana dan terhindar dari pengotor, namun dapat juga terjadi kehilangan unsur-unsur mikro tertentu (Dewi, 2012). 2.5 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Spektrofotometri serapan atom secara luas menggunakan teknik singleelement untuk menentukan logam. Hal tersebut berdasarkan atas absorpsi dari 18 Universitas Sumatera Utara radiasi dengan atom netral, atom ground-state yang dihasilkan melalui atomisasi (Ingle dan Crouch, 1988). Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2008). Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mem punyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985). Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2008). Bagian instrumentasi spekrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut: 1. Sumber radiasi Sumber radiasi yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder 19 Universitas Sumatera Utara berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2008). 2. Tempat sampel Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2008). a. Nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2008). b. Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal 20 Universitas Sumatera Utara dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2008). 3. Monokromator Pada spektofomoteri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2008). 4. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2008). 5. Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (readout) (Gandjar dan Rohman, 2008). 6. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008). 21 Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2009) Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 1985). Interferensi spektral disebabkan karena overlapping absorpsi antara spesies pengganggu dan spesies yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Interferensi kimia dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Gangguan kimia disebabkan karena adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat absorpsi (Khopkar, 1985). 2.6 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). 22 Universitas Sumatera Utara Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi dan metode penambahan baku (Harmita, 2004). Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu 23 Universitas Sumatera Utara metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility) (Harmita, 2004). c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation) Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). f. Ketangguhan Metode (Ruggedness) Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda. Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004). 24 Universitas Sumatera Utara