KO-192 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV Epiphani I.Y. Palit,1,*) Alvian Sroyer,1) dan Hendrikus M.B. Bolly2) 1) Bidang Biostatistika, Jurusan Matematika, Faklutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua 2) Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Cenderawasih Disajikan 29-30 Nop 2012 ABSTRAK Kemajuan teknologi biologi molekuler pada saat ini, serta tersedianya informasi sekuen DNA mitokondria (mtDNA) secara keseluruhan, telah memungkinkan berkembangnya beragam analisis terkait aplikasi dan manfaat dari penemuan mutasi-mutasi nukleotida tersebut. Dalam era genomik, konsep dasar mengenai penggunaan sekuen DNA mitokondria khususnya pada daerah D-loop dalam studi filogenetik sangat berkembang karena adanya fakta perubahan nukleotida menurut satuan waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa studi filogenetik ini mengikuti proses Markov dalam kajian ilmu biostatistika. Dalam asumsi ilmu biostatistika yakni basa nukleotida yang ada pada spesies saat ini tergantung pada basa nukleotida spesies leluhurnya. Studi filogenetik dengan menggunakan DNA mitokondria manusia didasarkan pada pola pewarisan maternal yang haploid dan hipervariabilitas pada daerah D-Loop. Dalam riset ini, tujuan yang dicapai adalah menetapkan jenis-jenis mutasi yaitu perubahan nukleotida yang terjadi pada sekuen nukleotida mtDNA berdasarkan urutan rCRS (revised-Cambridge Reference Sequence) dan menghitung intensitas perubahan nukleotida, serta dengan menggunakan rantai Markov kontinu dan dengan bantuan metode Bayes menentukan filogenetik untuk dilihat hubungan kekerabatannya. Di sini, kami laporkan bahwa studi filogenetik yang dilakukan ini membangun suatu pohon filogenetik untuk melihat hubungan kekerabatan dari beberapa sekuen DNA mitokondria manusia yang berasal dari populasi Papua. Analisis filogenetik dilakukan melalui proses Markov dengan menggunakan metode rantai Markov kontinu dan bantuan metode Bayes. Ruang keadaan untuk rantai Markov kontinu adalah basa nukleotida sebagai pembawa sifat keturunan yakni A, G, C, dan T, dengan indeks parameternya adalah waktu perubahan basa nukleotida dari spesies leluhur sampai spesies pada waktu sekarang. Dari hasil analisis filogenetik DNA mitokondria yang berasal dari populasi Papua diperoleh kesimpulan mengenai filogenetik atau hubungan kekerabatan yang paling dekat atas individu-individu tersebut. Hasil riset ini membuka peluang berkembangnya riset bioetnoantropologi dan genetika populasi modern berbasis analisis filogenetik DNA. Metode yang dikembangkan ini akan membuka bidang baru dalam studi biostatistika ke depan karena memanfaatkan elemen mutasi mtDNA pada individu pada suatu populasi tertentu. Kata Kunci: Filogenetik, DNA Mitokondria Manusia, dan Proses Markov I. PENDAHULUAN Penggunaan proses markov dalam proses stokastik sudah banyak dilakukan pada beberapa bidang, yaitu: biologi molekular, biogeografi, ekologi, fisiologi, bioinformatika, dan sebagainya [1]. Pada bidang biologi molekular, penelitian-penelitian yang dilakukan didukung oleh Human Genome Project (HGP) di bawah badan National Institutes of Health (NIH), Amerika Serikat. Data-data yang digunakan dalam pengembangan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler ini dapat diperoleh dari GenBank. GenBank merupakan salah satu konsorsium bioteknologi dunia yang merupakan wadah bagi para peneliti untuk mempublikasikan sekuen basa nukleotida dan protein sebagai hasil proses translasi basa nukleotida yang ditemukan melalui kerja di laboratorium. GenBank saling bekerjasama dan bertukar informasi tentang sekuen terbaru dengan dua pusat database yang lain yaitu European Molecular Biology Laboratory (EMBL) yang didirikan oleh European Bioinformatics Institute (EBI) dan the DNA Data Bank of Japan (DDBJ) [2-3]. Penggunaan teknik-teknik komputasi dalam penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler, merupakan salah satu kajian dalam ilmu bioinformatika yaitu pengembangan aplikasi pada proses stokastik dalam mengkaji sekuen. DNA terdapat dalam sel setiap individu, terutama pada inti sel. Selain itu DNA juga terdapat dalam organel sel yang lain yaitu mitokondria yang disebut dengan DNA mitokondria (mtDNA). Hasil-hasil riset mtDNA manusia dengan sifat-sifatnya yang khas, telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain studi tentang KO-193 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. evolusi, genetika populasi, bioinformatika, penyakit genetik, dan ilmu kedokteran forensik. Informasi yang signifikan dalam riset yang berhubungan dengan mtDNA yaitu bahwa urutan/sekuen nukleotida pada daerah D-loop mtDNA merupakan daerah hipervariabel karena didalamnya mtDNA mudah mengalami mutasi. Genom mitokondria yang terdapat pada suatu daerah D-Loop memiliki dua daerah hipervariabel yaitu Hipervariabel 1 (HV1) dan Hipervariabel 2 (HV2). Daerah HV1 bersifat sangat variabel dan mempunyai laju evolusi yang lebih cepat dibandingkan daerah HV2. Sifat yang hipervariabel tersebut selama ini dihubungkan dengan perbandingan urutan dan mutasi/perubahan nukleotida mtDNA antar individu, etnis/suku, dan usia [5]. Studi filogenetik dengan menggunakan mtDNA didasarkan pada pola pewarisan maternal yang haploid dan hipervariabilitas pada daerah D-Loop. Dalam studi Gambar 1. filogenetik, untuk membangun suatu pohon filogenetik dapat menggunakan sekuen DNA (Felsenstein, 1981), sedangkan penelitian lainnya, dalam studi filogenetiknya menggunakan sekuen mtDNA yaitu sekuen-sekuen mtDNA Human, Chimpanzee, Gorilla, dan Orangutan [7]. Pemikiran dasar penggunaan sekuen DNA/mtDNA dalam studi filogenetik adalah bahwa terjadi perubahan basa nukleotida menurut satuan waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa studi filogenetik ini mengikuti proses Markov, yaitu basa nukleotida yang ada pada spesies sekarang tergantung pada basa nukleotida pada spesies ancestralnya/leluhurnya. Secara umum, DNA merupakan unit dasar informasi yang mengkode organisme, selain itu pula menghasilkan informasi yang banyak dan beragam, dengan demikian akan ada banyak bukti tentang kebenaran suatu hubungan filogenetik. Pohon filogenetik dengan keempat spesies, dengan perubahan basa nukleotida terjadi per satuan waktu. Keberhasilan dalam analisis filogenetik sangat tergantung pada akurasi proses penjajaran (alignment), yaitu suatu proses untuk menentukan apakah suatu sekuen mtDNA adalah homolog dengan yang lainnya. Analisis homologi dapat dilakukan berdasarkan urutan CRS atau rCRS (revised-Cambridge Reference Sequence) [8-9]. Penggunaan CRS dengan bantuan program DNASTAR yaitu EditSeq dan SeqMan digunakan juga dalam menentukan adanya mutasi atau perubahan basa yang terjadi pada setiap sekuen nukleotida yang homolog. Penelitian sebelumnya, dalam studi filogenetiknya menggunakan rantai markov kontinu terhadap proses perubahan basa nukleotida dari sekuen-sekuen mtDNA dan untuk menentukan pohon filogenetiknya digunakan metode Bayes [7]. Metode ini didasarkan pada peluang bersyarat di mana data observasi diberikan, yang artinya data observasi berpengaruh terhadap peluang terpilihnya suatu pohon filogenetik. Kajian filogenetik yang dilakukan ini membangun suatu pohon filogenetik untuk melihat hubungan kekerabatan dari beberapa sekuen mtDNA manusia pada populasi Papua melalui proses Markov dengan menggunakan metode rantai Markov kontinu dan dengan bantuan metode Bayes. Proses perubahan basa nukleotidanya diasumsikan mengikuti proses poisson dengan parameter jumlah mutasi/perubahan basa nukleotida per satuan waktu. Sedangkan waktu dalam KO-194 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. perubahan basa nukleotidanya akan mengikuti distribusi eksponensial. menentukan tingkat relatif dari perubahan masing-masing basa nukleotida DNA di sepanjang sekuen. II. METODOLOGI E. Model matriks intensitas transisi (Q) Pada saat ini terdapat beberapa model matriks intensitas transisi untuk model Markov yang umum digunakan pada sekuen-sekuen nukleotida dalam studi filogenetik dengan kajian biostatistika. Model matriks intensitas transisi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model HKY85 [10]. Model ini menyatakan bahwa terjadinya substitusi transisi dan transversi adalah bias dan frekuensi dari tiap basa nukleotida tidak sama. Parameter-parameter yang A. Rantai Markov Diskrit Pada umumnya diasumsikan bahwa ruang keadaan dari suatu rantai markov adalah berhingga. Rantai markov diskrit dalam studi filogenetika dengan penggunaan sekuen DNA, mempunyai ruang keadaan diskrit yang direpresentasikan melalui basa-basa nukleotida A, G, C, dan T dengan indeks parameternya adalah jumlah sekuen/spesies. B. Rantai Markov Kontinu Rantai Markov yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kasus di mana ruang keadaan S berhingga/diskrit yang direpresentasikan melalui basa-basa nukleotida A, G, C, dan T dari suatu sekuen DNA. Karena basa-basa nukleotida tersebut mengalami mutasi/perubahan dalam satuan waktu, maka dalam analisis filogenetiknya akan digunakan rantai Markov kontinu dengan waktu sebagai indeks parameternya. Dalam studi filogenetik indeks parameter waktu dapat digambarkan sebagai panjang cabang dari suatu pohon filogenetik. digunakan dalam model ini adalah dan , di mana merupakan faktor intensitas transisi basa nukleotida, sedangkan nukleotida. Parameter-parameter lainnya yaitu ( ) dengan suatu nilai artinya per unit waktu mutasi terjadi dengan tingkat/rate . Jumlah peristiwa mutasi yang terjadi merupakan suatu D. Matriks intensitas transisi (Q) Proses substitusi sekuen nukleotida DNA seperti yang telah diuraikan pada proses poisson, dapat digeneralisasi dengan menggunakan matriks Q, yaitu matriks yang site/posisi basa sekuen nukleotida …T G T C G… spesies 2 …T G A C G… spesies 3 …T C C G A… spesies 4 k l5 l6 j i l1 A , yang DNA, yang pada peluang posterior dari suatu pohon filogenetik ( ), yang disesuaikan dengan matriks data observasi (X) dari sekuen DNA yang telah diurutkan (alignment) dengan menggunakan rumus Bayes. Untuk mempermudah pemahaman penggunaan metode Bayes pada analisis filogenetik, dapat diperhatikan ilustrasi berikut ini, di mana notasi-notasi penulisan yang digunakan pada ilustrasi dapat disesuaikan dengan notasi-notasi penulisan. ( ) menyatakan peluang k bilangan bulat. Misalkan mutasi yang terjadi selama waktu t. spesies 1 , = F. Metode Bayes pada analisis filogenetik Dalam menentukan suatu pohon filogenetika menggunakan karakter molekuler misalnya sekuen dapat digunakan metode Bayes. Metode Bayes digunakan dalam studi filogenetik berdasarkan yang terjadi selama waktu t, …T C A G G… , dan yang masing-masing merupakan frekuensi basa setimbang, yaitu peluang munculnya masing-masing basa nukleotida pada setiap sekuen/spesies. Sedangkan rasio tingkat substitusi transisi dan transversi dapat dihitung C. Proses Poisson Proses poisson dapat digunakan untuk menghitung banyaknya mutasi merupakan faktor intensitas transversi basa l2 l3 T Gambar 2. Contoh topologi pohon biner berpuncak A ((1,2),(3,4)) l4 C KO-195 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. Pada Gambar 2 notasi-notasi yang digunakan yaitu, = ( , , ) dengan i dan j merupakan node-node internal dan k merupakan root, node-node eksternalnya adalah basa-basa nukleotida A, C, G, dan T, = sedangkan cabang dapat dihitung terpisah. Peluang transisi basa nukleotida dari node ; ∈ { , , , } ke node-node eksternal yang berupa basa nukleotida A dan T sebagai berikut: , , , , , merupakan panjang cabang. Oleh karena setiap keturunan adalah saling bebas (sifat Markov), maka peluang tiap node internal yang masing-masing memuat 2 ( → | ) ( → | )= ( = ) ( ) ( ) + ( = ) ( ) + ( = ) ( ) ( ) + ( = ) ( ) ( ) Nilai-nilai peluang ( matriks peluang transisi. ) ( ) , ( ) ( ) , G. Proses penentuan filogenetik DNA mitokondria manusia Analisis mutasi basa nukleotida yang dilakukan terdapat pada daerah HV1; Menghitung frekuensi basa setimbang nukleotida A, C, G, dan T tiap urutan/sekuen mtDNA, yaitu dengan mencari proporsi tiap basa nukleotida masing-masing sekuen terhadap panjang sekuennya. Hasilnya dinotasikan dengan πA, πG, πC, dan πT; Menghitung jumlah mutasi/substitusi transisi dan transversi basa nukleotida tiap urutan/sekuen mtDNA; Menghitung intensitas mutasi/substitusi transisi (α) dan transversi (β) basa nukleotida mtDNA tiap urutan/ sekuen, yang diperoleh dengan menghitung proporsi mutasi transisi dan transversi terhadap panjang sekuen; Membentuk matriks intensitas substitusi untuk model HKY85; Membentuk matriks peluang transisi ( ) untuk model HKY85; Menentukan Tabel 1. ( ) ( ) , dan ( ) ( ) ( ) dapat dilihat pada pohon filogenetik melalui metode Bayes melalui simulasi Monte Carlo; Pohon filogenetik yang dipilih yaitu pohon filogenetik yang mempunyai peluang posterior terbesar. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penjajaran sekuen individu manusia Papua terhadap CRS dengan menggunakan program SeqMan dapat dilihat bahwa posisi awal keempat sekuen pada urutan 16041 dan posisi akhir keempat sekuen pada 16569 mtDNA. Frekuensi basa setimbang diperoleh dengan mencari proporsi tiap basa nukleotida pada masing-masing sekuen terhadap panjang sekuennya yang sudah homolog dengan urutan CRS. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: Tabel perhitungan frekuensi basa nukleotida setimbang untuk model HKY85. Frekuensi basa setimbang ( , , , ) untuk HKY85 Papua 1 Papua 2 Papua 3 Papua 4 = 161 = 165 = 166 = 165 = 0,3043 = 0,3119 = 0,3138 = 0,3119 0,3043 + 0,3119 + 0,3138 + 0,3119 1,2419 = = = 0,3105 4 4 = 76 = 74 = 74 = 74 = 0,1437 = 0,1399 = 0,1399 = 0,1399 0,1437 + 0,1399 + 0,1399 + 0,1399 0,5634 = = = 0,1409 4 4 = 173 = 175 = 174 = 174 = 0,3270 = 0,3308 = 0,3289 = 0,3289 0,3270 + 0,3308 + 0,3289 + 0,3289 1,3156 = = = 0,3289 4 4 rCRS = 165 = 0,3119 = 73 = 0,1380 = 175 = 0,3308 = KO-196 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. = 119 = 0,2250 = = 115 = 0,2174 = 115 = 0,2174 = 116 = 0,2193 0,2250 + 0,2174 + 0,2174 + 0,2193 0,8791 = = 0,2198 4 4 Pada Tabel di atas nilai-nilai , , , dan relatif sama untuk keempat sekuen. Sehingga untuk menduga frekuensi basa setimbang dari tiap basa nukleotida dapat digunakan nilai-nilai taksiran , , , dan perhitungan dengan menggunakan program . Hasil Matlab = 116 = 0,2193 diberikan berikut (Tabel 2). Kemudian dari Tabel 2 dapat dihitung intensitas mutasi/substitusi masing-masing basa nukleotida. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 3). Tabel 2. Jumlah dan jenis mutasi/substitusi pada empat sekuen populasi Papua. Jenis Mutasi/Substitusi Sampel Banyaknya Mutasi Transisi Transversi Papua 1 15 6 9 Papua 2 13 2 11 Papua 3 14 2 12 Papua 4 9 2 7 Intensitas mutasi/substitusi transisi ( Intensitas mutasi/substitusi Transisi Transversi Sampel Tabel 3. Papua 1 Papua 2 Papua 3 Papua 4 ( ) 0.0113 0.0038 0.0038 0.0038 ( ) 0.0170 0.0208 0.0227 0.0132 ) dan transversi ( ) pada empat sekuen populasi Papua. Jenis mutasi/substitusi Transisi Transversi 6 2 2 2 9 11 12 7 Perhitungan taksiran untuk intensitas substitusi transisi adalah: = 0.0113 + 0.0038 + 0.0038 + 0.0038 0.0227 = = 0.0057 4 4 Sedangkan taksiran untuk intensitas substitusi transversi adalah: Sehingga rasio intensitas 0.0170 + 0.0208 + 0.0227 + 0.0132 0.0737 = = 0.0184 4 4 substitusi transisi ( ) dan transversi ( ) tiap sekuen dapat dihitung dengan = suatu nilai (Tabel 4). Tabel 4. Rasio intensitas mutasi/substitusi transisi ( ) dan transversi ( ) pada empat sekuen populasi Papua. Intensitas mutasi/substitusi Sampel Transisi ( ) Transversi ( ) Papua 1 0.0113 0.0170 0.6647 Papua 2 0.0038 0.0208 0.1827 Papua 3 0.0038 0.0227 0.1674 Papua 4 0.0038 0.0132 0.2879 = KO-197 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. Selanjutnya dapat dihitung nilai taksiran dari rasio intensitas substitusi transisi dan transversi basa nukleotida yaitu dengan menghitung rata-rata dari nilai yang diperoleh dari Tabel 4, sebagai berikut: 0.6647 + 0.1827 + 0.1674 + 0.2879 1.3027 ̂= = = 0.3257 4 4 Dari hasil yang diperoleh, selanjutnya dapat dibentuk taksiran matriks intensitas transisi/substitusi berikut: = −0.1503 0.0019 0.1021 0.0463 0.0013 −0.1497 0.1021 0.0463 0.0723 0.1082 −0.1813 0.0008 0.0723 0.1082 0.0018 −0.1822 model HKY85, sebagai Taksiran rata-rata tingkat substitusi basa nukleotida per satuan waktu adalah: ̂ =− (− + ) + + Menentukan pohon filogenetik Tabel 5. Tabel simulasi Monte Carlo untuk mencari peluang posterior Topologi log ( | ℎ ) ( ℎ ) ( ) ((1,2),(3,4)) ((3,4),(1,2)) ((1,3),(2,4)) ((2,4),(1,3)) ((2,3),(1,4)) ((1,4),(2,3)) (((1,2),3),4) (((1,2),4),3) (((1,3),2),4) (((1,3),4),2) (((1,4),2),3) (((1,4),3),2) (((2,3),1),4) (((2,3),4),1) (((2,4),1),3) (((2,4),3),1) (((3,4),1),2) (((3,4),2),1) ( ( Didalam | | ℎ ℎ -1626,0 -1628,2 -1618,2 -1643,9 -1603,5 -1596,7 -1640,6 -1648,7 -1633,9 -1669,3 -1634,1 -1656,7 -1607,2 -1571,0 -1599,0 -1578,8 -1641,9 -1584,7 simulasi di atas 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 0,055 digunakan ) + ) −( + −( + = 0.1642 log ) , dikarenakan dalam perhitungan ) nilainya sangat kecil (mendekati nol). Hasil perhitungan pada tabel di atas pada umumnya menunjukkan adanya perubahan setiap ( ℎ ) yang merupakan peluang awal (prior) dari nilainya yang seragam 0,055. Sedangkan topologi pohon filogenetik yang lebih sesuai dengan data yang diberikan yaitu topologi ( ( ℎ −( | | ) 0,055718515 0,055793903 0,055451230 0,056331898 0,054947502 0,054714485 0,056218816 0,056496381 0,055989226 0,057202286 0,055996079 0,056770519 0,055074291 0,053833817 0,054793300 0,054101102 0,056263364 0,054303278 + ) ) pohon filogenetik yang mempunyai peluang posterior terbesar. Pada Tabel 5 peluang posterior terbesar ada pada topologi pohon filogenetik (((1,3),4),2) yang mempunyai nilai peluang yang meningkat dari 0,055 yang merupakan peluang prior menjadi 0,057202286 yang merupakan peluang posteriornya. Hasil analisis pohon filogenetik dapat diilustrasikan pada gambar berikut (Gambar 3). KO-198 0377: Epiphani I.Y. Palit dkk. Papua 1 Gambar 3. Papua 3 Papua 4 Papua 2 Topologi pohon filogenetik yang terpilih dari hasil simulasi berdasarkan peluang posterior yang terbesar. IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan studi kasus filogenetik DNA mitokondria manusia, dapat diambil simpulan bahwa filogenetik DNA Mitokondria manusia dapat dianalisis dengan menggunakan metode Bayes melalui proses Markov yang dimungkinkan karena adanya proses evolusi yang terjadi mulai dari spesies nenek moyang/leluhur suatu individu sampai pada spesies yang ada pada saat ini. Penentuan topologi filogenetik berdasarkan peluang posterior yang terbesar dari hasil simulasi Monte Carlo atau dikenal dengan istilah metode MCMC (Markov Chain Monte Carlo) yang akan memaksimalkan fungsi peluang gabungan dari data yang diberikan. Dari hasil simulasi Monte Carlo pada umumnya peluang posterior topologi pohon filogenetik menunjukkan adanya peningkatan dari nilai ( ℎ ) yang merupakan peluang awal (prior) dengan nilai seragam 0,055. [5] [6] [7] [8] [9] DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] Cann, R.L., Stoneking, M., and Wilson, A.C. (1987), Mitochondrial DNA and human evolution, Nature, 325, 31-36. Ingman, M and Gyllensten, U, (2001), Analysis of the complete human mtDNA genome: methodology and inferences for human evolution. The American Genetic Association. 92, 454-61. MITOMAP, 2012. Mitochondrial DNA base substitution disease. Melalui www.mitomap.org, [November, 2012] Albert, B., Bray, D.J., Watson, J.D., (1994), Molecular Biology of the cell 3rd edition, New York: Garland Publishing Inc. [10] Ngili, Y., Palit, E.I.Y., Bolly, H.M.B., and Ubyaan, R., (2012), Cloning and Analysis of Heteroplasmy in Hypervariable Segment I (HVS1) D-loop in Mitochondrial DNA of Human Isolates of Timika and Wamena in Highlands of Papuan Province, Indonesia, Journal of Applied Sciences Research, 8, pp. 2232-2240 Howard, M.T., and Karlin, S, (1994), An Introduction to Stochastic Modeling, Revised Edition, Academic Press, California Yang, Z., and B, Rannala, (1997), Bayesian Phylogenetic Inference Using DNA Sequence: A Markov Chain Monte Carlo Method, Molecular Biology Evolution 14(7):717724 Anderson, S., Bankier, A.T., Barrell, B.G., de Bruijn, M.H., Coulson, A.R., and Drouin, J. (1981), Sequence and organization of the human mitochondrial genome. Nature. 290: 457-65. Andrews, R.M., Kubacka, I., Chinnery, P.F., Lightowlers, R.N., Turnbull, D.M., and Howell, N. (1999), Reanalysis and revision of the cambridge reference sequence for human mitochondrial DNA. Nature Genetics, 23, 147. Hasegawa, M., Kishino, H., and Yano, T, (1985), Dating of The Human-Ape Splitting by a Molecular Clock of Mitochondrial DNA, Molecular Evolution 22:160-174