TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Streptomyces sp. Sekitar 90% Actinomycetes yang diisolasi dari tanah merupakan Streptomyces. Bakteri ini merupakan kelompok bakteri Gram positif, yang secara taksonomi merupakan salah satu genus dari filum Actinobacteria, ordo Actinomycetales, dan famili Streptomycetaceae (Waksman dan Henrici 1943). Streptomyces bersifat termotoleran yang dapat hidup pada suhu 45-55 oC (Paul dan Clark 1996) meskipun pertumbuhan optimumnya pada suhu 25-35 oC dan pada kisaran pH yang netral (Sykes dan Skiner 1973). Hampir semua Streptomyces bersifat aerobik dan memiliki kemampuan untuk mendegradasi material yang sulit diuraikan seperti lignin, kitin, pektin, keratin, komplek aromatik, dan asam humat (Paul dan Clark 1996). Pencirian Streptomyces seringkali diketahui dengan terciumnya aroma tanah dari senyawa volatil geosmin. Streptomyces sp. mengalami diferensiasi selama siklus hidupnya. Pertumbuhannya pada media padat diawali dengan germinasi spora yang ditandai dengan terbentuknya hifa substrat sebagai hifa vegetatif yang akan menyerap nutrisi dari media. Kemudian hifa aerial akan tumbuh di atasnya sebagai hifa generatif. Hifa aerial membentuk miselium yang membawa rantai spora yang tersusun atas lebih dari 50 spora. Dengan menggunakan mikroskop elektron hifa aerial terlihat berpilin atau seperti rambut (Sykes dan Skinner 1973) Potensi Streptomyces untuk menghasilkan antibiotik sudah dikenal sejak lama. Beberapa antibakteri seperti eritromisin, neomisin, streptomisin, tetrasiklin, vanko-misin dan rifamisin merupakan antibiotik penting yang dihasilkannya. Selain mampu menghasikan antibiotik tersebut, Streptomyces juga memiliki kemampuan menghasil-kan senyawa-senyawa metabolit seperti enzim, inhibitor enzim, biopigmen dan immunomodifier (Hayawaka 2003). Kemampuan Streptomyces untuk menghasilkan enzim ekstraselular juga sangat berhubungan dengan kemampuan bakteri ini untuk tetap bertahan pada lingkungan yang kurang menguntungkan (Alexander 1977). Kandungan basa G dan C Streptomyces sp. tergolong tinggi dengan ukuran genom sekitar 8000 kb. Bentley et al. (2002) melaporkan bahwa ukuran genom total dari S. coelicolor adalah 8667 kb yang diprediksikan terdiri atas 7825 gen dengan kandungan basa G dan C sebesar 72,12%. Ikeda et al. (2003) menyatakan panjang genom S. avermitilis adalah 9025 kb yang mengandung 7851 gen dengan kandungan basa G dan C sebesar 70,7%. Streptomyces coctaricanus. Esnard et al. (1995) berhasil mengisolasi S. costaricanus dari tanah yang banyak mengandung nematoda. Secara morfologi isolat ini memiliki hifa aerial yang berpilin terdiri atas 10-50 spora dan tidak terbungkus dalam kantong spora. Pada hifa substratnya tidak terdapat sekat (aseptat). Hifa aerialnya akan berwarna abu-abu pada medium YMA yang terdiri atas agar-agar, ekstrak khamir, dan ekstrak malt dan akan berwarna kekuningan pada media ATCC172 yang mengandung N-Z amina dan pati terlarut serta glukosa. Warna hifa tetap stabil walaupun terjadi perubahan pH pada media tumbuhnya. Secara fisiologis isolat ini dapat mentoleransi pH hingga 3,5 dan dapat menggunakan D-fruktosa, D-glukosa, D-manitol, D-xilosa, salisin dan galaktosa sebagai sumber karbon dan menghasilkan asam-asam organik. Sumber karbon lainnya seperti L-arabinosa, rafinosa, L-ramnosa, dan sukrosa tidak dapat digunakan untuk menghasilkan asam organik. Pertumbuhannya dihambat oleh konsentrasi NaCl diatas 5%, thalium-asetat 100 g/ml, streptomisin 20 g/ml, dan fenol 0,1%. Escherichia coli DH5 Galur E. coli DH5 merupakan salah satu galur E. coli yang banyak digunakan dalam teknologi rekombinasi DNA. Beberapa gen pada galur E. coli ini sudah mengalami mutasi dari galur aslinya sehingga menguntungkan bila dipakai sebagai inang pada rekombinasi DNA (Woodcock et al. 1989). Gen endA1 merupakan produk mutasi titik dari gen endA. Mutasi gen endA menjadi gen endA1 dimaksudkan untuk menghindari produksi enzim endonuklease tipe I yang dapat dihasilkan oleh gen endA. Enzim ini dapat memotong plasmid sehingga akan terbentuk nick pada plasmid atau menjadi oligonukleotidanya. Galur E. coli yang membawa mutasi gen endA (endA1) jika digunakan sebagai inang akan menghasilkan kualitas DNA plasmid yang baik karena DNA tetap utuh dan tidak terjadi nick pada DNA plasmid utas ganda ( Schoenfeld et al. 1995). Protein yang dihasilkan gen recA (RecA) berperan dalam pemasangan DNA, pembagian kromosom dan rekombinasi homolog. Protein ini bersama protein RecBCD akan mengenali situs chi dalam rekombinasi homolog. Untuk menjaga kestabilan plasmid DNA yang mengandung sisipan DNA didalam sel inang terhadap rekombinasi homolog, maka pada E. coli DH5 gen recA dimutasikan menjadi recA1 sehingga protein RecA tidak dihasilkan (Hanahan 1991). Gen deoR berperan dalam sintesis deoksiribosa secara konstitutif. Keberadaan gen ini di dalam galur E. coli yang digunakan sebagai inang memungkinkan untuk menjaga jumlah plasmid berukuran besar didalam sel. Hal ini sangat menguntungkan dalam penyusunan pustaka genom (Hanahan 1991). Gen gyrA96 merupakan produk mutasi dari gen gyrA. Sebelum dimutasikan gen gyrA akan menghasilkan protein DNA gyrase yang dapat menyebabkan delesi pada DNA utas ganda. Setelah dimutasikan menjadi gen gyrA96 protein DNA gyrase tidak akan dihasilkan. Galur yang membawa gen gyrA96 dapat digunakan sebagai inang untuk keperluan kloning gen karena DNA yang disisipkan pada vektor tidak akan terdelesi (Hanahan 1991). Gen lacZ M15 merupakan produk mutasi dari gen lacZ. Protein -galaktosidase merupakan produk dari gen lacZ yang terdiri atas subunit Gen lacZ M15 hanya menghasilkan subunit dan subunit . (Yannisch-Perron et al. 1985). Jika plasmid yang membawa gen yang dapat menghasilkan subunit dari protein - galaktosidase dimasukkan ke dalam galur E. coli ini, maka akan terbentuk protein galaktosidase yang memiliki aktivitas menguraikan senyawa X-gal (5-bromo-4-kloro3-indolil- -D-galaktosida) menjadi senyawa 5-bromo-4-kloro-3-indolil yang berwarna biru dan D-galaktosa. Keberadaan gen lacZ M15 pada E. coli galur ini dapat dimanfaatkan untuk menyeleksi koloni yang membawa dan yang tidak membawa plasmid rekombinan. DNA akan disisipkan di Multiple Cloning Site (MCS) yang merupakan bagian dari gen lacZ pada plasmid. Jika plasmid tidak tersisipi maka subunit dapat dihasilkan sehingga dapat bergabung dengan subunit yang dihasilkan inang. Gabungan kedua subunit protein tersebut akan menghasilkan protein -galaktosidase aktif yang dapat menghasilkan koloni berwarna biru jika terdapat senyawa X-gal pada media. Tetapi jika plasmid tersisipi maka subunit tidak akan dihasilkan sehingga walaupun terdapat senyawa X-gal pada media tumbuhnya koloni tetap akan berwarna putih (Sambrook dan Russell 2001). Teknologi Rekombinasi DNA Teknologi rekombinasi DNA berkembang setelah tahun 1970-an seiring dengan kemajuan yang pesat di bidang biologi molekular, enzimologi, dan genetika molekuler dari virus dan plasmid. Kemajuan di bidang tersebut memungkinkan untuk menjalankan prosedur pemindahan sekuen DNA dari satu organisme ke organisme lainnya sehingga peristilahannya sering mengarah kepada kloning gen (Glick dan Pasternak 1989). Di dalam biologi sel istilah kloning memiliki dua pengertian yaitu penggandaan sekuen tertentu dari DNA sehingga menghasilkan DNA yang identik, dan pengisolasian sekuen tertentu dari DNA suatu organisme atau sel untuk diperbanyak pada organisme atau sel yang berbeda (Alberts et al. 2002). Metode kloning umumnya mengikuti lima tahap (Nelson dan Cox 2005) meliputi : 1. pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease yang memiliki situs pemotongan tertentu 2. memilih DNA vektor yang memiliki kemampuan bereplikasi secara otonom seperti yang dimiliki oleh virus dan plasmid 3. menggabungkan secara kovalen potongan DNA dengan DNA menggunakan enzim ligase sehingga menghasilkan DNA rekombinan vektor 4. memasukkan DNA rekombinan tersebut ke dalam sel inang yang memiliki enzimenzim yang dibutuhkan DNA rekombinan untuk bereplikasi 5. menyeleksi sel inang yang mengandung DNA rekombinan. Untuk mengisolasi gen spesifik dapat dimulai dengan menyusun pustaka genom yaitu kumpulan lengkap dari potongan-potongan DNA yang dikloning dari sel inang atau jaringan. Pustaka genom memiliki paling sedikit satu potongan DNA atau gen yang diinginkan (Alberts et al. 2002). Pemotongan seluruh DNA genom dari suatu species dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease dan mengklonkan setiap potongan DNA yang dihasilkan kepada vektor yang sesuai dikenal sebagai shotgun kloning. Teknik ini menghasilkan potongan DNA yang cukup banyak sehingga vektor rekombinan yang diperoleh memiliki sisipan DNA yang berbeda-beda. Vektor yang mengandung potongan DNA genom disebut sebagai klon DNA genomik sehingga keseluruhan koleksi vektor rekombinan disebut sebagai pustaka DNA genomik. Karena pemotongan dilakukan secara acak maka hanya beberapa vektor rekombinan yang mengandung gen (Alberts et al. 2002). Setelah pustaka genom dibuat, klon yang diperoleh diseleksi dengan mengidentifikasi DNA sisipan yang mengandung gen yang diinginkan. Tiga metode yang umum digunakan untuk mengidentifikasi klon yang mengandung gen yang diinginkan (Glick dan Pasternak 1989) meliputi : 1. Hibridisasi DNA, keberadaan gen dilacak dengan menggunakan pelacak sehingga akan terbentuk ikatan hidrogen antara pasangan basa yang sesuai dari utas tunggal gen dan utas tunggal DNA pelacak. 2. Immunologi assay, jika DNA klon diekspresikan pada sel inang menghasilkan protein, keberadaan protein tersebut dapat dideteksi dengan antibodi primer. Untuk lebih spesifik ditambahkan antibodi sekunder yang biasanya berupa enzim yang dapat mengubah substrat menjadi produk yang berwarna, sehingga klon yang positif mengandung gen yang diinginkan akan menghasilkan warna pada media. 3. Aktivitas protein, jika gen target dapat menghasilkan protein enzim maka pemilihan klon dapat dilakukan dengan menggunakan aktivitas enzim untuk mengkatalis substrat menjadi produk pada media. Jika protein enzim yang dihasilkan penting untuk pertumbuhan sel inangnya maka sel inang memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media minimum yang hanya mengandung substrat untuk enzim yang dihasilkan tersebut. Plasmid Plasmid merupakan DNA ekstra kromosomal dari prokariot dengan ukuran sangat bervariasi dari 1 kb hingga 200 kb. Sebagian besar plasmid berbentuk sirkuler dan dalam keadaan superkoil. Bentuk sirkuler atau superkoil ini memudahkan dalam pemisahan dengan DNA kromosom pada saat isolasi menggunakan metode alkalin. Keistimewaan DNA plasmid adalah kemampuannya bereplikasi secara otonom tanpa bergantung pada replikasi DNA kromosom. Hal ini disebabkan oleh sekuen replikon yaitu bagian kecil dari plasmid yang merupakan elemen yang berhubungan dengan cis-acting dan memiliki situs untuk berdifusi dengan perangkat protein replikasi dari sel inang pada inisiasi sintesis DNA. Dengan demikian pada pembelahan sel inang jumlah plasmid yang terbawa sel turunannya akan sama banyaknya. Plasmid juga membawa gen yang menyandikan beberapa enzim yang berguna bagi inangnya seperti gen penyandi resistensi terhadap antibiotik, gen penyandi protein yang dapat menguraikan senyawa-senyawa organik komplek, gen yang dapat memproduksi kolisin, enterotoksin dan enzim-enzim restriksi (Sambrook dan Russell 2001). Plasmid dapat masuk atau ke luar sel tanpa mengganggu pertumbuhan sel, oleh karena itu plasmid dapat digunakan sebagai vektor untuk membawa gen tertentu. Beberapa hal yang menyebabkan plasmid dapat digunakan sebagai vektor dalam rekombinasi DNA adalah karena memiliki ori, memiliki berat molekul rendah, mampu mengekspresikan gen yang dibawanya dari sel asal ke sel inang, memiliki situs pemotongan tunggal untuk kebanyakan enzim restriksi endonuklease, dan mempunyai dua atau lebih gen penanda (Primose 1991). Salah satu plasmid yang dapat digunakan sebagai vektor dalam rekombinasi DNA adalah pBluescript II KS (+). Plasmid ini disebut juga phagemid karena membawa dan menggunakan ori dari utas tunggal bakteriofag berfilamen (M13 atau f1) (Sambrook dan Russell 2001). Ukuran plasmid pBluescript II KS (+) adalah sekitar 3 kb, membawa gen resitensi terhadap antibiotik ampisilin dan gen reporter lacZ. Pada lacZnya terdapat polylinker ekstensif dengan 21 situs pengenalan enzim restriksi endonuklease yang unik. Pada bagian ujung polylinker terdapat T7 dan T3 promotor RNA polimerase yang terletak pada bagian N terminal gen lacZ dan dapat digunakan untuk mensintesis RNA secara in vitro. Gambar 1 menunjukkan peta pBluescript II KS (+). Jika plasmid ini ditransformasikan pada sel E. coli DH5 kompeten dan ditumbuhkan pada media yang mengandung X-gal maka koloni yang tumbuh akan berwarna biru. Hal ini disebabkan oleh bergabungnya protein subunit yang dihasilkan plasmid dan subunit yang dihasilkan sel E. coli DH5 . Gabungan dua subunit ini menghasilkan protein -galaktosidase aktif yang mampu memecah ikatan pada X-gal menghasilkan senyawa berwarna biru. Bila daerah polylinker tersisipi oleh DNA insert maka koloninya akan berwarna putih (Anonim 2003). ~ Gambar 1 Struktur pBluescript II KS (+) (Anonim 2003 dalam www.stratagene.com) Struktur dan Keberadaan Xilan Secara kimiawi xilan merupakan heteropolimer kompleks dengan rantai utamanya tersusun atas xilosa yang berikatan -1,4-glikosida sehingga rantai utama ini sering disebut sebagai residu -xilopiranosa. Selain rantai utama penyusun polimernya terdapat rantai samping yang berupa arabinosa, galaktosa, asam glukoronat, asam asetat, asam ferulat dan asam p-koumarat. Dari struktur yang dibentuknya xilan dapat digolongkan menjadi homoxilan linier, arabinoxilan, glukuronoxilan dan glukurono-arabinoxilan (Beg et al. 2001; Saha 2000). Gambar 2 menggambarkan struktur hipotetikal dari molekul xilan. Ikatan -1,4-D-xilopiranosa ENDOXILANASE -xilosidase Ikatan asam -1,2-4-0metil-D-glukuronat ASETIL- XILANESTERASE Ikatan -1,3-Larabinofuranosida GLUKURONIDASE Ac : gugus asetil R-H : asam p-kumarat R-OCH3 : asam ferulat - LARABINOFURANOSIDASE FERULIL dan p-KUMAROIL ESTERASE Gambar 2 Struktur hipotetikal xilan dari tumbuhan dan berbagai enzim xilanolitik yang bekerja untuk menghidrolisis ikatan yang terdapat pada struktur xilan tersebut (Beg et al. 2001). Xilan merupakan komponen utama penyusun hemiselulosa yang banyak ditemukan pada dinding sel tumbuhan dengan konsentrasi berkisar antara 30-35% dari berat kering total. Kandungan xilan pada tumbuhan berkayu keras dari golongan Angiospermae lebih tinggi (15-30%) dibandingkan dengan tumbuhan berkayu lunak dari golongan Gimnospermae (7-12%). Xilan pada kayu keras berupa O-asetil-4-Ometilglukoronoxilan yang rantai utamanya tersusun oleh paling sedikit 70 residu - xilopiranosa dengan derajat polimerisasi antara 150-200 yang membentuk ikatan 1,4-glikosida. Setiap sepuluh residu xilosa terikat asam 4-O-metil glukuronat pada posisi atom C nomor 2 di xilosa kedua. Pada kayu keras ini asetilasi xilan lebih banyak ditemukan pada posisi atom C nomor 3 dibanding dengan atom C nomor 2. Adanya asetil menyebabkan xilan dapat larut di air. Gugus asetil dapat dihilangkan dengan perlakuan basa (Beg et al. 2001). Pada kayu lunak, xilan tersusun atas arabino-4-O-metilglukuroxilan dan dengan kandungan asam 4-O-metilglukuronat yang lebih tinggi dibanding xilan pada kayu keras. Asam 4-O-metilglukuronat terikat pada atom C nomor 2 dari xilosa. Xilan pada kayu lunak tidak terasetilasi karena atom C nomor 3-nya telah mengikat -L-arabinofuranosa dengan membentuk ikatan -1,3 glikosida. Perbandingan -D-xilopiranosa, asam 4-O-metil- -D-glukuronat, dan L-arabinofuranosa adalah 100:20:13 (Puls dan Scuseil 1993 dalam Beg et al. 2001). Struktur xilan pada kayu lunak lebih pendek dan percabangannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan xilan kayu keras dengan derajat polimerisasi antara 70-130. Kandungan monomer penyusun xilan dari beberapa tumbuhan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi monomer (%) berbagai sumber xilan (Saha 2003). Jenis xilan Birchwood Rice bran Wheat arabinoxilan Corn fiber Xilosa Arabinosa Glukosa Manosa Galaktosa 6,1 0,1 Asam anhiro Uronat 8,3 1,1 - Asam glukuronat - 89,3 46 65,8 1 44,9 33,5 1,4 1,9 0,3 0,1 46-54 33-35 - - 5-11 - 3-6 Enzim Xilanolitik Hidrolisis molekul xilan menjadi molekul penyusunnya secara sempurna memerlukan sistem enzim xilanolitik yang bergantung dari struktur xilan itu sendiri. Enzim-enzim xilanolitik terdiri atas -1,4-endoxilanase, -xilosidase, -L-arabinofuranosidase, -glukuronidase, asetil xilan esterase, dan asam fenolat (asam ferulat dan p-koumarat ) esterase (Beg et al. 2001). Gambaran cara kerja enzim-enzim hidrolitik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Keberadaan sistim enzim xilanolitik terdapat pada berbagai mikroorganisme seperti fungi, actinomycetes, dan bakteri. Enzim endo-1,4- -xilanase (1,4- -D-xylanxylanohydrolase, EC. 3.2.1.8) menghidrolisis secara acak struktur dasar xilan menjadi xilooligosakarida. Kelompok rantai sampingnya dihidrolisis oleh -L-arabinofuranosidase, -glukuronidase, dan asetil xilan esterase. Enzim endo-1,4- -xilanase sebagian besar dihasilkan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan fungi, dan beberapa diantaranya juga dihasilkan oleh tumbuhan dan hewan (Subramaniyan dan Prima 2002). Enzim -xilosidase (1,4- -D-xylanxylanohydrolase, EC. 3.2.1.37) menghidrolisis 1,4- -D-xilooligosakarida dari ujung nonpereduksi serta menyederhanakan xilooligosakarida menjadi xilosa. Enzim ini mampu pula menghidrolisis substrat arilxilosida. Selain itu beberapa enzim furanosidase (13% dari -xilosidase memiliki aktivitas -L-arabino- -xilosidase), namun tidak memiliki aktivitas glikosidase yang lainnya ( Yaw et al. 2000). Enzim -L-arabinofuranosidase (EC. 3.2.1.55) menghidrolisis ujung non pereduksi antara ikatan -L-arabinofuranosida dengan berbagai polisakarida yang mengandung arabinofuranosa. Adanya rantai samping L-arabinofuranosida dalam struktur xilan dapat memberikan halangan ruang untuk aktivitas endoxilanase dan xilosidase karena strukturnya yang besar dapat menghalangi kedua enzim tersebut untuk mengakses ikatan glikosidik pada molekul xilan. Oleh karena itu keberadaan enzim arabinofuranosidase sangat penting dalam degradasi total molekul xilan (Debeche et al. 2002; Shallom et al. 2002). Enzim -D-glukuronidase (EC 3.2.1.1) dibutuhkan untuk menghidrolisis ikatan 1,2- -glikosidik antara xilosa dengan asam D-glukuronat atau ikatan -O-metil ester. Hidrolisis lengkap glukuronoxilan memerlukan enzim golongan esterase untuk melepaskan ikatan asam asetat dan fenol. Enzim asetil xilan esterase (EC 3.1.16) menghidrolisis ikatan antara xilosa dengan asam asetat, rantai sisi gula reduksi arabinosa dengan asam ferulat (feruloyl esterase), dan rantai sisi gula reduksi arabinosa dengan asam p-koumarat (p-coumaroyl esterase). Hidrolisis ikatan-ikatan tersebut pada rantai utama xilan oleh enzim asetil xilan esterase membantu dalam mereduksi lignin pada biobleaching pulp. Hal ini disebabkan oleh terputusnya ikatan ester antara lignin dan hemiselulosa sehingga struktur dinding sel menjadi lebih longgar (Subramaniyan dan Prema 2002). Enzim xilanase yang berasal dari mikroba diklasifikasikan oleh Wong et al. (1988) ke dalam dua famili utama berdasarkan sifat fisiko-kimianya, yaitu massa molekul relatif dan titik isoelektrik atau point isoelectric-nya (pI). Famili GH10 (disebut juga famili F) merupakan kelompok endoxilanase dengan massa molekul relatif tinggi dengan nilai pI yang rendah. Sebaliknya famili GH11 (disebut juga famili G) merupakan kelompok endoxilanase yang memiliki massa molekul relatif yang rendah dan nilai pI yang tinggi. Perbedaan antara keduanya terletak pada aksi enzim tersebut dimana famili 10 mampu menyerang ikatan glikosidik di sebelah titik cabang dan mengarah keujung nonpereduksi dengan menggunakan dua residu xilopiranosil nonsubstitusi antara cabang-cabang, sedangkan famili 11 menggunakan tiga residu xilopiranosil nonsubstitusi. Berdasarkan hal tersebut famili 10 mempunyai beberapa aktivitas katalitik yang sesuai dengan dengan -xilosidase. Pengklasifikasian enzim xilanase saat ini tidak hanya digunakan untuk enzimenzim xilanase tetapi juga untuk enzim-enzim glikosidase (EC 3.2.1.x). Dasar utama pengelompokannya adalah aktivitas enzim dalam menghidrolisis ikatan glikosida dan dilanjutkan dengan kesamaan struktur utama dari sekuen katalitik domain. Hingga saat ini terdapat 96 famili enzim berdasarkan sistem pengelompokannya (Collins et al. 2005). Beberapa isolat Streptomyces diketahui mampu menghasilkan enzim xilanolitik. Streptomyces halstedii JM8, S. lividans dan S. olivaceoviridis E-86 menghasilkan endo-1,4- -xilanase (EC 3.2.1.8) dan selobiohidrolase (EC 3.2.1.91) yang termasuk dalam famili 10. Streptomyces sp. S38 dapat menghasilkan xilanase famili 11 (Collins et al. 2005). Famili 11 ini bersifat monospesifik yang hanya menghidrolisis 1,4- -D-xilooligosakarida melalui pelepasan secara berturut-turut gula reduksi D-xilosa dari ujung non pereduksinya. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Xilanase Model yang dapat menjelaskan mekanisme molekular reaksi hidrolisis xilanase terhadap polimer xilan dihasilkan oleh dua mekanisme yaitu retensi dan inversi. Hal ini memerlukan satu atau dua keadaan transisi dari komplek enzim substrat. Pemindahan glikosil merupakan hasil dari substitusi nukleofilik pada gugus karbon dari gula pereduksi yang terlarut pada pusat anomerik dan diperoleh melalui kedua mekanisme yaitu retensi atau inversi. Enzim selulase dan xilanase kebanyakan diketahui menghidrolisis substratnya dengan konfigurasi retensi dari C1 anomerik. Hal ini membutuhkan mekanisme pemindahan ganda untuk retensi anomerik dari produk. Mekanisme pemindahan ganda mengikuti tahapan sebagai berikut : i. katalis asam akan memprotonasi substrat ii. gugus karboksil dari enzim terbentuk iii. terbentuk ikatan kovalen intermediat glikosil enzim dimana gugus karboksilat membentuk konfigurasi anomerik pada gula yang berseberangan dari substrat yang dihidrolisis. iv. ikatan kovalen intermediat ini dicapai dari dua arah menuju keadaan transisi yang memerlukan ion-ion oxokarbonium v. variasi dari interaksi non kovalen yang terjadi sangat berperan dalam memperbaiki laju reaksi (Subramaniyan dan Prema 2002). Sebagai contoh untuk menjelaskan mekanisme reaksi hidrolisis xilanase disajikan pada Gambar 3 yang merupakan mekanisme hidrolisi xilanase dari Bacillus circulans. Gambar 3 Mekanisme reaksi dari xilanase B. circulans (1XNB). A : Struktur helikal xilan ada pada Tyr 65 dan Tyr 69, Glu 172 adalah katalis asam basa dan Glu 78 adalah nukleofilik. B : Glikon terikat pada Glu 78 membentuk intermediat yang terus dipertahankan selama reaksi transglikosilasi. C : Molekul air memindahkan nukleofilik. D : Disosiasi dan diffusi dari glikon (xilobiose) memungkinkan perpindahan enzim pada posisi yang baru terhadap substrat. Xilanase famili 11 menunjukkan mekanisme endo secara acak yang disebabkan oleh glikon yang dihasilkan pada tahap B dan D (Subramaniyan dan Prema 2002). Regulasi Biosintesis Xilanase dari Mikroba Enzim xilanase banyak dihasilkan dari mikroba terutama fungi dan bakteri. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam produksi enzim dari mikroba adalah pemilihan induser yang tepat dan komposisi media yang optimum. Hal ini berkenaan dengan regulasi sintesis enzim xilanase dari mikroba. Xilan merupakan molekul besar sehingga dalam kondisi utuh tidak dapat masuk ke dalam sel. Fragmen xilan dengan berat molekul lebih kecil seperti xilosa, xilobiosa, xilooligosakarida dan heterodisakarida dari xilosa dan glukosa memegang peranan penting dalam biosintesis xilanase. Xilanase dapat dihasilkan secara konstitutif maupun indusif. Xilanase yang dihasilkan secara konstitutif mendegradasi xilan menjadi xilooligosakarida dan xilobiosa, sehingga molekul ini dapat diangkut kedalam sel untuk menginduksi gen xilanase lainnya. Xilanase indusibel lebih lanjut akan mendegradasi xilan menjadi xilooligosakarida dan xilobiosa. -xilosidase yang diproduksi baik secara konstitutif dan/atau indusif mengubah xilobiosa menjadi xilosa dan selanjutnya diikuti oleh proses transglikosilasi menjadi XylB1-2Xyl dan GlcB1-2Xyl. Senyawa ini akan dimasukkan ke dalam sel dan bertindak sebagai induser tambahan bagi gen penyandi xilanolitik (Kulkarni et al. 1999). Selengkapnya regulasi biosintesis xilanase dapat dilihat pada Gambar 4. Membran Sel Sitoplasma Glukosa/Xilosa Ekspresi Xilanase Cairan Kultur Ekstra Selular Mesin sekresi Permease Mesin sekresi Aktivitas Xilanase Konstitutif Induksi Xilanase Primer Xilan Xilooligosakarida Xilosidase Xilobiosa Homo/Hetero Disakarida Xilobiosa Xilosa Glukosa Induksi Xilanase Tahap Kedua Xilanase Xilosidase Transglikosi dase Gambar 4 Model hipotetik regulasi biosintesis xilanase (Kulkarni et al. 1999). Xilanase sebagian besar dihasilkan oleh mikroba secara indusif antara lain oleh Trametes trogii (Levin dan Forsciassin 1998 dalam Beg et al. 2001), Aspergillus awamori (Siendenberg et al. 1998 dalam Beg et al 2001), dan Streptomyces sp. QG-11-33 (Beg et al. 2000). Induksi xilanase oleh berbagai senyawa seperti L-sorbose, beragam xilooligosakarida, xilosa, dan lignoselulosa dilaporkan oleh banyak peneliti antara lain diinduksi oleh L-sorbose pada Sclerotium rolfsii (Sachslehner et al. 1998 dalam Beg et al 2001) dan Trichoderma reesei PC-3-7 (Xu et al. 1998). Induksi oleh xilosa dan glukosa bersifat sebagai aktivator terdapat pada Bacillus sp. BP-7 (Lopez et al. 1998), dan Trichosporon cutaneum SL409 (Liu et al. 1998 dalam Beg et al. 2001). Dalam beberapa kondisi dilaporkan metabolit sederhana seperti glukosa dan/atau xilosa yang merupakan hasil aktivitas xilanase dapat menjadi represor untuk biosintesis xilanase (Beg et al. 2001). Kloning Gen Xilanase Untuk tujuan komersial dan peningkatan nilai ekonomis dari produksi xilanase sangatlah penting untuk mencari organisme yang mampu melakukan overproduksi enzim tersebut. Teknik rekombinasi DNA merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memperbaiki produksi xilanase. Gen xilanase yang terdapat pada mikrooorganisme banyak dijumpai berhubungan dengan fungsi gen yang menyandikan selulase contohnya pada Pseudomonas fluorescens, selulase, xilanase dan arabinofuranosidase ditranskripsikan pada arah yang sama dan hanya dipisahkan oleh 148 bp. Walaupun letak gen-gen tersebut berdekatan tetapi belum cukup bukti untuk mengatakan bahwa transkripsinya berlangsung secara polisistronik (Kulkarni et al. 1999). Aktivitas xilanase yang digunakan pada industri kertas diharapkan bebas dari dari aktivitas selulase, oleh sebab itu Biely (1985) mengatakan bahwa tujuan dari kloning gen xilanase adalah : (i) untuk mengkonstruksi produser yang menghasilkan sistim xilanolitik yang bebas dari enzim selulolitik; (ii) Memperbaiki karakteristik industrial mikroorganisme dengan memasukkan gen xilanase dan xilosidase. Sejumlah gen xilanase telah di kloning baik secara heterologus maupun homologus. Pada kloning heterologus menggunakan E. coli sebagai inang aktivitas xilanase sering mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya modifikasi pasca translasi dan adanya akumulasi xilanase rekombinan di dalam sel (Kulkarni et al. 1999). Untuk menghindari hal tersebut, teknik over-ekspresi banyak dilakukan dengan menggunakan promotor kuat pada vektor yang digunakan. Sebagai mikroba potensial penghasil enzim-enzim metabolik, Streptomyces dapat dijadikan alternatif untuk digunakan sebagai penghasil xilanase. Walaupun masih sedikit studi yang dilakukan dibandingkan dengan studi dengan menggunakan mikroba lainnya, beberapa peneliti telah melakukan kloning gen baik secara heterologus maupun homologus dari gen xilanase Streptomyces. Tabel 2 menyajikan kloning gen xilanase yang berasal dari beberapa Streptomyces yang diekspresikan secara heterologus maupun homologus. Tabel 2 Kloning gen xilanase dari Streptomyces Organisme S. lividans Vektor yang digunakan pIJ702 Inang Nama S. lividans Keterangan Referensi Tiga klon memiliki sisipan fragmen DNA rata-rata 2 kb Mondou et al. yang membawa seluruh gen struktural. Klon mensekresi- 1986 kan xilanase dengan berat molekul 43 kDa. S. halstedii JM8 pIJ702 dan pIJ487 S. lividan, S. albus, Terdapat aktivitas xilanase yang terdiri dari 2 pita protein Ruiz-Arribas dan S. parvulus berukuran 45 dan 35 kDa yang merupakan ekspresi dari et al. 1995 xys1L dan xys1S S. thermoviolaceus pUC18 dan pUC19, phage E. coli JM 109 dan Tiga gen menyandikan dua tipe endo-xilanase (STX-I dan Tsujibo et al. OPC-520 M13mp18, phage M13mp19 dan S.griseus PSR2 STX-II) dan asetil xilan- esterase (STX-III). Transforman 1997 E. coli membawa sisipan fragmen 3,3 kb (fragmen pIJ702 BamHI) yang membawa 1,005 kb stxII dan 0,993 kb stxIII. Transforman S. griseus membawa sisipan 2,7 kb (fragmen SphI) ORF stxI terdapat pada sekuen 121 – 1549. S. thermoviolaceus pUC18 dan pUC19, pET-20b E. coli JM 109 dan pBXL1 membawa sisipan 3,8 kb yang membawa gen Tsujibo et al. OPC-520 untuk ekspresi E. coli BL21(DE3) bxlA (2,1 kb) yang mengekspresikan -xilosidase. 2001 S. thermoviolaceus pUC18 dan pUC19, phage E. coli JM 109 pXY95 membawa sisipan 2,8 kb yang membawa gen stxI Tsujibo et al. OPC-520 M13mp18, phage M13mp19 dan dan stxIV ( -L-arabinofuranosidase). Gen stxIV berada 2002 pIJ702 1,47 kb di atas gen stxI yang terpisah oleh 663 nukleotida dan ditranskripsikan secara divergen.