BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April
sampai tanggal 16 Mei 2015. Penelitian ini dilaksanakan di
Puskesmas
Beteleme
Kecamatan
lembo
Kabupaten
Morowali Utara provinsi Sulawesi tengah. Puskesmas
Beteleme diresmikan tanggal 08 Mei 1978 terletak di Desa
Beteleme Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali Utara.
Letak geografis desa Beteleme berada diantara 02o 14’ LS
dan 121o 28’ dengan luas lokasi 5.791,5 m2. Batasan
wilayah kerja Puskesmas Beteleme Kecamatan Lembo
adalah sebelah utara berbatasan dengan kecamatan
Petasia, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan
lembo Raya dan Provinsi Sulawesi Selatan, sebelah barat
berbatasan dengan kecamatan Mori atas, sebelah timur
berbatasan dengan kecamatan Petasia Timur.
31
32
4.1.2. Struktur Organisasi Puskesmas
Kepala Puskesmas
Tata Usaha
Promosi Kesehatan
Upaya Kesehatan
Masyarakat
Jaringan Pelayanan
Upaya
Kesehatan
Perorangan
Puskesmas
Pembantu
Bidan Desa
4.1.3 Proses Penelitian
Pada penelitian ini, yang paling pertama peneliti
lakukan adalah memberikan surat ijin penelitian dari
Fakultas Ilmu Kesehatan ke bagian tata usaha Puskesmas
Beteleme kemudian setelah mendapatkan ijin penelitian
dari Kepala Puskesmas, peneliti sudah bisa melakukan
penelitian pada saat itu. Partisipan pada penelitian ini
diperoleh peneliti dari proses wawancara pada pengurus
promosi kesehatan. Dari hasil wawancara yang peneliti
lakukan didapatkan informasi bahwa yang melakukan
promosi kesehatan ibu dan anak sebagian besar adalah
33
bidan. Peneliti memperoleh data ada 13 bidan di
Puskesmas
Beteleme,
yang
sesuai
dengan
kriteria
partisipan yang sudah ditentukan adalah 8 orang tetapi
yang bersedia untuk diwawancara adalah 6 orang,
sehingga total partisipan yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini sebanyak 6 partisipan. Pada penelitian ini
peneliti
interview
menggunakan
dengan
total
teknik
wawancara
pertanyaan
structured
berjumlah
10
pertanyaan, adapun lamanya proses wawancara pada
masing-masing partisipannya berkisar antara 20-45 menit
dalam 1 kali pertemuan. Pada penelitian ini, pertemuan
yang peneliti lakukan untuk membina hubungan saling
percaya dan wawancara mendalam sebanyak 3 kali
kepada masing-masing partisipannya. Pada tanggal 20
April sampai 21 April 2016 peneliti menemui tiap-tiap
partisipannya untuk membina hubungan saling percaya,
melakukan kontrak waktu dan menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan wawancara peneliti, dengan maksud
agar partisipan mengetahui tujuan peneliti melakukan
penelitian
ini.
Wawancara
yang
peneliti
lakukan
disesuaikan dengan aktivitas, kesediaan dan kesiapan
partisipan sendiri, sehingga proses penelitian ini tidak
34
mengganggu aktivitas partisipan dan guna melancarkan
jalannya proses wawancara. Saat penelitian berlangsung
semua partisipan menyambut dengan baik kehadiran
penelliti saat proses wawancara berlangsung, partisipan
terlihat antusias dan sangat terbuka dalam menjawab tiap
pertanyaan yang ada.
4.1.3 Gambaran Umum Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini memiliki pengalaman
dalam memberikan promosi kesehatan ibu dan anak yang
sudah bekerja di Puskesmas atau keperawatan komunitas
selama lebih dari 5 tahun. Adapun karakteristik partisipan
dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan
Nama
(Inisial)
RT
Umur
(Tahun)
34
NR
Pendidikan
Pekerjaan
Lama Kerja
Amd.Keb
Bidan
6 tahun
40
Amd.Keb
Bidan
10 tahun
NN
28
Amd.Keb
Bidan
7 tahun
SA
30
Amd.Keb
Bidan
9 tahun
LT
26
Amd.Keb
Bidan
5 tahun
LM
28
Amd.Keb
Bidan
6 tahun
35
4.2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian memaparkan mengenai beberapa tema
yang didapatkan dari hasil wawancara dan observasi, diangkat dari
hasil sub-sub tema yang ditemui selama di lapangan. Peneliti
mendapatkan 6 tema besar yang mendasari hasil penelitian.
Adapun tema tersebut adalah :
4.2.1.
Bervariasinya
Pemahaman
Bidan
terhadap
10
Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dari
semua 6 partisipan tidak semua bidan mengetahui semua
Indikator PHBS. Pernyataan ini dapat didukung dengan
kutipan wawancara berikut ini :
“10 indikator PHBS yang pertama persalinan di
tolong oleh tenaga kesehatan, memberikan ASI
ekslusif, penimbangan bayi dan balita, menggunakan
air bersih, mencuci tangan dengan air sabun,
menggunakan jamban sehat, memberantas jentik
nyamuk, makan buah setiap hari, melakukan aktifitas
fisik, tidak merokok dalam rumah” (P1Q1A1)
“Yang saya tau itu pertolongan ditolong oleh tenaga
kesehatan, memberikan ASI Ekslusif, penimbangan
berat badan bayi dan balita, dan ketersediaan
jamban kalau yang lainya saya kurang ingat hanya
yang tentang kesehatan ibu dan anak saja yang saya
ingat skali (sambil ketawa)” (P3Q1A1)
36
Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh partiisipan
lain yaitu P2Q1A1, P4Q1A1, P5A1Q1 dan P6Q1A1. Dari 6
partisipan yang mengetahui 10 indikator PHBS ada 2 orang
yaitu partisipan 1 dan 2, sedangkan 4 partisipan lainnya
hanya
mengetahui
4-6
indikator
PHBS.
Berdasarkan
peryataan diatas, maka pengetahuan bidan tentang 10
indikator PHBS sangat bervariasi.
4.2.2. Perencanaan dan pengawasan promosi kesehatan
dilakukan secara rutin.
Sebelum dilakukan pelaksanaan promosi kesehatan
tentang kesehatan Ibu dan anak, dilakukan perencanaan
dan pengawasan setiap awal bulan dalam bentuk lokakarya
mini yang dihadiri oleh semua petugas kesehatan. Kegiatan
lokakarya mini diantaranya adalah untuk menentukan jadwal
kegiatan, teknik pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan tim
kerja. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan
wawancara berikut ini :
“Biasanya sebelum diadakan kegiatan Promosi
Kesehatan tersebut kita mengadakan lokakarya mini
atau loka karya mini setiap awal bulan” (P1Q3A1)
“Setiap awal bulan kami mengadakan lokakarya mini…
Semua petugas kesehatan Gizi, bidan, kesling,
kesmas dan staff puskesmas di kumpul untuk
membicarakan kegiatan apa yang akan dilakukan
dalam bulan tersebut termaksud untuk perencanaan
Promosi Kesehatan…” (P2Q3A1)
37
Selain
menyusun
rencana
kegiatan
promosi
kesehatan, dalam lokakarya mini juga sudah langsung
membicarakan evaluasi yang akan dilakukan setelah
pelaksanaan promosi kesehatan itu selesai. Evaluasi yang
dilakukan
adalah
melakukan
wawancara
kepada
masyarakat yang ikut sejauh mana mereka mengerti tentang
promosi kesehatan yang sudah diberikan, membuat laporan
pertanggungjawaban kegiatan dan pada kelas ibu hamil
melakukan post tes sebanyak 15 nomor pada pertemuan
ketiga. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan
wawancara berikut ini
“Evaluasinya itu kami wawancara mayarakatnya….
dan kami juga membuat laporan pertanggung
jawaban… untuk evaluasi kelas ibu hamil itu kami buat
post tes..” (P6Q7A1)
“post tesnya itu ada 15 soal sudah mencakup semua
materi yang diberikan selama 3 kali pertemuan..”
(P2Q7A2)
Pernyataan diatas diungkapkan juga oleh semua
partisipan dengan kode P1Q7A1-2, P3Q7A1, P4Q7A1-2,
P5Q7A1-2. Dalam pelaksanaan lokakarya mini selain
menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan dilakukan
juga penentuan sasaran utama dalam promosi kesehatan
ibu dan anak. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan
wawancara berikut ini:
38
“Sasarannya ibu hamil dan keluarganya..” (P1Q8A4)
Pernyataan diatas diungkapkan juga oleh semua
partisipan dengan kode P2Q8A4, P3Q8A2, P4Q8A4,
P5Q8A3 dan P6Q8A3.
4.2.3 Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Sudah Dilakukan di
Puskesmas Sesuai dengan Prosedur.
Promosi kesehatan ibu dan anak dalam 3 indikator
PHBS tentang persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
penimbangan berat badan bayi dan balita, memberikan ASI
ekslusif sudah dilaksanakan oleh Puskesmas. Pernyataan
ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini
“iya semua sudah kami laksanakan….” (P1Q2A1)
Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua
partisipan dengan kode P2Q2A1, P3Q2A1, P4Q2A2,
P5Q2A1 dan P6Q2A1.
Pelaksanaan promosi kesehatan ibu dan anak
dilakukan di luar gedung dengan melakukan penyuluhan
pada saat posyandu setiap 1 bulan sekali dan pelaksanaan
kelas ibu hamil setiap 3 kali pertemuan dalam sebulan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh bidan desa di masingmasing puskesmas pembantu dan salah satu rumah ibu
39
hamil. Kegiatannya bersifat formal, dimulai dari perkenalan,
menjelaskan tujuan, memberikan materi tentang kesehatan
ibu dan anak dengan menggunakan media, setelah itu
dilakukan sesi tanya jawab. Kelas ibu hamil ini tidak ada
batasan waktunya, biasanya paling lama 1-2 jam dan
maksimal peserta dalam kelas ibu hamil berjumlah 5 orang.
Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara
berikut ini:
“pada saat pelaksanaan posyandu tiap bulan kita
berikan Promosi Kesehatan sama dorang (kepada
mereka), dan pada saat kelas ibu hamil sebanyak 3
kali dalam 1 bulan…”( P2Q5A1)
“kalau tempat pelaksanaanya tidak menentu biasanya
dirumah salah satu ibu hamil atau di puskesmas
pembantu…” (P1Q4A7)
“kita laksanakan kelas ibu hamil ini kalau ibu hamil
didesa tersebut ada 5 orang…”(P6Q4A4)
Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua
partisipan dengan kode P2Q4A3-4, P4Q5A1, P5Q5A1,
P6Q5A1, P2Q4A4-7, P3Q4A2-6, P4Q1A2-6, P5Q4A2-5 dan
P6Q4A2-6.
Selain pelaksanaan promosi kesehatan dilakukan di
luar gedung ada juga yang dilakukan di dalam gedung
secara
individu
ketika
pasien
datang
memeriksakan
40
kehamilan dan kesehatan anaknya di Puskesmas. Media
yang biasa digunakan adalah memberikan pamflet tentang
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan tujuan
agar Ibu hamil bisa mengerti lagi tentang keuntungan
apabila bersalin dibantu oleh tenaga kesehatan dan
pemasangan poster di ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
tentang manfaat ASI eksklusif dan persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan dan difasilitas kesehatan. Pernyataan ini
dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini:
“didalam gedung ketika pasien datang kita langsung
berikan penyuluhan secara langsung, setelah kita
selesai memeriksa keadaan kehamilanya” (P5Q4A1)
“kalau poster itu kami tempel di ruang KIA”( P6Q4A7)
Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua
partisipan dengan kode P1Q4A1,8, P2Q4A9, P3Q4A1,7,
P4Q4A1,8, P5Q4A1,6 dan P6Q4A1,7.
4.2.4 Strategi Bidan dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan
Teridentifikasi dari hasil wawancara dan observasi
bahwa bidan melakukan strategi dalam promosi kesehatan
ibu dan anak. Strategi yang teridentifikasi antara lain
menggabungkan ibu hamil dengan desa yang lain sehingga
kelas ibu hamil dapat dilaksanakan, menciptakan suasana
41
yang nyaman selama pelaksanaan promkes dan melakukan
penyuluhan kepada individu serta keluarganya setelah
dilakukan pemeriksaan antenatal. Pernyataan ini dapat
didukung dengan kutipan wawancara berikut ini:
“…kalau tidak sampai 5 orang misalnya hanya ada 2
orang, agar ibu hamil ini bisa mengikuti kelas ibu
hamil kita gabungkan dengan ibu hamil di desa
tetangga jadi ibu hamil ini tetap mengikuti kelas ibu
hamil tiap minggunya, torang semua (kita semua)
duduk
melantai supaya suasana tidak tegang”
P6Q4A4
Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua
partisipan dengan kode P1Q4A4, P2Q4A8, P3Q4A5,
P5Q4A4 dan P6Q4A6.
4.2.5 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat dan Fasilitas yang
Kurang Menjadi Hambatan Promosi Kesehatan.
Dari hasil wawancara dapat disimpukan bahwa latar
belakang pendidikan masyarakat yang kurang menjadi salah
satu hambatan dalam melaksanakan promosi kesehatan.
Partisipan mengatakan bahwa ibu yang memiliki latar
belakang pendidikan yang rendah, sulit untuk mengerti dan
memahami apa yang disampaikan sehingga partisipan
harus
secara
terus
menerus
memberikan
informasi
42
sehingga dapat dimengerti. Pernyataan ini dapat didukung
dengan kutipan wawancara berikut ini:
“…kalo hambatanya biasa kalo latar belakang
pendidikanya agak kurang itu susah kita untuk berikan
Promosi
Kesehatan
supaya
dorang
(mereka)
mengerti” (P3Q6A1)
Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh partisipan
yang lain dengan kode P1Q6A1, P4Q6A1 dan P6Q6A1.
Selain latar belakang pendidikan yang kurang,
kurangnya fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan
hambatan
dalam
pelaksanaan
promosi
kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa semua
partisipan mengungkapkan bahwa mereka mengalami
kesulitan pada saat memberikan penyuluhan di posyandu
karena mereka tidak memiliki pembesar suara, LCD, dan
camera
untuk
mendokumentasikan
kegiatan,
untuk
dokumentasi mereka menggunakan handphone sendiri.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh puskesmas hanya
poster, pamflet dan papan informasi. Pernyataan ini dapat
didukung dengan kutipan wawancara berikut ini:
“yang dimiliki itu hanya poster, brosur, dan papan
informasi, kalau untuk pembesar suara, leptop, lcd
kami belum punya… untuk dokumentasi kami hanya
memakai kamera hanphone sendiri.” (P2Q6A3-4)
43
Pernyataan diatas diungkapkan juga oleh partisipan
yang lain dengan kode P1Q6A2, P3Q6A2, P4Q6A2,
P5Q6A1-3, P6Q6A2-3. Berdasarkan pernyataan diatas
bahwa dari bidang promosi kesehatan sendiri belum
memiliki fasilitas yang mendukung untuk pelaksanaan
promosi kesehatan yang lebih baik.
4.2.6 Promosi kesehatan Ibu dan Anak berdampak baik
dikehidupan masyarakat.
Promosi kesehatan ibu dan anak berdampak baik di
masyarakat khususnya kepada ibu hamil dan ibu yang
memiliki anak. Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa
semua ibu hamil telah memiliki perencanaan untuk bersalin
di tenaga kesehatan. Respon masyarakat yang sangat
antusias mengikuti posyandu diasumsikan sebagai salah
satu faktor berkurangnya angka kematian ibu dan anak.
Promosi kesehatan pemberian ASI eksklusif juga sudah
dilakukan dengan baik dan Ibu menyusui mengerti manfaat
dari
ASI
ekskslusif.
Setiap
posyandu
bidan
selalu
mengingatkan bahwa anaknya tetap diberikan ASI eksklusif.
Promosi kesehatan ibu dan anak sangat berdampak positif
di masyarakat. Pernyataan ini dapat didukung dengan
kutipan wawancara berikut ini:
44
“Dampaknya sangat
baik karna mereka bisa
mengetahui bahaya-bahaya yang timbul akibat dri
persalinan yang tidak di tolong oleh tenaga kesehatan.
Angka kematian ibu pada saat bersalin juga disni
kurang…” (P2Q8A7)
“Kalau dampaknya saya rasa baik karena semua ibuibu antusias untuk membawa anakanya menimbang”
(P4Q9A6)
Pernyataan di atas juga diungkapkan oleh partisipan
yang lainnya dengan kode P3Q8A5, P4Q8A6, P5Q8A6,
P6Q8A6, P5Q9A5 dan P6Q9A5.
4.3. Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini disajikan dalam
bentuk narasi berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
Penjabaran
dalam
menggunakan
penelitian
beberapa
teori
dengan
dalam
tujuan
penelitian,
pembahasan
dan
menginterpretasikan tema yang sudah didapat dari penelitian.
Dari hasil penelitian terhadap 6 riset partisipan dan didapatkan
6 tema yang dapat membantu menjawab tujuan umum dan
juga tujuan khusus.
4.3.1 Bervariasinya Pemahaman Bidan tentang 10 Indikator
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Pemahaman yang didasari oleh pengetahuan akan
membantu bidan dalam mengidentifikasi permasalahan
kesehatan yang ada dimasyarakat serta dapat melakukan
45
promosi kesehatan PHBS. Bervariasinya pemahaman
bidan mengenai PHBS diidentifikasi karena kurangnya
sumber informasi yang didapatkan. Notoadmodjo (2005)
menyatakan bahwa sumber informasi adalah segala
sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan
informasi, sumber informasi dapat diperoleh dari mana
saja melalui media cetak seperti surat kabar, artikel,
pamflet,
poster
dan
buku.
Media
elektronik
juga
merupakan salah satu sumber informasi seperti televisi,
radio dan internet. Seiring berkembangnya teknologi akan
lebih mudah kita mendapatkan informasi yang kita
inginkan, khususnya bagi tenaga kesehatan akan lebih
cepat mengetahui informasi-informasi terbaru terkait
dengan kesehatan salah satunya informasi tentang 10
indikator PHBS. Sumber informasi tentang PHBS bisa
didapatkan melalui media cetak dan media elektronik.
Depkes (2011) menyatakan sumber informasi kesehatan
seperti indikator PHBS bisa didapatkan dari sosialisasi,
pelatihan dan pertemuan yang diadakan oleh Dinas
Kesehatan atau Rumah Sakit. Dalam penelitian ini juga
didapatkan bahwa pertemuan bulanan seperti lokakarya
mini dalam perencanaan dan pengawasan promosi
46
kesehatan
merupakan
salah
satu
bentuk
sumber
informasi bagi tenaga kesehatan yang bekerja di
puskesmas tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terlihat
bahwa di ruang KIA tidak terdapat pamflet, poster atau buku
yang memuat informasi tentang 10 indikator PHBS, padahal
dengan menempelkan poster selain untuk dibaca oleh
pasien yang datang memeriksa secara tidak langsung dapat
membantu bidan untuk lebih memahami semua indikator
PHBS. Hasil wawancara peneliti didapatkan bahwa bidan
koordinator sudah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh
dinas kesehatan dan belum sempat mengumpulkan semua
bidan untuk melakukan sosialisasi dari hasil pelatihan yang
didapatkan karena yang mengikuti pelatihan tersebut hanya
bidan
koordinatornya
saja.
Menurut
Wigati
(2006),
sosialisasi merupakan proses seseorang dalam mempelajari
sesuatu hal yang tidak diketahui sebelumnya dan dapat
membantu memberikan pemahaman. Upaya yang dapat
dilakukan
untuk
memberikan
pemahaman
dan
menyebarluaskan informasi salah satunya adalah dengan
melakukan
sosialisasi.
Menurut
Depkes
RI
(2005),
sosialisasi merupakan penyebarluasan informasi dari satu
47
pihak
kepada
menciptakan
pihak-pihak
pemahaman
lainnya
yang
sehingga
baru.
dapat
Bervariasinya
pemahaman bidan tentang 10 indikator PHBS pada studi ini
dapat
diasumsikan
kurangnya
sosialisasi
dari
bidan
koordinator kepada bidan yang lainya dan kurangnya
paparan sumber informasi yang didapatkan.
Pemahaman bidan tentang semua indikator PHBS
sangat penting bagi masyarakat. Hasil penelitian Rini (2011)
menyatakan
bahwa
sumber
informasi
PHBS
yang
didapatkan oleh masyarakat sebagian besar didapatkan dari
petugas kesehatan, peran dan dukungan dari petugas
kesehatan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
dalam menjaga kebersihan. Hasil penelitian Edison, dkk.,
(2013)
menyatakan
bahwa
sebagian
besar
dari
respondennya belum penah mendengar istilah PHBS,
sehingga PHBS pada tatanan rumah tangga masih belum
diterapkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fitri (2013), untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat dibutuhkan pemberi informasi seperti dokter dan
bidan untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat
tentang perilaku hidup bersih dan sehat, serta menjadi
tempat bertanya bagi masyarakat tentang masalah-masalah
48
kesehatan
penelitiannya
yang
terjadi.
mengatakan
Rodiyatun
bahwa
(2016)
tenaga
dalam
kesehatan
memiliki peran penting dalam memberikan informasi tentang
PHBS sehingga dapat membantu untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat.
Oleh karena itu
pengetahuan bidan tentang 10 indikator PHBS sangatlah
penting untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan
informasi tentang kesehatan.
Informasi tentang PHBS yang didapatkan oleh
masyarakat tidak hanya berasal dari petugas kesehatan saja
melainkan bisa didapatkan dari sumber informasi yang lain
seperti media massa. Berdasarkan penelitian Kristiyah (2012),
siswa lebih banyak mendapatkan informasi PHBS tentang
mencuci tangan pakai sabun melalui media massa cetak
seperti koran dan juga media elektronik seperti televisi. Selain
itu penelitan Hermawan, dkk. (2013) menyatakan bahwa
peran aktif dari dinas kesehatan juga dapat membantu
masyarakat dalam menjaga kesehatan. Informasi yang
didapatkan oleh masyarakat tentang PHBS tidak semua
didapatkan dari tenaga kesehatan, tetapi juga dari media
massa dan media elektronik. Penelitian dari Windari (2005)
menunjukan
bahwa
adanya
hubungan
erat
antara
49
pengetahuan ibu dengan penerapan PHBS pada tatanan
rumah tangga. Hal tersebut menunjukan bahwa ibu yang
berpengetahuan
baik
akan
berpeluang
besar
untuk
melaksanakan PHB. Dengan demikian pengetahuan yang
baik tentang PHBS pada tatanan rumah tangga beserta
semua indikatornya akan menentukan pembentukan sikap
yang positif terhadap pelaksanaannya.
4.3.2 Perencanaan dan Pengawasan Promosi Kesehatan
Dilakukan Secara Rutin
Proses perencanaan dan pengawasan dilakukan
dalam bentuk lokakarya mini yang dilakukan setiap awal
bulan. Menurut Depkes (2012) lokakarya mini adalah suatu
bentuk upaya untuk penggalangan dan pemantauan berbagai
kegiatan puskesmas melalui pertemuan. Maulana (2009)
mengatakan
bahwa
dalam
melakukan
penyusunan
perencanaan dan evaluasi dilakukan sejalan. Nasrul (2010)
mendefenisikan
lokakarya
mini
sebagai
upaya
untuk
menggalangkan kerjasama tim untuk penggerakan dan upaya
pelaksanaan
kesehatan
di
puskesmas
sesuai
dengan
perencanaan yang telah disusun dari tiap-tiap upaya
kesehatan pokok puskesmas, sehingga tidak terjadinya
tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan.
50
Perencanaan promosi kesehatan merupakan suatu
proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas,
dan
alokasi
sumber
daya
untuk
mencapai
tujuan.
Perencanaan kegiatan selain lokakarya mini ada juga model
perencanaan yang dikembangkan oleh Green dan Kreuter
(1991) dalam Maulana (2009) yaitu model Precede-Proceed
dilakukan
bersama-sama
dalam
proses
perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Precede digunakan pada fase
diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program,
sedangkan Proceed digunakan untuk menetapkan sasaran,
pelaksanaan dan evaluasi. Model Precede-Proceed menurut
Smitch, dkk. (2006) adalah model yang paling banyak
diterima dan telah berhasil diterapkan dalam perencanaan
program-program seperti promosi kesehatan dan lebih
praktis. Hal tersebut didukung oleh Endang, dkk. (2015)
dalam penelitianya mengatakan bahwa model PrecedeProceed dapat diaplikasikan dalam perencanaan program
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
model
Precede-Proceed
yang
dapat
Selain
digunakan dalam
perencanaan program, menurut Maulana (2009) yaitu model
PERT yang dikembangkan oleh Ross dan Micco dalam
beberapa versi dan modifikasi, model ini masih digunakan
51
dalam aplikasi kegiatan atau program. Model PERT terdiri
atas 6 fase yaitu initation, needs assesmant, goal setting,
planning, implementation, dan evaluation.
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2007) evaluasi
dilakukan pada setiap pertengahan dan akhir tahun untuk
menilai proses dari hasil pelaksanaan promosi kesehatan.
Hal tersebut sesuai dengan evaluasi yang dilakukan oleh
Puskesmas Beteleme, tetapi evaluasi yang dilakukan bukan
hanya di pertengahan dan akhir tahun, melainkan setiap
akhir bulan karena ada kegiatan rutin yang dilaksanakan
setiap bulannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menlilai
sejauh mana kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai.
Menurut
Maulana (2009),
evaluasi dilakukan dengan
menggunakan indikator sebagai masukan untuk perbaikan.
Evaluasi program menurut Atik, dkk. (2009) juga dilakukan
untuk mengetahui hasil pencapaian dan keterbatasan
program. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa
program promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik
apabila melalui tahapan-tahapan tersebut.
4.3.3 Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Sudah Dilakukan di
Puskesmas Sesuai dengan Prosedur
52
Promosi kesehatan Ibu dan anak yang sesuai
dengan prosedur dilaksanakan dengan cara penyuluhan
secara perorangan pada saat datang berkunjung ke
puskesmas dan penyuluhan secara berkelompok pada saat
posyandu, memasang poster tentang kesehatan ibu dan
anak di puskesmas dan puskesmas pembantu di setiap
desa (Depkes, 2011).
Pelaksanaan promosi kesehatan
dalam 3 indikator PHBS tentang persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, penimbangan berat badan bayi dan
balita dan pemberian ASI eksklusif sudah dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Puskesmas
Beteleme.
Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia nomor
585/MENKES/SK/V/2007
menyatakan
bahwa
promosi
kesehatan dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung
puskesmas.
Promosi
kesehatan
di
dalam
gedung
puskesmas adalah promosi kesehatan yang dilaksanakan di
lingkungan dan gedung puskesmas seperti di tempat
pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium,
kamar obat, tempat pembayaran dan halaman puskesmas.
Sebagai contohnya pemasangan poster dan selebaran di
ruang KIA dan Kamar Bersalin (KB). Hal tersebut didukung
53
oleh Hermina, dkk. (2015) bahwa prosedur promosi
kesehatan dengan media poster mudah dipahami oleh
masyarakat terkhususnya ibu hamil, ibu menyusui dan ibu
yang memiliki bayi dan balita. Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan (2011) yang dilaksanakan di luar
gedung
puskesmas
sebagai
suatu
upaya
untuk
meningkatkan PHBS dalam 3 indikator khusus yang
berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak, sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan bahwa promosi kesehatan Ibu dan
anak diluar gedung dapat dilaksanakan di posyandu dan
program
kelas
Ibu
hamil.
Prosedur
pelaksanaannya
melakukan penyuluhan, pemutaran video dan memberikan
materi pada saat kelas ibu hamil. Berdasarkan penelitian
Cahya (2007), dalam pelaksanaan promosi kesehatan
penyuluhan dan pemutaran video adalah salah satu metode
yang efektif untuk ibu memahami apa yang disampaikan
sehingga terjadi peningkatan pengetahuan sehingga ibu
mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Pelaksanaan promosi kesehatan ibu dan anak yang
dilakukan salah satu tujuannya yaitu untuk mengurangi
angka kematian ibu dan anak. Promosi Kesehatan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah tetapkan
54
oleh pemerintah. Depkes (2010) menyatakan bahwa upaya
pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat
tidak hanya sebatas menyusun program promosi kesehatan
melainkan ada program nasional lainnya yaitu membentuk
Desa
Siaga.
Republik
Menurut
Indonesia
Keputusan
nomor
Menteri
Kesehatan
564/MENKES/SK/VIII/2006
tentang pedoman pelaksanaan pengembangan Desa Siaga
dapat membantu atau memfasilitasi masyarakat untuk
memanfaatkan sumber daya dalam mengatasi masalah
kesehatan dan pengembangan Desa Siaga sangat efektif
dalam
membuat
masyarakat
sadar
untuk
mengenali
masalah-masalah kesehatan. Berdasarkan penelitian Nuring
(2008) mengemukakan bahwa mayarakat sangat antusias
untuk mengikuti program Desa Siaga tersebut seperti
sosialisasi
dan
penyuluhan
kesehatan.
Berdasarkan
penelitian Tri (2015), peran desa siaga efektif dalam
meningkatkan peran aktif masyarakat untuk merubah
perilaku yang kurang mendukung kesehatan masyarakat
menuju PHBS dan menjaga lingkungannya. Puskesmas
Beteleme sudah menjalankan promosi kesehatan ibu dan
anak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh
pemerintah atau dari Dinas Kesehatan setempat yang
55
sudah disepakati oleh puskesmas, akan tetapi dalam
pelaksanaan prosedur yang sudah ditetapkan kurang sesuai
dengan keadaan masyarakat. Oleh karena itu, bidan dalam
hal ini adalah tim pelaksana promosi kesehatan memiliki
strategi tersendiri agar promosi kesehatan tersebut tetap
dijalankan.
4.3.4 Strategi Bidan dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, bidan
melakukan strategi tersendiri dalam prosedur pelaksanaan
promosi kesehatan. Ditemukan bahwa pada saat promosi
kesehatan bidan berusaha untuk menciptakan suasana
yang santai agar selama pelaksanaan promosi kesehatan
tidak terlalu tegang dan bidan juga memberikan promosi
kesehatan bukan hanya fokus kepada sasaran utamanya
saja
melainkan
dengan
anggota
keluarganya
dan
masyarakat disekitarnya. Hal ini sesuai dengan WHO (2011)
bahwa untuk mencapai tujuan promosi kesehatan salah satu
strategi yang digunakan adalah bina suasana.
Bina
suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan
sosial yang mendorong individu anggota masyarakat
untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu
56
apabila lingkungan sosial dimana ia berada seperti
keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan,
kelompok arisan dan bahkan masyarakat umum memiliki
opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Untuk mendukung proses promosi kesehatan
dalam
membawa
khususnya
dalam
masyarakat
upaya
melakukan
mengajak
para
PHBS,
individu
mengubah perilaku dari fase tahu ke fase mau, perlu
dilakukan bina suasana. Menurut Depkes (2006) pada
pelaksanaannya
terdapat
pendekatan
dalam
bina
suasana yang dapat dilakukan yaitu pendekatan individu,
melalui pendekatan tersebut diharapkan mereka akan
menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku
yang sedang diperkenalkan dan mereka juga diharapkan
dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal
perilaku yang sedang diperkenalkan dan bersedia atau
mau mempraktikkan perilaku yang sudah diperkenalkan
tersebut dalam hal ini yang sudah diberikan promosi
kesehatan
dan
dapat
menciptakan
suasana
yang
kondusif bagi perubahan perilaku individu. Liliweri (2007)
menjadikan
strategi
promosi
kesehatan
sebagai
57
determinan penting dari perilaku sehat dan menjadikan
strategi promosi kesehatan sebagai program untuk
meningkatkan perilaku sehat atau perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dari masyarakat, keluarga, dan
individu. Keberhasilan suatu program dapat dipengaruhi
oleh strategi yang digunakan.
Hal lain yang bisa dilakukan bidan dalam strategi
promosi kesehatan adalah pemberdayaan. Pemberdayaan
adalah
proses
pemberian
informasi
kepada
individu,
keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta
proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari
tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice). Berdasarkan hasil penelitian Suci (2008) bahwa
pemberdayaan masyarakat mempunyai pengaruh yang
relatif lebih besar terhadap tingkat PHBS dibanding bina
suasana dan advokasi. Berdasarkan penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa semakin baik pelaksanaan strategi
promosi
akan
dapat
membantu
atau
mendorong
58
peningkatan mutu perilaku hidup sehat dari masyarakat,
keluarga atau individu.
Strategi lain yang dapat digunakan dalam promosi
kesehatan adalah advokasi dengan pendekatan dan
motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan
dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari
segi materi maupun non materi. Pentingnya advokasi
sebagai bentuk pendekatan dengan para pembuat
keputusan setempat dapat dilihat melalui penelitian yang
dilakukan oleh Rachman (2009) tentang penerapan
strategi promosi kesehatan pada pemberian inisiasi
menyusu dini di Rumah Bersalin Sophiara Makassar,
bahwa kurang berhasil atau kegagalan suatu program
kesehatan sering disebabkan oleh karena kurang atau
tidak adanya dukungan dari para pembuat keputusan,
baik di tingkat nasional maupun lokal. Berbeda halnya
dengan penelitian Rezki,
dkk. (2013) bahwa
ada
hubungan yang signifikan antara advokasi dengan PHBS
individu
pada
Puskesmas
penelitian
masyarakat
Seikijang
tersebut
Perkebunan
Kabupaten
yang
di
wilayah
Pelalawan.
menyatakan
bahwa
Hasil
ada
59
hubungan advokasi terhadap peningkatan PHBS pada
tatanan rumah tangga. Strategi advokasi dapat tercapai
jika ada peran aktif dari masyarakat, dinas terkait, dan
pemegang kebijakan kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas, didapatkan bahwa
strategi promosi kesehatan sangat berpengaruh terhadap
PHBS terkhususnya dalam 3 indikator, yaitu persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, penimbangan bayi dan
balita, serta pemberian ASI eksklusif.
4.3.5 Latar Belakang Pendidikan Ibu dan Sarana Prasarana
yang Kurang Menjadi Hambatan Promosi Kesehatan Ibu
dan Anak
Sebagian
besar
partisipan
mengatakan
latar
belakang pendidikan ibu menjadi salah satu hambatan
dalam efektifitas promosi kesehatan. Walaupun peneliti tidak
melakukan survei terhadap populasi area penelitian, terlihat
bahwa pendidikan perempuan di Desa Beteleme sebagian
besar
rendah,
berdasarkan
Kabupaten Morowali Utara
data
(2015)
dari
Profil
Daerah
sebanyak 68,5%
60
pendidikan perempuan di Desa
Beteleme hanya sampai
sekolah menengah pertama (SMP). Oleh karena itu latar
belakang pendidikan ibu menjadi salah satu hambatan
promosi kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Beteleme.
Ibu yang memiliki pendidikan yang rendah sulit untuk
diberikan pemahaman dan susah untuk menerima apa yang
disampaikan. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut,
promosi kesehatan tentang ibu dan anak dilakukan secara
terus menerus sampai mereka bisa memahami dan
menerima apa yang disampaikan. Hasil penelitian Shinta,
dkk. (2013) menyatakan bahwa pendidikan seseorang akan
mempengaruhi pola hidup dan proses penerimaan materi
lebih mudah dipahami sehingga orang tersebut akan
merubah perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan
tujuan. Menurut Hasanbasri (2007), semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka semakin baik pengetahuan ibu tentang
kesehatan. Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa
tingginya pendidikan seseorang akan sangat mempengaruhi
pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang kesehatan.
Menurut Sari (2006), ada keeratan hubungan antara
pengetahuan dalam upaya memperbaiki perilaku. Dengan
demikian meningkatkan pengetahuan akan memberi hasil
61
yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku. Semakin
tinggi pendidikan ibu, semakin baik pengetahuan tentang
kesehatan ibu dan anak. Hal yang berbeda ditemukan oleh
penelitian Kresno, dkk. (2008), yang mengemukakan bahwa
semakin tinggi pendidikan, ada kecenderungan kurang
memanfaatkan posyandu sebagai bagian dari promosi
kesehatan.
Berdasarkan
uraian
tersebut
peneliti
berpendapat bahwa salah satu faktor keberhasilan promosi
kesehatan bergantung pada latar belakang pendidikan ibu.
Agar pelaksanaan program promosi kesehatan dapat
berjalan dengan baik, maka harus didukung dengan
ketersediaan
sarana.
Dalam
melaksanakan
program
promosi kesehatan di puskesmas Beteleme salah satu yang
menjadi kendala adalah ketersediaan sarana dan prasarana.
Media promosi kesehatan pada dasarnya adalah alat bantu
pendidikan, disebut media promosi kesehatan karena alatalat tersebut merupakan saluran untuk menyampaikan
informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan
bagi
masyarakat
atau
klien
(Notoatmodjo,
2007).
Ketersediaan sarana dan prasarana tentunya sangat
mempengaruhi kinerja dan kualitas pelayanan. Idealnya
62
dalam melaksanakan promosi kesehatan salah satunya
adalah sarana dan prasarana yang lengkap. Menurut
Kementrian
Kesehatan
(2007)
standar
sarana
atau
peralatan minimal promosi kesehatan yang harus dimiliki
oleh puskesmas adalah flipcharts dan stands, poster, papan
informasi, projector, amplifier dan wireless microphone,
kamera foto, megaphone, selain peralatan tersebut yang
sama pentingnya dan mendukung
dalam pelaksanaan
promosi kesehatan yaitu alat peraga seperti phantom bayi
dan phantom breast care khususnya dalam promosi
kesehatan ASI eksklusif, karena dengan menggunakan alat
peraga tersebut bisa langsung dipraktekkan dan lebih cepat
dipahami.
puskesmas
Sarana
dan
Beteleme
prasarana
untuk
yang
dimiliki
pelaksanaan
oleh
promosi
kesehatan adalah poster dan papan informasi. Microphone
dan LCD tersedia di puskesmas tetapi bukan meruapakan
alat khusus untuk promosi kesehatan dan belum memiliki
alat peraga dalam melaksanakan promosi kesehatan.
Lengkapnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
puskesmas
dapat
membantu
pelaksanaan
promosi
kesehatan lebih baik lagi. Berdasarkan hasil penelitian oleh
Triar (2009), sarana dan prasarana yang digunakan dalam
63
pelaksanaan promosi kesehatan dengan menggunakan
poster dan leafleat saja dianggap dapat membantu dalam
menyebarluaskan informasi kesehatan.
4.3.6 Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Berdampak Baik di
Kehidupan Masyarakat.
Promosi kesehatan ibu dan anak dalam 3 indikator
PHBS yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
penimbangan
memberikan
berat
ASI
badan
eksklusif
bayi
sudah
dan
balita,
dilaksanakan
serta
oleh
puskesmas Beteleme dan terlihat adanya peningkatan sikap
dalam menjaga kesehatan ibu dan anak. Hal tersebut
didukung
oleh
penelitian
Fitrianingsih
(2010)
yang
menyebutkan adanya peningkatan sikap PHBS setelah
dilakukan intervensi promosi kesehatan. Terlihat adanya
perubahan perilaku dalam menjaga kesehatan dalam profil
kesehatan puskesmas Beteleme (2015) yaitu cakupan
persalinan
oleh
tenaga
kesehatan
sebanyak
100%,
pemberian ASI eksklusif sebanyak 72% dan penimbangan
berat badan bayi dan balita sebanyak 100%. Jumlah balita
yang tersebar di 14 posyandu adalah 383 orang dan
semuanya tercatat dalam melakukan penimbangan setiap
64
bulan pada saat posyandu. Selain itu pada pemantauan
status gizi balita puskesmas Beteleme tahun 2015, tercatat
status gizi baik sebanyak 98,2% dan pada angka kematian
ibu yaitu 26/100.000 KH dan angka kematian bayi 15/1.000
KH. Dari data yang sudah disajikan diatas, terlihat bahwa
ibu yang akan bersalin sudah mengerti kalau akan
melakukan persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
dan sudah melakukan penimbangan berat badan bayi dan
balita di posyandu, walaupun pemberian ASI eksklusif
belum sepenuhnya 100% tetapi dari data tersebut sudah
menunjukan bahwa sebagian besar dari ibu menyusui
sudah memberikan dan mengerti dengan pemberian ASI
eksklusif.
Berdasarkan uraian diatas, keberhasilan promosi
kesehatan ibu dan anak dalam 3 indikator PHBS berdampak
baik pada kehidupan masyarakat khususnya pada Ibu dan
anak
dalam
meningkatkan
derajat
kesehatannya.
Pelaksanaan promosi kesehatan yang dilakukan dengan
berbagai bentuk akan membawa dampak yang positif bagi
masyarakat. Kelas ibu hamil merupakan salah satu upaya
promosi kesehatan di Puskesmas Beteleme. Hal ini
memberikan dampak yang sangat besar kepada ibu karena
65
dapat membantu untuk perlahan-lahan dapat merubah
perilaku dalam menjaga kesehatan ibu maupun anaknya,
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Noviati (2015) bahwa
promosi kesehatan yang dilakukan melalui kelas ibu hamil
dapat merubah perilaku ibu hamil
walaupun tidak dapat
dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Hal tersebut
dapat membuktikan bahwa promosi kesehatan dapat
memberikan sesuatu hal yang positif. Selain itu berdasarkan
penelitian dari Elly, dkk. (2006) promosi kesehatan dengan
menggunakan
peer
education
lebih
efektif
dalam
meningkatkan perilaku ibu.
Promosi
sangat
kesehatan
memberikan
dampak
yang
baik bagi kesehatan ibu dan anak, berdasarkan
hasil penelitian Dewi (2008), dengan adanya promosi
kesehatan ibu yang akan berhasil lebih mengerti resikonya
apabila tidak bersalin dengan tenaga kesehatan dan
sebagian besar sudah mengerti manfaat dari pemberian ASI
eksklusif. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wahyu, dkk.
(2010) bahwa ibu yang akan bersalin melakukan persalinan
dengan dukun, merubah perilaku setelah dilakukan promosi
kesehatan secara terus menerus, yaitu bersalin yang
dibantu oleh tenaga kesehatan dan rajin pergi ke posyandu
66
untuk menimbang anaknya. Promosi kesehatan ibu dan
anak merupakan determinan yang sangat penting dalam
merubah perilaku masyarakat sehingga dapat memberikan
dampak yang positif bagi kesehatan.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Peneliti mengidentifikasi keterbatasan dalam penelitian
ini adalah keterbatasan waktu di karenakan partisipan sibuk
melayani
pasien
sehingga
peneliti
dan
partisipan
sulit
menemukan waktu yang tepat untuk melakukan proses
wawancara.
Download