BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 April sampai tanggal 16 Mei 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Beteleme Kecamatan lembo Kabupaten Morowali Utara provinsi Sulawesi tengah. Puskesmas Beteleme diresmikan tanggal 08 Mei 1978 terletak di Desa Beteleme Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali Utara. Letak geografis desa Beteleme berada diantara 02o 14’ LS dan 121o 28’ dengan luas lokasi 5.791,5 m2. Batasan wilayah kerja Puskesmas Beteleme Kecamatan Lembo adalah sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Petasia, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan lembo Raya dan Provinsi Sulawesi Selatan, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Mori atas, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Petasia Timur. 31 32 4.1.2. Struktur Organisasi Puskesmas Kepala Puskesmas Tata Usaha Promosi Kesehatan Upaya Kesehatan Masyarakat Jaringan Pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan Puskesmas Pembantu Bidan Desa 4.1.3 Proses Penelitian Pada penelitian ini, yang paling pertama peneliti lakukan adalah memberikan surat ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Kesehatan ke bagian tata usaha Puskesmas Beteleme kemudian setelah mendapatkan ijin penelitian dari Kepala Puskesmas, peneliti sudah bisa melakukan penelitian pada saat itu. Partisipan pada penelitian ini diperoleh peneliti dari proses wawancara pada pengurus promosi kesehatan. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan didapatkan informasi bahwa yang melakukan promosi kesehatan ibu dan anak sebagian besar adalah 33 bidan. Peneliti memperoleh data ada 13 bidan di Puskesmas Beteleme, yang sesuai dengan kriteria partisipan yang sudah ditentukan adalah 8 orang tetapi yang bersedia untuk diwawancara adalah 6 orang, sehingga total partisipan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 partisipan. Pada penelitian ini peneliti interview menggunakan dengan total teknik wawancara pertanyaan structured berjumlah 10 pertanyaan, adapun lamanya proses wawancara pada masing-masing partisipannya berkisar antara 20-45 menit dalam 1 kali pertemuan. Pada penelitian ini, pertemuan yang peneliti lakukan untuk membina hubungan saling percaya dan wawancara mendalam sebanyak 3 kali kepada masing-masing partisipannya. Pada tanggal 20 April sampai 21 April 2016 peneliti menemui tiap-tiap partisipannya untuk membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak waktu dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan wawancara peneliti, dengan maksud agar partisipan mengetahui tujuan peneliti melakukan penelitian ini. Wawancara yang peneliti lakukan disesuaikan dengan aktivitas, kesediaan dan kesiapan partisipan sendiri, sehingga proses penelitian ini tidak 34 mengganggu aktivitas partisipan dan guna melancarkan jalannya proses wawancara. Saat penelitian berlangsung semua partisipan menyambut dengan baik kehadiran penelliti saat proses wawancara berlangsung, partisipan terlihat antusias dan sangat terbuka dalam menjawab tiap pertanyaan yang ada. 4.1.3 Gambaran Umum Partisipan Partisipan dalam penelitian ini memiliki pengalaman dalam memberikan promosi kesehatan ibu dan anak yang sudah bekerja di Puskesmas atau keperawatan komunitas selama lebih dari 5 tahun. Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan Nama (Inisial) RT Umur (Tahun) 34 NR Pendidikan Pekerjaan Lama Kerja Amd.Keb Bidan 6 tahun 40 Amd.Keb Bidan 10 tahun NN 28 Amd.Keb Bidan 7 tahun SA 30 Amd.Keb Bidan 9 tahun LT 26 Amd.Keb Bidan 5 tahun LM 28 Amd.Keb Bidan 6 tahun 35 4.2. Hasil Penelitian Hasil penelitian memaparkan mengenai beberapa tema yang didapatkan dari hasil wawancara dan observasi, diangkat dari hasil sub-sub tema yang ditemui selama di lapangan. Peneliti mendapatkan 6 tema besar yang mendasari hasil penelitian. Adapun tema tersebut adalah : 4.2.1. Bervariasinya Pemahaman Bidan terhadap 10 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dari semua 6 partisipan tidak semua bidan mengetahui semua Indikator PHBS. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini : “10 indikator PHBS yang pertama persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan, memberikan ASI ekslusif, penimbangan bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, makan buah setiap hari, melakukan aktifitas fisik, tidak merokok dalam rumah” (P1Q1A1) “Yang saya tau itu pertolongan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberikan ASI Ekslusif, penimbangan berat badan bayi dan balita, dan ketersediaan jamban kalau yang lainya saya kurang ingat hanya yang tentang kesehatan ibu dan anak saja yang saya ingat skali (sambil ketawa)” (P3Q1A1) 36 Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh partiisipan lain yaitu P2Q1A1, P4Q1A1, P5A1Q1 dan P6Q1A1. Dari 6 partisipan yang mengetahui 10 indikator PHBS ada 2 orang yaitu partisipan 1 dan 2, sedangkan 4 partisipan lainnya hanya mengetahui 4-6 indikator PHBS. Berdasarkan peryataan diatas, maka pengetahuan bidan tentang 10 indikator PHBS sangat bervariasi. 4.2.2. Perencanaan dan pengawasan promosi kesehatan dilakukan secara rutin. Sebelum dilakukan pelaksanaan promosi kesehatan tentang kesehatan Ibu dan anak, dilakukan perencanaan dan pengawasan setiap awal bulan dalam bentuk lokakarya mini yang dihadiri oleh semua petugas kesehatan. Kegiatan lokakarya mini diantaranya adalah untuk menentukan jadwal kegiatan, teknik pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan tim kerja. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini : “Biasanya sebelum diadakan kegiatan Promosi Kesehatan tersebut kita mengadakan lokakarya mini atau loka karya mini setiap awal bulan” (P1Q3A1) “Setiap awal bulan kami mengadakan lokakarya mini… Semua petugas kesehatan Gizi, bidan, kesling, kesmas dan staff puskesmas di kumpul untuk membicarakan kegiatan apa yang akan dilakukan dalam bulan tersebut termaksud untuk perencanaan Promosi Kesehatan…” (P2Q3A1) 37 Selain menyusun rencana kegiatan promosi kesehatan, dalam lokakarya mini juga sudah langsung membicarakan evaluasi yang akan dilakukan setelah pelaksanaan promosi kesehatan itu selesai. Evaluasi yang dilakukan adalah melakukan wawancara kepada masyarakat yang ikut sejauh mana mereka mengerti tentang promosi kesehatan yang sudah diberikan, membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan dan pada kelas ibu hamil melakukan post tes sebanyak 15 nomor pada pertemuan ketiga. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini “Evaluasinya itu kami wawancara mayarakatnya…. dan kami juga membuat laporan pertanggung jawaban… untuk evaluasi kelas ibu hamil itu kami buat post tes..” (P6Q7A1) “post tesnya itu ada 15 soal sudah mencakup semua materi yang diberikan selama 3 kali pertemuan..” (P2Q7A2) Pernyataan diatas diungkapkan juga oleh semua partisipan dengan kode P1Q7A1-2, P3Q7A1, P4Q7A1-2, P5Q7A1-2. Dalam pelaksanaan lokakarya mini selain menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan dilakukan juga penentuan sasaran utama dalam promosi kesehatan ibu dan anak. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: 38 “Sasarannya ibu hamil dan keluarganya..” (P1Q8A4) Pernyataan diatas diungkapkan juga oleh semua partisipan dengan kode P2Q8A4, P3Q8A2, P4Q8A4, P5Q8A3 dan P6Q8A3. 4.2.3 Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Sudah Dilakukan di Puskesmas Sesuai dengan Prosedur. Promosi kesehatan ibu dan anak dalam 3 indikator PHBS tentang persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, penimbangan berat badan bayi dan balita, memberikan ASI ekslusif sudah dilaksanakan oleh Puskesmas. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini “iya semua sudah kami laksanakan….” (P1Q2A1) Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua partisipan dengan kode P2Q2A1, P3Q2A1, P4Q2A2, P5Q2A1 dan P6Q2A1. Pelaksanaan promosi kesehatan ibu dan anak dilakukan di luar gedung dengan melakukan penyuluhan pada saat posyandu setiap 1 bulan sekali dan pelaksanaan kelas ibu hamil setiap 3 kali pertemuan dalam sebulan. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh bidan desa di masingmasing puskesmas pembantu dan salah satu rumah ibu 39 hamil. Kegiatannya bersifat formal, dimulai dari perkenalan, menjelaskan tujuan, memberikan materi tentang kesehatan ibu dan anak dengan menggunakan media, setelah itu dilakukan sesi tanya jawab. Kelas ibu hamil ini tidak ada batasan waktunya, biasanya paling lama 1-2 jam dan maksimal peserta dalam kelas ibu hamil berjumlah 5 orang. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: “pada saat pelaksanaan posyandu tiap bulan kita berikan Promosi Kesehatan sama dorang (kepada mereka), dan pada saat kelas ibu hamil sebanyak 3 kali dalam 1 bulan…”( P2Q5A1) “kalau tempat pelaksanaanya tidak menentu biasanya dirumah salah satu ibu hamil atau di puskesmas pembantu…” (P1Q4A7) “kita laksanakan kelas ibu hamil ini kalau ibu hamil didesa tersebut ada 5 orang…”(P6Q4A4) Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua partisipan dengan kode P2Q4A3-4, P4Q5A1, P5Q5A1, P6Q5A1, P2Q4A4-7, P3Q4A2-6, P4Q1A2-6, P5Q4A2-5 dan P6Q4A2-6. Selain pelaksanaan promosi kesehatan dilakukan di luar gedung ada juga yang dilakukan di dalam gedung secara individu ketika pasien datang memeriksakan 40 kehamilan dan kesehatan anaknya di Puskesmas. Media yang biasa digunakan adalah memberikan pamflet tentang persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan tujuan agar Ibu hamil bisa mengerti lagi tentang keuntungan apabila bersalin dibantu oleh tenaga kesehatan dan pemasangan poster di ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tentang manfaat ASI eksklusif dan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan difasilitas kesehatan. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: “didalam gedung ketika pasien datang kita langsung berikan penyuluhan secara langsung, setelah kita selesai memeriksa keadaan kehamilanya” (P5Q4A1) “kalau poster itu kami tempel di ruang KIA”( P6Q4A7) Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua partisipan dengan kode P1Q4A1,8, P2Q4A9, P3Q4A1,7, P4Q4A1,8, P5Q4A1,6 dan P6Q4A1,7. 4.2.4 Strategi Bidan dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan Teridentifikasi dari hasil wawancara dan observasi bahwa bidan melakukan strategi dalam promosi kesehatan ibu dan anak. Strategi yang teridentifikasi antara lain menggabungkan ibu hamil dengan desa yang lain sehingga kelas ibu hamil dapat dilaksanakan, menciptakan suasana 41 yang nyaman selama pelaksanaan promkes dan melakukan penyuluhan kepada individu serta keluarganya setelah dilakukan pemeriksaan antenatal. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: “…kalau tidak sampai 5 orang misalnya hanya ada 2 orang, agar ibu hamil ini bisa mengikuti kelas ibu hamil kita gabungkan dengan ibu hamil di desa tetangga jadi ibu hamil ini tetap mengikuti kelas ibu hamil tiap minggunya, torang semua (kita semua) duduk melantai supaya suasana tidak tegang” P6Q4A4 Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh semua partisipan dengan kode P1Q4A4, P2Q4A8, P3Q4A5, P5Q4A4 dan P6Q4A6. 4.2.5 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat dan Fasilitas yang Kurang Menjadi Hambatan Promosi Kesehatan. Dari hasil wawancara dapat disimpukan bahwa latar belakang pendidikan masyarakat yang kurang menjadi salah satu hambatan dalam melaksanakan promosi kesehatan. Partisipan mengatakan bahwa ibu yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, sulit untuk mengerti dan memahami apa yang disampaikan sehingga partisipan harus secara terus menerus memberikan informasi 42 sehingga dapat dimengerti. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: “…kalo hambatanya biasa kalo latar belakang pendidikanya agak kurang itu susah kita untuk berikan Promosi Kesehatan supaya dorang (mereka) mengerti” (P3Q6A1) Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh partisipan yang lain dengan kode P1Q6A1, P4Q6A1 dan P6Q6A1. Selain latar belakang pendidikan yang kurang, kurangnya fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan hambatan dalam pelaksanaan promosi kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa semua partisipan mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan pada saat memberikan penyuluhan di posyandu karena mereka tidak memiliki pembesar suara, LCD, dan camera untuk mendokumentasikan kegiatan, untuk dokumentasi mereka menggunakan handphone sendiri. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh puskesmas hanya poster, pamflet dan papan informasi. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: “yang dimiliki itu hanya poster, brosur, dan papan informasi, kalau untuk pembesar suara, leptop, lcd kami belum punya… untuk dokumentasi kami hanya memakai kamera hanphone sendiri.” (P2Q6A3-4) 43 Pernyataan diatas diungkapkan juga oleh partisipan yang lain dengan kode P1Q6A2, P3Q6A2, P4Q6A2, P5Q6A1-3, P6Q6A2-3. Berdasarkan pernyataan diatas bahwa dari bidang promosi kesehatan sendiri belum memiliki fasilitas yang mendukung untuk pelaksanaan promosi kesehatan yang lebih baik. 4.2.6 Promosi kesehatan Ibu dan Anak berdampak baik dikehidupan masyarakat. Promosi kesehatan ibu dan anak berdampak baik di masyarakat khususnya kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki anak. Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa semua ibu hamil telah memiliki perencanaan untuk bersalin di tenaga kesehatan. Respon masyarakat yang sangat antusias mengikuti posyandu diasumsikan sebagai salah satu faktor berkurangnya angka kematian ibu dan anak. Promosi kesehatan pemberian ASI eksklusif juga sudah dilakukan dengan baik dan Ibu menyusui mengerti manfaat dari ASI ekskslusif. Setiap posyandu bidan selalu mengingatkan bahwa anaknya tetap diberikan ASI eksklusif. Promosi kesehatan ibu dan anak sangat berdampak positif di masyarakat. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: 44 “Dampaknya sangat baik karna mereka bisa mengetahui bahaya-bahaya yang timbul akibat dri persalinan yang tidak di tolong oleh tenaga kesehatan. Angka kematian ibu pada saat bersalin juga disni kurang…” (P2Q8A7) “Kalau dampaknya saya rasa baik karena semua ibuibu antusias untuk membawa anakanya menimbang” (P4Q9A6) Pernyataan di atas juga diungkapkan oleh partisipan yang lainnya dengan kode P3Q8A5, P4Q8A6, P5Q8A6, P6Q8A6, P5Q9A5 dan P6Q9A5. 4.3. Pembahasan Pembahasan pada penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. Penjabaran dalam menggunakan penelitian beberapa teori dengan dalam tujuan penelitian, pembahasan dan menginterpretasikan tema yang sudah didapat dari penelitian. Dari hasil penelitian terhadap 6 riset partisipan dan didapatkan 6 tema yang dapat membantu menjawab tujuan umum dan juga tujuan khusus. 4.3.1 Bervariasinya Pemahaman Bidan tentang 10 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pemahaman yang didasari oleh pengetahuan akan membantu bidan dalam mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang ada dimasyarakat serta dapat melakukan 45 promosi kesehatan PHBS. Bervariasinya pemahaman bidan mengenai PHBS diidentifikasi karena kurangnya sumber informasi yang didapatkan. Notoadmodjo (2005) menyatakan bahwa sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, sumber informasi dapat diperoleh dari mana saja melalui media cetak seperti surat kabar, artikel, pamflet, poster dan buku. Media elektronik juga merupakan salah satu sumber informasi seperti televisi, radio dan internet. Seiring berkembangnya teknologi akan lebih mudah kita mendapatkan informasi yang kita inginkan, khususnya bagi tenaga kesehatan akan lebih cepat mengetahui informasi-informasi terbaru terkait dengan kesehatan salah satunya informasi tentang 10 indikator PHBS. Sumber informasi tentang PHBS bisa didapatkan melalui media cetak dan media elektronik. Depkes (2011) menyatakan sumber informasi kesehatan seperti indikator PHBS bisa didapatkan dari sosialisasi, pelatihan dan pertemuan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan atau Rumah Sakit. Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa pertemuan bulanan seperti lokakarya mini dalam perencanaan dan pengawasan promosi 46 kesehatan merupakan salah satu bentuk sumber informasi bagi tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terlihat bahwa di ruang KIA tidak terdapat pamflet, poster atau buku yang memuat informasi tentang 10 indikator PHBS, padahal dengan menempelkan poster selain untuk dibaca oleh pasien yang datang memeriksa secara tidak langsung dapat membantu bidan untuk lebih memahami semua indikator PHBS. Hasil wawancara peneliti didapatkan bahwa bidan koordinator sudah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh dinas kesehatan dan belum sempat mengumpulkan semua bidan untuk melakukan sosialisasi dari hasil pelatihan yang didapatkan karena yang mengikuti pelatihan tersebut hanya bidan koordinatornya saja. Menurut Wigati (2006), sosialisasi merupakan proses seseorang dalam mempelajari sesuatu hal yang tidak diketahui sebelumnya dan dapat membantu memberikan pemahaman. Upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan pemahaman dan menyebarluaskan informasi salah satunya adalah dengan melakukan sosialisasi. Menurut Depkes RI (2005), sosialisasi merupakan penyebarluasan informasi dari satu 47 pihak kepada menciptakan pihak-pihak pemahaman lainnya yang sehingga baru. dapat Bervariasinya pemahaman bidan tentang 10 indikator PHBS pada studi ini dapat diasumsikan kurangnya sosialisasi dari bidan koordinator kepada bidan yang lainya dan kurangnya paparan sumber informasi yang didapatkan. Pemahaman bidan tentang semua indikator PHBS sangat penting bagi masyarakat. Hasil penelitian Rini (2011) menyatakan bahwa sumber informasi PHBS yang didapatkan oleh masyarakat sebagian besar didapatkan dari petugas kesehatan, peran dan dukungan dari petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam menjaga kebersihan. Hasil penelitian Edison, dkk., (2013) menyatakan bahwa sebagian besar dari respondennya belum penah mendengar istilah PHBS, sehingga PHBS pada tatanan rumah tangga masih belum diterapkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2013), untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dibutuhkan pemberi informasi seperti dokter dan bidan untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat, serta menjadi tempat bertanya bagi masyarakat tentang masalah-masalah 48 kesehatan penelitiannya yang terjadi. mengatakan Rodiyatun bahwa (2016) tenaga dalam kesehatan memiliki peran penting dalam memberikan informasi tentang PHBS sehingga dapat membantu untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu pengetahuan bidan tentang 10 indikator PHBS sangatlah penting untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi tentang kesehatan. Informasi tentang PHBS yang didapatkan oleh masyarakat tidak hanya berasal dari petugas kesehatan saja melainkan bisa didapatkan dari sumber informasi yang lain seperti media massa. Berdasarkan penelitian Kristiyah (2012), siswa lebih banyak mendapatkan informasi PHBS tentang mencuci tangan pakai sabun melalui media massa cetak seperti koran dan juga media elektronik seperti televisi. Selain itu penelitan Hermawan, dkk. (2013) menyatakan bahwa peran aktif dari dinas kesehatan juga dapat membantu masyarakat dalam menjaga kesehatan. Informasi yang didapatkan oleh masyarakat tentang PHBS tidak semua didapatkan dari tenaga kesehatan, tetapi juga dari media massa dan media elektronik. Penelitian dari Windari (2005) menunjukan bahwa adanya hubungan erat antara 49 pengetahuan ibu dengan penerapan PHBS pada tatanan rumah tangga. Hal tersebut menunjukan bahwa ibu yang berpengetahuan baik akan berpeluang besar untuk melaksanakan PHB. Dengan demikian pengetahuan yang baik tentang PHBS pada tatanan rumah tangga beserta semua indikatornya akan menentukan pembentukan sikap yang positif terhadap pelaksanaannya. 4.3.2 Perencanaan dan Pengawasan Promosi Kesehatan Dilakukan Secara Rutin Proses perencanaan dan pengawasan dilakukan dalam bentuk lokakarya mini yang dilakukan setiap awal bulan. Menurut Depkes (2012) lokakarya mini adalah suatu bentuk upaya untuk penggalangan dan pemantauan berbagai kegiatan puskesmas melalui pertemuan. Maulana (2009) mengatakan bahwa dalam melakukan penyusunan perencanaan dan evaluasi dilakukan sejalan. Nasrul (2010) mendefenisikan lokakarya mini sebagai upaya untuk menggalangkan kerjasama tim untuk penggerakan dan upaya pelaksanaan kesehatan di puskesmas sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dari tiap-tiap upaya kesehatan pokok puskesmas, sehingga tidak terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan. 50 Perencanaan promosi kesehatan merupakan suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas, dan alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan. Perencanaan kegiatan selain lokakarya mini ada juga model perencanaan yang dikembangkan oleh Green dan Kreuter (1991) dalam Maulana (2009) yaitu model Precede-Proceed dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Precede digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program, sedangkan Proceed digunakan untuk menetapkan sasaran, pelaksanaan dan evaluasi. Model Precede-Proceed menurut Smitch, dkk. (2006) adalah model yang paling banyak diterima dan telah berhasil diterapkan dalam perencanaan program-program seperti promosi kesehatan dan lebih praktis. Hal tersebut didukung oleh Endang, dkk. (2015) dalam penelitianya mengatakan bahwa model PrecedeProceed dapat diaplikasikan dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. model Precede-Proceed yang dapat Selain digunakan dalam perencanaan program, menurut Maulana (2009) yaitu model PERT yang dikembangkan oleh Ross dan Micco dalam beberapa versi dan modifikasi, model ini masih digunakan 51 dalam aplikasi kegiatan atau program. Model PERT terdiri atas 6 fase yaitu initation, needs assesmant, goal setting, planning, implementation, dan evaluation. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2007) evaluasi dilakukan pada setiap pertengahan dan akhir tahun untuk menilai proses dari hasil pelaksanaan promosi kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan evaluasi yang dilakukan oleh Puskesmas Beteleme, tetapi evaluasi yang dilakukan bukan hanya di pertengahan dan akhir tahun, melainkan setiap akhir bulan karena ada kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap bulannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menlilai sejauh mana kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai. Menurut Maulana (2009), evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator sebagai masukan untuk perbaikan. Evaluasi program menurut Atik, dkk. (2009) juga dilakukan untuk mengetahui hasil pencapaian dan keterbatasan program. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa program promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila melalui tahapan-tahapan tersebut. 4.3.3 Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Sudah Dilakukan di Puskesmas Sesuai dengan Prosedur 52 Promosi kesehatan Ibu dan anak yang sesuai dengan prosedur dilaksanakan dengan cara penyuluhan secara perorangan pada saat datang berkunjung ke puskesmas dan penyuluhan secara berkelompok pada saat posyandu, memasang poster tentang kesehatan ibu dan anak di puskesmas dan puskesmas pembantu di setiap desa (Depkes, 2011). Pelaksanaan promosi kesehatan dalam 3 indikator PHBS tentang persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, penimbangan berat badan bayi dan balita dan pemberian ASI eksklusif sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Puskesmas Beteleme. Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia nomor 585/MENKES/SK/V/2007 menyatakan bahwa promosi kesehatan dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung puskesmas. Promosi kesehatan di dalam gedung puskesmas adalah promosi kesehatan yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung puskesmas seperti di tempat pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar obat, tempat pembayaran dan halaman puskesmas. Sebagai contohnya pemasangan poster dan selebaran di ruang KIA dan Kamar Bersalin (KB). Hal tersebut didukung 53 oleh Hermina, dkk. (2015) bahwa prosedur promosi kesehatan dengan media poster mudah dipahami oleh masyarakat terkhususnya ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki bayi dan balita. Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan (2011) yang dilaksanakan di luar gedung puskesmas sebagai suatu upaya untuk meningkatkan PHBS dalam 3 indikator khusus yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan bahwa promosi kesehatan Ibu dan anak diluar gedung dapat dilaksanakan di posyandu dan program kelas Ibu hamil. Prosedur pelaksanaannya melakukan penyuluhan, pemutaran video dan memberikan materi pada saat kelas ibu hamil. Berdasarkan penelitian Cahya (2007), dalam pelaksanaan promosi kesehatan penyuluhan dan pemutaran video adalah salah satu metode yang efektif untuk ibu memahami apa yang disampaikan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan sehingga ibu mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan promosi kesehatan ibu dan anak yang dilakukan salah satu tujuannya yaitu untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak. Promosi Kesehatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah tetapkan 54 oleh pemerintah. Depkes (2010) menyatakan bahwa upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat tidak hanya sebatas menyusun program promosi kesehatan melainkan ada program nasional lainnya yaitu membentuk Desa Siaga. Republik Menurut Indonesia Keputusan nomor Menteri Kesehatan 564/MENKES/SK/VIII/2006 tentang pedoman pelaksanaan pengembangan Desa Siaga dapat membantu atau memfasilitasi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya dalam mengatasi masalah kesehatan dan pengembangan Desa Siaga sangat efektif dalam membuat masyarakat sadar untuk mengenali masalah-masalah kesehatan. Berdasarkan penelitian Nuring (2008) mengemukakan bahwa mayarakat sangat antusias untuk mengikuti program Desa Siaga tersebut seperti sosialisasi dan penyuluhan kesehatan. Berdasarkan penelitian Tri (2015), peran desa siaga efektif dalam meningkatkan peran aktif masyarakat untuk merubah perilaku yang kurang mendukung kesehatan masyarakat menuju PHBS dan menjaga lingkungannya. Puskesmas Beteleme sudah menjalankan promosi kesehatan ibu dan anak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah atau dari Dinas Kesehatan setempat yang 55 sudah disepakati oleh puskesmas, akan tetapi dalam pelaksanaan prosedur yang sudah ditetapkan kurang sesuai dengan keadaan masyarakat. Oleh karena itu, bidan dalam hal ini adalah tim pelaksana promosi kesehatan memiliki strategi tersendiri agar promosi kesehatan tersebut tetap dijalankan. 4.3.4 Strategi Bidan dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, bidan melakukan strategi tersendiri dalam prosedur pelaksanaan promosi kesehatan. Ditemukan bahwa pada saat promosi kesehatan bidan berusaha untuk menciptakan suasana yang santai agar selama pelaksanaan promosi kesehatan tidak terlalu tegang dan bidan juga memberikan promosi kesehatan bukan hanya fokus kepada sasaran utamanya saja melainkan dengan anggota keluarganya dan masyarakat disekitarnya. Hal ini sesuai dengan WHO (2011) bahwa untuk mencapai tujuan promosi kesehatan salah satu strategi yang digunakan adalah bina suasana. Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu 56 apabila lingkungan sosial dimana ia berada seperti keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan, kelompok arisan dan bahkan masyarakat umum memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Untuk mendukung proses promosi kesehatan dalam membawa khususnya dalam masyarakat upaya melakukan mengajak para PHBS, individu mengubah perilaku dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Menurut Depkes (2006) pada pelaksanaannya terdapat pendekatan dalam bina suasana yang dapat dilakukan yaitu pendekatan individu, melalui pendekatan tersebut diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan mereka juga diharapkan dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan dan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sudah diperkenalkan tersebut dalam hal ini yang sudah diberikan promosi kesehatan dan dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu. Liliweri (2007) menjadikan strategi promosi kesehatan sebagai 57 determinan penting dari perilaku sehat dan menjadikan strategi promosi kesehatan sebagai program untuk meningkatkan perilaku sehat atau perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dari masyarakat, keluarga, dan individu. Keberhasilan suatu program dapat dipengaruhi oleh strategi yang digunakan. Hal lain yang bisa dilakukan bidan dalam strategi promosi kesehatan adalah pemberdayaan. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Berdasarkan hasil penelitian Suci (2008) bahwa pemberdayaan masyarakat mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar terhadap tingkat PHBS dibanding bina suasana dan advokasi. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa semakin baik pelaksanaan strategi promosi akan dapat membantu atau mendorong 58 peningkatan mutu perilaku hidup sehat dari masyarakat, keluarga atau individu. Strategi lain yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan adalah advokasi dengan pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non materi. Pentingnya advokasi sebagai bentuk pendekatan dengan para pembuat keputusan setempat dapat dilihat melalui penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2009) tentang penerapan strategi promosi kesehatan pada pemberian inisiasi menyusu dini di Rumah Bersalin Sophiara Makassar, bahwa kurang berhasil atau kegagalan suatu program kesehatan sering disebabkan oleh karena kurang atau tidak adanya dukungan dari para pembuat keputusan, baik di tingkat nasional maupun lokal. Berbeda halnya dengan penelitian Rezki, dkk. (2013) bahwa ada hubungan yang signifikan antara advokasi dengan PHBS individu pada Puskesmas penelitian masyarakat Seikijang tersebut Perkebunan Kabupaten yang di wilayah Pelalawan. menyatakan bahwa Hasil ada 59 hubungan advokasi terhadap peningkatan PHBS pada tatanan rumah tangga. Strategi advokasi dapat tercapai jika ada peran aktif dari masyarakat, dinas terkait, dan pemegang kebijakan kesehatan. Berdasarkan uraian diatas, didapatkan bahwa strategi promosi kesehatan sangat berpengaruh terhadap PHBS terkhususnya dalam 3 indikator, yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, penimbangan bayi dan balita, serta pemberian ASI eksklusif. 4.3.5 Latar Belakang Pendidikan Ibu dan Sarana Prasarana yang Kurang Menjadi Hambatan Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Sebagian besar partisipan mengatakan latar belakang pendidikan ibu menjadi salah satu hambatan dalam efektifitas promosi kesehatan. Walaupun peneliti tidak melakukan survei terhadap populasi area penelitian, terlihat bahwa pendidikan perempuan di Desa Beteleme sebagian besar rendah, berdasarkan Kabupaten Morowali Utara data (2015) dari Profil Daerah sebanyak 68,5% 60 pendidikan perempuan di Desa Beteleme hanya sampai sekolah menengah pertama (SMP). Oleh karena itu latar belakang pendidikan ibu menjadi salah satu hambatan promosi kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Beteleme. Ibu yang memiliki pendidikan yang rendah sulit untuk diberikan pemahaman dan susah untuk menerima apa yang disampaikan. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut, promosi kesehatan tentang ibu dan anak dilakukan secara terus menerus sampai mereka bisa memahami dan menerima apa yang disampaikan. Hasil penelitian Shinta, dkk. (2013) menyatakan bahwa pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola hidup dan proses penerimaan materi lebih mudah dipahami sehingga orang tersebut akan merubah perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan. Menurut Hasanbasri (2007), semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik pengetahuan ibu tentang kesehatan. Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa tingginya pendidikan seseorang akan sangat mempengaruhi pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang kesehatan. Menurut Sari (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan memberi hasil 61 yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku. Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin baik pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak. Hal yang berbeda ditemukan oleh penelitian Kresno, dkk. (2008), yang mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan, ada kecenderungan kurang memanfaatkan posyandu sebagai bagian dari promosi kesehatan. Berdasarkan uraian tersebut peneliti berpendapat bahwa salah satu faktor keberhasilan promosi kesehatan bergantung pada latar belakang pendidikan ibu. Agar pelaksanaan program promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik, maka harus didukung dengan ketersediaan sarana. Dalam melaksanakan program promosi kesehatan di puskesmas Beteleme salah satu yang menjadi kendala adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Media promosi kesehatan pada dasarnya adalah alat bantu pendidikan, disebut media promosi kesehatan karena alatalat tersebut merupakan saluran untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien (Notoatmodjo, 2007). Ketersediaan sarana dan prasarana tentunya sangat mempengaruhi kinerja dan kualitas pelayanan. Idealnya 62 dalam melaksanakan promosi kesehatan salah satunya adalah sarana dan prasarana yang lengkap. Menurut Kementrian Kesehatan (2007) standar sarana atau peralatan minimal promosi kesehatan yang harus dimiliki oleh puskesmas adalah flipcharts dan stands, poster, papan informasi, projector, amplifier dan wireless microphone, kamera foto, megaphone, selain peralatan tersebut yang sama pentingnya dan mendukung dalam pelaksanaan promosi kesehatan yaitu alat peraga seperti phantom bayi dan phantom breast care khususnya dalam promosi kesehatan ASI eksklusif, karena dengan menggunakan alat peraga tersebut bisa langsung dipraktekkan dan lebih cepat dipahami. puskesmas Sarana dan Beteleme prasarana untuk yang dimiliki pelaksanaan oleh promosi kesehatan adalah poster dan papan informasi. Microphone dan LCD tersedia di puskesmas tetapi bukan meruapakan alat khusus untuk promosi kesehatan dan belum memiliki alat peraga dalam melaksanakan promosi kesehatan. Lengkapnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh puskesmas dapat membantu pelaksanaan promosi kesehatan lebih baik lagi. Berdasarkan hasil penelitian oleh Triar (2009), sarana dan prasarana yang digunakan dalam 63 pelaksanaan promosi kesehatan dengan menggunakan poster dan leafleat saja dianggap dapat membantu dalam menyebarluaskan informasi kesehatan. 4.3.6 Promosi Kesehatan Ibu dan Anak Berdampak Baik di Kehidupan Masyarakat. Promosi kesehatan ibu dan anak dalam 3 indikator PHBS yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, penimbangan memberikan berat ASI badan eksklusif bayi sudah dan balita, dilaksanakan serta oleh puskesmas Beteleme dan terlihat adanya peningkatan sikap dalam menjaga kesehatan ibu dan anak. Hal tersebut didukung oleh penelitian Fitrianingsih (2010) yang menyebutkan adanya peningkatan sikap PHBS setelah dilakukan intervensi promosi kesehatan. Terlihat adanya perubahan perilaku dalam menjaga kesehatan dalam profil kesehatan puskesmas Beteleme (2015) yaitu cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 100%, pemberian ASI eksklusif sebanyak 72% dan penimbangan berat badan bayi dan balita sebanyak 100%. Jumlah balita yang tersebar di 14 posyandu adalah 383 orang dan semuanya tercatat dalam melakukan penimbangan setiap 64 bulan pada saat posyandu. Selain itu pada pemantauan status gizi balita puskesmas Beteleme tahun 2015, tercatat status gizi baik sebanyak 98,2% dan pada angka kematian ibu yaitu 26/100.000 KH dan angka kematian bayi 15/1.000 KH. Dari data yang sudah disajikan diatas, terlihat bahwa ibu yang akan bersalin sudah mengerti kalau akan melakukan persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan sudah melakukan penimbangan berat badan bayi dan balita di posyandu, walaupun pemberian ASI eksklusif belum sepenuhnya 100% tetapi dari data tersebut sudah menunjukan bahwa sebagian besar dari ibu menyusui sudah memberikan dan mengerti dengan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan uraian diatas, keberhasilan promosi kesehatan ibu dan anak dalam 3 indikator PHBS berdampak baik pada kehidupan masyarakat khususnya pada Ibu dan anak dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Pelaksanaan promosi kesehatan yang dilakukan dengan berbagai bentuk akan membawa dampak yang positif bagi masyarakat. Kelas ibu hamil merupakan salah satu upaya promosi kesehatan di Puskesmas Beteleme. Hal ini memberikan dampak yang sangat besar kepada ibu karena 65 dapat membantu untuk perlahan-lahan dapat merubah perilaku dalam menjaga kesehatan ibu maupun anaknya, Hal tersebut sesuai dengan penelitian Noviati (2015) bahwa promosi kesehatan yang dilakukan melalui kelas ibu hamil dapat merubah perilaku ibu hamil walaupun tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa promosi kesehatan dapat memberikan sesuatu hal yang positif. Selain itu berdasarkan penelitian dari Elly, dkk. (2006) promosi kesehatan dengan menggunakan peer education lebih efektif dalam meningkatkan perilaku ibu. Promosi sangat kesehatan memberikan dampak yang baik bagi kesehatan ibu dan anak, berdasarkan hasil penelitian Dewi (2008), dengan adanya promosi kesehatan ibu yang akan berhasil lebih mengerti resikonya apabila tidak bersalin dengan tenaga kesehatan dan sebagian besar sudah mengerti manfaat dari pemberian ASI eksklusif. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wahyu, dkk. (2010) bahwa ibu yang akan bersalin melakukan persalinan dengan dukun, merubah perilaku setelah dilakukan promosi kesehatan secara terus menerus, yaitu bersalin yang dibantu oleh tenaga kesehatan dan rajin pergi ke posyandu 66 untuk menimbang anaknya. Promosi kesehatan ibu dan anak merupakan determinan yang sangat penting dalam merubah perilaku masyarakat sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi kesehatan. 4.4 Keterbatasan Penelitian Peneliti mengidentifikasi keterbatasan dalam penelitian ini adalah keterbatasan waktu di karenakan partisipan sibuk melayani pasien sehingga peneliti dan partisipan sulit menemukan waktu yang tepat untuk melakukan proses wawancara.