PENTINGNYA STANDAR MUTU LABORATORIUM UNTUK KESEHATAN BENIH Benih merupakan salah satu sarana untuk dapat menghasilkan produksi yang semaksimal mungkin, maka benih harus bermutu tinggi (mutu fisiologis, genetik dan fisik) serta dari jenis yang unggul. Mutu benih sendiri dapat dipengaruhi oleh kesehatan benih. Benih dikatakan sehat jika benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa cendawan, bakteri, virus maupun nematoda. Patogen adalah suatu kesatuan hidup yang dapat menyebabkan penyakit. Sedangkan patogenisitas adalah kemampuan relatif dari suatu patogen untuk menyebabkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan kemungkinan dapat terjadi pada kecambah, tanaman muda ataupun tanaman yang telah dewasa. Semua golongan patogen seperti cendawan, bakteri, virus, dan nematoda dapat terbawa oleh benih. Hal ini dapat terjadi karena benih telah terinfeksi atau karena kontaminasi pada permukaan benih. Kebanyakan patogen yang terbawa benih menjadi aktif segera setelah benih disebar atau disemaikan. Sebagai akibatnya benih menjadi busuk atau terjadi damping off sebelum atau sesudah benih berkecambah. Oleh karena itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai di tangan petani untuk proses penanaman. Untuk menjamin kualitas benih tersebut, maka peranan pengujian kesehatan benih menjadi sangat penting baik terhadap benih ditingkat produsen, pengedar maupun pada tingkat petani. Berkaitan dengan jaminan kualitas benih yang beredar, pada kesempatan ini perlu juga diinformasikan mengenai kebutuhan standar mutu laboratorium untuk kesehatan benih yang sampai sekarang belum tersusun, sehingga belum ada ketentuan khusus dalam label sertifikat benih tentang kondisi status kesehatan benih, walaupun pasar sudah mendesak dimasukkannya komponen mutu pathologis yaitu yang berkaitan dengan ada tidaknya serangan penyakit pada benih serta tingkat serangan yang terjadi. Untuk menjembatani hal tersebut Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) sesuai pengembangan teknik dan metode pengujian fungsinya dalam pelaksanaan laboratorium (Permentan Nomor: 78/Permentan/OT.140/11/2011 tentang organisasi dan tata kerja Balai Besar PPMB-TPH), telah melaksanakan pengembangan metode/observasi, salah satunya mengenai korelasi serangan penyakit BLB (Bacterial Leaf Blight) yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. oryzae dan “pucuk putih” (white tip) disebabkan oleh infeksi Aphelencoides besseyi untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh tingkat infeksi pada benih terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman di lapang yang digunakan sebagai bahan penyusunan standar mutu laboratorium parameter kesehatan benih padi. Hal tersebut juga dikuatkan dengan hasil kegiatan uji petik terhadap benih beredar yang dilaksanakan Balai Besar PPMB-TPH di 6 (enam) provinsi: Jawa Timur (Jatim), Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Sumatera Selatan (Sumsel), Sumatera Utara (Sumut), dan Lampung, dimana pada contoh benih padi hasil uji petik yang teridentifikasi jenis bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun bakteri (Bacterial Leaf Blight/BLB), merupakan salah satu penyakit padi terbesar di berbagai ekosistem padi di negaranegara penghasil padi, termasuk Indonesia sekitar 21%. Sedangkan contoh benih yang teridentifikasi Xanthomonas campestris pv. oryzicola sekitar 16% dan persentase jenis bakteri lainnya di bawah 10%. Sedangkan contoh benih padi yang teridentifikasi adanya nematoda terbawa benih Aphelencoides besseyi 66%. Tingkat infeksi nematoda ini tertinggi terjadi pada varietas padi Pak Tiwi-1 dengan jumlah nematoda 119-880 spesimen, diikuti dengan varietas Ciherang 35-400 spesimen dan Mekongga 60-142 spesimen sedang varietas lainnya dibawah 60 spesimen. Jenis nematoda terbawa benih padi dan gejala serangan Aphelencoides besseyi tersaji pada gambar di bawah. Gambar. identifikasi nematoda terbawa benih Gambar. “pucuk putih” (white tip) Dari kegiatan pengembangan metode/observasi yang telah dilaksanakan oleh Balai Besar PPMB-TPH diharapkan dapat menjadi bahan kebijakan dalam menyusun standar mutu laboratorium untuk kesehatan benih sehingga pengendalian mutu benih sejak diproduksi oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai di tangan petani untuk proses penanaman dapat ditingkatkan. Penyusun: Herni Susilowati (PBT. Madya)