BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi

advertisement
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1 Definisi Komunikasi
Komunikasi diperlukan karena manusia tidak bias hidup sendiri. Manusia
yang satu membutuhkan manusia yang lainnya. Oleh sebab itu untuk
berinteraksi dengan manusia atau orang lain kita memerlukan komunikasi,
karena berkaitan erat dengan penyimpanan pesan atau informasi yang kita
butuhkan.
Komunikasi
secara
etimologis
berasal
dari
perkataan
latin
“communication” yang berarti sama. 1
Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah “Suatu
proses pertukaran inforamsi diantara individu melalui sistem lambang-lambang,
tanda-tanda atau tingkah laku”. 2
Menurut Bernard Berelson & Gary A.Stainer, komunikasi adalah suatu
proses penyampaian informasi, gagasan emosi, keahlian, dan lain-lain melalui
penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang
terlibat dalam komunikasi adalah manusia.
1
Onong Uchajana Effendy, Ilmu, Teori dan Filasafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bhakti,
2003)
2
Riswandi, Ilmu Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009) Hal. 1-2
10
11 Komunikasi adalah proses simbolik, merupakan salah satu kebutuhan
pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan
simbolisasi atau penggunaan lambang. Manusia satu-satunya hewan yang
menggunakan lambing, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Ernst Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk
lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal simbolicum. 3
2.1.2 Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa yang paling sedrhana dikemukakan oleh
Bittner, yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages
communicated through a mass medium to a large number of people). 4
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus
menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada
khalayak yang banyak, seperti rapat akbar dilapangan luas yang dihadiri oleh
ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka
itu bukan komunikasi massa.
Selain itu ada juga definisi komunikasi massa yang dikemukakakn oleh
Severin & Jr. Tankard dalam bukunya Communication Theories: origins,
Methods, And Uses In The Mass Media yang definisinya diterjemahkan oleh
Effendy sebagai berikut:
3
4
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar (Remaja Rosdakarya, 2007) Hal. 92
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007) Hal. 3
12 “Komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni dan
sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi
teknik-teknik
fundamental
tertentu
yang
dapat
dipelajari
seperti
memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder atau
mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia
meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk untuk
program televisi, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan
majalah atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah
berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip
tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat
dikembangkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi
lebih baik”. 5
Menyimak dari berbagai definisi komunikasi massa yang dikemukakan
para ahli komunikasi, tampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip,
bahkan definisi-definisi itu satu sama lain saling melengkapi. Hal ini telah
memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian komunikasi massa.
Bahkan secara tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui
pula ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi
lainnya.
Kemampuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan, orang
merupakan ciri dari komunikasi massa, yang dilakukan melalui medium massa
seperti televise atau koran. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses
5
Ibid; Hal. 5
13 penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang
luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk. 6
Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan bentuk-bentuk
komunikasi lainnya adalah sama: seseorang membuat pesan, yang pada dasarnya
adalah tindakan intrapersonal (dari dalam diri seseorang). Pean itu kemudian
dikodekan dalam kode umum, seperti bahasa. Kemudian ia ditransmisikan. Orang
lain menerima pesan itu, menguraikannya dan menginternalisasikannya.
Internalisasi pesan merupakan kegiatan intrapersonal.
Dalam hal lain, komunikasi massa adalah bentuk yang berbeda. Menyusun
pesan yang efektif untuk ribuan orang dengan latar belakang dan kepentingan
yang berbeda-beda membutuhkan keahlian yang berbeda dengan sekadar bicara
dengan teman. Menyusun pesan lebih kompleks kerana ia harus menggunakan
suatu sarana, misalnya percetakan, kamera atau perekam.
2.1.3 Media Massa
Menurut Y.S Kusnadi dalam buku “Himpunan Istilah Komunikasi”, media
massa adalah komunikasi dengan menggunakan sarana atau peralatan yang dapat
menjangkau massa sebanyak-banyaknya dan area yang seluas-luasnya. 7
Hafied cangara menjelaskan media massa adalah alat yang digunkan
dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan
6
7
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan (Jakarta: Kencana, 2008) Hal. 450
Y.S. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi (Jakarta: Grasindo, 1998) Hal. 75
14 menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seprti surat kabar, film radio dan
televisi. 8
Menurut Nurudin, Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang
bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan
heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah
ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu
menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas. 9
Kesimpulan dari beberapa pengertian media massa diatas adalah media
massa merupak alat pengantar pesan yang bersifat mekanis baik cetak maupun
elektronik yang dapat mencakup khalayak luas dan feedback yang diterima secara
langsung pada saat itu.
Film yang merupakan salah satu media massa digunakan dalam penelitian
ini. Film mampu mengantarkan pesan kepada khalayak luas namun feedback yang
diterimanya tidak dapat secara langsung. Film “Punk In Love” mampu
menyampaikan pesan berupa gaya hidup Punk yang dilakukan didalam sebuah
lingkungan sosial keapda khalayak luas yang menontonnya.
Media massa bersifat periodik. Ada bebrapa jenis media masa periodik,
menurut Onong Uchjana Effendy media massa periodik dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu media massa periodik dan elektronik. 10
1. Media massa periodik cetak
Media massa periodik cetak menyajikan produk jurnalistik berupa
tulisan dan gambar actual yang mengandung informasi. Oleh
8
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Gradindo Persada, 2002) Hal. 134
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2007)
10
Onong Uchjana Ffendi (2003), Op.Cit; Hal. 54 9
15 karena itu yang mendasari perbedaan media massa periodik cetak
dengan media massa periodik elektronik adalah media massa
periodik cetak hanya menekankan pada sesuatu yang dilihat saja.
2. Media massa periodik elektronik
Radio, film dan televise digolongkan kedalam media massa
periodik elektronik. Berbeda dengan massa periodik cetak, pada
media massa periodik elektronik dalam menerima informasi
khalayak memerlukan indera penglihatan dan pendengaran dimana
bukan hanya menekankan pada sesuatu yang dapat dilihat tetapi
juga dapat didengar.
Film “Punk In Love” termasuk kedalam jenis media masa periodik
elektronik karena film bukan hanya dapat dilihat, tetapi sebuah film juga dapat
didengar melalui dialog-dialog pada film tersebut.
Media massa dapat memberikan efek-efek tertentu. Efek media media
massa menurut Y.S. Gunandi. Adalah tanggapan (respon) komunikan terhadap
pesan yang ditawarkan oleh komunikasi pada umumnya efek suatu kegiatan
komunikasi diketahui dari gejala umpan balik (feedback) komunikan. 11
Menurut Steven M. Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga
pendekatan, pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan
dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan melihat
jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunkasi massa yang berupa
perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau dengan istilah lain dikenal sebagai
11
Y.S. Gunadi (1998) Op.Cit; Hal. 42
16 perubahan kognitif, afektif dan behavioral. Pendekatan ketiga yaitu observasi
terhadap khalayak (individu, kelompok, organisai, masyarakat atau bangsa) yang
dikenal dengan komunikasi massa. 12
Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku “Ilmu
Komunkasi Teori dan Praktek”, efek komunikasi massa adalah efek dari pesan
yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan
sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai
akibat dari perubahan psikologis. 13
Seperti yang sudah dijelaskan, film dapat memberikan efek afektif pada
setiap penontonnya, begitu juga film “Punk In Love” dalam penelitian ini.
Khalayak yang menonton film ini memiliki perasaan tertentu setelah atau pada
saat menontonya. Salah satu efek afektif yang timbul adalah sedih dan juga
terharu karena film ini merupakan gaya hidup Punk pada 4 anak punk, yaitu
Almira (Aulia Sarah), Arok (Vino G. Bastian), Mojo (Yogi Finanda), dan Yoji
(Andhika Pratama) yang berasal dari Malang.
Film “Punk In Love” juga memberikan gambaran kepada khalayak,
bagaimana gaya hidup anak punk yang memiliki kehidupan untuk bertahan
dijalanan.
12
Steven M. Chaffee Dalam Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi
Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007) Hal. 50
13
Onong Uchjana Effendy (2003), Op.Cit; Hal. 318
17 2.1.4 Film
Film merupakan salah satu alat komunikasi massa. Seperti halnya radio
dan televise, film juga merupakan media massa periodik elektronik. Jika
digolongkan ke dalam fungsi media massa, film berfungsi sebagai sarana hiburan
media gambar dan suara. Pesan yang disampaikan secara audio-visual dengan
menggunakan tanda, simbol dan lambing yang mudah dimengerti sehinggamampu
menarik perhatian penonton.
Menurut Danesi (2002) yang dikutip dari “Jurnal Penelitian Ilmu
Komunikasi”, film merupakan teks yang berisikan serangkaian foto (gambar) yang
menciptakan gambar akan kehidupan nyata. Sedangkan menurut Straubhaar
(2002), film sendiri istilah lain dari motion picture (gambar bergerak), yaitu
teknik menggabungkan sekumpulan gambar dalam kecepatan tetap.14
Menurut Denis McQuail, film berperan sebagai sarana baru yang
digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu,
serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya
kepada masyarakat umum. 15
Dalam perkemnbangannya film jugha digunakan sebagai alat propaganda,
karena dalam film terdapat tujuan-tujuan tertentu dan mampu mempengaruhi
khalayak penontonnya.
Masih dalam buku yang sama, Denis McQuail mengatakan bahwa:
Film sebagai alat propaganda, maksudnya hal tersebut berkenaan dengan
pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan, realism, pengaruh
14
15
Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi (Volume IV/No. 1, Januari-April) Hal. 91
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga,1987) Hal. 13
18 emosional dan popularitas yang hebat. Upaya membaurkan pengembangan pesan
dengan hiburan memang sudah lama diterapkan dalam kesustraan dan drama,
namun unsur-unsur baru dalam film, memiliki kelebihan dalam kemampuannya
menjangkau sekian banyak prang dalam waktu yang cepat dan kemampuannya
memanipulasi kenyataan yang tampak dengan peasn fotografis, tanpa kehilangan
kredibilitas. 16
Menurut Van Zoest, yang dikutip dari Alex Sobur dalam buku “Semiotika
Komunikasi”, Film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu
termasuk berbagai sisten tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai
efek yang diharapkan. 17
Onong Uchjana Effendy membagi film dalam beberapa jenis, yaitu:
1. Film Cerita (Story Film)
Film cerita adalah jenis film yang mengandung suau cerita, yaitu uyang
lazim dipertunjukan digedung-gedung bioskop dengan para bintang film
yang tenar. Film ini didistribusikan sebagai barang dagangan dan
dipertunjukan semua public dimana saja.
2. Film Berita (Newsreel)
Film Berita merupakan film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar
terjadi. Karena sifatnya berita, maka film ang disajikan kepada publik
harus mengandung nilai berita (newsvalue).
3. Film Dokmenter (Documentry Film)
16
17
Ibid; Hal. 14
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003) Hal. 128
19 Titik berat film dokumenter adalah fakta-fakta atau peristiwa yang terjadi.
Bedanya denga film berita adalah bahwa film harus mengenai sesuatu
yang mempunyai ‘nilai berita’ untuk dihidangkan kepada penonton apa
adanya dan adalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sedangkan pada film
documenter dapat dilakukan dengan pemikiran dan perencanaan yang
matang.
4. Film Kartun (Cartoon Film)
Titik berat pembuatan film kartun dalah seni lukis. Dan setiap lukiasannya
memrlukan ketelitian. Satu per satu dilukis dengan seksama untuk
kemudian dipotret satu per satu pula. Dan apabila rangkaian lukiasan yang
16 buah itu setiap detiknya diputar dalam proyektor film, maka lukisanlukisan itu menjai hidup.
Dalam penelitian ini penulis mengklasifikasikan bahwa film “Punk In
Love” yang dijadikan objek penelitian ini merupakan jenis film cerita yang
menceritakan 4 orang sahabat yang bergaya hidup Punk, kemudian pergi kejakarta
dengan kondisi seadanya, hanya untuk mengantarkan Arok untuk bertemu Maia
kekasihnya.
2.1.5 Semiotika
Bidang studi semiotika adalah bidang studi yang mempelajari tentang
penggunaan tanda, karena bidang terapan studi ini tidak memiliki batasan, banyak
bidang- bidang dalam kehidupan sehari-sehari yang menggunakan semiotika
20 sebagai ilmu terapannya, bidang semiotika ini sendiri bisa berupa proses
komunikasi yang tampak sederhana hingga sitem budaya yang lebih kompleks.
Semiotika berasal dari kata Yunani : Semion, yang berarti tanda. Dalam
pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam
pelbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk
mamandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. 18 Semiotika
merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda 19 . Suatu tanda
menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan
suatu objek atau ide dan suatu tanda (Littlejohn, 1996:64). Semiotika merupakan
salah satu aliran (tradisi) dalam teori-teori komunikasi. Teori ini berpijak pada
signs, symbols, dan objects yang diinterpretasikan oleh audiens.
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857 – 1913) dan Charles Sander Peirce (1839 – 1914). Saussure di
Eropa dengan latar belakang keilmuan lingustik yang ia sebut dengan nama
semiologi, sedangkan Pierce di Amerika Serikat latar belakang keilmuannya
filsafat, menyebut ilmu yang dikembangkannya bernama semiotika. Baik
semiotika maupun semiologi, keduanya sama-sama digunakan untuk mengacu
kepada ilmu tentang tanda.
Menurut Scholes dalam Budiman, 20 semiotika pada dasarnya merupakan
sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita
18
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2008) Hal. 11
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003) Hal. 15
20
Kris Budiman. Semiotika Visual (Yogyakarta: Buku Baik, 2004) Hal. 3 19
21 memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sesuatu yang
bermakna.
Menurut Barthes dalam Sobur, 21 semiotika merupakan ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda. Segers 22
mengatakan semiotika adalah suatu
disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana
“signs” atau “tanda-tanda” dan berdasarkan pada “sign system” (code) “sistem
tanda”. Sedangkan Charles Sanders Peirce dalam Eriyanto mendefinisikan
semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, an a meaning (suatu
hubungan diantara tanda, objek, dan makna). Dari definisi para ahli yang
disebutkan diatas, melihat semiotika itu sebagai ilmu atau proses yang berhungan
dengan tanda.
Menurut Sobur dalam Analisis Teks Media, Pada dasarnya, analisis
semiotik merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang “aneh”.
Sesuatu yang dapat dipertanyakan lebih lanjut. Tujuan utama dari semiotika
media adalah mempelajari bagaimana media massa menciptakan atau mendaur
ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Cara ini dilakukan dengan bertanya : (1) apa
yang dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu; (2) bagaimana makna itu
digambarkan; dan (3) mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil.
Penanda dan petanda merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Penanda
mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda mewakili elemen konsep atau
makna, kedua hal itulah yang membentuk tanda. Semiotika, mempunyai tiga
bidang studi utama, yakni :
21
22
Sobur, Op.cit. hal 16-17
ibid 22 1. Tanda
Studi tentang tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta
cara menghubungkan dengan orang yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda
Studi yang meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun
untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat dalam kebudayaan.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja
Bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk
keberadaan dan bentuknya sendiri.
2.1.5.1
Tanda dan Makna dalam Semiotik
Tanda
Tanda merupakan sesuatu yang bernilai fisik, bisa dipersepsi indra
kita, tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri dan bergantung
pada pengamatan oleh penggunaanya sehingga bisa disebut tanda. Tandatanda adalah basis dari seluruh kegiatan komunikasi. Manusia dengan
perantara tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian
tentang tanda dalam proses komunikasi tersebut sering disebut semiotika
komunikasi. Tanda menunjukkan sesuatu yaitu objeknya. Menurut Berger, 23
tanda adalah sesuatu yang terdiri pada sesuatu yang lain atau menambah
dimensi yang berbeda pada sesuatu hal lainnya. Pierce menyebut tanda
23
Geger Riyanto & Peter L Berger, Perspektif Meta Teori Pemikiran (Jakarta: LP3S, 2009) Hal. 1
23 sebagai “suatu pegangan seorang keterkaitan dengan tanggapan atau
kapasitasnya”.
Salah satu bentuknya adalah kata. Sedangkan object adalah sesuatu
yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretant adalah tanda yang ada di
dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Tanda,
mengacu kepada sesuatu diluar dirinya sendiri - Objek dipahami oleh
seseorang serta memiliki efek dibenak penggunanya – interpretant, dan
apabila keitga elemen tersebut berinteraksi dalam benak seseorang, maka
muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.
Makna muncul dari suatu tanda apabila digunakan orang pada waktu
berinteraksi.
Makna
Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke
luar kaidah tata bahasa dan sintaksis yang mengatur teks yang murni dan
tersembunyi. Yang menimbulkan perhatian pada makna tambahan.
Menurut Umar Junus dalam Sobur 24 menyatakan, makna dianggap sebagai
fenomena yang bisa dilihat sebagai kombinasi beberapa unsur. Secara
sendiri-sendiri, unsur tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya.
Makna menjadi isi komunikasi yang mampu menciptakan
informasi tertentu. Sebuah makna berasal dari petanda-petanda yang
dibuat oleh manusia, ditentukan oleh kultur dan subkultur yang
dimilikinya yang merupakan konsep mental yang digunakan dalam
24
Sobur, Op. Cit, hal. 126
24 membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga manusia dapat
memahami realitas tersebut.
2.1.5.2
Analisis Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes merupakan salah satu pemikir strukturalis dalam
mempraktikkan model linguistik. Dalam teorinya tersebut Barthes
mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat
denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan penanda dan petanda pada realitas yang menghasilkan makna
eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi
makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti. Tingkatan tanda
dan makna Barthes dapat digambarkan dibawah ini :
Gambar 2.1 Tingkatan Tanda dan Makna Barthes
TANDA
DENOTASI
KONOTASI (KODE)
Sumber :
Yasraf A. Pilliang, Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna,
Jalasutra, Yogyakarta : 2003, hal. 28
25 Barthes disebut sebagai penerus Saussure dengan mengadposi sistem tanda
(signifier dan Signified) yang sebelumnya diperkenalkan oleh Saussure. Barthes
menyusun model sistematik untuk menganalisis negosiasi dan gagasan makna
interaktif. Intinya adalah gagasan mengenai dua tatanan pertandaan (order of
signification).
Gambar 2.2 Dua Tatanan Pertandaan Roland Barthes
Tatanan pertama
Realitas
Tatanan kedua
Tanda
Tanda
Kultur
Konotasi
Denotasi
Penanda
Petanda
Mitos
Sumber :
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Jalasutra, Yogyakarta, 2004.
26 Sistematis Roland Barthes dalam menganalisis makna dari tanda-tanda
tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap. Model sistematis Barthes
tersebut menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara
signifier (ekspresi) dan signified (isi) di dalam sebuah tanda terhadap relaitas
eksternal yang disebut denotasi dan konotasi yang dimengerti secara umum
dengan apa yang dikemukakan oleh Barthes.
Denotasi
Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tataran ini
menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda dan diantara
tanda dengan referennya dalam relaitas eksternal. Oleh Barthes tataran ini disebut
sebagai denotasi. Unsur denotasi dalam sebuah tanda lebih mengacu pada hal-hal
material atau dalam kata lain yang dapat terindrakan oleh panca indra manusia,
oleh karena itu, haruslah terlebih dahulu “dikenali” agar dapat dipersepsikan
kembali.
Konotasi
Konotasi dalam istilah Barthes dipakai untuk menjelaskan salah satu dari
tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan
interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi
penggunaannya dan nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju
subjektif atau setidaknya intersubjektif dan ini terjadi ketika interpretant
dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsiran dan objek atau tanda. bagi Barthes,
faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Menurut
27 Pilliang 25 konotasi merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan
antara penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak
eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti yang berarti terbuka terhadap berbagai
kemungkinan. Konotasi dapat pula diartikan sebagai suatu tanda yang
berhubungan dengan suatu isi melalui satu atau lebih fungsi tanda lain. Konotasi
bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari.
Menurut Fiske 26 konotasi merupakan bagian manusiawi dari proses
analogi foto, yaitu mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam bingkai (frame),
fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film dan seterusnya. Jadi denotasi
adalah “apa” yang difoto sedangkan konotasi adalah “bagaimana” memfotonya.
Kata-kata yang terdengar melalui indra pendengaran dapat menjadi sebuah tanda
denotatif sedangkan cara kata-kata tersebut diucapkan melalui nada suara dan
intonasi menyentuh area konotasi. Karena itulah konotasi disebut sebagi spesifik
pada kultur tertentu meski seringkali juga memiliki dimensi ikonik. Konotasi
dalam kerangka Barthes juga identik dengan operasi ideologi yang disebutnya
“mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
Mitos
Cara selanjutnya dari tiga cara Barthes mengenai bekerjanya tanda dalam
tatanan kedua melalui mitos. Mitos merupakan suatu sistem pemaknaan tataran
kedua. Di dalam mitos sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Mitos
25
26
Pilliang. Op. Cit, hal. 261
Fiske. Op. Cit, hal.118 28 merupakan suatu sistem komunikasi dan juga suatu pesan. Hal inilah yang
memungkinkan audience untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin
merupakan suatu objek, konsep atau gagasan, sebab mitos merupakan mode
pertandaan suatu bentuk.
Semuanya dapat dinyatakan menjadi mitos apabila hal tersebut
disampaikan lewat wacana. Mitos tidak didefinisikan oleh objek pesannya tetapi
oleh caranya menyatakan pesan ini : terdapat batas-batas formal bagi mitos, tidak
ada batasan-batasan yang “substansial”, tidak ada mitos yang abadi karena
sejarah manusia yang mengubah realitas menjadi wicara, dan wicara tersebut
mengatur kehidupan dan kematian bahasa. Mitos merupakan aspek tentang
realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah
mempunyai suatu dominasi. Berkaitan dengan pendapat bahwa mitos digunakan
untuk “membenarkan” nilai-nilai dominan pada sebuah budaya dan periode
tertentu, maka seharusnya mitos bekerja dengan cara membawa serta muatan
historisnya.
Mitos juga merupakan suatu wahana ideologi terwujud. 27 Mitos dapat
menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan
budaya. Ideologi dapat ditemukan dalam teks dengan jalan meneliti konotasikonotasi yang terdapat didalamnya. Salah satu caranya adalah mencari mitologi
dalam teks-teks semacamnya. Ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Mitologi
(kesatuan mitos-mitos yang koheren) menyajikan inkarnasi makna-makna yang
27
Pilliang. Op. Cit, hal. 100 29 mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan dan cerita
itulah yang dinamakan mitos.
Ideologi
Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi.
Secara positif ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia (worldview)
yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan
memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Secara negatif, ideologi dilihat
sebagai kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan
dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial.
Ideologi itu berada pada perpotongan antara prinsip atau filosofis, pilihan dan
keyakinan individual, serta nilai-nilai umum dan khusus. Perpotongan ini
diikhtisarkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.3 Dimensi Ideologi
Kepentingan
Nilai
Pilihan
Sumber :
David E. Apter, 1996. Pengatar Analisis Politik, Jakarta: LP3ES, hal. 236
30 Nilai, kepentingan dan pilihan, jelas saling bertumpang tindih. Ideologi,
menurut Apter merupakan atribut-atribut ini: kadang-kadang koheren dan kadangkadang tidak. Pilihan dapat diubah menjadi kepetingan dan kepentingan menjadi
nilai, atau pilihan dapat ditingkatkan kepada status nilai untuk mencapai
kepentingan.
Terdapat tiga dimensi yang dapat dipakai untuk melihat dan mengukur
kualitas
suatu
ideologi
(Alfian,
1995:93),
yakni:
(1)
kemampuannya
mencerminkan realitas yang hidup dalam masyarakat, (2) mutu idealisme yang
dikandungnya dan (3) sifat fleksibilitas yang dimilikinya. Berikut ini sekedar
penjelasan singkat ketiga dimensi tesebut.
Dimensi pertama ideologi adalah pencerminan realitas yang hidup dalam
masyarakat dimana ia muncul pertama kalinya, paling tidak pada saat-saat
kelahirannya itu. Dengan kata lain, ideologi itu merupakan gambaran tentang
sejauh mana suatu masyarakat berhasil memahaminya sendiri.
Dimensi kedua dari ideologi adalah lukisan tentang kemampuannya
memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan yang ada dalam
masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk
suatu masa depan yang lebih cerah.
Dimensi ketiga dari ideologi – erat kaitannya dengan dimensi di atas –
mencerminkan kemampuan suatu ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya.
Mempengaruhi berarti ikut mewarnai proses perkembangan itu. Sedangkan
31 menyesuaikan diri berarti bahwa masyarakat berhasil menemukan interpretasiinterprestasi baru terhadap nilai-nilai dasar atau pokok dari ideologi itu sesuai
dengan realitas-realitas yang muncul dari yang mereka hadapi.
Secara umum, terapan semiotika pada kajian komunikasi berkutat pada
simbol-simbol verbal, audio maupun visual pada macam-macam media, baik
media massa maupun nirmassa. 28 Tujuan utama dari semiotika media adalah
mempelajari bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda
untuk tujuannya sendiri. Hal ini dilakukan dengan bertanya: apa yang
dimaksudkan atau direpresentasikan oleh sesuatu, bagaimana makna itu
digambarkan dan mengapa ia memiliki makna?. 29
2.2 Representasi
Konsep representasi menjadi hal yang penting dalam studi tentang budaya,
representasi menghubungkan makna (arti) dan bahasa dengan kultur. Representasi
berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu yang penuh arti, atau
menggambarkan dunia yang penuh arti kepada oran lain. Representasi adalah
sebuah bagian yang essensial dari proses dimana makna dihasilkan atau
diprosuksi dan diubah antara anggota kultur tersebut.
Representasi
merupakan
kegunaan
dari
tanda.
Marcel
Danesi
mendefinisikannya sebagai berikut: “Proses merekam ide, pengetahuan atau pesan
dalam beberapa cara fisik disebutkan represntasi. Ini dapat dapay didefinisikan
28
29
Op Cit. Sunarto et al. Hal. 233
Marcell Danesi. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta. Jalasutra. 32 lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaiut untuk menyambungkan, melukiskan,
meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam
beberapa bentuk fisik. Dapat dikarakteristikan sebagai proses konstruksi bentuk X
untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau
konseptual, yaitu Y, atau dalambentuk spesifik Y, X=Y” 30
Denesi mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X yang
dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu meteril atau
konsep tentang Y. sebagai contoh misalnya konsep dilarang merokok diwakili
atau ditandai melalui gambar sebuah rokok yang diberi tanda silang.
Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta
konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua
‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak
yang ada didalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang lazim,
supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan
tanda dari simbol-simbol tertentu. 31 Media sebagai suatu teks banyak menebarkan
bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada
bagaimana seseroang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam pemberitaan. 32
30
Marcel Denesi, Understanding Media Semiotiks (London : Arnold, 2002) Hal. 3
Nuraini Juliastuti, Bagaimana Representasi Menghubungkan Makna Dan Bahasa Dalam
Kebudayaan?, (www.kunci.or.id)
32
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: Lkis, 2001) Hal. 113
31
33 Menurut Noviani, representasi adalah sebuah tanda ( a sign) untuk sesuatu
atau seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realistis yang
dipresentasikan tapi dihubungkan dengan, dan mendasarkan diri pada realistis
yang menjadi referensinya. 33
Chris Barker menjelaskan, Representasi adalah tentang bagaimana dunia
dikonstruksi dan disajikan secara social kepada dan oleh diri kita. Sedangkan
representasi cultural adalah makna yang memiliki sifat material, mereka tertanam
dalam bunyi-bunyi, tulisan-tulisan, benda-benda, gambaran-gambaran, bukubuku, majalah-majalah, dan program-program televisi. 34
Sedangkan menurut Eriyanto, reprensentasi itu sendiri menunjuk pada
bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan
dalam pemberitaan. Penggambaran yang tampil bias jadi adalah penggambaran
yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. 35
Dari bebrapa penjelasan diatas, dapat kesimpulan bahwa representasi
adalah bentuk dari suatu penggambaran makna secara sosial yang dapat berupa
bunyi-bunyi, gambaran-gambaran, foto-foto, dan sebagainya, dan penggambaran
tersebut dapat berupa penggambaran dari sisi baik ataupun buruk.
33
Ratna Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan: Antara Realitas, Representasi, Dan Simulasi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) Hal. 23
34
Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek (Yogyakrata: Bentang Pustaka, 2009) Hal. 10
35
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: Lkis, 2001) Hal. 114
34 Sebuah film dapat memberikan gambaran mengenai isi dari film
teersebut. Dalam penelitian ini film “Punk In Love”mampu menggambarkan atau
merepresentasikan gaya hidup Punk yang merupakan kehidupan pribadi dan
kejadian sosial di masyarakat.
2.3 Gaya Hidup
Prilaku baik atau buruk terhadap seseorang bisa dilihat dari gaya
hidupnya. Gaya hidup adalah salah satu kata yang akhir-akhir ini sering
digunakan. Para ilmuan sosial, jurnalis, dan orang awam menggunakannya untuk
menunjuk pada hampir semua minat, bisa fashion, Zen, Budhisme, atau masakan
perancis ... Jika tahun 1970-an adalah petunjuk akan hal tersebut, kata gaya hidup
akan serta- merta memasukan segalanya dan pada saat yang sama tak bermakna
apa pun. 36
Gaya hidup dipahami sebagai kegunaan fasilitas konsumen secara kreatif.
Dunia Sosial yang terorganisir, terstruktur, dan diilhami dengan makna yang
menjelaskan bahwa yang dimaksud golongan orang yang merupakan protagonis,
yakni mereka yang memiliki perasaan mengenai identitas sosial mereka sendiri. 37
Gaya hidup menurut Kotler (2002, p. 192) adalah pola hidup seseorang
di dunia yang iekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi
36
Sobel dalam David Chaney, Life Stlyes : Sebuah Pengantar Komprehensif (Yogyakarta:
Jalasutra, 2004) Hal. 39
37
Ibid; Hal. 83
35 dan berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup
yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa
yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang
pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Gaya hidup adalah
perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya
yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.
Plummer (1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang di
identifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas),
apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang
mereka pikirkan tentang dunia sekitarnya. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1985)
menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap
dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam kehidupan
yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta sedangkan Sarwono (1989) menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri. Gaya
hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan
lingkungannya
(Kottler
dalam
Sakinah,2002).
Menurut
Susanto
(dalam
Nugrahani, 2003) gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan
harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma
yang berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang
berkembang di masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup
metropolis, gaya hidup global dan lain sebagainya.
36 Menurut Lisnawati (2001) gaya hidup sehat menggambarkan pola
perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisikfisik,
mental dan social berada dalam keadaan positif. Gaya hidup sehat meliputi
kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok atau minumminuman beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola
stres yang dialami. Sejalan dengan pendapat Lisnawati, Notoatmojo (2005)
menyebutkan bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-perilaku
atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai gaya hidup yang sehat diperlukan
pertahanan yang baik dengan menghindari kelebihan dan kekurangan yang
menyebabkan ketidakseimbangan yang menurunkan kekebalan dan semua yang
mendatangkan penyakit (Hardinger dan Shryock, 2001).
Jadi, gaya hidup adalah suatu pola atau cara individu mengekspresikan
atau mengaktualisasikan, cita-cita, kebiasaan / hobby, opini, dsb dengan
lingkungannya melalui cara yang unik, yang menyimbolkan status dan peranan
individu bagi linkungannya. Gaya hidup dapat dijadikan jendela dari kepribadian
masing-masing invidu.Setiap individu berhak dan bebas memilih gaya hidup
mana yang dijalaninya, baik itu gaya hidup mewah (glamour), gaya hidup
hedonis, gaya hidup punk, gaya hidup sehat, gaya hidup sederhana.
37 2.4 Punk
Punk selama ini dikenal oleh masyarakat umum dengan subjektivitas
mereka sebagai sampah, sesuatu yang termajinalkan, sesuatu yang patologis,
rambut mohawk dicat, pakaian berantakan ala berandalan, muka penuh dengan
tindik dan piercing, serta segerombolan anak jalanan yang sarat dengan
premanisme dan alkoholisme. Akan tetapi, punk juga ada yang mengartikan
sebagai sebuah simbol pemberontakan dan perlawanan terhadap penindasan,
kebobrokan, dan ketidakadilan yang dimanipulasi dan direkayasa oleh balutan
selimut tatanan ketertiban. Bermain musik dengan suara parau dan lirik penuh
pembangkangan dan diimplementasikan ketika mengamen di perempatan lampu
merah. Begitu banyak indikasi dikotomi yang dihasilkan oleh anak-anak punk
mengingat tampilan mereka yang urakan dan metodologi mereka yang terkesan
kasar serta urakan untuk menyampaikan sesuatu membuat banyak orang
memberikan opini yang beraneka ragam.
2.4.1 Punk Sebagai Musik
Musik punk lahir di Inggris sekitar tahun 1975 yang merupakan
persekutuan mustahil dari beraneka ragam tradisi musik seperti rock ‘n roll,
northern soul dan reggae. Barulah ketika Sex Pistols tampil, punk mulai diakui.
Kord-kord gitar pada musik punk biasanya merupakan kord-kord mayor dasar
dan berpindah-pindah dengan cepat. Iramanya menghentak cepat dan bernuansa
riang. Vokalnya diisi oleh suara yang serak, kadang melengking kadang berat
dan sesekali disertai teriakan. Distorsi musik dan permainan gitar yang terkesan
38 kasar menambah esensi dari musik punk. Lirik-lirik lagunya merupakan kritik
terhadap pemerintah dan keadaan sekitar. Seiring berkembangnya zaman musik
punk mulai termodifikasi dan melahirkan aliran-aliran lain seperti ska, punk rock
dan melodik punk.
2.4.2 Punk Sebagai Gaya Hidup
Dalam melegitimasi tampilan mereka, kaum punk memakai busana
eklektik berupa forma “cut up” (sobekan), jaket kulit yang penuh dengan spike
(semacam tiruan duri yang terbuat dari logam), celana pipa/celana pensil (celana
panjang ketat), sepatu boot, berbagai aksesoris dan perhiasan dari kulit dan
logam seperti gelang dan kalung, dan rambut berbagai model (biasanya
mohawk). Gaya punk mengandung bermacam-macam pantulan terpiuh dari
semua subkultur perang. Estetika punk ini dapat dibaca sebagai usaha untuk
mengungkap kontradiksi yang tersirat dalam glam rock yang merupakan pesolek
ekstrem dan mengalami elitisme tingkat dini. corak kelas pekerja, kelusuhan dan
membuminya punk bertentangan langsung dengan keangkuhan, keanggunan,
dan kecerewetan para superstar glam rock.
2.4.3 Punk Sebagai Prinsip Dan Idealisme
Punk tercipta dan terlahir di Inggris karena kerasnya kapitalisme industri
pada waktu itu, maka wajar jika metode yang mereka pakai terkesan arogan dan
berbau brutalisme. Masyarakat pun mendiskreditkan tindakan-tindakan kaum
punk, bahkan sampai masa sekarang sebagai tindakan kriminal. Dalam teori
39 Freudian, hal semacam ini disebut sindrom Stockholm, yaitu rasa simpati,
kebanggaan dan merasa benar ketika telah melakukan tindakan yang dirasa
orang lain sebagai sesuatu yang buruk. Memang tidak semuanya demikian,
tetapi beberapa anak punk di Indonesia adalah atheis. Hal ini bisa terjadi karena
sistem dan ideologi yang mereka terapkan adalah sistem anarkhi. Sistem ini
meniadakan institusi yang lebih tinggi seperti negara atau Tuhan karena
masyarakat humanistik berorientasi pada manusia dan kemanusiaannya. Dalam
paradigma fundamental mereka, kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan
baru akan terjadi ketika negara lenyap dan tiada, sosialisme dan komunisme-pun
bukan jalan terbaik bagi mereka. Bagi mereka, manusia harus menggunakan
skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya
dari akal. Terlalu naïf jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran
(Tuhan). Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal
diperoleh pengetahuan atau kebenaran, akal sekaligus merupakan sumber
kekeliruan.
Jika dalam keyakinan mereka tidak ada institusi atau sesuatu yang lebih
tinggi yang menaungi dan mengontrol mereka, akan sering timbul
kesalahpahaman dan persinggungan aktualitas antara kaum punk dan
masyarakat karena “kebenaran” yang mereka yakini sangat relatif dan fleksibel
bahkan nihil dan tidak sesuai dengan kesepakatan moral suatu masyarakat.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika mereka meyakini “kebenaran” kaum
punk adalah suatu “kebenaran” yang bermotif massal atau berprospek suatu
40 gerakan dan disertai dengan tindakan konkret yang negatif maka itu bisa
dianggap sebagai ancaman dan bahaya oleh masyarakat.
Pada faktanya, tidak ada perjanjian atau kesepakatan khusus dan
bersifat paten terhadap norma-norma dan peraturan dalam punk. Perlu diingat
bahwa, punk adalah suatu komunitas yang menentang rasialisme dan bisa
menerima siapa saja untuk masuk ke dalam komunitas mereka. Maka orangorang yang bebal dan tidak beradab sekalipun mampu mengaku sebagai anak
punk dan melakukan tindakan-tindakan yang buruk.
Sampai sekarang terjadi ambiguitas dan kebimbangan melihat kasus
bahwa visi, misi, dan eksistensi kaum punk kurang jelas. Ada yang mengatakan
bahwa punk tidak lebih hanya sebagai refleksi, respon, dan protes kekecewaan
mereka saja terhadap kemapanan dan ketidakadilan yang dituangkan dan
disajikan dalam bentuk tampilan dan gaya/style. Namun, ada juga yang
menekankan bahwa punk tidak hanya duduk bergerombol dan bermalasmalasan di depan sebuah emperan toko atau supermarket, punk tidak hanya
minum mabuk-mabukan sampai tidak mampu berdiri dan mengangkat pantat
mereka dari tanah, punk tidak hanya menunggu sesuatu, tetapi punk bergerak
dan bertindak serta ikut andil dalam usaha meruntuhkan dan menghancurkan
kebobrokan masyarakat.
41 2.5 Film Sebagai Media komunikasi
Dalam teori komunikasi kritis, media massa dianggap mempunyai
kekuatan untuk menyebarkan ideologi. Media memainkan peran yang penting
dalam penciptaan dan penguatan citra tertentu tentang dunia. Ada proses member
status pada penciptaan makna dan mencuatkan tentang penjelasan makna
dominan. Stuart Hall berpendapat bahwa dunia harus diciptakan untuk dimaknai.
Media massa mempunyai kekuatan untuk menyebarkan ideologi dominan dan
mempunyai potensi untuk saluran perlawanan ideologi resisten. Dengan demikian
media massa menjadi ajang pertarungan ideologi. Perang modern bukan dengan
mengangkat senjata tetapi melalui pertarungan ideologi dengan media massa, oleh
karena itu penguasaan atas media menjadi modal yang penting dalam upaya
penyebaran ideologi.
Dalam konteks media massa, film tidak lagi semata-mata dimaknai
sebuah karya seni semata. Film juga merupakan suatu medium komunikasi massa
yang beroperasi di dalam masyarakat. Dalam persfekstif tersebut film dimaknai
sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis yang mengilhami
hakekat, fungsi dan efek yang timbul dari proses komunikasi massa, efek-efek
kognitif yang menyebabkan perubahan pad tingkat pengetahuan, efek afektif yang
menyebabkan pada perubahan sikap, efek konatif yang menyebabkan pada
perilaku dan efek perubahan sosial.
Film ditemukan pada akhir abad ke -19 yang kemudian mengalami
perkembangan teknologi yang mendukung. Pada mulanya dikenal film hitam
42 putih dan tanpa suara. Pada akhir tahun 1920-an mulai dikenal film bersuara, dan
menyusul film warna pada tahun 1939. Peralatan produksi film juga mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga sampai sekarang tetap mampu
menjadikan film sebagai tontonan yang menarik bagi khalayak luas. Film
dibangun dengan tanda-tanda semata. 38
Tanda-tanda itu tergabung dalam
rangkaian suatu sistem tanda yang melebur menjadi satu kerja untuk mencapai
efek yang diharapkan. Sistem tanda lainpun terlibat perannya, sistem tanda itu
berkaitan dengan budaya pertunjukan tradisional, tempat, masa, lama pertunjukan,
dll. Tanda sebenarrnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah criteria
seperti: nama (sebutan), peran, fungsi, tujuan, keinginan. Tanda tersebut berada
diseluruh kehidupan manusia. Apabila tanda berada pada kehidupan manusia,
maka ini berarti tanda data pula berada pada kebudayaan manusia, dan menjadi
sistem tanda yang digunakan sebagai pengatur kehidupannya. Tanda adalah
kombinasi dari penanda dan petanda.
Oleh karena itu tanda-tanda itu (yang
berada pada sistem tanda) sangatlah akrab dan bahkan melekat pada kehidupan
manusia yang penuh makna.
(Meaningfull Action) seperti teraktualisasi pada bahasa, religi, seni,
sejarah, ilmu pengetahuan. 39
Tanda terdapat dimana-mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak
isyarat, lampu lalu lintas, benndera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur
film, bangunan, atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Karya sastra
38
Aart Van Zoest, Interpretasi Dan Semiotika, dalam Panuti Sudjiman dan Art Van Zoest, SerbaSerbi Semiotika (Jakarta: Gramedia, 1992) Hal. 109
39
Alex Sobur (2003), Op.Cit; Hal. 157
43 20 yang besar misalnya, merupakan produk strukturisasi dari obyek kolektif.
Subyek kolektif itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja,
kelompok territorial, dan sebagainya. Karena jelas bahwa segala sesuatu dapat
menjadi tanda.
Film dibangun dengan tanda-tanda. Tanda-tanda itu bergabug dalam
rangkaian suatu sistem tanda yang melebur menjadi satu dan saling bekerja sama
untuk mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah
gambar dan suara. Rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem
penandaan. Music dalam film juga merupakan tanda ikonis, namun denga cara
yang lebih misterius. Sistem tanda lainpun terlihat perannya, sistem tanda itu
berkaitan dengan budaya pertunjukan tradisional, tempat, masa lama pertunjukan,
dll.
Komunikasi yang cukup menonjol pada film sebagai media kominkasi
massa adalah komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja, sehingga khalayak
pemirsa pasif karena hal itu. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak
segmen sosial, membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk
mempengaruhi khalayak.
Gambar film mulai muncul silih berganti (dinamis), menunjukan gerakan
yang merupakan ikonis bagi realitas yang digambarkannya. Inilas yang menjadi
kelebihan film dibandingkan fotografi yang merupakancikal bakal sinema (film).
Gambar fotografi juga berdimensi statis. Kedinamisan gambar pada film memiliki
daya tarik langusng yang sangat besar, yang sulit ditafsirkan terlalu tinggi.
44 Dalam film penanda dan petanda nyaris identik. Tanda film ialah sirkuit
pendek, dimana petanda hamper menyamai yang ditandai serta tergantung dari
suatu sistem keseimbangan yang tidak terdiri dari bagian-bagian yang terpisah.
Justru kenyataan kenyataan inilah yang membuat film begitu sulit dibicarakan.
Secara umum film cenderung tidak bias dianalisis karena cirri yang
mendefiniskannya adalah “kesan tentang realitas”, yang penting itu bukanlah
menafsirkan film (tertentu) dimana penanda film menjadi kurang penting,
melainkan menganalisis film sebagai suatu struktur penandaan.
Film sebagai suatu bentuk komunikasi massa yang juga dikelola menjadi
suatu komoditi. Di dalamnya teramat kompleks, dari produser, sutradara, pemain
dan seperangkat pendukung kesenian lainnya seperti music, seni rupa, teater, seni
suara, dll. Semua tersebut terkumpul menjadi komunikator dan bertindak sebagai
agen transformasi budaya.
Ringkasan media komunikasi massa membentuk pandangan dunia dan
orang-orang di sekelilingnya. Dengan demikian film merupakan obyek yang
potensial untuk dikaji khususnya dalam kerangka komunikasi massa yang
memiliki muatan pesan baik, yang nampak maupun yang tersembunyi.
Masalah yang kemudian muncul kepermukaan pada saat kita akan menulis
teori tentang film adalah belum tuntasnya makna teori film itu sendiri. Meskipun
terdapat beberapa buku yang mengangkat tentang teori film namun hal tersebut
belum mampu mengurangi kekaburan tentang makna teori film. Justru yang kerap
45 terjadi hal tersbut semakin menambah permasalahan bagi upaya perumusan teori
film secara akurat.
Tampaknya terdapat perbedaan perspektif yang mendasar diantara para
teoritisi dalam memaknai teori film. Sebagian teoritisi secara normatif memaknai
teori film dalam perspektif estetika formal. Dalam perspektif ini, posisi teoritisi
lebih sebagai kritikus, dari pada sebagai akademis yang mengkaji film.
Karenanya, perspektif ini melibatkan penilaian-penilaian yang bersifat evaluate
terhadap aspek estetika film. Film dinilai dalam kerangka baik buruk, tanpa
menukik kedalam subtansi pesan film itu sendirio. Akibatnya, dari perspektif ini
sulit ditemukan acuan-acuan yang setidaknya standar yang bias diaplikasikan
untuk menganalisa film secara umum.
Sementara itu dalam perkembangan teori film untuk mencari perspektif
yang lebih mampu menangkap substansi film. Film tidak lagi dimaknai sekedar
sebagai karya seni, tetapi lebih sebagai “praktek sosial” serta komunikasi massa.
Terjadinya pergeseran ini paling tidak, telah mengurangi bias normative dari
teoritis film yang cenderung membuat idealisai dan karena itu mulai meletakkan
film secara obyektif.
Baik perspektif praktek sosial maupun komunikasi massa, sama-sama
lebih melihat konteksitas aspek-aspek film sebagai medium komunikasi massa
yang beroperasi didalam masyarakat. Dalam perspektif praktek sosial, film tidak
dimaknai sebagai ekspresi seni pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi kompleks
dan dinamis dari elemen-elemen pendukung proses produksi, distribusi maupun
46 eksibisinya. Bahkan, lebih luas lagi, perspektif ini mengasumsikan interaksi antara
film dengan ideologi kebudayaan dimana film diproduksi dan dikonsumsi.
2.6 Semiotika Dan Komunikasi
Komunikasi dan tanda tidak bias dipisahkan. Theodorson dan Theodorson
memberikan sesuatu definisi yang menekankan pada penggunaan tanda atau
simbol-simbol dalam komunikasi. Definsi ini mengatakan bahwa komunikasi
menekankan pada pengiriman pesan dengan media utama simbol sebagai wahana
pengiriman pesan. Moss dan Tubs berpendapat bahwa yang membuat komunkasi
manusia menjadi unik adalah kemampuannya yang istemewa untuk menciptakan
dan menggunakan lambang-lambang. 40
Penelitian ini mengacu pada definisi komunikasi yang mengetengahkan
bahwa komunikasi merupakan proses transaksi, Deddy Mulyana berpendapat
bahwa komunikasi sebagai proses transaksi, menganggap komunikator secara
aktif mengirim dan menafsirkan prilaku orang lain, pihak-pihak yang
berkomunikasi berbeda pada keadaan interdependensi dan timbale balik.41
Definisi yang sesuai dengan asumsi diatas dikemukakan oleh Tubs Sylvia
Moss yaitu komunikasi merupakan proses pembentukan makna diantara dua
orang atau lebih. 42 Judy pearson dan Paul E Nelson mengatakan komunikasi
adalah proses memahami dan berbagi makna. Sementara itu, Wenbrg dan Wilmot
mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh
40
Stewart L Tubbs – Sylvia Moss, Human Communication: Prinsip-Pronsip Dasar (Bandung:
Rosadakarya, 1996) Hal. 5
41
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: Rosdakarya, 2005) Hal. 68
42
Stewart L Tubs – Sylvia Moss (1996), Op.Cit; Hal. 5
47 makna. 43 Gorden berpendapat komunikasi merupakan suatu transaksi dinamis.
Dalam definisinya ia mengatakan bahwa “… komunikasi scera ringkas dapat
didefinisikan sebagai suatu transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan
perasaan. 44
2.7 Semiotika Dalam Film
Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication
Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu
komunikasi.m perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi dan
pertukaran makna. Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan
menggunakan perspektif yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran
makna. 45
Perspektif produksi adalah dan pertukran makna memfokuskan bahasanya
pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di
sekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan
peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan
kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara
pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai
adalah signifikasinya dan bukan kejelasn sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah
43
Deddy Mulyana (2005), Op.Cit; Hal. 68
Ibid; Hal. 68
45
John Fiske, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.
(Yogyakarta: Jalasutra, 2007)
44
48 pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan
pendekatan semiotik. 46
Definsi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini
tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga
tujuan dibuatnya tanda-tanda terbentuk. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain
berupa kata-kata, images, suara, gesture dan objek. Bila kita mempelajari tanda,
tidak bisa memisahkan tanda yang satu dengan tanda-tanda lainnya, yang
membentuk suatu sistem, kemudian disebut sistem tanda. Lebih sederhananya
semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna.
Menurut James Monaco, seroang ahli yang lebih berafilasi dengan
gramatika (tata bahasa) mengatakan bahwa film tidak mempunyai gramatika.
Untuk itu menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film dan
gramatika pada sifat ke absahannya adalah tidak sama. Akan sangat beresiko
apabila memaksa dengan menggunakan kajian linguistik untuk menganalisa
sebuah film, karena film terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam. Penerapan
semiotik pada film, berarti harus memperhatikan aspek medium film atau sinema
yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis pengambilan
kamera (selanjutnya disebut shot saja) dan kerja kemera. Dengan cara ini, peneliti
bias memahami shot apa saja yang muncul bagaimana, misalnya; close up.
Terdapat pula kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek.
46
Ibid; hal. 6
49 Film umunya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya memcapai
efek yang diharapakan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara :
kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi
gambar-gambar) dan music film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam
film adalah
digunakannya
menggunakan sesuatu. 47
47
Alex Sobur (2003), Op.Cit Hal. 128
tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang
Download