BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Teori Umum 2.1.1 Komunikasi Pada umumnya komunikasi dapat dikatakan sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan atau berita (informasi) antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Barata, 2006: 54). Menurut Everett dan Lawrence dalam (Wiryanto, 2004: 6) komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih dalam membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, dan menimbulkan rasa saling pengertian yang mendalam. Sedangkan Shannin dan Weaver mengungkapkan komunikasi merupakan bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi (Wiryanto, 2004: 7). 2.1.2 Proses Komunikasi Komunikasi dapat terjadi melalui proses dan beberapa tahap, dimulai dari penyampaian pesan, hingga pesan tersebut dapat tersampaikan kepada penerima pesan. Proses komunikasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Ruslan, 2012: 83). 1. Source, yaitu individu atau pelaku komunikator yang berinisiatif sebagai sumber untuk menyampaikan pesan-pesannya. 6 7 2. Message, suatu gagasan, dan ide berupa pesan, informasi, pengetahuan, ajakan, bujukan, atau ungkapan yang bersifat mendidik, emosi dan lain sebagainya yang akan disampaikan komunikator kepada perorangan atau kelompok tertentu (komunikan). 3. Channel, berupa media, sarana, atau saluran yang dipergunakan oleh komunikator dalam proses penyampaian pesan-pesan kepada khalayaknya. 4. Effect, suatu dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan-pesan tersebut. Dapat berupa respon yang positif maupun negatif tergantung dari tanggapan, persepsi, dan opini dari hasil komunikasi tersebut. Dari fungsi yang telah diungkapkan tersebut, dapat dikatakan bahwa proses komunikasi yang baik dapat dimulai dari sumber sebagai pelaku komunikator, adanya pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator, kemudian komunikator menggunakan media yang tepat dalam penyampaian informasi tersebut, sehingga informasi dapat diterima oleh komunikan dan komunikan dapat memberikan dampak atau respon terhadap pesan tersebut. 2.1.3 Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran merupakan aspek yang penting bagi pemasar dalam menjalankan misinya. Sebagian besaar organisasi baik perusahaan bisnis maupun yang bergerak dibidang nirlaba, menggunakan berbagai bentuk komunikasi pemasaran dalam mempromosikan hal yang mereka tawarkan untuk mencapai tujuan mereka, dan berikut bentuk-bentuk komunikasi pemasaran (Shimp, 2003: 4-6): 8 1. Personal selling, bentuk komunikasi persuasi yang dilakukan individu sebagai penjual yang bertujuan untuk mendidik pembeli secara langsung agar dapat membeli produk atau jasa yang ditawarkan. 2. Advertising, komunikasi massa yang dilakukan melalui surat kabar, majalah, radio, televisi dan media lain (billboard, internet), yang dirancang khusus untuk penerima pesan atau pelanggan. 3. Sales promotion, bentuk kegiatan pemasaran yang dilakukan untuk mencoba menimbulkan aksi pembelian suatu produk dengan cepat atau dalam waktu singkat. 4. Sponsorship marketing, suatu penerapan dalam mempromosikan perusahaan dan juga merek dengan melibatkan perusahaan tersebut kedalam suatu kegiatan atau event tertentu. 5. Publicity, biasanya dilakukan dalam bentuk berita atau opini mengenai produk atau jasa perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memuat berita tersebut kedalam media cetak atau televisi di mana perwakilan media menganggap bahwa informasi tersebut penting dan layak disampaikan kepada masyarakat. 6. Point of Purchase Communication, yaitu komunikasi secara langsung di tempat pembelian yang melibatkan alat peraga seperti poster, simbol, dan sebagainya yang dirancang untuk mempengaruhi keputusan untuk membeli pada tempat pembelian. 2.1.4 Public Relations Menurut Emory dalam (Suhandang, 2012 : 30), public (publik) merupakan sejumlah besar orang di mana sumber antara yang satu dengan 9 yang lainnya bisa tidak saling megenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah. Sedangkan istilah relations (relasi) memiliki arti kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk menciptakan hubungan relasi antara perusahaan, organisasi, atau badan yang terkait dengan publiknya (Suhandang, 2012: 34). Maka dari pengertian tersebut public relations dapat diartikan sebagai suatu kegiatan komunikasi dan penafsiran, berupa gagasan dari suatu lembaga kepada publiknya, dan pengkomunikasian informasi, serta pendapat dari publik terhadap lembaga tersebut dalam usaha yang jujur untuk menumbuhkan kepentingan bersama sehingga dapat tercipta suatu penyesuaian yang harmonis dari lembaga dengan masyarakatnya (Suhandang, 2012: 45). Definisi lain dari public relations yang diungkapkan oleh pakar humas/public relations Dr. Herlow, mengemukakan bahwa public relations adalah seni dan ilmu pengetahuan untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensi yang akan timbul, menasihati para pemimpin organisasi, dan melaksanakan program yang terencana mengenai kegiatankegiatan yang melayani, baik untuk kepentingan organisasi maupun kepentingan umum (Morissan, 2010: 8). Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa public relations adalah kegiatan dalam sebuah organisasi/ perusahaan yang bertujuan untuk menjaga dan mengembangkan citra dan reputasi perusahaan dengan cara membina hubungan yang baik dengan publiknya, baik karyawan perusahaan atau masyarakat luar, kemudian seorang public relations juga dapat merencanakan program atau kegiatan menumbuhkan citra positif bagi perusahaan. menarik agar dapat 10 2.1.5 Fungsi Public Relations Menurut Edward dalam (Ruslan, 2012: 18), terdapat tiga fungsi utama public relations dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memberikan penerangan kepada masyarakat. 2. Melakukan persuasi untuk merubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung. 3. Berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu lembaga/badan sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya. Kemudian, pakar dari humas International, Cultip & Centre, juga merumuskan fungsi public relations sebagai berikut (Ruslan, 2012 : 19): 1. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama. 2. Membina hubungan yang harmonis antara badan/ organisasi dengan publiknya yang merupakan khalayak sasaran. 3. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap badan/ organisasi yang diwakilinya, atau sebaliknya. 4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama. 5. Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/ organisasi ke publiknya atau sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak. Dilihat dari beberapa fungsi PR yang telah dipaparkan, maka terlihat bahwa public relations memiliki peranan penting sebagai fungsi manajemen 11 dalam menjaga dan meningkatkan citra positif perusahaan dengan cara melakukan kegiatan komunikasi terhadap publik internal dan eksternal, demi menjaga dan membina hubungan yang baik antar keduanya. 2.1.6 Universitas sebagai Industri Jasa Universitas adalah jasa pendidikan dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan jasa yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Sektor jasa pendidikan memiliki muatan jasa lebih besar dibandingkan muatan material sehingga produknya berupa pelayanan ataupun jasa. Jasa didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang bersifat tidak nyata dan berupa kinerja yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Jasa juga merupakan sebuah kegiatan tersendiri yang berupa intangible yaitu tidak dapat diraba secara fisik, namun dapat diidentifikasikan karena jasa merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan agar dapat merasakan keberadaan jasa. Kinerja dari jasa dapat dirasakan secara bersamaan dengan penggunaannya sehingga pelanggan dapat terlebih dahulu merasakan manfaatnya (Nirwana 2012:17). Kinerja itu sendiri adalah gambaran mengenai pencapaian dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mewujudkan tujuan yang telah direncanakan dalam organisasi (Zulkarnain, 2012: 369). Jadi, jasa merupakan suatu kegiatan yang tidak berwujud dimana melibatkan beberapa interaksi dengan pelanggan dan tidak menghasilkan kepemilikan berupa wujud fisik atau benda (Musanto, 2004: 124). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu bentuk penawaran tidak berwujud yang berupa pelayanan terhadap 12 pelanggan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan serta memberi manfaat atau keuntungan bagi pihak yang menawarkan maupun pihak yang ditawarkan. Pada dasarnya perguruan tinggi di Indonesia sebagai salah satu badan atau jasa yang bergerak di bidang pendidikan saat ini sedang mengalami suatu perubahan untuk menuju perkembangan yang lebih baik. Misalnya seperti perubahan metode mengajar, sistem pada setiap semesternya, hingga meluluskan mahasiswa yang memiliki kualitas lebih baik. Perkembangan seperti ini dapat mendukung penyesuaian dengan era globalisasi pada saat ini, yang menimbulkan perubahan bukan hanya ilmu, teknologi, dan seni tetapi juga ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi terhadap peranan perguruan tinggi (Munawaroh, 2005: 120). 2.1.7 Karakteristik dan Pengelompokkan Jasa Karakteristik jasa dapat dirumuskan kedalam beberapa bagian yaitu Intangibility (tidak berwujud), Inseparability (tidak terpisah), Variability (keanekaragaman), Perishability (tidak bertahan lama). Yang dimaksud dengan Intangibility (tidak berwujud) adalah menjelaskan bahwa jasa tidak berwujud dan tidak dapat dilihat ataupun dirasakan dan didengarkan sebelum dipergunakan. Inseparability (tidak terpisah) menjelaskan bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari pelaku penyedia jasa tersebut, baik penyedia jasa berupa seseorang ataupun alat, jasa juga tidak dapat dibeli oleh konsumen kapan saja apabila diperlukan. Variability (keanekaragaman) mengungkapkan bahwa jasa memiliki keanekaragaman, bergantung kepada siapa, dimana dan kapan disediakannya jasa tersebut, pelanggan yang akan membeli jasa 13 biasanya cenderung menyadari hal ini dan mendiskusikannya sebelum memilih penyedia jasa yang diinginkan. Sedangkan Perishability (tidak bertahan lama) menjelaskan bahwa jasa tidak bertahan lama karena tidak dapat disimpan untuk digunakan dikemudian hari, namun sifat jasa yang seperti ini tidak akan menjadi masalah apabila permintaan terhadap jasa berlangsung secara tetap dan teratur (Musanto, 2004: 125). Hal-hal yang mendukung perwujudan jasa yaitu berkaitan dengan seseorang atau peralatan yang berperan sebagai penyedia jasa. Berdasarkan hal tersebut jasa dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu seperti berikut. Tabel 2.1 Pengelompokkan Jasa Personal Based Service a. Management service b. Financial service c. Marketing service d. Human resources service Equipment Based Service a. Automotic Teller Machine b. Public service c. Entertainment service d. Acomodation service Sumber: Nirwana (2012: 23) Personal based service, adalah jasa yang disediakan oleh orang yang terlibat dalam mewujudkan jasa. Misalnya dalam jasa pengiriman paket yang memanfaatkan jasa kurir untuk mengantarkan paket ketempat tujuan. Pada jasa yang seperti ini cenderung melibatkan sifat humanistik dimana adanya komunikasi langsung antara pihak penyedia jasa dan pelanggannya. Contoh dari Personal based service, adalah Management service, bentuk pelayanan yang lebih menekankan pada kinerja dan peraturan misalnya konsultan pembangunan rumah, atau konsultan bisnis. Financial and Marketing service, 14 lebih kepada jasa yang melayani bidang keuangan meliputi jasa perbankan, asuransi, jasa penanaman modal atau bursa saham. Human resources service, lebih kepada seseorang yang menyediakan jasa seperti jasa pengacara, jasa pendidik, atau jasa komedian. Sedangkan Equipment based service, adalah jasa yang berdasarkan pada alat-alat dimana dalam pemanfaatannya diperlukan fasilitas yang mendukung, seperti kemajuan teknologi. Dalam jasa yang seperti ini kurang adanya kontak antara pihak penyedia jasa dengan pelanggannya. Contohnya Automatic Teller Machine (ATM) yang merupakan mesin untuk melakukan transaksi keuangan yang disediakan oleh pihak perbankan dan penggunaannya harus sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Public service, merupakan jasa publik, seperti PLN (Perusahaan Listrik Negara), dan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), biasanya jasa seperti ini sangat membutuhkan modal yang besar. Entertainment service, adalah jasa yang memberikan hiburan seperti menampilkan group band musik, sirkus, atau pertunjukan orkestra. Acomodation service, adalah jasa akomodasi yang biasanya berupa hotel, atau tempat menginap jenis lainnya yang menyediakan sarana rekreasi seperti kolam renang, dan taman bermain (Nirwana 2012: 22-23). Dari berbagai jenis karakteristik jasa yang telah dijelaskan, maka dapat dikatakan bahwa teradapat beragam jenis jasa yang dapat diperjualbelikan, tidak hanya jasaa yang melibatkan interaksi secara personal antar individu saja, melainkan juga dapat melibatkan alat, mesin, kendaraan, serta berbagai macam fasilitas, seperti perhotelan, sekolah, universitas, dan lain sebagainya. 15 2.1.8 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen dapat diartikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen untuk melakukan pencarian dalam proses pembelian, penggunaan, penggantian, serta melakukan evaluasi terhadap suatu produk atau jasa yang diharapkan dapat memberikan kepuasan terhadap kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen itu sendiri (Semuel, 2007: 74). Perilaku konsumen (Consumer Behavior) juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan individu yang terlibat secara langsung dalam proses mendapatkan barang atau jasa serta penggunaannya, termasuk proses pengambilan keputusan pada persiapan penentuan kegiatan tersebut (Sunyoto, 2012: 251). Definisi yang lebih luas mengenai perilaku konsumen sebagai berikut (Supranto & Limakrisna, 2011: 4): “Consumer Behavior is the study of individuals, groups, or organization and processes they use to select, secure, use and dispose to satisfy needs and the impact oh these processes have on the consumer and society” Definisi ini menjelaskan bahwa perilaku konsumen tidak hanya dilihat dari individu, melainkan juga dapat dilihat dari sebuah kelompok atau organisasi dalam prosesnya menggunakan, memilih, dan melakukan seleksi untuk memuaskan kebutuhan mereka, serta proses ini dapat berdampak kepada konsumen atau masyarakat. 2.1.9 Karakteristik Perilaku Konsumen Karakteristik perilaku konsumen yang mempengaruhi proses keputusan pembelian terhadap sebuah produk atau jasa didasari terhadap 16 beberapa faktor, yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis (Kotler & Armstrong, 2008, p 159-177). 1. Faktor Budaya Faktor budaya cukup memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku konsumen. Budaya adalah penyebab perilaku individu yang paling mendasar. Nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku dari suatu keluarga dapat dipelajari oleh seorang anak yang tumbuh dalam suatu lingkungan masyarakat. Budaya dimiliki oleh setiap masyarakat atau kelompoknya, dan pengaruh dari budaya tersebut terhadap proses pembelian dapat bervariasi disetiap negara didunia (Kotler & Armstrong, 2008: 159) Budaya juga memberikan proses pertimbangan terhadap nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku dimana telah dipelajari oleh individu secara terus-menerus dalam suatu lingkungan (Semuel, 2007: 75). 2. Faktor Sosial Faktor sosial seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial juga dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Kelompok keanggotaan menjadi kelompok yang memiliki pengaruh langsung dimana seseorang telah menjadi kelompok dalam anggota tersebut (Kotler & Armstrong, 2008: 164). Keluarga memberikan pengaruh besar terhadap perilaku pembelian, para pemasar telah meneliti perilaku suami, istri, beserta anak dalam 17 perannya untuk produk dan jasa yang berbeda, sebagai contoh anakanak dapat memberikan pengaruh besar terhadap pembelian makanan fast food (Semuel, 2007: 74). Peran dan status sosial mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk. Seseorang terkadang membeli sebuah produk berdasarkan peran dan status yang ia miliki, misalnya seorang wanita yang bekerja diperusahaan dan berperan sebagai manajer cenderung akan membeli pakaian yang sesuai dengan peran dan statusnya diperusahaan tersebut (Kotler & Armstrong, 2008: 168-169). 3. Faktor Pribadi Keputusan membeli sebuah produk atau jasa juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki seseorang. Setiap orang memiliki gambaran kompleks tentang diri mereka sendiri, dengan begitu perilaku seseorang cenderung akan disamakan dengan konsep diri yang mereka pikirkan (Semuel, 2007: 74). Usia dan siklus kehidupan dapat merubah produk atau jasa yang dibeli, seperti selera makanan, dan pakaian yang berubah seiring perkembangan usia dan berjalannya waktu (Kotler & Armstrong, 2008: 169). Pekerjaan juga mempengaruhi barang atau jasa yang akan dibeli, seperti pekerja dibidang bisnis eksekutif biasanya membeli makan siang yang berasal dari restoran dengan full service, sedangkan pekerja kantoran pada umumnya hanya membawa bekal makanan dari rumah atau memesan makanan cepat saji (Semuel, 2007: 75). 18 Situasi ekonomi, dan gaya hidup berpengaruh terhadap pilihan produk. Contohnya pemasar jam tangan mewah menargetkan konsumen yang memiliki banyak uang sebagai target pasar mereka, mungkin saja mempengaruhi konsumen yang memiliki gaya hidup yang sesuai dengan hobi berbelanja jam tangan mewah (Kotler & Armstrong 2008: 170). 4. Faktor Psikologis Terdapat empat faktor psikologis yang mendorong keputusan pembelian konsumen, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap (Kotler & Armstrong 2008: 173-176). Motif adalah suatu alasan yang menggerakkan perilak seseorang untuk mencapai tujuan mereka. Sedangkan motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan yang berasal dari keinginan seseorang untuk mencapai kepuasan sebagai tujuannya (Sunyoto 2012: 261). Persepsi merupakan langkah dimana individu mengatur dan memilih informasi yang ia dapatkan berdasarkan kebutuhan, nilai dan harapan yang dimiliki oleh setiap individu itu sendiri, apa yang dipikirkan konsumen sebagai suatu realitas cenderung akan mempengaruhi tindakan mereka (Schiffman & Kanuk 2007: 136-137). Hal penting bagi proses mengkonsumsi barang atau jasa adalah pembelajaran, karena perilaku konsumen merupakan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemasar terkadang berusaha untuk meyakinkan konsumen dalam mempelajari produk mereka demi memenangkan persaingan (Supranto & Limakrisna 2011: 113). 19 Kepercayaan adalah pemikiran seseorang dengan apa adanya dimana seseorang mempercayai sesuatu. Kepercayaan dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman. Sedangkan sikap adalah proses evaluasi untuk menentukan perasaan suka atau tidak suka, yang kemudian cenderung berupa sifat konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide (Semuel, 2007: 75). 2.2 Teori Khusus 2.2.1 Persepsi Konsumen Persepsi diartikan sebagai proses dimana individu menafsirkan stimuli secara masuk akal kedalam benaknya, stimuli juga dapat berupa masukan informasi yang mengena kepada pancaindera yaitu meliputi produk, kemasan, merk, iklan media cetak maupun media elektronik, dan karena perilaku konsumen yang berbeda-beda, maka kepekaan terhadap stimuli pun tidak selalu sama (Schiffman dan Kanuk 2007: 137). Persepsi juga didasari dari proses dilakukannya seleksi terhadap berbagai rangsangan atau stimuli yang didapat sehingga dapat membentuk sebuah arti atau makna yang kita hubungkan dari pengalaman masa lalu yang kita rasakan melalui lima indera yang kita miliki (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) (Supranto & Limakrisna, 2011: 165). Perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap apa yang diinginkan pada halnya berhubungan dengan persepsi, menganalisis persepsi konsumen terhadap suatu produk atau jasa merupakan salah satu cara untuk mengetahui perilaku konsumen, maka dengan mempelajari persepsi konsumen kita dapat mengetahui apa saja yang merupakan kekuatan dan 20 kelemahan, kapan kesempatan akan timbul, serta ancaman apa yang ada pada saat itu bagi produk atau jasa kita (Wahyuni, 2008: 32). 2.2.2 Kualitas Pelayanan Jasa Kualitas jasa merupakan hal yang menjadi penilaian terhadap persepsi yang dimiliki oleh konsumen, penilaian terhadap sebuah jasa biasanya dilakukan dengan cara membandingkan antara jasa yang diterima dengan jasa yang diharapkan oleh konsumen (Nirwana, 2012: 66). Terkadang kualitas yang dirasakan oleh konsumen juga berbeda dengan kualitas yang sebenarnya (Aghdaie, 2012: 95). Sedangkan kualitas pelayanan merupakan pemenuhan terhadap keinginan konsumen dan bagaimana proses memenuhi kebutuhan konsumen dapat tersampaikan dengan tepat (Susilowati, 2013: 52). Memberikan kualitas pelayanan yang terbaik merupakan suatu keharusan dalam industri jasa, termasuk industri jasa pendidikan. Beberapa hal yang penting bagi lembaga pendidikan adalah pengembangan kualitas cara mengajar dosen diperlukan untuk mencapai keunggulan yang kompetitif, selain itu penampilan pihak pegawai administrasi yang berinteraksi langsung dengan mahasiswa dalam kegiatan akademik juga menentukan kualitas dihadapan mahasiswanya (Djati, 2011: 11-12). Dalam rangka mencapai kinerja pelayanan dengan kualitas tinggi, diperlukan pemahaman tentang kebutuhan dan keinginan pelanggan secara bersamaan dengan cara memberikan layanan yang terbaik sesuai dengan harapan pelanggan (Djati, 2011: 12). Bagi pelanggan, menilai kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan produk. Hal ini disebabkan karena karakteristik jasa yang berbeda-beda (jasa 21 tidak dapat dilihat, dirasakan, bervariasi, tidak bertahan lama, dihasilkan dan digunakan secara serentak). Beberapa peneliti percaya bahwa penilaian dari konsumen terhadap jasa merupakan hal yang bertentangan antara harapan konsumen dengan jasa dan penilaian (persepsi) konsumen terhadap jasa yang diberikan, kemudian hal ini beujung pada anggapan bahwa persepsi kualitas jasa adalah hal yang bertentangan antara kinerja yang dirasakan, serta harapan dan keinginan (Schiffman & Kanuk 2007: 164-165). Dari pengertian tersebut, kinerja yang dimaksud tentu saja berhubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang memiliki keterlibatan interaksi antara penyedia layanan jasa dengan pelanggannya, dimana layanan tersebut tidak bersifat sama atau konsisten pada setiap pelanggan (Djati, 2011: 13). Dalam mengukur kualitas pelayanan jasa, dapat dilihat dari segi dimensi kualitas pelayanan jasa yang dibagi menjadi empat, yaitu responsiveness, tangibles, assurance, reliability, dan empathy (Djati, 2011: 14). Dimensi kualitas pelayanan dari jasa yang seperti ini sering disebut dengan dimensi SERVQUAL (service quality dimensions) (Nirwana, 2012:68). Begitu juga dengan Schiffman dan Kanuk yang merumuskan dimensi jasa yang dapat diukur, seperti pada gambar berikut. 22 Tabel 2.2 Dimensi SERVQUAL untuk Mengukur Kualitas Jasa Dimensi Tangible (nyata) Deskripsi Penampilan fasilitas fisik, peralatan, teknologi, penampilan karyawan, alat-alat komunikasi. Reliability Kemampuan perusahaan dalam memberikan (Reliabilitas) pelayanan yang dijanjikan dan sesuai dengan harapan pelanggan, serta dapat diandalkan. Responsiveness Kesediaan untuk membantu pelanggan dan (daya tanggap) memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat. Assurance (jaminan) Pengetahuan dan sopan santun karyawan serta kemampuan mereka untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan terhadap pelanggan. Empathy (empati) Kepedulian dan perhatian perorangan yang diberikan perusahaan kepada pelanggan agar dapat memahami lebih jauh keinginan dan kebutuhan pelanggan. Sumber: Schiffman & Kanuk (2007: 164) Persepsi kualitas pelayanan juga dapat menggambarkan perbedaan antara persepsi dan harapan konsumen tentang suatu perusahaan tertentu untuk masing-masing dimensi kualitasnya (Pao, 2009: 371). Kelima dimensi tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Keandalan. Tingkat dimana pelayanan yang dijanjikan dilakukan dengan tepat dan akurat. 2. Responsif. Tingkat dimana penyedia layanan bersedia membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. 3. Jaminan. Sejauh mana penyedia layanan memiliki pengetahuan, sopan, dan mampu memberikan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati. Dimana pelanggan diberikan kepedulian atau perhatian secara individual. 5. Bukti Fisik. Tingkat dimana fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan personil yang memadai. 23 2.2.3 Keputusan Pembelian Menurut Kotler, hal yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan pemikiran bisnis dan pemasaran adalah mengenali konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian barang atau jasa (Rohman, 2009: 251). Proses dari keputusan pembelian tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tahap. Yaitu problem recognition, information search, eveluation of alternatif, purchase decision, dan postpurchase behavior (Nirwana 2012: 5354). Kemudian kelima tahap tersebut dijelsakan sebagai berikut: 1. Pengenalan Kebutuhan Dimulai dari proses pengenalan kebutuhan dimana konsumen menyadari apa yang sedang dibutuhkannya. Kebutuhan dapat disebabkan oleh faktor internal seperti rasa haus dan lapar yang timbul dari dalam diri, serta faktor eksternal seperti hasil berdiskusi dengan teman atau dengan menonton iklan dapat menimbulkan pikiran untuk membutuhkan sesuatu (Kotler & Armstrong, 2008: 179). 2. Pencarian Informasi Apabila konsumen merasa tertarik maka konsumen akan mencari lebih banyak informasi, begitu juga sebaliknya apabila tidak tertarik. Konsumen dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti keluarga, teman, tetangga (sumber pribadi), iklan, website (sumber komersial), serta pengalaman, dan pemakaian produk atau jasa (sumber 24 pengalaman), hingga sumber lainnya seperti media massa, organisasi, dan internet (sumber publik) (Kotler & Armstrong, 2008: 180). 3. Evaluasi Alternatif Pada tahap ini, konsumen melakukan seleksi terhadap beragam informasi yang ia dapat untuk kemudian dilanjutkan dalam proses pemilihan produk atau jasa. Cara konsumen melakukan evaluasi bergantung pada dirinya sendiri, atau juga pada situasi tertentu. Terkadang konsumen membuat keputusannya sendiri, terkadang pula dapat meminta nasihat teman atau pemandu konsumen (Kotler & Armstrong, 2008: 180). 4. Keputusan Pembelian Selain daripada rasa suka konsumen terhadap suatu produk atau jasa dalam keputusan pembelian, ada faktor lain yang juga dapat mempengaruhi konsumen, yaitu sikap orang lain, dimana seseorang yang mempunyai arti penting bagi konsumen berpikir bahwa membeli mobil murah lebih baik, maka kesempatan konsumen untuk membeli mobil mahal akan berkurang. Faktor kedua adalah faktor situasional, seperti kejadian tidak terduga bisa mengubah niat beli konsumen, misalnya situasi ekonomi yang memburuk, atau informasi dari teman yang mengatakan bahwa ia pernah merasa kecewa dengan mobil yang anda sukai (Kotler & Armstrong, 2008: 181). 25 5. Perilaku Pascapembelian Perilaku pasca pembelian merupakan perilaku konsumen setelah pembelian produk atau jasa. Jika produk atau jasa tidak memenuhi harapan pelanggan maka akan timbul rasa kecewa, jika memenuhi harapan maka pelanggan akan merasa puas, bahkan jika melebihi harapan pelanggan, akan timbul kemungkinan bahwa konsumen akan merekomendasikan produk atau jasa yang ia gunakan (Kotler & Armstrong, 2008: 181). 2.3 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Variabel X Variabel Y Persepsi Kualitas Pelayanan: Keputusan Pemilihan Perguruan Tinggi: Tangibel Pengenalan Kebutuhan Reliability Pencarian Informasi Responsiveness Evaluasi Alternatif Assurance Keputusan Pembelian Empathy Perilaku Pascapembelian 26 2.4 State Of The Art Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu Penulis dan Judul Pao-Tiao Chuang “Incorporating Disservice Analysis to Enhance Perceived Service Quality” Hatane Semuel “Perilaku dan Keputusan Pembelian Konsumen Restoran Melalui Stimulus 50% Discount di Surabaya” S. Pandtja Djati “The Influence of The Organizational Citizenship Behaviour Towards The Service Quality Performances of The Private Universities in Surabaya- Indonesia” Hasil Penelitian Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh kegagalan pelayanan yang diberikan, dan mengetahui bagaimana cara meningkatkan kualitas pelayanan 100 responden menunjukan bahwa stimulus “50% Discount”yang diberikan melalui faktor sosial dan psikologis berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku pengambilan keputusan, sedangkan faktor culture dan faktor personal tidakberpengaruh terhadap perilaku pengambilan keputusan pembelian konsumen. Perbandingan Mengidentifikasikan pengaruh persepsi kualitas pelayanan admisi terhadap keputusan memilih perguruan tinggi. 150 responden menunjukkan bahwa persepsi kualitas pelayanan admisi berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan memilih perguruan tinggi pada BINUS University. Penampilan dari Kualitas Layanan bagi para mahasiswa, yang disampaikan oleh staf administrasi perguruan tinggi swasta, adalah baik. Sementara itu ada empat indikator yang menciptakan variabel dari Service Quality, yaitu responsiveness, empathy, assurance, dan tangible. Penampilan dari kualitas pelayanan yang diberikan oleh staf kepada calon mahasiswa menimbulkan persepsi yang baik sehingga dapat mempengaruhi keputusan mereka memilih perguruan tinggi. Dimensi dari variabel yang digunakan adalah tangible, reliability, responsiveness, assurance, empathy.