BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Globalisasi telah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Konteks Masalah
Globalisasi telah membawa dampak yang signifikan dan tidak bisa
terelakkan lagi pada saat ini. Kita sering mendengar istilah era globalisasi yang
merupakan manisfestasi dari kehidupan pada masa ini. Istilah globalisasi
sedemikian akrabnya dalam kehidupan sehari-hari dan telah banyak digunakan
dalam berbagai disiplin ilmu. Gannon dalam Samovar dan Porter (2010:3)
mengatakan bahwa globalisasi merujuk pada meningkatnya ketergantungan antara
pemerintah, perusahan bisnis, organisasi nirlaba, dan penduduk secara individu.
Singkatnya globalisasi merupakan sebuah keterkaitan, manusia semakin sulit
untuk hidup tanpa dipengaruhi oleh pikiran dan tindakan orang lain.
Globalisasi membawa dampak yang besar terhadap perdagangan dunia dan
bisnis internasional, teknologi dan perjalanan, persaingan sumber daya alam,
konflik dan keamanan internasional, tantangan lingkungan, isu kesehatan dunia
dan yang terpenting ialah terciptanya masyarakat multikultural. Manusia yang
berlatar belakang negara dan etnis berbeda, berbahasa serta menganut
kepercayaan yang berbeda pula, harus belajar untuk bekerja dan hidup bersama,
terlepas dari masalah yang mungkin muncul (Samovar dan Porter 2010:13).
Namun, sedemikian majunya pun globalisasi, tetap tidak terlepas dari
komunikasi. Globalisasi yang telah menciptakan masyarakat kultural tidak
terlepas dari proses komunikasi yang terjadi. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa
setiap individu berbeda satu sama lain, apalagi dalam skala internasional, bukan
hanya gender atau usia saja yang menjadi perbedaan, budaya juga merupakan
perbedaan yang paling besar.
Berkembangnya teknologi dan globalisasi semakin mendorong manusia
untuk berinteraksi dengan orang lain yang memiliki latar budaya berbeda.
Menurut W.I Thomas dan Florian (Rakhmat, 2011: 33-42) ada beberapa motif
sosiogenis yang membentuk perilaku manusia yaitu: (1) keinginan memperoleh
pengalaman baru; (2) keinginan mendapatkan respon; (3) keinginan akan
pengakuan dan (4) keinginan akan rasa aman. Motif-motif tersebut yang ikut
1
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2
mendorong manusia untuk selalu bergerak dan menjelajahi tempat serta hal baru.
Sedangkan disadari atau tidak manusia juga merupakan makhluk yang selalu ingin
tahu atau memiliki curiosity. Keingintahuan inilah yang membawa manusia untuk
mau berinteraksi dengan manusia lainnya yang memiliki kebudayaan serta latar
belakang yang berbeda.
Saat seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda
kebudayaannya seperti bahasa dan sistem budaya yang dianut maka pada saat itu
telah terjadi komunikasi antar budaya. Proses komunikasi antarbudaya merupakan
interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa
orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2003:13).
Komunikasi atarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi
budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (Samovar
dan Porter, 2010:13).
Mengunjungi negara asing dan belajar kebudayaannya sudah lama menjadi
hal yang sangat diminati oleh orang-orang muda. Pada abad ke-19 hanya orang
muda yang berasal dari keluarga kaya yang bisa pergi mengunjungi negara lain
untuk sekedar berwisata ataupun belajar di negara lain yang diminatinya.
Berbicara tentang mengunjungi negara asing, Eropa telah menjadi destinasi
impian bagi kaum muda untuk dikunjungi. Sekarang, berwisata dan tinggal di
negara Eropa dan belajar bahasa dan kebudayaannya menjadi kesempatan yang
bukan hanya dimiliki oleh orang kaya, tetapi bisa juga menjadi kesempatan bagi
kaum muda yang memiliki dana terbatas, seperti mengikuti program pertukaran
pelajar, program international work camp, atau bekerja sebagai Au pair
(Riikonen, 2002:4).
Tinggal dan mengunjungi negara asing bukanlah hal yang mudah, bahkan
menjadi wisatawan atau turis juga kerap terkejut dan terbentur dengan perbedaan
budaya yang dibawanya dengan budaya yang ditemuinya di daerah destinasi
wisata. Contohnya ketika seorang ibu asal Indonesia mengunjungi salah satu
temannya di Jerman akan merasa risih melihat anak-anak Jerman yang
mengatakan ibunya ―Du‖ (Kamu dalam bahasa Indonesia) atau anak-anak dengan
bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mengatakan ―You‖ kepada ibunya, di mana di
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3
Indonesia seorang anak tidak sopan mengatakan ―Kamu‖ kepada ibunya.
Meskipun demikian, wisatawan yang berkunjung ke negara asing bisa mengatasi
kesulitan dan lingkungan budaya baru yang dialaminya meskipun dengan
kebingungan, karena mereka tahu mereka akan kembali ke negara asalnya dan
mereka hanya tinggal di sana dalam jangka singkat.
Hal ini berbeda dengan orang yang memilih untuk tinggal di negara asing
dalam jangka waktu yang panjang, seperti bekerja sebagai Au pair. Untuk
mendapatkan masa tinggal sesuai dengan yang diharapkan tentu tidak mudah,
seperti belajar, menerima dan mematuhi peraturan dari adat istiadat yang berlaku
di masyarakat baru tersebut, singkatnya terbiasa untuk itu. Proses untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru ini tentu bukan merupakan hal yang mudah,
masalah utama yang terjadi adalah kebiasaan yang dibawa oleh Au pair dari
negara asalnya yang telah dipelajari sejak kecil. Meskipun sulit, tinggal di luar
negeri biasanya merupakan pengalaman yang berharga dan menantang.
Program Au pair merupakan program yang sedang booming beberapa
tahun terakhir ini. Program Au pair mungkin masih belum begitu terkenal di
masyarakat Indonesia, kecuali bagi orang yang menempuh pendidikan Bahasa
Jerman di Universitas atau di Sekolah Menengah Atas.
'Au pair' secara terminologi berasal dari bahasa Prancis yang artinya
sama, seimbang, equal ataupun setara. Definisi Au pair dalam The Council of
Europe’1969, ―European Agreement on Au pair Placement‖ ialah:
“Au pair placement is the temporary reception by
families, in exchange for certain services, of young
foreigners who come to improve their linguistic and
possibly profesional knowledge as well as their general
culture by acquiring a better knowledge of the country
where they are received, such young foreigners are
hereinafter called places ―Au pair‖.
―Au pair merupakan orang yang tinggal di sebuah
keluarga angkat dengan memberikan jasa tertentu,
program pertukaran ini ditujukan kepada orang muda
dari negara asing untuk meningkatkan kemampuan
bahasa, kebudayaan dan pengetahuan dari negara
tempat mereka diterima.‖
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4
Program Au pair menawarkan kesempatan untuk orang muda dari seluruh
dunia untuk tinggal di luar negeri dalam jangka waktu tertentu. Tujuan utama
program ini adalah pertukaran budaya saling yang menguntungkan kedua belah
pihak: di mana seorang Au pair membawa budaya baru, bahasa asing dari negara
asalnya ke keluarga angkat. Sementara di negara tuan rumah (keluarga angkat),
Au pair bisa belajar bahasa resmi dari negara tuan rumah dan mendapatkan
pengalaman berharga dengan bantuan keluarga angkat mereka dan dengan
menghadiri kursus bahasa (https://www.aupairworld.com).
Sebagai anggota keluarga sementara, Au pair hidup dengan keluarga
angkat dan mendukung mereka dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, Au pair
membantu keluarga angkatnya dengan melakukan pekerjaan rumah tangga ringan
dan pengasuhan anak (meskipun ada sebagian keluarga angkat yang tidak
memerlukan Au pair dalam urusan pekerjaan rumah tangga kecuali pengurusan
anak). Sebagai imbalannya, keluarga angkat memberikan Au pair uang saku,
makan dan penginapan. Ini adalah proses saling memberi dan menerima yang
terletak di jantung hubungan antara Au pair dan keluarga angkat. Demi
memastikan bahwa masa Au pair selama tinggal dengan keluarga angkat berhasil,
baik Au pair dan keluarga angkat harus saling memberikan informasi tentang apa
yang diharapkan selama menjadi Au pair dan keluarga angkat. Keterbukaan
komunikasi menjadi kunci sukses bagi masing-masing pihak baik Au pair dan
keluarga angkat selama menjalani program ini.
Istilah Au pair mulai dikenal sejak tahun 1970-an, di mana pada masa itu
banyak anak-anak muda dari Barat seperti Amerika atau Eropa yang ingin
berpergian ke negara lain tetapi tidak memiliki biaya yang cukup. Misalnya orang
Amerika yang ingin pergi ke Jerman atau sebaliknya orang Jerman yang ingin
pergi ke Amerika dan belajar bahasa Inggris. Namun sejak tahun 1990-an istilah
Au pair pun mulai dikenal oleh kalangan muda yang berasal dari negara-negara
bekas Komunis, Eropa Timur dan Asia Tenggara untuk menjadi Au pair di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat dengan motif akan kehidupan
yang menjanjikan (Tkach, 2013:134).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5
Pada tahun 2014, Radio Netherlands Worldwide Indonesia melaporkan
bahwa tawaran menjadi Au pair di beberapa negara di Eropa semakin diminati
oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dari tahun ke tahun. Ada banyak alasan WNI
menjadi Au pair, yaitu mencari pengalaman kerja, belajar bahasa Inggris atau
bahasa asing, keluar negeri dengan biaya yang minim, batu loncatan meneruskan
kuliah keluar negeri atau bahkan mencari jodoh. Negara-negara favorit tujuan Au
pair Indonesia di Eropa adalah Belanda, Jerman, Perancis, Norwegia, Denmark
dan Austria.
Adapun penelitian ini tidak berfokus kepada motif dari Au pair menjadi
Au pair di negara Barat, melainkan proses komunikasi yang terlibat di dalamnya.
Penelitian ini memfokuskan kepada proses komunikasi yang dilakukan oleh
mantan Au pair Indonesia dengan keluarga angkat selama menjadi Au pair di
Jerman, Jerman merupakan negara tuan rumah yang menampung banyak Au pair
dari Indonesia. Pada tahun 2013, Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia
mengabulkan 135 permohonan visa untuk WNI dengan izin Au pair ke Jerman
dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya.
Pada saat memasuki Jerman sebagai Au pair, Au pair harus berusia
minimal 18 tahun, batasan usia pada saat pengajuan permohonan visanya adalah
26 tahun. Permohonan visa dapat diajukan 6 bulan sebelum rencana tinggal
sebagai Au pair. Au pair pada prinsipnya dapat diterima, apabila di keluarga
pengundang salah satu orangtua-nya adalah warga negara Jerman. Apabila bahasa
Jerman digunakan sebagai bahasa percakapan dalam keluarga, maka ijin tinggal
dapat diberikan jika Au pair tidak berasal dari negara yang sama seperti orangtua
pengundang (http://www.arbeitsagentur.de).
Keluarga Jerman menghargai pemohon Au pair yang pekerja keras, teliti
(terutama tentang keselamatan anak), fleksibel, masuk akal, tenang dalam situasi
stress, hangat dan bersedia untuk berinteraksi dengan anak bukan hanya
"menonton" anak. Sikap "bagaimana saya bisa membantu?" merupakan aset
besar yang dimiliki Au pair. Sebagian besar keluarga Jerman sebagai tuan rumah
tinggal di daerah metropolitan kota terbesar di Jerman. Biasanya, kedua orang tua
bekerja dan memiliki 1 sampai 3 anak dengan usia antara 1- 8 tahun. Keluarga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
biasanya terbuka untuk ide-ide baru, tertarik dengan dunia dan negara-negara
lainnya. Banyak keluarga berharap untuk memiliki Au pair yang bisa mengajar
anak-anak mereka tentang kebiasaan hidup, bahasa dan budaya yang dibawa oleh
Au pair dari negara asalnya.
Au pair merupakan orang yang suka petualangan, tantangan, penasaran
dan tertarik untuk belajar tentang negara-negara baru dan budaya. Yang paling
penting, mereka suka menghabiskan waktu dengan anak-anak. Pekerjaan Au pair
sehari-hari ialah seperti mengantar-jemput anak dari keluarga angkat, untuk
selanjutnya disebut adik angkat (sejak Au pair juga dianggap sebagai anggota
keluarga) ke sekolah atau tempat kursus anak, bermain game, membuat kue
dengan mereka dan membantu mereka membersihkan kamar mereka, dengan jam
kerja yang tertulis di kontrak kerja yaitu 30 jam per minggu. Di waktu luang, Au
pair dapat menggunakan transportasi umum untuk menjelajahi kota terdekat,
mengambil kelas bahasa untuk meningkatkan kemampuan bahasa Jerman dan
bertemu orang-orang muda lainnya dari seluruh dunia.
Au pair akan memiliki banyak kesempatan untuk menemukan lebih
banyak tentang negara Jerman melalui kontak sehari-hari dengan orang-orang
lokal, menjelajahi semua daerah tempat wisata dan di waktu libur Au pair bisa
menghabiskan waktunya untuk melakukan perjalanan ke negara Eropa lainnya
seperti Perancis, Belanda ataupun Italia. Selama menjadi Au pair, mereka akan
harus berurusan dengan hal-hal seperti perbankan, belanja, layanan pos dan
telepon, mobil dan peraturan lalu lintas, adat istiadat, tipping dan sebagainya.
Pada saat yang sama, Au pair juga pasti berurusan dengan beberapa tantangan
fisik, mental, dan sosial (Ayusa Germany Live-In Childcare brosur, 2009).
Masa tinggal Au pair sesuai dengan ketentuan Au pair di Jerman
merujuk kepada Guetegemeinschaft Au pair e.V ialah 6 sampai 12 bulan, di
mana Au pair hanya bisa dilakukan satu kali selama hidupnya di Jerman,
pengabulan visa Au pair di Jerman hanya bisa dikeluarkan sekali saja. Biasanya
Au pair Indonesia menjalani Au pair selama satu tahun sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati bersama dengan keluarga angkat. Setelah
menyelesaikan kontraknya, Au pair Indonesia yang kini bisa disebut sebagai
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7
mantan Au pair biasanya melanjutkan masa tinggalnya di Jerman sebagai
pekerja sosial melalui program FSJ (Freiwillige Soziale Jahr), mengambil
Ausbildung, melanjutkan kuliah di Jerman, menikah dengan warga negara
Jerman ataupun kembali ke Indonesia.
Penelitian mengenai Au pair Indonesia dalam konteks komunikasi lintas
budaya masih jarang dilakukan, padahal hal ini merupakan sesuatu yang
menarik dan penting untuk diteliti. Komunikasi merupakan kunci sukses bagi
para Au pair Indonesia agar masa tinggalnya selama menjadi Au pair atau
pendatang di negara penerima berhasil, yang dalam konteks ini adalah
komunikasi lintas budaya.
Hal ini menarik diteliti mengingat gap kebudayaan yang sangat besar
antara Jerman (yang didikotomikan sebagai Budaya Barat) dan Indonesia (yang
didikotomikan sebagai Budaya Timur) tentang bagaimana mantan Au pair
berkomunikasi sehari-hari dengan keluarga angkatnya selama masa tinggalnya di
Jerman.
1.1 Fokus masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan bahwa fokus yang
akan diteliti lebih lanjut adalah “Bagaimana proses komunikasi lintas budaya yang
dilakukan oleh mantan Au pair Indonesia dengan keluarga angkat selama berada
di Jerman?”
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan
berikut:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi yang
dilakukan oleh mantan Au pair Indonesia dengan keluarga angkatnya
selama menjadi Au pair di Jerman.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan dan solusi yang
dilakukan oleh mantan Au pair Indonesia dalam berkomunikasi dengan
keluarga angkatnya selama menjadi Au pair di Jerman.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
8
1.3 Manfaat Penelitian
1.
Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan dampak positif dan
menambah pengetahuan dalam khasanah penelitian komunikasi serta dapat
dijadikan sebagai sumber bacaan Mahasiswa FISIP USU khususnya
Departemen Ilmu Komunikasi
2.
Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa
sumbangan pengetahuan baik kepada mahasiswa Ilmu Komunikasi maupun
masyarakat luas mengenai proses komunikasi mantan Au pair Indonesia
dengan keluarga angkatnya selama berada di Jerman
3.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memberikan
sumbangan dan masukan yang berhubungan dengan tema penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Download