OTORITAS ORANG TUA TERHADAP ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 (Kasus Arumi Bachsin) Skripsi Di Ajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Memperoleh Persyaratan Gelar Sarjana Hukum Islam (S.Hi) Oleh: Muchibi 107043202534 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 22 Desember 2011 Muchibi KATA PENGANTAR ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah merajai diriku dan telah kucurkan segenap keridhaan, rahmat, bimbingan, pertolongan serta pemeliharaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Otoritas Orang Tua Terhadap Anak Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 (Kasus Arumi Bachsin) dengan baik. Shalawat serta salam rindu teruntuk Baginda Nabi Muhammad Mustafa al-Amin yang terberkati, salam dari ummatmu sepanjang masa dan aku rindu untuk bertatap muka denganmu. Banyak campur tangan dan kontribusi dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini, hanya Allah SWT yang dapat membalas budi baik yang telah diberikan. Izinkanlah pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH., MA., MM. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. H. Muhammad Taufiki M.Ag Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, semoga senantiasa tetap bisa menjadi suri tauladan bagi kami. 3. Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. pembimbing penulis yang dengan keikhlsannya meluangkan waktunya dan menuntun penulis dari awal hingga selesai skripsi ini. 4. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie MA. Dosen Pembimbing Akademik Konsentrasi Perbandingan Hukum Angkatan 2007 5. Para Dosen serta jajaran staf karyawan di Fakultas Syari’ah dan Hukum, yang ikhlas mentransfer segenap ilmunya kepada penulis. Semoga menjadi ilmu yang manfaat dan barakah di dunia dan di akhirat. 6. Segenap staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas peminjaman buku yang membantu dalam penulisan skripsi ini. 7. Ayahanda H. Abdurrahman dan Ibunda tercinta Hj. Munyani terimakasih atas segala daya upaya, kucuran keringat, sujud panjang, lantunan doa-doa, lunglai serta letihmu yang terus harap akan keselamatan juga keberhasilan hidup penulis. Sungguh kalian benar-benar tidak tergantikan. Semoga semua amal kebaikan dihitung jariyah. Rabbi Irhamhuma kama Rabbayani Saghira, Amin. 8. Kaka ku Tercinta Gonimah Amd, Keb dan Adik-adiku Tersayang Afifah, Abd Mukhit, Aan Husni Mubarak dan Muhammad Muhriji, yang telah memberikan keceriaan dan kehangatan dalam keluarga. 9. Minola Sebayang SH dan Partner yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan datadata untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 10. Sander Diki Zulkarnaen M.Psi staf Koordinator Pengaduan KPAI, yang telah memberikan data-data untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 11. Rudy Bachsin dan Maria Lilian Pesch yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data-data untuk kesempurnaan penelitian skripsi ini. 12. Segenap Keluarga PH Ceria Angkatan 2007 Muhammad Novel, Abdul Muktadir, Risnu Arisandi, Ahmad Faqih Syarafadin, Fikri Ramadhan dan semua teman-teman kelas Perbandingan Hukum Angkatan 2007. Semua terlalu manis untuk dilupakan. Kita telah rangkum sketsa ini bersama. 13. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) kelompok 80. Desa Cijeruk Kec. Cijeruk Kab. Bogor-Jawa Barat yang telah mengajariku arti kehidupan dalam kebersamaan. Hanya kepada Allah SWT penulis bersimpuh dan berdoa semoga iradahNya senantiasa membawa mereka atas kebahagiaan yang hakiki, amin. Penulis menyadari bahwa skripsi sederhana ini jauh dari kesempurnaan, karena kami hanya seorang dhaif dan tak mungkin seperti ini bila tidak Engkau kehendaki. Kritik konstruktif yang akan membuat skripsi ini menjadi lebih baik. La Ilaha Illa Anta, Allahumma Anta as-Salam wa Minka as-Salam fa Hayyina Robbana bi as-Salam wa Adkhilna Jannata Dar as-Salam. Jakarta, 2 Muharam 1433 H 28 November 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting dalam tatanan kemasyarakatan. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan wanita.1 Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian 2 yang kemudian disempurnakan oleh pendidikan sekolah maupun lingkungan sekitar (sosial) dimana anak tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang didasari oleh keimanan, agar mereka tumbuh menjadi manusia yang membangun, bukan merusak. dan kekhawatiran tentang munculnya sikap durhaka sang anak hanya dapat diantisipasi dengan pendidikan yang didasari oleh keimanan.3 Disinilah urgensitas keluarga terlihat, fungsi dan peran keluarga memiliki andil yang cukup signifikan terhadap perkembangan dan masa depan sang anak. Lebih dari itu keluarga sebagai unsur terkecil dalam element masyarakat pun turut berperan menentukan masa depan dan perjalanan suatu bangsa. Jika seluruh orang tua yang ada pada seluruh masyarakat-bangsa benar-benar menjalankan perannya dengan turut aktif mengawal serta bertanggungjawab atas perkembangan moral maupun intelektual anak, maka apa yang 1 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Cet.ke-2 (Jakarta :PT.Rieneka Cipta 1999) h.239 Dalam bahasa Inggris disebut Personality, yang berasal dari bahasa Latin:Persona, yang berarti kedok atau topeng. Secara terminologis kepribadian adalah suatu totalitas psikhophisis yang kompleks dari individu, sehingga Nampak didalamnya tingkah laku yang unik. Biasanya kepribadian dibicarakan dalam pengertian apa yang membuat seseorang berbeda dari yang lain, apa yang membuatnya unik dibanding yang lain. Aspek kepribadian seperti ini disebut “kekhasan individu” (individual differences). Dalam Agus Sujanto dkk,, Psikologi Kepribadian, Cet Ke-1 (Jakarta, Aksara Baru) h.20. Lihat juga George Boeree, Personality Theoris, Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Cet-Ke IV (Yogyakarta, Prismasople, 2006) h.13 3 Karim Sa’ad, Agar Anak Tidak Durhaka, (Jakarta: Darul Aqiqah, 2006), cet. Ke-1, h.8 2 dicita-citakan oleh suatu bangsa tidaklah menjadi suatu hal yang mustahil untuk dicapai karena didalamnya terdapat generasi-generasi yang bertanggungjawab terhadap agama, nusa dan bangsanya. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa yaitu, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara merata berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Karena itu anak membutuhkan pembinaan dan perlindungan dalam rangka pertumbuhan dan perkembangannya baik secara fisik, mental maupun sosialnya. Anak Indonesia merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan bangsa Indonesia.4 Dalam menangani permasalahan seputar dunia anak di Indonesia ada Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)5 yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Keppres No.77 Tahun 2003 dan pasal 74 dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia. KPAI memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggara perlindungan anak. Selain itu KPAI memberikan laporan saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. 6 4 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta, Akedemika Pressindo, 1989), cet ke2. h.123 Untuk selanjutnya penulis akan menggunakan singkatan KPAI 6 http://www.kpai.go.id/tentang-kpai-mainmenu-26/12-tentang-kpai.html. Artikel diAkses Pada Senin 23 Mei 2011 5 Belakangan ini muncul berita di media massa yang menyebutkan tentang kasus artis Arumi Bachsin yang kabur dari rumah akibat perselisihan dengan orang tuanya. Munculnya permasalahan orang tua dengan anak sebenarnya cenderung disebabkan oleh sikap orang tua sebagai pihak yang seharusnya mampu memegang kendali terhadap anakanaknya, mengingat orang tua adalah contoh terdekat bagi anak-anak dalam proses tumbuh kembang mereka. Permasalahan Arumi yang kabur dari rumah akibat perselisihan dengan orang tuanya bisa menjadi contoh negatif bagi anak-anak yang sedang mengalami atau akan mengalami permasalahan dengan orang tuanya, karena anak-anak akan berfikir secara sederhana apabila ada permasalahan dengan orang tuanya, langkah yang akan diambil adalah kabur dari rumah. Profesi Arumi yang seorang artis mengakibatkan permasalahannya sering kali ditayangkan oleh berbagai media televisi yang dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap anak-anak. Kasus ini mendapat sorotan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Linda Amalia Sari Gumelar. yang mengatakan kasus artis Arumi Bachsin yang kabur dari rumah bisa menjadi contoh buruk bagi anak-anak lain. Linda menjelaskan pemberitaan kasus Arumi yang kabur dari rumah kerap disiarkan di berbagai media massa khususnya televisi secara berulang-ulang. Ia khawatir anak-anak yang menyaksikan tayangan tersebut bisa terinspirasi dan berbuat hal serupa. “. . .dikhawatirkan anak-anak yang terinspirasi bahwa jika mempunyai masalah dengan orang tua jalan keluarnya adalah kabur dari rumah,” katanya”7 7 Linda Amalia Sari Gumelar, Kasus Arumi Bachsin Bisa Jadi Contoh Buruk, Artikel diakses pada Senin, 23 Mei 2011 Dari http://www.antaranews.com/berita/249492/kasus-arumi-bisa-jadi-contoh-buruk Permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya ini, bisa saja terjadi terhadap anak-anak lain di Indonesia. Profesi Arumi yang sebagai artis, kerap kali pemberitaan masalah Arumi ditayangkan di televisi yang bisa berdampak negatif terhadap anak-anak lain di Indonesia. Permasalahan ini semakin menarik, karena dalam permaslahan keluarga ini ada pihak luar yakni lembaga KPAI sebagai Lembaga Negara yang yang bertugas melakukan perlindungan anak juga ikut terlibat dalam permasalahan ini. Dari uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang berkaitan dengan otoritas orang tua terhadap anak, dalam hal ini penulis akan meneliti kasus Arumi Bachsin yang berselisih dengan orang tuanya. Untuk selanjutnya skripsi ini akan diberi judul “Otoritas Orang Tua Terhadap Anak Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002.” B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Permasalahan hak-hak Anak adalah masalah yang sangat perlu mendapatkan penanggulangan secara serius, karena mereka memiliki hak sebagai anak-anak dan orang tua memiliki peranan yang signifikan dalam perkembangan anak. Agar permasalahan ini tidak melebar, maka penulis akan membatasi penelitian ini hanya kepada permasalahan yang terjadi antara Arumi Bachsin dengan orang tuanya, dalam perspektif Undang-undang No. 23 Tahun 2002 dan Hukum Islam. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah penulis akan membatasi penelitian ini pada persoalan otoritas orang tua terhadap anak menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana konsepsi Hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang hak-hak anak? 2. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang otoritas orang tua terhadap anak? 3. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang kasus Arumi Bachsin? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengertian tentang hak-hak anak dalam hukum Islam dan Undangundang No. 23 Tahun 2002. b. Untuk mengetahui otoritas yang dilakukan orang tua terhadap anak dalam hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002. c. Untuk mengetahui tentang kasus Arumi Bachsin dalam hukum Islam dan Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 2. Manfaat Penelitian a. Selain dimaksudkan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas terhadap penulis dan pihak lain yang memanfaatkannya, juga diharapkan hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan tentang masalah perlindungan hak-hak anak b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya penulis tentang adanya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga diharapkan masyarakat khususnya orang tua agar melakukan perlindugan dan hak-hak terhadap anak. D. Tinjauan Kajian Terdahulu Dalam kajian terdahulu ini, penulis berusaha mendata dan membaca buku-buku dan skripsi yang telah membahas tentang hak-hak anak dalam kaitannya dengan kajian hukum. Setidaknya ada beberapa buku-buku dan skripsi yang penulis temukan yaitu antara lain: 1. Edi Suharto dalam bukunya yang berjudul “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat” diterangkan mengenai perlakuan salah terhadap anak, permasalahan anak, model pertolongan, program konseling dan system abuse.8 Buku ini sangat menarik dan mudah dimengerti karena bahasa yang mudah dicerna serta pemaparannya jelas dan disertai dengan contoh-contoh yang relevan dengan konteks yang dibahas seperti model-model pelayanan sosial bagi anak yang bermasalah, tahap-tahap pelaksanaan yang profesional serta dalam pemaparannya mengupas habis fenomena hingga jelas. 2. Waluyadi dalam bukunya Hukum Perlindungan Anak. Buku ini berisi instrument Nasional tentang perlindungan hukum terhadap remaja (anak), dan kebijakan legislatif terhadap perlindungan anak mencakup Undang-undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KepPres RI No.36 Tahun 1990 Tentang pengesahan Convention Of The Rights (Konvensi Hak Anak), dan perangkat hukum lainnya. 9 8 9 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung, PT.Refika Aditama, 2005) Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung, Cv. Mandar Maju, 2009) 3. E.H. Tambunan dalam bukunya Remaja Sahabat Kita, buku ini berisi tentang peralihan masa kanak-kanak ke masa remaja, dan buku ini memberi informasi dan petunjuk sederhana. Saran-saran yang dapat menuntun para orang tua supaya bertindak lebih positif dan terarah menghadapi anak pada usia remaja. 10 4. “Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orang tua Dalam Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak dan Hukum Islam” yang menjelaskan fenomena anak-anak jalanan yang dipekerjakan oleh orang tuanya karena faktor kemiskinan. Dari kasus tersebut jelas bertentangan dengan UUPA 23/2002 karena sebagai anak, mereka mempunyai hak dan perlindungan dari tindakan ekploitasi ekonomi sesuai dengan yang diamantkan UUPA 23/2002.11 5. “Hak Pendidikan Anak Cacat mental Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undangundang Nomor 23 Tahun2002 Tentang Perlindungan Anak” yang menjelaskan tentang salah satu hak anak yaitu, hak mendapat pendidikan yang dipermasalahkan adalah bagaimana hak pendidikan itu bisa terpenuhi dengan semestinya ketika dihadapi pada persoalan anak yang memiliki cacat mental.12 6. “Hak Anak Dalam Konvensi Tentang Hak-Hak Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam” yang menjelaskan tentang sikap politik hukum Indonesia sebagai Negara peserta Konvensi Hak Anak (KHA) dalam meratifikasi pasal-pasal tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan karakteristik hukum nasional. Artinya secara umum Indonesia menerima KHA, namun menolak isi bagian tertentu yang dianggap tidak 10 E.H. Tambunan, Remaja Sahabat Kita, (Bandung, Remaja Sahabat Kita, 1981) Amien Indah Fitria, “Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orang Tua Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan Anak” (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) 12 Abdur Rahman, Hak Pendidikan Anak Cacat Mental Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undangundang Perlindungan Anak” (Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008). 11 sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Negara, diantaranya pasal 21 tentang adopsi dalam KHA.13 7. “Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Perspektif Hadis dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002” yang menjelaskan tentang perlindungan dan hak-hak anak. Dalam skripsi ini hanya memkofuskan permasalahan hak-hak anak yakni, mengenai hak pendidikan, nafkah dan hak berlaku adil terhadap anak dalam pandangan hadis dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.14 Dari buku-buku dan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis berpendapat bahwa skripsi yang akan ditulis ini berbeda dengan skripsi diatas. Dalam penelitian ini penulis hanya akan memkofuskan permasalahan yang terjadi antara orang tua dan anak dalam kasus Arumi Bachsin dengan orang tuanya yang melibatkan lembaga KPAI sebagai lembaga Negara yang menangani permasalahan anak-anak di Indonesia. Oleh karena itu, penulis akan memberi judul skripsi ini dengan judul “Otoritas Orang Tua Terhadap Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.” E. Metode Penelitian Dalam mengungkapkan segala permasalahan dan pembahasan yang berkaitan dengan materi penulisan, maka data-data atau informasi yang akurat sangat di butuhkan. Untuk itu perlu digunakan sarana penelitian beberapa kegiatan ilmiah yang mendasar kepada 13 Oyok Tolisalim, Hak Anak Dalam Konvensi Tentang Hak-hak Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, (Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008) 14 Amelia, Perlindungan Hak-hak Anak Dalam Perspektif Hadis dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002, (Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.2008) metode penelitian. Agar dapat mempelajari setiap gejala atau fakta yang menjadi permasalahan, dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif15 dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris sosiologis. 16 Serta metode perbandingan hukum17 dalam hal ini penulis akan mengkomparasikan antara hukum Islam dan hukum positif yang berlaku, bagaimana kedua-duanya menyikapi masalah yang sedang diteliti. 2. Sumber Data Sumber data yang sebagai salah satu bagian penelitian yang merupakan salah satu bagian terpenting. Pencarian data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer, yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya melalui wawancara,18 observasi yang kemudian diolah oleh peneliti. dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan. 3. Teknik Pengumpulan Data 15 Kualitatif adalah, penelitian yag mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010) h.105 16 Penelitian hukum empiris sosiologis, asumsi dasarnya yang dibangun adalah bahwa kemungkinan besar terdapat perbedaan antara hukum positif tertulis dengan hukum yang hidup dimasyarakat. Hukum yang hidup adalah hukum yang berlaku dan dilaksanakan oleh masyarakat merupakan fakta sosial. Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h. 47. 17 Setiap kegiatan ilmiah lazimnya menerapkan metode perbandingan, karena sejak semula seseorang ilmuwan harus dapat mengadakan identifikasi terhadap masalah-masalah yang akan ditelitinya. Menetapkan satu atau beberapa masalah berarti telah menerapkan metode perbandingan, dimana hal itu didasarkan pada perbandingan, sehingga masalah yang dianggap paling penting yang akan diteliti. Lihat, Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2008) h.97. lihat juga, Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2008) h.132. 18 Wawancara dengan pihak KPAI sebagai lembaga Negara yang memberikan perlindungan terhadap Arumi Bachsin, dan wawancara dengan Minola Sebayang sebagai kuasa hukum dari orang tua Arumi. Untuk memperoleh data yang lengkap dan objektif, maka dalam rangka penulisan skripsi ini, penulis melakukan beberapa pengumpulan data berupa hasil wawancara dengan staf KPAI Sander Diki Zulkarnaen. Bagian Koordinator pengaduan dan hasil wawancara dengan Minola Sebayang, sebagai kuasa hukum dari orang tua Arumi. Studi dokumenter, yakni pengumpulan data dengan menelaah beberapa literatur dan referensi seperti bukubuku ilmiah, artikel dan penulisan ilmiah pendukung lainnya. 4. Teknik Analisis Data Proses data atau pengolahan data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dari fakta-fakta pengamatan dilapangan, wawancara pemeriksaan keabsahan sebelum data disajikan. Penyajian data yang merupakan kesimpulan tersusun dan dokumen yang tersedia. Kemudian reduksi data dengan membuat abstraksi. Abstraksi atau penyederhanaan sebagai usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Tahap selanjutnya ialah pemeriksaan keabsahan sebelum data disajikan. Penyajian data yang merupakan kesimpulan tersusun yang akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari pemahaman dan pengertiannya. 5. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2007. F. Sistematika Penulisan Untuk sistematika penulisan, seluruh skripsi ini terdiri dari lima bab, adapun sistematikanya sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisikan Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II HAK-HAK ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK Mendeskripsikan Tentang Pengertian Anak dan Hak-hak Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak. BAB III PERLINDUNGAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANGUNDANG PERLINDUNGAN ANAK Mendeskripsikan Tentang Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak. BAB IV TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS ARUMI BACHSIN Mendeskripsikan Tentang Kasus Arumi Bachsin, Kasus Arumi Ditinjau Dari Hukum Positif, Kasus Arumu Ditinjau Dari Hukum Islam dan Relevansi Hukum Islam Terhadap Undang-undang Perlindungan Anak BAB V PENUTUP Kesimpulan, Jawaban atas pertanyaan pada bab-bab sebelumnya mengenai apa dan bagaimana isi pokok bahasan tersebut dan selanjutnya memberikan saransaran dari penulis dalam mambahas masalah yang terdapat dalam skripsi ini. BAB II HAK-HAK ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak-Hak Anak Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam Ash-shaghir menurut bahasa berarti anak kecil adalah lawan al-kabir (orang dewasa/yang besar). Asal katanya dari fi’il shaghura, shaghir (shifah musyabbahah) dan jamaknya adalah shighar. Sedang ashgharahu ghayruhu, shagharahu tashghiran, dan istashgharahu artinya menganggapnya kecil atau hina. Sementara kata ashaghura adalah bentuk mu’annats (feminim gender) dari ashghar (lebih kecil). 19 Dengan demikian, ash-shighar (kecil) hanya merupakan kelemahan (bagi manusia), karena salah satu syarat bolehnya seorang di-taklif atau dibebani untuk mengamalkan syariat Islam adalah, bahwa sang mukallaf (yang dibebani) itu harus berakal dan dapat memahami taklif atau beban syariat, sebab taklif itu mengandung khithab (perintah), sedang mengkhitab atau memerintah orang yang tidak mempunyai akal dan tidak mempunyai kemampuan untuk memahami—seperti benda mati—adalah mustahil, maka as-shaghir (anak kecil), baik ia mumayyiz atau bukan, termasuk yang kehilangan syarat taklif dan tidak berhak mendapatkan khithab. Dalam hukum Islam pengertian anak diasosiasikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang dhaif dan mempunyai kedudukan yang mulia yang keberadaannya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah SWT. Secara rasional seorang anak terbentuk dari unsur gaib dari proses ratifikasi sains (ilmu 19 Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, (Jakarta, PT.Al-mawardi Prima 2004) h.1 pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil dari nilai material dan keyakinan dalam hal ini Islam. 20 Mengetahui ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan anak 21 pada setiap fase sangatlah penting, sebab dalam setiap fase perkembangannya, si anak memiliki kecakapan khusus yang dengan sendirinya memerlukan perlakukan khusus pula dari para pendidik. Pertumbuhan fisik, kemampuan berkonsentrasi dan berpikirnya, perkembangan pengetahuan dan kemampuannya untuk membuat tradisi-tradisi tertentu serta adaptasinya dengan lingkungan sekitar (sosial) dimana anak tumbuh dan berkembang. Semuanya tumbuh secara bertahap, tidak spontan, menuju arah kedewasaan dan kematangan. 22 2. Hak-hak Anak Dalam Islam Setelah anak lahir, Islam telah membuat ketetapan bagi orang tua atau orang yang bertanggung jawab agar memberikan hak pendidikan secara layak dan berbuat baik kepada anak dengan menegakan hak-haknya baik yang berkaitan dengan etika dan sunnah dari petunjuk nabi tentang bayi karena hal itu akan memberi pengaruh positif dan penyebab yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan bagi anak.23 Dalam meniti kehidupan di dunia ini, anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat di ganggu gugat. dan kita sebagai orang tuanya, tidak boleh begitu saja mengabaikannya, 20 Maulan Hasan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta, Grasindo, 2000) h.6 Gasell dkk,, menyatakan tidak saja bahwa perkembangan anak terjadi secara bertahap, tetapi juga bahwa diantara beberapa tahapan ini ditandai oleh keseimbangan, “ketika anak merupakan pusat perhatian” yang karenanya mudah hidup bersama dan diatur, sementara tahapan lainnya ditandai oleh ketidakseimbangan, ”ketika tidak menjadi pusat perhatian” yang membuat anak itu sulit untuk hidup bersama dan diatur. Erikson juga mengajukan teori yang serupa dalam penelitiannya tentang anak bahwa perkembangan anak tumbuh melalui tahapan yang dapat diramalkan dan tahapan ini tidak terbatas pada masa kanak-kanak tapi berlanjut pada usia tua (18,25). Lihat dalam Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama, 1978) h.5 lihat juga Mila Rahmawati, Perkembangan Anak, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama, 2007) h.65 22 Khairiyah Husain Thaha, Ibu Ideal Peranannya dalam mendidik dan membangun potensi anak, (Surabaya, Risalah Gusti, 2005) h.129 23 Al-maghribi, Al-Maghribi bin as-Said, Begini Seharusnya Mendidik Anak, (Jakarta, Darul haq, 2004) h.100 21 lantaran hak-hak anak tersebut termasuk kedalam salah satu kewajiban orang tua terhadap anak yang telah digariskan Islam, yakni memelihara anak sebagai amanah Allah SWT yang harus dilaksanakan dengan baik. Islam telah memerintahkan kepada orang tua untuk memenuhi hak-hak anak. Karena anak merupakan anugerah dan amanat dari Allah SWT kepada orang tua. Hakhak anak dalam Islam dimulai sejak anak dalam kandungan hingga mencapai kedewasaan secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu, Islam memerintahkan dan memperhatikan kepada setiap orang tua untuk bertanggung jawab pada keturunan dan mempersiapkan perlengkapan baginya. Masing-masing tumbuh bebas dari gangguan-gangguan, jauh dari kebinasaan-kebinasaan.24 Hak-hak tersebut antara lain: 1) Hak Penjagaan dan Pemeliharaan Agama islam memerintahkan kepada para pemeluknya agar selalu berusaha menjaga kehidupan putera-puterinya. dan yang demikian ini, juga berlaku bagi orang-orang kafir. Sebagimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang melarang membunuh wanita dan anak-anak, sekalipun dalam keadaan perang, ketika beliau terlibat dalam suatu peperangan dengan orang-orang kafir.25 Nampak dengan jelas bahwa petunjuk Islam bagi ummatnya dalam hal menjaga dan memelihara anak-anak, serta selalu berusaha untuk bersikap lemah lembut kepada anak-anak, merupakan salah satu kewajiban yang harus dipatuhi oleh para pemeluk agama Islam. 2) Hak Nasab (Keturunan) 24 Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika 2010) 25 Abdur Razaq Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, (Jakarta, Fikahati Aneska, 1992) h.51 h.252 Ketururnan merupakan ikatan yang mulia dan hubungan yang agung serta besar derajatnya. Sehingga Allah SWT telah menjadikan hikmah kemuliaan nasab tersebut pada asal kejadian seorang anak. Bahwa, tiada daya dan kekuatan seorang anak diciptakan dengan tidak bisa apa-apa dan tidak mampuh untuk melakukan sesuatau. Sehingga dengan kebesaran Allah SWT dan rahmat-Nya Allah telah menaruhkan kepada semua orang tua akan kecintaannya kepada anak-anaknya. Agama telah mengatur sebab yang jelas untuk adanya keturunan. Yaitu, hubungan laki-laki dengan perempuan dengan jalan yang halal seperti pernikahan. Keturunan bukan saja merupakan hak Allah SWT semata, melainkan berhubungan dengan hak ibu, hak ayah dan hak anak itu sendiri. 26 Seorang anak wajib mengetahui tentang keturunannya. Karena asal-usul yang menyangkut keturunannya itu sangat penting, terutama bekalnya dalam menempuh kehidupan di masyarakat kelak. Dengan demikian ketetapan dan kejelasan nasab anak terhadap ayahnya merupakan hak anak yang perlu dipenuhi oleh para orang tua. Sedangkan kejelasan tentang nasab bagi seorang anak, dapat merupakan pemacu dan memotivasi anak dalam memenuhi hak dan kewajibannya, bahkan juga akan melahirkan ketenangan dan ketentraman jiwa bagi si anak sendiri. 27 26 Mengenai kaitannya dengan hak Allah SWT. Karena dengan adanya nasab akan menimbulkan kemaslahatan bagi seluruh manusia. (Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk mendapatkan keturunan dengan perkawinan yang sah) Kaitannya dengan hak ibu, karena sudah jelas dalam hak ini menjaga anak dari kesiasiaan dan menghilangkan dugaan berjinah terhadap dirinya. Dalam hal ini seorang ibu bisa dibenarkan jika ada yang mengaku anaknya, selagi anak tersebut ada dalam kekuasaan ibu. Kaitannya dengan hak bapak, karena seorang bapak berkewajiban untuk untuk membiayai dan memberi nafkah kepada si anak. Kaitannya dengan hak anak, karena untuk membela si anak dari celaan karena dianggap anak jinah. Lihat, Badran Abulainin Badran, Hak-hak Anak Dalam Syariat Islam dan Undang-undang (Iskandariyah, 1981) h.3 27 Abdur Razaq Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, h.53 3) Hak Menerima Nama Yang Baik Islam menetapkan bahwa salah satu hak anak dari orang tuanya adalah memberinya dengan nama yang baik. Sebab dia akan dipanggil ditengah-tengah masyarakat dengan nama yang diberikan oleh orang tuanya. Islam memberi petunjuk hendaknya seorang anak diberi nama yang baik, agar nama yang baik tersebut dapat memotivasi untuk bertingkah laku sesuai dengan namanya dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan kata lain, makna nama yang baik itu dapat berpengaruh dan memberi warna pada kehidupan anak tersebut.28 Bahkan begitu pentingnya akan arti sebuah nama, Islam mengajarkan agar anak yang dilahirkan dan meninggal diluar kandungan ibunya diharuskan diberi nama juga. Hal itu dimaksudkan agar pada Hari Kiamat kelak mereka akan dipanggil menurut namanya. 29 4) Hak Menyusui Islam telah mensyariatkan kepada seluruh ummatnya bahwa dalam hal seorang ibu menyusui anak-anaknya, lamanya minimal 2 tahun. yang ditujukan agar anaknya sehat, kuat dan bertenaga, yang diikuti dengan perkembangan tubuh dan jiwa yang normal dan sempurna, baik lahir maupun batin. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 233: 28 “Ibid” h.56 Kelak pada Hari Kiamat, engkau akan dipanggil menurut namamu dan nama ayahmu. Maka baguskanlah namamu. (HR. Abu Dawud) 29 Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(Al-baqarah:233) Dalam hal memberikan ASI kepada si anak semua ulama fiqh seperti imam Hanafi, Imam Maliki dan Hambali mengatakan wajib. 30 Adapun yang menjadi perbedaan pendapat disini yaitu, dalam hal kewajibannya secara langsung atau tidak langsung memberikan ASI terhadap anak. 30 Menurut Imam Hanafi, seorang ibu tidak boleh dipaksa untuk menyusui anaknya kecuali dalam hal tertentu yaitu, 1) Tidak ada seorang pun yang menyusui kecuali ibunya. 2) Apabila bapaknya faqir miskin tidak mampuh untuk membayar orang untuk menyusui bayi tersebut. 3) Apabila tidak ada makanan yang dapat dimakan oleh bayi kecuali ASI ibunya. Maka dalam keadaan seperti ini ibu boleh dipaksa untuk menyusui secara langsung, dengan alasan untuk menjaga kelelahan bagi bayi. Imam Maliki mengatakan, wajib seorang ibu untuk menyusui anaknya. Imam Hambali mengatakan,kewajiban untuk menyusui si anak adalah tanggung jawab bagi bapaknya. Jadi, tidak boleh seorang ibu dipaksa untuk menyusuinya. Badrun Ainun Badrun, Hak-hak Anak Dalam Syariat Islam dan Perundang-undangan, (Iskandariyah, 1981) h.49 5) Hak Mendapatkan Asuhan Pada setiap keluarga muslim, pemberian jaminan pada setiap anak dalam keluarga akan mendapatkan asuhan31 yang baik, adil merata dan bijaksana, merupakan suatu kewajiban bagi kedua orang tua. Karena jika asuhan terhadap anak-anak tersebut sekali saja kita abaikan, maka niscaya mereka akan menjadi rusak. Minimal tidak akan tumbuh dan berkembang secara sempurna. Untuk itu setiap keluarga muslim terutama kedua orang tua harus mengasuh32 anak-anaknya dengan cara yang baik, melindungi, menjaga serta merawat mereka dengan penuh kasih sayang. 33 6) Hak Menerima Harta Benda Warisan Metode Islam dalam menjaga hak-hak anak atas harta bendanya, berpedoman kepada makna atau ta’rif dari hak-hak anak tersebut. Sehingga berbagai himbauan, petunjuk penjagaan atas mereka itu dilakukan dengan sebaik-baiknya. Demi pemeliharaan hak-hak anak, maka semenjak tangisan pertama anak dilahirkan, telah ditetapkan baginya haknya, yakni hak waris atasnya.34 7) .Hak Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran Semua anak yang dilahirkan kedunia ini, selalu dalam keadaan suci, tidak bernoda dan tidak bercacat sedikit pun. Ditangan masyarakat lah perubahan anak akan terjadi. 31 Menurut Imam Hanafi, apabila pengasuh tersebut masih isteri dari bapak si anak, atau dalam masa iddah (talaq raj’i) tidak berhak menerima upah dari pengasuhan tersebut karena termasuk nafkah seorang isteri atu nafkah iddah. Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hambali berpendapat boleh menuntut upah atas pengasuhan tersebut. “Ibid” h. 61 32 Menurut Imam Syafi’I Syarat pengasuhan ada 7 (tujuh) macam yaitu 1) berakal, 2) merdeka, 3) beragama, 4) bisa menjaga diri, 5) bisa dipercaya, 6) tidak menikah dengan laki-laki lain, 7) mampuh melaksanakannya. Lihat Wahab Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, (Jakarta, Almahira, 2010) h.66 33 Abdur Razaq Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, h.59 34 Ibid, h.69 yang tergantung sepenuhnya dari bentuk dan corak masyarakat dimana anak itu hidup. Jadi kesucian seorang anak, akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. 35 Pendidikan anak yang benar dan lurus di masa sekarang, akan menghasilkan keadaan yang baik dan cerah dimasa yang akan datang. Sebaliknya kekeliruan pendidkan anak di masa kini, hanya akan menjanjikan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan kebobrokan, kerusakan moral serta kehancuran akhlak dimasa depan. Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui dengan baik bahwa Islam telah menerapkan hakhak untuk anak, ini termasuk yang dinasihatkan kepada orang tua untuk sungguh-sungguh menepatinya. Orang tua harus memberikan nasihat yang baik kepada anak-anaknya, setiap orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang benar. Anak yang dipenuhi dan dikabulkan hak-haknya akan memiliki sikap positif terhadap kehidupan. Ia akan belajar bahwa dalam hidup ini harus bersikap saling memberi dan menerima. Sekaligus melatih dirinya agar bisa tunduk kepada kebenaran. Keteladanan yang baik dan sikap adil terhadap anak yang bersedia menerima kebenaran akan membuat dirinya terbuka. Bahkan ia akan mampuh mengaktualisasikan jati dirinya dan berani menuntut hak-haknya. Jika tidak potensinya aka terberangus dan terpadamkan. 36 35 Seperti pendapat Imam Al-Ghazali, anak adalah amanat bagi orang tuanya, hatinya bersih, suci dan polos, kosong dari segala ukiran dan gambaran. Hal ini sejalan dengan hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang suci bersih, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani ataupun Majusi.” Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT.Bina Ilmu,1995) h.215 36 Muhammad Ibnu Abdul Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, (Jakarta, Al-I’htisom Cahaya Umat, 2004) h.65 B. Hak-Hak Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak 1. Pengertian Anak menurut Undang-Undang Perkembangan setiap individu dimulai pada saat sebuah sel sperma ayah menembus dinding sel telur ibu. Pembuahan sel telur oleh sel sperma tersebut disebut mitosis. Periode pranatel merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia. Periode ini merupakan periode yang paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia, namun dalam banyak hal, merupakan periode terpenting dari semua periode perkembangan, karena memberi dasar dari perkembangan selanjutnya. Perkembangan periode pranatel ditandai dengan konsepsi (bertemunya ovum dengan sperma), dan diakhiri dengan kelahiran, dengan jangka waktu kurang lebih sembilan bulan sepuluh hari. 37 Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia38 yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa yang akan datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, 37 Sri Rumini, Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta, RinekaCipta, 2004) h.1 Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Lihat pasal 1 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 38 tumbuh dan berkembang, berpartisipsasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. 39 Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase prtumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu:40 1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun yang disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (trozalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak. 2) Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 (tujuh) sampai 14 (empat belas) tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan kedalam 2 periode yaitu: a. Masa anak sekolah dasar mulai usia 7-12 tahun adalah periode intelektual. b. Masa remaja/pra-pubertas atau pubertas awal yang dikenal dengan sebutan periode pueral. 3) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun, yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. 39 Ahmad Kamil, M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada: 2008) h 1 40 Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung, PT.Refika Aditama: 2006) h.7 Dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dalam pasal ini telah dijelaskan dengan jelas bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasai penerus cita-cita bangsa, memilih peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan Negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampuh memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Karenanya, segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi. 2. Hak-Hak Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak Masalah perlindungan hukum dan hak bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Namun, usaha tersebut belum menunjukan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia. Keadaan ini disebabkan situasi dan kondisi serta keterbatasan yang ada pada pemerintah, dan masyarakat sendiri belum memungkinkan untuk mengembangkan secara nyata ketentuan perundang-undangan yang telah ada. 41 Anak adalah amanah bagi orang tua untuk dididik dengan sebaik mungkin agar kelak mereka menjadi seseorang yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan Negara. Setiap orang 41 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung, PT.Refika Aditama, 2006) h.68 tua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang baik juga bermanfaat dan itulah tugas dari orang tua untuk memenuhi hak-hak anaknya, membesarkan dan mendidik anakanaknya sesuai dengan harapan mereka. Hak-hak anak telah diakui dan dilindungi sejak masih dalam kandungan. Deklarasi tentang hak-hak anak42 yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada 20 November 1959, antara lain menyatakan:43 1) Anak-anak berhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapatkan pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya. Untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. 2) Anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk penyianyiaan kekejaman dan penindasan. Dalam bentuk apa pun, mereka tidak boleh menjadi bahan perdagangan. 3) Anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi rasial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan dalam semangat yang penuh pengertian, toleransi dan 42 1) Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi. 2) Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau peralatan lain, sehingga mampuh berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan sosial dalam cara yang sehat dan normal. 3) Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan. 4) Setiap anak harus menikmati manfaat dan jaminan sosial. 5) Setiap anak baik secara fisik, mental dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan, pemeliharaan sesuai dengan kondisinya. 6) Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian. 7) Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar wajib belajar. 8) Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama. 9) Setiap anak harus dilindungi dari segala bentuk ketelantaran, tindakan kekerasan dan ekploitasi. 10) Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktik diskriminasi berdasarkan rasial, agama dan bentuk-bentuk lainnya. 43 Bismar Siregar, Hukum dan Hak-hak Anak, (Jakarta, CV. Rajawali, 1986) h.19 persahabatan antar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dan dengan penuh kesadaran tenaga dan bakatnya harus diabdikan sesama manusia. Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya hak-hak anak telah diatur dengan tepat. Anak-anak berhak atas pendidikan, perlindungan dari kekejaman dan diskriminasi. Hal ini menjadi tugas kita bersama orang tua, masyarakat dan Negara untuk bertanggung jawab atas hak-hak anak. Indonesia sebagai Negara peserta berkewajiban untuk menjalankan deklarasi tersebut. Dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Hak-hak anak diatur dalam Pasal 2-8. Anak-anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, anak berhak dalam perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar, dan anak yang tidak mampuh berhak memperoleh bantuan, agar dalam lingkungan keluarga dapat tumbuh dan berkembang secara wajar serta bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik dan kedudukan sosial. Sejak ditetapkannya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif lebih lengkap, hak-hak anak dalam Undang-undang ini diatur dalam Pasal 418. Pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memilki jiwa nasionalisme yang dijiwai oleh ahlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. BAB III PERLINDUNGAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK A. Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam Agama Islam memelihara keturunan, agar jangan sampai tersia-sia, jangan didustakan dan jangan dipalsukan. Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan itu menjadi hak anak. Anak akan dapat menangkis penghinaan, atau musibah terlantar, yang mungkin menimpa dirinya. Oleh karena itu, Islam memerintahkan orang tua untuk memelihara keturunannya44 agar jangan sampai tersia-sia atau dihubung-hubungkan dengan orang lain. 45 Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada disekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah kehidupan. Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya di dunia ini. Jiwanya yang masih suci akan menerima bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Maka sang anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Anak akan selalu menerima segala yang diukirnya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila ia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya akan seperti itulah anak terbentuk, sehingga kedua orang tuanya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, sang anak akan menjadi orang yang terdidik. Namun, apabila si anak dibiasakan 44 Anak di bawah umur, terutama anak kecil, di samping belum memiliki fisik yang kuat, juga belum memiliki daya nalar yang sempurna sehingga mereka sangat rentan dengan penindasan. Oleh karena itu, Islam memberikan perlindungan khusus kepada anak kecil, bukan saja sejak lahir, tetapi juga sejak mereka masih dalam kandungan, sampai usia dewasa. Maka sudah seyogianya para pengasuh, baik orang tuanya atau bukan, harus memahami ketentuan yang ada dalam ajaran Islam, sebab ketidaktahuan tentang ketentuan-ketentuan khusus bagi anak dapat menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak dan perlindungan anak. Lihat Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2010) h.145 45 Zakariya Ahmad Al-Barry, Hukum Anak-anak Dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1977) h.13 untuk melakukan kejahatan dan di telantarkan bagaikan binatang liar, sengsara dan celakalah ia, dosanya akan ditanggung langsung oleh kedua orang tuanya sebagai penanggung jawab dari amanat Allah SWT.46 Al-Qur’an memerintahkan kepada para orang tua agar melindungi dan mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang didasari oleh keimanan dan menanamkan nilai takwa kedalam hati anak-anaknya. Para orang tua juga diperintahkan untuk menanamkan kedalam hati anak-anaknya bahwa keimanan dan takwa kepada Allah adalah dasar utama dalam menjalani kehidupan. Dengan demikian kelak, kelak sang anak akan menjadi manusia yang istiqomah di jalan Tuhan-Nya dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat yang dibenci dan dimurkai-Nya. 47 Pendidikan dan pengasuhan bagi seorang anak bukanlah tugas mudah yang di dalamnya orang tua dapat melakukannya dengan sedikit atau tanpa upaya keras. Kenyataannya, tugas ini membutuhkan penanganan dan tempramen yang lembut. Ada banyak poin yang perlu dipertimbangkan demi mencapai keberhasilan upaya ini. Pendidik mesti mengakrabkan dirinya dengan jiwa anak. Ia tak dapat melakukan tugasnya tanpa mengetahui aspek spiritual, psikologis, pendidikan, dan praktik dari pekerjaan tersebut. Dunia anak menjadi dunianya, imajinasi dan fantasi mereka akan menjadi unik baginya. Ini tak dapat disamakan dengan proses berpikir orang dewasa. Anak-anak yang lahir kedalam dunia adalah generasi penerus. Mereka adalah tunas-tunas baru yang akan tumbuh dan berkembang. Islam telah memerintahkan kepada orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan ajaran Islam yang benar. Agar anak kelak menjadi anak yang bisa berbakti kepada orang tuanya dan menjadi anak yang selalu berada 46 47 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung, Al-Bayan: 2007) h.35 Sa’ad Karim, Agar Anak Tidak Durhaka, (Jakarta, Daarul Aqiqah, 2006) h.5 di jalan yang telah di gariskan Allah SWT. Orang tua harus memberi pengarahan, bimbingan, dan pendidikan kepada anak secara maksimum dan sempurna baik berbentuk perintah maupun larangan atau dalam bentuk motivasi maupun sanksi, atau bisa dalam bentuk ajakan dalam kebaikan maupun peringatan dari perbuatan tercela. 48 Allah Berfirman dalam surat (At-Tahrim:6) Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6) Pada ayat ini orang tua diperintahkan oleh Allah SWT. Untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, termasuk anggota keluarga dalam hal ini adalah anak. Sesungguhnya bagi anak-anak itu, ada hak-hak yang menjadi beban tanggung jawab atas orang tuanya, yaitu memenuhi kebutuhan hidupnya selama mereka masih membutuhkan bantuan (belum dewasa atau belum bisa berdiri sendiri). Juga dalam hal pendidikan mereka, bimbingan budi pekerti, pengarahannya kepada sifat-sifat yang baik dan kelakuan yag terpuji. Juga upaya menjaga dan menghindarkan mereka terjatuh ke dalam hal-hal yang buruk. Permaslahan mengasuh anak dalam ajaran Islam meliputi dua hal pokok, yaitu perawatan anak dan pendidikannya. Namun kedua hal tersebut harus dibina diatas landasanlandasan yang kokoh. Bagaimana pandanga ajaran Islam terhadap anak itu, merupakan titik 48 Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak. h.134 awal dari keseluruhan dalam permaslahan mengasuh anak. Ajaran Islam meletakkan dua landasan utama bagi permasalahan anak. Pertama, tentang kedudukan dan hak-hak anak. Kedua, tentang penjagaan dan pemeliharaan atas kelangsungan hidup dan pertumbuhan terhadap anak. dan di atas kedua landasan utama tersebut, perawatan dan pendidikan anak dibina dan dikembangkan untuk mewujudkan konsepsi anak yang ideal yang disebut waladun sahalih, yang merupakan dambaan setiap orang tua.49 Sebagai pedoman, berbagai upaya agar anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua menjadi baik dan berguna kelak dikemudian hari, perlu diperhatikan dengan seksama tentang pribadai anak dan perkembangan jasmani, rohani serta akal pikirannya, sebagai berikut:50 1. Berusaha mengenalkan mereka dengan Tuhan-Nya (Allah SWT). 2. Berusaha menumbuhkan daya nalar anak, terutama kemampuan bertindak untuk mendapatkan hal-hal yang mereka anggap masih baru. 3. Mengenalkan dan membekali anak-anak dengan kebudayaan dan pemikiran Islam, untuk membentuk dasar-dasar pemikiran dan keyakinan Islam pada akal, otak, jiwa dan pikiran mereka 4. Melatih dan mengajak anak meninjau kembali berbagai kemajuan yang telah dicapai Islam di masa lalu, untuk dapat menentukan sikap demi kemajuan di masa yang akan datang. 5. Membentuk dan mengusahakan mereka menjadi generasi yang sempurna lahir dan batin, yang bernaung dibawah panji-panji Islam. 49 50 Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, (Bandung, Mizan, 1995) h.270 Amini, Ibrahim, Anakmu Amanat-Nya, (Jakarta, Al-Huda, 2006) h.11 Dari uraian di atas, Islam telah memerintahkan para orang tua untuk memberikan penjelasan tentang jalan kehidupan yang benar kepada anak-anaknya, agar mereka tumbuh menjadi generasi yang tercerahkan, tidak hanya menjadi manusia yang baik untuk diri mereka sendiri, namun juga mampuh mengeluarkan orang lain dari gelapnya syirik dan kebodohan menuju kehidupan yang disinari oleh cahaya tauhid dan ilmu pengetahuan. Untuk mencetak generasi yang demikian, tidak ada cara lain kecuali menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjalani kehidupan. Sebab keduanya adalah petunjuk yang lurus. Dalam Surat yang lain (QS.Al-Ma’un 107 ayat 1-3) telah dijelaskan kewajiban kita semua untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Maka bagi mereka yang memiliki kemampuan, atau harta kekayaan berkewajiban memberikan sesuatu yang terbaik untuk kesejahteraan anak. Ini adalah tugas para orang tua dan orang dewasa untuk melindungi anak-anak untuk menjadikan anak yang cerdas, sehat, dapat hidup, tumbuh berkembang secara optimal serta jauh dari segala kekerasan dan menciptakan anak yang shaleh dan bertakwa kepada Allah SWT. Jika anak dididik dengan penuh cinta dan kasih sayang maka anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang penyayang, begitu juga sebaliknya jika anak jauh dari orang tua tidak mendapatkan kasih sayang, maka dapat menyebabkan anak akan mencari kasih sayang di luar rumah, dengan harapan mereka bisa mendapatkan orang yang bisa memberikan kasih sayang kepada mereka.51 51 Sufyan Al-Atsari, Kesalahan Dalam Mendidik Anak, (Solo: PT. AT-Tibyan) h.23 B. Perlindungan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Oleh karena itu, Perlindungan anak52 merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan seluruh masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 53 Anak merupakan buah hati dari perkawinan antara ayah dan ibu, yaitu orang pertama yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan perlindungan terhadap hak-haknya baik dari segi rohani maupun jasmani. Karena keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang menyandang peran, cakupan subtansi dan ruang lingkup yang cukup jelas dengan adanya kesamaan dan kejelasan mengenai fungsi dan peran tersebut, akan dapat mempermudah dalam memberikan alternatif pemberdayaan keluarga dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan pengasuhan dan perlindungan dalam keluarga. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa: 52 Seperti pendapat Arif Gosita. Dosen Hukum Perlindungan Anak Universitas Indonesia, perlindungan anak merupakan upaya-upaya mendukung terlaksananya hak-hak dan kewajiban. Seorang anak yang memperoleh dan mempertahankan hak untuk tumbuh dan berkembang dalam hidup secara berimbang dan positif, berarti mendapat perlakuan secara adil dan terhindar dari ancaman yang merugikan. Usaha-usaha perlindungan anak dapat merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum, sehingga menghindarkan anak dari tindakan orang tua yang sewenang-wenang. Menurut Barda N. Arif. Dosen Universitas Diponogoro. Perlindungan anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. M.Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, (Jakarta, Mandar Maju, 2005) h.3 53 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak (Bandung, PT.Refika Aditama, 2008) h.31 “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Perlindungan anak dapat diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused) eksploitasi, dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya. Maka diperlukan peran serta orang tua, masyarakat dan Negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Dalam usaha perlindungan terhadap dapat dilakukan perlindungan secara langsung 54 dan perlindungan tidak langsung.55 Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu:56 1) Luas lingkup perlindungan: a. Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, kesehatan, hukum b. Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang berakibat pada prioritas pemenuhannya 2) Jaminan Pelaksanaan Perlindungan: 54 Perlindungan secara langsung merupakan usaha yang langsung berkaitan dengan kepentingan anak antara lain pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan kepentingan anak disertai pengawasan supaya anak berkembang dengan baik dan penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya dan luar dirinya. 55 Perlindungan tidak langsung adalah: 1) mencegah orang lain merugikan kepentingan anak melalui peraturan perundang-undangan 2) meningkatkan pengertian tentang hak dan kewajiban anak 3) pembinaan mental, fisik, sosial para partisipan lain dalam rangka perlindungan anak 4) penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak. 56 Apong Herlina, Perlindungan Anak (Jakarta, Unicef Indonesia, t,t) h.11 a. Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui dirasakan oleh pihakpihak yang terlibat dalam kegiatan perlindungan. b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu pertauran tertulis baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana tetapi dapat dipertanggung jawabkan serta di sosialisasikan secara merata dalam masyarakat. c. Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia tanpa mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan di negara lain, yang patut dipertimbangkan dan ditiru (peniruan yang kritis). Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal 20-26 UU No.23 Tahun 2002 menentukan Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga negara ikut bertanggung jawab terhadap dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagian anak merupakan kebahagian bersama, kebahagiaan yang dilindungi adalah kebahagiaan yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak dilaksanakan dengan baik, anak menjadai sejahtera. Kesejahteraan anak mempunyai pengaruh positif terhadap orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Koordinasi kerjasama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidak seimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Dalam penjelasan Undang-undang No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, mengemukakan bahwa oleh karena anak, baik secara rohani, jasmani dan sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menjamin, memelihara dan mengamankan kepentingan anak. Pemeliharaaan, jaminan dan pengamanan kepentingan itu selayaknya dilakukan oleh pihak yang mengasuhnya dibawah pengawasan dan bimbingan Negara dan pemerintah. Asuhan anak, pertama-tama dan utama menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua dilingkungan keluarga, tetapi demi kelangsungan tata sosial maupun untuk kepentingan anak itu sendiri, maka perlu ada pihak-pihak lain yang melindunginya seperti peran masyarakat sekitar dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Jadi bisa dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap anak adalah segala kegiatan, usaha dan cara untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi, yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif, yang merupakan pula perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan berkeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil, dan kesejahteraan anak. Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia seutuhnya. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Mengabaikan perlindungan terhadap anak, berakibat dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang mengganggu penegakan hukum ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Perlindungan terhadap anak bukan dalam keadaan yang sulit dan tertindas sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga memasuki wilayah kesejahteraan anak yang lebih luas baik secara sosial, ekonomi sosial dan budaya bahkan politik. Hak anak untuk terjamin kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh informasi merupakan wujud dari perluasan hak-hak dan perlindungan anak yang lebih maju (progressive rights).57 57 Muhammad Joni, Zulchaiana, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak-Hak Anak, (Bandung PT. Citra Aditya Bakti, : 1999) h.35 BAB IV TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS ARUMI BACHSIN A. Kasus Arumi Bachsin Kenyataan menunjukan bahwa banyak keluarga sejak zaman dahulu hingga kini, menghadapi maslah dengan anak pada masa remaja. Remaja yang baru meninggalkan masa kanak-kanak dan bertumbuh, serta berkembang tampak agresif, suka memberontak, dan seolah-olah ingin terus menentang. Hal semacam ini sering pula sampai menimbulkan tragedi. Orang tua pun bermusuhan dengan anak remaja mereka. Remaja tampak seolah-olah bertindak hendak menyaingi orang tua, dan orang tua pun menuduh anak remaja mereka keras kepala, suka membangkang. Demikianlah sampai terjadi tuduh menuduh dan saling mempersalahkan. dan jurang pemisah pun timbul, bahkan sering merupakan hal yang sangat menjengkelkan diantara angkatan tua dan angkatan muda. dan jurang pemisah itu akan semakin dalam kalau orang tua tidak mau bertindak sebagaimana layaknya. 58 Bagaimanapun juga, anak tetap merupakan tumpuan harapan. Meskipun anak yang sedang memasuki masa remaja itu tampak lebih agresif, hal itu hanya merupakan tanda yang menunjukan bahwa si anak sedang hendak memasuki era baru dalam hidupnya. Hal ini juga memberikan amaran kepada orang tua supaya bersiap-siap menerima kedatangan mereka di dunia yang baru itu, dunia remaja yang lain coraknya dari dunia masa kanakkanak. 59 58 59 E.H. Tambunan, Remaja Sahabat Kita, (Bandung,Indonesia Publishing House, 1981) h.1 “Ibid” h.33 Dua isu utama pada remaja yang terkait dengan perkembangan adalah masalah individu dan seksualitas. Umumnya para remaja mulai “menarik diri” dari banyak nilai-nilai (values) yang selama ini didapatkannya. Pada tahun-tahun “rawan” ini para remaja malah mengambil nilai-nilai dari per groupnya (kelompok) dan budaya yang melingkar disekitar hidupnya. Ia mulai enggan untuk bergabung dengan acara-acara keluarga dan malah lebih sering bergabung dengan teman-temannya. 60 Dalam kaitannya dengan Arumi dimana seorang gadis yang sudah mulai beranjak remaja dimana suasana peralihan dari anak keremaja inilah malah cendurung melawan setiap pendapat orang tuanya. Permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya, yang penulis dapatkan dari berbagai sumber. Diantaranya, sumber media elektronik, media online, media cetak dan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini. Seperti Lembaga KPAI yang memberikan perlindungan terhadap Arumi dan kuasa hukum 61 dari orang tua Arumi, Minola Sebayang dan Rekan. Permasalahan Arumi dengan orang tuanya disebabkan karena perjodohan paksa dan kekerasan.62 Dari kedua unsur inilah terjadi hubungan yang tidak harmonis antara Arumi dengan orang tuanya yang mengakibatkan Arumi kabur dari rumah untuk meminta perlindungan kepada KPAI sebagai lembaga Negara yang bertugas memberikan perlindungan terhadap anak. Dalam permasalahan perjodohan paksa Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah sangat jelas disebutkan pada Pasal 26 Ayat 1: “Orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. orang tua berkewajiban untuk menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuannya dan 60 http://cemara.com, Artikel di-Akses pada Jumat 26 Agustus 2011 Kuasa hukum adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang No 18 tahun 2003. Lihat Afni Guza, Undang-undang Tentang Enam Hukum, (Jakarta, Asa Mandiri, 2009) h.360 62 Menurut sumber yang penulis dapatkan dari pihak KPAI. Lihat hasil wawancara penulis, h.3 61 orang tua bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anakanak”. Pasal ini jelas mengamanatkan, orang tua wajib mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak, apalagi dalam konteks pernikahan yang dipaksakan. Semoga hal ini menjadi kesadaran bagi setiap orang tua untuk memberi kesempatan kepada sang anak dalam proses menggali pengalaman dan wawasan. Dalam permasalahan kekerasan yang terjadi terhadap Arumi. Istilah kekerasan berarti segala bentuk kekerasan yang berdasarkan gender yang akibatnya berupa kerusakan atau penderitaan fisik, non fisik, seksual, psikologis pada perempuan termasuk tindakan pemukulan dan ancaman-ancaman, paksaan atau perampasan yang semena-mena atas kemerdekaan, baik yang terjadi di tempat umum atau di dalam lingkungan pribadi seseorang. 63 Kata kekerasan memang mengingatkan kita pada sebuah situasi yang kasar, menyakitkan dan adanya ketidak harmonisan dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain serta dapat menimbulkan efek yang negatif. Namun, kebanyakan orang hanya memahami kekerasan sebagai bentuk prilaku fisik yang kasar, keras, penuh dengan kekejaman yang dapat menimbulkan perilaku yang ofensif (menekan), padahal konsep kekerasan memiliki makna yang luas. Menurut Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. KDRT didefinisikan: Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 63 LBH AFIK, Landasan Aksiidan Deklarasi Beijing Mengutip dari Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, (Jakarta: Forum Komunikasi LSM Perempuan dan APIK), h.88 Dalam lingkup rumah tangga menurut Undang-undang tersebut adalah suami, isteri, anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri, anak dan orang yang bekerja membantu rumah tangga. Dengan lahirnya Undang-undang No.23 Tahun 2004 tersebut. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga bisa terus ditekan. Dengan aturan Undang-undang ini pula kini perempuan bisa menempuh jalur hukum bila mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sehingga KDRT tidak lagi terjadi. Dalam permasalahan kekerasan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah mengaturnya dalam Pasal 13 Angka 1: “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya.” Pasal ini jelas mengamanatkan kepada para orang tua untuk melindungi anak dari tindak kekejaman, kekerasan dan penganiayaan. Dalam hal ini orang tua seharusnya tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Karena, kekerasan terhadap anak adalah suatau perbuatan yang tidak mendidik dan berakibat trauma terhadap anak. Meskipun dalam perkembangan kasus antara Arumi dan orang tuanya tidak ditemukan unsur kekerasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap Arumi, dan itu dibuktikan oleh pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya. Dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara pada 20 Mei 2011 karena tidak cukup bukti. 64 Menurut pihak KPAI yang telah memberikan perlindungan terhadap Arumi Bachsin. Permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya ini lebih kepada hak-hak Arumi, sebagai anak yang terkekang oleh orang tuanya. hak-hak itu diantaranya: 64 skripsi. Kepolisian Polda Metro Jaya, Surat Penghentian Penyidikan Perkara, 20 Mei 2011. Lihat di lampiran hak Arumi untuk menentukan pasangan hidup, hak Arumi untuk memeilih pekerjaan dan hak Arumi untuk bermain bersama teman-temannya. Alasan lain yang terjadi adalah orang tuanya ingin menjodohkan Arumi dengan pria pilihan orang tuanya. Karena berbagai alasan itulah Arumi merasa tidak nyaman berada di rumah, dan karena itulah Arumi memutuskan untuk kabur dari rumahnya. Kemudian Arumi mendatangi lembaga KPAI sebagai lembaga yang melindungi permasalahan terhadap anak. “Permasalahan Arumi dengan orang tuanya lebih kepada hak-hak Arumi yang terkekang untuk berada di rumah dan ekploitasi seksual yang dilakukan orang tuanya.” Tutur Sander Zulkarnaen.65 Permasalahan perjodohan paksa yang telah disebutkan oleh staf KPAI di atas, juga dibenarkan oleh Ketua KPAI (Hadi Supeno). Dalam keterangannya di media Ketua KPAI ini mengatakan permasalahan yang terjadi antara orang tua Arumi (Maria Lilian Pesch dan Rudy Bachsin) dengan Arumi Bachsin berawal ketika Arumi bersama ibunya pergi ke Yogyakarta, untuk kemudian ke Kota Kudus, Jawa Tengah. Arumi diajak kesana untuk dipertemukan dengan pria pilihan sang bunda. Sesampainya disana, Arumi diajak berlibur ke Singapura, berdua saja dengan si pria. Sedangkan, ibunya tetap berada di Kudus. “Saya tanya ke Arumi, kenapa kok mau saja diajak ke Singapura? Katanya dia takut sama ibundanya.” Papar Hadi Supeno.66 Setelah sesampainya di Singapura, si pria itu mulai menjurus ke hal-hal yang tidak senonoh terhadap Arumi, apalagi si pria itu hanya memesan satu kamar. Artinya, mereka harus tidur bersama dalam satu kamar. Namun alasan si pria semata untuk menghemat karena uangnya tidak cukup. Arumi pun tidak bisa berbuat apa-apa, diam-diam ternyata 65 Wawancara dengan Staf KPAI bagian Koordinator Pengaduan, Sander Diki Zulkarnaen Hadi Supeno, Kronologis Kaburnya Arumi dari Rumah, Artikel diAkses Pada 26 Agustus 2011 dari www.Detik Hot.com 66 Arumi menghubungi pacarnya. Miller, kemudian miller pun datang untuk memastikan bahwa Arumi tidak akan diganggu. Akhirnya disepakati si pria dari Kudus tersebut memesan dua kamar. Merasa situasi sudah aman. Kemudian miller pun pergi. Namun karena situasi sudah sama-sama tidak enak, si pria pun membatalkan rencana liburan itu dan mengajak Arumi kembali ke Jakarta, hari itu juga. Sampai di Jakarta, Arumi tak langsung dipulangkan kerumah orangtuanya melainkan dibawa ke hotel. Sehingga Arumi berusaha menghindar lagi. Arumi memutar otak, dan menemukan cara untuk melarikan diri. kira-kira pukul 8 (delapan) malam dia menyuruh si pria membeli sesuatu. Begitu pria itu pergi, Arumi pun kabur. Seperti adegan dalam sebuah film, Arumi mencari pintu alternatif, terus berjalan sampai jauh sekali. Setelah itu dia mendatangi KPAI untuk memperoleh perlindungan. Saat itu Arumi mendatangi KPAI sambil menangis, kemudian pihak KPAI menempatkan Arumi di tempat yang mereka rahasiakan. “Arumi sudah kami tempatkan di rumah aman KPAI” tutur hadi. 67 Berbeda dengan apa yang diklarifikasi oleh pihak orang tua dari Arumi Bachsin, lewat kuasa hukumnya Minola Sebayang, saat ditemui di kantornya di kawasan Kuningan Jakarta-Selatan. Menurutnya Arumi Bachsin tidak kabur dari rumah, ini hanya bahasa media, perlu dipahami apabila media itu mengangkat sesuatu tentang sebuah berita, baik itu media online, media elektronik dan media cetak, mereka harus bisa membuat berita yang menarik atau suatu tulisan yang menarik untuk disimak oleh para pembaca, oleh para pemirsa. Oleh karena itu, para pembuat berita harus memberikan headline yang menarik kepada para pemirsa, sehingga dikatakan bahwa Arumi kabur dari rumah. Padahal 67 Hadi Supeno, Kronologis Kaburnya Arumi Dari Rumah, Artikel diAkses Pada 26 Agustus 2011 dari www.Detik Hot.com menurutnya kenyataan yang sebenarnya terjadi adalah Arumi pergi berlibur ke Singapura dengan orang yang dipercaya keluarga untuk mendampingi Arumi ke Singapura. Setelah Arumi pulang berlibur dari Singapura pihak keluarga pun mengetahui bahwa Arumi sudah berada di Jakarta dan sudah berkomunikasi dengan pihak keluarga. “Arumi itu tidak kabur dari rumah, itu hanya bahasa media. Ya kita perlu pahamlah dengan bahasa media.” Ucap Minola Sebayang. 68 Menurut Minola, permasalahan Arumi dengan orang tuanya ini menjadi sangat panjang karena ada seseorang (pemain sinetron) yang disebut-sebut sebagai kekasih dari Arumi Bachsin, yang tidak terima Arumi pergi berliburan dengan orang lain. Untuk mencegah supaya tidak terjadi keributan, Arumi menemui kekasihnya tersebut di kawasan Kemang-Jakarta Selatan. Arumi mencoba berbicara dengan kekasihnya tersebut untuk memberikan penjelasan supaya tidak terjadi salah pengertian atau salah paham antara keduanya. Setelah permasalahan antara keduanya selesai (tidak ada salah pengertian), yang terjadi justru kekasih Arumi itu, tidak berani mengantarkan Arumi untuk pulang ke rumahnya, karena memang hubungan mereka kurang mendapat restu dari orang tua Arumi. Masih menurut Minola, kemudian kekasih Arumi tersebut, mencari solusi bagaimana caranya untuk mengantarkan Arumi pulang kerumahnya, dan akhirnya kekasih Arumi tersebut menghubungi temannya yang berprofesi sebagai pekerja sosial di LSM tertentu, untuk diminta kesediannya mengantarkan Arumi pulang ke rumahnya, akan tetapi pekerja sosial tersebut juga tidak berani untuk mengantarkan Arumi pulang ke rumah orang tuanya. Dari sinilah mulai terjadi mekanisme atau upaya-upaya bagaimana caranya supaya mereka berdua tidak dituduh melarikan anak dibawah umur, dan mulailah drama yang sangat panjang dalam permasalahan Arumi dengan orang tuanya ini. Seolah-olah ada 68 Wawancara Dengan Minola Sebayang , kuasa hukum orang tua Arumi permusuhan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya. Kemudian pekerja sosial tersebut mempertemukan Arumi dengan Ketua KPAI (Hadi Supeno) disalah satu hotel di kawasan Menteng-Jakarta Pusat. Untuk membicarakan mekanisme ketika mereka mengantarkan Arumi pulang ke rumah orang tuanya, mereka tidak terkena pasal melarikan anak dibawah umur. Jadi mulailah, ada suatu rekayasa-rekayasa yang melibatkan Lembaga KPAI yang ambil bagian dalam peristiwa hukum ini. Dari sinilah permaslahan Arumi dan orang tuanya mulai ramai dibicarakan baik di media elektronik, media cetak dan sebagainya, dan dari sini pula “perang dingin” antara KPAI dan orang tua Arumi mulai terjadi. “Patut diduga, ada satu rekayasa-rekayasa yang melibatkan lembaga yang ada di Republik Indonesia. Seperti, KPAI.69” Ujar Minola Sebayang saat ditemui di Kantornya di Kawasan Kuningan- Jakarta Selatan. Setelah berlarut-larutnya permasalahan ini, orang tua Arumi tidak dapat menahan kesabarannya terhadap sikap KPAI yang dinilai tidak kooperatif menyelsaikan kasus Arumi Bachsin. Orang tua Arumi menuding lembaga KPAI terkesan menyembunyikan Arumi dan tidak ingin menyerahkan Arumi kepada keluarga. Menurut Minola, pernyataan Hadi Supeno sebagai Ketua KPAI diberbagai media masa seperti menghakimi dan menyudutkan keluarga, tanpa ada klarifikasi terlebih dahulu. Keluarga orang tua Arumi merasa dicemarkan nama baiknya. Karena itu didampingi pengacaranya, Minola Sebayang, Rudy akan mengancam menyomasi KPAI. “Kami akan memberikan surat teguran kepada KPAI sebagai lembaga Negara yang memberikan perlindungan kepada anak, tetapi tidak mampuh menangani persoalan ini secara professional, dan membuat anak justru semakin jauh dari orang tuanya.” Katanya. 70 69 Wawancara Dengan Minola Sebayang, kuasa hukum orang tua Arumi Pernyataan tersebut dibantah oleh pihak KPAI. Siapa yang tidak kooperatif dalam permasalahan ini?? Menurut keterangannya pihak KPAI sudah sering melakukan upaya mediasi dengan pihak dari orang tua Arumi dan kuasa hukumnya. Tapi mediasi ini selalu menemui jalan buntu, karena ada poin-poin kesepakatan yang tidak disepakati dari pihak orang tua Arumi sendiri yang selalu menggagalkan upaya mediasi tersebut. Dengan membawa-bawa infotaiment dalam upaya mediasi dan pihak dari keluarga Arumi selalu memaksa agar dipertemukan dengan Arumi dan membawa Arumi pulang. Pihak KPAI memahami keinginan pihak keluarga untuk dapat bertemu dengan Arumi. Tetapi pihak KPAI juga menghormati kemauan dari Arumi sendiri. Arumi hanya menuliskan surat pernyataan, bahwa dia belum bisa menghadiri mediasi tersebut, karena dirinya belum siap untuk bertemu dengan keluarganya. dan Arumi masih butuh waktu untuk itu, dan kami dari pihak KPAI menghormati dan tidak bisa memaksakan keinginan dari Arumi tersebut. “Kami dari pihak KPAI selalu melakukan upaya mediasi dengan pihak keluarga dan kuasa hukum dari orang tua Arumi, tetapi mediasi selalu menemui jalan buntu.” Ucap Koordinator Pengaduan KPAI. Sander Diki Zulkarnaen. 71 Berbeda dengan apa yang diklarifikasi oleh pihak dari orang tua Arumi, yang disampaikan oleh kuasa hukumnya. Minola Sebayang. Pihaknya sudah melakukan upaya negosiasi dengan jalan musyawarah kepada pihak KPAI, akan tetapi pihak KPAI tidak pernah mempertemukan pihaknya (pihak keluarga) dengan Arumi. Kemudian atas dasar apa pihak dari keluarga melakukan terciptanya adanya mediasi dengan pihak KPAI?? Menurut pihak keluarga yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya disini permasalahannya sudah jelas, tidak ada permasalahan antara Arumi dengan orang tuanya. Jadi kalau tidak ada 70 http://hileud.com/hileudnews?title=Keluarga+Arumi+Bachsin+Akan+Somasi+KPAI&id. Artikel diakses Pada Kamis 29 September 2011 71 Wawncara dengan pihak KPAI. Bagiaan Koordinator Pengaduan KPAI. Sander Diki Zulkarnaen. permasalahan yang terjadi antara pihak orang tua dan Arumi, apa yang mendasari pihaknya untuk mendorong adanya mediasi. Menurutnya, permasalahan Arumi dengan orang tuanya ini hanya sebuah rekayasa-rekayasa dari pihak-pihak yang ingin mengambil bagian dari permasalahan ini. Disini banyak tokoh-tokoh anak yang memberikan saran seolah-olah telah terjadi kekerasan terhadap Arumi, dan Arumi karena sudah terlanjur dibawah kontrol para tokoh-tokoh anak yang sudah memanfaatkan Arumi, jadi Arumi hanya mengikuti saja apa yang telah diarahkan tokoh-tokoh anak tersebut, karena Arumi sendiri tidak mengerti hukum, dan itulah yang membuat permaslahan ini sangat panjang sekali terjadi. “Buat apa mediasi, disini sudah jelas permaslahannya saja tidak ada.” Ucap Minola Sebayang. 72 Dalam keterangan pers pihak KPAI yang disampaikan oleh Sekertarisnya, M.Ihsan. permasalahan Arumi Bachsin saat ini sudah melebar kemana-mana. Masyarakat sulit membedakan mana yang fakta dan mana yang opini. Menurutnya jika menyimak kronologis kasus, ada laporan dari kepolisian dan laporan ke pihak KPAI tentang ekplotasi seksual dan kekerasan. Setelah dilakukan penyidikan oleh kepolisian didapatkan bukti-bukti yang menguatkan laporan tersebut. Saat ini kepolisian kesulitan menuntaskan kasus tersebut karena banyak pihak yang tidak mengetahui permasalahan ikut terlibat dalam memberikan statement di media. yang melupakan ketentuan Undang-Undang yang sudah jelas dan tegas melindungi anak. “Kasus Arumi Bachsin sudah menyerempet kemana-mana. Masyarakat sulit membedakan mana yang fakta dan mana yang opini.” Tutur sekertaris KPAI.73 72 Wawancara dengan Minola Sebayang, kuasa hukum dari orang tua Arumi M.Ihsan, Kasus Arumi Bachsin Sudah Menyerempet Kemana-mana, Artikel Di Akses Pada Kamis 25 Agustus 2011 Dari. Kpai.go.id 73 Pernyataan sekertaris pihak KPAI tersebut dibantah keras oleh kuasa hukum orang tua Arumi, Minola Sebayang, saat ditemui dikantornya. Menurutnya, dalam permasalahan ini tidak ada kekerasan apapun yang dilakukan orang tua Arumi terhadap Arumi. Fakta yang terjadi adalah laporan dari pihaknya yang saat ini masih diproses oleh pihak kepolisian dan justru laporan dari Arumi yang di settings sedemikian rupa oleh pihakpihak tertentu, yang dimana telah terjadai kekerasan dan ekploitasi yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap Arumi itu sudah dihentikan penyidikannya oleh pihak Kepolisian karena tidak cukup bukti. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Perkara dari pihak Kepolisian. Dalam hal ini Polda Metro Jaya pada tanggal 20 Mei 2011. “Jika KPAI mengatakan ada kekerasan, maka kami katakan tidak ada kekerasan. Siapakah yang benar dalam perkara ini, 20 Mei 2011. jelas dari pihak kami.” Tegas Minola Sebayang. 74 B. Kasus Arumi ditinjau Dari Hukum Positif Dari sumber-sumber yang telah diuraikan di atas, penulis akan menganalisa kasus yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya dari segi hukum positif, sehingga penulis sampai pada suatu titik kesimpulan tentang kasus ini. Sebelum kita masuk pada bagian analisa tentang permasalahan Arumi dengan orangtuanya, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu tentang peran dan arti hukum itu sendiri dimasyarakat. Setiap hari kita mempergunakan istilah hukum. Kerap kali kita mempergunakan istilah tersebut tanpa memberi pengertian dalam arti apa kita mempergunakannya. Dalil-dalil tentang apakah hukum itu, berubah-ubah sesuai dengan perubahan dan kemajuan zaman. Derham, Maher dan Waller dalam buku An Introduction to Law Menyitir dalil-dalil tentang hukum dari 74 Wawancara dengan Minola Sebayang, kuasa hukum orang tua Arumi zaman dulu hingga sekarang. Mulai dari Law is the will of God ekpressed in his commands revealed to man through his chosen insruments; obedience to God’s will is the superme command,75 sampai dengan Law is what the courtes devlare to be the law. 76 Tugas hukum tidak dapat dipisahkan dengan masa atau zaman karena setiap zaman memberi jawaban yang berbeda-beda pada pertanyaan apakah tugas hukum itu. Dari zaman yang satu ke zaman yang lain dan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain berhubungan erat dengan cita-cita perbaikan masyarakat dan konstelasi negara dan zaman pada masyarakat yang bersangkutan. Menurut ajaran Romawi, hukum mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu: 1) Menyelenggarakan taraf hidup yang layak bagi para warga negara; 2) berusaha agar setiap orang menghormati jiwa raga orang lain; 3) berusaha agar setiap orang menghormati hak orang lain. Dengan berkembangnya masyarakat ke arah moderenisasi berubah pula fungsi hukum. 77 Sekitar dua abad yang lalu, karena pengaruh-pengaruh ajaran filsuf hukum yang mendasarkan seluruh teorinya atas gagasan kebebasan, maka arti tugas hukum berubah menjadi bagaimana dapat mengusahakan agar hak-hak individu dilindungi dan dipelihara. Hak-hak diartikan sebagai kebebasan untuk menikmati miliknya. Dalam abad ke-20 karena pengaruh para filsuf sosial tentang hukum, berubah pula perubahan dari segi hak kepada segi kewajiban. Karena terpengaruh oleh filsuf-filsuf itu, ajaran tentang kebebasan individu diganti dengan ajaran kepentingan sosial. Hak merupakan alat untuk memungkinkan warga masyarakat dengan bebas mengembangkan bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik. Kemudian kesempatan 75 Hukum adalah kemauan Tuhan yang dinyatakan dalam perintah-perintah-Nya yang diungkapkan kepada manusia melalui alat-alat pilihan-Nya; kepatuhan kepada kemauan Tuhan adalah pimpinan yang tertinggi. 76 Hukum adalah apa yang dinyatakan oleh pengadilan sebagai hukum. 77 Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta, Grafitas, 1983) h.76 ini harus diselenggarakan oleh Negara dengan jalan membentuk kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum. Kewajiban tersebut merupakan tugas paling penting bagi Negara, karena kebebasan perlu dijamin demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Disamping kesempatan tersebut, yang merupakan kewajiban Negara untuk menyelenggarakannya dengan jalan membentuk kaidah-kaidah hukum, juga harus ada pengakuan dari masyarakat bahwa kaidah-kaidah itu diperlukan. Dengan kata lain, perlunya kaidah-kaidah hukum tersebut tidak hanya dirasakan oleh pihak atas (penguasa), tapi juga harus dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Karena itu agaknya tepat apa yang dikatakan oleh Roscoe Pound tentang definisi hukum dalam bukunya An Int no ducation to the Philosophy of law. 78 Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, karena setiap zaman memberikan jawaban yang berbeda terhadap tugas hukum itu sendiri. Berkaitan dengan kasus Arumi dengan orang tuanya yang berhubungan dengan peraturan-peraturan hukum, seperti peraturan Undangundang Nomor 23 tahun 2002 dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat aturan hukum ini, apakah Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 ini telah sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Dalam Undang-undang ini berkaitan dengan pasal 74 UU No.23 tahun 2002 dimana Negara telah membentuk lembaga KPAI sebagai pengawal Undang-undang ini, dimana kewenagan KPAI seolah-olah bisa melebihi kewenangan orang tua terhadap anaknya sendiri. 78 Hukum adalah Lembaga masyarakat untuk memuaskan keinginan masyarakat-klaim dan tuntutan yag terlibat dalam eksistensi masyarakat beradab dengan memberikan sebanyak mungkin dengan efek dengan sesedikit mungkin pengorbanan, sepanjang keinginan itu dapat dipuaskan atau klaim serupa itu mendapat efek dengan menertibkan tingkah laku manusia melalui masyarakat yang terorganisasi secara politis. Setelah menyimak kasus Arumi yang telah diuraikan di atas, bagaimana terjadinya saling bantah antara kedua belah pihak yakni dari pihak KPAI sebagai lembaga yang mengclaim memberikan perlindungan terhadap Arumi dan dari pihak orang tua Arumi yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya, Minola Sebayang. Pihak KPAI menyatakan dengan tegas bahwa telah terjadi perjodohan paksa dan kekerasan terhadap Arumi yang dilakukan oleh orang tuanya sehingga mengakibatkan kaburnya Arumi dari rumah. Namun, pihak keluarga menganggap permasalahan ini adalah sebuah rekayasa-rekayasa dari pihak KPAI. dan pihak keluarga yang diwakili kuasa hukumnya menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada permasalahan yag terjadai antara Arumi dengan orang tuanya. Dalam permasalahan perjodohan paksa, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 pasal 26 Ayat 1 menjelaskan: “Orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. orang tua berkewajiban untuk menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuannya dan orang tua bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anakanak.” Pasal ini secara jelas mengamanatkan kepada orang tua berkewajiban untuk memelihara dan melindungi anak-anaknya serta bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Karena anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, sesuai dengan bakat dan minatnya. Manusia memang diciptakan untuk berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri, tetapi banyak orang tua atau wali yang merusaknya dengan memaksakan kehendak kepada anaknya dengan memberikan jodoh yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan sang anak. Perjodohan memang maksudnya baik, akan tetapi harus melihat situasi dan kondisi juga. Jika anak kita bisa mencari jodoh sendiri dengan baik, sebaiknya orangtua memberi dukungan dan arahan saja, tetapi apabila anak kita belum mendapatkan jodoh, ada baiknya orangtua atau wali membantu mengenalkan dengan lawan jenis yang mungkin akan disukai oleh anak. Jika anak tidak mau maka jangan dipaksa karena hanya akan berdampak buruk pada kedua pasangan tersebut. Secara faktor budaya dalam masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi jika mendengar istilah “zaman siti nurbaya” istilah ini identik dengan perjodohan. Sebenarnya, lebih tepatnya anak perempuan yang dipaksa untuk menikah dengan orang tuanya. 79 Perkawinan anak usia dini merupakan permasalahan yang penting untuk diselsaikan. Anak perempuan di banyak daerah di Indonesia masih banyak dikawinkan secara paksa. Hak mereka hilang oleh perkawinan berbasis budaya. Faktor ekonomi memang menjadi penyebab praktek perkawinan anak. Namun, faktor budaya menjadi penyebab utamanya. Budaya perjodohan anak perempuan di usia SD sampai SMP, masih kuat tertanam di masyarakat. Seorang perempuan lebih baik menjadi janda dari pada perawan kasep (perawan tua). Perempuan dinilai sebagai perawan tua, ketika anak perempuan masuk di usia 16 (enam belas) tahun, anak perempuan yang dinikahkan dibawah umur 18 (delapan belas) tahun mengalami tekanan mental. Karena mereka tidak mau dinikahkan, tapi merasa bersalah kepada orang tua jika menolak.80 Oleh karena itu, Negara merupakan pemegang kewajiban utama atas terpenuhinya hak-hak anak. Sedangkan orang tua merupakan pemegang hak dan tanggung jawab utama dalam pengasuhan anak. Negara dapat menggugurkan hak dan tanggung jawab orang tua serta mengambil tindakan hukum, administratif, sosial dan pendidikan apabila pengasuhan orang tua justru merusak kehidupan anak dan bertentangan dengan prinsip universal 79 http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/18/bukan-zaman-siti-nurbaya. Artikel diakses Pada Kamis 10 November 2011 80 http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/anak_perempuan masih_banyak yang_dipaksa_kawin. Artikel diakses Pada Sabtu 12 November 2011 perlindungan hak anak. Orang tua sebaiknya jangan menjodohkan anak-anaknya dengan cara memaksa, karena dampaknya tidak baik bagi anak yang dijodohkan baik yang satu maupun keduanya. Biarlah Tuhan yang menentukan jodoh masing-masing orang di mana kita hanya sebagai perantara saja. Dalam permasalahan kekerasan, kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik ataupun mental. Dalam kamus bahasa Indonesia kekerasan dimaknai sebagai sifat keras dan paksaan. 81 Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (merasa kuat) kepada seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lemah (dipandang lemah/dilemahkan), yang dengan sarana kekuatannya, baik secara fisik ataupun non fisik dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan kepada objek kekerasan. Kekerasan terhadap anak dapat diambil pengertian suatu tindakan wajar yang dilakukan oleh orang yang lebih kuat atau berkuasa kepada anak dengan tujuan tertentu, baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Secara umum faktor budaya banyak disinyalir menjadi pangkal dari praktik kekerasan terhadap anak. Misalnya, semacam pandangan tradisional yang menyatakan bahwa “anak milik orang tua”, yang dengan kata lain anak tak ubahnya harta kepunyaan. Karena, merasa memiliki lantas para orang tua (tentu saja oknum dalam hal ini) merasa bisa melakukan tindakan apapun terhadap miliknya tersebut, sebagaimana dia juga (orang tua) bisa bersikap ataupun bertindak apa saja sekehendaknya terhadap benda-benda miliknya pada umumnya: menelantarkan, merusak, atau malah melenyapkannya sama sekali. Banyak 81 hlm. 745. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, (Jakarta, Balai Pustaka, 1990) anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami stress, shock berat, trauma, cacat permanen, atau bahkan meregang nyawa. Selain pandangan tradisional, budaya kekerasan (violence) yang berkembang pada masyarakat juga berpengaruh besar. Praktik, teladan atau prilaku kekerasan yag dipertontonkan oleh media cetak atau elektronik (berita-berita kriminal, cerita atau film yang menonjolkan kekerasan), jelas ikut berkontribusi dalam “mengarahkan” tindakan para orang tua untuk melakukan hal yang sama (kekerasan). Kekerasan menjadi sesuatu yang terus “menggejala”, maka walhasil menjadi semacam kultur sehingga secara bawah-sadar sedikit demi sedikit, lama kelamaan, masyarakat menganggapnya sebagai kelumrahan atau kewajaran yang tak perlu dipermasalahkan. Kekerasan yang terjadi atas nama apapun dan demi alasan apapun, kekerasan terhadap anak tidak seiogyanya terjadi, dan atas nama hukum pelakunya harus diberi sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku. Dalam kaitannya kekerasan terhadap kasus Arumi, menurut sumber dari pihak KPAI telah terjadi kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi, dimana telah ada laporan dari Arumi kepada pihak kepolisian, bahwa Arumi telah mengalami kekerasan dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tuanya. Kemudian pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan Arumi tersebut. Pihak dari keluarga menduga bahwa ada realita lain dibalik laporan Arumi tersebut. Kemudian pihak dari orang tua Arumi lewat kuasa hukumnya merespon laporan tersebut dengan melaporkan balik pihak ketua KPAI kepada pihak kepolisian dengan tuduhan pelarian anak dibawah umur dan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Untuk selanjutnya pihak kepolisian melakukakan penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan tersebut. Setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini, memeriksa bukti-bukti yang ada, saksi-saksi yang ada termasuk pihak yang terlibat didalam permasalahan ini. Dalam perkembangan kasus antara Arumi dan orang tuanya tidak ditemukan unsur kekerasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap Arumi, seperti yang dituduhkan oleh pihak KPAI dan itu dibuktikan oleh pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya. Dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara pada 20 Mei 2011 karena tidak cukup bukti. 82 Permasalahan lain yang terjadi dalam kasus Arumi dengan orangtuanya adalah “perang dingin” yang terjadi antara pihak KPAI dengan pihak orangtua Arumi. Dimana KPAI sebagai lembaga perlindungan anak Indonesia merasa berhak untuk terlibat dalam kasus ini, karena menyangkut permasalahan anak-anak. Sebaliknya pihak dari orang tua Arumi, menuduh KPAI telah melakukan rekayasa-rekayasa terhadap Arumi dan tidak ada itikad baik untuk mengembalikan Arumi kepada pihak orang tuanya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk berdasarkan amanat UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditanda tangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 75 dari Undang-Undang tersebut, Presiden menerbitkan KEPPRES Nomor 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 (delapan) bulan untuk memilih dan mengangkat anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan tersebut.83 KPAI adalah lembaga Negara yang dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak 82 83 Kepolisian Polda Metro Jaya, Surat Penghentian Penyidikan Perkara, 20 Mei 2011 (KPAI) Lembaga Negara Independen Untuk Perlindungan Anak. (Jakarta 2006) hlm.1 di Indonesia. Lembaga ini bersifat Independen, tidak boleh dipengaruhi oleh siapa dan darimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu “Demi kepentingan terbaik bagi anak”. Dalam kacamata hukum, pihak KPAI yang memberikan perlindungan terhadap Arumi memang dibenarkan. Karena, ada laporan dari Arumi kepada pihak kepolisian, bahwa Arumi perlu mendapatkan perlindungan karena telah terjadi kekerasan yang di alami oleh Arumi. Karena tugas dari lembaga ini adalah memberikan perlindungan terhadap anak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Namun, apakah ini yang menjadai “payung hukum” pihak KPAI untuk memberikan perlindungan yang berlebihan84 terhadap Arumi karena begitu sulitnya pihak dari orang tua untuk bertemu dengan Arumi selama Arumi berada dalam perlindungan KPAI. KPAI melakukan suatu tindakan yang dianggap tepat untuk melindungi psikologi jiwa dan fisik anak bahkan tanpa seizin orangtuanya. Seolah-olah indepedensi dan kinerja KPAI sebagai pengawal dan pengawas UU No. 23 tahun 2002 melampaui kewenangan dan hak orangtua terhadap anak. Pihak KPAI mengclaim bahwa sebagai seorang yang masih anak-anak, Arumi harus dilindungi karena telah terjadi tindakan ekploitasi seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya, sehingga atas dasar itulah pihak KPAI merasa untuk ikut terlibat dalam permasalahan ini. Dalam keterangan pihak KPAI, pihaknya telah memberikan perlindungan terhadap Arumi dengan menempatkan Arumi di rumah aman milik KPAI dengan menghadirkan para tenaga ahli seperti, psikolog dan kerohanian untuk memberikan arahan-arahan dan nasehat-nasehat kepada Arumi selama Arumi berada dalam perlindungan KPAI, akan tetapi menjadi sangat mengherankan apabila para ahli yang telah dihadirkan 84 Selama 7 (tujuh) bulan Arumi berada dalam perlindungan KPAI, dan selama itu pula pihak orang tua Arumi tidak bisa bertemu dengan Arumi. Lihat hasil wawncara penulis dengan kuasa hukum orang tua Arumi. hlm.2 oleh pihak KPAI tersebut, justru tidak bisa memberikan dampak positif terhadap perkembangan kasus ini, bukankah seharusnya kehadiran para ahli tersebut dapat membuka cara pikir Arumi untuk segera bertemu dengan orang tuanya. Kemudian yang terjadi justru pihak KPAI seolah-olah “memiliki” Arumi dengan menahan pihak orang tua Arumi untuk bertemu dengan Arumi, padahal yang ingin bertemu disini adalah orang tua kandung dari Arumi sendiri. Dalam hal ini peran pihak KPAI telah melampaui kewenangan orang tua Arumi. Dalam kitab Undang-undang hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) pasal 298 telah jelas dijelaskan kekuasaan orang tua terhadap anaknya mulai berlaku sejak lahirnya anak dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin.85 Karena, pada umumnya seorang anak yang masih dibawah umur tidak cakap untuk bertindak sendiri. Berhubung dengan itu, ia harus diwakili oleh orang tua. Oleh karena itu, kewenangan KPAI yang seolah-olah menjadi “wali yang sah” terhadap Arumi, dengan dalil-dalil untuk melindungi Arumi dari kekerasan orang tuanya, sangat bertentangan dengan kekuasaan orang tua terhadap anak. Pihak KPAI seharusnya menyadari bahwa hubungan seorang ibu dengan anak sudah terjadi semenjak anak berada dalam kandungan ibunya dan solusi dari masalah Arumi adalah dengan jalan mengembalikan fungsi keluarga terutama ibu dalam posisinya. Dalam pernyataan pihak KPAI mengatakan pihak KPAI selalu menawarkan upaya mediasi86 untuk pihak dari orang tua Arumi, untuk mempertemukan pihak orang tua dengan 85 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta, Intermasa, 2003) hlm. 50 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai nasihat. Pengertian mediasi yang diberikan kamus besar bahasa Indonesia mengadung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelsaian perselisihan atas sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelsaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa, Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelsaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, 86 Arumi. Akan tetapi, upaya mediasi tersebut selalu menemui jalan buntu karena ada poinpoin kesepakatan yang tidak dipenuhi oleh pihak orang tua Arumi. Namun, pernyataan pihak KPAI tersebut dibantah oleh kuasa hukum dari pihak orang tua Arumi. Menurut Minola, pihak keluarga sudah melakukan jalan negosiasi87 dengan pihak KPAI untuk menemukan jalan terbaik tentang permaslahan Arumi. Akan tetapi, menurut pihaknya, pihak KPAI tidak pernah mempertemukan Arumi dengan orangtua. Karena menurut pihak dari keluarga tidak ada permasalahan yang terjadi antara orang tua dan Arumi. Dari analisa penulis yang telah diuraikan di atas, terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah dalam permasalahan ini. Apabila dalam suatu perkara yang berkaitan dengan hukum, maka bukti dan fakta-fakta mengenai permasalahan itu jelas harus dibuktikan. Untuk selanjutnya dilakukan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. dan setelah membaca dan menelaah bukti-bukti dari permaslahan yang terjadi antara Arumi dan orang tuanya yang melibatkan KPAI. Maka penulis telah berada pada suatu titik kesimpulan tentang permasalahan ini, tanpa mengurangi rasa hormat penulis terhadap pihak KPAI selaku pihak yang mengclaim telah memberikan perlindungan terhadap Arumi. Bahwasanya menurut penulis yang benar dalam permasalahan ini adalah dari pihak orang tua arumi lewat bukti tertulis dikeluarkannya SP3K (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) dari pihak Kepolisisn dalam hal ini Polda Metro Jaya pada tanggal 20 Mei 2011 dan Testimony Arumi88 pada tanggal 16 Juni 2011 bahwa tidak pernah ada perjodohan dan kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988) hlm.569. lihat juga, Syahrizal Abbas, Mediasi, (Jakarta, Kencana, 2011) h. 1 87 Negosiasi adalah, salah satu strategi penyelsaian sengketa, dimana para pihak setuju untuk menyelsaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah atau perundingan. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para pihak atau para wakilnya berinisiatif sendiri menyelsaikan sengketa mereka. “Ibid” h. 9 88 Karena testimony Arumi tidak untuk dipublikasikan kepada umum. Maka testimony tersebut tidak penulis lampirkan dalam penelitian skripsi ini. Dalam hal menangani permasalahan anak-anak di Indonesia sependapat dengan apa yang dikatakan Minola Sebayang, bahwa tokoh-tokoh anak harus lebih bijak menyikapi permaslahan anak. Jangan sampai permasalahan anak hanya menitik beratkan kepada perlindungan dan hak-hak anak semata, tetapi tidak pernah berbicara kewajiban anak terhadap orang tua. Jadi, dengan kondisi seperti itu, anak-anak akan menjadi rawan, apabila ada anak-anak yang berbeda pendapat dengan orang tuanya, ia akan melakukan pemberontakan terhadap orang tuanya, dan ini tugas dari KPAI sebagai lembaga Negara yang menangani permasalahan anak di Indonesia dan juga menjadi tugas kita bersama sebagai masyarakat, keluarga, orang tua untuk lebih mensosialisasikan tentang kewajiban anak terhadap orang tua agar terjadi keseimbangan dan terciptanya keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak. C. Kasus Arumi Bachsin Ditinjau Dari Hukum Islam Peran Agama sangat di perlukan dalam menangani perlindungan anak di Indonesia, anak menjadi salah satu kepedulian dalam agama. Selanjutnya orang tua memberikan peranan yang signifikan dalam perkembangan anak, pengaruh yang sangat besar tersebut adalah pada aspek psikis atau emosi. Aspek emosi anak dapat berkembang normal jika anak mendapat arahan, bimbingan dan didikan orang tuanya sehingga jiwa dan kepribadian anak nantinya mampuh berinteraksi dengan masyarakat sesuai dengan apa yang telah menjadi tuntunan agama (AlQur’an dan Sunnah).89 Remaja adalah anak yang berada pada usia bukan anak-anak, tetapi juga belum dewasa. Periode remaja itu belum ada kata sepakat mengenai kapan dimulai dan 89 Bahwa pendidikan agama ternyata erat kaitannya dalam aspek lain dalam pendidikan keluarga. Pendidikan agama bisa dijadikan fundamen atau dasar mental bagi anak dan menjadi bagian dari cara berfikir serta cara bersikap terhadap semua aspek kehidupan yang akan dihadapi anak kelak. berakhirnya. Ada yang berpendapat bahwa usia remaja itu antara 13-21 tahun, ada juga yang mengatakan antara 13-19 tahun. Telah diketahui bersama bahwa anak adalah asset terbesar bagi orang tua, anak adalah amanah Allah SWT yang perlu di didik. Oleh karena itu agama harus ditanamkan pada diri mereka. Dalam mengajarkan agama pada remaja diperlukan berbagai metode. Adapun metode yang digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain: 90 Metode Keteladanan Ketauladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dalam aspek moral spiritual anak dalam remaja mengingat pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak. Metode Demonstrasi. Metode demonstrasi adalah cara mengajar dengan menggunakan peragaan atau memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses tertentu kepada yang diajar. Metode ini dapat digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja, misalnya mendemonstrasikan langsung seperti: praktek shalat. Metode Pemberian Tugas. Termasuk metode pengajaran agama pada remaja yang cukup berhasil dalam membentuk aqidah anak (remaja) dan mempersiapkannya baik secara moral, maupun emosional adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Islam telah memberikan petunjuk kepada orang tua untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan apa yang telah digariskan Islam. Dalam permasalahan yang terjadi antara Arumi Bachsin dan orang tuanya, yang menurut pihak KPAI, disebabkan karena berbagai faktor yakni karena faktor perjodohan paksa dan kekerasan yang dilakukan orang tua Arumi terhadap Arumi. Islam telah mempunyai landasan-landasan hukum yang bisa menjadi solusi dalam permasalahan tersebut. 90 http://www.masbied.com/2011/01/22/metode-pengajaran-agama-pada-balita-anak-anak-dan-remaja. Artikel Diakses Pada Kamis 10 November 2011 Dalam permasalahan perjodohan. Perjodohan paksa merupakan bentuk kekerasan terhadap anak, karena efeknya dapat lebih parah dari kekerasan fisik. Walaupun terkadang, perkawinan paksa berakhir dengan kebahagiaan dalam rumah tangga, tetapi tidak sedikit yang berakibat kepada ketidak harmonisan bahkan sampai perceraian, itu semua akibat ikatan perkawinan yang tidak dilandasi dengan cinta kasih dan sayang, namun berangkat dari keterpaksaan semata. Sebenarnya sudah menjadi polemik klasik dalam khazanah Islam. Para ahli fiqh berbeda menyikapinya. Seperti, Imam Syafi’i, Maliki,dan Hambali, 91 mereka menetapkan hak ijbar berdasarkan hadits Nabi SAW: : َ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲُ ﺻَﻞَ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠّﻢ:َﻋَﻦْ اَﺑِﻰ ھُﺮَﯾْﺮَ اةَ رَﺿِﻰَ اﷲُ ﻋَﻨْﮫُ ﻗَﺎل ﯾَﺎ رَﺳُﻮْلَ اﷲِ وَﻛَﯿْﻒ أِ ذْ ﻧُﮭَﺎ:ﻻَ ﺗُﻨْﻜَﺢُ اْﻟَﺎﯾّﻢُ ﺣَﺘّﻰ ﺗُﺴْﺘَﺎْ ﻣَﺮَ وَﻟَﺎ ﺗُﻨْﻜَﺢُ اﻟْﺒِﻜْﺮُ ﺣَﺘّﻰ ﺗُﺴْﺘَﺎْ ذَ نُ ﻗَﺎ ﻟُﻮْا ( اَنْ ﺗَﺴْﻜُﺖَ )رواه اﻟﺒﺤﺎ رى و ﻣﺴﻠﻢ:َﻗَﺎل Artinya: “Dari Abu Huraerah RA. Berkata Rasulullah SAW: Janda, tidak boleh dinikahi sampai diminta persetujuannya. Anak perawan tidak boleh dinikahi sampai diminta izinnya. Mereka bertanya; “bagaimana izinnya? Jawab rasul; anak gadis itu diam” (HR. Bukhari-Muslim). Kelompok ini memandang yang harus diminta izin adalah janda, bukan gadis. Karena hadits ini membedakan antara janda dan gadis. Berdasarkan sebuah hadits riwayat Muslim bahwa janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri daripada walinya (ahaqqu binafsiha min waliyyiha). Dengan demikian, ia harus diminta persetujuan. Imam Syafi’i menilai meminta persetujuan seorang gadis bukan perintah wajib (amru ikhtiyarin la 91 Syafi’I, Maliki, dan Hambali berpendapat: jika wanita yang telah baligh dan berakal sehat itu masih gadis, maka hak mengawinkan dirinya ada pada wali, akan tetapi jika ia janda, maka hak itu ada pada keduanya; wali tidak boleh mengawinkan wanita janda itu tanpa persetujuannya. Sebaliknya wanita itu pun tidak boleh mengawinkan dirinya tanpa restu wali. Namun, pengucapan akad adalah hak wali. Akad yang diucapkan oleh wanita tersebut tidak berlaku sama sekali, walaupun akad itu sendiri memerlukan persetujuannya. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta, Lentera,2007)hlm. 345. Lihat Juga, Zurinal, Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta, CV.Sejahtera, 2008)hlm.231. Lihat Juga Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bary Syarh Shahih Al-Bukhari, (Beirut, Daarl Fikr, t,t, Juz 9,) hlm.191 fardalin). Karena dalam hadits ini janda dan gadis dibedakan. Sehingga pernikahan gadis yang dipaksakan tanpa izinnya sah-sah saja. Sebab jika sang ayah tidak dapat menikahkan tanpa izin si gadis, maka seakan-akan gadis tidak ada bedanya dengan janda. Padahal jelas sekali hadits ini membedakan janda dan gadis. Janda harus menegaskan secara jelas dalam memberikan izin. Sementara seorang gadis cukup dengan diam saja. Oleh karena itu janda, janda tidak sama dengan gadis. Seorang ayah dipersonifikasikan sebagai sosok yang begitu peduli pada kebahagiaan anak gadisnya. Karena sang gadis belum berpengalaman hidup berumah tangga, disamping biasanya ia pun malu untuk mencari pasangan sendiri, para ulama mencoba memberi sarana bagi ayah untuk membantu buah hatinya itu. Oleh karenanya kalangan Syafi’iyah membuat rambu-rambu berlapis bagi kebolehan hak ijbar. Antara lain, pertama, tidak ada kebencian yang nyata antara anak dan ayah. Ijbar harus dilakukan dengan dasar pemberian wawasan, pilihan-pilihan, kemungkinan-kemungkinan, dan alternatif yang lebih baik bagi anak. kedua, ayah harus menikahkan gadis dengan lelaki yang serasi (kufu’). Ketiga, calon suami harus mampuh memberi mas kawin sepantasnya (mahar mitsl). Keempat,harus tidak ada kebencian dzahir batin antara calon isteri dengan calon suami. Kelima, si gadis tidak dikhawatirkan dengan orang yang akan membuatnya sengsara setelah berumah tangga. Di sisi lain kalangan Hanafiyah lebih memilih tidak mengakui hak ijbar. Mereka menggunakan pijakan argumentasi hadits yang juga digunakan kelompok pembela ijbar. Menurut mereka lafadz tusta’dzanu mengandung arti bahwa izin merupakan keharusan dari anak perawan yang hendak dinikahkan. Oleh sebab itu, pernikahan yang dilakukan tanpa kerelaan si gadis, menurut pandangan Mazhab Hanafi hukumnya tidak sah. 92 Dalam pandangan Imam Syafi’i sesungguhnya hak ijbar memang berada pada kekuasaan orang tua. Akan tetapi Imam Syafi’i mempunyai rambu-rambu yang berlapis bagi kebolehan hak ijbar tersebut. Tidak boleh orang tua menggunakan hak ijbar tersebut karena suatu keinginan orang tua semata tanpa mempertimbangkan perasaan si anak. Diantaranya, tidak ada kebencian antara anak dan orang tua, dan tidak ada kebencian dzahir dan bathin antara calon suami dan calon isteri. Dalam pandangan Islam, suami yang terpuji ialah suami yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang kehidupan dengan benar, melangkah pada jalan yang lurus, ia bukan hanya saja memiliki kekayaan, atau orang yang memilki kedudukan tinggi, dengan tanpa memberi pertolongan dengan memberikan anugerah dan unsur yang baik. Dari pandangan para ulama fiqh yang telah diuraikan di atas, bahwa terdapat perbedaan pandangan antara Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi dalam menetukan kewenangan hak ijbar. Pandangan Hanafiyah lebih tidak mengakui hak ijbar. Karena berlandaskan pada izin seorang gadis tetap harus menjadi kewajiban mutlak. dan kalau memang konsisten dengan ketentuan fiqh, bisa dipastikan hampir tidak ada pemaksaan bagi anak perempuan untuk menikah. 92 Hanafi mengatakan bahwa wanita yang telah baligh dan berakal sehat boleh memilih sendiri suaminya dan boleh pula melakukan akad nikah sendiri, baik dia perawan maupun janda. Tidak ada seorang pun yang mempunyai wewenang atas dirinya atau menentang pilihannya, dengan syarat, orang yang dipilihnya itu se-kufu (sepadan) dengannya dan maharnya tidak kurang dari dengan mahar mitsil. Tetapi bila dia memilih seorang laki-laki yang tidak se-kufu dengannya, maka walinya boleh menentangnya, dan meminta kepada qadhi untuk membatalkan akad nikahnya. Kalau wanita tersebut kawin dengan laki-laki lain dengan mahar kurang dari mahar mitsil, qadhi boleh diminta membatalkan akadnya bila mahar mitsil tersebut tidak dipenuhi oleh suaminya. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta, Lentera, 2007) hlm.345. lihat Juga Zurinal Z, Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta, Cv. Sejahtera, 2008) hlm.231. Dalam hal ini Islam telah memberikan solusi bagi orang tua yang hendak menjodohkan paksa anak gadisnya. Islam mempunyai aturan-aturan yang jelas dalam melakukan perjodohan paksa. Bahwa kerelaan si anak tetap menjadi prioritas utama dalam melakukan perjodohan tersebut. Semoga pandangan para ulama fiqh di atas, menjadi pijakan untuk para orang tua dalam mengambil sikap untuk menentukan kehidupan anaknya di masa yang akan datang. Dalam permasalahan lain antara Arumi Bachsin dengan orang tuanya, yang menurut sumber KPAI terdapat unsur-unsur kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi. Meskipun dalam perkembangan kasus ini tidak terbukti telah terjadi kekerasan terhadap Arumi. Untuk memberikan penjelasan terhadap kekerasan pada anak, maka Islam telah memberikan solusi terhadap orang tua agar tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Setiap orang di dunia ini, tidak menginginkan menjadi korban kekerasan dalam bentuk apapun dan karena alasan apapun. Tetapi realitas sosial yang penuh dengan ragam kepentingan terkadang, dengan kesadaran atau tanpa kesadaran, memaksa orang untuk berbuat timpang dan menindas orang lain. Kekerasan-kekerasan pun terjadi dan masih akan terus terjadi selama konflik kepentingan itu masih ada dalam kehidupan ini. Semangat untuk mencari dan mewujudkan keadilan,menjadi penting untuk terus digulirkan dalam rangka menghapuskan ketimpangan kehidupan, menghentikan kekerasan dan memberikan perlindungan kepada korban. 93 Islam adalah agama yang menentang praktik kekerasan. Kekerasan dalam bentuk apapun dan terhadap siapa pun, terlebih kepada anak dalam ranah interaksi sosial masyarakat, institusi pendidkan, maupun dalam ruang lingkup keluarga sehari-hari. 93 http://kamiliamilestones.blogspot.com/2010/01/pandangan-islam-terhadap-kekerasan.html. diakses Pada Kamis 27 Oktober 2011 Artikel Perlakuan kasar dan semena-mena merupakan perbuatan fasid dalam Islam. Apalagi tindakan fasid (perusakan) tersebut dilakukan terhadap anak yang notabene adalah generasi penerus bangsa. Tindakan perusakan tersebut bisa berupa pembunuhan, penganiayaan dan perbuatan keji lainnya yang secara jelas diharamkan oleh Allah SWT.94 Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun termasuk dalam kehidupan rumah tangga. Kekerasan terhadap anak dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan karena diabaikan dan kekerasan emosi. Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan terdapat cidera yang terlihat pada bagian anggota tubuh pada anak akibat adanya kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak. kekerasan seksual adalah apabila anak diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengekploitasi seks dimana seorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain. Kekerasan karena diabaikan menurut Akta Perlindungan Anak sebagai kegagalan ibu bapak untuk memenuhi keperluan utama anak seperti pemberian makan, pakaian, kediaman, perawatan, bimbingan atau penjagaan anak dari gangguan penjahat atau bahaya moral dan tidak melindungi mereka dari bahaya sehingga mereka terpaksa menjaga diri mereka sendiri dan mengemis. Kekerasan emosi adalah sekiranya terdapat gangguan yang keterlaluan yang terlihat pada fungsi mental atau tingkah laku termasuk keresahan, murung, menyendiri, tingkah laku agresif atau mal development.95 Dalam Islam kekerasan tidak dibenarkan sejauh tidak sesuai dengan ketentuan atau melebihi batas. Kekerasan hanya digunakan sebagai langkah terakhir, dan digunakan 94 95 Al-Qasas, (28:77). Lihat Juga Al-An’am (6:151) LKTI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hanya dengan tujuan mendidik dan kasih sayang, yang di maksud mendidik disini seperti, mendidik anak untuk belajar mengerjakan sholat bukan dengan tujuan menghukum tanpa landasan yang jelas. Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲِ ﺻَﻠَﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠّﻢَ ﻣُﺮُوا:َﻋَﻦْ ﻋَﻤْﺮُو ﺑْﻦِ ﺷُﻌَﯿْﺐٍ ﻋَﻦْ اَﺑِﯿٍﮫِ ﻋَﻦْ ﺟَﺪّهِ ﻗَﺎل اَوْﻻَدَﻛُﻢْ ﺑِﺎاﻟﺼّﻠَﺎةِ وَھُﻢْ اَﺑْﻨَﺎءُ ﺳَﺒْﻊٍ ﺳِﻨِﯿْﻨَﻰ وَا ﺿْﺮِﺑُﻮ ھُﻢْ ﻋَﻠَﯿْﮭَﺎ وَھُﻢْ اَﺑْﻨَﺎءُ ﻋَﺸْﺮٍ وَﻓَﺮِﻗّﻮا ﺑَ ْﯿﻨَﮭُﻢْ ﻓِﻰ (اﻟْﻤَﻀَﺎ ﺟِﻊِ )رواه اﺑﻮ دواد واﻟﺤﻜﻢ Artinya: “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka, bila tidak mau shalat saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (saat mereka berusia sepuluh).” (HR Abu Daud dan Hakim)96 Hadis tersebut menjelaskan bahwa orang tua diwajibkan memerintahkan shalat tatkala anak berusia tujuh tahun, dan memukulnya jika sampai usia sepuluh tahun. Sehingga pengenalan shalat serta sejumlah kewajiban-kewajiban lain agama sudah harus dimulai pada anak sejak berusia dini, pada usia 7 (tujuh) tahun dan ketika pada usia 10 (sepuluh) tahun sang anak masih belum mau melaksanakan kewajiban tersebut, atau melanggar maka orang tua diperbolehkan-bahkan- menjadi keharusan- untuk memukul sang anak sebagai hukuman. Hadis ini sangat menarik jika direnungkan hikmahnya, karena menunjukan keluhuran agama Islam. Pertama, batas kebolehan melakukan kekerasan terhadap anak adalah jika anak sudah berusia 10 (sepuluh) tahun. Jadi jika belum 10 tahun untuk alasan apapun, kekerasan terhadap anak tidak dibolehkan sama sekali. Kedua, hanya dimungkinkan jika alasannya adalah karena menyangkut hal yag prinsip,yakni “meninggalkan shalat” yang notabene adalah tiang agama dan bukti loyalitas keagamaan. 96 Ali Yusuf As-Subky, Membangun Surga Dalam Keluarga, (Jakarta, Senayan Abadi Publishing, 2005) Cet Ke-1 hlm.286 Meski si anak sudah 10 tahun dan pelanggarannya bukan menyangkut masalah prinsip keagamaan (baca: shalat), tindak kekerasan tetap tidak ditoleransi. Ketiga, kekerasan hanya dimungkinkan hanya pada bagian tubuh anak yang tidak vital (misalnya:bokong). Jadi, kalau sampai memukul pada bagian yang vital, misalnya kepala, perut, telinga, hidung, dan sejenisnya jelas sekali terlarang dalam Islam. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 11097 dijelaskan, bahwa wali berkewajiban memberikan bimbingan agama untuk masa depan orang yang berada dibawah perwaliannya. Dalam penjelasan ini, Islam membuktikan bahwa sedari kecil anak harus di biasakan untuk diperintahkan mengerjakan shalat lima waktu. Agar setelah si anak tumbuh menjadi seorang anak yang dewasa, ia sudah terbiasa untuk menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang Tuhan-Nya. Orang tua seharusnya menghindari segala macam bentuk kekerasan dalam mendidik anak. Islam telah memberikan solusi terbaik bagi orang tua dalam mendidik anakanaknya. Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar sedari usia dini anak-anak diajak untuk mengenal Tuhan-Nya. Dengan cara orang tua memerintahakan anaknya untuk mengerjakan shalat pada usia dini. Orang tua seharusnya tidak mengabaikan aspek psikologis dalam mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan kasih sayang. Meskipun belum bisa berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih sayang dan cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan perhatian dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada ikatan emosi antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap apa yang dirasakan oleh orang tuanya. 97 Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 110 D. Relevansi Hukum Islam Terhadap Undang-undang Perlindungan Anak Lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disahkan oleh Pemerintah pada Tanggal 22 Oktober 2002 silam, hingga kini masih banyak menuai pro dan kontra khususnya dikalangan ummat Islam. Undang-undang Perlindungan Anak adalah Implementasi dari keikutsertaan Indonesia dalam menandatangani Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) yang digelar Dewan Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Pada Tanggal 20 November 1989. hingga kini masih banyak menuai pro dan kontra khususnya dikalangan umat Islam. Banyak yang beranggapan bahwa beberapa Pasal dalam Undang-undang tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan hukum Islam. 98 Dijumpai pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 yang belum menemukan titik temu dengan hukum Islam diantaranya: 1. Pasal 1 Undang-undang Perlindungan anak disebutkan: “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan” Pasal ini erat kaitannya dengan pasal UUPA lainnya. Misalnya dengan pasal 26 ayat 1c yang berbunyi: “orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak”. Artinya, orang tua berhak melarang anak yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) untuk menikah. Jadi penetapan anak sebagai anak yang berumur 18 tahun sangat terkait dengan larangan usia perkawinan dini. Dengan alasan menjaga kesehatan reproduksi remaja dan pernikahan dini dapat membahayakan fisik dan kejiwaan anak-anak. Sebuah asumsi yang masih layak diperdebatkan. 98 http://qathrunnadacom.multiply.com/journal/item/9. Artikel DiaksesPada hari Rabu, 2 November 2011. Padahal, pelarangan menikah pada usia anak seperti didefinisikan UUPA, sejatinya justru mengebiri hak anak itu sendiri. Sebab, itu berarti tertutup peluang bagi mereka yang berusia kurang dari 18 tahun untuk menikah, walau anak sudah matang dan siap secara ekonomi, biologis dan pola pikir. Dalam hal ini telah terjadi pelanggaran atas hak seksual anak. Dalam agama Islam definisi anak sangat jelas batasannya. Yakni manusia yang belum mencapai akil baligh (dewasa). Laki-laki disebut dewasa ditandai dengan mimpi basah, sedangkan perempuan dengan menstruasi. Jika tanda-tanda puber tersebut sudah tampak, berapapun usianya maka ia tidak bisa lagi dikategorikan “anakanak” yang bebas dari pembebanan kewajiban. Justru sejak itulah anak-anak memulai kehidupannya sebagai pribadi yang memilkul tanggung jawab. Termasuk ketika ia telah matang dan memilih untuk menyalurkan kebutuhan bilogisnya dengan pernikahan, maka tidak boleh dilarang. 2. Pasal 3 dan 4 UU N0 23 tahun 2002 mengatur tentang hak-hak memerlukan penjelasan lanjut mengenai batasan definisi kekerasan. Dikhawatirkan orangtua anak yang melakukan upaya edukasi melalui suatu tindakan fisik (mencubit, menjewer, memukul ringan) ke tubuh sang anak dan anggapan ancaman psikologi akan terjerat hukum. Padahal kita memahami bahwa seorang anak sebelum baligh umumnya tak bisa membedakan suatu kebaikan dan keburukan. Misalnya, dalam ajaran Islam seorang anak pada usia 10 tahun tak mau melakukan shalat lima waktu, maka orangtuanya diperbolehkan memukul untuk mendidik dan mendisiplinkan diri. Titik Temu Islam dengan Regulasi Perlindungan Anak Dijumpai 3 prinsip dasar, yaitu: non-discrimination (non diskriminasi); right of survival, develop and participation (hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan), dan recognition for free expression (penghargaan terhadap pendapat anak). 99 1. Non-Discrimination Non-diskriminasi adalah penyelenggaraan perlindungan anak yang bebas dari bentuk apapun tanpa memandang etnis, agama, keyakinan politik, dan pendapat-pendapat lain, kebangsaan, jenis kelamin, ekonomi (kekayaan, ketidak mampuan), keluarga, bahasa dan kelahiran serta kedudukan dari anak dalam status keluarga. Dalam pasal 13 dan 77 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditegaskan bahwa perlindungan anak dari diskriminasi adalah hak yang dilindungi hukum dan bagi yang melanggar hak tersebut dipidana, khususnya dalam bidang pengasuhan anak. Apa yang telah dirumuskan di atas tentang non-diskriminasi ditemukan pula dalam ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an terdapat larangan tindakan diskriminatif pada anak. Seperti digambarkan dalam surat Yusuf (QS.Yusuf 12: 8). Artinya: (yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Dalam penjelasan ayat ini Nabi Ya’kub lebih mencintai Yusuf daripada anaknya yang lain, Bunyamin. Akibatnya Bunyamin dan saudara-saudara yang lainnya makar pada Yusuf, dengan melakukan tindakan kekerasan kepadanya, yaitu memasukkan Yusuf ke 99 www.Islam Agama Ramah Anak.com Artikel Diakses pada hari Rabu 2 November 2011 dalam sumur. Ayat ini mengajarkan kepada kita agar tidak diskriminatif dalam memperlakukan anak, lebih-lebih pada anak yatim. 2. Survival and Development of Child Survival and depelopment of child adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah masyarakat, keluarga, dan orang tua (pasal 2 UU Nomor 23 Tahun 2002). Dalam ajaran Islam anak adalah bukan saja anugerah Allah, tetapi juga adalah amanah. Islam memandang bahwa Anak memiliki hak tumbuh kembang dan hak hidup yang mendasar sebagai mana yang telah di jelaskan dalam surat (QS. Al-Baqarah: 233) 3. Recognition for free expression Prinsip ketiga dari prinsip dasar perlindungan anak adalah penghargaan terhadap pendapat anak. yang dimaksud dengan prinsip ini adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya dan mainan yang dikehendaki. Dalam pandangan Islam, anak tidak saja memiliki kebebasan pandapat, tetapi juga didorong untuk mampuh menyampaikan pendapatnya dan mengekpresikan kesenangannya secara leluasa. Kehadiran Islam sesungguhnya untuk menyelesaikan problem kemanusiaan. Bagaimana mereka harus bersikap, bersosialisasi, menyelesaikan masalah, senantiasa meniscayakan adanya panduan dari ajaran yang dibawa, meski tidak secara formal. Namun demikian, tidak seluruh ajaran Islam terperinci secara detail, sebagian unsur ajaran masih global dan belum bisa difungsikan secara praktis. Ini bukan mencitrakan adanya problem pada ajaran agama, justru mengandaikan adanya ruang bagi manusia untuk membaca kalam Tuhan, dan memahami sesuai dengan kemampuan, kebutuhan untuk menyelesaikan problem kemanusiaan termasuk masalah anak. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah di kemukakan pada bab-bab sebelumnya, bahwasanya penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam Islam telah diatur dengan jelas bahwa setelah anak lahir ke dunia, Islam telah memberikan ketetapan kepada para orang tua untuk memenuhi hak-hak anak. Dalam meniti kehidupan di dunia ini, anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat di ganggu gugat. dan kita sebagai orang tuanya, tidak boleh begitu sja mengabaikanya, lantaran hak-hak anak tersebut termasuk kedalam salah satu kewajiban orang tua terhadap anak yang telah digariskan Islam, yakni memelihara anak sebagai amanah Allah yang harus dilaksanakan dengan baik. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, hak-hak anak diatur dalam pasal 4-18. Pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. 2. Dalam Islam orang tua memiliki otoritas penuh terhadap anak-anaknya, termasuk dalam hal perjodohan, akan tetapi Islam mempunyai rambu-rambu yang berlapis terhadap perjodohan tersebut seperti yang dikemukakan oleh para ulama fiqh. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. 3. Dalam kasus Arumi Bachsin dengan orang tuanya, yang disebabkan karena kekerasan. Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apa pun. Terlebih lagi kepada anak dalam ranah interaksi sosial masyarakat, institusi pendidikan maupun dalam ruang lingkup keluarga sehari-hari. Meskipun dalam perkembangan kasus ini tidak cukup bukti bahwa telah terjadi kekerasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap Arumi. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 3 dan 4 memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai batasan definisi kekerasan. Karena dikhawatirkan orang tua anak yang melakukan upaya edukasi suatu tindakan fisik (mencubit, menjewer, memukul ringan) ke tubuh sang anak dianggap melakukan upaya kekerasan terhadap anak yang akan dikenakan sanksi hukum. Sedangkan dalam Islam orang tua diperbolehkan memukul anak untuk memerintahkan shalat tatkala anak berumur 7 (tujuh) tahun dan memukulnya jika sampai umur 10 (sepuluh) tahun anak tidak mau mengerjakan shalat. Memukul disini hanya pada bagian tubuh anak yang tidak vital (seperti:bokong) dan tidak dibenarkan memukul dengan cara yang emosional. B. Saran-saran 1. Orang tua wajib memberikan perlindungan dan pendidikan bagi anak-anaknya. Agar kelak mereka menjadi harapan bangsa yang akan menetukan kesejahteraan bangsa di waktu mendatang. 2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia harus lebih mensosialisasikan kewajiban anak terhadap orang tua, tidak hanya menitik beratkan kepada masalah hak-hak dan perlindungan anak semata. Agar terciptanya keseimbangan dan keharmonisan antara hubungan orang tua dengan anak. 3. Dalam kasus Arumi dengan orang tuanya, KPAI seharusnya menghormati dan menghargai hak orang tua Arumi untuk bertemu dengan Arumi. Apalagi yang ingin bertemu disini adalah ibu kandung dari Arumi sendiri. Hubungan seorang ibu dan anak sudah terjadi sejak anak masih dalam kandungan. Oleh karena itu, tidak sewajarnya KPAI membatasi ibunda dari Arumi untuk bertemu dengan anak kandungnya sendiri yakni Arumi Bachsin. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi Abu, Psikologi Sosial, Jakarta, PT.Rineka Cipta: 1999 Abdul Suwaid Ibnu Muhammad, Cara Nabi Mendidik Anak, Jakarta, Al-Ihtisom CahayaUmat: 2004 Abdul HafizhNur Muhammad, MendidikAnakBersamaRasulullah, Bandung, Al Bayan: 2007 Abbas Syahrizal, Mediasi, Jakarta, Kencana: 2011 Al-Maghribi bin As-Said, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Jakarta: Daarul Haq: 2004 Ahmadi Fahmi Muhammad, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2010 Ali Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika: 2010 Bary Zakariya Ahmad Al, Hukum Anak-anak Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang: 2007 Badrun Abulainin Badrun. Hak-hak Anak Dalam Syariat Islam dan Perundang-undangan, Iskandariyah: 1981 E.H. Tambunan, RemajaSahabat Kita, Bandung, Indonesia Publishing House: 1981 Forum Komunikasi LSM Perempuan APIK, Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta GultomMaidin, PerlindunganHukumTerhadapAnak, Bandung, PT.RefikaAditama: 2008 GuzaAfni, Undang-undangTentangEnamHukum,AsaMandiri: 2006 HuseinAbdurRazaq,Hak-hakAnakDalam Islam, Jakarta, FikahatiAneska: 1992 Herlina Apoeng, Perlindungan Anak, Jakarta, Unicef Indonesia Ibrahim Amini, Anakmu Amanat-Nya, Jakarta, Al-Huda: 2006 Karim Saad, Agar Anak Tidak Durhaka, Jakarta, Daarul Aqiqah: 2006 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Balai Pustaka: 1990 Maghribi bin As-Said Al, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Jakarta, Darul Haq: 2004 M.Fauzan, Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonnesia, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada: 2008 Marzuki Mahmud Peter, PenelitianHukum, Jakarta, Kencana: 2008 Razaqi Ahmad, Mencetak Generasi Muslim Terpadu, Bandung, Sinar Baru Al-Glesindo: 2010 Shamad Abdush, Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an, Jakarta, Akbar Media Eka Sarana Sujanto Agus, Psikologi Kepribadian, Jakarta, Aksara Subkhi Ali Yusuf Al, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta, Sinar Grafindo: 2010 Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada: 2003 SiregarBismar,HukumdanHak-hakAnak, Jakarta, CV.Rajawali: 1986 SuparmonoGatot, HukumAcaraPengadilanAnak, Jakarta, Djambatan: 2007 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa: 2003 Siti Sandari, Sri Rumini, Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta, Rineka Cipta: 2004 Soetedjo Wagiati, Hukum Pidana Anak, Bandung, PT.Refika Aditama: 2006 Thaha Husain Khairiyah, Ibu Ideal, Surabaya, RisalahGusti: 2005 Yanggo Huzaemah Tahido, Fiqh Anak, Jakarta, Al-Mawardi Prima: 2004 -------------------, Fiqh Perempuan Kontemporer, Bogor, Ghalia Indonesia: 2010 Yafie Ali, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung, Mizan: 2005 Zulchaiana, Muhammad Zoni, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Konvensi Hak-hak Anak, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti: 1999 http//:www.kpai.go.id http//:www.Detik hot.com http//:www.Islam Agama Ramah Anak.com http//:www.cemara.com http//:www.Imam blogspot.Perlindungan Hukum TerhadapAnak Undang-UndangNomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-UndangNomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak OBSERVASI / WAWANCARA DENGAN PIHAK KPAI (KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA) Hari / Tanggal : Senin, 15 Agustus 2011 Waktu : Pukul 11:30 Wib sampai 12:45 Wib Tempat : Kantor KPAI Jl. Teuku Umar 10-12 Menteng- Jakarta Pusat Nama Responden : Sander Diki Zulkarnaen. M,Psi Jabatan : Koordinator Pengaduan KPAI 1. Bagaimana pertama kali Arumi datang ke KPAI? Jawab: Pertama kali Arumi datang ke kantor KPAI pada saat kantor KPAI sudah mau tutup sekitar pukul: 18:30 Wib, dan Arumi kemudian diterima oleh pihak KPAI bagian pengaduan. a. Dengan siapa dia datang ke KPAI? Jawab: Menurut keterangan dari pihak KPAI, Arumi datang ke Kantor KPAI seorang diri tanpa ditemani siapa pun. b. Kenapa Arumi datang ke KPAI? Jawab: Arumi datang ke Kantor KPAI karena menurut sepengakuan dari Arumi, waktu itu dia (Arumi Bachsin) sedang mengalami masalah dengan orang tuanya, dimana hakhak Arumi sebagai anak merasa terekploitasi baik secara ekonomi dan ekploitasi seksual. c. Kemudian apa yang dilakukan Pihak KPAI? Jawab: Pihak KPAI menerima pengaduan dari Arumi Bachsin. memfasilitasi, dan melakukan upaya perlindungan untuk Arumi Bachsin. d. Apakah pihak KPAI memberitahukan kepada keluarga orang tua Arumi tentang keberadaan Arumi? Jawab: Sehari ketika Arumi datang ke KPAI, kami pihak KPAI, belum memberitahukan keberadaan Arumi kepada keluarga (orang tua) karena permintaan dari Arumi sendiri. Kami pihak KPAI terlebih dahulu menganalisa kasus yang terjadai pada Arumi, karena pihak KPAI merasa heran ada seorang perempuan datang ke kantor KPAI pada waktu kantor KPAI sudah mau tutup. e. Bagaimana tanggapan / reaksi dari keluarga orang tua Arumi? Jawab: Pihak KPAI belum mengetahui tanggapan dari keluarga Arumi, karena pada waktu itu pihak KPAI belum memberikan kabar tentang keberadaan Arumi di KPAI. f. Ditempatkan dimana Arumi? Jawab: Arumi ditempatkan oleh pihak KPAI di rumah aman milik KPAI, Arumi bukan ditempatkan di kantor KPAI sebagaimana berita-berita yang beredar di infotaiment. Dirumah aman tersebut Arumi mendapatkan perlindungan dari KPAI. g. Kenapa harus ditempat itu? Jawab: Karena KPAI memiliki rumah aman yang KPAI sediakan untuk melindungi perlindungan anak. Ditempat itu kami dari pihak KPAI memberikan arahan-arahan yang positif kepada Arumi. h. Apakah ada pihak dari KPAI yang mendampingi Arumi? Jawab : Iya ada, ada dari pihak kami yang menjaga / mendampingi Arumi selama Arumi berada di tempat tersebut. i. Bagaimana keadaan Arumi selama berada dalam perlindungan KPAI? Jawab: Arumi sehat, baik, lebih terbuka dalam permasalahan yang dia hadapi, dan yang terpenting Arumi nyaman selama dalam perlindungan kami. 2. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus Arumi Bachsin dan orang tuanya? a. Bagaimana hubungan Arumi dengan orang tuanya? Jawab: Menurut pengakuan Arumi Bachsin kepada KPAI, Arumi mengakui bahwa hubungan dirinya dengan orang tua tidak harmonis, Arumi mengaku hubungan dirinya dengan orang tuanya ada permasalahan waktu itu, masalahnya lebih kepada hak-hak Arumi sebagai anak yang terkekang untuk berada di rumah, hak-hak itu antara lain: Hak Arumi untuk memilih pasangan hidup ,hak Arumi untuk memilih pekerjaan dan hak Arumi untuk bermain Arumi merasa terkekang berada di rumah, karena hak-hak dia sebagai anak merasa tidak terpenuhi. b. Apakah benar orang tuanya ingin menjodohkan Arumi? Jawab: Iya, menurut pengakuan Arumi kepada KPAI seperti itu, orang tuanya ingin menjodohkan Arumi dengan laki-laki pilihan orang tuanya. c. Bagaimana Arumi menyikapi perjodohan tersebut? Jawab: Jelas Arumi menolak perjodohan tersebut, karena Arumi sudah mempunyai pilihan untuk pasangan hidup. d. Apakah karena faktor tersebut Arumi kabur dari rumah? Jawab: Ya, salah satunya karena masalah perjodohan tersebut. e. Apakah ada faktor lain? Jawab: Iya, diantaranya: Ekploitasi ekonomi: Arumi sebagai anak dipaksa terus bekerja dan bekerja. Disini ada pengekangan kebebasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi, pengekangan kebebasan untuk mencari teman dan bermain bersama teman-temanya. Karena menurut pengakuan Arumi dia merasa dijadikan tulang punggung penghasilan keluarga. f. Apakah kasus ini sudah lama terjadi? Jawab: Menurut pengakuan Arumi kepihak KPAI, kasus ini sudah terjadi kurang lebih selama 3 (tiga) bulan, akan tetapi kasus ini memuncak ketika Arumi kabur untuk kedua kalinya dari rumah, Arumi merasa sudah tidak nyaman berada didalam rumah sendiri. g. Bagaimana Arumi menyikapi kasus tersebut? Jawab: Arumi sangat menolak ekploitasi ekonomi tersebut, karena dia ingin mendapatkan kebebasan seperti anak-anak pada umumnya. h. Apakah langkah yang dilakukan Arumi dalam menghadapi kasus tersebut? Jawab: Arumi melakukan pengaduan kepihak Kepolisian, melakukan pengaduan ke KPAI sebagai lembaga Negara yang bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak. i. Apakah alasan Arumi memilih KPAI? Jawab: Karena menurut Arumi bahwa yang bertugas melakukan perlindungan terhadap anak-anak adalah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Arumi mengetahui KPAI sebagai lembaga perlindungan anak dari Berita-berita infotaiment, dari internet, dan media-media tertentu. Karena tugas KPAI memberikan perlindungan terhadap anak. 3. Usaha apa saja yang KPAI lakukan selama Arumi berada dalam perlindunganan KPAI? a. Apa dasar hukum KPAI melindungi Arumi? Jawab: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 59: Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Juga adanya intruksi dari Penyidik Polda Metro Jaya yang menangani Hak Perlindungan Perempuan dan Anak, agar Arumi mendapatkan perlindungan karena dalam bahaya psikis. b. Apakah upaya hukum yang dilakukan KPAI? Jawab: KPAI sudah mencoba melakukan upaya mediasi dengan pihak keluarga Arumi, dan jika kasus ini sampai dibawa kedalam ranah hukum, maka pihak KPAI akan menyarankan kepada Arumi untuk dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum. Karena secara hukum KPAI tidak bisa mendampingi Arumi. c. Siapa yang bertanggung jawab atas langkah tersebut? Jawab: Dalam hal ini yang bertanggung jawab untuk masalah hukum adalah Arumi sendiri, karena Arumi datang ke KPAI untuk meminta perlindungan dari KPAI, sedangkan upaya / langkah hukum yang dilakukan KPAI yang bertanggung jawab disini adalah Ketua KPAI. 4. Kenapa Arumi belum bersedia untuk bertemu dengan orang tuanya selama Arumi berada dalam perlindungan KPAI? a. Apakah yang menyebabkan Arumi belum mau bertemu? Jawab: Karena alasan dari Arumi, dia ingin menenangkan diri sampai dia benar-benar siap untuk bertemu dengan orang tuanya b. Apakah ada pihak KPAI yang menasehati Arumi? Jawab: Iya, ada. Kami dari pihak KPAI selalu memberi nasehat-nasehat yang positif kepada Arumi, agar Arumi kembali pulang dan berkumpul bersama keluarga tercinta. Akan tetapi karena waktu itu Arumi belum mau bertemu dengan orang tuanya maka kami dari pihak KPAI menghargai permintaaan dari Arumi, kami dari pihak KPAI tidak bisa memaksakan permintaan dari Arumi. Ditempat ini Arumi di fasilitasi oleh tenaga Psikolog dan Kerohanian. c. Apakah arumi mempunyai rasa trauma terhadap orang tuanya? Jawab: Menurut pengakuan Arumi kepada pihak KPAI, Arumi mempunyai trauma psikis terhadap orang tuanya dan Arumi khawatir akan mengalami kekerasan fisik. 5. Saya melihat diberbagai media infotaiment seperti’a kasus ini semakin rumit kenapa? a. Apakah ada pihak-pihak/oknum-oknum tertentu yang ingin memperkeruh kasus ini? Jawab: Iya, disini banyak pihak-pihak yang semakin memperkeruh kasus ini. Diantaranya: infotaiment yang membesar-besarkan kasus ini, padahal berita sebenarnya tidak seperti yang diberitakan. karena status Arumi Bachsin disini adalah seorang Artis. b. Upaya apa yang dilakukan KPAI untuk mengatasi pihak-pihak yang dimaksud? Jawab: Kami dari pihak KPAI menggelar jumpa pers, bahwa masalah Arumi tidak seperti serumit yang diberitakan. Kami dari pihak KPAI tidak pernah meminta Arumi untuk datang ke KPAI, yang datang ke KPAI adalah Arumi sendiri. dan tugas kami hanya melindungi Arumi sebagai anak yang sedang membutuhkan perlindungan. 6. Apakah KPAI sebagai lembaga perlindungan anak Indonesia atau dalam hal ini sebagai perlindungan Arumi sudah berusaha memfasilitasi mediasi dengan orang tua Arumi atau Kuasa Hukum orang tua Arumi? a. Bagaimana kelangsungan Mediasi tersebut? Jawab: Kami dari pihak KPAI selalu melakukan mediasi dengan pihak keluarga dan Kuasa Hukum dari orang tua Arumi, akan tetapi mediasi selalu menemui jalan buntu. b. Siapa yang terlibat dalam Mediasi tersebut? Jawab: Kami dari perwakilan KPAI, orang tua Arumi, Kuasa Hukum dari orang tua Arumi. c. Kenapa Arumi tidak hadir dalam mediasi tersebut? Jawab: Karena itu permintaan dari Arumi sendiri, Arumi belum siap untuk bertemu dengan orang tuanya. Arumi hanya menuliskan surat pernyataan bahwa dia belum bisa menghadiri mediasi tersebut. d. Dimana tempat mediasi tersebut dilakukan? Jawab: Selalu di Kantor KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) e. Kenapa mediasi tersebut gagal? Jawab: Karena ada kesepakatan yang tidak disepaktai. Pihak dari keluarga (orang tua) Arumi memaksa untuk dipertemukan dengan Arumi dan pihak keluarga memaksa agar Arumi ikut kembali pulang bersama keluarga. f. Berapa kali mediasi tersebut dilakukan Jawab: Mediasi tersebut dilakukan 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali, dan itu selalu menemui jalan buntu. 7. Setelah beberapa kali mediasi menemui jalan buntu Apakah ada mediasi selanjutnya? Jawab: Iya, ada. kami melakukan mediasi gabungan dengan pihak Kepolisian, KPAI, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) mengupayakan mediasi untuk ke lima SURAT PERNYATAAN OBSERVASI / WAWANCARA DENGAN MINOLA SEBAYANG, SH SEBAGAI (KUASA HUKUM) DARI ORANG TUA ARUMI BACHSIN Hari / Tanggal : Kamis, 25 Agustus 2011 Waktu : Pukul 11:00 Wib Tempat : Kantor Minola Sebayang, SH & Partners Gedung Palma One, 3rd Floor Suite 306 Jl. H. R. Rasuna Said. Kav. X2 No.4 Jakarta Selatan Nama Responden : Minola Sebayang, SH Jabatan : Advokat Jakarta, 25 Agustus 2011 Minola Sebayang, SH OBSERVASI/WAWANCARA DENGAN MINOLA SEBAYANG, SH & REKAN Palma One, 3rd Floor Suite 306 Jl. H.R. Rasuna Said. Kav. X2 No.4 Jakarta Selatan 1. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus Arumi Bachsin dengan orang tua Arumi? a. Bagaimana hubungan Arumi dengan orang tuanya? Jawab: Kalau kita bicara apa yang sebenarnya terjadai dengan kasus Arumi Bachsin dan orang tua Arumi. Boleh saya katakan bahwa tidak ada kasus apapun antara Arumi Bachsin dengan orang tua Arumi, kenapa saya katakan bahwa tidak ada kasus apapun, ini bisa dibuktikan meskipun ada upaya-upaya dari pihak tertentu untuk membuat Arumi Bachsin itu melaporkan orang tuanya, untuk satu kejahatan yang ada dalam aturan hukum Indonesia tentang kekerasan dalam rumah tangga dan ekploitasi. Tapi dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya. Seteleh memeriksa bukti-bukti yang ada, saksi-saksi yang ada, termasuk Arumi Bachsin sendiri dan juga orang tuanya mereka sampai pada suatu kesimpulan. Bahwa peristiwa hukum yang dilaporkan oleh Arumi Bachsin, kalau pun kami anggap bahwa Arumi Bachsin yang melaporkan, walaupun ada realita lain di balik itu semua yang terjadi. Pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya sampai pada suatu keputusan untuk melakukan penghentian atas perkara tersebut. Dengan dikeluarkanya SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) oleh pihak Kepolisian pada tanggal 20 Mei 2011. Jadi dengan demikian, seperti yang saya katakan, sebenarnya tidak terjadi kasus apapun antara Arumi Bachsin dengan orang tuanya. Dan kalau bicara masalah hubungan antara Arumi Bachsin dengan orang tuanya boleh juga kami katakan disini bahwa hubungan Arumi dan orang tuanya itu selayaknya hubungan orang tua dan anak dan cukup baik. Buktinya begitu Arumi kembali kepada keluarga setelah dikeluarkanya SP3 tersebut sampai hari ini sangat harmonis. Jadi artinya ini, patut diduga ada suatu rekayasa terkait dengan masalah Arumi Bachsin yang seperti drama yang panjang hampir 7 (tujuh) bulan Arumi tidak bisa kumpul dengan keluarganya b. Apakah pihak KPAI memberitahu kalau Arumi berada dalam penrlindungan KPAI? Jawab: : jadi harus saya luruskan bukan di perlindungan KPAI ini keliru karena KPAI tidak pernah memberikan perlindungan apapun kepada Arumi, karena Arumi selama 7 bulan itu menurut keteranganya kepada saya, itu Arumi dibawa berpindah-pindah tempat dan tidak pernah dibawah perlindungan KPAI. Juga bukan dirumah aman milik KPAI. 2. Apakah yang menyebabkan Arumi kabur dari rumahnya? a. Bagaimana kronologis kejadian Arumi kabur dari rumah? Jawab: saya perlu sampaikan bahwa Arumi Bachsin tidak kabur dari rumah, ini hanya bahasa Media. Ya kita perlu paham lah dengan bahasa media entah itu Media Online, Media Cetak dan Media Elektronik, mereka harus bisa membuat berita yang menarik atau suatu tulisan yang menarik untuk di simak oleh para pembaca, oleh para pemirsa, makanya mereka selalu mengatakan bahwa Arumi Bachsin kabur dari rumah, dan mungkin juga dikaitkan dengan peristiwa hukum pertama dulu dibulan April, dan berita yang kedua dibulan Oktober kemudian mereka (pembuat berita) tersebut menganggap ini peristiwa hukum yang sama. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Arumi Bachsin itu, berpergian ke luar negeri (ke singapura) dengan dikawal oleh orang yang dipercaya oleh keluarga. Setelah pulang dari Singapura juga sepengetahuan keluarganya dan tiba di Jakarta juga sudah komunikasi dengan keluarga. Nahhh,,, cuman ini ada hubungan Arumi dengan seseorang (pemain sinetron juga) dan karena tidak terima Arumi berpergian dengan orang lain, akhirnya dia kelihatan tidak senang, dan untuk mencegah agar tidak terjadi keributan Arumi menemui seseorang tersebut di daerah Kemang-Jakarta Selatan. Arumi mencoba berbicara kepada pemain sinetron tersebut agar tidak terjadi salah pengertian. Kemudian mereka (Arumi dan Pemain Sinetron) tersebut pergi berdua, setelah semuanya clear, tidak ada salah pengertian lagi antara Arumi dengan pemain sinetron tersebut, yang terjadi justru teman Arumi yang berprofesi sebagai pemain sinetron tersebut, justru tidak berani mengantarkan Arumi Bachsin pulang kerumah orang tuanya. Yaa,,,, karena khawatir akan dimarahi oleh orang tua Arumi, karena hubungan mereka kurang mendapat restu dari orang tua Arumi Bachsin. Dan karena khawatir ada hal-hal yang lain sehingga untuk informasi yang kita dapatkan bahwa, teman Arumi tersebut menghubungi orang LSM, yang bekerja sebagai pelaku sosial untuk diminta kesediannya untuk mengantar Arumi kembali pulang kerumah orang tuanya, dan ternyata orang ini (Pekerja Sosial) tersebut juga tidak berani mengantarkan Arumi ke rumah orang tuanya. Karena dia katakan. “Wahhh,,,,,, ini nanti kita bisa dituduh melarikan anak dibawah umur kalau saya ikut mengantarkan Arumi ke orang tuanya, dan disitulah terjadi mekanisme agar supaya bagaiman caranya, agar mereka ber dua (Pemain sinetron dan Pekerja Sosial) tersebut tidak dituduh melarikan anak dibawah umur. Dari sinilah mulailah terjadi suatu skenario, KPAI dan lain-lainnya, akhirnya menjadi suatu drama yang panjang. Seolaholah ada permusuhan antara ibu dan anak, padahal sebenarnya tidak ada kekerasan dalam rumah tangga dan ekploitasi terhadap anak. Kemudian pekerja sosial tersebut mempertemukan Arumi dengan Ketua KPAI pada waktu itu di salah satu hotel di Formula One di kawasan Menteng-Jakarta Pusat. Untuk membicarakan mekanisme ketika mereka mengantar Arumi Bachsin pulang ke rumah orang tuanya tidak terkena pasal melarikan anak dibawah umur. Jadi mulailah, patut diduga ada suatu rekayasa-rekayasa yang melibatkan Lembaga-lemabaga yang ada di Republik Indonesia, seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bahkan mungkin juga LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan juga LSM-LSM lain yang mungkin ambil bagian dalam peristiwa hukum ini. b. Apakah ada orang yang mempengaruhi Arumi untuk kabur dari rumah? Jawab: seperti yang saya katakan Arumi tidak kabur dari rumah, ini hanya bahasa media dan rekayasa dari pemain sinetron dan pekerja sosial tadi, supaya mereka tidak dituduh melarikan anak dibawah umur, maka terciptalah drama-drama yang sangat panjang yang menyebutkan seolah-olah Arumi kabur dari rumah c. Bagaimana hubungan orang itu denga Arumi? Jawab: hubungan mereka kurang mendapat restu dari orang tua Arumi Bachsin d. Apakah keluarga (orang tua) mengetahui hubungan tersebut? Jawab: orang tua Arumi mengetahui hubungan Arumi dengan pemain sinetron tersebut, akan tetapi orang tua Arumi kurang merestui hubungan tersebut 3. Kabar yang berkembang di media infotaiment, Arumi kabur dari rumah karena orang tua Arumi ingin menjodohkan Arumi? a. Apakah berita tersebut benar? Jawab: itu tidak benar, tidak ada perjodohan yang akan dilakukan oleh orang tua terhadap Arumi Bachsin, hubungan Arumi dan orang tua harmonis layaknya hubungan orang tua dan anak b. Dari mana berita tersebut berkembang? Jawab: seperti yang saya katakan, itu hanya bahasa media dan mungkin juga dikaitkan dengan peristiwa hukum pertama dulu dibulan April, sedangkan berita yang kedua dibulan Oktober kemudian mereka menganggap ini peristiwa hukum yang sama. 4. Usaha apa saja yang Bapak Lakukan sebagai Kuasa Hukum orang tua Arumi untuk mempertemukan orang tua Arumi dengan Arumi selama Arumi berada dalam Perlindungan KPAI? a. Apakah bapak sudah bertemu dengan pihak KPAI untuk mencari jalan keluar tentang masalah ini? Jawab: kita sudah melakuakn negosiasi, upaya secara musyawarah kepada pihak KPAI tapi mereka juga bukan orang yang menjadi desain makers, sehingga KPAI tidak pernah mempertemukan kita bahkan memang KPAI sudah dikontrol oleh pihak lain. b. Apa hasil dari pertemuan tersebut? Jawab: ya jelas tidak ada hasil apa pun, karena Pihak KPAI sendiri tidak mau untuk duduk bersama secara musyawarah untuk mencari jalan keluar tentang peristiwa ini 5. Saya melihat di berbagai media elektronik, sepertinya kasus ini seolah bertambah rumit, apakah menurut bapak ada oknum yang ingin semakin memperkeruh masalah ini? a. Apakah maksud oknum tersebut? Jawab: ya itu tadi banyak oknum-oknum yang semakin memperkeruh peristiwa ini seperti media dengan bahasanya yang mengatakan Arumi Bachsin kabur dari rumah, dan seperti yang saya katakan banyak Lembaga-lembaga di Republik Indonesia seperti KPAI dan LPSK dan mungkin LSM-LSM yang lain yang ikut mengambil bagian dari peristiwa hukum ini. Saya tidak paham maksud dan tujuan mereka apa b. Langkah apa yang diambil oleh bapak untuk mengatasi oknum tersebut? Jawab: saya katakan bahwa peristiwa yang sebenarnya terjadi antara Arumi dengan orang tuanya tidak seperti yang mereka beritakan, dan saya katakan ini hanya suatu rekayasa yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu seolah-olah hubungan Arumi dan orang tuanya ada permasalahan yang sangat besar. 6. KPAI sebagai Lembaga yang melindungi Arumi sepertinya sangat tertutup sekali untuk mempertemukan Arumi dengan orang tuanya, padahal yang ingin bertemu disini adalah orang tua kandungnya sendiri. Bagaimana anda sebagai Kuasa Hukum Arumi melihat masalah ini? a. Apakah karena keinginan dari Arumi yang mau belum bertemu dengan orang tuanya? Jawab: saya yakin bukan karena Arumi Bachsin, ini adalah rekayasa dari pihak-pihak tertentu untuk mengatur kasus ini seolah-olah ada permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya. KPAI menghalang-halangi kami pihak keluarga untuk bertemu Arumi, dan Arumi sudah terlanjur dibawa kontrol para pekerja sosial tadi dan karena Arumi tidak mengerti hukum dan itulah yang membuat drama ini sangat panjang sekali terjadi, apalagi kemudian ketika lembaga-lembaga lain juga ikut terlibat. Seperti LPSK dan akhirnya terjadi perbedaan suatu pendapat tentang orang yang layak dilindungi oleh mereka dan tidak. Meskipun ketika terjadi pembuktian secara hukum di Kepolisian semua itu tidak ada. Disini banyak tokoh-tokoh anak yang memberikan saran seolah terjadi kekerasan rumah tangga terhadap anak, Iini yang saya katakan “ hati-hati jadi jangan sampai ada pelaku sosial tentang anak itu hanya menitik beratkan kepada perlindungan anak dan hak anak tetapi tidak pernah bicara kewajiban anak kepada orang tua, jadi dengan kondisi yang seperti itu, ini akan menjadi rawan, apabila anak-anak bebeda pendapat dengan orang tuanya, dan jika anak tidak setuju dengan orang tuanya yang menjadi “eemmmhhh apa namanya itu, wali lah atau perlindungan anak orang tua yang masih dibawah umur, ini akan melakukan tindakan-tindakan pemberontakan, karena memang diberikan peluang oleh pelaku-pelaku sosial itu, bahwa mereka (anak-anak) harus didengar suaranya, dipenuhi kehendaknya, padahal sebenarnya dari kacamata saya dan ini merupakan opini saya bahwa Undang-undang itu bersifat umum, lebih kepada perlindungan anak-anak yang memang mereka bisa dikatakan kurang beruntung, lahir dikeluarga yang tidak harmonis atau anak-anak jalanan yang memang mudah sekali untuk di ekploitasi oleh siapa pun juga, tapi faktanya penanganan masalah anak yang demikian tidak pernah kita dengar beritanya atau mungkin kita yang kurang dengar. b. Apa upaya hukum yang telah dilakukan pak Minola sebagai Kuasa Hukum dari orang tua Arumi? Jawab: Kita betul-betul melaporkan adanya pelarian anak dibawah umur, melaporkan ketua KPAI dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. c. Bagaimana tanggapan KPAI? Jawab: KPAI balik melaporkan kepada Pihak Kepolisian dengan laporan kekerasan dalam rumah tangga yang diterima Arumi. Akan tetapi fakta yang terjadi adalah laporan kita masih berjalan dipihak kepolisian dan justru laporan Arumi yang di settings kekerasan dalam rumah tangga itu sudah di SP3 oleh Kepolisian. Jadi artinya apabila KPAI mengatakan ada kekerasan yang diterima Arumi. Dan kami mengatakan tidak ada kekerasan, yang benar siapa 20 Mei 2011 bahwa jelas bahwa yang benar adalah pihak kami. Tidak ada kekerasan dan ekploitasi terhadap Arumi. Jadi memang ini adalah suatu rekayasa. Itu lah upaya yang kami lakukan. Sehingga akhirnya bukti-bukti yang kami ajukan ke Kepolisian masih ditindak lanjuti. Dan KPAI dan LPSK sudah kehilangan hak untuk memberi perlindungan kepada orang yang perlu dilindungi salah satunya terkait masalah hukum, kalau hukum itu sendiri sudah dihentikan karena memang tidak ada perkara, jadi dia harus melepaskan kembali kepada orang tuanya dan itu yang terjadi. 7. Apakah ada upaya mediasi anda sebagai Kuasa Hukum orang tua Arumi dengan Lembaga KPAI untuk mempertemukan orang tua Arumi dengan Arumi? Jawab: Mediasi apa?? masalahnya apa?? buat apa mediasi, karena menurut pihak kami sudah jelas. Buat apa mediasi orang masalahnya saja tidak ada. kan sudah jelas bukan saya saja yang mengatakan tidak jelas, tapi polisi juga ketika memeriksa Arumi, memeriksa semua yang terlibat, mengatakan tidak ada bukti kekerasan dalam rumah tangga maupun ekploitasi. Jadi kalau tidak ada kekerasan dalam rumah tangga dan ekploitasi. Apa yang mendasari pihak kami untuk mendorong adanya mediasi antara Arumi dan orang tuanya. Arumi Bachsin Orang Tua Arumi (Maria Lilian Pesch dan Rudy Bachsin) Ketua KPAI (Hadi Supeno) Minola Sebayang, S.H (Kuasa Hukum Orang Tua Arumi)