OTORITAS ORANG TUA TERHADAP ANAK

advertisement
OTORITAS ORANG TUA TERHADAP ANAK
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002
(Kasus Arumi Bachsin)
Skripsi
Di Ajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Memperoleh Persyaratan Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.Hi)
Oleh:
Muchibi
107043202534
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Desember 2011
Muchibi
KATA PENGANTAR
‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah merajai diriku
dan telah kucurkan segenap keridhaan, rahmat, bimbingan, pertolongan serta pemeliharaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Otoritas Orang Tua Terhadap Anak
Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 (Kasus Arumi Bachsin)
dengan baik.
Shalawat serta salam rindu teruntuk Baginda Nabi Muhammad Mustafa al-Amin yang
terberkati, salam dari ummatmu sepanjang masa dan aku rindu untuk bertatap muka denganmu.
Banyak campur tangan dan kontribusi dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini,
hanya Allah SWT yang dapat membalas budi baik yang telah diberikan. Izinkanlah pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH., MA., MM. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Muhammad Taufiki M.Ag Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Fahmi Muhammad
Ahmadi M.Si. Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, semoga senantiasa tetap bisa
menjadi suri tauladan bagi kami.
3. Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si. pembimbing penulis yang dengan keikhlsannya
meluangkan waktunya dan menuntun penulis dari awal hingga selesai skripsi ini.
4. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie MA. Dosen Pembimbing Akademik Konsentrasi Perbandingan
Hukum Angkatan 2007
5. Para Dosen serta jajaran staf karyawan di Fakultas Syari’ah dan Hukum, yang ikhlas
mentransfer segenap ilmunya kepada penulis. Semoga menjadi ilmu yang manfaat dan
barakah di dunia dan di akhirat.
6. Segenap staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas fasilitas peminjaman buku yang membantu dalam penulisan skripsi
ini.
7. Ayahanda H. Abdurrahman dan Ibunda tercinta Hj. Munyani terimakasih atas segala daya
upaya, kucuran keringat, sujud panjang, lantunan doa-doa, lunglai serta letihmu yang terus
harap akan keselamatan juga keberhasilan hidup penulis. Sungguh kalian benar-benar tidak
tergantikan. Semoga semua amal kebaikan dihitung jariyah.
Rabbi Irhamhuma kama Rabbayani Saghira, Amin.
8. Kaka ku Tercinta Gonimah Amd, Keb dan Adik-adiku Tersayang Afifah, Abd Mukhit, Aan
Husni Mubarak dan Muhammad Muhriji, yang telah memberikan keceriaan dan kehangatan
dalam keluarga.
9. Minola Sebayang SH dan Partner yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan datadata untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
10. Sander Diki Zulkarnaen M.Psi staf Koordinator Pengaduan KPAI, yang telah memberikan
data-data untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
11. Rudy Bachsin dan Maria Lilian Pesch yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
data-data untuk kesempurnaan penelitian skripsi ini.
12. Segenap Keluarga PH Ceria Angkatan 2007 Muhammad Novel, Abdul Muktadir, Risnu
Arisandi, Ahmad Faqih Syarafadin, Fikri Ramadhan dan semua teman-teman kelas
Perbandingan Hukum Angkatan 2007. Semua terlalu manis untuk dilupakan. Kita telah
rangkum sketsa ini bersama.
13. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) kelompok 80. Desa Cijeruk Kec. Cijeruk Kab.
Bogor-Jawa Barat yang telah mengajariku arti kehidupan dalam kebersamaan.
Hanya kepada Allah SWT penulis bersimpuh dan berdoa semoga iradahNya senantiasa
membawa mereka atas kebahagiaan yang hakiki, amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi sederhana ini jauh dari kesempurnaan, karena kami
hanya seorang dhaif dan tak mungkin seperti ini bila tidak Engkau kehendaki. Kritik konstruktif
yang akan membuat skripsi ini menjadi lebih baik.
La Ilaha Illa Anta, Allahumma Anta as-Salam wa Minka as-Salam fa Hayyina Robbana
bi as-Salam wa Adkhilna Jannata Dar as-Salam.
Jakarta,
2 Muharam 1433 H
28 November 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting dalam tatanan
kemasyarakatan. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari hubungan antara
laki-laki dan wanita.1 Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk
memperoleh
pembinaan
mental
dan
pembentukan
kepribadian 2
yang
kemudian
disempurnakan oleh pendidikan sekolah maupun lingkungan sekitar (sosial) dimana anak
tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan
pendidikan yang didasari oleh keimanan, agar mereka tumbuh menjadi manusia yang
membangun, bukan merusak. dan kekhawatiran tentang munculnya sikap durhaka sang anak
hanya dapat diantisipasi dengan pendidikan yang didasari oleh keimanan.3
Disinilah urgensitas keluarga terlihat, fungsi dan peran keluarga memiliki andil
yang cukup signifikan terhadap perkembangan dan masa depan sang anak. Lebih dari itu
keluarga sebagai unsur terkecil dalam element masyarakat pun turut berperan menentukan
masa depan dan perjalanan suatu bangsa. Jika seluruh orang tua yang ada pada seluruh
masyarakat-bangsa benar-benar menjalankan perannya dengan turut aktif mengawal serta
bertanggungjawab atas perkembangan moral maupun intelektual anak, maka apa yang
1
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Cet.ke-2 (Jakarta :PT.Rieneka Cipta 1999) h.239
Dalam bahasa Inggris disebut Personality, yang berasal dari bahasa Latin:Persona, yang berarti kedok atau
topeng. Secara terminologis kepribadian adalah suatu totalitas psikhophisis yang kompleks dari individu, sehingga
Nampak didalamnya tingkah laku yang unik. Biasanya kepribadian dibicarakan dalam pengertian apa yang membuat
seseorang berbeda dari yang lain, apa yang membuatnya unik dibanding yang lain. Aspek kepribadian seperti ini
disebut “kekhasan individu” (individual differences). Dalam Agus Sujanto dkk,, Psikologi Kepribadian, Cet Ke-1
(Jakarta, Aksara Baru) h.20. Lihat juga George Boeree, Personality Theoris, Melacak Kepribadian Anda Bersama
Psikolog Dunia. Cet-Ke IV (Yogyakarta, Prismasople, 2006) h.13
3
Karim Sa’ad, Agar Anak Tidak Durhaka, (Jakarta: Darul Aqiqah, 2006), cet. Ke-1, h.8
2
dicita-citakan oleh suatu bangsa tidaklah menjadi suatu hal yang mustahil untuk dicapai
karena didalamnya terdapat generasi-generasi yang bertanggungjawab terhadap agama, nusa
dan bangsanya.
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia
yang merupakan potensi dan sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa yaitu, menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur secara merata berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945. Karena itu anak membutuhkan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
pertumbuhan dan perkembangannya baik secara fisik, mental maupun sosialnya. Anak
Indonesia merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai hak dan kewajiban ikut
serta membangun Negara dan bangsa Indonesia.4
Dalam menangani permasalahan seputar dunia anak di Indonesia ada Lembaga
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)5 yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Keppres No.77 Tahun 2003 dan
pasal 74 dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak
di Indonesia. KPAI memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan sosialisasi seluruh
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,
mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggara perlindungan
anak. Selain itu KPAI memberikan laporan saran, masukan, dan pertimbangan kepada
Presiden dalam rangka perlindungan anak. 6
4
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta, Akedemika Pressindo, 1989), cet ke2. h.123
Untuk selanjutnya penulis akan menggunakan singkatan KPAI
6
http://www.kpai.go.id/tentang-kpai-mainmenu-26/12-tentang-kpai.html. Artikel diAkses Pada Senin 23
Mei 2011
5
Belakangan ini muncul berita di media massa yang menyebutkan tentang kasus
artis Arumi Bachsin yang kabur dari rumah akibat perselisihan dengan orang tuanya.
Munculnya permasalahan orang tua dengan anak sebenarnya cenderung disebabkan oleh
sikap orang tua sebagai pihak yang seharusnya mampu memegang kendali terhadap anakanaknya, mengingat orang tua adalah contoh terdekat bagi anak-anak dalam proses tumbuh
kembang mereka.
Permasalahan Arumi yang kabur dari rumah akibat perselisihan dengan orang
tuanya bisa menjadi contoh negatif bagi anak-anak yang sedang mengalami atau akan
mengalami permasalahan dengan orang tuanya, karena anak-anak akan berfikir secara
sederhana apabila ada permasalahan dengan orang tuanya, langkah yang akan diambil
adalah kabur dari rumah. Profesi Arumi yang seorang artis mengakibatkan permasalahannya
sering kali ditayangkan oleh berbagai media televisi yang dikhawatirkan akan memberikan
dampak negatif terhadap anak-anak.
Kasus ini mendapat sorotan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. Linda Amalia Sari Gumelar. yang mengatakan kasus artis Arumi
Bachsin yang kabur dari rumah bisa menjadi contoh buruk bagi anak-anak lain. Linda
menjelaskan pemberitaan kasus Arumi yang kabur dari rumah kerap disiarkan di berbagai
media massa khususnya televisi secara berulang-ulang. Ia khawatir anak-anak yang
menyaksikan tayangan tersebut bisa terinspirasi dan berbuat hal serupa.
“. . .dikhawatirkan anak-anak yang terinspirasi bahwa jika mempunyai masalah
dengan orang tua jalan keluarnya adalah kabur dari rumah,” katanya”7
7
Linda Amalia Sari Gumelar, Kasus Arumi Bachsin Bisa Jadi Contoh Buruk, Artikel diakses pada Senin,
23 Mei 2011 Dari http://www.antaranews.com/berita/249492/kasus-arumi-bisa-jadi-contoh-buruk
Permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya ini, bisa saja terjadi
terhadap anak-anak lain di Indonesia. Profesi Arumi yang sebagai artis, kerap kali
pemberitaan masalah Arumi ditayangkan di televisi yang bisa berdampak negatif terhadap
anak-anak lain di Indonesia. Permasalahan ini semakin menarik, karena dalam permaslahan
keluarga ini ada pihak luar yakni lembaga KPAI sebagai Lembaga Negara yang yang
bertugas melakukan perlindungan anak juga ikut terlibat dalam permasalahan ini.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang berkaitan
dengan otoritas orang tua terhadap anak, dalam hal ini penulis akan meneliti kasus Arumi
Bachsin yang berselisih dengan orang tuanya. Untuk selanjutnya skripsi ini akan diberi judul
“Otoritas Orang Tua Terhadap Anak Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang
No 23 Tahun 2002.”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Permasalahan hak-hak Anak adalah masalah yang sangat perlu mendapatkan
penanggulangan secara serius, karena mereka memiliki hak sebagai anak-anak dan orang
tua memiliki peranan yang signifikan dalam perkembangan anak. Agar permasalahan ini
tidak melebar, maka penulis akan membatasi penelitian ini hanya kepada permasalahan yang
terjadi antara Arumi Bachsin dengan orang tuanya, dalam perspektif Undang-undang No.
23 Tahun 2002 dan Hukum Islam.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari pembatasan masalah
di atas, maka yang menjadi
rumusan masalahnya adalah penulis akan membatasi penelitian ini pada persoalan otoritas
orang tua terhadap anak menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002.
Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:
1.
Bagaimana konsepsi Hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang
hak-hak anak?
2.
Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-undang
No. 23 Tahun 2002
tentang otoritas orang tua terhadap anak?
3.
Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang kasus Arumi Bachsin?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengertian tentang hak-hak anak dalam hukum Islam dan Undangundang No. 23 Tahun 2002.
b. Untuk mengetahui otoritas yang dilakukan orang tua terhadap anak dalam hukum
Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002.
c. Untuk mengetahui tentang kasus Arumi Bachsin dalam hukum Islam dan Undangundang Nomor 23 Tahun 2002
2. Manfaat Penelitian
a. Selain dimaksudkan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas terhadap penulis dan
pihak lain yang memanfaatkannya, juga diharapkan hasil penelitian ini dapat
mendeskripsikan tentang masalah perlindungan hak-hak anak
b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya penulis tentang adanya
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga diharapkan
masyarakat khususnya orang tua agar melakukan perlindugan dan hak-hak terhadap
anak.
D. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam kajian terdahulu ini, penulis berusaha mendata dan membaca buku-buku
dan skripsi yang telah membahas tentang hak-hak anak dalam kaitannya dengan kajian
hukum. Setidaknya ada beberapa buku-buku dan skripsi yang penulis temukan yaitu antara
lain:
1.
Edi Suharto dalam bukunya yang berjudul “Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat” diterangkan mengenai perlakuan salah terhadap anak, permasalahan anak,
model pertolongan, program konseling dan system abuse.8 Buku ini sangat menarik dan
mudah dimengerti karena bahasa yang mudah dicerna serta pemaparannya jelas dan
disertai dengan contoh-contoh yang relevan dengan konteks yang dibahas seperti
model-model pelayanan sosial bagi anak yang bermasalah, tahap-tahap pelaksanaan
yang profesional serta dalam pemaparannya mengupas habis fenomena hingga jelas.
2.
Waluyadi dalam bukunya Hukum Perlindungan Anak. Buku ini berisi instrument
Nasional tentang perlindungan hukum terhadap remaja (anak), dan kebijakan legislatif
terhadap perlindungan anak mencakup Undang-undang No.4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
KepPres RI No.36 Tahun 1990 Tentang pengesahan Convention Of The Rights
(Konvensi Hak Anak), dan perangkat hukum lainnya. 9
8
9
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung, PT.Refika Aditama, 2005)
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung, Cv. Mandar Maju, 2009)
3.
E.H. Tambunan dalam bukunya Remaja Sahabat Kita, buku ini berisi tentang peralihan
masa kanak-kanak ke masa remaja, dan buku ini memberi informasi dan petunjuk
sederhana. Saran-saran yang dapat menuntun para orang tua supaya bertindak lebih
positif dan terarah menghadapi anak pada usia remaja. 10
4.
“Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orang tua Dalam Perspektif Undang-Undang
Perlindungan Anak dan Hukum Islam” yang menjelaskan fenomena anak-anak jalanan
yang dipekerjakan oleh orang tuanya karena faktor kemiskinan. Dari kasus tersebut jelas
bertentangan dengan UUPA 23/2002 karena sebagai anak, mereka mempunyai hak dan
perlindungan dari tindakan ekploitasi ekonomi sesuai dengan yang diamantkan UUPA
23/2002.11
5.
“Hak Pendidikan Anak Cacat mental Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undangundang Nomor 23 Tahun2002 Tentang Perlindungan Anak” yang menjelaskan tentang
salah satu hak anak yaitu, hak mendapat pendidikan yang dipermasalahkan adalah
bagaimana hak pendidikan itu bisa terpenuhi dengan semestinya ketika dihadapi pada
persoalan anak yang memiliki cacat mental.12
6.
“Hak Anak Dalam Konvensi Tentang Hak-Hak Anak Menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam” yang menjelaskan tentang sikap politik hukum
Indonesia sebagai
Negara peserta Konvensi Hak Anak (KHA) dalam meratifikasi pasal-pasal tertentu yang
dianggap tidak sesuai dengan karakteristik hukum nasional. Artinya secara umum
Indonesia menerima KHA, namun menolak isi bagian tertentu yang dianggap tidak
10
E.H. Tambunan, Remaja Sahabat Kita, (Bandung, Remaja Sahabat Kita, 1981)
Amien Indah Fitria, “Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orang Tua Dalam Perspektif Hukum Islam
dan Undang-undang Perlindungan Anak” (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008)
12
Abdur Rahman, Hak Pendidikan Anak Cacat Mental Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undangundang Perlindungan Anak” (Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
11
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Negara, diantaranya pasal 21 tentang adopsi dalam
KHA.13
7.
“Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Perspektif Hadis dan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002” yang menjelaskan tentang perlindungan dan hak-hak anak. Dalam skripsi
ini hanya memkofuskan permasalahan hak-hak anak yakni, mengenai hak pendidikan,
nafkah dan hak berlaku adil terhadap anak dalam pandangan hadis dan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002.14
Dari buku-buku dan skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis berpendapat
bahwa skripsi yang akan ditulis ini berbeda dengan skripsi diatas. Dalam penelitian ini
penulis hanya akan memkofuskan permasalahan yang terjadi antara orang tua dan anak
dalam kasus Arumi Bachsin dengan orang tuanya yang melibatkan lembaga KPAI sebagai
lembaga Negara yang menangani permasalahan anak-anak di Indonesia. Oleh karena itu,
penulis akan memberi judul skripsi ini dengan judul “Otoritas Orang Tua Terhadap Anak
Dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.”
E. Metode Penelitian
Dalam mengungkapkan segala permasalahan dan pembahasan yang berkaitan
dengan materi penulisan, maka data-data atau informasi yang akurat sangat di butuhkan.
Untuk itu perlu digunakan sarana penelitian beberapa kegiatan ilmiah yang mendasar kepada
13
Oyok Tolisalim, Hak Anak Dalam Konvensi Tentang Hak-hak Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum
Islam, (Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008)
14
Amelia, Perlindungan Hak-hak Anak Dalam Perspektif Hadis dan Undang-undang Nomor 23 tahun
2002, (Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.2008)
metode penelitian. Agar dapat mempelajari setiap gejala atau fakta yang menjadi
permasalahan, dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif15 dengan
menggunakan metode penelitian hukum empiris sosiologis. 16 Serta metode perbandingan
hukum17 dalam hal ini penulis akan mengkomparasikan antara hukum Islam dan hukum
positif yang berlaku, bagaimana kedua-duanya menyikapi masalah yang sedang diteliti.
2. Sumber Data
Sumber data yang sebagai salah satu bagian penelitian yang merupakan salah satu
bagian terpenting. Pencarian data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data
primer, yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya melalui
wawancara,18 observasi yang kemudian diolah oleh peneliti. dan data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek
penelitian, tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan objek penelitian dan peraturan
perundang-undangan.
3. Teknik Pengumpulan Data
15
Kualitatif adalah, penelitian yag mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Zainudin Ali,
Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010) h.105
16
Penelitian hukum empiris sosiologis, asumsi dasarnya yang dibangun adalah bahwa kemungkinan besar
terdapat perbedaan antara hukum positif tertulis dengan hukum yang hidup dimasyarakat. Hukum yang hidup adalah
hukum yang berlaku dan dilaksanakan oleh masyarakat merupakan fakta sosial. Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal
Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h. 47.
17
Setiap kegiatan ilmiah lazimnya menerapkan metode perbandingan, karena sejak semula seseorang
ilmuwan harus dapat mengadakan identifikasi terhadap masalah-masalah yang akan ditelitinya. Menetapkan satu
atau beberapa masalah berarti telah menerapkan metode perbandingan, dimana hal itu didasarkan pada
perbandingan, sehingga masalah yang dianggap paling penting yang akan diteliti. Lihat, Bambang Sunggono,
Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2008) h.97. lihat juga, Peter Mahmud Marzuki,
Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2008) h.132.
18
Wawancara dengan pihak KPAI sebagai lembaga Negara yang memberikan perlindungan terhadap
Arumi Bachsin, dan wawancara dengan Minola Sebayang sebagai kuasa hukum dari orang tua Arumi.
Untuk memperoleh data yang lengkap dan objektif, maka dalam rangka penulisan
skripsi ini, penulis melakukan beberapa pengumpulan data berupa hasil wawancara dengan
staf KPAI Sander Diki Zulkarnaen. Bagian Koordinator pengaduan dan hasil wawancara
dengan Minola Sebayang, sebagai kuasa hukum dari orang tua Arumi. Studi dokumenter,
yakni pengumpulan data dengan menelaah beberapa literatur dan referensi seperti bukubuku ilmiah, artikel dan penulisan ilmiah pendukung lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Proses data atau pengolahan data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dari fakta-fakta pengamatan dilapangan, wawancara
pemeriksaan keabsahan sebelum data disajikan. Penyajian data yang merupakan kesimpulan
tersusun dan dokumen yang tersedia. Kemudian reduksi data dengan membuat abstraksi.
Abstraksi atau penyederhanaan sebagai usaha membuat rangkuman inti, proses dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Tahap
selanjutnya ialah pemeriksaan keabsahan sebelum data disajikan. Penyajian data yang
merupakan kesimpulan tersusun yang akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari pemahaman
dan pengertiannya.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk sistematika penulisan, seluruh skripsi ini terdiri dari lima bab, adapun
sistematikanya sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Berisikan Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu, Metode Penelitian
dan Sistematika Penulisan.
BAB II
HAK-HAK ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN ANAK
Mendeskripsikan Tentang Pengertian Anak dan Hak-hak Anak Dalam Perspektif
Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak.
BAB III PERLINDUNGAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANGUNDANG PERLINDUNGAN ANAK
Mendeskripsikan Tentang Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam dan
Undang-Undang Perlindungan Anak.
BAB IV TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS
ARUMI BACHSIN
Mendeskripsikan Tentang Kasus Arumi Bachsin, Kasus Arumi Ditinjau Dari
Hukum Positif, Kasus Arumu Ditinjau Dari Hukum Islam dan Relevansi Hukum
Islam Terhadap Undang-undang Perlindungan Anak
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan, Jawaban atas pertanyaan pada bab-bab sebelumnya mengenai apa
dan bagaimana isi pokok bahasan tersebut dan selanjutnya memberikan saransaran dari penulis dalam mambahas masalah yang terdapat dalam skripsi ini.
BAB II
HAK-HAK ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
A.
Hak-Hak Anak Menurut Hukum Islam
1.
Pengertian Anak Menurut Hukum Islam
Ash-shaghir menurut bahasa berarti anak kecil adalah lawan al-kabir (orang
dewasa/yang besar). Asal katanya dari fi’il shaghura, shaghir (shifah musyabbahah) dan
jamaknya adalah shighar. Sedang ashgharahu ghayruhu, shagharahu tashghiran, dan
istashgharahu artinya menganggapnya kecil atau hina. Sementara kata ashaghura adalah
bentuk mu’annats (feminim gender) dari ashghar (lebih kecil). 19
Dengan demikian, ash-shighar (kecil) hanya merupakan kelemahan (bagi manusia),
karena salah satu syarat bolehnya seorang di-taklif atau dibebani untuk mengamalkan
syariat Islam adalah, bahwa sang mukallaf (yang dibebani) itu harus berakal dan dapat
memahami taklif atau beban syariat, sebab taklif itu mengandung khithab (perintah),
sedang mengkhitab atau memerintah orang yang tidak mempunyai akal dan tidak
mempunyai kemampuan untuk memahami—seperti benda mati—adalah mustahil, maka
as-shaghir (anak kecil), baik ia mumayyiz atau bukan, termasuk yang kehilangan syarat
taklif dan tidak berhak mendapatkan khithab.
Dalam hukum Islam pengertian anak diasosiasikan sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT yang dhaif dan mempunyai kedudukan yang mulia yang keberadaannya melalui
proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah SWT. Secara
rasional seorang anak terbentuk dari unsur gaib dari proses ratifikasi sains (ilmu
19
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, (Jakarta, PT.Al-mawardi Prima 2004) h.1
pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil dari nilai material dan keyakinan
dalam hal ini Islam. 20
Mengetahui ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan anak 21 pada setiap fase
sangatlah penting, sebab dalam setiap fase perkembangannya, si anak memiliki
kecakapan khusus yang dengan sendirinya memerlukan perlakukan khusus pula dari para
pendidik. Pertumbuhan fisik, kemampuan berkonsentrasi dan berpikirnya, perkembangan
pengetahuan dan kemampuannya untuk membuat tradisi-tradisi tertentu serta adaptasinya
dengan lingkungan sekitar (sosial) dimana anak tumbuh dan berkembang. Semuanya
tumbuh secara bertahap, tidak spontan, menuju arah kedewasaan dan kematangan. 22
2.
Hak-hak Anak Dalam Islam
Setelah anak lahir, Islam telah membuat ketetapan bagi orang tua atau orang yang
bertanggung jawab agar memberikan hak pendidikan secara layak dan berbuat baik
kepada anak dengan menegakan hak-haknya baik yang berkaitan dengan etika dan
sunnah dari petunjuk nabi tentang bayi karena hal itu akan memberi pengaruh positif dan
penyebab yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan bagi anak.23 Dalam meniti
kehidupan di dunia ini, anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat di
ganggu gugat. dan kita sebagai orang tuanya, tidak boleh begitu saja mengabaikannya,
20
Maulan Hasan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta, Grasindo, 2000) h.6
Gasell dkk,, menyatakan tidak saja bahwa perkembangan anak terjadi secara bertahap, tetapi juga bahwa
diantara beberapa tahapan ini ditandai oleh keseimbangan, “ketika anak merupakan pusat perhatian” yang karenanya
mudah hidup bersama dan diatur, sementara tahapan lainnya ditandai oleh ketidakseimbangan, ”ketika tidak menjadi
pusat perhatian” yang membuat anak itu sulit untuk hidup bersama dan diatur. Erikson juga mengajukan teori yang
serupa dalam penelitiannya tentang anak bahwa perkembangan anak tumbuh melalui tahapan yang dapat diramalkan
dan tahapan ini tidak terbatas pada masa kanak-kanak tapi berlanjut pada usia tua (18,25). Lihat dalam Elizabeth B.
Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama, 1978) h.5 lihat juga Mila Rahmawati,
Perkembangan Anak, (Jakarta, PT. Gelora Aksara Pratama, 2007) h.65
22
Khairiyah Husain Thaha, Ibu Ideal Peranannya dalam mendidik dan membangun potensi anak,
(Surabaya, Risalah Gusti, 2005) h.129
23
Al-maghribi, Al-Maghribi bin as-Said, Begini Seharusnya Mendidik Anak, (Jakarta, Darul haq, 2004)
h.100
21
lantaran hak-hak anak tersebut termasuk kedalam salah satu kewajiban
orang tua
terhadap anak yang telah digariskan Islam, yakni memelihara anak sebagai amanah Allah
SWT yang harus dilaksanakan dengan baik.
Islam telah memerintahkan kepada orang tua untuk memenuhi hak-hak anak.
Karena anak merupakan anugerah dan amanat dari Allah SWT kepada orang tua. Hakhak anak dalam Islam dimulai sejak anak dalam kandungan hingga mencapai kedewasaan
secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu, Islam memerintahkan dan memperhatikan
kepada setiap orang tua untuk bertanggung jawab pada keturunan dan mempersiapkan
perlengkapan baginya. Masing-masing tumbuh bebas dari gangguan-gangguan, jauh dari
kebinasaan-kebinasaan.24 Hak-hak tersebut antara lain:
1) Hak Penjagaan dan Pemeliharaan
Agama islam memerintahkan kepada para pemeluknya agar selalu berusaha menjaga
kehidupan putera-puterinya. dan yang demikian ini, juga berlaku bagi orang-orang
kafir. Sebagimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang melarang
membunuh wanita dan anak-anak, sekalipun dalam keadaan perang, ketika beliau
terlibat dalam suatu peperangan dengan orang-orang kafir.25
Nampak dengan jelas bahwa petunjuk Islam bagi ummatnya dalam hal menjaga dan
memelihara anak-anak, serta selalu berusaha untuk bersikap lemah lembut kepada
anak-anak, merupakan salah satu kewajiban yang harus dipatuhi oleh para pemeluk
agama Islam.
2) Hak Nasab (Keturunan)
24
Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika 2010)
25
Abdur Razaq Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, (Jakarta, Fikahati Aneska, 1992) h.51
h.252
Ketururnan merupakan ikatan yang mulia dan hubungan yang agung serta besar
derajatnya. Sehingga Allah SWT telah menjadikan hikmah kemuliaan nasab tersebut
pada asal kejadian seorang anak. Bahwa, tiada daya dan kekuatan seorang anak
diciptakan dengan tidak bisa apa-apa dan tidak mampuh untuk melakukan sesuatau.
Sehingga dengan kebesaran Allah SWT dan rahmat-Nya Allah telah menaruhkan
kepada semua orang tua akan kecintaannya kepada anak-anaknya.
Agama telah mengatur sebab yang jelas untuk adanya keturunan. Yaitu, hubungan
laki-laki dengan perempuan dengan jalan yang halal seperti pernikahan. Keturunan
bukan saja merupakan hak Allah SWT semata, melainkan berhubungan dengan hak
ibu, hak ayah dan hak anak itu sendiri. 26
Seorang anak wajib mengetahui tentang keturunannya. Karena
asal-usul yang
menyangkut keturunannya itu sangat penting, terutama bekalnya dalam menempuh
kehidupan di masyarakat kelak. Dengan demikian ketetapan dan kejelasan nasab anak
terhadap ayahnya merupakan hak anak yang perlu dipenuhi oleh para orang tua.
Sedangkan kejelasan tentang nasab bagi seorang anak, dapat merupakan pemacu dan
memotivasi anak dalam memenuhi hak dan kewajibannya, bahkan juga akan
melahirkan ketenangan dan ketentraman jiwa bagi si anak sendiri. 27

26
Mengenai kaitannya dengan hak Allah SWT. Karena dengan adanya nasab akan menimbulkan
kemaslahatan bagi seluruh manusia. (Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk mendapatkan keturunan
dengan perkawinan yang sah) Kaitannya dengan hak ibu, karena sudah jelas dalam hak ini menjaga anak dari kesiasiaan dan menghilangkan dugaan berjinah terhadap dirinya. Dalam hal ini seorang ibu bisa dibenarkan jika ada yang
mengaku anaknya, selagi anak tersebut ada dalam kekuasaan ibu. Kaitannya dengan hak bapak, karena seorang
bapak berkewajiban untuk untuk membiayai dan memberi nafkah kepada si anak. Kaitannya dengan hak anak,
karena untuk membela si anak dari celaan karena dianggap anak jinah. Lihat, Badran Abulainin Badran, Hak-hak
Anak Dalam Syariat Islam dan Undang-undang (Iskandariyah, 1981) h.3
27
Abdur Razaq Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, h.53
3) Hak Menerima Nama Yang Baik
Islam menetapkan bahwa salah satu hak anak dari orang tuanya adalah memberinya
dengan nama yang baik. Sebab dia akan dipanggil ditengah-tengah masyarakat
dengan nama yang diberikan oleh orang tuanya. Islam memberi petunjuk hendaknya
seorang anak diberi nama yang baik, agar nama yang baik tersebut dapat memotivasi
untuk bertingkah laku sesuai dengan namanya dalam kehidupan sehari-harinya.
Dengan kata lain, makna nama yang baik itu dapat berpengaruh dan memberi warna
pada kehidupan anak tersebut.28
Bahkan begitu pentingnya akan arti sebuah nama, Islam mengajarkan agar anak yang
dilahirkan dan meninggal diluar kandungan ibunya diharuskan diberi nama juga. Hal
itu dimaksudkan agar pada Hari Kiamat kelak mereka akan dipanggil menurut
namanya. 29
4) Hak Menyusui
Islam telah mensyariatkan kepada seluruh ummatnya bahwa dalam hal seorang ibu
menyusui anak-anaknya, lamanya minimal 2 tahun. yang ditujukan agar anaknya
sehat, kuat dan bertenaga, yang diikuti dengan perkembangan tubuh dan jiwa yang
normal dan sempurna, baik lahir maupun batin. Sebagaimana Firman Allah dalam
surat Al-Baqarah 233:
             
              
28
“Ibid” h.56
Kelak pada Hari Kiamat, engkau akan dipanggil menurut namamu dan nama ayahmu. Maka baguskanlah
namamu. (HR. Abu Dawud)
29
              
             
              

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan
seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya.
dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(Al-baqarah:233)
Dalam hal memberikan ASI kepada si anak semua ulama fiqh seperti imam Hanafi,
Imam Maliki dan Hambali mengatakan wajib. 30 Adapun yang menjadi perbedaan
pendapat disini yaitu, dalam hal kewajibannya secara langsung atau tidak langsung
memberikan ASI terhadap anak.
30
Menurut Imam Hanafi, seorang ibu tidak boleh dipaksa untuk menyusui anaknya kecuali dalam hal
tertentu yaitu, 1) Tidak ada seorang pun yang menyusui kecuali ibunya. 2) Apabila bapaknya faqir miskin tidak
mampuh untuk membayar orang untuk menyusui bayi tersebut. 3) Apabila tidak ada makanan yang dapat dimakan
oleh bayi kecuali ASI ibunya. Maka dalam keadaan seperti ini ibu boleh dipaksa untuk menyusui secara langsung,
dengan alasan untuk menjaga kelelahan bagi bayi.
Imam Maliki mengatakan, wajib seorang ibu untuk menyusui anaknya.
Imam Hambali mengatakan,kewajiban untuk menyusui si anak adalah tanggung jawab bagi bapaknya. Jadi, tidak
boleh seorang ibu dipaksa untuk menyusuinya. Badrun Ainun Badrun, Hak-hak Anak Dalam Syariat Islam dan
Perundang-undangan, (Iskandariyah, 1981) h.49
5) Hak Mendapatkan Asuhan
Pada setiap keluarga muslim, pemberian jaminan pada setiap anak dalam keluarga
akan mendapatkan asuhan31 yang baik, adil merata dan bijaksana, merupakan suatu
kewajiban bagi kedua orang tua. Karena jika asuhan terhadap anak-anak tersebut
sekali saja kita abaikan, maka niscaya mereka akan menjadi rusak. Minimal tidak
akan tumbuh dan berkembang secara sempurna. Untuk itu setiap keluarga muslim
terutama kedua orang tua harus mengasuh32 anak-anaknya dengan cara yang baik,
melindungi, menjaga serta merawat mereka dengan penuh kasih sayang. 33
6) Hak Menerima Harta Benda Warisan
Metode Islam dalam menjaga hak-hak anak atas harta bendanya, berpedoman kepada
makna atau ta’rif dari hak-hak anak tersebut. Sehingga berbagai himbauan, petunjuk
penjagaan atas mereka itu dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Demi pemeliharaan hak-hak anak, maka semenjak tangisan pertama anak dilahirkan,
telah ditetapkan baginya haknya, yakni hak waris atasnya.34
7) .Hak Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran
Semua anak yang dilahirkan kedunia ini, selalu dalam keadaan suci, tidak bernoda
dan tidak bercacat sedikit pun. Ditangan masyarakat lah perubahan anak akan terjadi.
31
Menurut Imam Hanafi, apabila pengasuh tersebut masih isteri dari bapak si anak, atau dalam masa iddah
(talaq raj’i) tidak berhak menerima upah dari pengasuhan tersebut karena termasuk nafkah seorang isteri atu nafkah
iddah.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hambali berpendapat boleh menuntut upah atas pengasuhan tersebut. “Ibid” h.
61
32
Menurut Imam Syafi’I Syarat pengasuhan ada 7 (tujuh) macam yaitu 1) berakal, 2) merdeka, 3)
beragama, 4) bisa menjaga diri, 5) bisa dipercaya, 6) tidak menikah dengan laki-laki lain, 7) mampuh
melaksanakannya. Lihat Wahab Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’I, (Jakarta, Almahira, 2010) h.66
33
Abdur Razaq Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, h.59
34
Ibid, h.69
yang tergantung sepenuhnya dari bentuk dan corak masyarakat dimana anak itu
hidup. Jadi kesucian seorang anak, akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. 35
Pendidikan anak yang benar dan lurus di masa sekarang, akan menghasilkan keadaan
yang baik dan cerah dimasa yang akan datang. Sebaliknya kekeliruan pendidkan anak
di masa kini, hanya akan menjanjikan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan
kebobrokan, kerusakan moral serta kehancuran akhlak dimasa depan.
Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui dengan baik bahwa Islam telah menerapkan hakhak untuk anak, ini termasuk yang dinasihatkan kepada orang tua untuk sungguh-sungguh
menepatinya. Orang tua harus memberikan nasihat yang baik kepada anak-anaknya, setiap orang
tua harus mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang benar.
Anak yang dipenuhi dan dikabulkan hak-haknya akan memiliki sikap positif terhadap
kehidupan. Ia akan belajar bahwa dalam hidup ini harus bersikap saling memberi dan menerima.
Sekaligus melatih dirinya agar bisa tunduk kepada kebenaran. Keteladanan yang baik dan sikap
adil terhadap anak yang bersedia menerima kebenaran akan membuat dirinya terbuka. Bahkan ia
akan mampuh mengaktualisasikan jati dirinya dan berani menuntut hak-haknya. Jika tidak
potensinya aka terberangus dan terpadamkan. 36
35
Seperti pendapat Imam Al-Ghazali, anak adalah amanat bagi orang tuanya, hatinya bersih, suci dan
polos, kosong dari segala ukiran dan gambaran. Hal ini sejalan dengan hadis nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Muslim: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang suci bersih, maka kedua orangtuanyalah
yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani ataupun Majusi.” Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya,
PT.Bina Ilmu,1995) h.215
36
Muhammad Ibnu Abdul Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, (Jakarta, Al-I’htisom Cahaya Umat, 2004)
h.65
B.
Hak-Hak Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak
1.
Pengertian Anak menurut Undang-Undang
Perkembangan setiap individu dimulai pada saat sebuah sel sperma ayah menembus
dinding sel telur ibu. Pembuahan sel telur oleh sel sperma tersebut disebut mitosis.
Periode pranatel merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia. Periode
ini merupakan periode yang paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia,
namun dalam banyak hal, merupakan periode terpenting dari semua periode
perkembangan, karena memberi dasar dari perkembangan selanjutnya. Perkembangan
periode pranatel ditandai dengan konsepsi (bertemunya ovum dengan sperma), dan
diakhiri dengan kelahiran, dengan jangka waktu kurang lebih sembilan bulan sepuluh
hari. 37
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak
dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta kekayaan
harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan
dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia38
yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak
adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa yang akan datang,
generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
37
Sri Rumini, Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta, RinekaCipta, 2004) h.1
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan
martabat manusia. Lihat pasal 1 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999
38
tumbuh dan berkembang, berpartisipsasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. 39
Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase prtumbuhan yang bisa
digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan
perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu:40
1)
Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7
(tujuh) tahun yang disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan
kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan
kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis
(trozalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
2)
Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 (tujuh) sampai 14 (empat belas) tahun
disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan kedalam 2
periode yaitu:
a.
Masa anak sekolah dasar mulai usia 7-12 tahun adalah periode intelektual.
b.
Masa remaja/pra-pubertas atau pubertas awal yang dikenal dengan sebutan
periode pueral.
3)
Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun, yang dinamakan
masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas dan adolescent, dimana
terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang
dewasa.
39
Ahmad Kamil, M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, (Jakarta,
PT.Raja Grafindo Persada: 2008) h 1
40
Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung, PT.Refika Aditama: 2006) h.7
Dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dijelaskan
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.”
Dalam pasal ini telah dijelaskan dengan jelas bahwa anak adalah
tunas, potensi,
dan generasai penerus cita-cita bangsa, memilih peran strategis dalam menjamin
eksistensi bangsa dan Negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampuh memikul
tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual.
Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Karenanya,
segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi.
2.
Hak-Hak Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak
Masalah perlindungan hukum dan hak bagi anak-anak merupakan salah satu sisi
pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar perlindungan hak-hak anak
dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggung jawab maka diperlukan peraturan
hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai
sepenuhnya oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Namun, usaha tersebut
belum menunjukan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat Indonesia. Keadaan ini disebabkan situasi dan kondisi serta keterbatasan yang
ada
pada
pemerintah,
dan
masyarakat
sendiri
belum
memungkinkan
untuk
mengembangkan secara nyata ketentuan perundang-undangan yang telah ada. 41
Anak adalah amanah bagi orang tua untuk dididik dengan sebaik mungkin agar kelak
mereka menjadi seseorang yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan Negara. Setiap orang
41
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung, PT.Refika Aditama, 2006) h.68
tua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang baik juga bermanfaat dan itulah tugas
dari orang tua untuk memenuhi hak-hak anaknya, membesarkan dan mendidik anakanaknya sesuai dengan harapan mereka.
Hak-hak anak telah diakui dan dilindungi sejak masih dalam kandungan. Deklarasi
tentang hak-hak anak42 yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,
pada 20
November 1959, antara lain menyatakan:43
1)
Anak-anak berhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-cuma
sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapatkan
pendidikan yang dapat
meningkatkan pengetahuan umumnya. Untuk
mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung
jawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna.
2)
Anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk penyianyiaan kekejaman dan
penindasan. Dalam bentuk apa pun, mereka tidak boleh menjadi bahan
perdagangan.
3)
Anak-anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk
diskriminasi rasial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya. Mereka
harus dibesarkan dalam semangat yang penuh pengertian, toleransi dan
42
1) Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa
perbedaan dan diskriminasi. 2) Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan dan
fasilitas oleh hukum atau peralatan lain, sehingga mampuh berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan
sosial dalam cara yang sehat dan normal. 3) Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas
kebangsaan. 4) Setiap anak harus menikmati manfaat dan jaminan sosial. 5) Setiap anak baik secara fisik, mental
dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan, pemeliharaan sesuai dengan
kondisinya. 6) Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan
pengertian. 7) Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar wajib belajar. 8) Setiap
anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama. 9) Setiap anak harus dilindungi
dari segala bentuk ketelantaran, tindakan kekerasan dan ekploitasi. 10) Setiap anak harus dilindungi dari setiap
praktik diskriminasi berdasarkan rasial, agama dan bentuk-bentuk lainnya.
43
Bismar Siregar, Hukum dan Hak-hak Anak, (Jakarta, CV. Rajawali, 1986) h.19
persahabatan antar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dan dengan
penuh kesadaran tenaga dan bakatnya harus diabdikan sesama manusia.
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya hak-hak anak telah diatur
dengan tepat. Anak-anak berhak atas pendidikan, perlindungan dari kekejaman dan
diskriminasi. Hal ini menjadi tugas kita bersama orang tua, masyarakat dan Negara untuk
bertanggung jawab atas hak-hak anak. Indonesia sebagai Negara peserta berkewajiban
untuk menjalankan deklarasi tersebut.
Dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Hak-hak
anak diatur dalam Pasal 2-8. Anak-anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik
semasa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, anak berhak dalam perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan
dan perkembangan secara wajar, dan anak yang tidak mampuh berhak memperoleh
bantuan, agar dalam lingkungan keluarga dapat tumbuh dan berkembang secara wajar
serta bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak
setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik dan
kedudukan sosial.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
perlindungan bagi anak Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak
anak relatif lebih lengkap, hak-hak anak dalam Undang-undang ini diatur dalam Pasal 418. Pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara
merupakan rangkaian kegiatan
yang dilaksanakan secara terus-menerus demi
terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan
terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual
maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi
anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memilki jiwa
nasionalisme yang dijiwai oleh ahlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras
menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
BAB III
PERLINDUNGAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM
DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
A. Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam
Agama Islam memelihara keturunan, agar jangan sampai tersia-sia, jangan
didustakan dan jangan dipalsukan. Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan itu
menjadi hak anak. Anak akan dapat menangkis penghinaan, atau musibah terlantar, yang
mungkin menimpa dirinya. Oleh karena itu, Islam memerintahkan orang tua untuk
memelihara keturunannya44 agar jangan sampai tersia-sia atau dihubung-hubungkan dengan
orang lain. 45
Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada
disekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah kehidupan. Bagaimana
awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya di dunia ini. Jiwanya yang masih suci
akan menerima bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Maka sang anak akan
dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Anak akan selalu menerima
segala yang diukirnya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka
apabila ia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya akan seperti itulah
anak terbentuk, sehingga kedua orang tuanya akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat, sang anak akan menjadi orang yang terdidik. Namun, apabila si anak dibiasakan
44
Anak di bawah umur, terutama anak kecil, di samping belum memiliki fisik yang kuat, juga belum
memiliki daya nalar yang sempurna sehingga mereka sangat rentan dengan penindasan. Oleh karena itu, Islam
memberikan perlindungan khusus kepada anak kecil, bukan saja sejak lahir, tetapi juga sejak mereka masih dalam
kandungan, sampai usia dewasa. Maka sudah seyogianya para pengasuh, baik orang tuanya atau bukan, harus
memahami ketentuan yang ada dalam ajaran Islam, sebab ketidaktahuan tentang ketentuan-ketentuan khusus bagi
anak dapat menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak dan perlindungan anak. Lihat Huzaemah Tahido Yanggo,
Fiqih Perempuan Kontemporer, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2010) h.145
45
Zakariya Ahmad Al-Barry, Hukum Anak-anak Dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1977) h.13
untuk melakukan kejahatan dan di telantarkan bagaikan binatang liar, sengsara dan celakalah
ia, dosanya akan ditanggung langsung oleh kedua orang tuanya sebagai penanggung jawab
dari amanat Allah SWT.46
Al-Qur’an memerintahkan kepada para orang tua agar melindungi dan mendidik
anak-anaknya dengan pendidikan yang didasari oleh keimanan dan menanamkan nilai takwa
kedalam hati anak-anaknya. Para orang tua juga diperintahkan untuk menanamkan kedalam
hati anak-anaknya bahwa keimanan dan takwa kepada Allah adalah dasar utama dalam
menjalani kehidupan. Dengan demikian kelak, kelak sang anak akan menjadi manusia yang
istiqomah di jalan Tuhan-Nya dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat yang dibenci dan
dimurkai-Nya. 47
Pendidikan dan pengasuhan bagi seorang anak bukanlah tugas mudah yang di
dalamnya orang tua dapat melakukannya dengan sedikit atau tanpa upaya keras.
Kenyataannya, tugas ini membutuhkan penanganan dan tempramen yang lembut. Ada
banyak poin yang perlu dipertimbangkan demi mencapai keberhasilan upaya ini. Pendidik
mesti mengakrabkan dirinya dengan jiwa anak. Ia tak dapat melakukan tugasnya tanpa
mengetahui aspek spiritual, psikologis, pendidikan, dan praktik dari pekerjaan tersebut.
Dunia anak menjadi dunianya, imajinasi dan fantasi mereka akan menjadi unik baginya. Ini
tak dapat disamakan dengan proses berpikir orang dewasa.
Anak-anak yang lahir kedalam dunia adalah generasi penerus. Mereka adalah
tunas-tunas baru yang akan tumbuh dan berkembang. Islam telah memerintahkan kepada
orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan ajaran Islam yang benar. Agar anak kelak
menjadi anak yang bisa berbakti kepada orang tuanya dan menjadi anak yang selalu berada
46
47
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung, Al-Bayan: 2007) h.35
Sa’ad Karim, Agar Anak Tidak Durhaka, (Jakarta, Daarul Aqiqah, 2006) h.5
di jalan yang telah di gariskan Allah SWT. Orang tua harus memberi pengarahan,
bimbingan, dan pendidikan kepada anak secara maksimum dan sempurna baik berbentuk
perintah maupun larangan atau dalam bentuk motivasi maupun sanksi, atau bisa dalam
bentuk ajakan dalam kebaikan maupun peringatan dari perbuatan tercela. 48
Allah Berfirman dalam surat (At-Tahrim:6)
            
         
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)
Pada ayat ini orang tua diperintahkan oleh Allah SWT. Untuk memelihara
keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu
melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, termasuk anggota keluarga
dalam hal ini adalah anak. Sesungguhnya bagi anak-anak itu, ada hak-hak yang menjadi
beban tanggung jawab atas orang tuanya, yaitu memenuhi kebutuhan hidupnya selama
mereka masih membutuhkan bantuan (belum dewasa atau belum bisa berdiri sendiri). Juga
dalam hal pendidikan mereka, bimbingan budi pekerti, pengarahannya kepada sifat-sifat
yang baik dan kelakuan yag terpuji. Juga upaya menjaga dan menghindarkan mereka
terjatuh ke dalam hal-hal yang buruk.
Permaslahan mengasuh anak dalam ajaran Islam meliputi dua hal pokok, yaitu
perawatan anak dan pendidikannya. Namun kedua hal tersebut harus dibina diatas landasanlandasan yang kokoh. Bagaimana pandanga ajaran Islam terhadap anak itu, merupakan titik
48
Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak. h.134
awal dari keseluruhan dalam permaslahan mengasuh anak. Ajaran Islam meletakkan dua
landasan utama bagi permasalahan anak. Pertama, tentang kedudukan dan hak-hak anak.
Kedua, tentang penjagaan dan pemeliharaan atas kelangsungan hidup dan pertumbuhan
terhadap anak. dan di atas kedua landasan utama tersebut, perawatan dan pendidikan anak
dibina dan dikembangkan untuk mewujudkan konsepsi anak yang ideal yang disebut
waladun sahalih, yang merupakan dambaan setiap orang tua.49
Sebagai pedoman, berbagai upaya agar anak-anak yang menjadi tanggung jawab
orang tua menjadi baik dan berguna kelak dikemudian hari, perlu diperhatikan dengan
seksama tentang pribadai anak dan perkembangan jasmani, rohani serta akal pikirannya,
sebagai berikut:50
1. Berusaha mengenalkan mereka dengan Tuhan-Nya (Allah SWT).
2. Berusaha menumbuhkan daya nalar anak, terutama kemampuan bertindak untuk
mendapatkan hal-hal yang mereka anggap masih baru.
3. Mengenalkan dan membekali anak-anak dengan kebudayaan dan pemikiran Islam,
untuk membentuk dasar-dasar pemikiran dan keyakinan Islam pada akal, otak, jiwa
dan pikiran mereka
4. Melatih dan mengajak anak meninjau kembali berbagai kemajuan yang telah dicapai
Islam di masa lalu, untuk dapat menentukan sikap demi kemajuan di masa yang akan
datang.
5. Membentuk dan mengusahakan mereka menjadi generasi yang sempurna lahir dan
batin, yang bernaung dibawah panji-panji Islam.
49
50
Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, (Bandung, Mizan, 1995) h.270
Amini, Ibrahim, Anakmu Amanat-Nya, (Jakarta, Al-Huda, 2006) h.11
Dari uraian di atas, Islam telah memerintahkan para orang tua untuk memberikan
penjelasan tentang jalan kehidupan yang benar kepada anak-anaknya, agar mereka tumbuh
menjadi generasi yang tercerahkan, tidak hanya menjadi manusia yang baik untuk diri
mereka sendiri, namun juga mampuh mengeluarkan orang lain dari gelapnya syirik dan
kebodohan menuju kehidupan yang disinari oleh cahaya tauhid dan ilmu pengetahuan.
Untuk mencetak generasi yang demikian, tidak ada cara lain kecuali menjadikan Al-Qur’an
dan sunnah sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjalani kehidupan. Sebab keduanya
adalah petunjuk yang lurus.
Dalam Surat yang lain (QS.Al-Ma’un 107 ayat 1-3) telah dijelaskan kewajiban
kita semua untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Maka bagi mereka yang
memiliki kemampuan, atau harta kekayaan berkewajiban memberikan sesuatu yang terbaik
untuk kesejahteraan anak. Ini adalah tugas para orang tua dan orang dewasa untuk
melindungi anak-anak untuk menjadikan anak yang cerdas, sehat, dapat hidup, tumbuh
berkembang secara optimal serta jauh dari segala kekerasan dan menciptakan anak yang
shaleh dan bertakwa kepada Allah SWT.
Jika anak dididik dengan penuh cinta dan kasih sayang maka anak-anak akan
tumbuh menjadi pribadi yang penyayang, begitu juga sebaliknya jika anak jauh dari orang
tua tidak mendapatkan kasih sayang, maka dapat menyebabkan anak akan mencari kasih
sayang di luar rumah, dengan harapan mereka bisa mendapatkan orang yang bisa
memberikan kasih sayang kepada mereka.51
51
Sufyan Al-Atsari, Kesalahan Dalam Mendidik Anak, (Solo: PT. AT-Tibyan) h.23
B. Perlindungan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang
Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Anak sebagai
generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa
di masa yang akan datang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu
mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik
secara rohani, jasmani, dan sosial. Oleh karena itu, Perlindungan anak52 merupakan usaha
dan kegiatan seluruh lapisan seluruh masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan,
yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari. Perlindungan
anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian
perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. 53
Anak merupakan buah hati dari perkawinan antara ayah dan ibu, yaitu orang
pertama yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan perlindungan terhadap hak-haknya
baik dari segi rohani maupun jasmani. Karena keluarga sebagai unit terkecil dalam
masyarakat yang menyandang peran, cakupan subtansi dan ruang lingkup yang cukup jelas
dengan adanya kesamaan dan kejelasan mengenai fungsi dan peran tersebut, akan dapat
mempermudah dalam memberikan alternatif pemberdayaan keluarga dalam upaya
mengoptimalkan pelaksanaan pengasuhan dan perlindungan dalam keluarga.
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa:
52
Seperti pendapat Arif Gosita. Dosen Hukum Perlindungan Anak Universitas Indonesia, perlindungan
anak merupakan upaya-upaya mendukung terlaksananya hak-hak dan kewajiban. Seorang anak yang memperoleh
dan mempertahankan hak untuk tumbuh dan berkembang dalam hidup secara berimbang dan positif, berarti
mendapat perlakuan secara adil dan terhindar dari ancaman yang merugikan. Usaha-usaha perlindungan anak dapat
merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum, sehingga menghindarkan anak dari tindakan
orang tua yang sewenang-wenang. Menurut Barda N. Arif. Dosen Universitas Diponogoro. Perlindungan anak dapat
diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights
and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. M.Faisal
Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, (Jakarta, Mandar Maju, 2005) h.3
53
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak (Bandung, PT.Refika Aditama, 2008) h.31
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.”
Perlindungan anak dapat diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk
mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah
(child abused) eksploitasi, dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya. Maka diperlukan
peran serta orang tua, masyarakat dan Negara untuk memberikan perlindungan terhadap
anak. Dalam usaha perlindungan terhadap dapat dilakukan perlindungan secara langsung 54
dan perlindungan tidak langsung.55
Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu:56
1) Luas lingkup perlindungan:
a. Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan, pemukiman,
pendidikan, kesehatan, hukum
b. Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah
c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang berakibat
pada prioritas pemenuhannya
2) Jaminan Pelaksanaan Perlindungan:
54
Perlindungan secara langsung merupakan usaha yang langsung berkaitan dengan kepentingan anak antara
lain pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan kepentingan anak disertai
pengawasan supaya anak berkembang dengan baik dan penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya dan luar
dirinya.
55
Perlindungan tidak langsung adalah: 1) mencegah orang lain merugikan kepentingan anak melalui
peraturan perundang-undangan 2) meningkatkan pengertian tentang hak dan kewajiban anak 3) pembinaan mental,
fisik, sosial para partisipan lain dalam rangka perlindungan anak 4) penindakan mereka yang menghalangi usaha
perlindungan anak.
56
Apong Herlina, Perlindungan Anak (Jakarta, Unicef Indonesia, t,t) h.11
a. Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap
pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui dirasakan oleh pihakpihak yang terlibat dalam kegiatan perlindungan.
b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu pertauran tertulis baik dalam bentuk
peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana
tetapi dapat dipertanggung jawabkan serta di sosialisasikan secara merata dalam
masyarakat.
c. Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia tanpa
mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan di negara lain, yang patut
dipertimbangkan dan ditiru (peniruan yang kritis).
Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orangtua, keluarga,
masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal 20-26 UU No.23 Tahun 2002 menentukan
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Jadi yang mengusahakan perlindungan
anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai
macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga negara ikut bertanggung
jawab terhadap dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagian
anak merupakan kebahagian bersama, kebahagiaan yang dilindungi adalah kebahagiaan
yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak dilaksanakan
dengan baik, anak menjadai sejahtera. Kesejahteraan anak mempunyai pengaruh positif
terhadap orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Koordinasi kerjasama
kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidak seimbangan
kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.
Dalam penjelasan Undang-undang No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak, mengemukakan bahwa oleh karena anak, baik secara rohani, jasmani dan sosial
belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban orang tua,
keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menjamin, memelihara dan mengamankan
kepentingan anak. Pemeliharaaan, jaminan dan pengamanan kepentingan itu selayaknya
dilakukan oleh pihak yang mengasuhnya dibawah pengawasan dan bimbingan Negara dan
pemerintah. Asuhan anak, pertama-tama dan utama menjadi kewajiban dan tanggung jawab
orang tua dilingkungan keluarga, tetapi demi kelangsungan tata sosial maupun untuk
kepentingan anak itu sendiri, maka perlu ada pihak-pihak lain yang melindunginya seperti
peran masyarakat sekitar dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Jadi bisa dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap anak adalah segala
kegiatan, usaha dan cara untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak
adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi, yang memungkinkan pelaksanaan hak
dan kewajiban anak secara manusiawi positif, yang merupakan pula perwujudan adanya
keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, perlindungan anak harus diusahakan
dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan
berkeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil, dan kesejahteraan anak.
Melindungi anak adalah melindungi manusia, dan membangun manusia seutuhnya. Hakekat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi
luhur. Mengabaikan perlindungan terhadap anak, berakibat dapat menimbulkan berbagai
permasalahan sosial yang mengganggu penegakan hukum ketertiban, keamanan, dan
pembangunan nasional.
Perlindungan terhadap anak bukan dalam keadaan yang sulit dan tertindas
sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga memasuki wilayah kesejahteraan anak yang lebih
luas baik secara sosial, ekonomi sosial dan budaya bahkan politik. Hak anak untuk terjamin
kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh informasi merupakan wujud dari
perluasan hak-hak dan perlindungan anak yang lebih maju (progressive rights).57
57
Muhammad Joni, Zulchaiana, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak-Hak
Anak, (Bandung PT. Citra Aditya Bakti, : 1999) h.35
BAB IV
TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
TERHADAP KASUS ARUMI BACHSIN
A. Kasus Arumi Bachsin
Kenyataan menunjukan bahwa banyak keluarga sejak zaman dahulu hingga kini,
menghadapi maslah dengan anak pada masa remaja. Remaja yang baru meninggalkan masa
kanak-kanak dan bertumbuh, serta berkembang tampak agresif, suka memberontak, dan
seolah-olah ingin terus menentang. Hal semacam ini sering pula sampai menimbulkan
tragedi. Orang tua pun bermusuhan dengan anak remaja mereka. Remaja tampak seolah-olah
bertindak hendak menyaingi orang tua, dan orang tua pun menuduh anak remaja mereka
keras kepala, suka membangkang. Demikianlah sampai terjadi tuduh menuduh dan saling
mempersalahkan. dan jurang pemisah pun timbul, bahkan sering merupakan hal yang sangat
menjengkelkan diantara angkatan tua dan angkatan muda. dan jurang pemisah itu akan
semakin dalam kalau orang tua tidak mau bertindak sebagaimana layaknya. 58
Bagaimanapun juga, anak tetap merupakan tumpuan harapan. Meskipun anak
yang sedang memasuki masa remaja itu tampak lebih agresif, hal itu hanya merupakan tanda
yang menunjukan bahwa si anak sedang hendak memasuki era baru dalam hidupnya. Hal ini
juga memberikan amaran kepada orang tua supaya bersiap-siap menerima kedatangan
mereka di dunia yang baru itu, dunia remaja yang lain coraknya dari dunia masa kanakkanak. 59
58
59
E.H. Tambunan, Remaja Sahabat Kita, (Bandung,Indonesia Publishing House, 1981) h.1
“Ibid” h.33
Dua isu utama pada remaja yang terkait dengan perkembangan adalah masalah
individu dan seksualitas. Umumnya para remaja mulai “menarik diri” dari banyak nilai-nilai
(values) yang selama ini didapatkannya. Pada tahun-tahun “rawan” ini para remaja malah
mengambil nilai-nilai dari per groupnya (kelompok) dan budaya yang melingkar disekitar
hidupnya. Ia mulai enggan untuk bergabung dengan acara-acara keluarga dan malah lebih
sering bergabung dengan teman-temannya. 60
Dalam kaitannya dengan Arumi dimana seorang gadis yang sudah mulai beranjak
remaja dimana suasana peralihan dari anak keremaja inilah malah cendurung melawan
setiap pendapat orang tuanya.
Permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang
tuanya, yang penulis dapatkan dari berbagai sumber. Diantaranya, sumber media elektronik,
media online, media cetak dan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini. Seperti
Lembaga KPAI yang memberikan perlindungan terhadap Arumi dan kuasa hukum 61 dari
orang tua Arumi, Minola Sebayang dan Rekan. Permasalahan Arumi dengan orang tuanya
disebabkan karena perjodohan paksa dan kekerasan.62 Dari kedua unsur inilah terjadi
hubungan yang tidak harmonis antara Arumi dengan orang tuanya yang mengakibatkan
Arumi kabur dari rumah untuk meminta perlindungan kepada KPAI sebagai lembaga
Negara yang bertugas memberikan perlindungan terhadap anak.
Dalam permasalahan perjodohan paksa Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak telah sangat jelas disebutkan pada Pasal 26 Ayat 1:
“Orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. orang
tua berkewajiban untuk menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuannya dan
60
http://cemara.com, Artikel di-Akses pada Jumat 26 Agustus 2011
Kuasa hukum adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang No 18 tahun 2003. Lihat Afni Guza,
Undang-undang Tentang Enam Hukum, (Jakarta, Asa Mandiri, 2009) h.360
62
Menurut sumber yang penulis dapatkan dari pihak KPAI. Lihat hasil wawancara penulis, h.3
61
orang tua bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anakanak”.
Pasal ini jelas mengamanatkan, orang tua wajib mencegah terjadinya perkawinan
pada usia anak-anak, apalagi dalam konteks pernikahan yang dipaksakan. Semoga hal ini
menjadi kesadaran bagi setiap orang tua untuk memberi kesempatan kepada sang anak
dalam proses menggali pengalaman dan wawasan.
Dalam permasalahan kekerasan yang terjadi terhadap Arumi. Istilah kekerasan
berarti segala bentuk kekerasan yang berdasarkan gender yang akibatnya berupa kerusakan
atau penderitaan fisik, non fisik, seksual, psikologis pada perempuan termasuk tindakan
pemukulan dan ancaman-ancaman, paksaan atau perampasan yang semena-mena atas
kemerdekaan, baik yang terjadi di tempat umum atau di dalam lingkungan pribadi
seseorang. 63 Kata kekerasan memang mengingatkan kita pada sebuah situasi yang kasar,
menyakitkan dan adanya ketidak harmonisan dalam hubungan antara seseorang dengan
orang lain serta dapat menimbulkan efek yang negatif. Namun, kebanyakan orang hanya
memahami kekerasan sebagai bentuk prilaku fisik yang kasar, keras, penuh dengan
kekejaman yang dapat menimbulkan perilaku yang ofensif (menekan), padahal konsep
kekerasan memiliki makna yang luas. Menurut Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. KDRT didefinisikan: Setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
63
LBH AFIK, Landasan Aksiidan Deklarasi Beijing Mengutip dari Deklarasi Penghapusan Kekerasan
Terhadap Perempuan, (Jakarta: Forum Komunikasi LSM Perempuan dan APIK), h.88
Dalam lingkup rumah tangga menurut Undang-undang tersebut adalah suami,
isteri, anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri, anak dan
orang yang bekerja membantu rumah tangga. Dengan lahirnya Undang-undang No.23 Tahun
2004 tersebut. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga bisa terus ditekan. Dengan aturan
Undang-undang ini pula kini perempuan bisa menempuh jalur hukum bila mengalami
kekerasan dalam rumah tangga, sehingga KDRT tidak lagi terjadi.
Dalam permasalahan kekerasan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak telah mengaturnya dalam Pasal 13 Angka 1:
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a.
diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d.
kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah
lainnya.”
Pasal ini jelas mengamanatkan kepada para orang tua untuk melindungi anak dari
tindak kekejaman, kekerasan dan penganiayaan. Dalam hal ini orang tua seharusnya tidak
melakukan kekerasan terhadap anak. Karena, kekerasan terhadap anak adalah suatau
perbuatan yang tidak mendidik dan berakibat trauma terhadap anak. Meskipun dalam
perkembangan kasus antara Arumi dan orang tuanya tidak ditemukan unsur kekerasan yang
dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap Arumi, dan itu dibuktikan oleh pihak Kepolisian
dalam hal ini Polda Metro Jaya. Dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan
Perkara pada 20 Mei 2011 karena tidak cukup bukti. 64
Menurut pihak KPAI yang telah memberikan perlindungan terhadap Arumi
Bachsin. Permasalahan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya ini lebih kepada
hak-hak Arumi, sebagai anak yang terkekang oleh orang tuanya. hak-hak itu diantaranya:
64
skripsi.
Kepolisian Polda Metro Jaya, Surat Penghentian Penyidikan Perkara, 20 Mei 2011. Lihat di lampiran
hak Arumi untuk menentukan pasangan hidup, hak Arumi untuk memeilih pekerjaan dan
hak Arumi untuk bermain bersama teman-temannya. Alasan lain yang terjadi adalah orang
tuanya ingin menjodohkan Arumi dengan pria pilihan orang tuanya. Karena berbagai alasan
itulah Arumi merasa tidak nyaman berada di rumah, dan karena itulah Arumi memutuskan
untuk kabur dari rumahnya. Kemudian Arumi mendatangi lembaga KPAI sebagai lembaga
yang melindungi permasalahan terhadap anak.
“Permasalahan Arumi dengan orang tuanya lebih kepada hak-hak Arumi yang
terkekang untuk berada di rumah dan ekploitasi seksual yang dilakukan orang tuanya.”
Tutur Sander Zulkarnaen.65
Permasalahan perjodohan paksa yang telah disebutkan oleh staf KPAI di atas,
juga dibenarkan oleh Ketua KPAI (Hadi Supeno). Dalam keterangannya di media Ketua
KPAI ini mengatakan permasalahan yang terjadi antara orang tua Arumi (Maria Lilian Pesch
dan Rudy Bachsin) dengan Arumi Bachsin berawal ketika Arumi bersama ibunya pergi ke
Yogyakarta, untuk kemudian ke Kota Kudus, Jawa Tengah. Arumi diajak kesana untuk
dipertemukan dengan pria pilihan sang bunda. Sesampainya disana, Arumi diajak berlibur
ke Singapura, berdua saja dengan si pria. Sedangkan, ibunya tetap berada di Kudus.
“Saya tanya ke Arumi, kenapa kok mau saja diajak ke Singapura? Katanya dia
takut sama ibundanya.” Papar Hadi Supeno.66
Setelah sesampainya di Singapura, si pria itu mulai menjurus ke hal-hal yang tidak
senonoh terhadap Arumi, apalagi si pria itu hanya memesan satu kamar. Artinya, mereka
harus tidur bersama dalam satu kamar. Namun alasan si pria semata untuk menghemat
karena uangnya tidak cukup. Arumi pun tidak bisa berbuat apa-apa, diam-diam ternyata
65
Wawancara dengan Staf KPAI bagian Koordinator Pengaduan, Sander Diki Zulkarnaen
Hadi Supeno, Kronologis Kaburnya Arumi dari Rumah, Artikel diAkses Pada 26 Agustus 2011 dari
www.Detik Hot.com
66
Arumi menghubungi pacarnya. Miller, kemudian miller pun datang untuk memastikan
bahwa Arumi tidak akan diganggu. Akhirnya disepakati si pria dari Kudus tersebut
memesan dua kamar. Merasa situasi sudah aman. Kemudian miller pun pergi.
Namun karena situasi sudah sama-sama tidak enak, si pria pun membatalkan
rencana liburan itu dan mengajak Arumi kembali ke Jakarta, hari itu juga. Sampai di Jakarta,
Arumi tak langsung dipulangkan kerumah orangtuanya melainkan dibawa ke hotel.
Sehingga Arumi berusaha menghindar lagi. Arumi memutar otak, dan menemukan cara
untuk melarikan diri. kira-kira pukul 8 (delapan) malam dia menyuruh si pria membeli
sesuatu. Begitu pria itu pergi, Arumi pun kabur.
Seperti adegan dalam sebuah film, Arumi mencari pintu alternatif, terus berjalan
sampai jauh sekali. Setelah itu dia mendatangi KPAI untuk memperoleh perlindungan. Saat
itu Arumi mendatangi KPAI sambil menangis, kemudian pihak KPAI menempatkan Arumi
di tempat yang mereka rahasiakan.
“Arumi sudah kami tempatkan di rumah aman KPAI” tutur hadi. 67
Berbeda dengan apa yang diklarifikasi oleh pihak orang tua dari Arumi Bachsin,
lewat kuasa hukumnya Minola Sebayang, saat ditemui di kantornya di kawasan Kuningan
Jakarta-Selatan. Menurutnya Arumi Bachsin tidak kabur dari rumah, ini hanya bahasa
media, perlu dipahami apabila media itu mengangkat sesuatu tentang sebuah berita, baik itu
media online, media elektronik dan media cetak, mereka harus bisa membuat berita yang
menarik atau suatu tulisan yang menarik untuk disimak oleh para pembaca, oleh para
pemirsa. Oleh karena itu, para pembuat berita harus memberikan headline yang menarik
kepada para pemirsa, sehingga dikatakan bahwa Arumi kabur dari rumah. Padahal
67
Hadi Supeno, Kronologis Kaburnya Arumi Dari Rumah, Artikel diAkses Pada 26 Agustus 2011 dari
www.Detik Hot.com
menurutnya kenyataan yang sebenarnya terjadi adalah Arumi pergi berlibur ke Singapura
dengan orang yang dipercaya keluarga untuk mendampingi Arumi ke Singapura. Setelah
Arumi pulang berlibur dari Singapura pihak keluarga pun mengetahui bahwa Arumi sudah
berada di Jakarta dan sudah berkomunikasi dengan pihak keluarga.
“Arumi itu tidak kabur dari rumah, itu hanya bahasa media. Ya kita perlu
pahamlah dengan bahasa media.” Ucap Minola Sebayang. 68
Menurut Minola, permasalahan Arumi dengan orang tuanya ini menjadi sangat
panjang karena ada seseorang (pemain sinetron) yang disebut-sebut sebagai kekasih dari
Arumi Bachsin, yang tidak terima Arumi pergi berliburan dengan orang lain. Untuk
mencegah supaya tidak terjadi keributan, Arumi menemui kekasihnya tersebut di kawasan
Kemang-Jakarta Selatan. Arumi mencoba berbicara dengan kekasihnya tersebut untuk
memberikan penjelasan supaya tidak terjadi salah pengertian atau salah paham antara
keduanya. Setelah permasalahan antara keduanya selesai (tidak ada salah pengertian), yang
terjadi justru kekasih Arumi itu, tidak berani mengantarkan Arumi untuk pulang ke
rumahnya, karena memang hubungan mereka kurang mendapat restu dari orang tua Arumi.
Masih menurut Minola, kemudian kekasih Arumi tersebut, mencari solusi
bagaimana caranya untuk mengantarkan Arumi pulang kerumahnya, dan akhirnya kekasih
Arumi tersebut menghubungi temannya yang berprofesi sebagai pekerja sosial di LSM
tertentu, untuk diminta kesediannya mengantarkan Arumi pulang ke rumahnya, akan tetapi
pekerja sosial tersebut juga tidak berani untuk mengantarkan Arumi pulang ke rumah orang
tuanya. Dari sinilah mulai terjadi mekanisme atau upaya-upaya bagaimana caranya supaya
mereka berdua tidak dituduh melarikan anak dibawah umur, dan mulailah drama yang
sangat panjang dalam permasalahan Arumi dengan orang tuanya ini. Seolah-olah ada
68
Wawancara Dengan Minola Sebayang , kuasa hukum orang tua Arumi
permusuhan yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya. Kemudian pekerja sosial
tersebut mempertemukan Arumi dengan Ketua KPAI (Hadi Supeno) disalah satu hotel di
kawasan Menteng-Jakarta Pusat. Untuk membicarakan mekanisme ketika mereka
mengantarkan Arumi pulang ke rumah orang tuanya, mereka tidak terkena pasal melarikan
anak dibawah umur. Jadi mulailah, ada suatu rekayasa-rekayasa yang melibatkan Lembaga
KPAI yang ambil bagian dalam peristiwa hukum ini. Dari sinilah permaslahan Arumi dan
orang tuanya mulai ramai dibicarakan baik di media elektronik, media cetak dan sebagainya,
dan dari sini pula “perang dingin” antara KPAI dan orang tua Arumi mulai terjadi.
“Patut diduga, ada satu rekayasa-rekayasa yang melibatkan lembaga yang ada di
Republik Indonesia. Seperti, KPAI.69” Ujar Minola Sebayang saat ditemui di Kantornya di
Kawasan Kuningan- Jakarta Selatan.
Setelah berlarut-larutnya permasalahan ini, orang tua Arumi tidak dapat menahan
kesabarannya terhadap sikap KPAI yang dinilai tidak kooperatif menyelsaikan kasus Arumi
Bachsin. Orang tua Arumi menuding lembaga KPAI terkesan menyembunyikan Arumi dan
tidak ingin menyerahkan Arumi kepada keluarga. Menurut Minola, pernyataan Hadi Supeno
sebagai Ketua KPAI diberbagai media masa seperti menghakimi dan menyudutkan keluarga,
tanpa ada klarifikasi terlebih dahulu. Keluarga orang tua Arumi merasa dicemarkan nama
baiknya. Karena itu didampingi pengacaranya, Minola Sebayang, Rudy akan mengancam
menyomasi KPAI.
“Kami akan memberikan surat teguran kepada KPAI sebagai lembaga Negara
yang memberikan perlindungan kepada anak, tetapi tidak mampuh menangani persoalan ini
secara professional, dan membuat anak justru semakin jauh dari orang tuanya.” Katanya. 70
69
Wawancara Dengan Minola Sebayang, kuasa hukum orang tua Arumi
Pernyataan tersebut dibantah oleh pihak KPAI. Siapa yang tidak kooperatif dalam
permasalahan ini?? Menurut keterangannya pihak KPAI sudah sering melakukan upaya
mediasi dengan pihak dari orang tua Arumi dan kuasa hukumnya. Tapi mediasi ini selalu
menemui jalan buntu, karena ada poin-poin kesepakatan yang tidak disepakati dari pihak
orang tua Arumi sendiri yang selalu menggagalkan upaya mediasi tersebut. Dengan
membawa-bawa infotaiment dalam upaya mediasi dan pihak dari keluarga Arumi selalu
memaksa agar dipertemukan dengan Arumi dan membawa Arumi pulang. Pihak KPAI
memahami keinginan pihak keluarga untuk dapat bertemu dengan Arumi. Tetapi pihak
KPAI juga menghormati kemauan dari Arumi sendiri. Arumi hanya menuliskan surat
pernyataan, bahwa dia belum bisa menghadiri mediasi tersebut, karena dirinya belum siap
untuk bertemu dengan keluarganya. dan Arumi masih butuh waktu untuk itu, dan kami dari
pihak KPAI menghormati dan tidak bisa memaksakan keinginan dari Arumi tersebut.
“Kami dari pihak KPAI selalu melakukan upaya mediasi dengan pihak keluarga
dan kuasa hukum dari orang tua Arumi, tetapi mediasi selalu menemui jalan buntu.” Ucap
Koordinator Pengaduan KPAI. Sander Diki Zulkarnaen. 71
Berbeda dengan apa yang diklarifikasi oleh pihak dari orang tua Arumi, yang
disampaikan oleh kuasa hukumnya. Minola Sebayang. Pihaknya sudah melakukan upaya
negosiasi dengan jalan musyawarah kepada pihak KPAI, akan tetapi pihak KPAI tidak
pernah mempertemukan pihaknya (pihak keluarga) dengan Arumi. Kemudian atas dasar apa
pihak dari keluarga melakukan terciptanya adanya mediasi dengan pihak KPAI?? Menurut
pihak keluarga yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya disini permasalahannya sudah jelas,
tidak ada permasalahan antara Arumi dengan orang tuanya. Jadi kalau tidak ada
70
http://hileud.com/hileudnews?title=Keluarga+Arumi+Bachsin+Akan+Somasi+KPAI&id. Artikel diakses
Pada Kamis 29 September 2011
71
Wawncara dengan pihak KPAI. Bagiaan Koordinator Pengaduan KPAI. Sander Diki Zulkarnaen.
permasalahan yang terjadi antara pihak orang tua dan Arumi, apa yang mendasari pihaknya
untuk mendorong adanya mediasi. Menurutnya, permasalahan Arumi dengan orang tuanya
ini hanya sebuah rekayasa-rekayasa dari pihak-pihak yang ingin mengambil bagian dari
permasalahan ini. Disini banyak tokoh-tokoh anak yang memberikan saran seolah-olah telah
terjadi kekerasan terhadap Arumi, dan Arumi karena sudah terlanjur dibawah kontrol para
tokoh-tokoh anak yang sudah memanfaatkan Arumi, jadi Arumi hanya mengikuti saja apa
yang telah diarahkan tokoh-tokoh anak tersebut, karena Arumi sendiri tidak mengerti
hukum, dan itulah yang membuat permaslahan ini sangat panjang sekali terjadi.
“Buat apa mediasi, disini sudah jelas permaslahannya saja tidak ada.” Ucap
Minola Sebayang. 72
Dalam keterangan pers pihak KPAI yang disampaikan oleh Sekertarisnya,
M.Ihsan. permasalahan Arumi Bachsin saat ini sudah melebar kemana-mana. Masyarakat
sulit membedakan mana yang fakta dan mana yang opini. Menurutnya jika menyimak
kronologis kasus, ada laporan dari kepolisian dan laporan ke pihak KPAI tentang ekplotasi
seksual dan kekerasan. Setelah dilakukan penyidikan oleh kepolisian didapatkan bukti-bukti
yang menguatkan laporan tersebut. Saat ini kepolisian kesulitan menuntaskan kasus tersebut
karena banyak pihak yang tidak mengetahui permasalahan ikut terlibat dalam memberikan
statement di media. yang melupakan ketentuan Undang-Undang yang sudah jelas dan tegas
melindungi anak.
“Kasus Arumi Bachsin sudah menyerempet kemana-mana. Masyarakat sulit
membedakan mana yang fakta dan mana yang opini.” Tutur sekertaris KPAI.73
72
Wawancara dengan Minola Sebayang, kuasa hukum dari orang tua Arumi
M.Ihsan, Kasus Arumi Bachsin Sudah Menyerempet Kemana-mana, Artikel Di Akses Pada Kamis 25
Agustus 2011 Dari. Kpai.go.id
73
Pernyataan sekertaris pihak KPAI tersebut dibantah keras oleh kuasa hukum
orang tua Arumi, Minola Sebayang, saat ditemui dikantornya. Menurutnya, dalam
permasalahan ini tidak ada kekerasan apapun yang dilakukan orang tua Arumi terhadap
Arumi. Fakta yang terjadi adalah laporan dari pihaknya yang saat ini masih diproses oleh
pihak kepolisian dan justru laporan dari Arumi yang di settings sedemikian rupa oleh pihakpihak tertentu, yang dimana telah terjadai kekerasan dan ekploitasi yang dilakukan oleh
orang tuanya terhadap Arumi itu sudah dihentikan penyidikannya oleh pihak Kepolisian
karena tidak cukup bukti. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Surat Ketetapan
Penghentian Penyidikan Perkara dari pihak Kepolisian. Dalam hal ini Polda Metro Jaya
pada tanggal 20 Mei 2011.
“Jika KPAI mengatakan ada kekerasan, maka kami katakan tidak ada kekerasan.
Siapakah yang benar dalam perkara ini, 20 Mei 2011. jelas dari pihak kami.” Tegas Minola
Sebayang. 74
B. Kasus Arumi ditinjau Dari Hukum Positif
Dari sumber-sumber yang telah diuraikan di atas, penulis akan menganalisa kasus
yang terjadi antara Arumi dengan orang tuanya dari segi hukum positif, sehingga penulis
sampai pada suatu titik kesimpulan tentang kasus ini. Sebelum kita masuk pada bagian
analisa tentang permasalahan Arumi dengan orangtuanya, ada baiknya kita memahami
terlebih dahulu tentang peran dan arti hukum itu sendiri dimasyarakat. Setiap hari kita
mempergunakan istilah hukum. Kerap kali kita mempergunakan istilah tersebut tanpa
memberi pengertian dalam arti apa kita mempergunakannya. Dalil-dalil tentang apakah
hukum itu, berubah-ubah sesuai dengan perubahan dan kemajuan zaman. Derham, Maher
dan Waller dalam buku An Introduction to Law Menyitir dalil-dalil tentang hukum dari
74
Wawancara dengan Minola Sebayang, kuasa hukum orang tua Arumi
zaman dulu hingga sekarang. Mulai dari Law is the will of God ekpressed in his commands
revealed to man through his chosen insruments; obedience to God’s will is the superme
command,75 sampai dengan Law is what the courtes devlare to be the law. 76
Tugas hukum tidak dapat dipisahkan dengan masa atau zaman karena setiap
zaman memberi jawaban yang berbeda-beda pada pertanyaan apakah tugas hukum itu. Dari
zaman yang satu ke zaman yang lain dan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lain berhubungan erat dengan cita-cita perbaikan masyarakat dan konstelasi negara dan
zaman pada masyarakat yang bersangkutan. Menurut ajaran Romawi, hukum mempunyai 3
(tiga) tugas yaitu: 1) Menyelenggarakan taraf hidup yang layak bagi para warga negara; 2)
berusaha agar setiap orang menghormati jiwa raga orang lain; 3) berusaha agar setiap orang
menghormati hak orang lain. Dengan berkembangnya masyarakat ke arah moderenisasi
berubah pula fungsi hukum. 77
Sekitar dua abad yang lalu, karena pengaruh-pengaruh ajaran filsuf hukum yang
mendasarkan seluruh teorinya atas gagasan kebebasan, maka arti tugas hukum berubah
menjadi bagaimana dapat mengusahakan agar hak-hak individu dilindungi dan dipelihara.
Hak-hak diartikan sebagai kebebasan untuk menikmati miliknya. Dalam abad ke-20 karena
pengaruh para filsuf sosial tentang hukum, berubah pula perubahan dari segi hak kepada segi
kewajiban. Karena terpengaruh oleh filsuf-filsuf itu, ajaran tentang kebebasan individu
diganti dengan ajaran kepentingan sosial.
Hak merupakan alat untuk memungkinkan warga masyarakat dengan bebas
mengembangkan bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik. Kemudian kesempatan
75
Hukum adalah kemauan Tuhan yang dinyatakan dalam perintah-perintah-Nya yang diungkapkan kepada
manusia melalui alat-alat pilihan-Nya; kepatuhan kepada kemauan Tuhan adalah pimpinan yang tertinggi.
76
Hukum adalah apa yang dinyatakan oleh pengadilan sebagai hukum.
77
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta, Grafitas, 1983) h.76
ini harus diselenggarakan oleh Negara dengan jalan membentuk kaidah-kaidah atau
peraturan-peraturan hukum. Kewajiban tersebut merupakan tugas paling penting bagi
Negara, karena kebebasan perlu dijamin demi kepentingan masyarakat itu sendiri.
Disamping kesempatan tersebut, yang merupakan kewajiban Negara untuk
menyelenggarakannya dengan jalan membentuk kaidah-kaidah hukum, juga harus ada
pengakuan dari masyarakat bahwa kaidah-kaidah itu diperlukan. Dengan kata lain, perlunya
kaidah-kaidah hukum tersebut tidak hanya dirasakan oleh pihak atas (penguasa), tapi juga
harus dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Karena itu agaknya tepat apa yang dikatakan
oleh Roscoe Pound tentang definisi hukum dalam bukunya An Int no ducation to the
Philosophy of law. 78
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum
tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, karena setiap zaman memberikan jawaban yang
berbeda terhadap tugas hukum itu sendiri. Berkaitan dengan kasus Arumi dengan orang
tuanya yang berhubungan dengan peraturan-peraturan hukum, seperti peraturan Undangundang Nomor 23 tahun 2002 dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat aturan hukum ini,
apakah Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 ini telah sesuai dengan budaya masyarakat
Indonesia. Dalam Undang-undang ini berkaitan dengan pasal 74 UU No.23 tahun 2002
dimana Negara telah membentuk lembaga KPAI sebagai pengawal Undang-undang ini,
dimana kewenagan KPAI seolah-olah bisa melebihi kewenangan orang tua terhadap
anaknya sendiri.
78
Hukum adalah Lembaga masyarakat untuk memuaskan keinginan masyarakat-klaim dan tuntutan yag
terlibat dalam eksistensi masyarakat beradab dengan memberikan sebanyak mungkin dengan efek dengan sesedikit
mungkin pengorbanan, sepanjang keinginan itu dapat dipuaskan atau klaim serupa itu mendapat efek dengan
menertibkan tingkah laku manusia melalui masyarakat yang terorganisasi secara politis.
Setelah menyimak kasus Arumi yang telah diuraikan di atas, bagaimana terjadinya
saling bantah antara kedua belah pihak yakni dari pihak KPAI sebagai lembaga yang
mengclaim memberikan perlindungan terhadap Arumi dan dari pihak orang tua Arumi yang
diwakilkan oleh kuasa hukumnya, Minola Sebayang. Pihak KPAI menyatakan dengan tegas
bahwa telah terjadi perjodohan paksa dan kekerasan terhadap Arumi yang dilakukan oleh
orang tuanya sehingga mengakibatkan kaburnya Arumi dari rumah. Namun, pihak keluarga
menganggap permasalahan ini adalah sebuah rekayasa-rekayasa dari pihak KPAI. dan pihak
keluarga yang diwakili kuasa hukumnya menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada
permasalahan yag terjadai antara Arumi dengan orang tuanya.
Dalam permasalahan perjodohan paksa, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
pasal 26 Ayat 1 menjelaskan:
“Orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. orang
tua berkewajiban untuk menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuannya dan
orang tua bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anakanak.”
Pasal ini secara jelas mengamanatkan kepada orang tua berkewajiban untuk
memelihara dan melindungi anak-anaknya serta bertanggung jawab untuk mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Karena anak mempunyai hak untuk tumbuh dan
berkembang, sesuai dengan bakat dan minatnya.
Manusia memang diciptakan untuk berpasang-pasangan antara laki-laki dan
perempuan untuk menjadi suami istri, tetapi banyak orang tua atau wali yang merusaknya
dengan memaksakan kehendak kepada anaknya dengan memberikan jodoh yang mungkin
tidak sesuai dengan keinginan sang anak. Perjodohan memang maksudnya baik, akan tetapi
harus melihat situasi dan kondisi juga. Jika anak kita bisa mencari jodoh sendiri dengan
baik, sebaiknya orangtua memberi dukungan dan arahan saja, tetapi apabila anak kita belum
mendapatkan jodoh, ada baiknya orangtua atau wali membantu mengenalkan dengan lawan
jenis yang mungkin akan disukai oleh anak. Jika anak tidak mau maka jangan dipaksa
karena hanya akan berdampak buruk pada kedua pasangan tersebut.
Secara faktor budaya dalam masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi jika
mendengar istilah “zaman siti nurbaya” istilah ini identik dengan perjodohan. Sebenarnya,
lebih tepatnya anak perempuan yang dipaksa untuk menikah dengan orang tuanya. 79
Perkawinan anak usia dini merupakan permasalahan yang penting untuk diselsaikan. Anak
perempuan di banyak daerah di Indonesia masih banyak dikawinkan secara paksa. Hak
mereka hilang oleh perkawinan berbasis budaya. Faktor ekonomi memang menjadi
penyebab praktek perkawinan anak. Namun, faktor budaya menjadi penyebab utamanya.
Budaya perjodohan anak perempuan di usia SD sampai SMP, masih kuat tertanam di
masyarakat. Seorang perempuan lebih baik menjadi janda dari pada perawan kasep (perawan
tua). Perempuan dinilai sebagai perawan tua, ketika anak perempuan masuk di usia 16
(enam belas) tahun, anak perempuan yang dinikahkan dibawah umur 18 (delapan belas)
tahun mengalami tekanan mental. Karena mereka tidak mau dinikahkan, tapi merasa
bersalah kepada orang tua jika menolak.80
Oleh karena itu, Negara merupakan pemegang kewajiban utama atas terpenuhinya
hak-hak anak. Sedangkan orang tua merupakan pemegang hak dan tanggung jawab utama
dalam pengasuhan anak. Negara dapat menggugurkan hak dan tanggung jawab orang tua
serta mengambil tindakan hukum, administratif, sosial dan pendidikan apabila pengasuhan
orang tua justru merusak kehidupan anak dan bertentangan dengan prinsip universal
79
http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/18/bukan-zaman-siti-nurbaya. Artikel diakses Pada Kamis 10
November 2011
80
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/anak_perempuan
masih_banyak
yang_dipaksa_kawin. Artikel diakses Pada Sabtu 12 November 2011
perlindungan hak anak. Orang tua sebaiknya jangan menjodohkan anak-anaknya dengan
cara memaksa, karena dampaknya tidak baik bagi anak yang dijodohkan baik yang satu
maupun keduanya. Biarlah Tuhan yang menentukan jodoh masing-masing orang di mana
kita hanya sebagai perantara saja.
Dalam permasalahan kekerasan, kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan
yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik
ataupun mental. Dalam kamus bahasa Indonesia kekerasan dimaknai sebagai sifat keras dan
paksaan. 81 Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi kuat (merasa kuat) kepada seseorang atau sejumlah orang yang
berposisi lemah (dipandang lemah/dilemahkan), yang dengan sarana kekuatannya, baik
secara fisik ataupun non fisik dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan
kepada objek kekerasan. Kekerasan terhadap anak dapat diambil pengertian suatu tindakan
wajar yang dilakukan oleh orang yang lebih kuat atau berkuasa kepada anak dengan tujuan
tertentu, baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja.
Secara umum faktor budaya banyak disinyalir menjadi pangkal dari praktik
kekerasan terhadap anak. Misalnya, semacam pandangan tradisional yang menyatakan
bahwa “anak milik orang tua”, yang dengan kata lain anak tak ubahnya harta kepunyaan.
Karena, merasa memiliki lantas para orang tua (tentu saja oknum dalam hal ini) merasa bisa
melakukan tindakan apapun terhadap miliknya tersebut, sebagaimana dia juga (orang tua)
bisa bersikap ataupun bertindak apa saja sekehendaknya terhadap benda-benda miliknya
pada umumnya: menelantarkan, merusak, atau malah melenyapkannya sama sekali. Banyak
81
hlm. 745.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, (Jakarta, Balai Pustaka, 1990)
anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami stress, shock
berat, trauma, cacat permanen, atau bahkan meregang nyawa.
Selain pandangan tradisional, budaya kekerasan (violence) yang berkembang pada
masyarakat juga berpengaruh besar. Praktik, teladan atau prilaku kekerasan yag
dipertontonkan oleh media cetak atau elektronik (berita-berita kriminal, cerita atau film yang
menonjolkan kekerasan), jelas ikut berkontribusi dalam “mengarahkan” tindakan para orang
tua untuk melakukan hal yang sama (kekerasan). Kekerasan menjadi sesuatu yang terus
“menggejala”, maka walhasil menjadi semacam kultur sehingga secara bawah-sadar sedikit
demi sedikit, lama kelamaan, masyarakat menganggapnya sebagai kelumrahan atau
kewajaran yang tak perlu dipermasalahkan. Kekerasan yang terjadi atas nama apapun dan
demi alasan apapun, kekerasan terhadap anak tidak seiogyanya terjadi, dan atas nama hukum
pelakunya harus diberi sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku.
Dalam kaitannya kekerasan terhadap kasus Arumi, menurut sumber dari pihak
KPAI telah terjadi kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi, dimana telah ada
laporan dari Arumi kepada pihak kepolisian, bahwa Arumi telah mengalami kekerasan
dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tuanya. Kemudian pihak kepolisian melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan Arumi tersebut.
Pihak dari keluarga menduga bahwa ada realita lain dibalik laporan Arumi
tersebut. Kemudian pihak dari orang tua Arumi lewat kuasa hukumnya merespon laporan
tersebut dengan
melaporkan balik pihak ketua KPAI kepada pihak kepolisian dengan
tuduhan pelarian anak dibawah umur dan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Untuk
selanjutnya pihak kepolisian melakukakan penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan
tersebut.
Setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus
ini, memeriksa bukti-bukti yang ada, saksi-saksi yang ada termasuk pihak yang terlibat
didalam permasalahan ini. Dalam perkembangan kasus antara Arumi dan orang tuanya tidak
ditemukan unsur kekerasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap Arumi, seperti
yang dituduhkan oleh pihak KPAI dan itu dibuktikan oleh pihak Kepolisian dalam hal ini
Polda Metro Jaya. Dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara pada 20
Mei 2011 karena tidak cukup bukti. 82
Permasalahan lain yang terjadi dalam kasus Arumi dengan orangtuanya adalah
“perang dingin” yang terjadi antara pihak KPAI dengan pihak orangtua Arumi. Dimana
KPAI sebagai lembaga perlindungan anak Indonesia merasa berhak untuk terlibat dalam
kasus ini, karena menyangkut permasalahan anak-anak. Sebaliknya pihak dari orang tua
Arumi, menuduh KPAI telah melakukan rekayasa-rekayasa terhadap Arumi dan tidak ada
itikad baik untuk mengembalikan Arumi kepada pihak orang tuanya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk berdasarkan amanat UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut
disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditanda tangani
oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian
sesuai dengan ketentuan Pasal 75 dari Undang-Undang tersebut, Presiden menerbitkan
KEPPRES Nomor 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan
waktu sekitar 8 (delapan) bulan untuk memilih dan mengangkat anggota KPAI seperti yang
diatur dalam peraturan Perundang-undangan tersebut.83 KPAI adalah lembaga Negara yang
dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak
82
83
Kepolisian Polda Metro Jaya, Surat Penghentian Penyidikan Perkara, 20 Mei 2011
(KPAI) Lembaga Negara Independen Untuk Perlindungan Anak. (Jakarta 2006) hlm.1
di Indonesia. Lembaga ini bersifat Independen, tidak boleh dipengaruhi oleh siapa dan
darimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu “Demi kepentingan terbaik bagi
anak”.
Dalam kacamata hukum, pihak KPAI yang memberikan perlindungan terhadap
Arumi memang dibenarkan. Karena, ada laporan dari Arumi kepada pihak kepolisian, bahwa
Arumi perlu mendapatkan perlindungan karena telah terjadi kekerasan yang di alami oleh
Arumi. Karena tugas dari lembaga ini adalah memberikan perlindungan terhadap anak
sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Namun, apakah ini yang
menjadai “payung hukum” pihak KPAI untuk memberikan perlindungan yang berlebihan84
terhadap Arumi karena begitu sulitnya pihak dari orang tua untuk bertemu dengan Arumi
selama Arumi berada dalam perlindungan KPAI. KPAI melakukan suatu tindakan yang
dianggap tepat untuk melindungi psikologi jiwa dan fisik anak bahkan tanpa seizin
orangtuanya. Seolah-olah indepedensi dan kinerja KPAI sebagai pengawal dan pengawas
UU No. 23 tahun 2002 melampaui kewenangan dan hak orangtua terhadap anak.
Pihak KPAI mengclaim bahwa sebagai seorang yang masih anak-anak, Arumi
harus dilindungi karena telah terjadi tindakan ekploitasi seksual dan kekerasan yang
dilakukan oleh orang tuanya, sehingga atas dasar itulah pihak KPAI merasa untuk ikut
terlibat dalam permasalahan ini. Dalam keterangan pihak KPAI, pihaknya telah memberikan
perlindungan terhadap Arumi dengan menempatkan Arumi di rumah aman milik KPAI
dengan menghadirkan para tenaga ahli seperti, psikolog dan kerohanian untuk memberikan
arahan-arahan dan nasehat-nasehat kepada Arumi selama Arumi berada dalam perlindungan
KPAI, akan tetapi menjadi sangat mengherankan apabila para ahli yang telah dihadirkan
84
Selama 7 (tujuh) bulan Arumi berada dalam perlindungan KPAI, dan selama itu pula pihak orang tua
Arumi tidak bisa bertemu dengan Arumi. Lihat hasil wawncara penulis dengan kuasa hukum orang tua Arumi. hlm.2
oleh pihak KPAI tersebut, justru tidak bisa memberikan dampak positif terhadap
perkembangan kasus ini, bukankah seharusnya kehadiran para ahli tersebut dapat membuka
cara pikir Arumi untuk segera bertemu dengan orang tuanya. Kemudian yang terjadi justru
pihak KPAI seolah-olah “memiliki” Arumi dengan menahan pihak orang tua Arumi untuk
bertemu dengan Arumi, padahal yang ingin bertemu disini adalah orang tua kandung dari
Arumi sendiri.
Dalam hal ini peran pihak KPAI telah melampaui kewenangan orang tua Arumi.
Dalam kitab Undang-undang hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) pasal 298 telah jelas
dijelaskan kekuasaan orang tua terhadap anaknya mulai berlaku sejak lahirnya anak dan
berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin.85 Karena, pada umumnya seorang
anak yang masih dibawah umur tidak cakap untuk bertindak sendiri. Berhubung dengan itu,
ia harus diwakili oleh orang tua. Oleh karena itu, kewenangan KPAI yang seolah-olah
menjadi “wali yang sah” terhadap Arumi, dengan dalil-dalil untuk melindungi Arumi dari
kekerasan orang tuanya, sangat bertentangan dengan kekuasaan orang tua terhadap anak.
Pihak KPAI seharusnya menyadari bahwa hubungan seorang ibu dengan anak sudah terjadi
semenjak anak berada dalam kandungan ibunya dan solusi dari masalah Arumi adalah
dengan jalan mengembalikan fungsi keluarga terutama ibu dalam posisinya.
Dalam pernyataan pihak KPAI mengatakan pihak KPAI selalu menawarkan upaya
mediasi86 untuk pihak dari orang tua Arumi, untuk mempertemukan pihak orang tua dengan
85
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta, Intermasa, 2003) hlm. 50
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak
ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai nasihat. Pengertian mediasi yang diberikan kamus besar
bahasa Indonesia mengadung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelsaian perselisihan atas
sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelsaian sengketa adalah
pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa, Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelsaian sengketa
tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan. Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,
86
Arumi. Akan tetapi, upaya mediasi tersebut selalu menemui jalan buntu karena ada poinpoin kesepakatan yang tidak dipenuhi oleh pihak orang tua Arumi. Namun, pernyataan pihak
KPAI tersebut dibantah oleh kuasa hukum dari pihak orang tua Arumi. Menurut Minola,
pihak keluarga sudah melakukan jalan negosiasi87 dengan pihak KPAI untuk menemukan
jalan terbaik tentang permaslahan Arumi. Akan tetapi, menurut pihaknya, pihak KPAI tidak
pernah mempertemukan Arumi dengan orangtua. Karena menurut pihak dari keluarga tidak
ada permasalahan yang terjadi antara orang tua dan Arumi.
Dari analisa penulis yang telah diuraikan di atas, terlepas dari siapa yang benar
dan siapa yang salah dalam permasalahan ini. Apabila dalam suatu perkara yang berkaitan
dengan hukum, maka bukti dan fakta-fakta mengenai permasalahan itu jelas harus
dibuktikan. Untuk selanjutnya dilakukan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh
pihak kepolisian. dan setelah membaca dan menelaah bukti-bukti dari permaslahan yang
terjadi antara Arumi dan orang tuanya yang melibatkan KPAI. Maka penulis telah berada
pada suatu titik kesimpulan tentang permasalahan ini, tanpa mengurangi rasa hormat penulis
terhadap pihak KPAI selaku pihak yang mengclaim telah memberikan perlindungan
terhadap Arumi. Bahwasanya menurut penulis yang benar dalam permasalahan ini adalah
dari pihak orang tua arumi lewat bukti tertulis dikeluarkannya SP3K (Surat Penghentian
Penyidikan Perkara) dari pihak Kepolisisn dalam hal ini Polda Metro Jaya pada tanggal 20
Mei 2011 dan Testimony Arumi88 pada tanggal 16 Juni 2011 bahwa tidak pernah ada
perjodohan dan kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988) hlm.569. lihat juga, Syahrizal Abbas, Mediasi, (Jakarta, Kencana,
2011) h. 1
87
Negosiasi adalah, salah satu strategi penyelsaian sengketa, dimana para pihak setuju untuk menyelsaikan
persoalan mereka melalui proses musyawarah atau perundingan. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena
para pihak atau para wakilnya berinisiatif sendiri menyelsaikan sengketa mereka. “Ibid” h. 9
88
Karena testimony Arumi tidak untuk dipublikasikan kepada umum. Maka testimony tersebut tidak
penulis lampirkan dalam penelitian skripsi ini.
Dalam hal menangani permasalahan anak-anak di Indonesia sependapat dengan
apa yang dikatakan Minola Sebayang, bahwa tokoh-tokoh anak harus lebih bijak menyikapi
permaslahan anak. Jangan sampai permasalahan anak hanya menitik beratkan kepada
perlindungan dan hak-hak anak semata, tetapi tidak pernah berbicara kewajiban anak
terhadap orang tua. Jadi, dengan kondisi seperti itu, anak-anak akan menjadi rawan, apabila
ada anak-anak yang berbeda pendapat dengan orang tuanya, ia akan melakukan
pemberontakan terhadap orang tuanya, dan ini tugas dari KPAI sebagai lembaga Negara
yang menangani permasalahan anak di Indonesia dan juga menjadi tugas kita bersama
sebagai masyarakat, keluarga, orang tua untuk lebih mensosialisasikan tentang kewajiban
anak terhadap orang tua agar terjadi keseimbangan dan terciptanya keharmonisan hubungan
antara orang tua dan anak.
C. Kasus Arumi Bachsin Ditinjau Dari Hukum Islam
Peran Agama sangat di perlukan dalam menangani perlindungan anak di
Indonesia, anak menjadi salah satu kepedulian dalam agama. Selanjutnya orang tua
memberikan peranan yang signifikan dalam perkembangan anak, pengaruh yang sangat
besar tersebut adalah pada aspek psikis atau emosi. Aspek emosi anak dapat berkembang
normal jika anak mendapat arahan, bimbingan dan didikan orang tuanya sehingga jiwa dan
kepribadian anak nantinya mampuh
berinteraksi dengan masyarakat sesuai dengan apa yang telah menjadi tuntunan agama (AlQur’an dan Sunnah).89
Remaja adalah anak yang berada pada usia bukan anak-anak, tetapi juga belum
dewasa. Periode remaja itu belum ada kata sepakat mengenai kapan dimulai dan
89
Bahwa pendidikan agama ternyata erat kaitannya dalam aspek lain dalam pendidikan keluarga.
Pendidikan agama bisa dijadikan fundamen atau dasar mental bagi anak dan menjadi bagian dari cara berfikir serta
cara bersikap terhadap semua aspek kehidupan yang akan dihadapi anak kelak.
berakhirnya. Ada yang berpendapat bahwa usia remaja itu antara 13-21 tahun, ada juga yang
mengatakan antara 13-19 tahun. Telah diketahui bersama bahwa anak adalah asset terbesar
bagi orang tua, anak adalah amanah Allah SWT yang perlu di didik. Oleh karena itu agama
harus ditanamkan pada diri mereka. Dalam mengajarkan agama pada remaja diperlukan
berbagai metode. Adapun metode yang digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain: 90 Metode Keteladanan Ketauladanan
dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dalam aspek moral spiritual anak
dalam remaja mengingat pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak. Metode
Demonstrasi. Metode demonstrasi adalah cara mengajar dengan menggunakan peragaan
atau memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses tertentu kepada yang diajar.
Metode ini dapat digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja, misalnya
mendemonstrasikan langsung seperti: praktek shalat. Metode Pemberian Tugas. Termasuk
metode pengajaran agama pada remaja yang cukup berhasil dalam membentuk aqidah anak
(remaja) dan mempersiapkannya baik secara moral, maupun emosional adalah pendidikan
anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat.
Islam telah memberikan petunjuk kepada orang tua untuk mendidik anak-anaknya
sesuai dengan apa yang telah digariskan Islam. Dalam permasalahan yang terjadi antara
Arumi Bachsin dan orang tuanya, yang menurut pihak KPAI, disebabkan karena berbagai
faktor yakni karena faktor perjodohan paksa dan kekerasan yang dilakukan orang tua Arumi
terhadap Arumi. Islam telah mempunyai landasan-landasan hukum yang bisa menjadi solusi
dalam permasalahan tersebut.
90
http://www.masbied.com/2011/01/22/metode-pengajaran-agama-pada-balita-anak-anak-dan-remaja.
Artikel Diakses Pada Kamis 10 November 2011
Dalam permasalahan perjodohan. Perjodohan paksa merupakan bentuk kekerasan
terhadap anak, karena efeknya dapat lebih parah dari kekerasan fisik. Walaupun terkadang,
perkawinan paksa berakhir dengan kebahagiaan dalam rumah tangga, tetapi tidak sedikit
yang berakibat kepada ketidak harmonisan bahkan sampai perceraian, itu semua akibat
ikatan perkawinan yang tidak dilandasi dengan cinta kasih dan sayang, namun berangkat
dari keterpaksaan semata.
Sebenarnya sudah menjadi polemik klasik dalam khazanah Islam. Para ahli fiqh
berbeda menyikapinya. Seperti, Imam Syafi’i, Maliki,dan Hambali, 91 mereka menetapkan
hak ijbar berdasarkan hadits Nabi SAW:
: َ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲُ ﺻَﻞَ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠّﻢ‬:َ‫ﻋَﻦْ اَﺑِﻰ ھُﺮَﯾْﺮَ اةَ رَﺿِﻰَ اﷲُ ﻋَﻨْﮫُ ﻗَﺎل‬
‫ ﯾَﺎ رَﺳُﻮْلَ اﷲِ وَﻛَﯿْﻒ أِ ذْ ﻧُﮭَﺎ‬:‫ﻻَ ﺗُﻨْﻜَﺢُ اْﻟَﺎﯾّﻢُ ﺣَﺘّﻰ ﺗُﺴْﺘَﺎْ ﻣَﺮَ وَﻟَﺎ ﺗُﻨْﻜَﺢُ اﻟْﺒِﻜْﺮُ ﺣَﺘّﻰ ﺗُﺴْﺘَﺎْ ذَ نُ ﻗَﺎ ﻟُﻮْا‬
(‫ اَنْ ﺗَﺴْﻜُﺖَ )رواه اﻟﺒﺤﺎ رى و ﻣﺴﻠﻢ‬:َ‫ﻗَﺎل‬
Artinya: “Dari Abu Huraerah RA. Berkata Rasulullah SAW: Janda, tidak boleh dinikahi
sampai diminta persetujuannya. Anak perawan tidak boleh dinikahi sampai
diminta izinnya. Mereka bertanya; “bagaimana izinnya? Jawab rasul; anak
gadis itu diam” (HR. Bukhari-Muslim).
Kelompok ini memandang yang harus diminta izin adalah janda, bukan gadis.
Karena hadits ini membedakan antara janda dan gadis. Berdasarkan sebuah hadits riwayat
Muslim bahwa janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri daripada walinya (ahaqqu
binafsiha min waliyyiha). Dengan demikian, ia harus diminta persetujuan. Imam Syafi’i
menilai meminta persetujuan seorang gadis bukan perintah wajib (amru ikhtiyarin la
91
Syafi’I, Maliki, dan Hambali berpendapat: jika wanita yang telah baligh dan berakal sehat itu masih
gadis, maka hak mengawinkan dirinya ada pada wali, akan tetapi jika ia janda, maka hak itu ada pada keduanya;
wali tidak boleh mengawinkan wanita janda itu tanpa persetujuannya. Sebaliknya wanita itu pun tidak boleh
mengawinkan dirinya tanpa restu wali. Namun, pengucapan akad adalah hak wali. Akad yang diucapkan oleh wanita
tersebut tidak berlaku sama sekali, walaupun akad itu sendiri memerlukan persetujuannya. Muhammad Jawad
Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta, Lentera,2007)hlm. 345. Lihat Juga, Zurinal, Aminuddin, Fiqih Ibadah,
(Jakarta, CV.Sejahtera, 2008)hlm.231. Lihat Juga Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bary Syarh Shahih Al-Bukhari,
(Beirut, Daarl Fikr, t,t, Juz 9,) hlm.191
fardalin). Karena dalam hadits ini janda dan gadis dibedakan. Sehingga pernikahan gadis
yang dipaksakan tanpa izinnya sah-sah saja. Sebab jika sang ayah tidak dapat menikahkan
tanpa izin si gadis, maka seakan-akan gadis tidak ada bedanya dengan janda. Padahal jelas
sekali hadits ini membedakan janda dan gadis. Janda harus menegaskan secara jelas dalam
memberikan izin. Sementara seorang gadis cukup dengan diam saja. Oleh karena itu janda,
janda tidak sama dengan gadis.
Seorang ayah dipersonifikasikan sebagai sosok yang begitu peduli pada
kebahagiaan anak gadisnya. Karena sang gadis belum berpengalaman hidup berumah
tangga, disamping biasanya ia pun malu untuk mencari pasangan sendiri, para ulama
mencoba memberi sarana bagi ayah untuk membantu buah hatinya itu. Oleh karenanya
kalangan Syafi’iyah membuat rambu-rambu berlapis bagi kebolehan hak ijbar. Antara lain,
pertama, tidak ada kebencian yang nyata antara anak dan ayah. Ijbar harus dilakukan dengan
dasar pemberian wawasan, pilihan-pilihan, kemungkinan-kemungkinan, dan alternatif yang
lebih baik bagi anak. kedua, ayah harus menikahkan gadis dengan lelaki yang serasi (kufu’).
Ketiga, calon suami harus mampuh memberi mas kawin sepantasnya (mahar mitsl).
Keempat,harus tidak ada kebencian dzahir batin antara calon isteri dengan calon suami.
Kelima, si gadis tidak dikhawatirkan dengan orang yang akan membuatnya sengsara setelah
berumah tangga.
Di sisi lain kalangan Hanafiyah lebih memilih tidak mengakui hak ijbar. Mereka
menggunakan pijakan argumentasi hadits yang juga digunakan kelompok pembela ijbar.
Menurut mereka lafadz tusta’dzanu mengandung arti bahwa izin merupakan keharusan dari
anak perawan yang hendak dinikahkan. Oleh sebab itu, pernikahan yang dilakukan tanpa
kerelaan si gadis, menurut pandangan Mazhab Hanafi hukumnya tidak sah. 92
Dalam pandangan Imam Syafi’i sesungguhnya hak ijbar memang berada pada
kekuasaan orang tua. Akan tetapi Imam Syafi’i mempunyai rambu-rambu yang berlapis bagi
kebolehan hak ijbar tersebut. Tidak boleh orang tua menggunakan hak ijbar tersebut karena
suatu keinginan orang tua semata tanpa mempertimbangkan perasaan si anak. Diantaranya,
tidak ada kebencian antara anak dan orang tua, dan tidak ada kebencian dzahir dan bathin
antara calon suami dan calon isteri.
Dalam pandangan Islam, suami yang terpuji ialah suami yang memiliki sifat-sifat
kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang kehidupan dengan
benar, melangkah pada jalan yang lurus, ia bukan hanya saja memiliki kekayaan, atau orang
yang memilki kedudukan tinggi, dengan tanpa memberi pertolongan dengan memberikan
anugerah dan unsur yang baik.
Dari pandangan para ulama fiqh yang telah diuraikan di atas, bahwa terdapat
perbedaan pandangan antara Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi dalam menetukan
kewenangan hak ijbar. Pandangan Hanafiyah lebih tidak mengakui hak ijbar. Karena
berlandaskan pada izin seorang gadis tetap harus menjadi kewajiban mutlak. dan kalau
memang konsisten dengan ketentuan fiqh, bisa dipastikan hampir tidak ada pemaksaan bagi
anak perempuan untuk menikah.
92
Hanafi mengatakan bahwa wanita yang telah baligh dan berakal sehat boleh memilih sendiri suaminya
dan boleh pula melakukan akad nikah sendiri, baik dia perawan maupun janda. Tidak ada seorang pun yang
mempunyai wewenang atas dirinya atau menentang pilihannya, dengan syarat, orang yang dipilihnya itu se-kufu
(sepadan) dengannya dan maharnya tidak kurang dari dengan mahar mitsil. Tetapi bila dia memilih seorang laki-laki
yang tidak se-kufu dengannya, maka walinya boleh menentangnya, dan meminta kepada qadhi untuk membatalkan
akad nikahnya. Kalau wanita tersebut kawin dengan laki-laki lain dengan mahar kurang dari mahar mitsil, qadhi
boleh diminta membatalkan akadnya bila mahar mitsil tersebut tidak dipenuhi oleh suaminya. Muhammad Jawad
Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta, Lentera, 2007) hlm.345. lihat Juga Zurinal Z, Aminuddin, Fiqih Ibadah,
(Jakarta, Cv. Sejahtera, 2008) hlm.231.
Dalam hal ini Islam telah memberikan solusi bagi orang tua yang hendak
menjodohkan paksa anak gadisnya. Islam mempunyai aturan-aturan yang jelas dalam
melakukan perjodohan paksa. Bahwa kerelaan si anak tetap menjadi prioritas utama dalam
melakukan perjodohan tersebut. Semoga pandangan para ulama fiqh di atas, menjadi pijakan
untuk para orang tua dalam mengambil sikap untuk menentukan kehidupan anaknya di masa
yang akan datang.
Dalam permasalahan lain antara Arumi Bachsin dengan orang tuanya, yang
menurut sumber KPAI terdapat unsur-unsur kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap
Arumi. Meskipun dalam perkembangan kasus ini tidak terbukti telah terjadi kekerasan
terhadap Arumi. Untuk memberikan penjelasan terhadap kekerasan pada anak, maka Islam
telah memberikan solusi terhadap orang tua agar tidak melakukan kekerasan terhadap anak.
Setiap orang di dunia ini, tidak menginginkan menjadi korban kekerasan dalam
bentuk apapun dan karena alasan apapun. Tetapi realitas sosial yang penuh dengan ragam
kepentingan terkadang, dengan kesadaran atau tanpa kesadaran, memaksa orang untuk
berbuat timpang dan menindas orang lain. Kekerasan-kekerasan pun terjadi dan masih akan
terus terjadi selama konflik kepentingan itu masih ada dalam kehidupan ini. Semangat untuk
mencari dan mewujudkan keadilan,menjadi penting untuk terus digulirkan dalam rangka
menghapuskan ketimpangan kehidupan, menghentikan kekerasan dan memberikan
perlindungan kepada korban. 93
Islam adalah agama yang menentang praktik kekerasan. Kekerasan dalam bentuk
apapun dan terhadap siapa pun, terlebih kepada anak dalam ranah interaksi sosial
masyarakat, institusi pendidkan, maupun dalam ruang lingkup keluarga sehari-hari.
93
http://kamiliamilestones.blogspot.com/2010/01/pandangan-islam-terhadap-kekerasan.html.
diakses Pada Kamis 27 Oktober 2011
Artikel
Perlakuan kasar dan semena-mena merupakan perbuatan fasid dalam Islam. Apalagi
tindakan fasid (perusakan) tersebut dilakukan terhadap anak yang notabene adalah generasi
penerus bangsa. Tindakan perusakan tersebut bisa berupa pembunuhan, penganiayaan dan
perbuatan keji lainnya yang secara jelas diharamkan oleh Allah SWT.94
Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun termasuk dalam
kehidupan rumah tangga. Kekerasan terhadap anak dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu
kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan karena diabaikan dan kekerasan emosi.
Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan terdapat cidera yang
terlihat pada bagian anggota tubuh pada anak akibat adanya kekerasan itu. Kekerasan ini
dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak. kekerasan seksual adalah apabila anak
diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau aktivitas yang bersifat
seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan
mengekploitasi seks dimana seorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.
Kekerasan karena diabaikan menurut Akta Perlindungan Anak sebagai kegagalan ibu bapak
untuk memenuhi keperluan utama anak seperti pemberian makan, pakaian, kediaman,
perawatan, bimbingan atau penjagaan anak dari gangguan penjahat atau bahaya moral dan
tidak melindungi mereka dari bahaya sehingga mereka terpaksa menjaga diri mereka sendiri
dan mengemis. Kekerasan emosi adalah sekiranya terdapat gangguan yang keterlaluan yang
terlihat pada fungsi mental atau tingkah laku termasuk keresahan, murung, menyendiri,
tingkah laku agresif atau mal development.95
Dalam Islam kekerasan tidak dibenarkan sejauh tidak sesuai dengan ketentuan
atau melebihi batas. Kekerasan hanya digunakan sebagai langkah terakhir, dan digunakan
94
95
Al-Qasas, (28:77). Lihat Juga Al-An’am (6:151)
LKTI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya dengan tujuan mendidik dan kasih sayang, yang di maksud mendidik disini seperti,
mendidik anak untuk belajar mengerjakan sholat bukan dengan tujuan menghukum tanpa
landasan yang jelas.
Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda:
‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲِ ﺻَﻠَﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠّﻢَ ﻣُﺮُوا‬:َ‫ﻋَﻦْ ﻋَﻤْﺮُو ﺑْﻦِ ﺷُﻌَﯿْﺐٍ ﻋَﻦْ اَﺑِﯿٍﮫِ ﻋَﻦْ ﺟَﺪّهِ ﻗَﺎل‬
‫اَوْﻻَدَﻛُﻢْ ﺑِﺎاﻟﺼّﻠَﺎةِ وَھُﻢْ اَﺑْﻨَﺎءُ ﺳَﺒْﻊٍ ﺳِﻨِﯿْﻨَﻰ وَا ﺿْﺮِﺑُﻮ ھُﻢْ ﻋَﻠَﯿْﮭَﺎ وَھُﻢْ اَﺑْﻨَﺎءُ ﻋَﺸْﺮٍ وَﻓَﺮِﻗّﻮا ﺑَ ْﯿﻨَﮭُﻢْ ﻓِﻰ‬
(‫اﻟْﻤَﻀَﺎ ﺟِﻊِ )رواه اﺑﻮ دواد واﻟﺤﻜﻢ‬
Artinya: “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat saat mereka berusia
tujuh tahun, dan pukullah mereka, bila tidak mau shalat saat mereka berusia
sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (saat mereka berusia
sepuluh).” (HR Abu Daud dan Hakim)96
Hadis tersebut menjelaskan bahwa orang tua diwajibkan memerintahkan shalat
tatkala anak berusia tujuh tahun, dan memukulnya jika sampai usia sepuluh tahun. Sehingga
pengenalan shalat serta sejumlah kewajiban-kewajiban lain agama sudah harus dimulai pada
anak sejak berusia dini, pada usia 7 (tujuh) tahun dan ketika pada usia 10 (sepuluh) tahun
sang anak masih belum mau melaksanakan kewajiban tersebut, atau melanggar maka orang
tua diperbolehkan-bahkan- menjadi keharusan- untuk memukul sang anak sebagai hukuman.
Hadis ini sangat menarik jika direnungkan hikmahnya, karena menunjukan
keluhuran agama Islam. Pertama, batas kebolehan melakukan kekerasan terhadap anak
adalah jika anak sudah berusia 10 (sepuluh) tahun. Jadi jika belum 10 tahun untuk alasan
apapun, kekerasan terhadap anak tidak dibolehkan sama sekali. Kedua, hanya dimungkinkan
jika alasannya adalah karena menyangkut hal yag prinsip,yakni “meninggalkan shalat” yang
notabene adalah tiang agama dan bukti loyalitas keagamaan.
96
Ali Yusuf As-Subky, Membangun Surga Dalam Keluarga, (Jakarta, Senayan Abadi Publishing, 2005)
Cet Ke-1 hlm.286
Meski si anak sudah 10 tahun dan pelanggarannya bukan menyangkut masalah
prinsip keagamaan (baca: shalat), tindak kekerasan tetap tidak ditoleransi. Ketiga, kekerasan
hanya dimungkinkan hanya pada bagian tubuh anak yang tidak vital (misalnya:bokong).
Jadi, kalau sampai memukul pada bagian yang vital, misalnya kepala, perut, telinga, hidung,
dan sejenisnya jelas sekali terlarang dalam Islam.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 11097 dijelaskan, bahwa wali
berkewajiban memberikan bimbingan agama untuk masa depan orang yang berada dibawah
perwaliannya. Dalam penjelasan ini, Islam membuktikan bahwa sedari kecil anak harus di
biasakan untuk diperintahkan mengerjakan shalat lima waktu. Agar setelah si anak tumbuh
menjadi seorang anak yang dewasa, ia sudah terbiasa untuk menjalankan apa yang
diperintahkan Tuhan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang Tuhan-Nya.
Orang tua seharusnya menghindari segala macam bentuk kekerasan dalam
mendidik anak. Islam telah memberikan solusi terbaik bagi orang tua dalam mendidik anakanaknya. Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar sedari usia dini anak-anak diajak
untuk mengenal Tuhan-Nya. Dengan cara orang tua memerintahakan anaknya untuk
mengerjakan shalat pada usia dini.
Orang tua seharusnya tidak mengabaikan aspek psikologis dalam mengasuh anak.
Anak memerlukan perhatian dan kasih sayang. Meskipun belum bisa berpikir logis, anak
tetap memerlukan kasih sayang dan cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa
dibarengi dengan perhatian dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak
ada ikatan emosi antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap apa yang
dirasakan oleh orang tuanya.
97
Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 110
D. Relevansi Hukum Islam Terhadap Undang-undang Perlindungan Anak
Lahirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
disahkan oleh Pemerintah pada Tanggal 22 Oktober 2002 silam, hingga kini masih banyak
menuai pro dan kontra khususnya dikalangan ummat Islam. Undang-undang Perlindungan
Anak adalah Implementasi dari keikutsertaan Indonesia dalam menandatangani Ratifikasi
Konvensi Hak Anak (KHA) yang digelar Dewan Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
Pada Tanggal 20 November 1989.
hingga kini masih banyak menuai pro dan kontra
khususnya dikalangan umat Islam. Banyak yang beranggapan bahwa beberapa Pasal dalam
Undang-undang tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan hukum Islam. 98
Dijumpai pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 yang belum
menemukan titik temu dengan hukum Islam diantaranya:
1.
Pasal 1 Undang-undang Perlindungan anak disebutkan:
“Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak
yang masih dalam kandungan”
Pasal ini erat kaitannya dengan pasal UUPA lainnya. Misalnya dengan pasal 26 ayat
1c yang berbunyi: “orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak-anak”. Artinya, orang tua berhak melarang anak
yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) untuk menikah. Jadi penetapan anak
sebagai anak yang berumur 18 tahun sangat terkait dengan larangan usia perkawinan
dini. Dengan alasan menjaga kesehatan reproduksi remaja dan pernikahan dini dapat
membahayakan fisik dan kejiwaan anak-anak. Sebuah asumsi yang masih layak
diperdebatkan.
98
http://qathrunnadacom.multiply.com/journal/item/9. Artikel DiaksesPada hari Rabu, 2 November 2011.
Padahal, pelarangan menikah pada usia anak seperti didefinisikan UUPA, sejatinya
justru mengebiri hak anak itu sendiri. Sebab, itu berarti tertutup peluang bagi mereka
yang berusia kurang dari 18 tahun untuk menikah, walau anak sudah matang dan siap
secara ekonomi, biologis dan pola pikir. Dalam hal ini telah terjadi pelanggaran atas
hak seksual anak.
Dalam agama Islam definisi anak sangat jelas batasannya. Yakni manusia yang
belum mencapai akil baligh (dewasa). Laki-laki disebut dewasa ditandai dengan
mimpi basah, sedangkan perempuan dengan menstruasi. Jika tanda-tanda puber
tersebut sudah tampak, berapapun usianya maka ia tidak bisa lagi dikategorikan “anakanak” yang bebas dari pembebanan kewajiban. Justru sejak itulah anak-anak memulai
kehidupannya sebagai pribadi yang memilkul tanggung jawab. Termasuk ketika ia
telah matang dan memilih untuk menyalurkan kebutuhan bilogisnya dengan
pernikahan, maka tidak boleh dilarang.
2. Pasal 3 dan 4 UU N0 23 tahun 2002 mengatur tentang hak-hak memerlukan penjelasan
lanjut mengenai batasan definisi kekerasan. Dikhawatirkan orangtua anak yang
melakukan upaya edukasi melalui suatu tindakan fisik (mencubit, menjewer, memukul
ringan) ke tubuh sang anak dan anggapan ancaman psikologi akan terjerat hukum.
Padahal kita memahami bahwa seorang anak sebelum baligh umumnya
tak bisa
membedakan suatu kebaikan dan keburukan. Misalnya, dalam ajaran Islam seorang
anak pada usia 10 tahun tak mau melakukan shalat lima waktu, maka orangtuanya
diperbolehkan memukul untuk mendidik dan mendisiplinkan diri.
Titik Temu Islam dengan Regulasi Perlindungan Anak
Dijumpai 3 prinsip dasar, yaitu: non-discrimination (non diskriminasi); right of
survival, develop and participation (hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan), dan recognition for free expression (penghargaan terhadap pendapat
anak). 99
1. Non-Discrimination
Non-diskriminasi adalah penyelenggaraan perlindungan anak yang bebas dari bentuk
apapun tanpa memandang etnis, agama, keyakinan politik, dan pendapat-pendapat lain,
kebangsaan, jenis kelamin, ekonomi (kekayaan, ketidak mampuan), keluarga, bahasa
dan kelahiran serta kedudukan dari anak dalam status keluarga. Dalam pasal 13 dan 77
UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditegaskan bahwa perlindungan
anak dari diskriminasi adalah hak yang dilindungi hukum dan bagi yang melanggar hak
tersebut dipidana, khususnya dalam bidang pengasuhan anak. Apa yang telah
dirumuskan di atas tentang non-diskriminasi ditemukan pula dalam ajaran Islam. Dalam
Al-Qur’an terdapat larangan tindakan diskriminatif pada anak. Seperti digambarkan
dalam surat Yusuf (QS.Yusuf 12: 8).
               
Artinya: (yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri,
padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah
kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.
Dalam penjelasan ayat ini Nabi Ya’kub lebih mencintai Yusuf daripada anaknya yang
lain, Bunyamin. Akibatnya Bunyamin dan saudara-saudara yang lainnya makar pada
Yusuf, dengan melakukan tindakan kekerasan kepadanya, yaitu memasukkan Yusuf ke
99
www.Islam Agama Ramah Anak.com Artikel Diakses pada hari Rabu 2 November 2011
dalam sumur. Ayat ini mengajarkan kepada kita agar tidak diskriminatif dalam
memperlakukan anak, lebih-lebih pada anak yatim.
2. Survival and Development of Child
Survival and depelopment of child adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak
yang dilindungi oleh negara, pemerintah masyarakat, keluarga, dan orang tua (pasal 2
UU Nomor 23 Tahun 2002). Dalam ajaran Islam anak adalah bukan saja anugerah
Allah, tetapi juga adalah amanah. Islam memandang bahwa Anak memiliki hak tumbuh
kembang dan hak hidup yang mendasar sebagai mana yang telah di jelaskan dalam surat
(QS. Al-Baqarah: 233)
3. Recognition for free expression
Prinsip ketiga dari prinsip dasar perlindungan anak adalah penghargaan terhadap
pendapat anak. yang dimaksud dengan prinsip ini adalah penghormatan atas hak-hak
anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan
terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya dan mainan yang
dikehendaki. Dalam pandangan Islam, anak tidak saja memiliki kebebasan pandapat,
tetapi juga didorong untuk mampuh menyampaikan pendapatnya dan mengekpresikan
kesenangannya secara leluasa.
Kehadiran Islam sesungguhnya untuk menyelesaikan problem kemanusiaan.
Bagaimana mereka harus bersikap, bersosialisasi, menyelesaikan masalah, senantiasa
meniscayakan adanya panduan dari ajaran yang dibawa, meski tidak secara formal. Namun
demikian, tidak seluruh ajaran Islam terperinci secara detail, sebagian unsur ajaran masih
global dan belum bisa difungsikan secara praktis. Ini bukan mencitrakan adanya problem
pada ajaran agama, justru mengandaikan adanya ruang bagi manusia untuk membaca kalam
Tuhan, dan memahami sesuai dengan kemampuan, kebutuhan untuk menyelesaikan problem
kemanusiaan termasuk masalah anak.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah di kemukakan pada bab-bab sebelumnya,
bahwasanya penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam Islam telah diatur dengan jelas bahwa setelah anak lahir ke dunia, Islam telah
memberikan ketetapan kepada para orang tua untuk memenuhi hak-hak anak. Dalam
meniti kehidupan di dunia ini, anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat
di ganggu gugat. dan kita sebagai orang tuanya, tidak boleh begitu sja mengabaikanya,
lantaran hak-hak anak tersebut termasuk kedalam salah satu kewajiban
orang tua
terhadap anak yang telah digariskan Islam, yakni memelihara anak sebagai amanah
Allah yang harus dilaksanakan dengan baik. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor
23 Tahun 2002, hak-hak anak diatur dalam pasal 4-18. Pertanggung jawaban orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak.
2. Dalam Islam orang tua memiliki otoritas penuh terhadap anak-anaknya, termasuk dalam
hal perjodohan, akan tetapi Islam mempunyai rambu-rambu yang berlapis terhadap
perjodohan tersebut seperti yang dikemukakan oleh para ulama fiqh. Sedangkan
menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak,
menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya dan
mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
3. Dalam kasus Arumi Bachsin dengan orang tuanya, yang disebabkan karena kekerasan.
Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apa pun. Terlebih lagi kepada anak
dalam ranah interaksi sosial masyarakat, institusi pendidikan maupun dalam ruang
lingkup keluarga sehari-hari. Meskipun dalam perkembangan kasus ini tidak cukup
bukti bahwa telah terjadi kekerasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap
Arumi. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 3 dan 4 memerlukan
penjelasan lebih lanjut mengenai batasan definisi kekerasan. Karena dikhawatirkan
orang tua anak yang melakukan upaya edukasi suatu tindakan fisik (mencubit,
menjewer, memukul ringan) ke tubuh sang anak dianggap melakukan upaya kekerasan
terhadap anak yang akan dikenakan sanksi hukum. Sedangkan dalam Islam orang tua
diperbolehkan memukul anak untuk memerintahkan shalat tatkala anak berumur 7
(tujuh) tahun dan memukulnya jika sampai umur 10 (sepuluh) tahun anak tidak mau
mengerjakan shalat. Memukul disini hanya pada bagian tubuh anak yang tidak vital
(seperti:bokong) dan tidak dibenarkan memukul dengan cara yang emosional.
B. Saran-saran
1. Orang tua wajib memberikan perlindungan dan pendidikan bagi anak-anaknya. Agar
kelak mereka menjadi harapan bangsa yang akan menetukan kesejahteraan bangsa di
waktu mendatang.
2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia harus lebih mensosialisasikan kewajiban anak
terhadap orang tua, tidak hanya menitik beratkan kepada masalah hak-hak dan
perlindungan anak semata. Agar terciptanya keseimbangan dan keharmonisan antara
hubungan orang tua dengan anak.
3. Dalam kasus Arumi dengan orang tuanya, KPAI seharusnya menghormati dan
menghargai hak orang tua Arumi untuk bertemu dengan Arumi. Apalagi yang ingin
bertemu disini adalah ibu kandung dari Arumi sendiri. Hubungan seorang ibu dan anak
sudah terjadi sejak anak masih dalam kandungan. Oleh karena itu, tidak sewajarnya
KPAI membatasi ibunda dari Arumi untuk bertemu dengan anak kandungnya sendiri
yakni Arumi Bachsin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, Psikologi Sosial, Jakarta, PT.Rineka Cipta: 1999
Abdul Suwaid Ibnu Muhammad, Cara Nabi Mendidik Anak, Jakarta, Al-Ihtisom CahayaUmat:
2004
Abdul HafizhNur Muhammad, MendidikAnakBersamaRasulullah, Bandung, Al Bayan: 2007
Abbas Syahrizal, Mediasi, Jakarta, Kencana: 2011
Al-Maghribi bin As-Said, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Jakarta: Daarul Haq: 2004
Ahmadi Fahmi Muhammad, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: 2010
Ali Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika: 2010
Bary Zakariya Ahmad Al, Hukum Anak-anak Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang: 2007
Badrun Abulainin Badrun. Hak-hak Anak Dalam Syariat Islam dan Perundang-undangan,
Iskandariyah: 1981
E.H. Tambunan, RemajaSahabat Kita, Bandung, Indonesia Publishing House: 1981
Forum Komunikasi LSM Perempuan APIK, Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan, Jakarta
GultomMaidin, PerlindunganHukumTerhadapAnak, Bandung, PT.RefikaAditama: 2008
GuzaAfni, Undang-undangTentangEnamHukum,AsaMandiri: 2006
HuseinAbdurRazaq,Hak-hakAnakDalam Islam, Jakarta, FikahatiAneska: 1992
Herlina Apoeng, Perlindungan Anak, Jakarta, Unicef Indonesia
Ibrahim Amini, Anakmu Amanat-Nya, Jakarta, Al-Huda: 2006
Karim Saad, Agar Anak Tidak Durhaka, Jakarta, Daarul Aqiqah: 2006
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Balai
Pustaka: 1990
Maghribi bin As-Said Al, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Jakarta, Darul Haq: 2004
M.Fauzan, Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonnesia, Jakarta,
PT.Raja Grafindo Persada: 2008
Marzuki Mahmud Peter, PenelitianHukum, Jakarta, Kencana: 2008
Razaqi Ahmad, Mencetak Generasi Muslim Terpadu, Bandung, Sinar Baru Al-Glesindo: 2010
Shamad Abdush, Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an, Jakarta, Akbar Media Eka Sarana
Sujanto Agus, Psikologi Kepribadian, Jakarta, Aksara
Subkhi Ali Yusuf Al, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta, Sinar
Grafindo: 2010
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada: 2003
SiregarBismar,HukumdanHak-hakAnak, Jakarta, CV.Rajawali: 1986
SuparmonoGatot, HukumAcaraPengadilanAnak, Jakarta, Djambatan: 2007
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa: 2003
Siti Sandari, Sri Rumini, Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta, Rineka Cipta: 2004
Soetedjo Wagiati, Hukum Pidana Anak, Bandung, PT.Refika Aditama: 2006
Thaha Husain Khairiyah, Ibu Ideal, Surabaya, RisalahGusti: 2005
Yanggo Huzaemah Tahido, Fiqh Anak, Jakarta, Al-Mawardi Prima: 2004
-------------------, Fiqh Perempuan Kontemporer, Bogor, Ghalia Indonesia: 2010
Yafie Ali, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung, Mizan: 2005
Zulchaiana, Muhammad Zoni, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Konvensi Hak-hak
Anak, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti: 1999
http//:www.kpai.go.id
http//:www.Detik hot.com
http//:www.Islam Agama Ramah Anak.com
http//:www.cemara.com
http//:www.Imam blogspot.Perlindungan Hukum TerhadapAnak
Undang-UndangNomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-UndangNomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
OBSERVASI / WAWANCARA DENGAN PIHAK KPAI
(KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA)
Hari / Tanggal
:
Senin, 15 Agustus 2011
Waktu
:
Pukul 11:30 Wib sampai 12:45 Wib
Tempat
:
Kantor KPAI
Jl. Teuku Umar 10-12
Menteng- Jakarta Pusat
Nama Responden
:
Sander Diki Zulkarnaen. M,Psi
Jabatan
:
Koordinator Pengaduan KPAI
1. Bagaimana pertama kali Arumi datang ke KPAI?
Jawab: Pertama kali Arumi datang ke kantor KPAI pada saat kantor KPAI sudah mau
tutup sekitar pukul: 18:30 Wib, dan Arumi kemudian diterima oleh pihak KPAI bagian
pengaduan.
a. Dengan siapa dia datang ke KPAI?
Jawab: Menurut keterangan dari pihak KPAI, Arumi datang ke Kantor KPAI seorang
diri tanpa ditemani siapa pun.
b. Kenapa Arumi datang ke KPAI?
Jawab: Arumi datang ke Kantor KPAI karena menurut sepengakuan dari Arumi, waktu
itu dia (Arumi Bachsin) sedang mengalami masalah dengan orang tuanya, dimana hakhak Arumi sebagai anak merasa terekploitasi baik secara ekonomi dan ekploitasi seksual.
c. Kemudian apa yang dilakukan Pihak KPAI?
Jawab: Pihak KPAI menerima pengaduan dari Arumi Bachsin.
memfasilitasi, dan melakukan upaya perlindungan untuk Arumi Bachsin.
d. Apakah pihak KPAI memberitahukan kepada keluarga orang tua Arumi
tentang keberadaan Arumi?
Jawab: Sehari ketika Arumi datang ke KPAI, kami pihak KPAI, belum memberitahukan
keberadaan Arumi kepada keluarga (orang tua) karena permintaan dari Arumi sendiri.
Kami pihak KPAI terlebih dahulu menganalisa kasus yang terjadai pada Arumi, karena
pihak KPAI merasa heran ada seorang perempuan datang ke kantor KPAI pada waktu
kantor KPAI sudah mau tutup.
e. Bagaimana tanggapan / reaksi dari keluarga orang tua Arumi?
Jawab: Pihak KPAI belum mengetahui tanggapan dari keluarga Arumi, karena pada
waktu itu pihak KPAI belum memberikan kabar tentang keberadaan Arumi di KPAI.
f. Ditempatkan dimana Arumi?
Jawab: Arumi ditempatkan oleh pihak KPAI di rumah aman milik KPAI, Arumi bukan
ditempatkan di kantor KPAI sebagaimana berita-berita yang beredar di infotaiment.
Dirumah aman tersebut Arumi mendapatkan perlindungan dari KPAI.
g. Kenapa harus ditempat itu?
Jawab: Karena KPAI memiliki rumah aman yang KPAI sediakan untuk melindungi
perlindungan anak. Ditempat itu kami dari pihak KPAI memberikan arahan-arahan yang
positif kepada Arumi.
h. Apakah ada pihak dari KPAI yang mendampingi Arumi?
Jawab : Iya ada, ada dari pihak kami yang menjaga / mendampingi Arumi selama Arumi
berada di tempat tersebut.
i. Bagaimana keadaan Arumi selama berada dalam perlindungan KPAI?
Jawab: Arumi sehat, baik, lebih terbuka dalam permasalahan yang dia hadapi, dan yang
terpenting Arumi nyaman selama dalam perlindungan kami.
2. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus Arumi Bachsin dan orang tuanya?
a. Bagaimana hubungan Arumi dengan orang tuanya?
Jawab: Menurut pengakuan Arumi Bachsin kepada KPAI, Arumi mengakui bahwa
hubungan dirinya dengan orang tua tidak harmonis, Arumi mengaku hubungan dirinya
dengan orang tuanya ada permasalahan waktu itu, masalahnya lebih kepada hak-hak
Arumi sebagai anak yang terkekang untuk berada di rumah, hak-hak itu antara lain:
Hak Arumi untuk memilih pasangan hidup ,hak Arumi untuk memilih pekerjaan dan hak
Arumi untuk bermain
Arumi merasa terkekang berada di rumah, karena hak-hak dia sebagai anak merasa tidak
terpenuhi.
b. Apakah benar orang tuanya ingin menjodohkan Arumi?
Jawab: Iya, menurut pengakuan Arumi kepada KPAI seperti itu, orang tuanya ingin
menjodohkan Arumi dengan laki-laki pilihan orang tuanya.
c. Bagaimana Arumi menyikapi perjodohan tersebut?
Jawab: Jelas Arumi menolak perjodohan tersebut, karena Arumi sudah mempunyai
pilihan untuk pasangan hidup.
d. Apakah karena faktor tersebut Arumi kabur dari rumah?
Jawab: Ya, salah satunya karena masalah perjodohan tersebut.
e. Apakah ada faktor lain?
Jawab: Iya, diantaranya: Ekploitasi ekonomi: Arumi sebagai anak dipaksa terus bekerja
dan bekerja. Disini ada pengekangan kebebasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi,
pengekangan kebebasan untuk mencari teman dan bermain bersama teman-temanya.
Karena menurut pengakuan Arumi dia merasa dijadikan tulang punggung penghasilan
keluarga.
f. Apakah kasus ini sudah lama terjadi?
Jawab: Menurut pengakuan Arumi kepihak KPAI, kasus ini sudah terjadi kurang lebih
selama 3 (tiga) bulan, akan tetapi kasus ini memuncak ketika Arumi kabur untuk kedua
kalinya dari rumah, Arumi merasa sudah tidak nyaman berada didalam rumah sendiri.
g. Bagaimana Arumi menyikapi kasus tersebut?
Jawab: Arumi sangat menolak ekploitasi ekonomi tersebut, karena dia ingin mendapatkan
kebebasan seperti anak-anak pada umumnya.
h. Apakah langkah yang dilakukan Arumi dalam menghadapi kasus tersebut?
Jawab: Arumi melakukan pengaduan kepihak Kepolisian, melakukan pengaduan ke
KPAI sebagai lembaga Negara yang bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap
anak-anak.
i. Apakah alasan Arumi memilih KPAI?
Jawab: Karena menurut Arumi bahwa yang bertugas melakukan perlindungan terhadap
anak-anak adalah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Arumi mengetahui
KPAI sebagai lembaga perlindungan anak dari Berita-berita infotaiment, dari internet,
dan media-media tertentu. Karena tugas KPAI memberikan perlindungan terhadap anak.
3. Usaha apa saja yang KPAI lakukan selama Arumi berada dalam perlindunganan
KPAI?
a. Apa dasar hukum KPAI melindungi Arumi?
Jawab: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 59:
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan
baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
salah dan penelantaran.
Juga adanya intruksi dari Penyidik Polda Metro Jaya yang menangani Hak Perlindungan
Perempuan dan Anak, agar Arumi mendapatkan perlindungan karena dalam bahaya
psikis.
b. Apakah upaya hukum yang dilakukan KPAI?
Jawab: KPAI sudah mencoba melakukan upaya mediasi dengan pihak keluarga Arumi,
dan jika kasus ini sampai dibawa kedalam ranah hukum, maka pihak KPAI akan
menyarankan kepada Arumi untuk dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum. Karena
secara hukum KPAI tidak bisa mendampingi Arumi.
c. Siapa yang bertanggung jawab atas langkah tersebut?
Jawab: Dalam hal ini yang bertanggung jawab untuk masalah hukum adalah Arumi
sendiri, karena Arumi datang ke KPAI untuk meminta perlindungan dari KPAI,
sedangkan upaya / langkah hukum yang dilakukan KPAI yang bertanggung jawab disini
adalah Ketua KPAI.
4. Kenapa Arumi belum bersedia untuk bertemu dengan orang tuanya selama Arumi
berada dalam perlindungan KPAI?
a. Apakah yang menyebabkan Arumi belum mau bertemu?
Jawab: Karena alasan dari Arumi, dia ingin menenangkan diri sampai dia benar-benar
siap untuk bertemu dengan orang tuanya
b. Apakah ada pihak KPAI yang menasehati Arumi?
Jawab: Iya, ada. Kami dari pihak KPAI selalu memberi nasehat-nasehat yang positif
kepada Arumi, agar Arumi kembali pulang dan berkumpul bersama keluarga tercinta.
Akan tetapi karena waktu itu Arumi belum mau bertemu dengan orang tuanya maka kami
dari pihak KPAI menghargai permintaaan dari Arumi, kami dari pihak KPAI tidak bisa
memaksakan permintaan dari Arumi. Ditempat ini Arumi di fasilitasi oleh tenaga
Psikolog dan Kerohanian.
c. Apakah arumi mempunyai rasa trauma terhadap orang tuanya?
Jawab: Menurut pengakuan Arumi kepada pihak KPAI, Arumi mempunyai trauma psikis
terhadap orang tuanya dan Arumi khawatir akan mengalami kekerasan fisik.
5. Saya melihat diberbagai media infotaiment seperti’a kasus ini semakin rumit
kenapa?
a. Apakah ada pihak-pihak/oknum-oknum tertentu yang ingin memperkeruh
kasus ini?
Jawab: Iya, disini banyak pihak-pihak yang semakin memperkeruh kasus ini.
Diantaranya: infotaiment yang membesar-besarkan kasus ini, padahal berita sebenarnya
tidak seperti yang diberitakan. karena status Arumi Bachsin disini adalah seorang Artis.
b. Upaya apa yang dilakukan KPAI untuk mengatasi pihak-pihak yang dimaksud?
Jawab: Kami dari pihak KPAI menggelar jumpa pers, bahwa masalah Arumi tidak seperti
serumit yang diberitakan. Kami dari pihak KPAI tidak pernah meminta Arumi untuk
datang ke KPAI, yang datang ke KPAI adalah Arumi sendiri. dan tugas kami hanya
melindungi Arumi sebagai anak yang sedang membutuhkan perlindungan.
6. Apakah KPAI sebagai lembaga perlindungan anak Indonesia atau dalam hal ini
sebagai perlindungan Arumi sudah berusaha memfasilitasi mediasi dengan orang
tua Arumi atau Kuasa Hukum orang tua Arumi?
a. Bagaimana kelangsungan Mediasi tersebut?
Jawab: Kami dari pihak KPAI selalu melakukan mediasi dengan pihak keluarga dan
Kuasa Hukum dari orang tua Arumi, akan tetapi mediasi selalu menemui jalan buntu.
b. Siapa yang terlibat dalam Mediasi tersebut?
Jawab: Kami dari perwakilan KPAI, orang tua Arumi, Kuasa Hukum dari orang tua
Arumi.
c. Kenapa Arumi tidak hadir dalam mediasi tersebut?
Jawab: Karena itu permintaan dari Arumi sendiri, Arumi belum siap untuk bertemu
dengan orang tuanya. Arumi hanya menuliskan surat pernyataan bahwa dia belum bisa
menghadiri mediasi tersebut.
d. Dimana tempat mediasi tersebut dilakukan?
Jawab: Selalu di Kantor KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
e. Kenapa mediasi tersebut gagal?
Jawab: Karena ada kesepakatan yang tidak disepaktai. Pihak dari keluarga (orang tua)
Arumi memaksa untuk dipertemukan dengan Arumi dan pihak keluarga memaksa agar
Arumi ikut kembali pulang bersama keluarga.
f. Berapa kali mediasi tersebut dilakukan
Jawab: Mediasi tersebut dilakukan 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali, dan itu selalu menemui
jalan buntu.
7. Setelah beberapa kali mediasi menemui jalan buntu
Apakah ada mediasi selanjutnya?
Jawab: Iya, ada. kami melakukan mediasi gabungan dengan pihak Kepolisian, KPAI,
LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) mengupayakan mediasi untuk ke lima
SURAT PERNYATAAN
OBSERVASI / WAWANCARA DENGAN MINOLA SEBAYANG, SH
SEBAGAI (KUASA HUKUM) DARI ORANG TUA ARUMI BACHSIN
Hari / Tanggal
: Kamis, 25 Agustus 2011
Waktu
: Pukul 11:00 Wib
Tempat
: Kantor Minola Sebayang, SH & Partners
Gedung Palma One, 3rd Floor Suite 306
Jl. H. R. Rasuna Said. Kav. X2 No.4
Jakarta Selatan
Nama Responden
: Minola Sebayang, SH
Jabatan
: Advokat
Jakarta, 25 Agustus 2011
Minola Sebayang, SH
OBSERVASI/WAWANCARA DENGAN
MINOLA SEBAYANG, SH & REKAN
Palma One, 3rd Floor Suite 306
Jl. H.R. Rasuna Said. Kav. X2 No.4
Jakarta Selatan
1. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus Arumi Bachsin dengan orang tua
Arumi?
a. Bagaimana hubungan Arumi dengan orang tuanya?
Jawab: Kalau kita bicara apa yang sebenarnya terjadai dengan kasus Arumi Bachsin dan
orang tua Arumi. Boleh saya katakan bahwa tidak ada kasus apapun antara Arumi
Bachsin dengan orang tua Arumi, kenapa saya katakan bahwa tidak ada kasus apapun, ini
bisa dibuktikan meskipun ada upaya-upaya dari pihak tertentu untuk membuat Arumi
Bachsin itu melaporkan orang tuanya, untuk satu kejahatan yang ada dalam aturan hukum
Indonesia tentang kekerasan dalam rumah tangga dan ekploitasi. Tapi dalam proses
penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya.
Seteleh memeriksa bukti-bukti yang ada, saksi-saksi yang ada, termasuk Arumi Bachsin
sendiri dan juga orang tuanya mereka sampai pada suatu kesimpulan. Bahwa peristiwa
hukum yang dilaporkan oleh Arumi Bachsin, kalau pun kami anggap bahwa Arumi
Bachsin yang melaporkan, walaupun ada realita lain di balik itu semua yang terjadi.
Pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya sampai pada suatu keputusan untuk
melakukan penghentian atas perkara tersebut. Dengan dikeluarkanya SP3 (Surat
Penghentian Penyidikan Perkara) oleh pihak Kepolisian pada tanggal 20 Mei 2011. Jadi
dengan demikian, seperti yang saya katakan, sebenarnya tidak terjadi kasus apapun antara
Arumi Bachsin dengan orang tuanya. Dan kalau bicara masalah hubungan antara Arumi
Bachsin dengan orang tuanya boleh juga kami katakan disini bahwa hubungan Arumi dan
orang tuanya itu selayaknya hubungan orang tua dan anak dan cukup baik. Buktinya
begitu Arumi kembali kepada keluarga setelah dikeluarkanya SP3 tersebut sampai hari
ini sangat harmonis. Jadi artinya ini, patut diduga ada suatu rekayasa terkait dengan
masalah Arumi Bachsin yang seperti drama yang panjang hampir 7 (tujuh) bulan Arumi
tidak bisa kumpul dengan keluarganya
b. Apakah pihak KPAI memberitahu kalau Arumi berada dalam penrlindungan
KPAI?
Jawab: : jadi harus saya luruskan bukan di perlindungan KPAI ini keliru karena KPAI
tidak pernah memberikan perlindungan apapun kepada Arumi, karena Arumi selama 7
bulan itu menurut keteranganya kepada saya, itu Arumi dibawa berpindah-pindah tempat
dan tidak pernah dibawah perlindungan KPAI. Juga bukan dirumah aman milik KPAI.
2. Apakah yang menyebabkan Arumi kabur dari rumahnya?
a. Bagaimana kronologis kejadian Arumi kabur dari rumah?
Jawab: saya perlu sampaikan bahwa Arumi Bachsin tidak kabur dari rumah, ini hanya
bahasa Media. Ya kita perlu paham lah dengan bahasa media entah itu Media Online,
Media Cetak dan Media Elektronik, mereka harus bisa membuat berita yang menarik
atau suatu tulisan yang menarik untuk di simak oleh para pembaca, oleh para pemirsa,
makanya mereka selalu mengatakan bahwa Arumi Bachsin kabur dari rumah, dan
mungkin juga dikaitkan dengan peristiwa hukum pertama dulu dibulan April, dan berita
yang kedua dibulan Oktober kemudian mereka (pembuat berita) tersebut menganggap ini
peristiwa hukum yang sama. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah Arumi Bachsin itu,
berpergian ke luar negeri (ke singapura) dengan dikawal oleh orang yang dipercaya oleh
keluarga. Setelah pulang dari Singapura juga sepengetahuan keluarganya dan tiba di
Jakarta juga sudah komunikasi dengan keluarga.
Nahhh,,, cuman ini ada hubungan Arumi dengan seseorang (pemain sinetron juga) dan
karena tidak terima Arumi berpergian dengan orang lain, akhirnya dia kelihatan tidak
senang, dan untuk mencegah agar tidak terjadi keributan Arumi menemui seseorang
tersebut di daerah Kemang-Jakarta Selatan. Arumi mencoba berbicara kepada pemain
sinetron tersebut agar tidak terjadi salah pengertian. Kemudian mereka (Arumi dan
Pemain Sinetron) tersebut pergi berdua, setelah semuanya clear, tidak ada salah
pengertian lagi antara Arumi dengan pemain sinetron tersebut, yang terjadi justru teman
Arumi yang berprofesi sebagai pemain sinetron tersebut, justru tidak berani
mengantarkan Arumi Bachsin pulang kerumah orang tuanya.
Yaa,,,, karena khawatir akan dimarahi oleh orang tua Arumi, karena hubungan mereka
kurang mendapat restu dari orang tua Arumi Bachsin. Dan karena khawatir ada hal-hal
yang lain sehingga untuk informasi yang kita dapatkan bahwa, teman Arumi tersebut
menghubungi orang LSM, yang bekerja sebagai pelaku sosial untuk diminta kesediannya
untuk mengantar Arumi kembali pulang kerumah orang tuanya, dan ternyata orang ini
(Pekerja Sosial) tersebut juga tidak berani mengantarkan Arumi ke rumah orang tuanya.
Karena dia katakan. “Wahhh,,,,,, ini nanti kita bisa dituduh melarikan anak dibawah umur
kalau saya ikut mengantarkan Arumi ke orang tuanya, dan disitulah terjadi mekanisme
agar supaya bagaiman caranya, agar mereka ber dua (Pemain sinetron dan Pekerja Sosial)
tersebut tidak dituduh melarikan anak dibawah umur. Dari sinilah mulailah terjadi suatu
skenario, KPAI dan lain-lainnya, akhirnya menjadi suatu drama yang panjang. Seolaholah ada permusuhan antara ibu dan anak, padahal sebenarnya tidak ada kekerasan dalam
rumah tangga dan ekploitasi terhadap anak.
Kemudian pekerja sosial tersebut mempertemukan Arumi dengan Ketua KPAI pada
waktu itu di salah satu hotel di Formula One di kawasan Menteng-Jakarta Pusat. Untuk
membicarakan mekanisme ketika mereka mengantar Arumi Bachsin pulang ke rumah
orang tuanya tidak terkena pasal melarikan anak dibawah umur. Jadi mulailah, patut
diduga ada suatu rekayasa-rekayasa yang melibatkan Lembaga-lemabaga yang ada di
Republik Indonesia, seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bahkan
mungkin juga LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan juga LSM-LSM
lain yang mungkin ambil bagian dalam peristiwa hukum ini.
b. Apakah ada orang yang mempengaruhi Arumi untuk kabur dari rumah?
Jawab: seperti yang saya katakan Arumi tidak kabur dari rumah, ini hanya bahasa media
dan rekayasa dari pemain sinetron dan pekerja sosial tadi, supaya mereka tidak dituduh
melarikan anak dibawah umur, maka terciptalah drama-drama yang sangat panjang yang
menyebutkan seolah-olah Arumi kabur dari rumah
c. Bagaimana hubungan orang itu denga Arumi?
Jawab: hubungan mereka kurang mendapat restu dari orang tua Arumi Bachsin
d. Apakah keluarga (orang tua) mengetahui hubungan tersebut?
Jawab: orang tua Arumi mengetahui hubungan Arumi dengan pemain sinetron tersebut,
akan tetapi orang tua Arumi kurang merestui hubungan tersebut
3. Kabar yang berkembang di media infotaiment, Arumi kabur dari rumah karena
orang tua Arumi ingin menjodohkan Arumi?
a. Apakah berita tersebut benar?
Jawab: itu tidak benar, tidak ada perjodohan yang akan dilakukan oleh orang tua terhadap
Arumi Bachsin, hubungan Arumi dan orang tua harmonis layaknya hubungan orang tua
dan anak
b. Dari mana berita tersebut berkembang?
Jawab: seperti yang saya katakan, itu hanya bahasa media dan mungkin juga dikaitkan
dengan peristiwa hukum pertama dulu dibulan April, sedangkan berita yang kedua
dibulan Oktober kemudian mereka menganggap ini peristiwa hukum yang sama.
4. Usaha apa saja yang Bapak Lakukan sebagai Kuasa Hukum orang tua Arumi
untuk mempertemukan orang tua Arumi dengan Arumi selama Arumi berada
dalam Perlindungan KPAI?
a. Apakah bapak sudah bertemu dengan pihak KPAI untuk mencari jalan keluar
tentang masalah ini?
Jawab: kita sudah melakuakn negosiasi, upaya secara musyawarah kepada pihak KPAI
tapi mereka juga bukan orang yang menjadi desain makers, sehingga KPAI tidak pernah
mempertemukan kita bahkan memang KPAI sudah dikontrol oleh pihak lain.
b. Apa hasil dari pertemuan tersebut?
Jawab: ya jelas tidak ada hasil apa pun, karena Pihak KPAI sendiri tidak mau untuk
duduk bersama secara musyawarah untuk mencari jalan keluar tentang peristiwa ini
5. Saya melihat di berbagai media elektronik, sepertinya kasus ini seolah bertambah
rumit, apakah menurut bapak ada oknum yang ingin semakin memperkeruh
masalah ini?
a. Apakah maksud oknum tersebut?
Jawab: ya itu tadi banyak oknum-oknum yang semakin memperkeruh peristiwa ini seperti
media dengan bahasanya yang mengatakan Arumi Bachsin kabur dari rumah, dan seperti
yang saya katakan banyak Lembaga-lembaga di Republik Indonesia seperti KPAI dan
LPSK dan mungkin LSM-LSM yang lain yang ikut mengambil bagian dari peristiwa hukum
ini.
Saya tidak paham maksud dan tujuan mereka apa
b. Langkah apa yang diambil oleh bapak untuk mengatasi oknum tersebut?
Jawab: saya katakan bahwa peristiwa yang sebenarnya terjadi antara Arumi dengan orang
tuanya tidak seperti yang mereka beritakan, dan saya katakan ini hanya suatu rekayasa yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu seolah-olah hubungan Arumi dan orang tuanya ada
permasalahan yang sangat besar.
6. KPAI sebagai Lembaga yang melindungi Arumi sepertinya sangat tertutup sekali
untuk mempertemukan Arumi dengan orang tuanya, padahal yang ingin bertemu
disini adalah orang tua kandungnya sendiri. Bagaimana anda sebagai Kuasa
Hukum Arumi melihat masalah ini?
a. Apakah karena keinginan dari Arumi yang mau belum bertemu dengan orang
tuanya?
Jawab: saya yakin bukan karena Arumi Bachsin, ini adalah rekayasa dari pihak-pihak
tertentu untuk mengatur kasus ini seolah-olah ada permasalahan yang terjadi antara
Arumi dengan orang tuanya.
KPAI menghalang-halangi kami pihak keluarga untuk bertemu Arumi, dan Arumi
sudah terlanjur dibawa kontrol para pekerja sosial tadi dan karena Arumi tidak
mengerti hukum dan itulah yang membuat drama ini sangat panjang sekali terjadi,
apalagi kemudian ketika lembaga-lembaga lain juga ikut terlibat. Seperti LPSK dan
akhirnya terjadi perbedaan suatu pendapat tentang orang yang layak dilindungi oleh
mereka dan tidak. Meskipun ketika terjadi pembuktian secara hukum di Kepolisian
semua itu tidak ada.
Disini banyak tokoh-tokoh anak yang memberikan saran seolah terjadi kekerasan
rumah tangga terhadap anak, Iini yang saya katakan “ hati-hati jadi jangan sampai ada
pelaku sosial tentang anak itu hanya menitik beratkan kepada perlindungan anak dan
hak anak tetapi tidak pernah bicara kewajiban anak kepada orang tua, jadi dengan
kondisi yang seperti itu, ini akan menjadi rawan, apabila anak-anak bebeda pendapat
dengan orang tuanya, dan jika anak tidak setuju dengan orang tuanya yang menjadi
“eemmmhhh apa namanya itu, wali lah atau perlindungan anak orang tua yang masih
dibawah umur, ini akan melakukan tindakan-tindakan pemberontakan, karena
memang diberikan peluang oleh pelaku-pelaku sosial itu, bahwa mereka (anak-anak)
harus didengar suaranya, dipenuhi kehendaknya, padahal sebenarnya dari kacamata
saya dan ini merupakan opini saya bahwa Undang-undang itu bersifat umum, lebih
kepada perlindungan anak-anak yang memang mereka bisa dikatakan kurang
beruntung, lahir dikeluarga yang tidak harmonis atau anak-anak jalanan yang
memang mudah sekali untuk di ekploitasi oleh siapa pun juga, tapi faktanya
penanganan masalah anak yang demikian tidak pernah kita dengar beritanya atau
mungkin kita yang kurang dengar.
b. Apa upaya hukum yang telah dilakukan pak Minola sebagai Kuasa Hukum dari
orang tua Arumi?
Jawab: Kita betul-betul melaporkan adanya pelarian anak dibawah umur, melaporkan
ketua KPAI dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik.
c. Bagaimana tanggapan KPAI?
Jawab: KPAI balik melaporkan kepada Pihak Kepolisian dengan laporan kekerasan
dalam rumah tangga yang diterima Arumi.
Akan tetapi fakta yang terjadi adalah laporan kita masih berjalan dipihak kepolisian
dan justru laporan Arumi yang di settings kekerasan dalam rumah tangga itu sudah di
SP3 oleh Kepolisian. Jadi artinya apabila KPAI mengatakan ada kekerasan yang
diterima Arumi. Dan kami mengatakan tidak ada kekerasan, yang benar siapa 20 Mei
2011 bahwa jelas bahwa yang benar adalah pihak kami. Tidak ada kekerasan dan
ekploitasi terhadap Arumi. Jadi memang ini adalah suatu rekayasa. Itu lah upaya yang
kami lakukan. Sehingga akhirnya bukti-bukti yang kami ajukan ke Kepolisian masih
ditindak lanjuti. Dan KPAI dan LPSK
sudah kehilangan hak untuk memberi
perlindungan kepada orang yang perlu dilindungi salah satunya terkait masalah
hukum, kalau hukum itu sendiri sudah dihentikan karena memang tidak ada perkara,
jadi dia harus melepaskan kembali kepada orang tuanya dan itu yang terjadi.
7. Apakah ada upaya mediasi anda sebagai Kuasa Hukum orang tua Arumi dengan
Lembaga KPAI untuk mempertemukan orang tua Arumi dengan Arumi?
Jawab: Mediasi apa?? masalahnya apa?? buat apa mediasi, karena menurut pihak kami
sudah jelas. Buat apa mediasi orang masalahnya saja tidak ada.
kan sudah jelas bukan saya saja yang mengatakan tidak jelas, tapi polisi juga ketika
memeriksa Arumi, memeriksa semua yang terlibat, mengatakan tidak ada bukti kekerasan
dalam rumah tangga maupun ekploitasi.
Jadi kalau tidak ada kekerasan dalam rumah tangga dan ekploitasi. Apa yang mendasari
pihak kami untuk mendorong adanya mediasi antara Arumi dan orang tuanya.
Arumi Bachsin
Orang Tua Arumi (Maria Lilian Pesch dan Rudy Bachsin)
Ketua KPAI (Hadi Supeno)
Minola Sebayang, S.H (Kuasa Hukum Orang Tua Arumi)
Download