Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Menarik Benang Merah LINGKUNGAN BINAAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT MUHAMAD RATODI PENERBIT PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UIN SUNAN AMPEL Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Penulis : Muhamad Ratodi ISBN : 978-602-50337-0-4 Editor : Oktavi Elok Hapsari Disain Sampul: Mohammad Yazid Rohman Penerbit Program Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel Jl. A. Yani no 117 Surabaya, Jawaa Timur Indonesia, 60237 Email: [email protected] Cetakan pertama, Oktober 2017 Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit Teruntuk Ibunda, Istri dan anak-anakku tercinta Kata Pengantar Tidak dapat dipungkiri bahwa kesehatan merupakan salah satu hal yang paling berharga bagi kehidupan manusia. Derajat kesehatan individu memiliki berbagai faktor determinan yang mampu menentukan optimal tidaknya status kesehatan individu itu sendiri dan bersifat multisektoral dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang maksimum. Salah satu yang menjadi penentu kesehatan adalah faktor lingkungan, khususnya lingkungan binaan atau lingkungan non alamiah. Manusia dalam kehidupannya tidak bisa tidak lepas dari lingkungan binaan dan berbagai aspek elemennya. Diperlukan pemahaman yang mendalam tentang peran dan mekanisme dampak lingkungan binaan terhadap kesehatan. Akan tetapi pada kenyataan, belum banyak tulisan populer yang spesifik membahas ke topik lingkungan binaan dan kesehatan. Tulisan ini mencoba mengisi kesenjangan atas kurangnya sumber referensi terkait lingkungan binaan dan kesehatan di masyarakat. Buku sederhana ini berupaya untuk mengilustrasikan bagaimana mekanisme lingkungan binaan berdampak kepada kesehatan masyarakat. Kajian ini ditujukan bagi khalayak luas, termasuk para pembuat kebijakan, mahasiswa serta praktisi pendidikan dan kesehatan masyarakat. i Penulis berharap tulisan ini dapat membantu memberikan pengetahuan seputar diskusi lingkungan binaan dan kaitannya dengan kesehatan, sehingga dapat menjadi salah satu sumber yang bermanfaat bagi mereka yang peduli terhadap upaya menciptakan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Walaupun secara spesifik tulisan banyak mengacu dari studi kasus di negara maju akan tetapi konsep dasar dan kerangka berpikirnya diharapkan masih relevan dengan kondisi di Indonesia. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna Semoga buku yang ada di tangan anda ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua Surabaya, Agustus 2017 Muhamad Ratodi ii Daftar Isi i Kata Pengantar Daftar Isi iii BAGIAN 1 LINGKUNGAN DAN KESEHATAN 1 BAGIAN 2. KUALITAS BANGUNAN 9 Kualitas Udara ……………………………………….. 15 Temperatur …………………………………………… 20 Kelembaban ………………………………………….. 21 Kebisingan …………………………………………….. 23 Pencahayaan …………………………………………. 25 Keamanan Hunian …..…………………………….. 26 Ruang ……………………………………………………. 28 Aksesibilitas …………………………………………... 30 Lingkungan Sekitar ……………………………….. 31 Lokalitas ………………………………………………… 35 Perbaikan Kualitas Perumahan ………………. 36 iii BAGIAN 3. AREA PUBLIK DAN JEJARING SOSIAL 39 Aktifitas Fisik …………………………………………. 42 Kualitas Udara ……………………………………….. 47 Jejaring Sosial ………………………………………... 50 Keselamatan Jalan Raya…………………………. 52 Daya Tarik Lingkungan ………………………….. 56 Aksesibilitas …………………………………………... 58 Jarak Jangkauan Akses …………………………... 59 BAGIAN 4. MEMBANGUN SINERGI 63 Kesenjangan dalam Kesehatan ……………… 66 Tantangan Kesehatan Masyarakat ………… 67 Pengembangan Kebijakan …………………….. 68 Pembangunan Perkotaan ……………………… 69 Perumahan ……………………………………………. 71 Kolaborasi dan Dialog …………………………… 72 Penilaian Dampak Kesehatan ………………… 73 Apa yang bisa dilakukan ……………………….. 76 REFERENSI 83 iv Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat BAGIAN 1 LINGKUNGAN DAN KESEHATAN [1] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat P engaruh sebuah lokasi atau tempat terhadap kesehatan bukanlah sebuah konsep baru. Jauh pada masa 500 SM Hippocrates mendeskripsikan rawa-rawa sebagai tempat yang tidak menyehatkan, sedangkan wilayah tepi bukit yang cerah dan berangin sebagai tempat yang menyehatkan1. Di abad ke 18, para pekerja sektor industri sangat rentan terpapar dengan kondisi kesesakan yang berlebih, buruknya pencahayaan dan ventilasi serta minimnya fasilitas sanitasi yang memadai, baik ditempat kerja maupun di tempat tinggalnya. Kondisi tersebut mengarah kepada munculnya berbagai penyakit seperti tifus, demam kuning, tuberkulosis dan kolera2. Undang-Undang Kesehatan Masyarakat tahun 1848 di Inggris telah berperan sebagai cikal bakal usaha pengendalian penyakit melalui berbagai pendekatan, [2] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat mulai dari perencanaan kota (urban planning) yang meliputi penataan sistem pembuangan kotoran, sistem pengumpulan sampah, pengendalian hewan pengerat hingga program abatisasi nyamuk. Para pekerja tambang di abad ke 18 (sumber: dailymail.uk) Seiring makin signifikannya pengaruh ilmu pengetahuan dan sains berdampak kepada pergeseran titik fokus orientasi terkait kesehatan masyarakat, dimana berbagai upaya pencegahan (preventive action) penyakit lebih diutamakan. Sebagai contoh, usaha pencegahan penyakit dalam konteks perencanaan [3] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat hunian dan kota dilakukan dengan upaya untuk memastikan bangunan dan hunian memiliki pencahayaan yang memadai serta meminimalkan paparan racun seperti asbes dan timbal. Konsep zonasi yang diperkenalkan pada awal abad ke 20, juga ditujukan untuk memperbaiki derajat kesehatan melalui dekonsentrasi populasi dan pemisahan area hunian dan bisnis3. Akan tetapi pada perkembangan di kemudian hari, langkah-langkah tersebut memiliki kecenderungan untuk berkontribusi terhadap munculnya masalah kesehatan kronis di abad ke 21. Dikemudian hari diketahui bahwa faktor penguat gejala penyakit dan kematian dari para penderita gangguan jantung, kanker, serebrovaskular, penyakit pernafasan kronis dan cedera disebabkan oleh berbagai unsur dalam lingkungan binaan yang berkontribusi terhadap gaya hidup penghuninya dan peningkatan resiko lingkungan binaan [4] yang berbahaya terhadap kesehatan Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat penghuninya. Berbagai bukti juga menunjukkan bahwa beban penyakit kemungkinan lebih besar menimpa kelompok sosial dengan tingkat ekonomi rendah, kelompok minoritas dan kelompok yang memiliki kerentanan tinggi. Lebih lanjut, kebijakan perencanaan yang tanpa melalui kajian komprehensif telah menyebabkan fragmentasi dengan menekankan kebutuhan individu di atas kepentingan masyarakat, sehingga mempersulit bagi individu untuk mengembangkan dan mempertahankan dukungan jejaring sosialnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan urbanisasi menurunkan dan kecenderungan industrialisasi eksistensi telah dukungan terhadap hubungan sosial meskipun ke dua hal tersebut, urbanisasi dan industrialisasi, telah meningkatkan standar hidup manusia dalam bentuk perkembangan bahan material dan perbaikan sanitasi4. [5] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Dengan demikian sebuah tempat / lokasi dan kesehatan memiliki hubungan yang erat antara keduanya akan tetapi sejauh mana derajat keterhubungan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor sosial, lingkungan dan ekonomi sebagaimana setiap kebijakan yang dibuat pada suatu wilayah sangat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat didalamnya5. Peran khusus dari lingkungan binaan dalam menentukan derajat kesehatan dan kesejahteraan diperlihatkan dalam model seperti pada skema 1. Pada skema tersebut mengidentifikasi sejumlah elemen di lingkungan binaan, termasuk bangunan gedung, tempat tinggal, rute dan akses jalan yang mampu mempengaruhi kesehatan manusia. Sebagaimana pada skema, hubungan antara manusia dengan lingkungan binaannya memiliki pengaruh yang kuat terhadap kesehatan individu. Lingkungan binaan dapat didefinisikan sebagai semua bangunan, ruangan dan produk yang dibuat atau dimodifikasi oleh [6] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat manusia. Lingkungan binaan berdampak terhadap lingkungan fisik, baik interior maupun eksterior, sekaligus lingkungan sosial yang selanjutnya mengarah kepada kepada kesehatan dan kualitas hidup manusia 7. Skema 1. Determinan kesehatan dan kesejahteraan disekitar manusia6 [7] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Kajian ini mencoba menggambarkan temuan penting dari beragam penelitian dengan pendekatan evidence- based yang menunjukkan berbagai tempat dimana manusia tinggal, bekerja dan bersantai memiliki pengaruh terhadap kesehatan manusia. Kajian kedepan akan memberi penekanan terhadap banyaknya jalur yang memungkinkan lingkungan binaan mempengaruhi kesehatan. Bagian 2 pada kajian ini membahas bagaimana disain dan perawatan bangunan sebagaimana lokasi bangunan dapat mempengaruhi kesehatan. Bagian 3 akan membahas tentang hubungan kesehatan dengan ruang terbuka dan jejaring yang ada didalamnya. Sedangkan Bagian 4 mencoba merangkum wacana membangun sinergitas antara perencana lingkungan dan sektor kesehatan. [8] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat BAGIAN 2 KUALITAS BANGUNAN “We shape our buildings and thereafter they shape us (Winston Churcill)” [9] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat B angunan digunakan untuk berbagai fungsi dan keperluan manusia, termasuk perkantoran, pendidikan, perhubungan, bisnis hiburan, rekreasi dan lain sebagainya. Tentunya lingkungan ruang dalam (indoor environment) merupakan tempat dimana sebagian besar manusia menghabiskan waktu beraktivitasnya. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata penduduk negara berkembang diperkirakan menghabiskan lebih dari 85% waktunya beraktivitas di dalam bangunan atau berpindah-pindah dari satu bangunan ke bangunan lainnya menggunakan mode transportasi tertutup9. Bagian ini mencoba mengkaji pengaruh dari lingkungan internal, termasuk didalamnya perumahan dan bangunan lainnya, terhadap kesehatan. Kajian ini juga akan menegaskan isu perancangan baik dalam bangunan individual maupun lingkungan sekitarnya serta menelaah bagaimana faktor fisik dan sosioekonomi berdampak kepada kesehatan. [10] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Sebagai bentuk pengakuan terhadap peran kondisi hunian terhadap kesehatan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mendedikasi area topik tertentu yang mengeksplorasi keterkaitan tersebut. WHO telah menggambarkan bahwa hubungan saling mempengaruhi antara hunian dengan kesehatan hanya dapat dipahami dengan melibatkan beberapa dimensi kajian yang berbeda, termasuk diantaranya lingkungan, masyarakat dan ekonomi10. Bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan yang baik bila memiliki kesesuaian antara rancangan dengan fungsinya. Perancangan rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan kesehatan, baik lainnya secara dapat mempengaruhi langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, rumah sakit yang dirancang dengan baik dan mempertimbangkan aspek kebutuhan pasien dan staffnya dapat memberikan dampak positif terhadap kesembuhan pasien, kinerja staff serta keselamatan staff dan pasien11,12. [11] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Bangunan sekolah yang dirancang dengan baik, yang memiliki dampak langsung terhadap kesehatan siswanya, bahkan telah dikaitkan dengan peningkatan pencapaian prestasi pendidikan, prospek pekerjaan yang lebih baik serta pendapatan yang lebih tinggi di masa dewasa13. Disain bangunan pun dapat mempengaruhi aktifitas fisik dari pemakainya. Sebagai contoh, banyak bangunan modern memiliki tampilan dan akses lift yang mencolok sementara tangga diletakkan tersembunyi atau memiliki tampilan yang tidak menarik. Padahal dengan mendisain tangga yang mencolok dan memiliki daya tarik yang baik maka diharapkan mampu mendorong pemakai bangunan untuk melakukan aktifitas fisik ringan yang bermanfaat bagi kesehatannya sendiri14. Perbaikan standar perancangan bangunan dan bahan bangunan juga telah berkontribusi positif terhadap [12] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat perbaikan derajat kesehatan melalui berbagai aspek, diantaranya kualitas udara, kondisi suhu serta pencahayaan yang memadai. Akan tetapi, walaupun telah terdapat standar modern dalam perancangan bangunan, tidak semua orang merasakan manfaatnya, khususnya bagi mereka yang tinggal dan bekerja di bangunan berusia tua atau tidak terpelihara dengan baik. Sebuah penelitian independen di Inggris terkait kesenjangan kesehatan, yang dikenal dengan Acheson Report menunjukkan bahwa para lansia dan anak-anak lebih cenderung terkena dampak dari kondisi hunian yang tidak layak dibandingkan kelompok usia lain dalam masyarakat15. Dalam laporan tersebut juga menyatakan bahwa selain kerentanan biologis, mereka yang berada pada ujung siklus hidup tersebut juga cenderung lebih berisiko terhadap permasalahan ekonomi dan kekurangan dana dalam usaha memperbaiki dan merawat huniannya melalui proses [13] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat renovasi dan penyediaan bahan bangunan yang berkualitas16. Secara umum, status kepemilikan rumah telah digunakan sebagai indikator independen dalam usaha meningkatkan kesehatan. Akan tetapi sejumlah faktor masih dapat mempengaruhi hubungan tersebut. Sebagai contoh, kesulitan dalam melakukan pembayaran uang sewa hunian akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, khususnya kesehatan mental16,17. Lansia berisiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan hunian (sumber:okezone.com) [14] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Minimnya kapasitas keuangan seseorang untuk memilih atau berpindah tempat tinggal juga telah dikaitkan dengan depresi dan kecemasan18. Kualitas Udara Kualitas udara di dalam ruangan secara langsung dapat mempengaruhi kesehatan. Lima substansi berbahaya yang terdapat pada udara dalam ruangan telah diidentifikasi oleh WHO yakni: radon, asap tembakau, polutan dari proses pembakaran saat memasak, senyawa organik volatil, dan asbestos. Ke lima substansi tersebut telah dikaitkan dengan penyakit pernafasan, termasuk asma, kanker paru dan mesothelioma18 (lihat tabel 1). Radon dan asap tembakau juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko terhadap kesehatan yang dikaitkan kualitas udara indoor di Inggris bersama-sama dengan debu rumah tangga dan karbon monoksida19. [15] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Penelitian telah menunjukkan bahwa untuk melakukan pengukuran dampak terhadap kesehatan dari paparan asbestos dan radon pada bangunan cukuplah sulit20 Contoh Sumber Volatil Organic Compound (VOC) dalam ruang yang bisa mempengaruhi kualitas udara indoor [16] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Tabel 1. Aspek kesehatan dari polusi udara dalam ruangan Polutan udara Deskripsi Dampak terhadap kesehatan Sebuah gas radioaktif Dampak: yang dilepaskan oleh Merusak sel paru-paru uranium, senyawa alami Mengarah ke kanker paru Indoor Radon yang dapat ditemukan di tanah dan bebatuan. Radon terperangkap di udara indoor dengan cara terbawa dari permukaan tanah ke udara diatasnya. Asap Campuran asap dari hasil ETS secara khusus berbahaya Tembakau pembakaran akhir dari bagi balita dan anak-anak dan (Environment rokok, pipa rokok, cerutu efeknya termasuk: Asma, al Tobacco Smoke /ETS) serta asap yang Sindrom kematian mendadak dihembuskan oleh pada balita, Bronchitis dan perokok pneumonia dan penyakit pernafasan lainnya. Perokok pasif juga dapat mengarah kepada Kanker paru, Iritasi mata, hidung dan tenggorokan dan berpotensi kepada gangguan sistem jantung [17] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Cooking Pollutans Sumber polusi dalam Dampak terhadap anak-anak ruangan yang berasal berupa gangguan pernafasan dari proses memasak, termasuk pneumonia baik yang menggunakan Dampak terhadap orang dewasa bahan bakar konvensional (kayu bakar, arang, atau minyak tanah), maupun bahan bakar gas. berupa Penyakit dan infeksi saluran pernafasan, Meningkatkan kecenderungan asma dan perubahan fungsi paru Senyawa Senyawa yang menguap Beberapa senyawa VOC diketahui Organik (menjadi gas) pada suhu sebagai karsinogen sedangkan Volatil kamar. Sumber yang lainnya memiliki efek yang (Volatil umumnya memancarkan berbahaya terhadap kesehatan, organic compounds / VOCs) VOC ke udara di dalam diantaranya: ruangan termasuk Iritasi Asbestos diantaranya produk- hidung produk rumah tangga Sakit kepala dan perawatannya serta Pusing bahan-bahan material Gangguan penglihatan dan perabotan. Gangguan memori Bahan alami yang terbuat Dampak: dari serat atau benang Keracunan asbestos yang berukuran sangat Kanker kecil dan sering digunakan untuk material interor yang tahan api dan panas serta produkproduk konsumsen lainnya, semisal penutup papan setrika. Serat tersebut dapat terhisap ke dalam paru-paru saat seeorang bernafas. [18] mata, tenggorokan dan Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Anak-anak cenderung lebih rentan terhadap kondisi lingkungan tertentu dibandingkan orang dewasa yang sehat. Rata-rata orang dewasa bernafas sebanyak 13.000 liter udara per hari; dan anak-anak dalam bernafas membutuhkan 50% udara lebih banyak per berat berat badannya dibandingkan orang dewasa21. Para lanjut usia dan orang-orang dengan penyakit pernafasan juga lebih rentan terhadap gangguan kesehatan akibat kualitas udara yang buruk22. [19] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Temperatur Suhu ruangan memiliki implikasi yang besar terhadap kesehatan manusia. Sebuah hasil penelitian di Inggris tentang determinan sosial dan lingkungan terhadap kematian di musim dingin selama kurun waktu 10 tahun menunjukkan bahwa terhadap hubungan antara suhu ruangan yang rendah dan peningkatan kematian, khususnya pada kelompok usia lanjut usia dan mereka yang tinggal di panti werdha23. Temuan serupa juga dilaporkan dalam sebuah kajian awal yang dilakukan di Irlandia Utara24. Telah dikemukakan juga bahwa suhu ekstrem yang dihasilkan oleh kondisi perumahan yang buruk merupakan hal yang sering diabaikan terkait beban penyakit secara global, berkontribusi terhadap kecelakaan domestik, penyebaran penyakit menular dan memburuknya kesehatan secara umum25. Sedangkan di Indonesia, yang merupakan negara dengan iklim tropis, faktor kenyamanan thermal menjadi isu yang muncul terkait kesehatan individu. [20] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Kondisi thermal yang tidak nyaman dalam ruangan secara simultan dapat mengarah terhadap gangguan kesehatan sementara akibat kondisi bangunan, atau yang lebih dikenal dengan Sick Building Syndrome (SBS). Hasil penelitian Budi Haryono di tahun 2008 menyatakan bahwa dari 350 karyawan yang bekerja pada 18 gedung perkantoran yang disurvei, 50% diantaranya mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Kelembaban Hubungan antara hunian yang lembab dan berjamur dengan gangguan kesehatan seperti alergi serta masalah iritasi kulit telah dilaporkan secara luas dalam berbagai literatur dan publikasi ilmiah. Suhu udara yang dingin merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap munculnya kelembaban, bersama dengan buruknya ventilasi, bahan bangunan yang tidak standar serta fasilitas pemanas yang tidak memadai17. [21] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Terdapat penelitian di Inggris yang mengkaji berbagai literatur terkait kondisi rumah yang lembab dan kesehatan pernafasan penghuninya dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun, dimana hasilnya peningkatan risiko gejala gangguan menunjukkan pernafasan khususnya pada kelompok anak-anak26. Sebuah kajian yang lain menunjukkan hubungan antara kelembaban, kesehatan perkembangan yang buruk jamur pada dan status anak-anak dan kemungkinan hubungannya dengan kelompok dewasa dengan status kesehatan yang lebih buruk, khususnya yang berkaitan dengan gangguan pernafasan24. Terkait masalah pernafasan dan alergi, penelitian terbaru telah menunjukkan hubungan yang signifikan dengan faktor kelelahan, depresi dan kecemasan kronis. Lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat beberapa indikasi peningkatan risiko akan stroke otak, serangan jantung dan hipertensi yang dikaitkan dengan rumah yang [22] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat berjamur, akan tetapi indikasi tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut27. Kebisingan Dampak kebisingan terhadap kesehatan menjadi lebih sulit untuk diukur saat tingkat kebisingannya hanya menyebabkan gangguan kenyamanan dan bukan dianggap sebagai sebuah potensi kerusakan yang nyata terhadap pendengaran individu. Hal ini disebabkan karena sifat subjektifitas alami dari gangguan yang mencakup preferensi pribadi dan perbedaan tingkat toleransi terhadap sumber kebisingan antar individu. Sebuah laporan penelitian tentang efek kebisingan dan gangguan kesehatan menunjukkan sebuah rantai kausal antara kesehatan, gangguan audio dan rasa sakit, tetapi tautan yang utama dikaitkan dengan bagaimana individu mengalami kebisingan serta bagaimana usaha individu tersebut dalam mengendalikan dampak dari lingkungannya28. [23] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Beberapa contoh aktifitas dengan tingkat desibelnya (sumber: design-real.com) Penelitian lain telah menemukan perbedaan mencolok dari dampak gangguan pada kelompok usia yang berbeda. Bagi kelompok usia dewasa, gejala utama meliputi depresi dan berdampak pada sistem kardiovaskular, pernafasan dan musculo-skeletal. Gejala utama yang dialami oleh kelompok usia lanjut adalah peningkatan kejadian stroke, sedangkan pada kelompok anak-anak efek kebisingan yang utama terlihat pada gejala gangguan pernafasan29. Kebisingan pada malam hari juga dianggap sebagai sebuah masalah dikarenakan mampu mempengaruhi [24] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat kualitas tidur seseorang yang pada akhirnya berdampak kepada kesehatan10. Lebih lanjut, penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kebisingan berkontribusi terhadap memburuknya kondisi penderita asma yang tinggal di perkotaan dikarenakan para penderita asma tersebut tidak dapat tidur dengan kondisi jendela yang terbuka akibat kebisingan yang terjadi30. Pencahayaan Tingkat pencahayaan, terutama intensitas paparan sinar matahari, dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis individu. Sebuah hubungan telah ditemukan antara kejadian depresi dengan kurangnya paparan sinar matahari18. Lebih lanjut, kemungkinan terdapat hubungan antara jumlah cahaya alami pada sekolah terhadap motivasi murid dan efektivitas waktu pembelajaran12,14. [25] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Keamanan Hunian Sebuah studi menunjukkan lebih dari 20 juta kasus cedera yang terjadi di rumah dan tempat hiburan setiap tahunnya memerlukan penanganan medis, dengan 10% diantaranya melibatkan perawatan rumah sakit dan 83.000 kasus berujung kepada kematian31. Disain rumah tinggal juga dianggap sebagai salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan domestik18. Data statistik terbaru dari Sistem Surveilan Kecelakaan Rumah Tangga dan Tempat Hiburan di Eropa (EHLAS) [26] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat mengidentifikasi 48% kecelakaan terjadi di dalam rumah tinggal dan sekitarnya. Para lanjut usia dan anak-anak menjadi kelompok usia yang paling berisiko terhadap berbagai jenis kecelakaan yang lazim terjadi seperti terjatuh dan luka bakar.32,33 Area di Rumah dan tempat publik yang paling sering terjadi kecelakaan32 [27] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Ruang Ketentuan ruang yang memadai juga telah dikaitkan dengan dampak terhadap kesehatan. Sebuah hubungan telah ditemukan antara buruknya kondisi kesehatan mental dengan minimnya ketersediaan ruang pada rumah tinggal sebagaimana tidak memadainya kondisi ruang untuk aktifitas interaksi sosial baik didalam maupun diluar rumah tinggal18. Sumber: tribunennews.com Hunian dan flat yang didiami oleh penghuni dengan banyak variasi jenis pekerjaan merupakan faktor risiko terkuat terkait rumah tinggal [28] yang berhubungan Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat dengan kondisi kesehatan mental yang buruk17. Sebuah hubungan juga telah ditemukan antara tingginya jumlah penghuni dan pertumbuhan jamur terkait hasil peningkatan kelembaban area18,24. Secara khusus anakanak berisiko mengalami gangguan kesehatan sebagai hasil dari keterbatasan ruang dan kesesakan yang berlebih (overcrowding). Anak-anak yang tinggal pada hunian bertingkat tinggi cenderung akan mengalami pembatasan akses untuk bermain yang mana dapat dihubungkan dengan lebih banyak permasalahan perilaku, peningkatan masalah kesehatan mental dan secara umum derajat kesehatan yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tinggal hunian rendah atau perumahan keluarga tunggal36. Penyediaan ruang tidak semata-mata berhubungan dengan perumahan; ruang yang yang dialokasi secara memadai per siswa pada bangunan sekolah juga dapat dikaitkan dengan motivasi belajar para siswa dan efektifitas waktu pembelajaran12. [29] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Aksesibilitas Aksesibilitas dimaknai telah sebagai pemanfaatan secara menyeluruh sebuah hunian dan lingkungan sekitarnya. Para lanjut usia adalah kelompok paling yang sering mengalami permasalahan aksesibilitas dan semakin meningkat seiring pertambahan usia. Permasalahan aksesibilitas telah dikaitkan dengan rendahnya kesejahteraan secara subjektif, memburuknya rasa sehat yang dipersepsikan serta rendahnya kualitas kesejahteraan psikologis18. [30] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Konsep perancangan untuk kehidupan (design for life) menyadari perubahan kebutuhan dari para penghuni bangunan sepanjang hidup mereka dan memastikan bahwa rumah tinggal dapat diakses dan mampu beradaptasi dengan para penghuninya yang memiliki permasalahan mobilitas atau pergerakan baik yang sifatnya sementara maupun permanen. Lingkungan sekitar Perancangan terhadap lingkungan sekitar yang mengelilingi bangunan dapat berpengaruh terhadap kesehatan37. Sebagai contoh, pemandangan dari jendela rumah sakit, sekolah ataupun rumah tinggal telah dikaitkan dengan dampak kesehatan. Pemandangan alam secara khusus dianggap sangat bermanfaat dengan banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa pasien-pasien rumah sakit yang mendiami kamar perawatan yang memiliki pemandangan alami cenderung mengalami pemulihan [31] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat yang jauh lebih cepat daripada pada pasien yang kamarnya tidak memiliki pemandangan alami12,38. Pemandangan alami juga telah dihubungkan dengan penurunan angka kematian para penduduk lanjut usia, rendahnya angka panggilan medis diantara para tahanan penjara, rendahnya kegelisahan pada pasien tekanan dokter darah gigi 14. dan Sebuah penelitian yang dilakukan di sekolah menunjukkan bahwa siswa yang memiliki akses atau pandangan langsung ke lingkungan alami menunjukkan tingkat perhatian yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki akses tersebut14,36. Peletakan titik masuk rumah dapat mempengaruhi pengembangan dan memelihara kualitas dukungan jejaring sosial. Kemungkinan terjadinya interaksi sosial menjadi lebih besar saat pintu masuk dari unit hunian dirancang berdekatan atau saling berhadapan satu [32] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat sama lainnya, atau langsung terkoneksi menuju akses pejalan kaki atau area pertemuan publik18. Ciri lain dari perencanaan kota yang mengedepankan orientasi terhadap masyarakat meliputi39: 1. perencanaan yang mendorong keterkaitan visual, 2. mengusahakan pemenuhan aspek privasi yang memadai, 3. memastikan para penduduknya memiliki akses yang mudah terhadap berbagai fasilitas, taman, fasilitas rekreasi dan pusat kota, 4. memberikan ruang yang ramah bagi pejalan kaki 5. menyediakan pemandangan yang baik terhadap lingkungan sekitar (streetcapes), 6. mendorong penggunaan beranda terbuka dan pagar yang rendah, 7. membatasi lalu lintas kendaraan bermotor Akan tetapi sebuah studi lain menekankan pentingnya memiliki batasan yang jelas antara ruang private dan [33] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat ruang fasilitas bersama seperti banyaknya akses pada area rekreasi dan sedikitnya taman yang mendukung pemenuhan kebutuhan privasi dihubungkan tingginya tingkat kejadian depresi40. Hubungan antara perancangan wilayah dengan kriminalitas telah menyita cukup banyak perhatian akan tetapi berbagai teori yang berbeda muncul tentang bagaimana kriminalitas bisa dicegah dengan pendekatan perancangan. Konsep dari tata ruang yang mampu mempertahankan penghuninya, ditunjukkan melalui prinsip cul-de-sacs dan lingkungan terisolasi, yang bekerja dengan prinsip dan pemikiran bahwa dengan tidak memasukkan orang asing ke lingkungan akan mengurangi potensi kejahatan36. Belakangan ini telah ditegaskan bahwa konsep tersebut dapat membuat suatu tempat atau lingkungan menjadi lebih rentan, karena karakternya yang tersembunyi dari perhatian publik dan fakta bahwa rasa aman dapat [34] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat ditingkatkan jika terdapat lebih banyak berlalu lalang melewati tempat atau lingkungan tersebut41. Sehingga disain yang mampu meningkatkan visibilitas lokasi; seperti konfigurasi perumahan yang memfasilitasi pengawasan lingkungan serta menyingkirkan elemen lingkungan yang mengarah kepada hal negatif (contoh: bangunan terlantar); dapat mengurangi angka kriminalitas42. Disain yang baik dapat mendorong rasa kepemilikan bersama, keterlibatan masyarakat yang lebih besar serta menekan angka efek negatif seperti vandalisme dan penyalahgunaan fasilitas43. Lokalitas Terdapat peningkatan pengakuan terhadap kaitan antara kondisi lingkungan yang tidak memadai dengan kesehatan individu. Dengan demikian secara keseluruhan “daerah yang terimbas” memiliki dampak langsung pada gangguan kesehatan bahkan walaupun faktor risiko perilaku dan status sosial ekonomi telah dikendalikan15,17. Sebagai contoh, ketersediaan dan [35] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat akses terhadap pelayanan mungkin akan lebih terbatas pada beberapa wilayah dengan dampak lanjutan yang mengarah kepada gangguan kesehatan fisik maupun mental44,45. Perbaikan Kualitas Perumahan Penelitian lanjutan telah dilakukan terkait dengan dampak perbaikan kualitas perumahan terhadap kesehatan. Hubungan yang signifikan telah ditunjukkan antara perbaikan perumahan, kesehatan mental dan gejala gangguan pernafasan. [36] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Dampak yang merugikan juga teridentifikasi pada potensi hubungan tidak langsung dengan kesehatan melalui peningkatan biaya terkait perumahan (seperti harga sewa dan perawatan) yang berujung kepada berkurangnya pendapatan penghuni serta kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari serta penyediaan hunian yang nyaman secara thermal 46-48. [37] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat [38] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat BAGIAN 3 AREA PUBLIK DAN JEJARING SOSIAL [39] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat S etiap penduduk di kota akan memerlukan udara segar untuk bernafas, sebuah pelarian visual dan mental bernuansa pedesaan yang didapatkan dari taman dan area terbuka hijau yang dirancang didalam perkotaan49. Ruang publik dimaknai sebagai setiap ruang terbuka yang berada didalam lingkungan binaan kota yang tidak dimiliki secara pribadi dan memadukan antara ruang hijau dengan ruang masyarakat. Ruang hijau termasuk diantaranya taman, kebun dan koridor hijau sedangkan ruang masyarakat meliputi pasar, alun-alun kota, jalur pejalan kaki dan fasilitas transportasi ( terminal bis dan stasiun kereta). Gagasan akan konektifitas atau jejaring digunakan untuk memotret peran mendasar dari infrastruktur transportasi yang memainkan peran dalam menghubungkan secara bersama-sama ruang dan tempat yang berada didalam lingkungan binaan perkotaan. Bagian ini akan mengkaji bukti-bukti yang mengkaitkan antara kesehatan dengan area publik dan [40] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat jejaring yang ada di dalam lingkungan binaan. Kajian ini akan menelaah berbagai faktor yang mempengaruhi penggunaan ruang publik dan pergerakannya disekitar lingkungan binaan, termasuk dari sisi ketersediaan ruang publik, daya tarik visual dan faktor keselamatan. Berbagai pengaruh yang menyeluruh seperti perancangan dan penggunaan lahan dan sistem transportasi juga menjadi pertimbangan dalam kajian ini. Dampak transportasi terhadap kesehatan telah diungkap terlebih dahulu dalam sebuah publikasi di Irlandia yang menelaah sejumlah area amatan, [41] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat diantaranya cedera akibat kecelakaan lalu lintas, polusi udara dan kebisingan, aktifitas fisik dan efeknya terhadap komunitas serta inklusi sosial50. Oleh karena itu pada bagian ini akan berfokus pada berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penggunaan moda transportasi. Ruang publik dan jejaringnya mampu mempengaruhi kesehatan fisik, mental dan sosial dalam berbagai cara. Akses terhadap ruang publik yang berkualitas baik dan terpelihara dengan baik, sistem transportasi umum yang efisien dan modern dan lingkungan yang ramah dapat mendorong keberadaan aktifitas fisik, meningkatkan kecenderungan untuk berinteraksi sosial serta berkontribusi terhadap perbaikan kualitas udara. Aktifitas Fisik Aktifitas fisik mengurangi risiko obesitas, penyakit jantung, diabetes dan stress, akan tetapi menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) , 60 persen penduduk dunia [42] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat tidak mencapai jumlah minimum aktifitas fisik harian yang diperlukan untuk memperoleh kesehatan51. Sebuah kajian tentang keuntungan ekonomi dari ruang hijau memperkirakan bahwa penyediaan ruang hijau untuk mebawa perubahan sebesar 1% terhadap populasi tetap ternyata mampu memberikan nilai ekonomis mulai dari 479 juta Euro sampai dengan 1.4 milyar Euro per tahunnya tergantung apakah kelompok usia lanjut (75+) dimasukkan atau tidak ke dalam analisis. Laporan tersebut juga menyimpulkan bahwa sementara dampak aktifitas fisik terhadap penyakit jantung, gangguan musco-skeletal, stroke dan kanker dapat diukur, akan tetapi dampaknya terhadap kesehatan psikologis lebih sulit untuk dilakukan kuantifikasi 52. Namun bukti-bukti dari penelitian lain menunjukkan bahwa kehadiran ruang hijau dapat bermanfaat bagi kesehatan mental.53,54 [43] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Ruang hijau dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan dengan menyediakan : Sebuah ruang bagi masyarakat untuk bertemu dan berinteraksi Sebuah tempat untuk berolahraga Sebua tempat untuk bersantai Sebuah pengalaman visual yang menyenangkan Sebuah penghalang untuk mengurangi kebisingan lingkungan Sebuah filter untuk memberbaiki kualitas udara Lingkungan perkotaan yang minim akan ruang pertemuan terbuka dapat mendorong kebiasaan untuk hidup berpindah-pindah, sedangkan penyediaan taman yang menarik dan ruang terbuka dapat memfasilitasi kesempatan warganya Kecenderungan untuk untuk menjadi berolahraga.43,55,56 aktif secara fisik meningkat tiga kali lebih tinggi bila berada pada lingkungan pemukiman yang berisi penghijauan yang memadai dan kemungkingan akan kelebihan berat badan atau obesitas dapat berkurang sampai dengan 40 persen.57 [44] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Menjadikan aktifitas fisik sebagai bagian dari kegiatan sehari-hari dianggap mampu menjadi cara yang paling efektif dalam memenuhi standar minimun 30 menit aktifitas fisik per hari sesuai panduan51. Dampak transportasi publik terhadap tingkat aktifitas fisik dikarenakan sebagian besar perjalanan dimulai dan diakhiri dengan beberapa aktifitas fisik dalam upaya mengakses layanan transportasi itu sendiri. Sebuah studi menyatakan bahwa dalam sebuah perjalanan melibatkan 19 menit aktifitas fisik, atau hampir dua per tiga dari waktu minimum yang distandarkan 58. Sebaliknya sebuah studi tentang hubungan antara waktu berkendaraan (motor atau mobil), aktifitas fisik dan obesitas menemukan bahwa pada setiap tambahan satu jam yang dihabiskan untuk berkendaraan dalam sehari maka akan meningkatkan kecenderungan terserang obesitas sebesar 6 persen59. Perancangan jalan dapat memfasilitasi atau sebaliknya menghambat aktifitas pejalan kaki dan mereka yang [45] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat bersepeda. Sebuah studi yang dilakukan pada penghuni kota Los Angeles menunjukkan bahwa warga yang tinggal didalam area yang jalan lingkungannya dirancang dengan pendekatan sistem grid tradisional 25% diantaranya cenderung lebih suka untuk berjalan kaki ke tempat kerjanya dibandingkan warga yang pada area lain dengan kondisi sosio-ekonominya sejenis yang jalan lingkungannya dirancang khusus untuk mobil saja60. Faktor lingkungan lain yang mepengaruhi pemilihan moda transportasi meliputi ketersediaan jalur sepeda dan pejalan kaki, yang disarankan terpisah dari pengguna jalan lainnya dan langkah-langkah lain yang dapat mengendalikan lalu lintas kendaraan bermotor61. Dalam menelaah bagaimana lingkungan binaan mempengaruhi aktifitas fisik, beberapa pakar mengakui bahwa hal tersebut merupakan hal yang kompleks untuk diuraikan serta pengaruh tersebut berjalan [46] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat melalui berbagai faktor mediasi seperti karakteristik sosial demografi, variabel personal dan budaya, keselamatan dan keamanan serta alokasi waktu62. Berbagai faktor yang memfasilitasi atau menghambat aktivitas fisik dirangkum seperti yang terlihat pada tabel berikut. Faktor yang mendukung & menghambat aktivitas fisik62 Mendukung Penggunaan Lahan Aksesibilitas Perancangan Menghambat Kepadatan penggunaan lahan Bauran penggunaan lahan Jarak yang jauh dari tujuan atau fasilitas pelayanan Perancangan fasilitas yang hanya berorientasi estetika Infrastruktur Kondisi trotoar yang tak layak Transportasi Jalan dengan pola berliku Sikap dan motivasi Faktor individu Faktor interpersonal Kualitas Udara Efek dari paparan kualitas udara yang buruk terhadap kesehatan telah dipelajari secara ekstensif. Paparan polusi udara yang tinggi dan dalam jangka panjang [47] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat dapat mengurangi angka harapan hidup selama satu tahun atau lebih3,22. Polusi yang berasal dari aktifitas lalu lintas telah diidentifikasi sebagai salah satu dari empat pemicu utama kejadian asma30. Terdapat juga peningkatan bukti-bukti terkait dampak polusi udara terhadap jantung dan saluran pernafasan22. Lebih lanjut lagi, mereka yang tinggal dekat dengan jalan raya yang ramai memiliki kemungkinan untuk mengalami peningkatan risiko keterpaparan terhadap polutan karsinogen yang berasal dari bahan bakar kendaraan63. Beberapa kelompok penduduk lebih rentan terhadap polusi udara, termasuk diantaranya anak-anak pada usia dini, lanjut usia, mereka yang memiliki penyakit jantung dan pernafasan, mereka yang terpapar dengan bahan beracun lainnya yang mampu menambah atau bereaksi dengan polutan udara, serta tekanan sosial ekonomi 22. Secara khusus anak-anak memiliki risiko yang tinggi [48] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat sebagian dikarenakan sistem kekebalan tubuh dan fisiologi mereka yang belum matang, sebagaimana bayi yang berusia dibawah satu tahun juga memiliki risiko yang besar pula64. Dampak negatif dari perkotaan cenderung diidentifikasikan dengan volume lalu lintas yang sangat tinggi yang menyebabkan peningkatan kadar polusi udara15. Ruang hijau dapat secara positif mempengaruhi kesehatan melalui kontribusinya dalam meningkatkan kualitas udara. Vegetasi mampu menghilangkan polutan, apakah berupa gas atau partikel debu, dan kemampuan vegetasi ini mencakup semua ukuran partikel debu dan semua polusi terkait lalu lintas53. Sebagai contoh, sebuah area hutan kota dengan karakteristik vegetasi yang berdaun lebar dapat mengurangi polusi udara ambien sebesar 17%65. [49] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Jejaring Sosial Pengaruh jejaring sosial pada kesehatan menjadi sebuah issue yang semakin berkembang. Jaringan sosial yang tidak memadai umumnya dihubungkan dengan sejumlah dampak terhadap kesehatan termasuk diantaranya obesitas, penyakit jantung, permasalahan kesehatan mental serta peningkatan angka kematian66,67. Sebuah lingkungan yang didisain dengan baik akan mampu mendorong atau menunjang interaksi antar masyarakatnya, begitupun sebaliknya. [50] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Disain lingkungan juga menjadi elemen yang paling memungkinkan untuk mempromosikan penguatan jejaring sosial antara lingkungan dengan fungsinya yang beragam dan memungkinkan berorientasi kepada penduduknya pejalan untuk kaki, melakukan aktivitas sehari-hari tanpa menggunakan kendaraan bermotor68. Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa ketika volume lalu lintas meningkat, maka sensitifas masyarakat terhadap kehidupan bertetangga semakin menurun. Pada lingkungan perumahan, mereka yang tinggal pada tepi jalan yang lalu lalangnya rendah cenderung menganggap seluruh jalan adalah wilayah teritorial mereka dan dilaporkan mereka memiliki interaksi sosial yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal pada tepi jalan yang tingkat lalu lalangnya tinggi69. Ketersediaan taman dan ruang bersama juga mampu meningkatkan potensi interaksi sosial dan aktifitas bermasyarakat53. [51] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Keselamatan Jalan Raya Kecelakaan di jalan raya merupakan salah satu penyebab menurunnya angka harapan hidup di berbagai kota di dunia. Umumnya para lanjut usia sangat rentan terhadap kecelakaan, baik sebagai pejalan kaki, penumpang maupun pengemudi70. Anak-anak juga merupakan kelompok pejalan kaki dengan risiko cedera tertinggi, mengingat jumlah jumlah anak-anak yang melakukan aktifitas dengan berjalan kaki cukup tinggi71. Dampak negatif dari perkotaan cenderung diidentikasikan dengan tingginya volume lalu lintas, dengan penduduk yang berisiko tinggi terhadap kecelakaan jalan raya, seringkali tanpa memiliki keuntungan dari akses akan transportasi pribadi72. Risiko cedera, terutama para anak-anak pejalan kaki, akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan volume lalu lintas, kecepatan rata-rata lalu lintas yang [52] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat melebihi 40 km/jam, dan padatnya parkiran pada tepian jalan73. Perancangan jalan raya berkontribusi kepada keselamatan penggunanya; jalanan yang lurus, lebar dan halus mendorong pengendara untuk memacu kendaraannya dalam kecepatan tinggi dan membuat orang enggan untuk bepergian dengan berjalan kaki atau sepeda, sedangkan kondisi jalan yang sempit dan berliku serta berbelok memiliki efek sebaliknya 61. Dampak faktor keselamatan jalan raya tidak hanya berupa risiko cedera saja, terutama pada anak-anak. Bahaya lalu lintas yang membayangi para orangtua dapat mengarah kepada tindakan orangtua untuk melarang anak-anaknya bermain di jalan, berjalan atau bersepeda berdampak ke sekolahnya, pada minimnya yang pada aktifitas akhirnya fisik anak. Sebagaimana pola aktifitas fisik yang dibiasakan pada masa kanak-kanak merupakan determinan kunci terhadap pembentukan perilaku di masa dewasa, maka [53] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat hal ini akan berpotensi memiliki implikasi yang jauh ke depan terhadap kesehatan individu74. Masalah keamanan juga menjadi relevan terkait dengan penggunaan ruang publik, tetapi lebih sering dikaitkan kejahatan atau ketakutan akan tindak kejahatan. Secara umum, individu akan lebih cenderung menggunakan ruang publik secara maksimal jika area ruang publik tersebut memberikan rasa aman75. Perbaikan sarana penerangan jalan menunjukkan efek pengurangan tindak kejahatan dan meningkatkan rasa aman dan kepercayaan diri penduduk pada malam hari76. Sebuah survei di Inggris pada tahun 2001 mengungkapkan bahwa 13% responden merasa tidak aman dan 20% merasa sedikit tidak aman saat mereka harus berjalan sendirian di area publik setelah malam tiba. Sekitar 30% menyatakan bahwa mereka tidak pernah berjalan sendirian di area tempat tinggal mereka saat malam tiba, dan pada kelompok responden wanita [54] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat angka tersebut naik menjadi 43% sedangkan pada kelompok lanjut usia (60+) angkanya menjadi 66%. Seperti dikutip dari responden, rasa takut akan tindak kejahatan itu menjadi alasan penyebab utamanya hal tersebut terjadi, bukan karena kejahatan itu sendiri 77. Kecemasan yang akut dapat memiliki efek yang merugikan terhadap kualitas hidup manusia dan rasa takut itu sendiri menjadi masalah yang tidak kalah seriusnya sebagaimana permasalah kriminalitas itu sendiri36,69. Sebuah studi mengenai dampak dari rasa aman yang yang diterima individu pada tingkat aktifitas fisik menunjukkan bahwa kemungkinan individu untuk menjadi aktif dalam sebuah lingkungan perumahan yang tidak kondusif menjadi 50 persen lebih rendah daripada individu yang berada pada lingkungan yang kondusif, serta kemungkinan untuk mengalami kasus kelebihan berat badan atau obesitas meningkat menjadi 50 persen lebih besar57. [55] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Kualitas hidup dan keamanan lingkungan fisik yang baik sangatlah penting untuk perkembangan anak yang sehat. Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang tidak aman memiliki risiko yang lebih besar terpapar berbagai permasalahan perilaku, seperti hiperaktif, agresif atau penarikan diri69. Daya Tarik Lingkungan Memburuknya berbagai elemen fisik di lingkungan perkotaan seperti lingkungan yang kumuh, vandalisme dan sampah yang berserakan, dapat membahayakan kesehatan penduduknya. Berbagai penelitian telah menyoroti bagaimana sebuah lingkungan fisik dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental melalui penurunan frekuensi aktifitas fisik, meningkatnya rasa cemas berlebih dikalangan penghuninya dan meningkatnya kasus gangguan sosial54,56,57,78. Orang akan cenderung untuk melakukan aktifitas fisik atau olahraga ringan jika [56] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat tersedia trotoar atau pedestrian jalan yang menarik, tanpa ada gangguan disepanjang jalurnya, dalam kondisi yang terawat serta memiliki pemandangan yang menyenangkan61,62,75. Sebuah kajian mengenai taman publik di Inggris menyatakan bahwa mereka yang hidup di daerah yang terkucil pada sebuah wilayah kota cenderung akan kehilangan keuntungan dari sebuah taman dan ruang hijau yang berkualitas baik. Dalam 100 taman yang wewenang pengelolaannya dicabut, 40% diantaranya mengalami penurunan kualitas fisik dan 88% [57] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat diantaranya dinilai akan semakin memburuk kondisinya di masa yang akan datang79. Dibagian luar taman publik pada daerah tertinggal diperkotaan akan ditemukan banyak grafiti dan tindakan pengrusakan (vandalisme) yang mencolok43. Aksesibilitas Kecenderungan penggunaan ruang terbuka publik untuk aktivitas fisik akan semakin meningkat seiring peningkatan kemudahan akses ke ruang publik itu sendiri52. Penelitian kualitatif juga telah menunjukkan bahwa aspek kemudahan akses ke berbagai fasilitas bebas biaya merupakan faktor yang sangat mepengaruhi aktifitas masyarakat61. Minimnya akses terhadap penggunaan transportasi secara mencolok dialami oleh para lanjut usia, kelompok difabel dan mereka yang berada pada kelas sosial ekonomi terendah. [58] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Ke tiga kelompok tersebut akan megalami kendala dalam mengakses berbagai layanan ekonomi dan fasilitas perawatan kesehatan serta dapat menghabiskan sebagian besar sumber daya yang mereka miliki hanya untuk kebutuhan transportasi15. Mereka cenderung menjadi sangat rentan khususnya pada lingkungan yang didominasi oleh penggunaan kendaraan pribadi 61. Jarak Jangkauan Akses Praktik pemanfaatan lahan yang memisahkan antara lokasi kerja, pusat perbelanjaan barang dan jasa serta lokasi perumahan dapat mendorong penggunaan kendaraan pribadi, terlebih lagi bila pilihan transportasi publik tidak tersedia atau tidak menjadi alternatif yang menarik untuk mobilitas penduduk80. Ketika perkembangan perkotaan tidaklah direncanakan atau tidak terkendali dan meluas ke daerah perbatasan yang berada di pinggir kota –biasa diistilahkan urban sprawl – maka tingkat ketergantungan masyarakat [59] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat terhadap kendaraan bermotor akan semakin melesat naik81. Bukti yang diperoleh dari penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di area urban sprawl akan berkendara tiga atau empat kali lebih lama daripada mereka yang tinggal diarea yang efisien dan terencana dengan baik82. Bila dibanding mereka yang tinggal di kawasan terpadu, individu yang tinggal di area perluasan kota (urban sprawl) cenderung kurang berjalan kaki sebagai olahraganya, memiliki tingkat berat badan yang lebih [60] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat tinggi dan juga berpotensi memiliki tekanan darah tinggi83. Lamanya waktu perjalanan juga dapat berdampak terhadap kesehatan mental, kehidupan berkeluarga dan jejaring sosial bagi mereka yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk terlibat dalam aktif dalam kegiatan bermasyarakat42. Perluasan kota (urban sprawl) dapat berdampak kepada kesehatan dengan meningkatnya: Risiko Obesitas Polusi Udara Kecelakaan Lalu Lintas Stress Perasaan terisolasi [61] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat [62] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat BAGIAN 4 MEMBANGUN SINERGI [63] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat K ajian ini menunjukkan dampak besar dari lingkungan binaan masyarakat. Pada terhadap level kesehatan makro dampak tersebut berhubungan dengan perencanaan tata ruang kota, pemanfaatan lahan yang terpadu serta infrastruktur transportasi. Pada tingkat lokal meliputi perancangan, perawatan dan pemanfaatan bangunan, ruang publik dan jaringan transportasi menjadi hal yang sama pentingnya. Perancangan jaringan jalan, ketersediaan ruang terbuka, pemenuhan rasa aman dan keamanan yang nyata terhadap sebuah area serta sumber daya personal juga menjadi pengaruh yang penting terhadap lingkungan dan kondisi sosial. Sebagai contoh saat mendorong masyarakat untuk berjalan kaki dan bersepeda disekitar lingkungan mereka berarti penting untuk membuat jalanan menjadi tempat yang aman dan menarik, dengan memastikan pemenuhan semua kebutuhan pengguna jalan, tidak hanya bagi para [64] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat pengendara kendaraan bermotor. Sebuah taman yang dirancang dengan baik akan menarik seseorang untuk tinggal lebih lama, berinteraksi dan melakukan lebih banyak aktifitas. Bagaimana sebuah lingkungan binaan dengan sekian banyak komponennya dapat berdampak pada kesehatan dapat dillustrasikan sebagaimana pada skema berikut Skema Mekanisme pengaruh Lingkungan Binaan terhadap kesehatan [65] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Kesenjangan Dalam Kesehatan Pada akhirnya, yang paling teramat penting adalah fakta bahwa beban tidak merata dari konsep kausalitas sehat-sakit yang berhubungan dengan lingkungan binaan menjadi beban kelompok tertentu tanggungan didalam beberapa masyarakat. Hal ini sebelumnya sudah disoroti bahwa mereka yang paling tidak berkecukupan didalam masyarakat akan mengalami penurunan status kesehatan yang lebih buruk66. Fakta ini menambah bukti lebih lanjut terhadap perspektif tersebut. Masyarakat yang miskin akan cenderung hidup dalam lingkungan binaan yang berkualitas rendah dan tentunya hal ini berkontribusi terhadap menurunnya derajat kesehatan mereka. Dalam laporan ini juga mengidentifikasi anak-anak dan lanjut usia khususnya menjadi kelompok yang rentan, bukan hanya karena kerentanan biologis mereka tapi dikarenakan juga jumlah yang signifikan dari anak-anak dan lanjut usia yang tergolong kelompok miskin. [66] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Tantangan Bagi Kesehatan Masyarakat Lingkungan adalah sebuah pemukiman dimana orang menjalani hidupnya dan berbagai bukti menunjukkan lingkungan menjadi faktor yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Memerangi penyakit jantung, masalah gangguan pernafasan dan penyakit mental berarti memastikan tersedianya peluang masyarakat untuk beraktivitas secara sehat, berolahraga, mendapatkan kualitas udara yang baik dan jejaring lingkungan sosial, dimana kesemuanya dipengaruhi oleh sifat fisik dari lingkungan itu sendiri. Perencanaan yang efektif bagi kesehatan masyarakat melibatkan lebih dari sekedar perencanaan pelayanan kuratif, tetapi juga melibatkan habitat manusia yang sehat serta struktur sosial yang mendukung74. Tantangan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan lingkungan binaan meliputi kualitas dan akses ke sarana pendidikan, peluang ekonomi, akses terhadap layanan sosial dan kesehatan, menciptakan [67] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat ikatan jejaring sosial yang kuat, kualitas udara dan air yang baik serta kesempatan untuk melakkan aktivitas fisik. Kesemua itu tergantung kepada kemampuan dan komitmen kita untuk menciptakan lingkungan binaan yang lebih sehat. Pengembangan Kebijakan Kebutuhan akan kebijakan dan kerangka legislatif yang kuat dalam memandu pembangunan di masa yang akan datang telah diakui dan saat ini terdapat pemangku kebijakan yang meninjau kebutuhan strategis dari ke dua wilayah tersebut selama periode waktu tertentu. Dalam usaha pencapaian jangka panjang dituangkan Pembangunan Wilayah dalam 2025, sebuah yang Strategi menjabarkan berbagai konteks kebijakan untuk pembangunan di masa yang akan datang. Kebijakan tersebut akan memandu pembangunan fisik dengan menitikberatkan kepada permintaan perumahan, transportasi dan [68] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat infrastruktur serta menyediakan arah strategis terhadap kebutuhan di masa yang akan datang84. Strategi Tata Ruang Wilayah Nasional Tahun 2002-2020 telah menetapkan sebuah kerangka kerja untuk memberikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial dan fisik85. Rencana lainnya yang terkait adalah Rencana Pembangunan Nasional dan Transportasi Abad 21 yang saat ini masih berjalan86,87. Berbagai kebijakan tersebut menawarkan kesempatan yang besar untuk mengatasi berbagai tantangan serius terkait kesehatan masyarakat. Pembangunan Perkotaan Sebagian besar wajah wilayah telah berubah wajah menjadi sebuah masyarakat perkotaan. Persentase penduduk dunia yang tinggal di wilayah perkotaan meningkat dari 32% pada tahun 1926 menjadi 60% pada tahun 2002. Di Eropa, sebaran yang terjadi juga cukup serupa dimana 65% dari populasi penduduk [69] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat tinggal di diantaranya wilayah di perkotaan area sedangkan pedesaan89. 35% Sedangkan di Indonesia, di tahun 1995 jumlah penduduk yang tinggal diperkotaan mencapai angka 40% dari jumlah penduduk keseluruhan, meningkat di tahun 2010 hingga mencapai angka 52% dan diprediksi pada tahun 2025 akan mencapai angka 65% atau setara dengan 195 juta penduduk yang mendiami wilayah perkotaan. Penyebaran kota-kota yang cenderung menjauhi pusat kota dicerminkan data statistik terbaru yang menunjukkan penurunan jumlah penduduk di Kota Belfast dan Dublin tetapi memperlihakan kenaikan yang signifikan di wilayah seputar dua kota tersebut90,91. Sejumlah faktor ekonomi, sosial dan politik telah memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang tidak tanggap akan hal tersebut, termasuk penurunan produktifitas industri dan efek gangguan keamanan92. [70] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Berbagai kajian tentang pola perjalanan dari hunian ke lokasi kerja menunjukkan perkembangan angka ratarata jarak tempuh perjalanan93 dan mobil menjadi moda transportasi yang paling sering digunakan94. Potensi dampak perluasan kota (urban sprawl) terhadap kesehatan telah mendapat banyak perhatian dan harus dapat segera ditangani. Perumahan Sebuah tinjauan mengenai kondisi perumahan di 14 negara Eropa selama periode 1994-1997 berdasarkan Komunitas Panel Rumah Tangga Eropa menemukan bahwa Irlandia dan Inggris memiliki angka kematian musiman yang tertinggi di antara negara-negara Eropa Utara, dimana hal tersebut oleh sebagian pihak sebagai pertanda akan minimnya perlindungan dan banyaknya perumahan dengan sistem termal yang tidak efisien di ke dua negara tersebut. Faktor lain juga diteliti dalam upaya analisisnya, termasuk menilai faktor yang bersifat objektif maupun subjektif seperti kepadatan hunian, [71] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat kelembaban dan kepuasan akan kondisi hunian95. Sejumlah perumahan baru yang sedang dibangun di wilayah dua yuridiksi ini menghadirkan sebuah kesempatan penting dalam memastikan berbagai isu yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat dapat segera ditangani. Kolaborasi dan Dialog Terdapat sebuah kebutuhan yang jelas akan sebuah kolaborasi antara pihak perencana dan mereka yang berkecimpung di sektor kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sebagaimana setiap pihak yang berada diluar sektor kesehatan yang akan semakin sadar akan dampak dari tindakan-tindakan mereka terhadap kesehatan, maka mereka yang bekerja di sektor kesehatan juga perlu memahami proses perencanaan dan kebijakan lingkungan untuk dapat memberi masukan sesuai dengan kapasitas dan tata cara yang tepat. Hal tersebut akan menjadi tahap awal yang ideal saat penyusunan perencanaan akan dilakukan dan [72] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat perubahan yang nyata dapat dicapai. Penilaian Dampak Kesehatan atau Health Impact Assessment menjadi sebuah tool yang sistematis yang dapat memfasilitasi keterlibatan lintas sektoral. Penilaian Dampak Kesehatan Health Impact Assessment (HIA) atau Penilaian Dampak Kesehatan merupakan sebuah kombinasi dari standar prosedur, metode dan alat bantu dimana sebuah program atau kebijakan dapat dinilai bagaimana potensi dampaknya terhadap kesehatan penduduk dan sebaran dampak itu sendiri di masyarakat98. Tujuan dari HIA sendiri adalah untuk memaksimalkan status kesehatan masyarakat dan meminimalisir efek kerugian terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan dari pengajuan sebuah program atau kebijakan publik. Dengan HIA dampak langsung terhadap kesehatan pada masyarakat dapat diamati, misalnya melalui paparan polutan (termasuk kebisingan) yang mungkin [73] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat dilepaskan di udara, air dan tanah sebagai akibat dari aktivitas manusia, sedangkan efek tidak langsung dapat diamati melalui pengaruh terhadap berbagai faktor determinan kesehatan99. Indonesia sendiri telah dianggap memenuhi kriteria dalam upaya mengembangkan HIA100. Akan tetapi pengembangan HIA di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, diantaranya munculnya kebutuhan mendesak untuk pembaharuan perancangan melakukan kebijakan lingkungan / peninjauan peraturan binaan secara dan terkait reguler, rendahnya sense of priority akan kesehatan masyarakat dan lingkungan, minimnya pelatihan dan sertifikasi sumber daya manusia terkait pelaksana HIA, ketidakmerataan kapasitas diberbagai wilayah dalam melakukan HIA serta masih adanya resistensi masyarakat yang mempertanyakan bukti nyata dari efektifitas HIA101. [74] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Hubungan antara lingkungan binaan dan kesehatan masyarakat tidak akan pernah terputus dan sejarah membuktikan bahwa setiap tindakan yang memperburuk hubungan keduanya akan menyebabkan masalah bagi kesejahteraan hidup manusia. Baru pada beberapa waktu terakhir usaha perlindungan terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia dipandang sebagai satu bidang khusus kebijakan publik baik oleh institusi pemerintahan maupun non pemerintah dilevel nasional ataupun internasional. Hak asasi manusia dalam konteks lingkungan binaan dan prinsip keberlanjutan ditujukan agar manusia dapat bertahan hidup serta memiliki standar kehidupan yang memadai dan aman, termasuk terlindungi dari zat berbahaya dan produk yang tidak aman. Tanpa kebijakan berwawasan lingkungan dan kesehatan masyarakat, kemampuan masyarakat untuk menerapkan prinsip saling menghrmati dan kesetaraan tidak akan pernah terwujud. Peran pemerintah daerah [75] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat dan petugas kesehatan dalam memperbaiki kesehatan masyarakat melalui penilaian dampak kesehatan juga tidak boleh dianggap enteng. Apa yang bisa dilakukan Dalam konteks membangun sinergi antara semua pihak yang terlibat dalam perencanaan dan perancangan lingkungan binaan, beberapa langkah dapat dilakukan untuk membangun sinergitas dan mempromosikan kesehatan masyarakat melalui pendekatan perancangan, diantaranya yakni102: 1. Memperluas peran otoritas kesehatan dalam proses pengambilan keputusan Memberi otoritas kesehatan kesempatan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan perencanaan dapat membawa perubahan karena mereka dapat memberikan masukan mengenai informasi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Otoritas kesehatan harus dilibatkan [76] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat pada semua tingkat proses pengambilan keputusan perencanaan. Otoritas kesehatan dapat bertindak sebagai katalisator dan fasilitator untuk mencapai perubahan di masyarakat. Pihak otoritas kesehatan dapat memulai dialog menggunakannya di masyarakat untuk dan mempromosikan pembuatan keputusan yang tepat terkaitan dengan perancangan di masyarakat. 2. Menyediakan membimbing peraturan dan perundang-undangan yang jelas memberdayakan dalam untuk otoritas menerapkan persyaratan HIA. Peraturan dibutuhkan untuk memberikan otoritas yang jelas bagi para pihak kesehatan masyarakat dalam proses perencanaan penggunaan lahan dan untuk menjamin bahwa pertimbangan spesifik yang diajukan dimasukkan ke dalam proses tersebut. Institusi kesehatan masyarakat setempat membutuhkan lebih banyak informasi tentang [77] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat bagaimana meningkatkan pengaruh mereka di bidang perencanaan penggunaan lahan seiring dengan pengembangan pemahaman terkait disain perkotaan dan transportasi. Kementerian terkait dapat memainkan peran sebagai kolaborator antara perencanaan kesehatan masyarakat dan perencanaan penggunaan lahan atau perancangan di masyarakat. Kementerian juga dapat mendorong peningkatan kapasitas di tingkat lokal dan memberikan data serta tolok ukur kesehatan masyarakat untuk menghasilkan sebuah rancangan yang aman dan sehat bagi masyarakat. Para tenaga kesehatan masyarakat perlu beralih dari sekedar hanya terlibat dalam tahapan implementasi perancangan di masyarakat menjadi terlibat secara dini dan proaktif dalam tahap penyusunan visi dan kebijakan perencanaan dan lingkungan binaan di masyarakat. [78] perancangan Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 3. Memasukkan ketentuan pelakasanaan HIA untuk terkait kewajiban pengajuan proyek pembangunan Pihak yang berwenang dalam penyusunan rencana pembangunan juga harus dipaksakan untuk melakukan penilaian dampak kesehatan / HIA untuk memastikan rencana dan kebijakan tersebut berjalan secara berkesinambungan. Informasi yang diperoleh dari HIA dapat memberikan panduan pengambilan keputusan penggunaan lahan dengan cara yang dapat mempromosikan dan atau memperbaiki kesehatan populasi tertentu dan mengurangi dampak negatif dari perubahan pada lingkungan binaan. Perencana yang paham tentang penerapan HIA dapat memberikan kontribusi penting bagi kesehatan dan keberlangsungan masyarakat yang mereka layani. 4. Mendorong peranan lembaga peradilan dan hukum dalam melindungi hak-hak masyarakat dalam [79] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat menegakkan implementasi HIA sebagai prasyarat dalam sistem perencanaan dan pengembangan lahan Tidak dapat dipungkiri bahwa degradasi lingkungan pada akhirnya dapat membahayakan kesehatan masyarakat baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Oleh karena itu, beberapa lembaga peradilan telah menafsirkan hak atas penyediaan kehidupan kedalam undangundang dengan berbagai cara sehingga dapat mempromosikan perlindungan terhadap hak lingkungan. Hak atas lingkungan termasuk hak untuk terbebas dari kondisi lingkungan yang mengancam kesehatan dan kehidupan itu sendiri. Hak atas lingkungan dapat diberikan kepada warga negara berdasarkan ketentuan undang-undang dan konstitusi dan hak ini dapat diajukan di hadapan pengadilan jika terbukti bahwa hak tersebut telah dilanggar. Hak warga negara terhadap hak atas [80] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat lingkungan hanya pemberlakukan HIA dapat direalisasikan sebagai prasyarat jika telah dipayungi secara hukum serta apabila pemerintah daerah mengabaikan tugasnya untuk melakukan HIA dalam proses perencanaan dan pengembangan lahan diwilayahnya. [81] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat [82] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Referensi 1. Hippocrates (original text written 400 B.C.E). On Airs, Waters, and Places. In: http://classics.mit.edu/Hippocrates/airwatpl.1.1.ht ml (diakses pada 31 Maret 2016). 2. Chadwick E. Report on the sanitary condition of the labouring population of Great Britain. Edinburgh: Edinburgh University Press; 1842. 3. Duhl LJ, Sanchez AK. Healthy Cities and the City Planning Process - A Background Document on Links between Health and Urban Planning. Copenhagen: World Health Organisation Regional Office for Europe; 1999. 4. Lindheim R, Syme L. Environments, People and Health. Ann Rev Public Health, 1983;4:335-359. 5. Marmot M, Wilkinson RG, eds. Social Determinants of Health. Oxford: Oxford University Press; 1999. 6. Barton H, Grant M. The Determinants of Health and Well-being in our Neighbourhoods; 2006. 7. Srinivasan S, O'Fallon LR, Dearry A. Creating Healthy Communities, Healthy Homes, Healthy People: Initiating a Research Agenda on the Built Environment and Public Health. Am J Public Health 2003;93(9):1446-1450. [83] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 8. Churchill W. Winston Churchill quote. In: www.winstonchurchill.org (diakses pada 6 Februari 2016). 9. Samet JM, Spengler JD. Indoor Environment and Health: Moving Into the 21st Century. Am J of Public Health 2003;93(9). 10. World Health Organisation Regional Office for Europe. Housing and Health; Identifying Priorities. Meeting Report. Bonn: European Centre for Environment and Health Bonn Office; 2003 20th22nd October. 11. Future Healthcare Network. Investing in Design: Developing a Business Case for Good Design in Health. London: NHS Confederation; 2003. 12. CABE Space. The Value of Good Design: How Buildings and Spaces create Economic and Social Value; 2002. 13. Davies S. Subcultural explanations and interpretations of school deviance. Aggression and Violent Behaviour 1999;4(2):191-202. 14. Frumkin H. Healthy Places: Exploring the Evidence. Am J Public Health 2003;93(9):1451-1456. 15. Acheson D. Independent Inquiry into Inequalities and Health: Report. London: London Stationary Office; 1998. [84] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 16. Thomson H, Petticrew M, Morrison D. Housing Improvement and Health Gain: A Summary and Systematic Review. Glasgow: Medical Research Council; 2002. 17. Taske N, Taylor L, Mulvihill C, Doyle N, Goodrich J, Killoran A. Housing and Public Health: A Review of Reviews of Interventions for Improving Health. Evidence briefing: National Institute for Health and Clinical Excellence; 2005. 18. World Health Organisation Europe. Fourth Ministerial Conference on Environment and Health. Budapest 2004. 19. Raw G. Building Regulation Health and Safety. Watford: Building Research Establishment; 2001. 20. Canadian Institute for Health Information. Housing and Population Health. Ontario; 2004. 21. Environmental Protection Agency. Health and Environmental Effects of Particulate Matter. In: http://www.epa.gov/rgytgrnj/programs/artd/air/q uality/pmhealth.htm (diakses pada 25 April 2016) 22. World Health Organisation Europe. Health Aspects of Air Pollution. 2004. 23. Wilkinson P, Armstrong B, Fletcher T, Landon M, McKee M, Pattenden S, et al. Cold Comfort: The Social and Environmental Determinants of Excess [85] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Winter Deaths in England 1986 - 1996: Joseph Rowntree Foundation; 2001. 24. Gingles EJ, McErlain MS, McPeake JWR, Reavie L. Health and Housing Study: Department of Public Health Medicine, Eastern Health and Social Services Board and Research Unit, Northern Ireland Housing Executive; 1995. 25. World Health Organisation Regional Office for Europe. Housing and Health in Europe, Report on a WHO Symposium. Bonn; 2001. 26. Peat J, Dickerson J, Li J. Effects of damp and mould in the home on respiratory health: a review of the literature. Allergy 1998;53:120-128. 27. World Health Organisation Regional Office for Europe. The LARES project (Large Analysis and Review of European housing and health Status). In: http://www.euro.who.int/Housing/activities/20020 711_1 (diakses pada 24 April 2016). 28. enHealth Council. The health effects of environmental noise - other than hearing loss. Canberra: Department of Health and Ageing; 2004. 29. World Health Organisation Europe, Niemann DH, Maschke DC. WHO LARES, Final report, Noise effects and morbidity; 2004. [86] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 30. National Institute for Health and Clinical Excellence. Asthma: Breathtaking epidemic. In: http://www.publichealth.nice.org.uk/page.aspx?o= 500709 (diakses pada 2 Februari 2016). 31. EU Public Health Portal. My Environment: At Home. In: http://ec.europa.eu/healtheu/my_environment/at_ home/index_en.htm (diakses pada 1 Juni 2016). 32. Department of Health and Children. European Home and Leisure Accident Surveillance System (EHLASS) Report for Ireland. Dublin; 2002. 33. Royal Society for the Prevention of Accidents (RoSPA). In: http://www.rospa.com/ni/homesafety/statistics/in dex.htm (diakses pada 19 Juni 2016) 34. Breysse P, Farr N, Galke W, Lanphear B, Morley R, Bergofsky L. The relationship between Housing and Health: Children at Risk. Annapolis: National Centre for Healthy Housing; 2004. 35. British Medical Association. Housing and Health: building for the future. London: British Medical Association; 2003. 36. Cave B, Molyneux P. Healthy Sustainable Communities: A spatial planning checklist. Milton [87] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Keynes: Milton Keynes South Midlands Health and Social Care Group; 2004. 37. World Health Organisation Regional Office for Europe. WHO Technical Meeting on the Immediate Housing Environment. Freiburg: European Centre for Environment and Health Bonn Office; 2002 14th - 15th November. 38. Ulrich RS. View through a window may influence recovery from surgery. Science 1984;224(4647):420-421. 39. Butterworth I. The Relationship Between the Built Environment and Wellbeing: a Literature Review. Melbourne: The Victorian Health Promotion Foundation; 2000. 40. Weich S, Burton E, Blanchard M, Prince M, Sprouston K, Erens B. Measuring the built environment: validity of a site survey instrument for use in urban settings. Health Place 2001;7:283-292. 41. Cave B. Rapid Review of Health Evidence for the Draft London Plan. London: Greater London Authority and the London Health Observatory; 2002. 42. Dannenberg AL, Jackson RJ, Frumlin H, Schieber RA, Pratt M, Kochtizky C, et al. The Impact of Community Design and Land-Use Choices on [88] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Public Health: A scientific research agenda. Am J Public Health 2003;93(9). 43. Williams KD, Green SD. Literature Review of Public Space and Local Environments for the Cross Cutting Review. Oxford Brookes University: Oxford Centre for Sustainable Development; 2001. 44. Wainwright NWJ, Surtees PG. Places, people and their physical and mental functional health. J Epidemiology Community Health 2004:333-339. 45. Dalgard O, Tambs K. Urban environment and mental health. A longitudinal study. Br J Psychiatry 1997;171:530-536. 46. Thomson H, Petticrew M, Morrison D. Housing Improvement and Health Gain: A summary and systematic review. Glasgow: Medical Research Council Social & Public Health Sciences Unit; 2002. 47. World Health Organisation Europe. Is housing improvement a potential health improvement strategy? Copenhagan: Health Evidence Network (HEN); 2005. 48. Thomson H, Petticrew M, Morrison D. Health Effects of Housing Improvement: Systematic Review of Intervention Studies. BMJ 2001;323(7306):187-190. [89] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 49. Campbell L. Public Space as Democratic Space: Parks as Agents for Social Health. In: Healthy Living NYC: http://www.healthylivingnyc.com/article/52 (diakses pada 25 April 2016). 50. Kavanagh P, Doyle C, Metcalfe O. Health Impacts of Transport: A Review. Dublin: Institute of Public Health in Ireland; 2005. 51. World Health Organisation. Why Move for Health. In: http://www.who.int/moveforhealth/introduction/e n/index.html (diakses pada 7 Juni 2016). 52. CJC Consulting, Willis PK, Osman DL. Economic Benefits of Accessible Green Spaces for Physical and Mental Health: Scoping study, Final report for the Forestry Commission. Oxford: Forestry Commission; 2005. 53. Michie C, De Rozarieux D. Rapid Review to Support the Mayor of London's Biodiversity Strategy. The Health Impacts of Green Spaces in London. London: Ealing Hospital NHS Trust; 2001. 54. CABE Space. Decent parks? Decent behaviour? The link between the quality of parks and user behaviour. London; 2005. [90] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 55. Jackson RJ, Kochtitzky C. Creating a Healthy Environment: The Impact of the Built Environment on Public Health. Washington DC; 2001. 56. Semenza JC. The Intersection of Urban Planning, Art, and Public Health: The Sunnyside Piazza. Am J Public Health 2003;93(9). 57. Ellaway A, Macintyre S, Xavier B. Graffiti, greenery, and obesity in adults: secondary analysis of European cross sectional survey. BMJ 2005;331:611 - 612. 58. Besser LM, Dannenberg AL. Walking to Public Transit, Steps to Help Meet Physical Activity Recommendations. Am J Prev Med 2005;29(4):273280. 59. Lawerence FD, Andresen MA, Schmid TL. Obesity Relationships with Community Design, Physical Activity, and Time spent in Cars. Am J Prev Med 2004;27(2):87-96. 60. Cervero R, Gorham R. Commuting in transit versus automobile neighborhoods. Journal of the American Planning Association 1995;61:210-225. 61. Frank LD, Engelke P. How Land Use and Transportation Systems Impact Public Health: A Literature Review of the Relationship Between Physical Activity and Built Form. ACES: Active [91] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Community Environments Initiative Working Paper #1. Georgia: Georgia Institute of Technology. 62. Committee on Physical Activity Health, Transportation, and Land Use. Does the Built Environment Influence Physical Activity? Washington DC: Transportation Research Board Institute of Medicine of the National Academies; 2005. 63. World Health Organisation Regional Office for Europe. Transport, Environment and Health. Copenhagen; 2000. 64. World Health Organisation Regional Office for Europe. Transport-related Health Effects with a Particular Focus on Children. Vienna; 2004. 65. Swanwick C, Dunnett N, Woolley H. Improving Urban Parks, Play Areas and Green Spaces: Interim Report on Literature Review: Department of Landscape, University of Sheffield; 2001. 66. Balanda K, Wilde J, The Institute of Public Health in Ireland. Inequalities in Perceived Health. Dublin; 2003. 67. Berkman LK, Kawachi I, eds. Social Epidemiology. New York: Oxford University Press; 2000. 68. Leyden KM. Environment: [92] Social The Capital Importance and of the Built Walkable Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat Neighborhoods. Am J Public Health 2003;93(9):1546-1551. 69. Cave B, Coutts A. Health Evidence base for the Mayor's draft Cultural Strategy. London: South East London Strategic Health Authority and East London & the City Health Action Zone; 2002. 70. European Commission. CARE Community Road Accident Database. In: http://ec.europa.eu/transport/care/index_en.htm (diakses pada 26 April 2016). 71. Roberts I, Ashton T, Dunn R, Lee-Joe T. Preventing child pedestrian injury: pedestrian education or traffic calming? Aust N Z J Public Health 1994;18(2):209-202. 72. Davis A. Submission to the Inquiry into Inequalities in Health. Input Paper: transport and pollution;1998. 73. Roberts I, Li L, Barker M. Trends in intentional injury deaths in children and teenagers (1980-1995). J Public Health (Oxf) 1998;20(4):463-466. 74. Barton H, Grant M, Guise R. Shaping Neighbourhoods, A guide for health, sustainability and vitality. London: Spoon Press; 2003. 75. Dorfman SF. Exploring the Built Environment. In: http://www.medscape.com/viewarticle/489023 [93] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat (diakses pada 31 January 2016) Medscape Public Health & Prevention; 2004. 76. Cave B. Rapid review of health evidence for the draft London Plan; Based on "Towards the London Plan: initial proposals for the Mayor's Spatial Development Strategy". London: Greater London Authority and the London Health Observatory; 2001. 77. Home Office. British Crime Survey 2001. London: The Stationery Office; 2001. 78. Weich S, Blanchard M, Prince M, Burton E, Erens B, Sprouston K. Mental Health and the Built Environment: Cross-sectional Survey of Individual and Contextual Risk Factors for Depression. Br J Psychiatry 2002:428-433. 79. Department for Transport Local Government and the Regions. Green Spaces, Better Places – Final report of The Urban Green Spaces Taskforce. London: Department for Transport Local Government and the Regions; 2002. 80. Sanchez LJ, Duhl AK. Healthy Cities and the City Planning Process. European Health 1999;21. 81. Frumkin H. Urban Sprawl and Public Health. Public Health Reports 2002;117:201-217. [94] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 82. National Association of County & City Health Officials (NACCHO). Public Health in Land Use Planning & Community Design. Factsheet. 83. McCann BA, Ewing R. Measuring the Health Effects of Sprawl, A National Analysis of Physical Activity, Obesity and Chronic Disease: Smart Growth America; 2003. 84. Department for Regional Development. Shaping our Future Regional Development Strategy for Northern Ireland 2025; Belfast, 2001. 85. Department of the Environment and Local Government. National Spatial Strategy for Ireland 2002 - 2012. Dublin. 86. Department of Transport. Transport 21. Dublin; 2005. 87. National Development Plan 2000-2006. Dublin: Government Stationery Office. 88. Central Statistics Office. Census 2002: Principle Demographic Results. Dublin: Stationery Office; 2003. 89. Northern Ireland Statistics and Research Agency. Report of the Interdepartmental Urban-rural Definition Group; 2005. 90. Northern Ireland Statistics and Research Agency (NISRA). Population Density. In: [95] Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat http://www.nisra.gov.uk/archive/demography/pop ulation/LGD_Pop_%20Densities(1981%20to%2020 04).xls (diakses pada 28 Juni 2016) 2004. 91. Central Statistics Office. Preliminary Report for Census 2002. Dublin: Stationery Office; 2002. 92. Department of Culture Arts and Leisure. Architecture and the Built Environment for Northern Ireland. Belfast; 2006. 93. McCarthy C. Crawling through the sprawl: commuting patterns, urban form and public transport in Dublin. Dublin: DKM Economic Consultants; 2004. 94. Department for Regional Development. Regional Transportation Strategy for Northern Ireland 2002 - 2012. Belfast: Department for Regional Development; 2002. 95. Healy JD. Housing Conditions, Energy Efficiency, Affordability and satisfaction with housing: A PanEuropean Analysis. Environmetnal studies research series. Dublin: University College Dublin; 2002. 96. Central Statistics Office. Principle Statistics: New Dwellings Completed. http://www.cso.ie/statistics/newdwellings.htm (diakses pada 8 Juni 2016). [96] In: Menarik Benang Merah Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat 97. Department of Social Development, Northern Ireland Housing Bulletin. Belfast: 2006. 98. European Centre for Health Policy. Health Impact Assessment: Main concepts and suggested approach. Gothenburg; 1999. 99. Dua B, Acharya AS. Health Impact Assessment: Need and Future Scope in India. Indian J Community Med Off Publ Indian Assoc Prev Soc Med. 2014;39(2):76–81. 100. Caussy D, Kumar P, Sein UT. Health impact assessment needs in south-east Asian countries. Bull World Health Organ. 2003;81(6):439. 101. Nefawan I. Health Impact Assessment: INDONESIA [Internet]. Regional Forum on Environmental Health; [disitasi pada 26 Sep 16]. Available from: http://drustage.unep.org/system/files/RFEHDocs/ 4_indonesia_presentation.pdf 102. Maidin AJ, Ahamed NFS. Mandatory Health Impact Assessment in Malaysian Land Planning and Development Control System. Procedia - Soc Behav Sci. 2012 Dec 19;68(Supplement C):164–72. [97] Tentang penulis Muhamad Ratodi, tercatat sebagai dosen pada Program Studi Arsitektur Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Lulusan Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Pancasila (2003) dan Magister Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Universitas Airlangga (2011) ini menaruh minat pada kajian Lingkungan Binaan dan Kesehatan Masyarakat. Saat ini tergabung dalam Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan Relawan Jurnal Indonesia (RJI) serta aktif dalam pengelolaan EMARA Indonesian Journal of Architecture dan Journal of Health Science and Prevention. Penulis dapat dihubungi di [email protected]